Anda di halaman 1dari 5

KELAYAKAN TERAPI TROMBOLITIK UNTUK STROKE AKUT

ABSTRAK

Latar Belakang: trombolisis merupakan intervensi medis yang mahal untuk stroke iskemik
dan karenanya ada kebutuhan untuk studi kelayakan dari trombolisis di pedesaan India.
Tujuan: Untuk menilai kelayakan dan pembatasan pemberian terapi trombolitik untuk pasien
stroke iskemik akut di pedesaan India. Material dan Metode: 64 pasien pertama berturut-turut
terdaftar di bawah Acute Stroke Registry pada rumah sakit rujukan universitas di daerah
pedesaan dipelajari sebagai per protokol terperinci dan kuesioner. Hasil: Dari 64 pasien, 44
adalah stroke iskemik, dan 20 adalah hemoragik stroke. Tiga belas (29,55%) pasien dengan
stroke iskemik mencapai pusat kesehatan dengan fasilitas CT scan dalam waktu 3 jam, di
antaranya hanya 7 (15,91%) yang memenuhi syarat untuk menerima terapi trombolitik sesuai
kriteria klinis dan radiologis yang ada, tetapi tidak menerima terapi. Sisanya Dari 31 orang
(70,45%) yang datang terlambat, 11 orang (25%) tidak mempunyai kontraindikasi klinis dan
radiologis untuk trombolisis, kecuali faktor waktu. Semua pasien memiliki status sosial
ekonomi rendah dan dengan latar belakang pedesaan. Kesimpulan: Meskipun sebagian besar
pasien stroke iskemik yang memenuhi syarat untuk menerima terapi trombolitik, mayoritas
tidak bisa mencapai pusat dengan fasilitas yang memadai dalam waktu yang disarankan.
Lebih mengkhawatirkan, bahkan untuk pasien yang dijangkau dalam onset, tidak ada upaya
yang signifikan dilakukan untuk memulai trombolisis. Data ini tidak hanya sebagai perhatian
untuk meningkatkan fasilitas transportasi pada pasien, tetapi juga untuk meningkatkan
kesadaran tentang efektivitas dan indeks terapi trombolisis pada stroke, antara masyarakat
serta dokter perawatan primer.

PENDAHULUAN

Pengelolaan stroke akut terus menjadi tantangan dalam millenium baru. Agen
trombolitik dapat digunakan untuk mengembalikan arteri yang menyempit pada pasien
dengan stroke iskemik akut. Penggunaan aktivator plasminogen jaringan rekombinan (r-tPA)
intravena dalam 3 jam onset stroke telah ditemukan terkait dengan hasil yang
menguntungkan. Pengaruh yang menguntungkan dari r-tPA secara konsisten hadir dalam
semua subtipe stroke iskemik. Namun, terapi trombolitik untuk stroke akut adalah masalah
yang kompleks, menyeimbangkan manfaat dari pembalikan iskemia melawan terhadap risiko
gejala pendarahan otak. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi utama yang
mengancam nyawa pada terapi trombolitik. Secara teknis, cukup CT scan kepala diperlukan
sebelum pemberian terapi trombolitik untuk mengeluarkan diagnosis pendarahan otak dan
non-iskemik. Baseline CT Scan juga sensitif untuk mendeteksi tanda-tanda awal infark
serebral. Pasien dengan bukti radiografi awal infark serebral utama didefinisikan sebagai
keberadaan efek massa atau hypodensity iskemik yang melibatkan lebih dari sepertiga dari
wilayah arteri serebri media berada pada risiko lebih besar untuk terjadi pendarahan
intrakranial mendapat terapi trombolitik dan telah dikeluarkan dari beberapa uji acak besar
seperti ECASS II dan ATLANTIS. Sebuah analisis baru-baru ini, baseline CT scan dari rt-PA
NINDS trial Stroke menyarankan agar pasien yang dirawat dengan rt-PA dalam 3 jam onset
stroke mendapat perbaikan hasil klinis dibandingkan dengan pasien diobati secara plasebo
apakah ada atau tidak perubahan iskemik awal bisa terdeteksi pada baseline CT scan.

