Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita Hidrosefalus di


beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak
5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang
diperoleh dari catatan register dari ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto dari bulan
oktober-desember tahun 2007 jumlah anak yang menderita dengan gangguan serebral
berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 69 anak dengan persentase
43,39%.
Hidrosefalus umumnya bersifat kongenital, biasanya tampak pada masa bayi.
Hidrosefalus yang muncul, setelah umur 6 bulan dan biasanya tidak bersifat kongenital.
Hidrosefalus dibedakan menjadi hidrosefalus komunikans dan non komunikans/ obstruktif
berdasarkan lokasi obstruksinya dan memiliki penanganan yang berbeda.Insidensi hidrosefalus
antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap
1000 kelahiran dan 11-43% disebabkan olehstenosis aqueductus serebri. Jumlah tersebut tidak
terlalu berpengaruh pada jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Hidrosefalus dapat terjadi pada
semua usia. Hidrosefalus infantil, 46% terjadi akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%
akibat perdarahan subarakhnoid dan meningitis, sedangkan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior.
Diagnosis hidrosefalus tidak hanya ditegakkan melalui pemeriksaan fisik ataupun
gambaran klinik, kepastian diagnosis didapatkan menggunakan pemeriksaan radiologi
diagnostic barin Computed Tomography Scan (Brain CT Scan) dan Brain Magnetic Resonance
Imaging (Brain MRI) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu singkat.
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tempat obstruksi aliran CSS serta merupakan cara aman
untuk membedakan hidrosefalus dengan penyakit lain.8 Berikut ini akan dibahas tentang
bagaimana gambaran brain CT Scan dan brain MRI hidrosefalus pada anak, khususnya
hidrosefalus komunikan dan non komunikan.
Pengukuran variabel hidrosefalus komunikans atau non komunikans dilihat dari diagnosis
dokter atau hasil CT-scan pada rekam medis (skala nominal). Usia pada penelitian ini dibagi
menjadi empat kategori menurut WHO, yaitu neonate (0-30 hari), infant (1 bulan-2 tahun),
young child (2-6 tahun), dan child (6-12 tahun) (skala ordinal). Jenis kelamin dibagi menjadi
laki-lakiatau perempuan (skala nominal).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH JURNAL

2.1 Manajemen Varney


Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done). Manajemen
adalah mengungkapkan apa yang hendak dikerjakan, kemudian menyelesaikannya.
Manajemen adalah menentukan tujuan dahulu secara pasti (yakni menyatakan dengan
rinci apa yang hendak dituju) dan mencapainya.
Prinsip-prinsip manajemen
a. Efisiensi
Efisiensi adalah bagaimana mencapai akhir dengan hanya menggunakan
sarana yang perlu, atau dengan menggunakan sarana sesedikit mungkin. Efisiensi
adalah ukuran mengenai hubungan antara hasil yang dicapai dan usaha yang telah
di keluarkan (misalnya oleh seorang tenaga kesehatan).
b. Efektivitas
Efektivitas adalah seberapa besar suatu tujuan sedang, atau telah tercapai,
efektivitas merupakan sesuatu yang hendak ditingkatkan oleh manajemen.
c. Rasional dalam mengambil keputusan
Pengambilan keputusan yang rasional sangat diperlukan dalam proses
manajemen. Keputusan merupakan suatu pilihan dari dua atau lebih tindakan. Dalam
istilah manajemen, pengambilan keputusan merupakan jawaban atas pertanyaan
tentang perkembangan suatu kegiatan.
Manajemen Kebidanan
Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Depkes RI, 2005, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan
masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
pada individu, keluarga dan masyarakat.
Helen Varney, 1997, manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien.

Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh ACNM
(1999) terdiri atas:
a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan secara
sistematis melalui pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap
klien, termasuk mengkaji riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi data
dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan
masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
d. Memberi informasi dan dukungan kepada klien sehingga mampu membuat
keputusan dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
f. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual.
g. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan
berkolaborasi, dan merujuk klien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika
terdapat penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan
merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

