MANAJEMEN PAKAN
Disusun oleh :
Kelas B
Kelompok 5
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
I
PENDAHULUAN
pemberian pakan, dan tata laksana pemeliharaan sehari-hari bagi peternak mutlak
harus dimiliki. Masalh penyebab kerugia suatu usaha peternakan sapi perah
Ternak sapi perah membutuhkan pakan dalam jumlah dan kualitas yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, tumbuh dan berkembang serta
menghasilkan keturunan (pedet) dan air susu yang baik. Pakan utama ternak sapi
perah adalah hijauan yang terdiri dari rumput, leguminosa, dll. Jika zat gizi yang
dibutuhkan yang berasal dari hijauan ternyata kurang, maka dapat ditambahkan
pakan penguat padat gizi (konsentrat) yang berasal dari limbah pertanian antara
lain dedak, bungkil kelapa, bungkil kedelai, ampas tahu, ongok, dll.
mikroba. Jenis mikroba rumen tergantung dari jenis pakan yang diberikan. Jika
ada perubahan dalam pemberian pakan, mikroba tersebut memerlukan waktu 2-3
minggu untuk membiasakan diri terhadap jenis pakan tersebut. Pada selang waktu
tersebut sapi tidak dapat mencerna pakan dengan sempurna. Oleh karena itu,
penting untuk memberikan pakan yang sama secara terus menerus pada ternak
sapi perah.
kebutuhan pakan, terutama hijauan pakan ternak, dalam jumlah dan kualitas yang
cukup terus menerus sepanjang tahun. Peternak sapi perah di Negara empat
musim dapat menyediakan kebutuhan pakan ternak sepanjang tahun. Pada musim
dingin, peternak menyediakan hijauan pakan ternak yang telah diawetkan baik
dalam bentuk hay, silase atau bentuk lainnya.
3) Mengapa complete feed bisa menjadi solusi pemberian pakan pada sapi
perah di Indonesia?
1.3 Tujuan
3) Mengetahui complete feed bisa menjadi solusi pemberian pakan pada sapi
perah di Indonesia.
II
TINJAUAN PUSTAKA
bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi, estrus, umur, selang
beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, serta makanan dan tata laksana
(Sudono, 1999). Produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur pada setiap
laktasi. Produksi susu akan naik selama 45–60 hari setelah sapi beranak hingga
akhir laktasi.Periode laktasi normal pada sapi yang dikawinkan dan bunting setiap
2.2 Pakan
ternak khususnya sapi perah sehingga diperlukan perhatian yang lebih banyak.
Semakin baik ketersediaan dan kualitas pakan yang diberikan, maka akan semakin
baik pula hasil produksi yang akan didapat. Untuk meningkatkan produksi dalam
beternak sapi perah maka perlu diketahui jenis pakan dan bagaimana manajemen
pemberiannya, serta kebutuhan nutrien sapi perah untuk memenuhi hidup pokok
dan produksi.
hijauan. Semakin baik kualitas hijauan, efek penggunaan dan penambahan jumlah
produksi susu (Suryahadi, 1997). Jika hijauan yang diberikan berkualitas tinggi
seperti leguminosa maka dibutuhkan pemberian konsentrat yang mengandung
10% protein kasar (PK), jika menggunakan hijauan kualitasnya rendah maka
susu yaitu konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi nutrien (Sutardi, 1980).
yang baru yaitu pakan lengkap (pakan komplit), yang mempunyai nilai nutrisi
lebih
lengkap dan lebih tinggi dibanding dengan bahan pakan asalnya. Pakan komplit
merupakan sistem pemberian pakan dalam bentuk tunggal dari hasil pencampuran
bentuk tunggal yang dapat dibuat dengan proses pelleting, yaitu proses
pakan yang tersedia dan tidak ada kontrol terhadap kemungkinan akibat buruk
suatu bahan pakan (Parakkasi, 1995). Pemberian pakan komplit pada ternak sapi
yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu, dibentuk
merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau
substansi lain. Pakan komplit dapat dibuat dengan pelleting atau proses
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, serta
memudahkan pemberian pakan di lapangan
fruktan sebagai bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan
fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Hal yang mempengaruhi
1) Spesies tanaman
3) Iklim
4) Pemupukan
Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut dalam air sehingga kandungan
perdu atau semak (herba), dan pepohonan. Spesies hijauan yang memiliki potensi
atas beberapa jenis legum seperti kacang gude (Cajanus cajan), komak (Dolichos
lablab), dan perdu lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian seperti jerami
padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan daun ubi kayu. Legum pohon
(Reksohadiprodjo, 1985).
ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan. Limbah pertanian adalah hasil
ikutan dari pengolahan tanaman pangan yang produksinya sangat tergantung pada
jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan disuatu
Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konsentrat sumber protein
apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar
18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai
komposisinya terdiri dari dedak halus 75%, jagung giling 8%, bungkil kedelai 3%,
bungkil kelapa 10%, kalsium 2% dan garam dapur 2%. Semua bahan itu harus
dalam kondisi lembut agar mudah bercampur satu sama lain. Bahan itu kemudian
dicampur dalam suatu wadah dan diaduk sampai merata (Siregar, 1993).
untuk menambah nutrisi dalam pakan ternak, dimana nutrisi yang ditambahkan 6
tersebut ikut tercerna atau membantu pencernaan (Dixon, 1985). Setyono dkk.
(2009) berpendapat bahwa feed supplement merupakan bahan pakan ternak yang
diperlukan dalam jumlah yang sedikit, akan tetapi feed supplement tersebut dapat
menjadi sumber mineral serta vitamin (mikro nutrien) dan asam amino sintetis.
Feed additive atau pakan imbuhan adalah suatu bahan yang ditambahkan
ke dalam pakan, biasanya dengan jumlah yang sangat sedikit. Feed additive pada
umumnya bukan sebagai sumber zat gizi, tetapi dapat mempengaruhi karakteristik
pakan, meningkatkan kinerja alat cerna, kesehatan maupun meningkatkan kualitas
pemacu pertumbuhan. Feed additive contohnya yaitu vitamin mix, mineral mix,
premix, dan antibiotik. Selain itu, penggunaan feed additive dibatasi sampai 0,5 -
PEMBAHASAN
disediakan demi kelangsungan hidup ternak itu sendiri. Pakan yang diberikan
berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan pun haruslah memenuhi
produksi, produktivitas dan kesehatan ternak itu sendiri. Kebutuhan hijauan pakan
per ekor ternak ruminansia per hari untuk hidup pokoknya sebanyak ±10% dari
berat tubuhnya.
hijauan makanan ternak ini produksinya tidak tetap sepanjang tahunnya, hal ini
sesuai dengan pendapat Sumarno (1998) yang menyatakan bahwa kendala utama
di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak terutama produksinya tidak dapat
tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan
ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produksinya
akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali. Selain itu juga dengan
semakin padatnya penduduk, maka lahan yang tersedia untuk hiajuan pakan
unggul sehingga mutu setiap jenis hijauan yang diwariskan oleh sifat genetik bisa
Dalam upaya menyediakan hijauan bagi ternak yaitu dengan beberapa cara
pada musim kekurangan pakan sangat dianjurkan. Salah satu cara untuk
merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar
bisa diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan
hay ini yaitu hay adalah untuk mengurangi tingkat kandungan air dari hijauan
hingga pada suatu level dimana menghambat aksi dari enzim-enzim baik yang
dihasilkan oleh tanaman maupun mikrobial (Mc Donald et al., 2002 dalam
Mansyur et al., 2007), untuk dapat menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada
saat-saat tertentu, seperti dimasa paceklik atau musim kemarau, untuk dapat
memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi pada saat itu belum
menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu yang singkat, baik dengan
Adrial dan Saleh Mokhtar (2013) menjelaskan bahwa Tujuan utama pembuatan
silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu
hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang. Silase digunakan agar dapat
paceklik, untuk menampung kelebihan produk hijauan makanan ternak atau untuk
dan mendayagunakan hasil sisa pertanian atau hasil ikutan pertanian Apabila
proses pembuatan silase ini berjalan baik, maka silase ini dapat disimpan dan bisa
yang dapat meningkatkan daya cerna jerami padi. Urea dalam proses amoniasi
berfungsi untuk melemahkan ikatan lignoselulosa dan silika yang menjadi faktor
penyebab rendahnya daya cerna jerami padi. Nitrogen yang berasal dari urea yang
sehingga tersedia substrat untuk memperbaiki tingkat dan efisiensi sintesis protein
oleh mikroba.
