Anda di halaman 1dari 11

Konsep Muatan Formal

Dalam molekul NH3 terdapat tiga pasang elektron ikatan dan sepasang elektron non-
ikatan atau menyendiri. Ternyata sepasang elektron menyendiri ini berubah menjadi sepasang
elektron ikatan ketika molekul NH3 bergabung dengan ion H+ membentuk ion NH4+, karena ion
H+ tidak menyediakan elektron sama sekali. Dengan demikian, dalam ion NH4 + atom N seolah-
olah menderita "kekurangan" elektron relatif terhadap kondisinya dalam molekul NH3. Untuk
menyatakan "kekurangan/kelebihan elektron" relatif terhadap atom netralnya inilah kemudian
dikenalkan pengertian muatan formal. Untuk membicarakan struktur elektronik spesies semacam
ini, bahasa bilangan oksidasi jelas kurang tepat sebab memang bukan merupakan proses transfer
elektron. Jadi berbeda dari bilangan oksidasi, muatan formal diartikan sebagai bilangan bulat
atau pecahan, positif (+) atau negatif (-) yang menunjuk pada banyaknya kekurangan elektron
atau kelebihan elektron setiap atom penyusun suatu spesies relatif terhadap atom netralnya.
Bilangan ini ditentukan atas dasar struktur elektronik spesies yang bersangkutan dengan
anggapan bahwa dalam ikatan kovalen pasangan elektron ikatan memberikan kontribusi muatan
secara merata terhadap atom-atom yang berikatan.
Untuk menghitung besarnya kekurangan atau kelebihan elektron tersebut dipakai
pedoman sebagai berikut: (1) setiap elektron non-ikatan memberikan nilai -1, dan (2) setiap
elektron ikatan memberikan nilai 1/2 jika elektron ini dimiliki oleh dua atom dan 1/3 jika
dimiliki oleh tiga atom yang berikatan. Jadi secara garis besar, muatan formal (QF) dapat dihitung
menurut rumus: QF = G - n - b, dengan G jumlah elektron valensi atom netralnya, n jumlah
elektron non-ikatan dan b = 1/2 jumlah elektron ikatan antara 2 atom atau 1/3 jumlah elektron
ikatan antara 3 atom. Sebagai contoh dalam NH3, setiap atom H mempunyai muatan formal
sebesar: 1 - 0 (1/2 x 2) = 0 (nol), dan atom N juga memunyai muatan formal nol (yaitu 5 – 2 - 1/2
x 6), sehingga total muatan formal molekul netral NH3 adalah nol. Tetapi dalam ion NH4+,
muatan formal masing-masing atom H adalah nol, dan atom N adalah: 5 - 0 1/2 x 8 = +1,
sehingga muatan formal total adalah +1 sesuai dengan muatan ion NH4+.
Spesies diboran (B2H6) mempunyai bangun struktur dengan dua ikatan tripusat atau
jembatan hidridik B-H-B. Oleh karena sepasang elektron pada jembatan hidridik dipakai untuk
mengikat tiga atom yaitu B-H(1) dan B-H(2)-B, maka setiap elektron ikatan tripusat ini
memberikan kontribusi muatan formal 1/3.
Oleh karena itu, kedua atom jembatan H(1) dan H(2) masing-masing mempunyai muatan formal
sebesar: 1 – 1/3 x 2 = 1/3, sedangkan keempat atom H yang lain mempunyai muatan formal nol;
kedua atom B masing-masing mempunyai muatan formal sebesar: 3 – 0 – 1/2 x 4- 2(1/3 x 2) =
-1/3. Dengan demikian, total muatan formal spesies ini adalah nol sesuai dengan sifat netral
spesies yang bersangkutan.
Pengenalan muatan formal bermanfaat dalam menjelaskan (1)
struktur elektronik senyawa-senyawa kovalen termasuk spesies berelektron
gasal di mana struktur oktet tidak dapat diterapkan, dan (2) dalam
melukiskan bentuk resonansi. Menurut konsep muatan formal, struktur yang mempunyai energi
terendah adalah struktur yang menghasilkan muatan formal terkecil pada masing-masing atom
penyusun spesies yang bersangkutan.