Manajemen Varney
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mengevaluasi bayi baru lahir dengan hidrosefalus meliputi data subjektif dan objektif
sehingga diperoleh data yang lengkap.
a. Data Subjektif
Adapun data subjektif yang dikumpulkan untuk kasus bayi baru lahir dengan makrosomia
adalah :
1) Identitas pasien
Identitas yang perlu dikaji meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat lengkap (Varney, 2008).
Hidrosefalus diduga secara distributif didapatkan laki-laki lebih banyak menderita
hidrosefalus, baik tipe komunikans maupun non komunikans, dibandingkan perempuan
dengan rasio 2,1:1. Hal tersebut hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan (Islam dkk)
yang melaporkan rasio 2,6:1 untuk kejadian hidrosefalus pada laki-laki.
2) Riwayat kehamilan ibu
Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi Hidrosefalus berpeluang besar
melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya
(Mochtar, 2012).
3) Riwayat kesehatan ibu
Riwayat kesehatan perlu diketahui karena keadaan ibu selama hamil sangat berpengaruh
terhadap bayi yang dilahirkan. Dalam kasus bayi baru lahir dengan hidrosefalus,
perlu diketahui beberapa riwayat kesehatan ibu, yaitu:
a) Meningoensefalitis
Meningoensefalitis merupakan salah satu yang paling berhubungan secara berkala
dengan kejadian hidrosefalus komunikans dibandingkan variabel lain yang diteliti
meningoensefalitis memiliki probabilitas 75% untuk menderita hidrosefalus. Meningoensefalitis
sebagian besar disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyebab meningoensefalitis pada penelitian
sebagian besar belum diketahui, tetapi diduga lebih banyak akibat virus karena hasil kultur yang
menu njukkan nilai negatif. Infeksi virus merupakan etiologi tersering dari meningitis aseptik.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran,
pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi dan pernafasan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengetahui karakteristik bayi dengan
hidrosefalus.Untuk memastikan adanya hidrosefalus pada bayi baru lahir, terdapat tanda
seperti besar kepala lebih besar dari badan bayi, ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup
pada waktunya, teraba tegang dan menonjol dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat
pelebaran vena kulit kepala saluran tengkorak belum menutup dan teraba lebar.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang hidrosefalus yang perlu dilakukan adalah
• Pemeriksaan fisik:
o Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
o Transiluminasi
• Pemeriksaan darah:
o Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
• Pemeriksaan cairan serebrospinal:
o Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
• Pemeriksaan radiologi:
o X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
o USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
o CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya (Lissauer, 2009).
Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini, data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan diagnosis yang sfesifik (sesuai dengan “nomenklatur standar diagnosa”) dan atau
masalah yang menyertai. Dapat juga dirumuskan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Masalah dan diagnosis keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaiakan seperti diagnosis, tetapi
membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan untuk Bayi dengan Hidrosefalus adalah Bayi Ny. D Umur 5
bulan dengan Hidrosefalus.
b. Masalah
Masalah yang paling mungkin timbul dari bayi hidrosefalus tidak hanya menimbulkan
gangguan neurologis seperti gangguan motorik, retardasi mental, atau, infeksi, neoplasma dan
Sindrom Dandy-Walker.
c. Kebutuhan
Kebutuhan untuk masalah adalah mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan
merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal agar bisa
mengurangi cairan di otak yang dapat mengakibatkan gangguan motorik dan saraf-saraf di
otak.

Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan ragkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati
klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar
terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
a. Diagnosa potensial pada kasus Hidrosefalus antara lain:
1) Infeksi , langkah antisipasinya dengan melakukan pengukuran kepala dan
rutin dan mengidentifikasi setiap perubahan yang terjadi.
2) Sindrom Dandy-Walker, langkah antisipasinya dengan melakukan
pengurangan cairan pada kepala agar menghentikan pelebran sistem ventrikel
terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
3) Neoplasma dan retardasi mental antisipasinya dengan mengalihkan CSS melalui
saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvi biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
b. Penanganan antisipasi bidan : Supaya tidak terjadi, sindrom dandy-walker,neoplasma dan
gangguan dasar motorik yaitu dengan cara memberikan nutrisi pada bayi terutama ASI serta
berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan dengan Pengukuran variabel
hidrosefalus melalui CT-scan (Green, 2012).
Langkah IV: Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan
Penanganan Segera
Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
kondisi klien. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin akan memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi atau
seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi
kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling
tepat dalam manajemen asuhan kebidanan.
Mengevaluasi kebutuhan akan intervensi dan/atau konsultasi bidan atau dokter
yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen kolaborasi dengan anggota tim tenaga
kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan ibu dan bayi yang baru lahir
(Varney, 2008). Penatalaksanaan medis untuk bayi besar masa kehamilan jika mengalami
komplikasi salah satunya adalah terapi cairan yang perlu dilakukan kolaborasi dengan dokter
spesialis anak (Green, 2012).
Langkah V: Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, dan pada langkah ini reformasi / data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan
akan terjadi berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk
klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah
psikologis. Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap
hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana haruslah disetujui oleh kedua
belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksankan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama
klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksankannya.
Penatalaksanaan pada bayi hidrosefalus menurut Wiknjosastro dkk (2009) antara lain:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang
berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke
satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai
dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

4.Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul
kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam
di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5.Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon
yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi
lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka
atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal
dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar
antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung
melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Langkah VI: Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh
bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi dengan hidrosefalus dikerjakan
sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat kecuali jika ada masalah baru
(Varney, 2008).
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ke-tujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang sesuai dengan masalah dan diagnosis klien, juga
benar dalam pelaksanaannya. Disamping melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan yang
telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi terhadap proses asuhan yang telah
diberikan. Dengan harapan, hasil evaluasi proes sama dengan hasil evaluasi secara
keseluruhan. Pada langkah ini melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah.
Evaluasi yang diharapkan pada kasus bayi dengan hidrosefalus adalah kondisi bayi
sudah baik. (Varney, 2008).