Kandungan protein kasar jerami padi rendah (3-5%), serat kasarnya tinggi
rendah. Menurut Preston dan Leng (1987), rendahnya nilai nutrisi jerami padi
disebabkan oleh kadar protein, kecernaan, mineral esensial dan vitamin yang
rendah, serta kadar serat kasar yang tinggi. Salah satu usaha untuk meningkatkan
kualitas jerami padi dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai cernanya melalui
maupun kombinasinya. Jerami padi yang diberi perlakuan urea 4% dan disimpan
selama 4 minggu terjadi peningkatan daya cerna dari 35% menjadi 43,6% dan
kandungan nitrogen total dari 0,48% menjadi 1,55%. Langkah yang coba
karena jerami padi sering tidak dimanfaatkan bahkan terbuang. Melalui teknologi
amoniasi dengan urea maka nilai gizi jerami masih dapat ditingkatkan sehingga
Trisnadewi, dkk.2011).
jagung. Jamur Pleurotus merupakan jamur pembusuk putih (white rot fungi).
kecernaan bahan kering jerami jagung akan meningkat. Selain itu juga dapat
sebesar butiran biji jagung. Jamur Trichoderma termasuk jamur penghasil selulase
dalam tempat tertutup. Fermentasi biasanya akan meningkatkan nilai nutrisi atau
nilai kecernaan bahan kering suatu bahan serta dapat pula menyebabkan bahan
3. Teknologi Pengelolaan
manajemen tanaman pakan ternak secara tepat . Pengelolaan hijauan pakan ternak
yang baik akan dapat menjamin pasokan hijauan pakan sepanjang tahun, baik
pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Beberapa metode yang dapat
diterapkan pada peternakan sapi perah di Indonesia adalah: sistem tiga strata,
Tanaman pakan ternak yang dapat diupayakan antara lain adalah rumput
unggul dan leguminosa pohon atau perdu yang dapat beradaptasi pada kondisi
iklim wilayah tertentu . Pola penanaman hijauan pakan-ternak melalui sistem tiga
strata atau pola lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat
Strata pertama terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume menjalar
yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Strata kedua terdiri dari
tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang
produksinya pada awal musim kemarau. Strata tiga terdiri dari legume pohon
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Pola penanaman melalui sistem
tiga strata atau pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk
tetap dapat tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan
pada akar dan gizi dari hijauan pakan ternak lebih baik (Nitis dkk., 2000).
Rumput, semak, dan pohon ditanam sebagai pagar dari tanaman palawija ataupun
tanaman perkebunan terutama pada lahan sempit. Produksi pakan hijauan STS
91% lebih tinggi dari Sistem Tradisional. Erosi lahan 57% lebih rendah, karena
strata 2 dan 3 menahan batu dan kerikil, sedangkan strata 1 menahan tanah. Unsur
hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13% lebih tinggi dan humus
mengikuti kontur, membentuk pagar, jarak dari baris yang satu ke baris yang lain
tergantung pada kemiringan lereng, tetapi biasanya harus dapat ditanami tanaman
sistem ini sulit dilakukan karena kepemilikan lahanyang sempit. Namun untuk
Tanaman penguat teras. Tujuan utama dari tanaman penguat teras adalah
sebagai tanaman konservasi tanah. Dengan adanya tanaman penguat teras baik
pada bibir maupun tampingan teras, selain mengendalikan erosi juga dapat
pakan (Prasetyo et al., 1991; Hendarto et al., 1998). Berbeda dengan pertanaman
lorong, tanaman penguat teras ditanam di lahan-lahan yang sudah diteras. Jenis
tanamannya beragam tergantung pada di bagian mana tanaman tersebut ditanam.
Apabila ditanam di bibir teras bisa digunakan rumput, bisa juga leguminosa.