Ada berbagai isu yang mendasari terapi stroke akut, di seluruh dunia. Beberapa isu-
isu ini termasuk kurang dipublikasikan ke publik, waktu respon terlalu lama, terlalu terlambat
presentasinya, dan persiapan ke rumah sakit yang kurang. Hal ini biasanya terjadi baik pada
negara maju dan negara berkembang, terutama karena keberhasilan terapi baru-baru ini dari
percobaan terapi stroke akut.

Semenjak daerah utama di India memiliki latar belakang pedesaan, dan karena ini
merupakan faktor umum untuk seluruh negara berkembang, hal ini juga sangat penting untuk
mempelajari faktor-faktor untuk menghadapi tantangan dalam menetapkan sebuah sistem
untuk perawatan stroke akut di seluruh dunia. Universitas rumah sakit rujukan di mana
penelitian ini dilakukan adalah dalam posisi unik karena menyediakan fasilitas yang memadai
untuk perawatan intensif pasien dan kebanyakan penduduknya berasal dari latar belakang
pedesaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kelayakan dan faktor keterbatasan
menyediakan terapi trombolitik untuk stroke iskemik akut, untuk penduduk pedesaan.

MATERIAL DAN METODE


Ini merupakan rumah sakit berbasis tersier, studi deskriptif pasien stroke akut yang
diakui melalui layanan medis darurat. Pasien stroke dewasa yang mencari layanan medis
darurat terdaftar pada Acute Stroke Registry selama Juni-Agustus 2002. Semua pasien ini
berasal dari pedesaan Pondicherry dan daerah yang berdekatan dengan Tamil Nadu. Sejarah
rinci, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang
termasuk CT scan otak dilakukan sedini mungkin. Seorang dokter dan ahli saraf
membuktikan status neurologis dan diagnosis pada setiap kasus. Perhatian khusus diperlukan
pada status untuk data yang relevan seperti waktu kunjungan ke dokter, waktu saat datang ke
pusat dengan fasilitas untuk terapi trombolitik, dan waktu saat CT Scan dilakukan. Izin
kelayakan diperoleh dari dewan tinjauan setempat dan dewan penelitian. Inform consent
dilakukan diambil dari pasien yang akan dimasukkan dalam studi tersebut.

HASIL

Dari total 64 pasien yang diteliti, 44 (68,75%) adalah stroke iskemik dan 20 (31,25%)
stroke hemoragik. Diagnosis telah dikonfirmasi dengan radiologis (CT scan) hanya pada 33
pasien. Dalam sisa 31 pasien diagnosis subtipe stroke murni didasarkan pada data klinis.
Setiap kasus diperiksa dan diverifikasi oleh diagnosis seorang dokter dan ahli saraf. Usia rata-
rata adalah 56,25 tahun dan 35 (55%) pasien usia diatas 60 tahun.Rasio laki-laki dan wanita
adalah 1.56:1. 13 (29,55%) pasien dengan stroke iskemik dan 7 (35%) dengan stroke
hemoragik sampai di rumah sakit pendidikan dalam waktu 3 jam setelah onset defisit
neurologis akut. 9 (20,45%) dari (29,55% 13) pasien dengan diagnosis klinis stroke iskemik
yang tiba di instalasi gawat darurat dalam waktu 3 jam onset stroke setelah CT scan otak.
Dari 13 pasien, 6 pasien mengalami salah satu kriteria eksklusi, 3 pasien telah kejang pada
awal dan 3 pasien tekanan darah (TD) berada di atas 180/100 mm Hg. Sisanya 7 pasien
(15,9%) memenuhi semua kriteria klinis dan radiologis untuk menerima terapi trombolitik,
setelah CT scan selesai dalam waktu yang ditentukan.

Di antara 31 (70,45%) pasien dengan stroke iskemik didiagnosa secara klinis yang
sampai di rumah sakit setelah window periode, 9 pasien kontraindikasi untuk terapi
trombolitik. Mereka termasuk 4 pasien dengan tekanan darah lebih dari 185/110 mmHg, 4
pasien dengan kejang sebagai gejala awal, dan 1 pasien dengan bukti CT scan terdapat infark
lebih dari dua pertiga dari arteri serebral tengah (MCA). CT scan kepala dilakukan di 16
(36,36%) dari 31 pasien termasuk 5 pasien dengan kontraindikasi untuk trombolisis. Tidak
ada kontraindikasi klinis dan radiologis lainnya untuk terapi trombolitik pada 11 pasien sisa
(25,0%), dimana penyelidikan mereka telah selesai dalam 3 jam onset stroke.