2.2 Dokumentasi SOAP


Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis dalam
suatu metode pendokumentasian. Menurut Varney, alur berpikir logis bidan saat merawat
klien meliputi tujuh langkah. Agar orang lain mudah mengerti maka dibuat SOAP yang
merupakan sari dari tujuh langkah Varney (Varney, 2008). SOAP disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan
klien. Sistem pendokumentasian ini mempunyai dasar hukum Kepmenkes RI No :
936/MenKes/SK/VII/2007. Follow up dilakukan selama 3 hari.

1.Data Subjektif
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien.
Ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Pada klien yang
menderita tuna wicara, dibagian data dibagian data dibelakang hruf “S”, diberi tanda huruf
“O” atau”X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa klien adalah penederita tuna wicara. Data
subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Menggambarkan
pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
Data subjektif pada kasus bayi denga hidrosefalus didapatkan dari hasil
pemantauan bidan karena bayi belum dapat berbicara.
2.Data Objektif
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan laboratorium Catatan medik dan informasi dari
keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini sebagai data penunjang.
Data ini akan memberikan bukti gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosis. Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung
asuhan sebagai Langkah 1 Varney. Data obyektif meliputi pemeriksaan umum yang terdiri
dari data pemeriksaan keadaan umum bayi, kesadaran, vital sign (nadi, suhu, dan respirasi),
pemeriksaan khusus yang terdiri dari data hasil inspeksi, palpasi, perkusi serta auskultasi
melalui pemeriksaan head to toe, refleks iritabilitas, keaktifan gerak, pola nutrisi dan
eliminasi, serta data penunjang yang dapat berupa pemeriksaan laboratorium.
3.Assessment
Langkah selanjutnya adalah assessment. Langkah ini merupakan pendokumentasian
hasil analisis dan intrepretasi ( kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan
klien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam
data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat
dinamis. Saudara-saudara, di dalam analisis menuntut bidan untuk sering melakukan
analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan klien. Analisis
yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data klien akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada klien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan
yang tepat. Analisis data adalah melakukan intrepretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis, masalah kebidanan, dan kebutuhan.
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa yaitu bayi Ny D Umur 5 bulan
dengan Hidrosefalus. Assesment merupakan pendokumentasian hasil analisa dan intepretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi yang merupakan langkah 2, 3, dan 4
Varney.
4.Penatalaksanaan/ plan
Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang
sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif;
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Tujuan penatalaksanaan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraanya.
Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan. Tahap ini merupakan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan Asessment sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney, yaitu:
a. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
Hasil : Diharapkan kesehatan anak bertambah baik dan tidak terjadi komplikasi
hidrosefalus.
b. Memonitor keadaan umum bayi dari tanda – tanda vital, serta memantau ukuran kepala,
gizi dan kelainan kogenital pada bayi untuk menghidari komplikasi bayi hidrosefalus
seperti gangguan motorik, retardasi mental, atau, infeksi, neoplasma dan Sindrom Dandy-
Walker. (Varney, 2008).
Hasil : Diharapkan keadaan umum baik sadar, tanda-tanda vital dalam keadaan normal dan
keadaan ukuran kepala normal, tidak melebihi ukurang tubuh.

2.3 Tinjauan Materi

2.3.1 Defenisi Hidrosefalus


Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang
ventrikel dan ruang subarachnoid dan juga menyebabkan penimbunan cairan serebrospinal
yang berlebihan di dalam otak.

Hidrosefalus dibedakan menjadi hidrosefalus komunikans dan non komunikans


obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dan memiliki penanganan yang berbeda.1,6
Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai faktor risiko hidrosefalus komunikans dan non
komunikans.
2.3.2 Karakteristik Hidrosefalus