Untuk lahan yang curam atau sangat curam sebaiknya digunakan leguminosa
pohon atau perdu seperti lamtoro, glirisidia atau stylosanthes. Sedangkan untuk
lahan yang tidak begitu curam bisa digunakan rumput seperti setaria dan rumput
gajah. Apabila ditanam di tampingan teras bisa digunakan rumput yang menjalar
seperti rumput kawat, Paspalum notatum atau yang tidak menjalar seperti rumput
pahit dan rumput karpet (Prawiradiputra dan Tala'ohu, 1998). Rumput Brachiaria
pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan
gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang
tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan pakan
penguat yang cukup, sedangkan sapi yang digemukan dengan sistem dry lot
fattening diberikan justru sebagian besar pakan berupa pakan berbutir atau
diperoleh dari dedak dan biji-bijian seperti jagung. Bahan pakan penguat ini
meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir
dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat ini adalah meningkatkan dan
memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Adapun
pemilihan bahan pakan konsentrat ini haruslah bahan yang tidak bersaing dengan
bahan kebutuhan manusia. Konsentrat dapat dibuat dari jagung dan berbagai
umbi. Solusi dalam penyediaan konsentrat yaitu bisa menggunakan bahan hasil
ikutan pertanian dari pabrik seperti bekatul, dedak, bungkil kacang tanah, bungkil
kelapa, bungkil kedelai dan tetes (molases), dengan demikian konsentrat akan
selalu tersedia. Namun konsentrat buatan pabrik tidak jarang harganya mahal
karena adanya bahan-bahan yang impor dari luar negeri, seperti tepung ikan. Oleh
karena itu, bisa dibuat konsentrat dengan harga yang lebih murah yaitu tepung
ikan yang merupakan bahan impor ini dapat diganti dengan bahan yang lain,
seperti ampas tahu, daun kacang tanah, atau bungkil kedelai. Bahan-bahan yang
digunakan untuk bahan konsentrat adalah pollard, bungkil kelapa, dedak, amaps
kecap, onggok,super mineral, feed mix, cyc 100, tepung ikan, starbio, molases,
Limbah pertanian yang telah banyak digunakan adalah jerami padi, jerami
jagung, daun ubi batang, dan batang pisang. Penggunaan limbah pertanian
bukanlah suatu hal yang murah lagi, dibutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk
ongkos transportasi dan tenaga kerja untuk mencari limbah tersebut. Limbah
pucuk tebu yang dipanen merupakan salah satu sumber hijauan, komposisi
nutrisinya sebagai berikut : PK 11%, LK 3%, Abu 12%, NDF 66%, ADN 50%,
lignin 5%, Ca 0,4%, P 0,2%, dan kecernaan bahan kering in vitro 42% (Lowry et
al., 1992).
3.2 Complete Feed
yang baru yaitu pakan lengkap (pakan komplit), yang mempunyai nilai nutrisi
lebih lengkap dan lebih tinggi dibanding dengan bahan pakan asalnya. Pakan
komplit merupakan sistem pemberian pakan dalam bentuk tunggal dari hasil
bentuk tunggal yang dapat dibuat dengan proses pelleting, yaitu proses
pakan yang tersedia dan tidak ada kontrol terhadap kemungkinan akibat buruk
suatu bahan pakan (Sutardi, 1981). Pemberian pakan komplit pada ternak sapi
yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu, dibentuk
merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau
substansi lain. Pakan komplit dapat dibuat dengan pelleting atau proses
makanan yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu,
mampu merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau
substansi lain. Sehingga pakan komplit itu ialah kombinasi dari hijauan dan
konsentrat yang sedemikian rupa diproses untuk menghasilkan produk pakan yang
Pada sapi perah awal laktasi biasanya berkisar pada 100 hari pertama. Pada masa
ini sapi perah akan sedikit mengalami penurunan konsumsi pakan yang berakibat
terjadi penurunan bobot badan sapi. Hal ini karena daya adaptasi sapi perah yang
masih melakukan adaptasi dari periose dara ke periode laktasi dengan perbedaan
yang signifikan. Pada masa laktasi, sapi perah dikawinkan untuk dapat
memproduksi susu pasca partus pertama sapi. Sapi perah akan dapat
Pemberian ransum pada sapi laktasi biasanya mengacu pada kebutuhan protein
(CP) dan energy (net energy). Akan tetapi untuk mendapatkan produksi maksimal,
Pada masa awal laktasi, pemberian hijauan minimal 40% dari total DM .