Resonansi
Perlu diingat bahwa struktur Lewis tidak meramalkan bentuk molekul yang
bersangkutan, tetapi hanya pola dan jumlah ikatan. Struktur Lewis hanya tepat untuk melukiskan
satu model distribusi elektron saja. Kenyataannya, banyak spesies yang dapat dilukiskan ke
dalam dua atau lebih model struktur Lewis dengan kaidah oktet masih tetap dipenuhi. Misalnya
molekul ozon O3 yang mempunyai 18 elektron valensi; jika dilukiskan dengan satu model
struktur Lewis (a) atau (b), akan menghasilkan dua macam ikatan yaitu ikatan tunggal O-O dan
ikatan rangkap O=O. Kenyataannya kedua ikatan dalam molekul ozon adalah sama yaitu dengan
panjang ikatan 1,28Å; harga ini merupakan harga antara panjang ikatan tunggal O-O (1,48 Å)
dan ikatan rangkap O=O (1,21Å). Oleh karena itu struktur ozon tentulah bukan (a) atau (b),
melainkan terletak di antaranya.

Kelemahan ini oleh Linus Pauling diatasi dengan mengenalkan konsep resonansi, yaitu
suatu bentuk yang merupakan campuran dari semua kemungkinan struktur Lewis, yang
dilukiskan dengan satu anak panah kepala dua. Struktur resonansi (a)↔(b) bukanlah terdiri atas
bentuk (a) dan (b) yang seimbang karena pasangan elektron yang digambarkan sebagai ikatan
tunggal maupun rangkap tidak pernah ada dan tidak terlokalisasi di satu tempat melainkan
seolah-olah merata di antara kedua daerah ikatan. Maka, bentuk ini mungkin merupakan bentuk
superposisi antara (a) dan (b) yaitu hibrida resonansi bentuk (c).
Molekul CO (dengan 10 elektron valensi) mempunyai tiga kemungkinan struktur
elektronik (a), (b), dan (c). Pada dasarnya ketiga bentuk ini mempunyai kestabilan yang relatif
sama atas dasar muatan formal, elektronegativitas, panjang ikatan, maupun sifat polaritasnya.
Bentuk (a) hanya mempunyai ikatan tunggal yang relatif kurang kuat, namun hal ini distabilkan
oleh distribusi muatan formal yang paralel dengan sifat elektronegativitas kedua atomnya.
Bentuk (b) kurang didukung oleh distribusi muatan formal yang mengindikasikan bahwa
elektronegativitas kedua atom seolah-olah sama, namun hal ini distabilkan oleh ikatan rangkap
yang relatif kuat. Bentuk (c) menunjukkan distribusi muatan formal yang berlawanan dengan
sifat elektronegativitas, namun hal ini distabilkan oleh ikatan ganda tiga yang lebih kuat. Bentuk
(a) dan (c) menghasilkan momen dipol yang tentunya signifikan, tetapi bentuk (b) tidak.
Kenyataan molekul CO mempunyai momen dipol sangat rendah, 0,1D, dan panjang ikatan C-O
1,13 Å yang merupakan harga antara panjang ikatan rangkap dua (1,22Å) dan ganda tiga (1,10
Å). Data ini menyarankan bahwa molekul CO mengadopsi struktur resonansi dari ketiganya,
yaitu (a)↔(b) ↔ (c).

3.2 Teori Ikatan Valensi dan Hibridisasi


Dari uraian terdahulu nampak bahwa rasionalisasi pembentukan pasangan elektron
sekutu model Lewis tidak cukup untuk menjawab masalah yang terutama berkaitan dengan
bentuk molekul. Pada tahun 1927 Heitler London mengembangkan teori ikatan valensi yang
kemudian dimodifikasi oleh Pauling dan Slater untuk menjelaskan arah ikatan dalam ruang
sehingga bentuk molekul dapat dimengerti. Hasilnya adalah pengenalan konsep hibridisasi
sebagaimana diuraikan contoh-contoh berikut.
BeCl2 Senyawa ini mempunyai titik leleh 404°C dan hantaran ekivalen 0,086; dengan
demikian termasuk senyawa kovalen. Oleh karena itu, dalam spesies ini tiap molekulnya tentu
terdapat dua pasang elektron sekutu antara kedua atom yang bersangkutan. Dapat diasumsikan
bahwa orbital yang berperan pada tumpang-tindih untuk menampung pasangan elektron sekutu
dari atom Cl tentulah salah satu orbital terluar 3p yang belum penuh misalnya 3px1, sedangkan
dari atom Be (1s2 2s2) tentulah bukan orbital 2s murni karena orbital ini sudah terisi penuh dan
juga bukan orbital 2p murni karena orbital ini sama sekali kosong. Jika salah satu elektron 2s 2
pindah ke salah satu orbital misalnya 2px, maka konfigurasi elektron terluar atom Be menjadi 2s1
2px1. Tumpang-tindih dari masing-masing kedua orbital ini dengan orbital 3p x dari kedua atom
menghasilkan dua macam ikatan yang berbeda kekuatannya karena atom Cl tentu akan
menghasilkan dua macam ikatan yang berbeda kekuatannya karena perbedaan tumpang-tindih:
2s1 3px1 dan 2px1 3px1. Demikian juga akan diperoleh bentuk molekul yang tak tentu karena
tumpang-tindih 2s-3px dapat terjadi pada daerah bidang yang kira-kira tegak lurus dengan orbital
2px.
Kenyataannya molekul BeCl2 mempunyai bentuk linear, Cl-Be-Cl, dengan panjang ikatan
yang sama. Hal ini menyarankan bahwa atom Be menyediakan dua orbital ekivalen terluar yang
masing-masing berisi satu elektron untuk dipakai dalam pembentukan ikatan tumpang-tindih
dengan orbital 3p dari kedua atom Cl. Orbital ini merupakan "orbital baru" yang merupakan
campuran dua orbital 2s dan 2p membentuk dua orbital "hibrida" sp yang masing-masing berisi
satu elektron. Dapat dipikirkan bahwa orbital sp ini mempunyai energi antara energi orbital-
orbital atomik yang bergabung yaitu 2s dan 2p yang secara skematik dapat dilukiskarn menurut
Gambar 3.9.

Ditinjau dari sifat simetri orbital, pembentukan hibrida sp dari kombinasu orbital s murni
dengan orbital p murni dapat dilukis secara diagramatik seperti gambar 3.10.

Kedua orbital hibrida sp tersebut membentuk sudut 180o, terdiri atas cuping yang sangat
kecil (-) dan yang sangat besar (+), yang sangat efektif untuk mengadakan tumpang tindih
dengan orbital 3P dari atom Jl sehingga diperoleh senyawa linear BeCl2 (gambar 3.11)
BF3. Adanya senyawa BF3 yang berbentuk trigonal menyarankan bahwa atom pusat $B
(1s2 2s2 2p1) membentuk tiga orbital hibrida sp2 pada kulit terluarnya. Untuk itu, salah satu
elektron dalam orbital 2s2 mengalami promosi ke dalam salah satu dari dua orbital 2p yang
kosong sehingga diperoleh konfigurasi 1s2 2s1 2px1 2py1, yang selanjutnya ketiga orbital dalam
kulit valensi ini membentuk tiga orbital hibrida sp2 yang terorientasi membentuk sudut 120 o agar
diperoleh tolakan minimum antar ketiga orbital baru ini sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar
3.12. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketiga ikatan B-F dalam molekul BF 3 adalah sama
kuat.

CH4. Contoh lain adalah molekul CH4 yang ternyata mempunyai


bentuk tetrahedron regular Walaupun atom karbon (C: 1s 2 2s2 2px1 2py1)
mempunyai konfigurasi kulit terluar dengan orbital penuh 2s2 dan dua orbital
setengah-penuh 2px1 2py1, namun kenyataan menunjukkan bahwa senyawa
paling sederhana CH2 tidak pernah dijumpai, melainkan CH. Tambahan pula diketahui bahwa
keempat ikatan C-H dalanm CH4 adalah ekivalen, sama kuat atau sama panjang, dan menyusun
dalam bangun geometri tetrahedron teratur dengan sudut ikatan H-C-H sebesar 109 o 28'. Dalam
hal ini, konsep hibridisasi menjelaskan bahwa salah satu elektron dalam orbital 2s2 mengalami
promosi ke orbital 2pz yang kosong sehingga terbentuk konfigurasi elektronik yang baru yaitu
1s2 2s1 2px1 2py1 2pz1. Keempat orbital terluar ini bercampur membentuk empat orbital baru yaitu
orbital hibrida sp3 yang terorientasi dalam ruang membentuk bangun geometri tetrahedron
sebagai konsekuensi hasil akhir tolakan elektron minimum. Keempat orbital hibrida ini masing-
masing bertumpang-tindih dengan orbital 1s dari keempat atom H membentuk molekul kovalen
CH4
Tahapan yang biasanya dipertimbangkan dalam proses hibridisasi ng sangat adalah
sebagai berikut.
(1) Pembentukan atom dalam keadaan tereksitasi yang melibatkan antara lain pemisahan
elektron dari pasangannya kemudian diikuti dengan promosi yaitu perpindahan elektron
dengan spin paralel ke orbital yang lebih tinggi energinya, misalnya dari 2s ke 2p untuk
atom Be, B, dan C, atau dari 3s dan atau 3p ke 3d untuk atom P dan S; promosi ini
umumnya terjadi antar orbital atomik dengan bilangan kuantum utama yang sama.
(2) Orbital-orbital dengan konfigurasi elektronik "baru" dalam atom tereksitasi tersebut
kemudian bergabung membentuk "orbital hibrida" dengan bentuk-arah geometri tertentu.