Sembilan pasien tiba-tiba mulai tampak gejala pada larut malam atau pagi-pagi sekali,
yang meliputi 15 (34,09%) pasien stroke iskemik. Dari jumlah tersebut, hanya 3 (6,81%)
pasien bisa ke rumah sakit dalam waktu kurang dari 3 jam. Semua pasien yang berasal dari
latar belakang pedesaan, dan semua memiliki status sosial ekonomi rendah. 13 (20,31% dari
semua pasien stroke) dirujuk oleh dokter perawatan primer, di antaranya, hanya 3 (4,68% dari
semua pasien stroke) mencapai pusat perawatan tersier dalam waktu 3 jam onset, sedangkan
51 (79,67% dari seluruh pasien stroke) mencapai pusat perawatan tersier langsung.

Tak satu pun dari 7 (15,91%) pasien yang memenuhi syarat dengan stroke iskemik
menerima terapi trombolitik. Ketidaktersediaan CT scan darurat merupakan faktor penting,
yang berdampak pada sikap apatis terhadap terapi rt-PA. Biaya rt-PA adalah kendala lain
yang penting, karena sebagian besar pasien memiliki status sosial ekonomi lebih rendah dan
merasa sangat sulit untuk membayar terapi trombolitik. 20 (31,25%) dari 64 pasien dengan
stroke ditunjukkan pada saat di luar jam kerja biasa dari rumah sakit, 9 di antaranya (14,06%
dari semua pasien stroke) ditunjukkan dalam 3 jam onset stroke, yang konfirmasi diagnosis
radiologisnya sangat tertunda, dan mereka di luar pertimbangan untuk terapi trombolitik.
Karena status sosial ekonomi yang rendah, sebagian besar pasien harus bergantung pada
sistem transportasi publik yang tergantung oleh waktu untuk mencapai rumah sakit. Sebagian
besar pasien pada dasarnya tidak menyadari pentingnya faktor waktu dalam manajemen
stroke.

DISKUSI

Penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa ada banyak rintangan dalam
memberikan terapi trombolitik untuk pasien yang memenuhi syarat dengan stroke iskemik
akut di daerah pedesaan di India. Kurangnya kesadaran masyarakat, sistem transportasi ke
tempat perawatan yang kurang memadai, dan ketidakmampuan masyarakat mengenai biaya
perawatan merupakan faktor utama. Para pembuat kebijakan mengenai masalah transport ke
tempat perawatan harus serius merenungkan tindakan apa yang dapat diambil untuk
menyediakan obat untuk pasien atau untuk menemukan cara-cara untuk mengatasi masalah
pengeluaran. Sistem pelayanan medis darurat harus menerapkan protokol stroke pra-rumah
sakit untuk mengevaluasi dan dengan cepat mengidentifikasi pasien yang mungkin mendapat
manfaat dari terapi trombolitik, mirip dengan protokol untuk nyeri dada. Pasien stroke datang
dalam waktu 3 jam harus di-triase segera seperti pada kasus ST-elevasi akut pada infark
miokard. Pemakaian tim perawatan stroke akut, termasuk dokter, ahli saraf, perawat, staf
radiologi dan apoteker, adalah cara yang efektif untuk mengkoordinasikan evaluasi awal dan
pengobatan. Ketersediaan CT scan di unit gawat darurat harus dipastikan di rumah sakit
tingkat kabupaten dan seterusnya. Tersedianya teknisi berpengalaman mengoperasikan mesin
CT scan, siang-malam, akan cukup, tanpa perlu ahli radiologi, sebagaimana dokter di unit
gawat darurat akan mampu membedakan suatu infark iskemik dari pendarahan intrakranial
dan mereka juga dapat dilatih untuk mengambil tanda-tanda radiologis awal dari infark yang
berkembang dalam gambar CT. Mekanismenya juga harus siap terlatih menyediakan obat
yang terbukti hanya untuk terapi stroke akut, misalnya, r-TPA, di pusat-pusat pelayanan
kesehatan tersier dan rumah sakit pusat di kabupaten, meskipun biaya obat saat ini tinggi.

Anda mungkin juga menyukai