Disusun oleh:
Analis Kesehatan Kelas A
Dosen Pengampu:
Suratno, S. Pd., M. Sc
Fera Sartika, SKM.M.Si
Nurhalina, SKM. M. Epid
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan akhir praktikum mata kuliah Analisis Makanan dan Minuman.
Dan harapan kami semoga laporan akhir ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan akhir kami.
Akhir kata kami berharap semoga laporan akhir ini bisa bermanfaat untuk
pembaca dan bisa memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
PERCOBAAN I ........................................................................................
PERCOBAAN II .......................................................................................
PERCOBAAN III ......................................................................................
PERCOBAAN IV ......................................................................................
PERCOBAAN V .......................................................................................
PERCOBAAN VI ......................................................................................
PERCOBAAN VII .....................................................................................
PERCOBAAN VIII ....................................................................................
PERCOBAAN IX ......................................................................................
3
Cawan Kosong
Timbang dengan seksama
pada timbangan analitik
Selama ± 30 menit
4
5
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR AIR DALAM MAKANAN
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui kadar air dalam bahan pangan
2. Mengetahui cara menganalisa kadar air dalam bahan pangan
3. Melakukan penentuan kadar air dalam bahan pangan dengan metode
oven.
6
termogravimetri, dan metode Karl-Fischer. Sedangkan, metode tidak
langsung dapat dilakukan dengan metode Listrik-Elektronika, penyerapan
gelombang mikro, penyerapan sonik, ultrasonik, spektroskopi, IR, dan NMR.
Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada
di dalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air dalam bahan. Metode penetapan kadar air
dengan menggunakan destinasi toluen, kandungan air dalam bahan yang
dinyatakan dalam % 𝑣⁄𝑏 terhadap berat ekstrak. Kadar air yang tinggi
menyebabkan kerentanan terhadap aktifitas mikroba. Kandungan air
ekstrak merupakan media tumbuhnya kapang dan jamur (Guntarti, 2015)
Bahan :
1. Sampel bahan pangan roti tawar :
Jangka panjang (Mekar Bakery)
Jangka pendek (Holland Boga)
7
3. Ditimbanng ± 1 gram sampel yang sudah dihaluskan dalam cawan
porselen yang usdah diketahui berat konstan (W s)
4. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105℃ selama 2 jam. Dikeluarkan dan
di dinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (W p1)
5. Dimasukkan kembali ke dalam oven selama ± 30 menit, lalu di dinginkan
kemudian ditimbang lagi sampai diperoleh berat konstan (selisih
penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg)
𝑊𝑠−𝑊𝑝
Kadar air (% wet basis) = 𝑥 100 %
𝑊𝑠−𝑊𝑜
𝑊𝑠−𝑊𝑝
Kadar air (% dry basis) = 𝑊𝑝−𝑊𝑜 𝑥 100%
= 25,6 %
8. Kadar air (% dry basis) 𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
𝑥 100%
𝑊𝑝 − 𝑊𝑜
50,7697−50,5124
= 50,5124−497676
𝑥 100%
= 34,5 %
8
Tabel Roti tawar masa kadaluwarsa pendek (3 hari)
No. Keterangan Hasil
1. Nama merek : Holland Boga
Masa kadaluwarsa : 3 hari
2. Cawan kosong 48,9097 gram
3. Cawan yang sudah di oven (W o) 48,9102 gram
4. Cawan + sampel awal (Ws) 49,9107 gram
5. Cawan + sampel setelah 2 jam di 49,5800 gram
oven (W p1)
6. Cawan + sampel setelah 30 menit _
di oven (W p2)
7. Kadar air (% wet basis) 𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
𝑥 100 %
𝑊𝑠 − 𝑊𝑜
49,9107−49,5800
= 49,9107−48,9102
x 100%
= 32,9%
8. Kadar air (% dry basis) 𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
𝑥 100%
𝑊𝑝 − 𝑊𝑜
49,9107−49,5800
= 𝑥 100 %
49,5800−48,9102
= 49,7 %
V. Pembahasan
Pada percobaan dilakukan uji kadar air pada roti tawar jangka panjang
dan jangka pendek. Sebelum melakukan percobaan kadar air pada roti,
maka dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven untuk cawan
porselen. Cawan porselen dimasukkan ke dalam oven dan didinginkan ke
dalam desikator untuk menyerap sisa air yang menguap pada cawan
porselen saat di oven kemudian cawan porselen kembali di timbang, langkah
ini dilakukan secara berulang sampai didapatkan berat konstan (W o). Hasil
penimbangan cawan porselen sebelum di uapkan dengan oven adalah
49,7675 gram, sedangkan setelah diuapkan adalah 49,7676 gram.
Kemudian, roti tawar jangka pendek dan jangka panjang ditimbang ± 1 gram.
Untuk roti tawar jangka pendek hasil penimbangannya adalah 1,0090 gram
9
sedangkan untuk roti tawar jangka panjang hasil penimbangannya adalah
1,0021 gram. Selanjutnya kedua roti dihaluskan , dan kemudian masing-
masing dimasukkan kedalam cawan porselen. Hasil penimbangannya
adalah 50,7697 gram untuk roti tawar jangka panjang dan 49,9107 gram
untuk roti tawar jangka pendek, kedua hasil penimbangan tersebut disebut
Ws. Selanjutnya cawan yang sudah berisi sampel roti tawar jangka panjang
dan roti tawar jangka pendek dimasukkan kedalam oven selama 2 jam.
Setelah itu dicatat lagi hasil penimbangannya. Untuk roti tawar jangka
panjang ialah 50,5124 gram dan 49,5800 gram untuk roti tawar jangka
pendek.
Dari data yang diperoleh. Dihitung % kadar airnya. Hasil perhitungan %
kadar airnya yaitu: untuk roti tawar jangka pendek, % kadar air (wet basis)
yaitu 32,9 % dan % kadar air (dry basis ) adalah 49,7 %. Sedangkan untuk
roti tawar jangka panjang % kadar air (wet basis) yaitu 25,6 % dan % kadar
air (dry basis) adalah 34,5 %.
Roti tawar yang sesuai dengan syarat standar nasional Indonesia (SNI) pada
tahun 1995. Kadar air yang tepat, maksimal 40% dengan satuan % b/b.
Berarti % kadar air untuk 1 gram roti tawar adalah ≤ 40 %. Untuk roti tawar
jangka pendek melebihi ± 2 %. Sedangkan untuk roti tawar jangka panjang
sangat kurang untuk kadar airnya. Hal ini berarti, roti tawar yang memiliki
masa simpan yang tidak lama dapat mudah mengalami kerusakkan, seperti
ditumbuhi oleh jamur. Semakin tinggi kadar air maka semakin mudah untuk
ditumbuhi oleh mikroba.
VI. Kesimpulan
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Air dapat mempengaruhi penampakkan, tekstur,
cita rasa, kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Penentuan
kadar air dalam bahan pangan roti tawar dilakukan dengan metode
pengeringan dengan oven, yaitu sampel dan cawan dikeringkan pada suhu
1050C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah
dikeringkan adalah kadar air. Jadi kadar air yang didapat pada roti tawar
jangka pendek adalah (% wet basis) yaitu 25,6 % dan (% dry basis) yaitu
10
34,5 %. Kadar air yang didapat pada roti tawar jangka panjang adalah (%
wet basis) yaitu 32,9% dan (% dry basis) yaitu 49,7 %.
VIII. Lampiran
A. Pertanyaan :
1. Bagaimana prinsip penentuan kadar air dalam bahan pangan
dengan menggunakan metode oven ?
2. Berapa kadar air maksimal yang diperbolehkan dalam sampel bahan
pangan dalam percobaan di atas menurut standar Nasional
Indonesia (SNI)? Misal untuk biskuit menurut SNI berapa persen
kadar air ?
3. Mengapa penentuan kadar air dalam bahan pangan menjadi
penting?
B. Jawaban :
1. Prinsip penentuan kadar air dalam bahan pangan dengan meyode
oven adalah air yang terkandung dalam roti tawar akan menguap
O
karena sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105 C selama
waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah
dikeringkan inilah disebut kadar air.
2. Kadar air maksimal pada roti tawar menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01 – 3840 – 1995 adalah 40%.
11
3. Penentuan kadar air dalam bahan pangan penting karena agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat dan juga untuk mengetahui kadar air dalam
bahan pangan tersebut memenuhi kadar air maksimal yang
diperolehkan menurut SNI atau tidak.
C. Perhitungan :
Roti tawar masa kadaluwarsa Panjang (1 minggu)
Dik : Wo = 49, 7676 gram
Ws = 50, 7697 gram
Wp1 = 50, 5124 gram
Dit : Kadar air : ..........?
𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
Kadar air (% wet basis) = x 100%
𝑊𝑠 − 𝑊𝑜
50,7697−50,5124
= 𝑥 100%
50,7697−49,7676
0,2573
= x 100%
1,0021
= 0, 256 %
𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
Kadar air (% dry basis) = x 100%
𝑊𝑝 − 𝑊𝑜
50,7697−50,5124
= 50,5124−49,7676
𝑥 100%
0,2573
= x 100%
0,7448
= 0, 345%
12
0,3307
= x 100%
1,005
= 32,9 %
𝑊𝑠 − 𝑊𝑝
Kadar air (% dry basis) = x 100%
𝑊𝑝 − 𝑊𝑜
49,9107−49,5800
= 49,5800−48,9102
𝑥 100%
0,3307
= x 100%
0,6698
= 49,7%
D. Gambar
13
14
Timbang cawan kosong pada neraca analitik
Selama 30 menit.
Selama 10 menit.
Selama 6 jam.
15
16
PERCOBAAN II
I. Tujuan Praktikum
Tanur adalah suatu alat jenis oven berukuran besar, berupa ruangan dengan
penyekat termal yang dapat dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu seperti
pengeringan, pengerasan, atau perubahan kimiawi.
Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen
organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat
yang bertujuan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu produk / bahan pangan
terutama totak mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral
yang terkandung dalam bahan tersebut. (Aprilianto, 1988)
17
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Oven
2. Tanur pengabuan (furnace)
3. Cawan porselen
4. Desikator
5. Penjepit cawan
6. Timbangan analitik
7. Mortar dan Alu
8. Hotplate
9. Batang pengaduk/spatula
Bahan :
Sample bahan pangan (CRUNCH)
18
V. Hasil Pengamatan
Kelompok 1
Perhitungan :
Kelompok 2
No Keterangan Hasil Pengamatan
Lemak jenuh 2 gr 9%
Lemak trans 0 gr
Protein 2 gr 4%
Karbohidrat total 24 gr 7%
Serat pangan 1 gr 2%
Gula 6 gr
19
Natrium 95 mg 6%
Kelompok 3
No Keterangan Hasil Pengamatan
20
1 Merk Belvita Informasi nilai gizi %Abu / mineral (Na)
Takaran saji : 40 gram (4 = 180 X 100%
keping)
40.000 =
Natrium : 180 mg 0,45%
Kalsium 15%
Mineral lain :
Zat besi 15%
Seng 25%
Kelompok 4
No Keterangan Hasil
1 Merk :
Takaran saji : 10 g = 10.000 mg % Abu Mineral = 50 mg X 100%
Jumlah mineral : Natrium 50 mg Natrium 10.000 mg = 0,5%
21
Kalsium
Selenium
Zat besi
Iodium
Seng
Magnesium
Vitamin
Asam folat
Kelompok 5
No Berat Berat Berat Berat Hasil Perhitungan
Sampel Cawan Cawan Cawan + Akhir
Setelah di Sampel (W2)
Oven (W1)
(W0)
22
%Kadar Abu Total :
(W2-W0) X 100 %
(W1-W0)
52,8510 – 55,0895
x100%
58,0923 – 55,0895
= - 74, 54%
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penentuan kadar abu dengan metode
pengabuan kering. Sedangkan sample yang digunakan adalah CRUNCH, dan
berbagai merek biskuit seperti Belvita, dll. Sampel yang digunakan pada metode
pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan, dan yang digunakan adalah
cawan porselen untuk pengabuan karena beratnya relatif konstan setelah
pemanasan berulang – ulang dan harganya murah.
Sebelum diabukan pertama – tama cawan porselen yang ditimbang dineraca
analitik lalu dimasukkan didalam oven selam 30 menit, dinginkan dalam desikator
selama 10 menit. Setelah itu timbang sampel yang sudah dihaluskan di mortar
dan alu, ambil sampel 3 gram yang sudah dihaluskan. Panaskan diatas hotplate
hingga menjadi arang. Pengabuan dilakukan diatas api terbuka, terutama untuk
sampel – sampel yag seluruh sampel mengering dan tidak mengasap lagi.
Setelah perlakuan ini, baru sampel dimasukkan didalam tanur (furnace) selama 6
jam. Setelah itu digunakan dalam desikator selama 10 menit dan timbang kembali
untuk melihat hasil akhir.
Dari pengerjaan diatas hasil dari tiap kelompok :
Kelompok 1, merek CRUNCH, natrium 50 mg, berat sampel 3,0043 gram,
berat cawan 36,1606 gram, cawan setelah dioven 36,1595 gram, cawan +
sampel (W1) 39,1646 gram, hasil akhir (W2) 36,2357 gram, kadar abu (%)
2,53568933%.
Kelompok 2, merk sampel biskuit Marie Susu, natrium 95 mg, cawan kosong
57,9840 gram, cawan yag sudah dioven (W0) 57,9830 gram, cawan +
sampel (W1) 60, 9893 gram, sampel biskuit 3,0056 gram, cawan yang
ditanur 58,0041 gram, kadar abu (%) 0,7018%.
Kelompok 3, merk sampel Belvita, natrium 180 mg, kalsium 15%, zat besi
15%, seng 25%, cawan sebelum dioven 52,6579 gram, cawan sesudah
dioven (W0) 52, 6582 gram, cawan + sampel (W1) 55,6643 gram, sampel
belvita 3.0061 gram, cawan yang ditanur 52,7178 gram, kadar abu 1,982%.
23
Kelompok 4, natrium 50 mg, kalsium, selelirum, zat besi, iodium, seng,
magnesium, vitamin, asam folat, cawan kosong 48,9104 gram, cawan yang
sudah dioven (W0) 48,9101 gram, cawan + sampel awal (W1) 51,9153 gram,
cawan + sampel akhir (W2) 55, 1445 gram, kadar abu (%) 207,4%.
Kelompok 5, merk sampel Roma Malkist Krekers, natrium 150 gram, berat
sampel 3,0014 gram, berat cawan 55,0919 gram, berat cawan dioven (W0)
55,0895 gram, berat sampel + berat cawan sampel (W1) 58,0923 gram, hasil
akhir 52,8510 gram, kadar abu -74,54%.
Dari hasil tiap kelompok adalah, kadar abu maksimal yang diizinkan
berdasarkan SNI 01-2973-1992 ialah 1,5% kadar abu yang diperoleh
berdasarkan percobaan ialah :
Kelompok 1 = 2,5356%
Kelompok 2 = 0,7018%
Kelompok 3 = 1,982%
Kelompok 4 = 207,4%
Kelompok 5 = -74,54%
Rata – rata dari hasil tiap kelompok tidak konstan karena kadar abunya
diatas 1,5%. Semakin tinggi kadar abu maka kebersihan suatu bahan pangan
semakin berkurang.
VII. Kesimpulan
Dari hasil tiap kelompok adalah, kadar abu maksimal yang diizinkan
berdasarkan SNI 01-2973-1992 ialah 1,5%, kadar abu yang diperoleh
berdasarkan percobaan ialah : Kelompok 1 = 2,5356%, Kelompok 2 = 0,7018%,
Kelompok 3 = 1, 982%, Kelompok 4 =207,4 %, Kelompok 5 = -74,54%
http://selembarharapanku.blogspot.co.id/2014/03/analisa-kadar-abu-pada-
bahan-pangan.html?m=1
24
http://www.academia.edu/6746310/_penentuan_kadar_air_dan_abu_dalam_bis
kuit_
http://kartonohendry.blogspot.co.id/2015/06/penentuan-kadar-air-dan-kadar-
abu.html?m=1
https://www.scribd.com/doc/316783881/SNI-01-2354-1-2006-kadar-abu
IX. Lampiran
A. Pertanyaan
1. Bagaimana prinsip penentuan kadar abu dalam bahan pangan dengan pangan
dengan menggunakan metode pengabuan kering?
Jawab :
Prinsip penentuan kadar abu adalah dengan mengkondisikan semua zat
organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 6000C, kemudian zat hasil
pembakaran tertinggi ditimbang. Jumlah sampel yang akan diabukan
ditimbang sejumlah tertentu tergantung pada macam bahannya.
2. Berapa kadar abu maksimal yang diperbolehkan dalam bahan pangan dalam
percobaan diatas menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ?
Jawab :
Menurut SNI kadar abu sereal 01-2973-1992 adalah 1,5% dan biskuit 1,6%
3. Mengapa penentuan kadar abu dalam bahan pangan menjadi penting?
Jawab :
Mengetahui kualitas gizi, Tingkat kemurnian produk tepung dan gula, adanya
pemalsuan pada produk selai buah, sari buah, cuka, tingkat kebersihan
pengolahan suatu bahan.
Terjadinya kontaminasi mineral yang bersifat toksik.
B. Gambar
25
Proses penghalusan sampel dan pembakaran di hot plate
26
1. Pembuatan reagen asam kromatropat
27
3. Identifikasi formalin (SNI 01-8894-1096)
28
29
PERCOBAAN III
I. Tujuan
Alat :
30
2. 1 buah rak tabung
6. 1 buah hotplate
8. Bola hisap
9. Penjepit tabung
Bahan:
1. Asam kromatopat
2. Formalin 5%
3. Aquades
4. Aluminium foil
6. H2SO4 72%
31
- Dibuat lartan formalin 5% dengan cara 3,38 mL ormalin 37% +
dengan aquades sampai 25 mL.
V. Hasil pengamatan
Warna
Warna Warna sampel
N Samp Tekst Hasil
sampel sampel setelah Bau
o el ur uji
awal + A.K dipanask
an
32
telang pucat n at
VI. Pembahasan
33
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang hasil ujinya terbukti
positif mengandung formalin adalah ikan asin peda dan ikan asin gabus.
Ikan asin peda memiliki tingkat bahaya yang sangat tinggi(+++++) dan
ikan asin gabus memiliki tingkat bahay yang sangat rendah (+). Tinggi
rendahnya bahaya dari hasil uji ini dengan membandingkan hasil uji pada
control + yang dibuat sebagai acuan tingkat bahay formalin yang
terkandung dalam sampel.
VII. Kesimpulan
34
- Astawan, mad. 2006. Berat Molekul Formalin.
IX. Lampiran
Hitungan :
4. Gambar
35
Perbandingan sampel dengan kontrol
36
Diambil sampel 100 mL
Ditambahkan :
10 mL HCL 10%
10 mL BaCl2 10%
1.
Dihomogenkan
Dibiarkan selama
30 menit
Ditambahkan 10 mL
NaNO2 10%
Selama 20 menit
Diamati
37
Percobaan IV
I. Tujuan Percobaan
Untuk Mengidentifikasi siklamat pada sampel minuman.
38
bauh atau melalui enzimatis, contohnya sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol,
mantitol, dan isomalt (Rismana, 2002).
Bahan pemanis buatan yang menonjol adalah sakarin, siklamat, dan
aspartam. Natrium siklamat dalam industri makanan dipakai sebagai bahan
pemanis nirgizi (non-nutritive) untuk menggantikan sukrosa. Meski ditemukan
zat pemanis sintetis, tetapi hanya beberapa saja yang dipakai dalam bahan
makanan dan yang mula-mula digunakan adalah garam Na- dan Ca- siklamat
yang kemanisannya 30 kali kemanisan sukrosa (Wiranto, 1984).
Natrium siklamat (kode pemanis 952) adalah senyawa kimia yang sering
digunakan sebagai pemanis buatan. Kode kemanisannya 30-50 kali lebih
tinggi daripada gula. Natrium siklamat sering kali diguanakan bersama dengan
pemanis buatan lainnya khususnya sakarin (Jim Rulity, 2008).
Natrium siklamat tidak semahal pemanis lainnya dan tetap stabil jika
dipanaskan. Perubahan kecil pada struktur kimia dapat mengubah rasa
senyawa dari manis menjadi pahit atau tidak berasa. Contohnya : Beidler
(1966) meneliti sakarin dan senyawa penyulihnya. Sakarin kemanisannnya
500 kali dari gula (De Man, 1947).
39
III. Alat dan Bahan
Alat :
Bahan :
40
V. Hasil Pengamatan
Jenis Serbuk
41
Tabel Pengamatan Sampel II Minuman Olahan
Komponen dalam sampel minuman Air masak (matang), buah jeruk, gula.
olahan
Perlakuan : Warna orange terang
a. Sampel minuman olahan (es
jeruk peras) diambil sebanyak
100 mL aquades.
b. Ditambahkan 10 mL HCl 10% Warna tetap orange terang
dan 10 mL BaCl2 10%,
dihomogenkan.
c. Dibiarkan selama 30 menit. Tidak/belum terjadi apa-apa
VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan identifikasi siklamat pada minuman
instan dan minuman olahan yang dijual biasanya. Percoban ini bertujuan
untuk mengetahui apakah minuman tersebut mengandung pemanis buatan
atau tidak. Salah satu pemanis buatan yang digunakan biasanya adalah
42
siklamat, gula siklamat (pemanis buatan siklamat) lebih manis daripada gula
alami.
Pada sampel untuk minuman instan digunakan sampel Marimas rasa
jambu biji. Jenis minuman ini serbuk. Hasil dari percobaan adalah positif (+)
mengandung siklamat. Saat dilihat pada bagian belakang bungkus minuman
ini, komposisinya tertera “Pemanis buatan (Natrium Siklamat)”. Untuk
membuktikan maka didapatkan endapan putih dari hasil percobaan. Endapan
warna putih (hasil reaksi positif) terjadi karena larutan minuman ditambahkan
HCl 10% BaCl2 10%. Dari penambahan kedua larutan tersebut akan
terbentuk endapan pengotor-pengotor yang ada didalam larutan minuman dan
larutan akan menjadi asam , larutan akan lebih mudah untuk membentuk
reaksi/ikatan. Selanjutnya, setelah disaring lartan akan ditambahkan NaNO2
untuk memutuskan ikatan amina pada ikatan amina alifatik primer.
Pada siklamat dilakukan dengan mendapatkan endapan pada larutan.
Pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan Barium Klorida,
kemudian ditambah dengan Hidrogen Klorida untuk membentuk suasana
asam, sehingga akan terbentuk endapan Barium Sulfat yang bewarna putih
seperti pada sampel minuman instan. Reaksi siklamat dengan Natrium Nitrat
akan menghasilkan amina alifatik primer kerena terurai akibat bereaksi.
Metode ini berdasarkan sifat bahwa siklamat (natrium sulfitnya) oleh HCl akan
membentuk ikatan asam sulfat dan jumlah menjadi setara dengan siklamat
yang ada. Karena terbentuk ikatan asam sulfat, menunjukkan endapan
bewarna putih yang berrarti positif (+).
Fungsi dari larutan-larutan yang direaksikan dalam identifikasi siklamat, yaitu:
a. Penambahan BaCl2 10%, untuk mengendapkan pengotor-pengotor yang
ada didalam larutan.
b. Penambahan HCl 10%, untuk mengasamkan larutan agar dapa dengan
mudah membentuk ikatan.
c. Penambahan NaNO2 10%, untuk memutuskan ikatan amina alifatik
primer.
Pada pengujian akan dihasilkan gas Natrium, dari reaksi dapat diketahui
dengan bau yang menyengat. Selain itu, pada sampel yang positif (+) akan
membentuk endapan yang bewarna putih, yang terbentuk pada dasar larutan
sampel setelah ditambahkan NaNO2 dan BaCl2.
43
Zat pemanis sintetis siklamat merupakan jenis zat pemanis yang
sebenarnya khusus ditunjukkan bagi penderita diabetes atau konsumen
dengan diet rendah kalori. Penggunaan siklamat berbahaya karena hasil
metabolismenya, yaitu sikloteksamina bersifat karsinogenetik sehingga
ekskresi melalui urin dapat merangsang (konsumen) pertumbuhan tumor pada
katung kemih. Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk
mengembangkan jenis minuman dan makanan dalam jumlah kalori terkontrol,
mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.
VII. Kesimpulan
Siklamat digunakan sebagai pemanis buatan pada penderita diabetes atau
konsumen yang terkadang diet rendah kalori. Bentuk yang
menyalahgunakan pemanis ini untuk mendapatkan untung pada
penjualannya, karena kadar kemanisannya lebih dari gula alami.
Pada percobaan dilakukan pengujian siklamat pada minuman instan dan
minuman olahan. Hasil yang didapatkan adalah :
a. Negatif (-) : 1. Pada minuman olahan es jeruk peras.
2. Tidak terbentuk endapan.
b. Positif (+) : 1. Pada minuman instan Marimas rasa jambu biji.
2.Terdapat/terbentuk endapan warna putih.
Jim Samith, Lily Hong-Shum.2008.Food Additiver Data Book. John Wiley &
Suns.him.960.
44
IX. Lampiran
45
Sampel yang digunakan
46
1. Uji Organoleptik
Ditimbang 2g tumeric
powder, dimasukkan
100mL Etanol 80%
Ke dalam Erlenmeyer
250mL, lalu ditutup dan
dikocok selama 5 menit
Disaring
menggunakan Kertas
Saring
Ditimbang 0,5g
boraks(natrium tetraborat)
Dicelupkan Kertas
Kurkumin
47
Ke dalam campuran
4. Preparasi Sampel
Dikeluarkan Cawan
Porselen dari tanur(furnace)
Didinginkan didalam
Desikator
48
Ditambahkan 6mL HCl
10%
Dicelupkan Kertas
Kurkumin
Ditimbang 0,5g
boraks(natrium tetraborat)
Dimasukkan ke dalam
Cawan Porselen
49
Ditambahkan 1mL H₂SO₄
pekat dan 5mL Metanol
50
PERCOBAAN V
IDENTIFIKASI BORAKS DALAM MAKANAN
I. Tujuan Percobaan
Untuk mengidentifikasi boraks pada sampel makanan dengan Metode
Nyala dan Metode Kertas Kurkumin.
51
Boraks atau Natrium tertraborat memiliki berat molekul 38,17. Rumus
molekul Na₂B₄O₇.₁₀H₂O. Pemeriannya berupa hablur putih; tidak berbau.
Kelarutan Boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).
Fungsi Boraks adalah sebagai zat yang menghambat pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme. Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam
salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci
mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih,
pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006). Meskipun bukan
pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet
makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat
dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat
membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah
pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia.
Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme
manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak
kesehatan manusia. (Agus, 2009).
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui adanya Boraks, yaitu: Uji
Kertas Kurkumin dan Uji Nyala.
1. Uji Kertas Kurkumin
Kertas Kurkumin adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam tumerik
yang digunakan untuk mengientifikasi asam borat.
2. Uji Nyala
Metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang
digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna
nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api
berwarna hijau.
52
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Cawan Porselen 2 buah
2. Gelas Kimia 1 buah
3. Oven 1 buah
4. Tanur/Furnace 1 buah
5. Pipet Ukur (1mL) 1 buah
6. Bola Hisap 1 buah
7. Botol Semprot 1 buah
Bahan:
1. Sampel Makanan (Pentol)
2. Kertas Kurkumin
3. Natrium tertraborat (Boraks)
4. Asam klorida (HCl) 10%
5. Asam Sulfat (H₂SO₄) pekat
6. Metanol
7. Aquadest
53
3. Pembuatan Kontrol Positif Uji Kertas Kurkumin
a. Ditimbang 0,5 g Boraks (Natrium tertraborat), dimasukkan ke dalam
gelas kimia (100mL) kemudian ditambahkan 6mL HCl 10%.
b. Dicelupkan kertas kurkumin ke dalam campuran lalu dikeringkan pada
suhu 100⁰C.
c. Diamati perubahan warna pada kertas kurkumin.
4. Preparasi Sampel
a. Dipotong sampel menjadi berukuran kecil.
b. Ditimbang sampel makanan sebanyak 20g didalam cawan porselen.
c. Dimasukkan ke dalam tanur, diabukan pada suhu 550⁰C selama 5 jam.
d. Dikelaurkan cawan dari tanur, didinginkan didalam desikator selama 10
menit.
5. Metode Kertas Kurkumin
a. Diambil kira-kira separuh abu sampel, dimasukkan ke dalam gelas kimia
100mL kemudian ditambahkan 6mL HCl 10%.
b. Dicelupkan Kertas Kurkumin ke dalam sampel lalu dikeringkan pada
suhu 100⁰C.
c. Jika Kertas Kurkumin menjadi berwarna merah maka positif
mengandung boraks.
6. Pembuatan Kontrol Positif Uji Nyala
a. Ditimbang 0,5 g Boraks (Natrium tertraborat), dimasukkan ke dalam
cawan porselen.
b. Ditambahkan 1mL H₂SO₄ pekat dan 5mL metanol.
c. Dinyalakan dan diamati warna nyala.
7. Metode Uji Nyala
a. Ditambahkan 1mL H₂SO₄ pekat dan 5mL metanol ke dalam sisa abu
yang ada di cawan pereaksi dan dinyalakan dengan api.
b. Bila timbul nyala yang pinggirnya hijau maka menandakan adanya
boraks.
54
V. Hasil Pengamatan
No Nama Uji dan Perlakuan Hasil Percobaan Keterangan
1 Uji Organoleptik
Nama Sampel: Pentol Bentuk: Bulat dan
“Bakso Bondan” Kenyal
Warna: Putih
Kecoklatan
Bau: Khas Pentol
(daging)
Rasa: Enak dan
Gurih
2 Uji Kertas Kurkumin
a. Setengah sampel Menjadi cair
(abu) dimasukkan berwarna hitam
ke dalam gelas
kimia (100mL)
b. Ditambahkan 6mL Tetap berwarna
HCl 10% hitam
c. Dicelupkan kertas
kurkumin ke dalam
sampel, lalu
dikeringkan pada
suhu 100⁰C
d. Hasil Uji Kertas Berwarna kuning Negatif (-)
Kurkumin
3 Uji Nyala
a. Ditambahkan 1mL Menjadi larutan
H₂SO₄ pekat dan abu berwarna
5m metanol ke hitam
dalam sisa abu
yang ada pada
cawan porselen
55
b. Dinyalakan dengan
api
c. Hasil Uji Nyala Berwarna kuning Negatif (-)
api
VI. Pembahasan
Pada percobaan dilakukan pengujian terhadap sampel pentol. Uji pada
pentol dilakukanuntuk mengetahui adanya boraks atau tidak pada sampel
pentol. Dilakukan Uji Organoleptik, Uji Kertas Kurkumin, dan Uji Nyala.
Uji Organoleptik, untuk melihat bentuk, warna, bau, rasa. Hal-hal ini dapat
dilihat, tanpa dilakukan penambahan zat-zat lain. Hasil dari pengamatan
sebagai berikut.
a. Bentuk: bulat dan kenyal
b. Warna: putih kecoklatan
c. Bau: khas pentol/bau daging
d. Rasa: enak dan gurih
Uji Kertas Kurkumin, uji ini dibuat dari bubuk kunyit. Reaksi positif dari Uji
Kertas Kurkumin adalah berwarna merah. Jika sampel mengandung boraks
maka akan membentuk senyawa rosocyanine yang akan berwarna merah.
Karena boraks bersifat basa, maka dapat dideteksi dengan menggunakan
indikator basa, yaitu: larutan kurkumin dalam etanol. Dari pecobaan, akan
diambil abu dari sampel yang sudah diabukan, kemudian ditambahkan 6mL
HCl 10%. Fungsi penambahan HCl pada uji boraks adalah untuk melarutkan
garam-garam boraks sisa proses pengabuan serta memberikan suasana
asam pada larutan sampel agar lebih mudah dalam mengidentifikasinya,
sehingga pada pengetesan warna dapat terlihat jelas pada uji boraks dengan
kertas kurkumin. Setelah ditambahkan HCl 10%, celupkan kertas kurkumin.
Kemudian dibandingkan dengan kertas kurkumin yang sudah dicelupkan pada
boraks, hasilnya berwarna merah jika Positif (+). Hasil dari percobaan adalah
berwarna kuning (tetap). Yang berarti Negatif (-). Untuk lebih memastikan
hasil dari uji kertas kurkumin tesebut, maka dilakukan Uji Nyala.
Uji Nyala, uji ini dilakukan dengan membakar abu dari sampel setelah
ditambahkan H₂SO₄ pekat dan 5m metanol. Dengan uji ini, makanan yang
mengandung asam boratakan mengahasilkan nyala api yang berwarna hijau.
56
Reaksi yang terjadi adalah asam borat akan bereaksi dengan metanol
(CH₃OH) dengan adanya asam sulfat (H₂SO₄ ) pekat sebagai katalisator, akan
menghasilkan trimetil borat ((CH₃O)₃B). Trimetil Borat adalah cairan dengan
titik didih rendah dan sangat mudah terbakar. Warna hijau yang muncul pada
api disebabkan karena pemanasan atom Boron(B) yang terdapat didalamnya.
Hasil dari percobaan pada sampel adalah api berwarna kuning. Yang berarti
Negatif (-).
Setelah dilakukan dua pengujian untuk mengidentifikasi boraks pada
sampel, keduanya menghasilkan hasil Negatif(-). Hal ini membuktikan bahwa
pada sampel Pentol “Bakso Bondan” tidak mengandung Boraks dan aman
untuk dikonsumsi.
Berikut adalah ciri-ciri pentol yang mengandung Boraks yaitu : Lebih kenyal
dibandingkan pentol tanpa boraks, bila setelah digigit akan kembali ke bentuk
semula, tahan lama dan awet beberapa hari (karena fungsi Boraks adalah
untuk mengawetkan dan mengenyalkan, warnanya tampak lebih putih,
bakso/pentol yang aman adalah berwarna abu-abu, bau terasa tidak alami,
ada bau lain yang muncul, bila dilemparkan ke lantai, maka akan memantul.
Pada dasarnya boraks adalah bahan pengawet dan pengenyal, tetapi
tidak/dilarang untuk ditambahkan pada makanan karena berbahaya. Boraks
sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan, dapat merusak organ-
organ dan mengganggu enzim-enzim metabolisme.