saliva) maksimal. Hijauan yang diberikan pun harus berkualitas bagus untuk
kg/hari selama dua minggu pertama laktasi, jangan sampai kebanyakan hal ini
komplit pakan hijauan tersebut dapat di kombinasi bias dalam bentuk pelleting,
adalah periode dari 100 hari sampai 200 setelah melahirkan anak. Fase Pada
periode ini sapi akan mengalami puncak produksi (8-10 minggu setelah kelahiran)
bobot badan.
dibandingkan dengan masa awal laktasi. Oleh karena itu kandungan protein dalam
ransum antara 15-16% (PK). Rata-rata sapi pada periode ini menghasilkan susu
200-225 kg dari seluruh masa laktasi sebelumya. Kunci dari periode pertengahan
laktasi ini adalah memaksimalkan DM intake. Pada periode ini sapi dituntunt
untuk diberi pakan dengan kualitas hijauan yang tinggi (minimal 40-45% DM
pada ransum) dan tingkat efektifitas serat hampir sama dengan masa awal laktasi.
Pemberian konsentrat jangan sampai melebih 2.3 % bobot badan dan sumber non-
hijauan lainya.
hari setelah melahirkan dan diakhiri pada saat masa kering sapi. Sapi akan
mengalami peningkatan bobot badan, hal ini untuk mengganti jaringan yang
hilang (BB) pada saat periode awal laktasi. Pakan hijauan yang diberikan 50-60%
nutrisi pada tiap periode laktasi sapi perah dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
3.2.2 Komposisi Ransum Komplit
kurang dari 20% dan serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai
sumber protein karena mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20%.
yang berorientasi pada penggemukan ternak, seperti sapi potong, ayam ras, dan
domba. Pada peternakan sapi perah penggunakan konsentrat lebih sedikit jika
sudah tua, sedangkan pada rumput yang masih muda dapat mencapai >30%.
Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau
Sumber daya lokal yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
seperti jerami padi, tongkong jagung, tebon jagung atau batang dan daun jagung
sisa panen, jerami kacang tanah, kulit buah dan biji cokelat, serat dan lumpur
sawit, bungkil inti sawit, serta ampas sagu. Melalui proses bioteknologi praktis
berbasis sumber daya lokal yang bernilai ekonomis tinggi. Beberapa keuntungan
d. Diversifikasi usaha.
panjang.
f. Menciptakan kemandirian.
nasional seperti kebutuhan pakan bermutu yang tersedia setiap saat dan tidak
KESIMPULAN
pengawetan.
3) Pakan lengkap dapat menjadi solusi pakan untuk peternakan sapi perah di
Diversifikasi usaha
panjang
Menciptakan kemandirian
DAFTAR PUSTAKA
Dixon, R.A. 1985. Plant Cell Culture A Practical Approach. Washington DC:
Department of Biochemistry, Royal Holloway College. IRL Press Oxford.
Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Cetakan Keempat, Gadjah Mada Uivesity Press, Yogyakarta.
Lowry, J.B., R.J. Petheram, and B. Tangendjaja. 1992. Plants fed to village
ruminants in Indonesia. ACIAR, Canberra.
Mansyur, Tidi Dhalika, U. Hidayat Tanuwiria Dan Harun Djuned. 2007. Proses
Pengeringan Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria
decumbens) Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 714-
720.
Manurung, T. 1995. Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber
protein ransum sapi potong. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (3) : 143-
148.
Prawiradiputra, B.R. dan S.H. Tala'ohu. 1998. Jenis-jenis Hijauan Pakan Ternak
Sebagai Tanaman Konservasi di DAS Cimanuk Hulu. Dalam Agus et al.
(eds) Alternatif dan pendekatan Implementasi Teknologi Konservasi
Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Puslitbangtanak, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with
Available Resources in The Tropics. Penambul Books. Armidale.
Singh, B. and Makkar, H.P.S. 2002. The potential of mulberry foliage as a feed
supplement in India. In Mulberry for Animal Production, ed. M.D.
Anchez. pp. 139–155. Animal Production and Health Paper. No. 147.
FAO. Roma Italy.
Siregar, S.B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha.
P.T Penebar Swadaya, Jakarta.
Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal ilmu- ilmu pertanian
Mediagro. 5 (2) : 63-71.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor