Anda di halaman 1dari 36

Bedah Program

Hapus Pajak Motor


dan
SIM Seumur Hidup
Dampaknya Terhadap Perekonomian dan Industri di Indonesia

Disusun Oleh
TIM AHLI FRAKSI PKS DPR-RI
Cluster Industri dan Pembangunan

Adhi Azfar, ST, ME


Pranoto Effendi, B.Eng, MSM
Yoandro Edwar, ST, MBA
Dwiki Ananto Yudo, SE, MM
Ir. Ayon Prasetyawan, MSc
Irwan Gunawan, SP
Umar Salim, SIP
Bambang Tri Harnoko, SE, ME
Judul :
Bedah Program Hapus Pajak Motor dan SIM Seumur Hidup
Dampaknya Terhadap Perekonomian dan Industri di Indonesia

Penyusun :
TIM AHLI FRAKSI PKS DPR-RI
Cluster Industri dan Pembangunan

Koordinator : Adhi Azfar, ST, ME


Anggota : Pranoto Effendi, B.Eng, MSM
Yoandro Edwar, ST, MBA
Dwiki Ananto Yudo, SE, MM
Ir. Ayon Prasetyawan, MSc
Irwan Gunawan, SP
Umar Salim, SIP
Bambang Tri Harnoko, SE, ME

Jakarta, 2 Januari 2019

2
DAFTAR ISI

Pendahuluan 4

Tujuan 5

Motor Menjadi Pilihan Utama Rakyat Kecil 6

Pengendalian Sepeda Motor 9

Dampak Penghapusan Pajak Motor Terhadap Sektor Pajak dan Anggaran 10

Dampak Penghapusan Pajak Motor Terhadap Kinerja Daerah 17

Provinsi Sumatera Barat, Salah Satu Daerah yang Terkena Dampak Penghapusan
Pajak Motor 18

Pemkot Bogor, Daerah yang Berhasil Mengelola Pajak dan Retribusi 19

Dampak Penghapusan Pajak Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup


Terhadap Lembaga Kepolisian RI 20

Alternatif Solusi Penghapusan Pajak Motor 24

Kenaikan Tarif bagi Wajib Pajak Berpenghasilan Tinggi sebagai Alternatif


Pengganti Kehilangan Pendapatan 24

Cukai Knalpot Sebagai Alternatif Pengganti Kehilangan Pendapatan 25

Peningkatan Pajak Mobil, Pajak Barang Mewah dan Pajak Hewan Peliharaan
sebagai Alternatif Pengganti Kehilangan Pendapatan 27

Penyusunan Road Map Transportasi Darat Terpadu 28

Mekanisme Deteksi Penyakit yang Mempengaruhi Standar Kemampuan Mengemudi 30

Revisi Payung Hukum Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor 32

REKOMENDASI 34

Referensi 35

3
PENDAHULUAN
Salah satu persoalan mendasar di sektor perekonomian bangsa Indonesia adalah ketimpangan
ekonomi. Sebuah studi yang dilansir oleh Political Economy and Policy Studies (PEPS)
menyebutkan bahwa harta dari 4 orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta kekayaan
penduduk miskin. Jarak antara kaya dan miskin sangat jauh. Timpang.

Ini dibuktikan dari rasio ketimpangan, atau yang disebut Rasio Gini yang semakin tinggi. Badan
Pusat Statistik menyebutkan angka Rasio Gini pada Maret 2018 adalah sebesar 0,389 diukur dari
tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, ketimpangan di era pemerintahan Joko Widodo saat ini semakin parah. Era tahun
2000 - 2008, Rasio Gini masih di angka 0,350. Bahkan di era sebelumnya, tahun 1980 - 1996 rata-
rata Rasio Gini adalah 0,320 hingga 0,350 (BPS dan Bank Dunia, dilansir Indonesia Investments
pada bulan Maret 2018).

Tabel 1. Rasio Gini


No Tahun Rasio Gini
1 2017 0.39
2 2016 0,40
3 2015 0,41
4 2014 0,41
5 2013 0,41
6 2012 0,41
7 2011 0,41
8 2010 0,38
9 2009 0,37
10 2009 0,35
11 2008 0,35
Sumber : BPS dan Bank Dunia, Maret 2018

Penyebab membesarnya ketimpangan ekonomi adalah kebijakan yang tidak berpihak kepada
rakyat kecil. Ada ketidakadilan. Salah satu ketidakadilan itu terjadi dalam instrumen kebijakan
pajak. Periode tahun 2016 - 2017, pemerintah menggulirkan Tax Amnesty atau Pengampunan
Pajak. Kebijakan ini diikuti oleh orang-orang kaya dan menengah keatas, dan mereka belum taat
pajak. Hasilnya, ada Rp 4.885 triliun harta yang di deklarasi berdasarkan Surat Pernyataan Harta
(SPH), serta Rp 114 triliun uang tebusan yang masuk ke penerimaan negara (Ditjen Pajak
Kemenkeu, 2017). Peserta Tax Amnesty ini diikuti oleh 944.250 orang dengan jumlah SPH
998.691.

Sekarang bandingkan dengan rencana program Hapus Pajak Motor yang sebagian besar
diperuntukan bagi kalangan rakyat kecil dan kelas menengah bawah. Ada 91 juta pemilik motor
saat ini dengan rata-rata biaya pajak motor Rp.250.000 per tahun. Bila pajak motor dihapus, maka
91 juta x Rp.250.000, hasilnya sekitar Rp.22,7 triliun.

4
Angka 22,7 triliun ini adalah pajak yang harus dibayarkan oleh 91 juta rakyat miskin dan
menengah kebawah, sedangkan ada 900 ribu warga kaya dan menengah keatas yang tidak taat
pajak yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. Bandingkan juga dengan penunggak pajak
di sektor Migas dan Minerba yang jumlahnya mencapai Rp.90 triliun (Ditjen Pajak Kemenkeu,
2016).

Itu dari sisi implementasi pembayaran pajak. Sekarang bagaimana dengan tarif pajak. Mari kita
benchmark dengan negara-negara di Eropa dan Skandinavia. Di negara-negara tersebut, warga
berpenghasilan tinggi dikenakan tarif pajak yang sangat tinggi. Berikut daftarnya.

Tabel 2. Pajak Penghasilan di berbagai Negara


No Negara Tarif Pajak Kategori
Penghasilan
1 Denmark 55,4 % Wajib Pajak Berpenghasilan Diatas US$ 70.633
(Rp.988 Juta)
2 Belanda 52 % Wajib Pajak Berpenghasilan Diatas US$ 70.090
(Rp.980 Juta)
3 Belgia 50 % Wajib Pajak Berpenghasilan Diatas US$ 45.037
(Rp.630 Juta)
4 Irlandia 48 % Wajib Pajak Berpenghasilan Diatas US$ 40.696
(Rp.569 Juta)
Dari Berbagai Sumber

Bila dibandingkan dengan di Indonesia, berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2015,
tarif PPh 21 dijelaskan pada pasal 17 ayat (1), yaitu Wajib Pajak dengan Penghasilan Tahunan
diatas Rp.500 Juta adalah 30%.

Disini terlihat berbagai perbedaan mendasar yang cukup signifikan menggambarkan ketidakadilan
di tanah air. Fungsi pajak sebagai redistribusi income belum menunjukan hasil yang maksimal.
Ketimpangan justru terjadi dimana-mana. Menghadapi situasi ini, ada program yang digagas oleh
DPP Partai Keadilan Sejahtera tentang Kebijakan Hapus Pajak Motor dan SIM Seumur Hidup.
Program ini telah meluncur ditengah-tengah publik dan sangat menarik untuk dibedah.

Di titik inilah, Tim Ahli Fraksi PKS DPR-RI Cluster Industri dan Pembangunan, mengkaji
program ini agar memberikan manfaat bagi pemangku kebijakan di Indonesia.

TUJUAN
Mendeskripsikan dampak yang diperkirakan akan terjadi di sektor pajak, anggaran, industri
transportasi dan lembaga kepolisian RI, serta persoalan daerah yang akan muncul akibat program
penghapusan pajak motor serta pemberlakuan SIM Seumur Hidup.

5
MOTOR MENJADI PILIHAN UTAMA RAKYAT KECIL
Ada beberapa alasan mengapa sepeda motor menjadi pilihan utama di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Pertama, harganya yang terjangkau. Sebuah motor bebek standar baru di
Indonesia bisa dibeli dengan harga sekitar 11-14 juta Rupiah, kemudahan mencicil dalam jangka
waktu tertentu. Dengan uang muka cukup lima ratus ribu rupiah, masyarakat dapat membeli sepeda
motor.
Kedua, motor kendaraan yang paling ekonomis untuk digunakan. Sebuah motor 150 cc dan di
bawahnya dalam kondisi normal rata-rata memiliki konsumsi bahan bakar sekitar 40-50 km per
liter. Hal ini jauh lebih ekonomis dibandingkan mobil yang rata-rata hanya memiliki konsumsi
bahan bakar sekitar 11 km per liter. Termasuk juga jika dibandingkan dengan penggunaan moda
transportasi umum untuk aktivitas rutin ke berbagai destinasi tempat. Biaya yang dikeluarkan lebih
besar daripada menggunakan sepeda motor. Apalagi infrastruktur baik moda transportasi ataupun
sarana prasarana pendukung transportasi belum memadai, sehingga motor menjadi solusi untuk
memperlancar dengan biaya yang relatif lebih hemat.
Ketiga, dimensi sepeda motor lebih ramping membuat jenis kendaraan ini mudah melewati jalanan
sempit dan selap-selip di kemacetan. Dampaknya, motor memungkinkan penggunanya
menghabiskan waktu tempuh lebih singkat dibandingkan menaiki mobil. Jika terjadi kemacetan di
jalan utama, pengendara sepeda motor bisa melewati jalan alternatif yang sempit sekalipun.
Ditambah, waktu tempuh yang lebih pasti dibandingkan transportasi umum. Bahkan sekarang
disediakan fasilitas peta yang dapat mengestimasi waktu tempuh menggunakan sepeda motor ke
tempat tujuan.
Dengan alasan tersebut, masyarakat menggunakan sepeda motor sebagai alat dukung produktivitas
aktivitasnya sepertinya transportasi untuk ke sekolah, kampus dan ke tempat kerja. Bahkan dengan
berkembangnya ojek online yang menawarkan penghasilan yang lebih baik, banyak masyarakat
yang terbantu mencari nafkah untuk kehidupannya. Ditambah lagi, melambatnya sektor ekonomi
industri sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja, masyarakat memanfaatkan sepeda motor
untuk membantu perekonomiannya. Hal ini memang terbukti memberikan kontribusi besar
terhadap perekonomian negara, melalui data penelitian yang dikeluarkan oleh Universitas
Indonesia, dimana Rp.9,9 Triliun per tahun transaksi yang telah dilakukan oleh salah satu penyedia
transportasi online di Indonesia. Selain itu, industri sepeda motor juga menyerap dua juta Sumber
Daya Manusia yang terdiri dari pekerja di pabrik, bengkel, maupun di industri pembiayaan. Nilai
investasi di industri sepeda motor ini sebesar Rp 70 triliun.
Kendaraan bermotor yang disebutkan dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan meliputi mobil penumpang, mobil bis, mobil barang dan sepeda motor. Berikut data
kepemilikan kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh BPS mulai dari tahun 1949 sampai dengan
2015 (Terlampir).
Dari data terlampir, peningkatan sepeda motor dari tahun 2005 hingga 2015 meningkat 3x lipat
jika dibandingkan dengan mobil penumpang yang hanya 2x lipat. Sepeda motor menjadi pilihan
utama banyak masyarakat untuk moda transportasi.

6
Akan tetapi, terjadi tren penurunan penjualan sepeda motor setelah tahun 2012 hingga kini.
Dampak perekonomian yang belum tumbuh baik membuat masyarakat tidak lagi agresif untuk
membeli sepeda motor. Berikut data penjualan sepeda motor dikutif dari AISI (2017).
Ada beberapa alasan kenapa penjualan sepeda motor terus mengalami tren penurunan sejak 2012
hingga sekarang. Kondisi ekonomi Indonesia memang mengalami pertumbuhan yang cenderung
turun. Hal ini bisa dilihat dari gambar di bawah. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi naik,
tetapi tidak signifikan. Begitu juga tidak banyak meningkatkan jumlah penjualan sepeda motor

7
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ekonomi yang lemah ini berakibat daya beli juga
tergerus rendah. Tidak hanya motor, begitu juga dengan produk lainnya.

Alasan berikutnya kenapa mengalami tren menurun adalah kejenuhan. Hal ini terlihat semakin
variatif jenis dan model sepeda motor, akan tetapi tidak memberikan jumlah kenaikan yang
meningkat dari tahun sebelumnya.

8
Perubahan terjadi dari tipe sepeda motor bebek manual yang sebelumnya menjadi primadona,
tetapi sejak 2011 sudah berubah posisi, sepeda motor bebek matic menjadi peminat terbanyak dari
penjualan sepeda motor dibandingkan dengan tipe manual. Di tahun 2017, sepeda motor tipe matic
bahkan sudah mrncapai 82,4% dari total penjualan seluruh tipe sepeda motor (AISI, 2018).
Data lain menunjukkan pangsa pasar sepeda motor berdasarkan kapasitas mesin di Indonesia
paling banyak pada kapasitas <125 cc sebanyak 4.626.278 unit (58,80%), lalu sepeda motor
berkapasitas 125 < 150 cc sebanyak 3.179.893 (40,42%), dan paling kecil di kategori 150 cc < 250
cc sebesar 69.191 (0,87%).
Disisi lain, sepeda motor tidak direkomendasikan oleh para ahli transportasi untuk dijadikan moda
transportasi umum karena motor merupakan kendaraan angkut yang tidak memiliki keamanan
yang cukup. Jika mobil punya safety belt sebagai pengamanan untuk passive security, motor tidak
memiliki hal tersebut. Hal ini diperkuat dari data Korlantas yang mencatat bahwa rata-rata 85
orang per hari meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dan dari jumlah tersebut, 72% (55,5 orang)
melibatkan sepeda motor. Ini artinya sepeda motor bukan moda transportasi yang memiliki
perlindungan keselamatan yang baik.

PENGENDALIAN SEPEDA MOTOR


Sepeda motor merupakan moda transportasi yang tidak direkomendasikan oleh para ahli karena
tingkat keamanannya. Disisi lain motor memberikan sumbangsih perekonomian bagi masyarakat,
baik berfungsi sebagai personal maupun industri sepeda motor. Oleh karena itu, perlu jalan tengah
untuk mengatasi hal itu. Meningkatkan fungsi produktivitas motor sebagai pengungkit
perekonomian masyarakat khususnya dan pertumbuhan ekonomi bangsa pada umumnya, tetapi
melindungi pengendara dari bahaya yang ditimbulkan dari motor. Berbagai cara bisa ditempuh
diantaranya
1. Pembatasan kapasitas mesin. Kapasitas mesin yang kecil otomatis memberikan harga
motor yang lebih murah. Hal ini juga memberikan tingkat kecepatan motor yang relatif
lebih lambat dibandingkan cc (centimeter cubic) yang lebih besar. Jenis motor ini paling
banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya menengah ke bawah. Jika,
pemerintah memberikan insentif pajak akan membantu masyarakat menengah ke bawah
memaksimalkan aktivitas yang produktif.
2. Untuk menghindari besarnya tingkat kecelakaan akibat motor, pemerintah dapat
melakukan jalur khusus kendaraan bermotor dengan kecepatan tertentu yang dibatasi.
Meningkatkan pengawasan lalu lintas dengan teknologi dan hukuman jera yang tepat.
3. Memperbaiki dan menata infrastruktur transportasi masyarakat. Mulai dari ketersediaan
pejalan kaki, hingga transportasi massal yang dikelola dengan baik, mampu mengangkut
orang dengan jumlah yang besar. Sehingga masyarakat benar-benar punya pilihan yang
lebih baik daripada menggunakan sepeda motor.

9
DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK MOTOR TERHADAP
SEKTOR PAJAK DAN ANGGARAN

Pajak kendaraan bermotor (PKB) adalah termasuk kategori pajak daerah yang merupakan andalan
penerimaan daerah, dalam hal ini di tingkat Provinsi sesuai dengan ketentuan UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Definisi Pajak Daerah adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun PKB sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 12 dan 13 UU No. 28 tersebut
adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Selain itu pajak daerah
sesuai dengan UU No 28 tahun 2009 juga mencakup Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
Pajak kendaraan bermotor selama ini mempunyai kontribusi yang cukup signifikan terhadap pajak
daerah. Provinsi Jabar misalnya, PKB memberikan kontribusi sebesar 39,33 % terhadap pajak
daerah atau 36,29 % terhadap pendapatan asli daerah (PAD) atau 22,33 % terhadap pendapatan
daerah. Sementara pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), berkontribusi sebesar
31,69 % terhadap pajak daerah atau 29,24 % terhadap PAD atau 18 % terhadap pendapatan daerah.
Untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang berkontribusi sebesar 13,9 %
terhadap pajak daerah atau 12,82 % terhadap PAD atau 7,89 % terhadap pendapatan daerah
(Republika, 2017). Sayangnya data besaran pajak yang dipungut khusus dari motor tidak tersedia.
Beberapa penelitian sebelumnya juga mencoba menyelidiki sejauh mana pengaruh besaran pajak
kendaraan bermotor terhadap PAD. Seperti misalnya di Kabupaten Barito Utara di Provinsi
Kalimantan Tengah, Muchtar dkk (2017) menemukan bahwa rasio PKB terhadap PAD di
kabupaten tersebut dari tahun 2012 sampai 2016 adalah rata-rata sebesar 7,96 %. Kendaraan roda
dua (scooter) menyumbang sangat besar yaitu 46,86 % dari total PKB. Sementara Akhyar & Basry
menemukan bahwa rasio PKB terhadap PAD di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2013 sampai
2015 adalah rata-rata sebesar 27,52 % dengan rasio jumlah motor yang mencapai 79,3 % yaitu
sebanyak 1.384.454 dari total jumlah kendaraan sebesar 1.746.043 unit.
Di Provinsi Sulawesi Utara, Pontoh dkk menemukan bahwa pada tahun 2016 rasio motor adalah
sekitar 75,4 % yaitu sebanyak 513,112 unit dari total jumlah kendaraan sebanyak 680,394 unit.
Besaran rasio realisasi PKB dan BBN-KB terhadap PAD dari tahun 2012 sampai 2016 tercatat
antara 55 % sampai dengan 66 %. Sementara Pramesthi menemukan rasio PKB terhadap PAD di
Provinsi Jawa Tengah antara tahun 2010 sampai 2014 adalah rata-rata sebesar 32,5 %. Sedangkan
di Provinsi Lampung, penelitian yang dilakukan Hayati (2018) menemukan rasio PKB terhadap
PAD di tahun 2016 adalah sebesar 49 %. Penelitian di Provinsi Gorontalo menunjukkan rasio PKB
terhadap PAD di tahun 2012 sampai 2014 adalah rata-rata sebesar 29,64 % (Karina dkk, 2016).

10
Sepintas lalu semua penelitian di atas menunjukkan peranan pajak kendaraan bermotor (baik yang
beroda empat maupun beroda dua) yang signifikan terhadap PAD. Nilai rasionya berkisar dari 20-
an % sampai 50-an %. Namun belum jelas benar bagaimana peranan dan kontribusi pajak motor
(beroda dua) sendiri terhadap PAD di tingkat provinsi.
Hal ini karena umumnya tidak adanya akses yang mudah terhadap data besaran pajak motor.
Dalam dokumen resmi APBD provinsi sendiri, biasanya hanya data agregat pajak daerah yang
dicantumkan. Data spesifik tentang besaran penerimaan pajak motor seharusnya ada di setiap
Dinas Penerimaan Daerah (Dispenda) Provinsi namun tidak secara umum terpublikasi dan mudah
diakses. Karena tidak memungkinkannya data pajak motor untuk setiap provinsi tersebut diakses,
maka kajian ini akan mencoba menyelidiki peran dan rasio pajak motor terhadap PAD di tiap
provinsi berdasarkan angka estimasi.
Data pajak motor akan diestimasi dari jumlah motor per provinsi. Menurut data BPS, jumlah motor
secara nasional terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah Motor

Tahun Jumlah Motor

2010 61 078 188

2011 68 839 341

2012 76 381 183

2013 84 732 652

2014 92 976 240

2015 98 881 267

2016 105 150 082

Terlihat dari data tersebut, jumlah motor mengalami kenaikan pesat sebesar 72 % dari tahun 2010
sampai 2016. Sementara menurut data dari Mabes Polri, jumlah sepeda motor per 1 Januari 2018
adalah sebanyak 91,085,532 unit.
Dalam kajian ini, data yang akan dipakai untuk mengestimasi besaran pajak motor adalah data
Mabel Polri karena jumlah motor sudah dirinci berdasarkan provinsi seperti terlihat di bawah ini.

11
Terlihat dalam tabel data jumlah motor untuk Provinsi Sulawesi Barat dan Kalimantan Utara tidak
tersedia. Besaran pajak motor akan dihitung berdasarkan jumlah motor per provinsi dengan asumsi
setiap motor dikenakan pajak sebesar 250 ribu rupiah. Sedangkan data PAD dan total pendapatan
per provinsi diambil dari sumber terbaru Kementerian Keuangan yaitu data APBD tahun 2017.

12
Data olahan estimasi pajak motor (PM) serta rasionya terhadap PAD dan total pendapatan per
provinsi terlihat dalam tabel di bawah ini.
Rasio
Jumlah Rasio PM /
Pendapatan Estimasi PM PM /
No Provinsi PAD (Rupiah) Motor Pendapatan
(Rupiah) (Rupiah) PAD
(Unit) (%)
(%)
Maluku 1
1 2,864,175,974,702 5
Utara 486,709,146,169 106,537 26,634,250,000

2 Maluku 6 1
519,252,405,976 2,860,026,790,976 131,946 32,986,500,000

Sulawesi 2
3 3,556,372,800,000 7
Utara 1,076,342,496,000 299,470 74,867,500,000

4 Papua 7 1
1,308,280,585,796 13,968,876,703,796 367,492 91,873,000,000

5 Banten 7 4
5,666,689,017,551 9,790,923,478,551 1,646,319 411,579,750,000

6 Gorontalo 7 1
356,398,685,000 1,831,692,829,014 105,908 26,477,000,000

Kalimantan 5
7 5,499,059,991,000 8
Selatan 3,205,743,749,000 1,009,078 252,269,500,000

DKI 6
8 62,466,130,203,554 8
Jakarta 41,488,193,370,554 13,765,308 3,441,327,000,000

9 Jawa Barat 12 6
16,524,120,917,766 30,540,901,041,552 7,774,185 1,943,546,250,000

Papua 1
10 6,888,867,177,840 12
Barat 403,269,106,650 190,845 47,711,250,000

Sulawesi 5
11 8,894,428,775,365 12
Selatan 3,724,172,762,535 1,850,974 462,743,500,000
Nusa
12 Tenggara 14 3
1,004,044,139,304 4,722,736,609,000 558,845 139,711,250,000
Timur
Kalimantan 7
13 8,098,900,000,000 15
Timur 3,987,452,610,000 2,370,795 592,698,750,000

14 Bengkulu 15 4
905,536,548,769 3,041,325,078,997 541,443 135,360,750,000

Kalimantan 5
15 4,086,898,379,226 15
Tengah 1,327,494,134,000 822,681 205,670,250,000

Kepulauan 5
16 3,201,558,825,099 16
Riau 1,104,344,658,037 688,184 172,046,000,000

13
17 Aceh 16 3
2,227,055,653,755 14,291,939,315,863 1,437,354 359,338,500,000

Sulawesi 4
18 3,579,386,410,150 16
Tengah 914,431,692,350 591,673 147,918,250,000

19 Riau 17 7
3,735,800,000,000 8,859,017,595,981 2,490,683 622,670,750,000

Sulawesi 4
20 3,545,198,442,343 17
Tenggara 743,891,514,197 520,599 130,149,750,000

Kalimantan 7
21 5,095,395,280,000 20
Barat 1,674,190,144,000 1,366,063 341,515,750,000

Sumatera 7
22 6,110,976,953,502 21
Barat 2,044,504,493,000 1,681,973 420,493,250,000

Sumatera 8
23 8,195,110,542,121 23
Selatan 3,016,085,362,904 2,751,164 687,791,000,000
Nusa
24 Tenggara 23 7
1,501,611,335,359 4,791,397,359,569 1,382,640 345,660,000,000
Barat

25 Bali 25 13
3,250,531,000,000 6,222,703,627,308 3,210,911 802,727,750,000

Sumatera 10
26 12,170,582,105,913 26
Utara 4,925,627,725,733 5,052,134 1,263,033,500,000

27 Lampung 28 11
2,649,215,474,000 6,723,785,171,614 2,917,208 729,302,000,000

Jawa 15
28 23,467,518,025,000 29
Tengah 11,967,160,406,000 13,673,908 3,418,477,000,000

29 Jawa Timur 29 15
14,900,003,388,123 27,932,994,314,123 17,115,854 4,278,963,500,000

Bangka 8
30 2,355,579,069,316 29
Belitung 678,913,155,746 794,655 198,663,750,000

31 Jambi 30 10
1,393,072,790,798 4,163,724,816,402 1,690,418 422,604,500,000

DI 11
32 4,988,379,317,715 33
Yogyakarta 1,657,147,882,129 2,178,285 544,571,250,000

Sulawesi
33 1,813,836,670,297 - - - -
Barat 299,021,359,051

Kalimantan
34 2,335,152,982,580 - - - -
Utara 419,868,015,909

14
Terlihat dalam tabel olahan tersebut jumlah motor berkisar dari sekitar 105 ribu unit yaitu di
Provinsi Gorontalo sampai lebih dari 17 juta unit yaitu di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan besaran
PAD berkisar dari 356 milyar rupiah yaitu di Provinsi Gorontalo sampai 41 trilyun rupiah yaitu di
Provinsi DKI Jakarta. Untuk rasio pajak motor terhadap PAD berkisar dari angka 5 % yaitu di
Provinsi Maluku Utara sampai 33 % yaitu di Provinsi Yogyakarta. Variasi ini menunjukkan secara
umum dampak penghapusan pajak motor akan berbeda tingkatnya untuk tiap-tiap provinsi.
Untuk memudahkan analisis dampak penghapusan pajak motor terhadap sektor anggaran rasio
pajak motor terhadap PAD dikategorikan menurut rentang nilai seperti tabel di bawah ini.

Rentang
No Jumlah & Rincian Provinsi Prosentasi Provinsi
Rasio
8

1 1 % - 10 % (Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, 23,5 %


Papua, Banten, Gorontalo, Kalimantan Selatan
dan DKI Jakarta)
13

(Jawa Barat, Papua Barat, Sulawesi Selatan,


Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur,
2 11 % - 20 % 38,2 %
Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kepulauan
Riau,
Aceh, Sulawesi Tengah, Riau, Sulawesi
Tenggara dan Kalimantan Barat)
10

(Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Nusa


Tenggara Barat, Bali, Sumatera Utara,
3 21 % - 30 % 29,4 %
Lampung,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung
dan
Jambi)
1
4 31 % - 40 % 2,9 %
(Yogyakarta)

Dari tabel terlihat variasi dampak penghapusan pajak motor. Lebih dari seperlima provinsi hanya
bergantung sedikit kepada pajak motor. Kurang dari 10 % PAD berasal dari pajak motor. Sebagian
besar provinsi ada di rentang rasio 20 % ke bawah. Sementara ada 11 provinsi yang ketergantungan
nya antara 21 % sampai 33 %. Dari aspek pendapatan daerah, terlihat kontribusi pajak motor yang
cukup signifikan. Namun untuk melihat seberapa jauh pajak motor ini terhadap kinerja
pembangunan daerah maka yang lebih menjadi perhatian adalah rasio pajak motor terhadap total

15
pendapatan provinsi. Hal ini karena aktivitas pembangunan di provinsi ditentukan oleh total
pendapatan di dalam anggaran pembangunan yaitu APBD. Pendapatan provinsi sendiri dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti dana perimbangan daerah, dana bagi hasil, dana alokasi
umum dan khusus serta sumber lainnya seperti hibah.
Dari data olahan rasio pajak motor terhadap pendapatan, dapat diperoleh data dalam grafik seperti
terlihat di bawah ini.

Rasio Pajak Motor terhadap Pendapatan Provinsi


(%)
16

14

12

10

-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Dari grafik tersebut terlihat jelas bahwa di sebagian besar provinsi yaitu hampir 73%, pengaruh
dan kontribusi pajak motor di bawah 10 %. Tercatat hanya tujuh provinsi yang kontribusi pajak
motornya di tingkat 10 % ke atas.
Batas paling tinggi ketergantungan provinsi terhadap pajak motor adalah 15 % yaitu di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Hal ini menunjukkan secara umum penghapusan pajak motor tidak
terlalu berpengaruh terhadap total anggaran belanja pembangunan provinsi.

16
DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK MOTOR TERHADAP
KINERJA DAERAH
Salah satu tuntutan Reformasi tahun 1998 adalah adanya pemberian otonomi yang luas kepada
daerah kabupaten dan kota. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 telah mengamanatkan agar
penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata
dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah.

Dalam proses penyelenggaraan sistem otonomi daerah kewenangan yang tadinya melekat di
pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan sistem
otonomi daerah yang sifatnya luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan
kemampuan dalam menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten atau kota yang merupakan salah satu prasyarat dalam sistem pemerintah
daerah.

Adanya kebijakan tersebut membuat pemerintah daerah harus dapat bekerja keras menggali
sumber-sumber keuangan daerah agar dapat membiayai pembangunan daerahnya. Berdasarkan
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah pasal lima (5) ayat dua (2) dan tiga (3), terdapat dua elemen penerimaan
daerah yakni: 1) Pendapatan daerah, yang terdiri dari : (a) Pendapatan Asli daerah (PAD), (b) Dana
Perimbangan, dan (c) Lain-lain pendapatan yang sah. 2) Pembiayaan, yang terdiri dari : (a) Sisa
lebih perhitungan anggaran daerah, (b) Penerimaan pinjaman daerah, (c) Dana cadangan daerah,
dan (d) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Dengan adanya otonomi daerah membuat masing-masing daerah mempunyai kewenangan sendiri
dalam mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya kewenangan tersebut, setiap
daerah memiliki wewenang membuat kebijakan daerah guna menciptakan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka setiap daerah harus mampu
menggali potensi keuangan daerahnya, agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah.

Pemerintah daerah perlu memaksimalkan penerimaan daerah baik yang berasal dari Pendapatan
Daerah maupun yang berasal dari Pembiayaan. Penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan
Daerah bisa didapat dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain pendapatan
yang sah. Sedangkan untuk pembiayaan bisa didapat dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah,
penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, serta hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan.

17
PROVINSI SUMATERA BARAT, SALAH SATU DAERAH YANG
TERKENA DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK MOTOR
Pajak daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Meurut pasal 2 UU No.34 2000
tentang pajak dan retribusi daerah, disebutkan bahwa jenis pajak propinsi terdiri dari 4 (empat)
jenis pajak, antara lain : pajak kendaraan bermotor dan kendaaraan diatas air; bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air; pajak bahan bakar kendaraaan bermotor; serta pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

Salah satu Provinsi yang terkena dampak penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Provinsi
Sumatera Barat. Pajak daerah Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2013 hingga tahun 2017 masih
didominasi oleh Pajak Kendaraan Bermotor. Berdasarkan data yang diperoleh dari website
sdp2d.sumbarprov.go.id, rata-rata penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor sejak tahun 2013
sampai tahun 2017 sebesar 35,10%. Disusul dengan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebesar
27,40%, lalu Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 23%, kemudian Pajak Rokok
sebesar 13,90% , dan diakhiri dengan Pajak Air Permukaan sebesar 0,6%. Provinsi Sumatera Barat
tidak memiliki penerimaan Pajak dari pos Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah.

Data Penerimaan Pajak Provinsi Sumatera Barat

JENIS
PAJAK 2013 2014 2015 2016 2017

Pajak
Kendaraan
Bermotor 415.054.017.910 461.713.837.205 487.742.104.641 538.273.898.262 563.694.008.682

Bea Balik
Nama
Kendaraan
Bermotor 390.631.040.650 416.036.998.850 351.717.221.250 369.760.479.200 398.913.262.900

Pajak Bahan
Bakar
Kendaraan
Bermotor 271.370.864.630 321.469.140.683 356.638.756.069,29 324.181.471.580,59 344.256.546.228,36

Pajak Air
Permukaan 8.108.362.153 6.980.342.899 8.023.777.087 8.343.909.958 7.542.185.254

Pajak Rokok 0 148.340.827.693 241.489.782.422 281.559.470.710 312.517.370.010

18
Jika kebijakan Penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor untuk kategori sepeda motor diterapkan
maka Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu yang terkena dampaknya. Postur pendapatan pajak
pada Provinsi Sumatera Barat masih mengandalkan Pajak Kendaraan Bermotor, dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor. Jika mengacu pada data yang terdapat di sdp2d.sumbarprov.go.id,
sepeda motor memiliki kontribui sebesar 34% dari total Pajak Kendaraan Bermotor.

Apabila Pajak Kendaraan Bermotor untuk kategori sepeda motor dihapuskan, akan ada kehilangan
pendapatan Pajak Daerah pada Provinsi Sumatera Barat hampir mencapai 185 miliar rupiah.
Belum lagi jika kebijakan tersebut juga ditambah dengan penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor untuk kategori motor, akan bertambah kehilangan sumber pendapatan pajak sekitar 140
miliar rupiah sehingga total kehilangan hampir mencapai 325 miliar rupiah.

Oleh karenanya setiap Provinsi harus lebih kreatif lagi dalam mencari pendapatan daerahnya, jika
kebijakan penghapusan pajak kendaraan bermotor untuk kategori motor diterapkan.

PEMKOT BOGOR, DAERAH YANG BERHASIL MENGELOLA


PAJAK DAN RETRIBUSI
Pemkot Bogor sukses meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) walaupun pajak iklan rokok
di Kota Bogor telah dihapuskan sejak 2009, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh
melalui sumber pajak yang lain, pengalaman sukses ini yang mendasari optimisme Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) terkait rencana penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor (roda dua).

Pemerintah Daerah Kota Bogor menegaskan bahwa pelarangan iklan rokok di wilayahnya tidak
berdampak pada penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Terbukti PAD Kota
Bogor tidak pernah turun dari tahun ke tahun. Pasalnya, pada tahun 2009 ketika pelarangan
reklame rokok resmi diberlakukan, PAD kota Bogor berjumlah Rp 115 miliar, dan naik menjadi
Rp 125 miliar pada 2010. Di tahun 2016, PAD Kota Bogor malah meningkat pesat menjadi Rp
784 milyar. Ini menepis kekhawatiran sejumlah pihak bahwa pelarangan iklan rokok akan
berdampak pada menurunnya PAD.

Sebelumnya pemberlakuan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) disebut-sebut bisa berdampak
pada menurunnya PAD. Sehingga bila pelarangan iklan rokok diberlakukan secara total,
kekhawatiran akan turunnya PAD semakin menguat. Dugaan bahwa pelarangan iklan rokok
berpotensi kehilangan PAD Rp 4 miliar, mendorong Pemkot Bogor untuk mendongkrak kembali
pendapatan melalui optimalisasi potensi naskah reklame lainnya, di antaranya dari operator selular,
marketing perumahan dan lain-lain promosi.

Tidak perlu khawatir akan kehilangan pendapatan. Sepanjang pemerintah daerah sudah
berkomitmen untuk melindungi warganya dari dampak rokok, maka seluruh stakeholder
seharusnya melakukan berbagai upaya untuk merealisasikan komitmen itu. Seperti di kota Bogor

19
ini, untuk mendukung Perda KTR seluruh stakeholder berkomitmen untuk mengoptimalisasi
pendapatan daerah. Saat ini terdapat beberapa pemerintah kota/kabupaten yang sudah
berkomitmen kuat untuk melarang iklan rokok, diantaranya Pemkot Padang dan Pemkot Mataram.

PKS melihat peluang bahwa masih banyak sumber-sumber PAD yang dapat dioptimalkan.
Berkaca dari kesuksesan Pemkot Bogor seharusnya Pemerintah Daerah lain tidak perlu khawatir
terkait rencana penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor (roda dua), karena nyatanya sumber PAD
dapat dioptimalkan dari sumber pajak dan retribusi daerah lainnya, bukan hanya dari masyarakat.
Asalkan semua pihak yang terkait berkomitmen untuk mensejahterakan masyarakat kelas bawah.

Kota Bogor pada periode 2009-2014 dipimpin oleh Wakil Walikota yang juga berasal dari kader
PKS bisa membuktikan dengan di hapuskannya pajak iklan rokok dapat meningkatkan PAD dari
sumber pajak dan retribusi daerah lainnya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin mengulang
kesuksesan tersebut dengan rencana penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor (roda dua) di seluruh
Indonesia. PKS yakin dan berkomitmen mewujudkan keadilan sosial dan meringankan beban
masyarakat kecil melalui penghapusan Pajak Sepeda Motor dan SIM seumur hidup.

DAMPAK PENGHAPUSAN PAJAK MOTOR DAN SIM SEUMUR


HIDUP TERHADAP LEMBAGA KEPOLISIAN RI
Kewenangan Polisi terhadap Penerbitan SIM, STNK dan BPKB
Landasan hukum Polri menerbitkan SIM, STNK dan BPKB pertama adalah UU No 22 Tahun
2009 tentang LLAJ Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2)
dan Pasal 88 dan kedua adalah UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 15 ayat (2) huruf b dan
huruf c. Mahkamah Konstitusi telah menguatkan kebijakan tersebut melalui keputusan nomor
89/PUU-XIII/2015 tanggal 15 November 2015. Sejumlah ahli hukum turut mendukung
kewenangan Polri untuk menerbitkan PKB, SIM dan BPKB seperti Yusril Ihza Mahendra dan
Marcus Priyo Gunarto, Guru Besar Fakultas Hukum UGM. Namun demikian, sebagian
kewenangan Polri telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, yaitu penghapusan biaya administrasi
STNK oleh Keputusan MA Nomor 12P/HUM/2017. Penghapusan biaya administrasi STNK
diperkirakan menghilangkan PNBP Polri sebesar Rp 435 miliar.

Di dalam rincian biaya penerbitan STNK terdahulu terdapat 6 jenis biaya yang harus dikeluarkan
oleh wajib pajak yaitu:
1. Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor ke PAD Propinsi
2. Pajak Kendaraan Bermotor ke PAD Propinsi
3. Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Jalan ke PT. Jasa Raharja
4. Biaya administrasi STNK dihapus oleh MA Nomor 12P/HUM/2017
5. Biaya administrasi TNKB ke PNBP Polri (5 tahun sekali)
6. Sanksi/Denda keterlambatan ke PAD Propinsi

20
Setelah keputusan MA maka masih terdapat 5 jenis biaya yakni:
1. BBN KB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) ke PAD Propinsi
2. PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) ke PAD Propinsi
3. SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Jalan) ke PT. Jasa Raharja
4. Biaya administrasi TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) ke PNBP Polri (5 tahun
sekali).
5. Sanksi/Denda keterlambatan ke PAD Propinsi

Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia


Selama 6 tahun telah terjadi peningkatan yang sangat pesat jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia. Secara total terjadi kenaikan sebanyak 80,28% selama enam tahun (2009 – 2015) atau
rerata 10,35% per tahun. Rincian jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut ini (terlampir, Lampiran 2).

Dari tabel lampiran 2, tampak bahwa perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tiap
tahun menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi.
 Penambahan kendaraan bermotor tertinggi terjadi pada jenis sepeda motor yaitu 87,39%
atau rerata 11,07% per tahun.
 Penambahan mobil penumpang sebanyak 70,42% atau rerata sebesar 9,31% per tahun
 Penambahan mobil barang sebanyak 46,97% atau rerata 6,65% pertahun.
 Pertumbuhan Bis hanya sebesar 12,03% atau 1,93% per tahun

Penerbitan SIM di Indonesia


Seiring dengan perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia, maka penerbitan SIM
oleh Polri juga mengalami peningkatan. Sebagai gambaran jumlah SIM yang diterbitkan, berikut
ini data jumlah SIM yang telah diterbitkan (Tabel pada Lampiran 3)

Berdasarkan data statistik transportasi tersebut, pada tahun 2009 jumlah SIM yang dikeluarkan
(baru, perpanjangan, ganti rusak) sebanyak 8.030.616 buah dan naik menjadi 9.243.853 buah pada
tahun 2015. Terjadi kenaikan 15,11% selama periode 2009 – 2015 atau rerata 2,55% per tahun
dengan rician per jenis SIM sebagai berikut:
 SIM A selama periode 2009 – 2015 mengalami kenaikan sebesar 23,30%.
 SIM C selama periode 2009 – 2015 mengalami kenaikan sebesar 14,09%
 SIM BII selama periode 2009 – 2015 mengalami kenaikan sebesar 4,79%
 Sementara SIM BI selama periode 2009 – 2015 mengalami penurunan sebesar (9,45%)

Jika pertumbuhan jumlah SIM dibandingkan dengan perkembangan jumlah kendaraan bermotor,
tampak adanya perbedaan yang cukup signifikan. Jumlah total perkembangan jumlah SIM relatif
tumbuh secara lambat, sedangkan perkembangan jumlah kendaraan bermotor cenderung tumbuh
sangat pesat. Perbedaan yang sangat nyata ini perlu untuk dilakukan analisis dan klarifikasi data
lebih jauh agar dapat menjawab alasan di baliknya.

21
Perkembangan Nilai PNBP Polri
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa jasa pelayanan sektor lalu lintas adalah bagian dari PNBP
Polri. Namun demikian, PNBP Polri juga memiliki sumber pendapatan lain yakni Klinik
Pengemudi dan Izin Senjata api/Senpi. Untuk mengetahui peran dan kontribusi masing-masing
sumber PNBP Polri ini, dapat dilihat tabel berikut ini (Tabel pada Lampiran 4).

Dari data tabel pada lampiran 4, sumber pendapatan PNBP Polri terbesar berturut-turut adalah (1)
SIM, (2) STNK, (3) BPKB dan (4) TNKB. Secara total, nilai PNBP mengalami peningkatan yang
sangat pesat dalam kurun waktu 6 tahun (2009-2015) yaitu dari Rp 1,7 triliun di tahun 2009
menjadi Rp 3,5 triliun pada tahun 2015, atau rata-rata meningkat 13,76%. Bahkan dalam realisasi
tahun 2016 PNBP Polri mencapai Rp 5,37 triliun, atau naik sebesar Rp 1,8 triliun dalam satu tahun
saja.

Kenaikan PNBP Polri yang pesat ini tidak lepas dari meningkatnya jumlah sumber PNBP Polri
dalam siklus 6 tahunan yang dimulai tahun 2004 lalu tahun 2010 dan terakhir tahun 2016.
Perbandingan masing-masing Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar bagi Polri untuk menarik
PNBP dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Perbandingan PP yang Mengatur Jenis PNBP Polri tahun 2004, 2010 dan 2016
No Uraian PP 31/2004 PP 50/2010 PP 60/2016
1 Tanggal
Pengesahan 5 Oktober 2004 25 Mei 2010 2 Des 2016

2 Jenis PNBP 7 Jenis : 12 Jenis : 27 Jenis :


6 Lalu lintas 8 Lalu Lintas • 12 Lalu Lintas (1 jenis dihapus MA)
Senpi & Peledak Senpi & Peledak • Senpi & Peledak
• INAFIS • Surat SKCK
• Lapor Diri • 7 DIKLAT
• Surat SKCK • 2 Kartu & Ijazah Pengamanan
• SIU Operasi jasa Pengamanan
• Pelayanan Penilaian
• Pelayanan Kesehatan
• Jasa Pengamanan & manajemen
Obyek vital

Khusus untuk PNBP lalu lintas, dari 6 jenis di tahun 2004 kemudian naik menjadi 8 jenis tahun
2010 dan menjadi 12 jenis di tahun 2016 (akhirnya direvisi menjadi 11 jenis setelah MA
menghapus biaya administrasi STNK). Jadi selain meningkatnya tarif PNBP lalu lintas melalui
PP, juga terjadi kenaikan jumlah jenisnya.

Dari argumentasi yang dikeluarkan pemerintah, alasan kenaikan tarif disebabkan oleh keinginan
untuk meningkatkan PNBP Polri ketimbang karena tarif tersebut sudah lama tidak dinaikkan.

22
Sebagai bukti, sudah terjadi tiga kali perubahan PP khususnya di sektor Lalu lintas yang meliputi
3 komponen utama yaitu layanan STNK, TNKB dan BPKB sebelum MA menghapus tarif layanan
STNK. Kenaikan tarif terjadi pada sebagian jasa layanan lalu lintas, sementara tarif layanan izin
senjata api tetap (tidak berubah) sejak 2004, begitu juga izin bahan peledak tidak berubah (tetap)
sejak 2010.

Penghapusan Biaya STNK dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup


Dari gambaran yang dijelaskan di atas, bagi Polri wacana penghapusan STNK motor dan
pemberlakuan SIM seumur hidup untuk semua jenis SIM akan menyebabkan penurunan realisasi
PNBP Polri karena jenis layanan lalu lintas memberikan kontribusi terbesar dari total PNBP.
Penghapusan STNK bagi Polri akan menyebabkan hilangnya pendapatan dari TNKB motor
sebesar Rp 60.000,- per 5 tahun. Jika jumlah motor menurut BPS sebanyak 105.150.082 unit tahun
2016, maka potensi penerimaan yang hilang adalah Rp 6.309.004.920.000,- setiap lima tahun atau
sebesar Rp 1.261.800.984.000,- per tahun.

Sedangkan pemberlakukan SIM seumur hidup bagi seluruh pengendara kendaraan bermotor juga
akan menyebabkan penurunan realisasi PNBP Polri. Jika diasumsikan bahwa setiap pengendara
kendaraan bermotor rata-rata memperpanjang SIM sebanyak 10 kali seumur hidupnya, maka
dengan kebijakan SIM seumur hidup, cukup sekali saja biaya pembuatan SIM dikeluarkan. Tahun
2015 PNBP yang diterima Polri dari SIM berjumlah Rp 1.108.438.000.000,- dengan asumsi
tersebut dapat diperkirakan terjadi penurunan penerimaan PNBP menjadi 1/10 dari Rp
1.108.438.000.000,- = Rp 110.843.800.000,- per tahun. Potensi penerimaan yang hilang adalah Rp
997.594,200.000,- per tahun.

Maka total potensi penerimaan Polri yang hilang dari penghapusan STNK dan SIM seumur hidup
bagi PNBP Polri adalah Rp 1.261.800.984.000,- + Rp 997.594,200.000,- = Rp 2.259.395.184.000.

Walaupun angka potensi kehilangan ini cukup besar bagi PNBP Polri, disisi lain penerimaan
APBN Polri mengalami peningkatan yang sangat signifikan sejak tahun 2014. Pada tahun 2014
anggaran Polri sekitar Rp 43 triliun. Tahun 2015 naik jadi Rp 57 triliun, kemudian tahun 2006 naik
Rp 73 triliun dan 2017 naik menjadi Rp 98 triliun.

Tahun 2017 Polri KL ketiga terbesar setelah yang pertama adalah Kementerian Pertahanan Rp 105
Triliun, KemenPUPERA Rp 105 triliun dan Polri Rp 98 triliun. Sehingga dengan peningkatan
APBN Polri ini potensi kehilangan PNBP Polri seyogyanya tidak terlalu membebani Polri dalam
melaksanakan tupoksinya.

Beberapa hal yang patut disoroti dalam hal pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Polri antara lain:
 Dari total penerimaan PNBP hanya 8% dari hasil PNBP Polri disetorkan ke Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan 92 % dipergunakan oleh Polri untuk
peningkatan pelayanan.

23
 PNBP dari kendaraan bermotor tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan yang
memadai. Masih banyak kasus pungli yang terjadi kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu
Atap (Samsat). Semestinya kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat sejalan dengan
peningkatan APBN dari tahun ke tahun.
 Pembuatan dokumen resmi kendaraan dan pengendara ini masih menyisakan kerugian bagi
masyarakat terutama dalam ketepatan waktu, biaya-biaya yang tidak diperlukan dan data
perekaman identitas yang tidak baik.
 Menurut data Tranparency International Indonesia (TII) tahun 2015, probabilitas suap di
kepolisian masih relatif tinggi dibandingkan intitusi atau lembaga lainnya. Dengan dasar
penilaian insiden, terjadi sebanyak 48 kejadian suap dalam 12 bulan terakhir.

ALTERNATIF SOLUSI PENGHAPUSAN PAJAK MOTOR


Rencana penghapusan pajak motor ini tentu akan berdampak terhadap anggaran belanja
pembangunan. Penghapusan pajak motor ini akan sedikit banyak menambah peningkatan
penggunaan motor masyarakat sehingga meskipun pajak motor hilang, akan ada peningkatan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor untuk provinsi meskipun tidak akan sepenuhnya menutupi
kekurangan dari hilangnya pajak motor. Untuk menutup kekurangan, perlu digali sumber-sumber
pajak yang lain seperti intensifikasi pajak air permukaan (PAP) dan pajak rokok.
PAP ini kontribusinya masih dapat ditingkatkan dan juga sebagai sarana untuk mengendalikan dan
merawat sumber air daerah. Sedangkan pajak rokok perlu ditingkatkan dalam rangka mengurangi
konsumsi rokok yang terbukti sangat merusak kesehatan dan menambah beban biaya kesehatan
masyarakat.
Pemerintah Provinsi perlu menata ulang manajemen dan tatakelola pendapatan daerahnya. Alokasi
belanja pembangunan perlu diprioritaskan pada hal-hal yang produktif dan menunjang langsung
aktivitas pembangunan. Efisiensi dan penghematan anggaran menjadi salah satu solusi yang dapat
menyelesaikan kekurangan pendapatan daerah dari penghapusan pajak motor ini.

KENAIKAN TARIF BAGI WAJIB PAJAK BERPENGHASILAN


TINGGI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KEHILANGAN
PENDAPATAN
Salah satu alternatif solusi yang dapat diterapkan untuk mengganti kehilangan pendapatan daerah
akibat program penghapusan pajak motor ini adalah menaikan tarif bagi wajib pajak
berpenghasilan tinggi, khususnya Wajib Pajak (WP) dengan penghasilan tahunan diatas Rp.500
Juta. Dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21 dijelaskan pasal 17 ayat 1
huruf a tentang besaran tarif pajak bagi WP Berpenghasilan diatas Rp.500 Juta adalah sebesar
30%.

24
Tarif yang berlaku di Indonesia ini sangat rendah dibandingkan tarif pajak yang berlaku di Negara-
negara Eropa khususnya Negara Skandinavia. Di Swedia misalnya, diberlakukan Tarif Pajak
Penghasilan sebesar 56,6% bagi mereka yang berpenghasilan minimal US$ 85,84. Di Irlandia,
Tarif Pajak Penghasilannya adalah 48% bagi WP yang berpenghasilan minimal US$ 40,69 (Lihat
Tabel 2. Pajak Penghasilan di Berbagai Negara).
Bila Tarif Pajak bagi WP di Indonesia berpenghasilan diatas Rp.500 Juta dinaikan, atau dibuat lagi
kriteria baru misalnya WP berpenghasilan Rp.500 – 700 Juta, dan WP diatas Rp.700 Juta, dengan
tarif pajak yang setidaknya mendekati tarif pajak di Negara Eropa tersebut, maka penerimaan
Negara melalui APBN akan meningkat. Dengan adanya peningkatan penerimaan Negara melaui
APBN ini, maka ada ruang untuk memperbesar Dana Perimbangan untuk Daerah. Kehilangan
pendapatan daerah akibat Program Penghapusan Pajak Motor dapat ditutupi melalui alternatif
kebijakan ini.

CUKAI KNALPOT KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI


ALTERNATIF PENGGANTI KEHILANGAN PENDAPATAN
Pada hakikatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) berada pada posisi yang paling strategis bila
dibandingkan dengan sumber keuangan daerah lainnya. Dikatakan menempati posisi paling
strategis, karena dari sumber keuangan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah inilah
dapat membuat daerah memiliki keleluasaan yang besar dan memacu kreatifitas masing-masing
daerah untuk semaksimal mungkin memperoleh sumber pendapatannya sendiri berdasarkan
kewenangan yang dimiliki setiap daerah. Selain itu, secara bebas pula masing-masing daerah dapat
menggunakan hasil-hasil sumber keuangan daerahnya guna membiayai jalannya pemerintahan dan
pembangunan daerah yang menjadi tugas pokoknya.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang penting untuk
membiayai kepentingan daerah. Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 34 Tahun 2000, Daerah Provinsi
memiliki 4 jenis pajak daerah, diantaranya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Diantara empat jenis pajak yang ada di tingkat Provinsi tersebut, pajak kendaraan bermotor
merupakan jenis pajak yang memiliki sumbangsih terbesar hampir di setiap Provinsi.
Hal itu terjadi karena jumlah kendaraan bermotor di Indonesia luar biasa banyaknya, hingga awal
Januari 2018 total kendaraan bermotor di Indonesia sebanyak 111.571.238 unit. Dari angka
tersebut sepeda motor memiliki kontribusi terbesar, sebanyak 82% atau 91.085.532 unit. Menyusul
12% unit mobil pribadi, dan sisanya kontribusi dari mini bus, mobil barang, dan kendaraan khusus.
Dari data di atas terlihat bahwa pajak sepeda motor memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap
sumber Pendapatan Asli Daerah. Jika pajak sepeda motor dihilangkan, pemerintah daerah harus
lebih kreatif dalam mencari sumber Pendapatan Asli Daerah selain dari pajak sepeda motor. Salah
satu alternatif yang dapat diberlakukan oleh pemerintah daerah untuk mengganti kehilangan pajak

25
sepeda motor jika dihapuskan adalah dengan membebankan cukai pada knalpot/kendaraan
bermotor.
Salah satu alternatif sumber Pendapatan Asli Daerah pengganti kehilangan pajak sepeda motor
adalah cukai knalpot/kendaraan bermotor. Pengenaan cukai pada knalpot dapat dibenarkan dengan
alasan adanya eksternalitas negatif dari emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor
melalui knalpot, yang dapat berkontribusi negatif pada lingkungan seperti kualitas udara buruk,
dan dampak yang lebih luas dari perubahan iklim. Dengan dikenakannya cukai pada
knalpot/kendaraan bermotor, harapannya dapat menciptakan peredaran kendaraan dengan kadar
CO2 yang lebih rendah, sehingga dapat meminimalisir kualitas udara yang buruk. Akan tetapi,
dengan pertimbangan eksternalitas tersebut, peningkatan pendapatan akan tetap menjadi aspek
yang penting dalam kebijakan pajak kendaraan bermotor, khususnya di negara berkembang.
Ukuran pengenaan cukai knalpot/kendaraan bermotor yang prioritas adalah berdasarkan level
emisi CO2 sebagai bagian dari kriteria klasifikasi. Kadar emisi CO2 diukur dalam skala gram per
kilometer (g/km), namun di beberapa negara memiliki kebijakan yang berbeda karena adanya
perbedaan metodologi dan pengujian dalam proses penghitungan. Dalam konteks kebijakan
pengenaan cukai di sebuah wilayah, hal penting untuk diadopsi adalah melakukan uji emisi CO2
yang tepat. Kiteria kadar CO2 sebagai dasar pengenaan cukai dapat membuat produsen kendaraan
bermotor berupaya untuk memenuhi standar emisi CO2, sehingga kendaraan bermotor yang
beredar di jalanan menghasilkan emisi CO2 yang ramah lingkungan.
Terdapat beberapa opsi untuk menerapkan cukai pada knalpot/kendaraan bermotor. Opsi pertama
adalah membangun tingkat emisi CO2 pada setiap kategori produk. Salah satu negara yang
mengadopsi pendekatan ini adalah Thailand. Sejak 1 Januari 2016 Thailand mengenakan cukai
pada kendaraan di setiap kategori produk yang memiliki ketentuan tingkat emisi CO2, walaupun
tingkatnya ditentukan pada level yang berbeda di setiap produk. Misalnya, untuk kendaraan
komersial menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan untuk kendaraan penumpang, dan
untuk mobil ekonomis “eco car” lebih rendah dibandingkan kendaraan penumpang lainnya.
Pendekatan lainnya untuk menerapkan level emisi CO2 adalah dengan mengenakan biaya
tambahan (surcharges) ke dalam desain cukai kendaraan bermotor yang baru. Dengan memberikan
biaya tambahan ini, dasar pengenaan cukai telah memasukkan pajak tambahan yang
dikalkulasikan ketika emisi sudah melewati level target dari kebijakan yang berlaku. Pendekatan
ini diterapkan di Afrika Selatan dan secara terbatas pada sistem cukai kendaraan bermotor di
Siprus. Kendaraan penumpang dan kendaraan komersial ringan dibebaskan dari membayar cukai
jika emisi CO2 di bawah 120gm/km. Ketika sudah melewati batas tersebut, kendaraan dipungut
dengan menggunakan basis cukai yang lebih tinggi dan biaya tambahan yang didasarkan pada
tabel tingkat emisi.
Pengenaan tarif cukai dapat juga didasarkan pada klasifikasi kapasitas mesin kendaraan.
Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah ukuran mesin dapat menjadi patokan berbagai
eksternalitas negatif yang sudah dibahas di atas. Salah satu pertimbangan menggunakan
pendekatan ini adalah penggunaan bahan bakar, dimana mesin yang lebih besar biasanya memiliki
konsumsi bahan bakar yang lebih banyak. Oleh sebab itu, kapasitas mesin yang lebih besar akan

26
memiliki tarif cukai efektif yang lebih tinggi. Begitu juga dengan emisi CO2, tingkat emisi CO2
sangat berkaitan dengan jumlah bahan bakar yang dibakar dan kapasitas mesin untuk
mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak. Sama halnya dengan penggunaan bahan bakar, kapasitas
mesin memiliki peran dalam menentukan besarnya pajak yang diterapkan pada kendaraan dengan
kapasitas mesin yang lebih besar.
Cukai knalpot/kendaraan bermotor dapat saja menjadi pendapatan pemerintah daerah.
Eksternalitas negatif yang dihasilkan dari knalpot/kendaraan bermotor dapat berdampak pada
pencemaran udara dan kerusakan jalan yang terdapat di daerah, sehingga harus ada pendapatan
yang masuk ke pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya yang terkena dampak secara
langsung tersebut. Pihak yang wajib membayar cukai adalah pengusaha kendaraan yang
dibebankan secara langsung ke dalam harga setiap unit kendaraan, dan pengguna kendaraan yang
akan membayarkannya saat uji emisi secara berkala. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat
mengganti kehilangan pendapatan dari pajak STNK yang dihapuskan.

PENINGKATAN PAJAK MOBIL, PAJAK BARANG MEWAH


DAN PAJAK HEWAN PELIHARAAN SEBAGAI ALTERNATIF
PENGGANTI KEHILANGAN PENDAPATAN

Beberapa alternatif solusi untuk menutup anggaran dari Pajak Motor adalah dengan
mengintensifkan penerimaan dari Pajak Mobil, Pajak Barang Mewah dan Pajak Hewan Peliharaan.
Pajak Mobil dapat diefektifkan penerimaannya dengan cara antara lain mempermudah wajib pajak
dalam membayar kewajibannya, menaikkan tarif pajak mobil serta penetapan pajak progresif
terhadap jumlah kepemilikan mobil. Sarana dan tempat pembayaran pajak mobil dapat
diperbanyak dan tersebar di beberapa wilayah yang dapat dijangkau masyarakat. Sebagian kantor-
kantor kecamatan dapat difungsikan sebagai kantor cabang pembantu SAMSAT sehingga akses
pembayaran pajak menjadi lebih mudah. Dengan kemajuan teknologi informasi, wajib pajak juga
dapat difasilitasi dengan membayar secara online.
Hal ini akan menghemat waktu dan mengurangi biaya administrasi pemungutan pajak. Selain itu
juga mereka diberi informasi ketika pajak mereka akan jatuh tempo sehingga mereka dapat
menunaikan kewajibannya pada waktunya. Menaikkan tarif pajak mobil juga dapat dilakukan
karena mobil biasanya dimiliki oleh golongan mampu yaitu menengah ke atas seperti yang
dilakukan oleh Provinsi Banten beberapa waktu yang lalu (Bantenraya.com, 16 Nov 2018). Selain
itu, Pajak progresif juga dapat diberlakukan untuk mereka yang kepemilikan mobilnya lebih dari
satu unit. Penelitian Monalisa (2016) di Kota Bandung menunjukkan bahwa pajak progresif
terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan dan pendapatan daerah.
Pajak Barang Mewah (PPNBM) juga dapat menjadi solusi alternatif penerimaan negara yang dapat
diintensifkan. Hal ini mengingat konsumsi barang mewah lebih banyak dilakukan oleh golongan
menengah ke atas yang memiliki kemampuan untuk membayar pajak. Sesuai dengan ketentuan

27
UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, pajak ini berfungsi untuk menciptakan keseimbangan pembebanan pajak
antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi, untuk
mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, untuk melindungi
produsen kecil atau tradisional serta mengamankan penerimanaan negara.
Tarif PPNBM ini berkisar dari 10 % sampai 200 %. Di tahun 2018, potensi pajak PPNBM
menunjukkan kenaikan realisasi perolehan yang positif. Dirjen Pajak mencatat penerimaan negara
yang berasal dari PPN dan PPNBM hingga September 2018 tumbuh mencapai 64,88% atau
sebesar Rp351 triliun (Online-pajak.com). Sejalan dengan itu, tarif PPNBM untuk mobil mewah
dan motor besar juga baru-baru ini sudah dinaikkan oleh Pemerintah, meskipun tujuannya lebih
kepada untuk mengurangi beban impor sekaligus mengatasi defisit neraca perdagangan
(liputan6.com, 6 Sep 2018).
Pajak Hewan Peliharaan dapat juga menjadi alternatif penerimaan negara. Hal ini terutama karena
maraknya masyarakat dari kalangan menengah ke atas yang memiliki hobi memelihara hewan
yang harganya relatif mahal. Selain untuk tujuan penerimaan negara, pajak hewan peliharaan ini
berguna untuk mengendalikan akibat negatif yang dapat ditimbulkan seperti misalnya pencegahan
terhadap virus rabies terhadap anjing. Di Australia misalnya, kucing dan anjing harus didaftarkan
ke pemerintah daerah dan pemiliknya wajib membayar pajak (wikipedia.com).

PENYUSUNAN ROAD MAP TRANSPORTASI DARAT


TERPADU

Sepeda motor salah satu moda transportasi darat yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Apalagi di daerah perkotaan, kebutuhan akan moda angkutan yang membantu aktivitas
masyarakat dalam hal mempercepat waktu tempuh, kemudahan berpindah tempat, biaya yang
efisien mengalahkan risiko peluang kecelakaan yang besar. Apalagi di era digital saat ini,
keberadaan ojek online memberikan kontribusi besar bagi perekonomian masyarakat bahkan
negara. Sehingga ada masukan dari masyarakat agar sepeda motor dapat dijadikan sebagai moda
transportasi darat.

Disamping itu, keberadaan sepeda motor memberikan sumbangsih dalam kemacetan, khsusunya
daerah perkotaan. Tetapi, jika ingin tidak macet, tidak bisa dengan hanya melarang keberadaan
sepeda motor. Pemerintah harus membuat desain transportasi yang terpadu sehingga masyarakat
dapat beralih ke transportasi umum. Terpadu yang dimaksud tidak hanya dari sisi pengadaan moda
transportasi, tetapi juga sarana prasarana pendukung, mulai dari jalur pejalan kaki, sepeda, fasilitas
keamanan dan infrastruktur lainnya yang membuat masyarakat memilih dengan sepenuh hati
menggunakan moda transportasi umum.

28
Langkah pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2018 tentang
Rencana Induk transportasi Jabodetabek 2018-2029 patut diapresiasi. Hal seperti ini seharusnya
didesain untuk seluruh Indonesia, karena jika dilihat jumlah perkotaan yang ada di Indonesia
sebanyak 93 kota, dimana jumlah kota dapat dibagi menjadi kota kecil, menengah, besar dan
metropolitan, masing-masing memiliki karakteristik moda transportasi dan kondisi wilayah yang
berbeda strategi permasalahan transportasi perkotaannya. Beberapa target yang hendak dicapai
dari keterpaduan moda transportasi seperti yang didesain di transportasi jabodetabek yakni:

a. Pergerakan orang dengan menggunakan transportasi umum perkotaan harus 60% dari total
pergerakan orang
b. Waktu perjalanan orang rata-rata di dalam kendaraan transportasi adalah 1,5 jam pada
puncak dari tempat asal ke tujuan
c. Kecepatan rata-rata kendaraan transportasi umum perkotaan pada jam puncak di seluruh
jaringan jalan minimd 30 kilometer/jam
d. Cakupan pelayanan transportasi umum perkotaan mencapai 80% dari panjang jalan.
e. Akses jalan kaki ke moda transportasi maksimal 500 m
f. Setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal, jaringan pengumpan (feeder) yang
diintegrasikan dengan jaringan utama , melalui satu simpul transportasi perkotaan;
g. perpindahan antar moda tidak lebih dari 500 m (lima ratus meter); Perpindahan moda
dalanm satu kali perjalanan maksimal 3 (tiga) kali.

Begitu juga dengan sektor terpadu yang seharusnya juga dikaji mendalam seperti peningkatan
keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan, jaringan prasarana transportasi perkotaan,
sistem transportasi perkotaan berbasis jalan, sistem transportasi perkotaan berbasis rel,
peningkatan kinerja lalu lintas, keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang, transportasi
perkotaan yang ramah lingkungan, termasuk didalamnya pendanaan transportasi perkotaan.

Berbeda hal dengan pedesaan. Dalam perbaikan maupun pengadaan fasilitas transportasi di
pedesaan sangatlah berbeda dengan perkembangan fasilitas infrastuktur transportasi di perkotaan,
baik sarana maupun prasarana, ketika di pedesaan masih ditemui angkutan tradisional seperti
delman maka di perkotaan akan ditemui busway yang tidak akan ditemui di pedesaaan.
Kesenjangan seperti ini dikarenakan tingkat kebutuhan akan transportasi dan jumlah penduduk di
pedesaan yang lebih rendah, namun terkadang kondisi infrastuktur di pedesaan cerderung
terlupakan karena terlalu focus pada permasalahn di perkotaan, tentu hal ini akan menimbulkan
kesenjangan sosial desa-kota yang akan menimbulkan permasalahan baru.

Keterbatasan akses transportasi antar tempat juga menjadi permasalahan yang terus diselesaikan,
jangkauan yang luas dari transportasi umum sangat membantu masyarakat desa apalagi dengan
kondisi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kendaraan pribadi.

Oleh karena itu, jika fungsi sepeda motor dilihat sebagai moda transportasi, sebenarnya akan
tergantikan jika ada moda transportasi lain yang lebih nyaman, aman dan hemat. Akan tetapi,

29
perluasan fungsi sepeda motor yang tidak hanya sebagai moda transportasi, berganti menjadi alat
produksi, hal ini butuh roadmap yang terpadu, kerjasama banyak pihak, modifikasi dengan
perkembangan teknologi sehingga masyarakat terfasilitasi dengan baik

MEKANISME DETEKSI PENYAKIT YANG MEMPENGARUHI


STANDAR KEMAMPUAN MENGEMUDI

Regulasi pembuatan SIM diIndonesia didasari oleh beberapa landasan peraturan hukum yaitu: 1).
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 2). Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan 3). Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 4). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50
Tahun 2010 tanggal 25 Mei 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia 5). Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012
tentang Surat Ijin Mengemudi.

Di Indonesia SIM merupakan bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada
seseorang yang telah memenuhi syarat administrasi, sehat jasmani dan rohani, serta memahami
peraturan lalu-lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Walaupun disebutkan
bahwa SIM diberikan kepada seseorang yang telah memenuhi syarat jasmani dan rohani, namun
di dalam prosedur dan regulasi yang mengatur dalam pembuatan SIM tidak ada mekanisme yang
comprehensive dan memadai untuk memastikan kondisi jasmani dan rohani seseorang senantiasa
dapat mengemudikan kendaraan bermotor secara aman sesuai standar yang berlaku.

Di dalam prosedur pembuatan SIM hampir tidak ada mekanisme yang memastikan bahwa kondisi
kesehatan seseorang telah dievaluasi secara menyeluruh untuk mampu mengemudikan kendaraan
bermotor sesuai SIM yang dipilih. Padahal, faktor kesehatan seseorang menjadi faktor utama dan
langsung berkaitan dengan kemampuan mengemudi seseorang. Prosedur yang berlaku saat
pembuatan SIM adalah kondisi kesehatan sesaat berdasarkan observasi dokter secara umum yang
cukup dibuktikan dengan surat keterangan dokter dari Faskes Kesehatan yang tersedia serta test
penglihatan/mata. Setelah SIM diperoleh, tidak ada mekanisme yang dapat memonitor kondisi
kesehatan seseorang yang berkaitan dengan kemampuan mengemudikan kendaraan dengan baik
dan aman.

Kondisi ini sangat berbeda dengan pengalaman di sebagian negara maju di dalam mendeteksi
kondisi kesehatan/penyakit yang menyebabkan seseorang tidak lagi dapat mengemudi dengan baik
dan aman yang akan dijelaskan berikut ini:

Di negara maju seperti di Amerika Serikat dan Eropa, lembaga yang mengeluarkan SIM/Driver’s
License/Driving Permit yaitu Department of Motor Vehicles (DMV) berhak menerima informasi

30
dari banyak sumber, termasuk dokter dan ahli bedah, hakim, anggota keluarga dan kenalan tentang
kondisi kesehatan pemegang SIM. Di bawah kekuatan hukum, petugas yang berwenang memiliki
keleluasaan untuk meminta pemeriksaan ulang terhadap pengemudi jika mereka mengamati atau
menemukan alasan bahwa orang tersebut tidak dapat mengemudi dengan baik dan aman.

Undang-undang juga mewajibkan dokter dan ahli bedah untuk melaporkan kepada petugas
kesehatan setempat kondisi atau gangguan tertentu, dan memberi mereka keleluasaan untuk
melaporkan kondisi lain. Laporan-laporan ini diteruskan ke DMV sehingga DMV dapat
mempertimbangkan informasi dari sumber mana pun ketika memutuskan apakah akan menyelidiki
atau menguji kembali kualifikasi mengemudi seseorang.

Sebagai contoh, undang-undang California (Bagian Kode Kendaraan 13800, 13801) mengizinkan
DMV untuk menyelidiki dan menguji kembali kemampuan seseorang untuk mengendarai
kendaraan bermotor dengan aman karena berbagai alasan, termasuk informasi yang menjadi
perhatian departemen bahwa seseorang memiliki gangguan fisik atau mental yang dapat
mempengaruhi kemampuannya mengemudi dengan aman. Selain itu, seseorang dapat meminta
agar DMV meninjau kembali kualifikasi mengemudi dengan menyelesaikan Permintaan untuk
Pemeriksaan Ulang Driver (formulir DS 699) atau menulis kepada Kantor Keselamatan Driver
dengan memberikan nama lengkap pengemudi, nomor SIM-nya (jika Anda dapat
memperolehnya), tanggal lahirnya, alamatnya saat ini, dan deskripsi terperinci tentang fakta-fakta
yang telah diamati yang meyakinkan bahwa orang tersebut mungkin tidak dapat mengemudi
dengan aman.

Pelapor dapat meminta DMV untuk menjaga kerahasiaan identitasnya. Namun, pelapor harus
mengidentifikasi diri dalam surat itu, karena DMV tidak akan bertindak berdasarkan rujukan
anonim. Semua catatan yang diterima oleh DMV yang melaporkan kondisi fisik atau mental
bersifat rahasia dan tidak dapat dipublikasikan.

Sesuai undang-undang (Heath & Safety Code Section 103900), Dokter juga diharuskan untuk
melaporkan gangguan yang ditandai oleh penyimpangan kesadaran, serta penyakit Alzheimer dan
gangguan kesehatan lainnya. Dokter juga dapat melaporkan kondisi lain jika mereka percaya hal
itu akan mempengaruhi kemampuan pengemudi untuk mengemudi dengan aman

Secara umum, regulasi yang mengatur tentang SIM di Indonesia khususnya yang terkait dengan
mekanisme kondisi kesehatan yang mempengaruhi kemampuan mengemudi seseorang menjadi
urgen untuk diperbaiki dan disempurnakan. Mengingat bahwa dimensi di dalam regulasi SIM
cukup kompleks, maka pendekatan perbaikan dan penyempurnaan regulasi juga harus melibatkan
multi sektor seperti kepolisian, perhubungan, pelayanan publik dan kesehatan.

31
REVISI PAYUNG HUKUM PENERAPAN PAJAK KENDARAAN
BERMOTOR

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan yang merupakan pengganti UU No. 10/2004, jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Mengapa harus disebut hierarki? Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus diatur dengan Undang-
Undang (UU). Berdasarkan hierarki norma hukum yang berlaku di Indonesia, UU menempati
posisi nomor dua, yakni setelah UUD 1945.
Pasal 23 A UUD 1945 merupakan salah satu dasar hukum penarikan pajak. Pasal tersebut
berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang”.

Merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di Pasal 285 ada
disebutkan tiga jenis sumber pendapatan daerah: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan
Transfer, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah.

Pendapat Asli Daerah (PAD) merupakan pedapatan yang diperoleh oleh daerah tersebut dari
sumber daya yang dimilikinya sendiri. PAD antara lain berasal dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah. Penjelasan Pasal 285 dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasil kerjasama dengan pihak ketiga
atau bagian laba dari pendapatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sedangkan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah meliputi pendapatan asli daerah di luar retribusi daerah dan pajak
daerah. Ini termasuk, di antaranya, jasa giro dan hasil penjualan aset daerah.

Dalam Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada sebuah ketentuan terkait dengan
jenis pungutan yang dapat diberlakukan di setiap daerah. Pemerintah Daerah baik pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota hanya dapat melakukan pungutan pada masyarakat,
apabila jenisnya telah tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

32
Retribusi Daerah. Pembatasan jumlah pungutan ini yang dikenal dengan istilah Closed List (Daftar
Tertutup).

Sebelum diberlakukan ketentuan closed list, pada undang-undang sebelumnya yang telah direvisi
yaitu UU Nomor 34 Tahun 2000, Pemerintah Daerah diperkenankan untuk mengenakan pungutan
Pajak daerah dan Retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang, sepanjang
memenuhi kriteria yang ditetapkan (Opened List).

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Provinsi dapat melakukan pungutan Pajak Daerah
sebagai berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor;


2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok.

Presiden Joko Widodo pada 21 November 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor: 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.

Menurut PP itu, jenis pajak provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah terdiri
atas: a. Pajak kendaraan bermotor; b. bea balik nama kendaraan bermotor; dan c. Pajak air
permukaan. Sementara jenis pajak provinsi yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh
Wajib Pajak terdiri atas: a. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; dan b. Pajak rokok.

Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan dan payung hukum penerapan pajak


kendaraan bermotor, dari uraian diatas, maka dalam rangka menghapuskan pajak kendaraan
bermotor roda dua yang merupakan moda transportasi mayoritas masyarakat kelas menengah ke
bawah, revisi terhadap UU No. 28 Tahun 2009 mesti dilakukan.

Hal ini bisa dilakukan dengan memberi batasan bahwa pajak kendaraan bermotor hanya
diberlakukan bagi kendaraan bermotor roda empat atau mobil. Kompensasi penghapusan pajak
kendaraan bermotor roda dapat dilakukan salah satunya dengan menerapkan pajak progresif bagi
kepemilikan kendaraan empat atau mobil untuk kepemilikan kedua dan berikutnya.

33
REKOMENDASI
Memperjuangkan Program Penghapusan Pajak Motor bagi Sepeda Motor berkapasitas kecil, yaitu
125 cc kebawah, serta Pemberlakuan SIM Seumur Hidup, melalui mekanisme yang konstitusional
di DPR - RI.

34
REFERENSI
Data Jumlah Kendaraan Bermotor 2016 (BPS),
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1133

Data Jumlah Kendaraan Bermotor per 1 Januari 2018 (Mabes Polri),


https://paryadi.com/2018/01/16/jumlah-kendaraan-2018/amp/

Data APBD 2017 per Provinsi dan Kabupaten Kota (Kemenkeu)


http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=4666

Republika (2017), Pemprov Jabar Catat Realisasi Positif Pajak Kendaraan, 15 Agustus,
https://www.republika.co.id/berita/nasional/pemprov-jabar/17/08/15/oupxlk428-pemprov-jabar-
catat-realisasi-positif-pajak-kendaraan

Muhammad Muchtar, M.Faisal Abdullah & Dwi Susilowati (2017), Analisis Kontribusi Pajak
Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Barito Utara, Jurnal Ilmu
Ekonomi, Vol 1 Jilid 3, Hal. 385 – 399,
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwir6cDQ4ovfAhUOSX0KHXMLDWAQFjAAegQIARAC&url=http%3A%2F%2Fej
ournal.umm.ac.id%2Findex.php%2Fjie%2Farticle%2Fdownload%2F6165%2F5620&usg=AOv
Vaw3IOqdfxpn6nuE8GjzpfKgC

Ahmad Akhyar Abdul Ahad & Hasan Basry, Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Studi pada Kantor Dispenda Provinsi Sulawesi
Selatan), http://ojs.unm.ac.id/tomalebbi/article/download/2844/1611

Irene F Pontoh, Ventje Ilat, Jessy DL Warongan, Analisis Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dalam Peningkatan Pendapatan Asli
Daerah Provinsi Sulawesi Utara,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/goodwill/article/download/20076/19682

Puspaningtyas Dyah Pramesthi, Evaluasi Efektivitas Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor


sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010 – 2014 Provinsi Jawa Tengah,
https://media.neliti.com/media/publications/102455-ID-evaluasi-efektivitas-penerimaan-pajak-
ke.pdf

Siti Hayati (2018), Pengaruh Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah menurut Perspektif Ekonomi Islam di
Provinsi Lampung Tahun 2011 – 2016,
http://repository.radenintan.ac.id/3891/1/SKRIPSI%20SITI%20HAYATI.pdf

Nurul Karina & Novi Budiarso, Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor
terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Gorontalo, Jurnal EMBA, Vol.4 No.1 Maret 2016, Hal.
715-722, https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/11774/11367

35
Kenaikan Tarif Pajak Kendaraan Disetujui, Banten Raya, 16 November 2018,
http://bantenraya.com/berita/2018/11/16/3737/kenaikan-tarif-pajak-kendaraan-disetujui

Septia Monalisa (2016), Analisis Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor sebelum dan sesudah
Penetapan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan),
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/8731

Penerimaan Negara dari PPN Sepanjang 2018, Online-pajak.com, akses 14 Jan 2019,
https://www.online-pajak.com/penerimaan-negara

Batasi Impor, Pemerintah Resmi Menaikkan Pajak Mobil Mewah, 6 Sep 2018,
https://www.liputan6.com/otomotif/read/3637937/batasi-impor-pemerintah-resmi-menaikkan-
pajak-mobil-mewah

Dog License, akses 14 Jan 2019, https://en.wikipedia.org/wiki/Dog_licence

--- # ---

36

Anda mungkin juga menyukai