VII. Kesimpulan
Boraks merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai pengawet dan
pengenyal, dan menjadi bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu,
antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa. Boraks dilarang untuk digunakan ke
dalam makanan karena dapat merusak kesehatan.
Dari sampel pentol “Bakso Bondan” dinyatakan NEGATIF (-) dari kedua uji
tidak menunjukkan hasil positif. Pada Uji Kertas Kurkumin, warna kertas tidak
berubah dan pada Uji Nyala tidak dihasilkan nyala api berwarna hijau,
melainkan menghasilkan warna kuning.
57
VIII. Daftar Pustaka
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 103-113.
Djamhuri, Agus. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya: Airlangga University
Press.
Khamid, I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Penerbit Kompas.
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Pangan.
Yogyakarta: Kanisius.
Vepriati, N. 2007. Surveilans Bahan Berbahaya Pada Makanan di Kabupaten
Kulon Progo. Kulon Progo: Dinkes Kulon Progo.
IX. Lampiran
1. Bagaimana keadaan Boraks dalam sampel makanan dapat merubah
Kertas Kurkumin dari kuning menjadi merah? Jelaskan dan tulis reaksi
kimia yang terjadi.
Jawaban:
Pada sampel yang mengandung boraks setelah dicelupkan kertas
kurkumin maka akan membentuk rosocyanine. Boraks besifat basa, maka
dapat diidentifikasi menggunakan larutan kurkumin dalam alkohol (indikator
basa) yang akan menunjukkan warna merah.
Reaksi kimia:
58
2. Tulis persamaan reaksi kimia dalam identiifikasi boraks dengan metode Uji
Nyala!
Jawaban:
Persamaan reaksi kimia Boraks dengan metode Uji Nyala
59
Sampel Pentol “Bakso Bondan” uji
Perbandingan kertas kurkumin kurkumin (kiri) dan Sampel Pentol
(sampel Pentol “Bakso Bondan”) “Bakso Bondan” uji nyala (kanan)
dan kertas kurkumin (kontrol
Kedua uji menunjukkan hasil Negatif
positif)
(-)
60
1. Uji Organoleptik
61
3. Ekstraksi sampel
Ditimbang 20 gr sampel
Ditambah 100 mL
aquades, aduk.
Disaring
Dalam erlenmeyer
Ditambah 10 mL NaOH
10% dan 15 mL dietil eter
62
4. Penetapan kadar Rhodamin B dengan spektrofotometer uv-vis
Ditentukan panjang
gelombang
63
PERCOBAAN VI
I. Tujuan Percobaan
Untuk menentukan kadar rhodamin b pada sampel makanan menggunakan
spektrofotometer uv-vis.
II. Dasar Teori
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
239/MenKes/Per/V/85 disebutkan ada 30 jenis pewarna yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan dan dilarang untuk digunakan
sebagai bahan tambahan pangan. Salah satunya yaitu zat warna sintetis
rhodamin b yang merupakan pewarna yang dilarang digunakan untuk zat
tambahan makanan. Rhodamin b adalah zat pewarna buatan yang digunakan
dalam industri tekstil dan kertas. Rumus molekul dari rhodamin b adalah
CINCl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat rhodamin b berbentuk
kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, sangat larut dalam air dan
akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflouresensi kuat.
Rhodamin b dapat larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH selain mudah larut
dalam air(Wulan, 2008). Identifikasi adanya zat tambahan rhodamin b dalam
makanan dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis(KLT),
sedangkan analisis kuantiatif rhodamin b dapat dilakukan dengan
spekrofotometer uv-vis.
Menurut perturan menteri kesehatan (MenKes) Nomor
1168/MenKes/PER/X/999. Efek negatif penggunaan rhodamin b dalam
makanan yaitu dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
karsinogenik(menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen(menyebabkan
perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan
muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian
yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Bila menguap diudara
berupa gas yang tidak berwarna dengan bau yang tajam menyesakkan
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata(Depkes RI, 2007).
64
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
65
f. Dieksraksi secara perlahan-lahan, dipisahkan atau buang fase air(lapisan
bawah).
g. Ditambah dengan 10 mL laruan HCl 0,1 N ke fase dietil eter(lapisan atas).
h. Dimasukkan dalam gelas kimia atau tabung reaksi untuk diukur
absorbansinya pada spektrofotometer uv-vis.
4. Penetapan kadar zat warna rodamin b dengan spektrofotometer uv-vis.
a. Ditentukan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan
standar 1 ppm. Dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 400-600
nm.
b. Diukur absorbansi / serapan larutan blanko, deret larutan standar, dan
sampel menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang
yang telah ditentukan pada langkah a.
c. Dibuat kurva kalibrasi(Absorbansi vs konsentrasi (ppm)) terhadap larutan
blanko dan deret larutan standar. Ditenukan persamaan regresi linier dari
kurva kalibrasi y= ax ± b.
d. Dihitung kadar rhodamin b dalam sampel menggunakan persamaan regresi
linier dari langkah d.
66
V. Hasil Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1. Uji organoleptik
Diamati sampel - Bau : Khas tomat
- Warna : Merah
- Bentuk : Kental
- Rasa : Manis agak asam
2. Ekstraksi sampel
Ditimbang 20 gr sampel di Berwarna merah
gelas beaker.
Ditambah 100 mL Berwarna merah
aquades, aduk.
Disaring, masukkan ke Berwarna merah muda
erlenmeyer.
Diambil filrat hasil Berwarna merah muda
penyaringan, masukkan
ke corong pisah.
Ditambah 10 mL NaOH Berwarna merah kecoklatan
Dimasukkan ke dalam
gelas kimia untuk diukur di
spektrofotometer uv-vis.
3. Penetapan kadar
Ditentukan panjang Gelombang maksimum 557
gelombang maksimum 50 ppm abs 0,685
dengan larutan standar 1 40 ppm abs 0,598
67
ppm. 30 ppm abs 0,462
Diukur 20 ppm abs 0,297
absorbansi/serapan 10 ppm abs 0,144
larutan blanko, deret
larutan standar, dan
sampel menggunakan
spektrofotometer pada
panjang gelombang yang
telah ditentukan.
VI. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian pada sampel saos tomat.
Penentuan ada atau tidaknya kandungan rhodamin b dengan beberapa cara
yaitu analisis kualitatif(uji organolepik dan ekstraksi) dan analisis
kuantitatif(spektrofotometer uv-vis).
Dalam analisis kualitatif, hal pertama yang dilakukan yaiu uji organoleptik
dimana diperhatikan warna, bau, bentuk, dan rasa dari sampel. Cara kedua
yaiu ekstraksi. Ekstraksi adalah proses pemisahan zat padat atau cair
menggunakan bantuan pelarut. Sebelum diekstraksi, sampel ditambahkan
dengan aquades kemudian disaring menggunakan corong dan kertas saring.
Kemudian hasil penyaringan dimasukkan kedalam corong pisah, ditambahkan
dengan NaOH 10% dan dietil eter. Diekstraksi secara perlahan, kemudian
dibuang fase air(lapisan bawah). Ditambahkan dengan HCl 0,1 N.