Tahap pertama tersebut jelas memerlukan energi, sebaliknya tahap kedua membebaskan
energi karena orbital hibrida mempunyai energi rerata lebih rendah dan lebih efektif dalam
membentuk ikatan daripada orbital-orbital murninya, sehingga diperoleh senyawa dengan energi
total yang lebih rendah. Berbagai jenis hibridisasi dengan kerangka bangun geometri yang
bersangkutan, dapat diperiksa pada Tabel 3.2.

3.3 Teori Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi


Struktur Lewis maupun struktur resonansi mungkin dapat meramalkan bentuk molekul
namun bukan bentuk geometri molekul yang bersangkutan. Teori tolakan pasangan elektron kulit
terluar, Valence Shell Electron Pair Repulsion (VSEPR) Teori yang dikembangkan oleh
Sidgwick- Powell, Gillespie, Nyholm dan Linnet, menerapkan efek tolakan antar pasangan-
pasangan elektron valensi sebagai dasar untuk meramalkan bangun geometri molekular. Teori ini
sangat sederhana, tanpa membahas ikatan, namun sungguh mengesankan karena mampu
meramalkan bangunan molekuler secara efektif.
Teori ini mengasumsikan bahwa tolakan-tolakan antara pasangan- pasangan elektron
dalam kulit valensi dari atom pusat akan mengakibatkan pasangan-pasangan elektron
menempatkan diri sejauh mungkin satu sama lain hingga tolakan hasil akhir menjadi minimum.
Hubungan antara banyaknya pasangan elektron ikatan yang sama kuat dengan bangun geometri
yang menghasilkan tolakan minimum dapat diperiksa pada Gambar 3.13. Dalam teori ini
perbedaan energi orbital-orbital s, p, dan d dalam kulit yang sama diabaikan, dan oleh karena itu
disebut sebagai elektron kulit valensi.
Banyak spesies sederhana maupun poliatomik tersusun oleh satu atom pusat yang
mengikat atom-atom atau gugus-gugus atom lain di sekelilingnya. Dalam molekul H 2O, atom O
bertindak sebagai atom pusat sebab dikelilingi oleh dua atom H; secara sama dalam molekul
BCl3 dan CH4, atom B dan C masing-masing bertindak sebagai atom pusat.
Bangun geometri regular suatu molekul dengan rumus umum ABx dengan A sebagai atom
pusat dapat diramalkan oleh teori VSEPR yaitu linear untuk x = 1-2, trigonal (segitiga sama sisi)
untuk x = 3, tetrahedron regular untuk x = 4, trigonal bipiramida (bipiramida segitiga) untuk x =
5, dan oktahedron regular untuk x = 6 (Gambar 3.13). Dalam hal ini, x tidak lain juga menunjuk
pada jumlah pasangan electron ikatan (bonding electron) dan tanpa adanya pasangan elektron
non-ikatan (non bonding) di seputar atom pusat. Apabila atom pengeliling B tidak sama satu
dengan yang lain maka bentuk yan atau penyimpangan dari bentuk besarnya sudut dan atau
panjangnya ikatan.

Ikatan rangkap juga diperlakukan sebagai ikatan tunggal, namun karena rapatan elektron
pada daerah ikatan rangkap lebih besar maka hal ini akan memberikan tolakan yang kuat
sehingga sudut ikatan akan terdistorsi dari bentuk teraturnya. Sebagai contoh, formaldehid,
H2CO, akan mengadopsi bentuk trigonal (namun bukan lagi segitiga sama sisi); demikian juga
etena H2C-CH2 akan mengadopsi bangun suatu bidang sudut-sudut ikatan menyimpang dari
sudut-sudut bangun trigonal.
Apabila pasangan-pasangan elektron terdiri atas elektron-elektron ikatan dan non-ikatan
maka bangun geometri yang sesungguhnya dapat iturunkan dari bentuk regularnya menurut
diagram Gambar 3.13 yang sesuai, kemudian menghilangkan ikatan setiap pasangan elektron
norn ikatan tersebut; selain itu terjadi perubahan-perubahan besarnya sudut ikatan. Untuk itu,
molekul atau ion diklasifikasi berdasarkan banyaknya pasangan elektron ikatan (bonding, b) dan
pasangan elektron menyendiri atau non-ikatan (nonbonding, nb) di seputar atom pusat.
Tambahan pula perlu dipertimbangkan bahwa kekuatan interaksi tolakan antar elektron- elektron
ikatan dan non-ikatan tidak sama, melainkan mengikuti urutan sebagai berikut: tolakan (nb vs
nb)> (nb vs b) > (b vs b).

Tipe Molekul dengan Satu dan Dua Pasang Elektron Ikatan


Untuk molekul dengan satu pasang elektron ikatan yaitu jenis diatomik AB, hanya ada
satu kemungkinan bentuk yaitu linear, misalnya H-Cl. Untuk molekul tipe AB 2 dengan tanpa
pasangan elektron non-ikatan di seputar atom pusat, juga hanya ada satu kemungkinan bentuk
yaitu linear dengan sudut ikatan B-A-B sebesar 180 o, misalnya BeCl2. Akan tetapi, jika pada
atom pusat terdapat pasangan elektron non-ikatan maka dapat diramalkan adanya tiga tipe
molekul yaitu AB2E, AB2E2, dan AB2E3, dengan E pasangan elektron non-ikatan atau non
bonding atau pasangan elektron menyendiri

Tipe AB2E diramalkan akan mempunyai bentuk V hasil turunan dari bangun trigonal
AB3. Bangun ini mempunyai sudut B-A-B lebih kecil dari 120o sebagai akibat tolakan pasangan
elektron menyendiri E yang lebih kuat terhadap pasangan elektron ikatan; misalnya, SnCl 2
mempunyai sudut ikatan 95o. Tipe AB2E2 diramalkan juga mempunyai bentuk V sebagai hasil
adopsi turunan bangun tetrahedron AB4 namun dengan sudut lebih kecil dari 109,5o, lagi-lagi
sebagai akibat tolakan dari dua pasangan elektron menyendiri E2 yang lebih kuat. Sebagai
contoh, H2O mempuyai sudut ikatan H-O-H 104,5o. Tetapi, tipe AB2E3 mempunyai bentuk linear
hasil adopsi turunan bangun bipiramida segitiga. Dalam hal ini ketiga pasangan elektron non-
ikatan E3 memilih posisi bidang ekuatorial agar menghasilkan tolakan minimum (<B (e))-A-B(e)
120o) dari pada posisi aksial (<B(a)-A-B(e) -90o). Sebagai contoh adalah XeF2.

Tipe Molekul dengan Tiga Pasang Elektron Ikatan


Tipe molekul AB, misalnya BF3, mengadopsi bangun trigonal dengan sudut ikatan B-A-B
= 120o, Akan tetapi, jika pada atom pusat terdapat pasangan elektron menyendiri, maka dapat
diramalkan adanya dua tipe molekul yaitu AB3E dan AB3E2. Tipe AB3E diramalkan mempunyai
bentuk piramida segitiga sebagai hasil turunan bangun tetrahedron AB 4, namun dengan sudut
ikatan B-A-B sedikit lebih kecil dari 109,5o sebagai akibat tolakan satu pasang elektron
menyendiri E. Sebagai contoh, NH3 mempunyai sudut ikatan H-N-H 106,67o.
Tipe AB4E2 diramalkan mempunyai bentuk huruf T sebagai hasil turunan bangun
bipiramida segitiga; pemilihan dua pasangan elektron menyendiri pada posisi bidang ekuatorial
lagi-lagi agar menghasilkan tolakan elektron minimum. Akibat lanjut dari tolakan pasangan
elektron menyendiri yang lebih kuat ini adalah akan mengecilkan sudut ikatan aksial dengan
ekuatorial; misalnya, BrF3 mempunyai sudut ikatan F(a)-Br-Fe(e) = 86o.

Tipe Molekul dengan Empat Pasang Elektron Ikatan


Tipe molekul AB4, misalnya Ch4, mengadopsi bangun tetrahedron regular dengan sudut
ikatan H-C-H 109,5o. Akan tetapi, jika pada atom pusat terdapat pasangan elektron menyendiri,
maka dapat adanya spesies tipe AB4E dan AB4B2. Tipe AB4E diramalkan akan mengadopsi
bangun "papan jungkat-jungkit" (seesaw) hasil turunan bangun bipiramida segitiga; pemilihan
pasangan elektron menyendiri pada posisi bidang ekuatorial agar menghasilkan tolakan
minimum. Akibat lanjut adalah mengecilnya sudut-sudut ikatan baik pada aksial maupun pada
ekuatorial sebagaimana dijumpai dalam senyawa SF4, dengan sudut ikatan aksial F(a)- S-F(e) ≈
173o dan ekuatorial F(e)-S-F(e) ≈ 103°.
Tipe AB4E2 diramalkan akan mengadopsi bangun bujursangkar hasil turunan bangun
oktahedron; pemilihan kedua pasangan elektron menyendiri pada posisi satu sumbu agar
menghasilkan tolakan minimum, misalnya pada XeF4.

Tipe molekul dengan lima pasang elektron ikatan


Tipe molekul AB5, misalnya PCI5, mengadopsi bangun bipiramida segitiga. Tetapi, jika
pada atom pusat terdapat pasangan elektron menyendiri maka tipe AB 5E akan mengadopsi
bangun piramida bujursangkar hasil turunan bangun oktahedron; adanya pasangan elektron
menyendiri maka atom pusat tidak terletak pada titik pusat bujursangkar, melainkan sedikit
terangkat ke atas, misalnya pada CIF5.

Tipe Molekul dengan Enam Pasang Elektron Ikatan


Tipe molekul AB6, misalnya SF6, mengadopsi bangun oktahedron teratur. Untuk senyawa
XeF6 yang mempunyai satu pasang elektron menyendiri pada atom pusatnya, tarnyata dalam
keadaan gas molekul ini mengadopsi bentuk distorsi dari oktahedron. Pasangan elektron
menyendiri muncul pada daerah titik pusat salah satu permukaan bidang tiga atau pada daerah
titik tengah salah satu sisi bidang empat. (Arah anak panah pada gambar berikut menunjukkan
arah pergeseran/penyimpangan atom F oleh tolakan pasangan elektron menyendiri dalam
senyawa XF6).

Jadi secara ringkas, teori VSEPR mengusulkan


(1) Ruang atau penataan atom-atom atau kelompok atom di lakan antar seputar atom pusat
ditentukan terutama hanya oleh to pasangan-pasanga n elektron yang ada pada kulit terluar
atom pusat.
(2) Pasangan-pasangan elektron tersebut akan menata sedemikian sejauh mungkin sehingga
tolakan antar pasangan elektron mencapai terendah.
(3) Bentuk molekul ditentukan terutama oleh pasangan elektron bonding dan akan mengalami
distorsi oleh adanya pasangan elektron non bonding.
(4) Pasangan elektron non bonding (nb) menolak lebih kuat daripada pasangan elektron bonding
(b) dan diperoleh urutan tolakan: (nbvsnb) (nbvsb) bvsb); hal ini terjadi karena elektron non-
bonding dikendalikan hanya oleh satu inti atom saja sehingga mempunyai ruang gerak lebih
luas / bebas daripada elektron bonding yang terlokalisasi oleh dua inti atom yang
mengadakan ikatan.
Atas dasar ketentuan tersebut, hubungan antara banyaknya pasangan elektron-bonding
pada kulit valensi dengan bentuk molekul dapat dinyatakan seperti pada Gambar 3.13.

Catatan:
(1) Molekul AB2 s/d AB6 tersebut mempunyai bentuk regular (teratur) (A) adalah karena semua
pasangan elektron di seputar atom pusat elektron bonding dan berikatan dengan atom-atom
yang sama (B).
(2) Jika salah satu atau sebagian atom B diganti oleh atom lain, maka bentuk regular akan
mengalami sedikit distorsi, mungkin berubah besarnya sudut dan atau panjang ikatan antara
atom-atom yang bersangkutan.
(3) Jika salah satu atau lebih atom B diganti oleh pasangan elektron non bonding dari atom pusat
yang bersangkutan, maka bentuk molekul menjadi sama sekali berbeda tetapi dapat
diturunkan dari bentuk regularnya

Anda mungkin juga menyukai