Penambahan HCl ini akan memberikan warna merah pada sampel yang
positif mengandung rhodamin b. Pada sampel setelah ditambahkan dengan
HCl warna merahnya tidak berubah yang berarti sampel positif (+)
mengandung rhodamin b.
Dalam analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometer uv-vis. Senyawa
didalam rhodamin b memiliki gugus kromofor yaiu gugus dalam senyawa
organik mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak seperti gugus
karboksil, senyawa aromatik, dan juga memiliki gugus auksokrom yaiu gugus
yang memiliki pasangan elektron bebas seperti NR2. Pada tahap ini masing-
masing larutan dengan konsentrasi 50, 40, 30, 20, dan 10 ppm diukur pada
68
spektrofotometer dengan panjang gelombang 557 nm. Kemudian dihitung
kadar rhodamin b yang didapat dalam sampel dengan menggunakan kurva
kalibrasi dengan persamaan regresi y= ax ± b. Hasil yang didapatkan pada
larutan baku dengan panjang gelombang 557 nm dengan konsentrasi 50, 40,
30, 20, dan 10 ppm didapatkan hasil absorbansi yaitu 0,685; 0,598; 0,462;
0,297; 0,144. Hasil dari sampel saos yaiu 0,0331 abs. Dari pengukuran
tersebut sampel saos tomat pada pedagang bakso di Jl. Temanggung Tilung
dinyatakan positif (+) mengandung pewarna rhodamin b.
VII. Kesimpulan
Hasil dari analisis kualitatif pada sampel saos tomat menunjukkan positif
(+) mengandung pewarna rhodamin b. Sedangkan pada hasil analisis
kuantitatif pada larutan baku dengan panjang gelombang 557 nm dengan
konsentrasi 50, 40, 30, 20, dan 10 ppm didapatkan nilai 0,685; 0,598; 0,462;
0,297; 0,144. Untuk hasil dari sampel saos tomat menunjukkan hasil 0,0331
abs, dan dinyatakan sampel mengandung pewarna rhodamin b.
69
IX. Lampiran
70
71
72
PERCOBAAN VII
I. Tujuan Praktikum
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah metode hitungan cawan
atau TPC. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang
masih hidup ditumbuhkan pada medium,maka mikroba tersebut akan
berkembang biak dan kolon, yang dapat dilihat langsung dan kemudian
dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara paling
sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik. Dengan alasann :
Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampang spesifik
(Dwidjoseputro,2005).
73
Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu 1:100, 1:10, 1:1000
dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa
larutan buffer fospat 0,85% Nacl atau larutan ringer (Dwidjoseputro,2005)
Alat
Bahan
1. Media PCA 250 ml
2. sampel makanan bakwan 20 gram
3. larutan Buffer Phospat 250 ml
74
2. Pembuatan laporan sampel
3. Cara kerja
75
V. Hasil Pengamatan
Sampel : Es Cendol
Range : 30 – 300
No Sampel Hasil
1 Kontro 0
3 Sampel 10 -2 213
4 Sampel 10 -3 140
5 Sampel 10 -4 2
6 Sampel 10 -5 0
7 Sampel 10-6 0
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pada sampel air cendol yang
diduga mengandung sifat bebas dari kontaminan mikroba. Maka, diperlukan uji
mikrobiologis yaitu pengujian angka lempeng total. Jika telah dilakukan pengujian
angka lempeng total dan telah diketahui angkanya dan disesuaikan.
76
berfungsi untuk mengurangi jumlah mikroba. Dan dapat dilihat perbedaan
mikroba yang tumbuh atau berkembang dari pengenceran 10 -1 sampai 10 -6.
Bertujuan untuk memperkecil jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan
sehingga untuk membantu perhitungan jumlah mikroba. Dan range yang
ditentukan adalah 30 – 300.
VII. Kesimpulan
IX. Lampiran
1.Hitungan :
Dik
77
= 10-3 > 140 koloni = 21.300 + 140.000
2. Gambar
Alat dan bahan yang digunakan dan hasil koloni yang dihitung
78
PERCOBAAN VIII
I. Tujuan :
Untuk mengetahui kualitas sampel makanan atau minuman yang diuji
berdasarkan nilai MPN
79
setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentui. Pengamatan tabung positif
dapat dilihat dengan timbulnya kekeruhan atau terbentuk gas dalam tabung
durham (Sutedjo, 1991).
Uji penduga merupakan uji positif menurut bakteri coliform. Hasil uji
penguat yang positif akan meragukan menyatakan bahwa sampel air tidak
layak untuk diminum. Uji pelengkap merupakan tahap akhir analisis bakteri
dari contoh air. Uji pelengkap dilakukan dengan pewarnaan gram (Sunatmo
2009).
Media BGLB (Brilliant Green Bile Broth) adalah media yang digunakan
untuk mendeteksi bakteri coliform (Gram Negatif) di dalam air, makanan, dan
produk lainnya. Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif dan menggiatkan pertumbuhan bakteri coliform. Ada atau tidaknya
bakteri coliform ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan
katena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli ( Fardias, 1989).
80
III. Alat Dan Bahan :
Alat : Bahan :
V. Hasil Pengamatan
1. √ √ √ √ √ - - 4 0 0 3 0 0
VI. Pembahasan :
81
menghitung jumlah mikroba didalam contoh yang berbentuk cair., meskipun
dapat pula digunakan untuk contoh berbentuk padat.
Yang dilakukan dalam praktikum setelah semua media selesai dibuat
masukkan sampel kedalam tabung reaksi. Media yang digunakan adalah LBSS
dan LBDS, dihomogenkan dan diinkubasi selama 24 jam. Bila terdapat
gelembung di tabung durham, menandakan positif. Sampel yang positif di media
LBDS dan LBSS diambil dengan ose bulat secara aseptis, dimasukkan ose bulat
ke dalam 2 media BGLB yaitu untuk suhu 37o C dan 44o C. Dilakukan hal yang
sama untuk tabung yang lainnya, diinkubasi 24 jam, dan diamati hasil yang
terjadi.
Pengerjaan dalam praktikum dilakukan secara aseptis, dengan cara
bagian mulut tabung reaksi difiksasi pada api bunsen, tujuan dari perlakuan
fiksasi ini adalah untuk menjaga kesterilan dari media sehingga tidak
terkontaminasi dengan udara.
Pada hasil pengamatan di media LBDS, 5 tabung LBDS positif semua
dengan ditandai adanya gelembung pada tabung durham yang berarti terjadi
proses fermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Dan 2 tabung yang berisi
LBSS hasilnya negatif.
Setelah diketahui hasil dari media LB, dilanjutkan dengan uji di media
BGLB, yang merupakan media yang akan berwarna hijau metalik jika terdapat
reaksi fermentasi dengan bakteri. Dan pada hasil pengamatan di media BGLB
pada suhu 37o C yang positif di media LBSS dengan 4 tabung. Dan pada media
BGLB dengan suhu 44o C yang positif di media LBDS dengan 3 tabung. Hasil
positif ditandai dengan adanya gelembung pada tabung durham yang berarti
terjadi proses fermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Gelembung udara yang
dihasilkan pada tabung durham disebabkan oleh adanya aktivitas respirasi
mikroorganisme sehingga dapat dilihat hasil dari respirasi mikroorganisme
tersebut berupa gelembung gas.
Menurut standar WHO dengan suhu 37o C hasilnya 4 0 0 dan hasil
menurut index MPN dalam 100 ml adalah 17, dan pada suhu 44o C hasilnya 3 0
0 dan hasil menurut index MPN dalam 100 ml 9. Jadi, dari kedua sampel tersebut
yang berada di suhu 37o C menandakan tidak layak konsumsi sedangkan pada
suhu 44o C menandakan masih layak konsumsi, sebab pada suhu 37o C sudah
diatas ambang batas dan di suhu 44o C masih dibawah ambang batas.
82
Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat dijelaskan, bahwa mikroba
yang terbentuk dalam tabung reaksi memerlukan oksigen untuk hidup, sehingga
mikroba tersebut tergolong kedalam bakteri aerob, dan salah satu cara untuk
mengenali adanya mikroba dapat dilihat dari terbentuknya gas pada tabung yang
menandakan tabung positif.
VII. Kesimpulan :
83
VIII. Daftar Pustaka :
Gizi Poltekkes Kemenkes palu, 2014 “Bahan pangan dapat bertindak sebagai
perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen dan
yang lain”.
Sutedjo,1991 “Dalam metode MPN”
Sunatmo,2009 “ Uji penduga”
Bitton,1994 “Media LB”
Fardias,1989 “Media BGLB”
IX. Lampiran :
Proses pemipetan sampel Hasil Positif pada media LBSS dan LBDS
84
85
Flowchart
Percobaan VII
Hari Ke-1
Hari Ke—2
Strike T ke media SSA dari media selenit Dimasukkan @inkubator 37oC
Hari Ke-4
LAPORAN PRAKTIKUM
86
PERCOBAAN KE-VII
87
Adanya bakteri salmonella dalam makanan yang Anda makan
dapat menyebabkan Anda menderita gastoenteritis. Hal ini
dapat terjadi pada Anda dengan gejala mual, muntah, kram
perut, diare, demam, sakit kepala, panas dingin, dan darah di
feses. Anda bisa mengalami gejala-gejala tersebut selama dua
sampai tujuh hari.
BAHAN :
1.Media SCB ( Selenite Cystine Broth )
2.Media SS Agar
3.Media Mac Conkey
88
4. Susu Kedelai
5.Aquadest
V. CARA KERJA
1. Dipipet 10 ml sampel susu kedelai yang telah disiapkan
2. Dimasukan pada media pemupuk ( SCB )
3. Diinkubasi pada incubator pada suhu 37° C selama 24 jam
4. Disiapkan media selektif ( SS Agar dan Mac Conkey )
5. Diambil 1 Ose dari media SCB yang telah dibuat sebelumnya
6. Dihapuskan secara zigzag pada media selektif yang telah disiapkan
7. Diinkubasi pada incubator pada suhu 37° C selama 24 jam
8. Diamati dan dicatat koloni-koloni yang tumbuh
positif (+)
89
1 Glukosa Positif (+), berwarna kuning, terdapat gas
2 Laktosa Positif (+), berwarna kuning, terdapat gas
3 Maltosa Positif (+), berwarna kuning, terdapat gas
4 Mannitol Positif (+), berwarna kuning, terdapat gas
5 Sukrosa Positif (+), berwarna kuning, terdapat gas
6 VP (-)
7 MR (+)
8 SIM S=+I=-M=+
9 TSIA Alkali/acid H2s = + Gas = +
10 UREA -
11 SC +
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum pemeriksaan atau identifikasi Salmonella Sp. Dengan
tujuan mengetahui ada atau tidaknya salmonella dalam sampel, mengetahui
sampel tersebut hygine atau tidak dan apakah aman untuk dikonsumsi sesuai
peraturan kesehatan.
90
didapatkan hasil positif karbohidratnya terfermentasi, pada media VP didapatkah
hasil negatif (-), media tersebut ditambahkan reagen a-naptol dan KOH apabila
positif akan ada cincin merah. MR didapatkan hasil positif (+) dengan
menambahkan methyl red. SIM didapatkan hasil S=+ I=- Gas=+, TSIA
didapatkan hasil alkali/acid H2s=+ Gas=+, sedangkan apabila media tersebut
ditumbuhi salmonella Gasnya akan negatif (-). UREA didapatkan hasil negatif (-),
karena bakteri tidak dapat menghidrolisis urea yang membentuk amonia. SC
didapatkan hasil (+), jika ditumbuhi salmonella hasilnya akan negatif. Hal ini
dapat terjadi karena kesalahan praktikan atau bakteri yang tumbuh pada media
bukan bakteri salmonella. Batas maksimal cemaran salmonella menurut SNI
adalah negatif/25ml.
Salmonella Sp. Bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Salmonellosis adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya infeksi Salmonella Sp.
Manifestasi klinik salmonellosis pada manusia ada empat sindrom yaitu :
1. Gastroentritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak
ditemukan toksin sebelumnya, ini disebabkan karena menelan makan yang
mengandung Salmonella Sp.
2. Demam typhoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Kuman masuk
melalui mulut dan masuk kelambung untuk mencapai usus halus, lalu
kekelenjar getah bening.
3. Bakterimia ( septikimia ) dapat ditemukan pada demam typhoid dan infeksi
Salmonella non-thyphi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko terjanya
infeksi, gejala yang menonjol adalah panas.
4. Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella Sp
akan mengekskresikan kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang
bervariasi.
VIII. KESIMPULAN
1. Pemeriksaan atau identifikasi Salmonella Sp. Menggunakan sampel susu
kedelai yang ditumbuhkan pada media SS Agar
2. Pada SS Agar ditemukan atau ditumbuhi koloni kuman dengan koloni
berwarna hitam, kecil, bulat dan smooth.
3.Menurut SNI batas maksimal cemaran salmonella adalah negatif/25 ml.
91
IX. Daftar pustaka
winarno, f.G. 1992 kimia pangan dan gizi. Jakarta: gramedia jakarta
Andarwulan. N.,F kusandar dan d herawati. 2011. Analisis pangan. Jakarta: dian
rakyat.
Fardie. Sirkandi, fg. Winarno, dan desi fardiaz. 1980. Pengantar teknologi
pangan. Jakarta:gramedia.
Sudarmadji, slamet, suhardi dan bambag haryono. 1989. Analisis bahan
makanan dan pertanian. Yogyakarta : liberti yogyakarta.
ASTUTI. 2007. Petunjuk praktikum analisis bahan biologi, yogyakarta: jurdik
biologi fmipa UNY
I. Lampiran
Pada media lb didapat hasil positif karena terdapat gas pada tabung
durham
92
Hasil pada media gula gula dan MR
93
94
95