• Tengkorak kepala mengalami pembesaran


• Muntah dan nyeri kepala
• Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
• Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang dan
menonjol
• Dahi lebar, kulit kepal tipis, tegang dan mengkilat
• Pelebaran vena kulit kepala
• Saluran tengkorak belum menutup dan teraba lebar
• Terdapat cracked pot sign bunyi seperti pot kembang retak saat dilakukan perkusi
kepala
• Adanya sunset sign dimana sklera berada di atas iris sehingga iris seakan-akan
menyerupai matahari terbenam
• Pergerakan bola mata tidak teratur
• Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan neurologis berupa:
2.3.3 Etiologi
Penyebab hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan perinatal, tetapi hal-hal apa saja
yang memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar belum diketahui secara pasti. Salah
satu pemicu yang khas sampai sekarang adalah perdarahan diikuti neoplasma daninfeksi
meningitis yang mengakibatkat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subaraknoid. Tempat yang sering tersumbat adalah foramen Monroi, foramen Luscha dan
Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu
banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosepalus.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah kelainan
bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan:
1. Kelainan Bawaan

a. Stenosis Aqueduktus Sylvii


Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%).
Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih
sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnold-
Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebellum letaknya
lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau
total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosepalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningens sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila
aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di aqueduktus sylvii atau
sistem basalis. Hidrosepalus banyak terjadi pada klien pascameningitis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
diangkat (tidak mungkin operasi), maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV
atau aqueduktus sylvii bagian akhir biasanya paling banyak disebabkan oleh glikoma yang
berasal dari serebellum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya
disebabkan suatu kranio faringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan
yang terjadi akibat dari darah itu sendiri.

2.3.4 Komplikasi
Komplikasi- komplikasi yang ditimbulkan ketika terjadinya Hidrosefalus
adalah:
1. Herniasi otak yang dapat berakibat kematian.
2. Komplikasi dari penyakit hidrosefalus berdasarkan kepala anak yang semakin
membesar dan tubuh yang semakin kurus tetapi akan menjadi bertambah berat.
3. Epilepsi.
4. Akan mengalami gangguan koordinasi.
5. Akan mengakibatkan penurunan daya ingat.
6. Gangguan pada saat bicara.
7. Akan sulit untuk berkonsentrasi.
8. Gangguan penglihatan.
9. Akan Mengalami kesulitan pada saat belajar.
10. Tidak bisa berkonsentrasi.
11. Perhatian akan sangat mudah sekali dialihkan.
12. Atrofi Otak.
2.3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaaan yang perlu dilakukan untuk hidrosefalus adalah
a. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter
harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi
sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul
kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam
di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi
lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
1. Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
2. Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
3. Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
4. Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
5. Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka
atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal
dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar
antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung
melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
Ny. M UMUR 24 TAHUN UK 39+3 MINGGU G1P0A0AH0
DALAM PERSALINAN KALA I FASE LATEN
DENGAN HIDROSEPHALUS
No. Register : 0215454
Masuk RS Tangga/jam : 30-10-2009/ 10.20 WIB
Di rawatdiruang : VK

I. PENGUMPULAN DATA
PENGKAJIAN Tanggal : 30-10-2009 Jam : 10.30 WIB
A. IDENTITAS
Nama Ibu : Ny.D NamaSuami : Tn. Y
Umur : 24thn Umur : 27thn
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/ bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Gaden, trucuk, klaten
No Telp : 08561067890
B. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang
Ibu mengatakan sudah ada tanda-tanda persalinan.
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan menjalar sampai kepinggang sejak pukul 06.00
WIB dan mengeluarkan lender bercampur darah dari vagina

3. Riwayat mentruasi
Menarche : 12 tahun Siklus : 28 hari
Lama :7 hari Teratur : ya
Sifatdarah : cair Keluhan : tidak ada

4. Riwayat perkawinan
Status pernikahan : sah Menikah ke :1
Lama : 2 th Usia menikah pertama kali : 22 tahun
Riwayat kehamilan sekarang
a. HPM : 21-01-2009 HPL : 30-10-2009
b. ANC pertama kali umur kehamilan : 10 minggu
c. Kunjungan ANC
Trimester I
Frekuensi : 2x, Tempat : BPM Oleh : Bidan
Keluhan : tidak ada
Terapi : asam folat
Trimester II
Frekuensi : 3x, Tempat : BPM Oleh: Bidan
Keluhan : tidak ada
Terapi : tablet fe, kalk
Trimester III
Frekuensi : 3x, Tempat : BPM Oleh: Bidan
Keluhan : sesak nafas
Terapi : tablet fe, kalk
d. Imunisasi TT
TT1 : saat usia kandungan 8 minggu
TT2 : saat usia kandungan 12 minggu
TT3 : ssat usia kandungan 36 minggu
e. Pergerakan janin selama 24 jam (dalam sehari)
Ibu mengatakan merasakan pergerakan janinnya 10x/12 jam
8. Riwayat kesehatan
a. Penyakit yang pernah/sedang diderita (menular, menahun, menurun)
Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular (TBC, Hepatitis, HIV,
PMS), menurun (Hipertensi, DM, Asma) dan menahun (Jantung, Ginjal, Paru).
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga (menular, menahun, menurun)
Ibu mengatakan baik keluarga dari ibu maupun suami tidak ada yang pernah atau sedang
menderita penyakit menular (TBC, Hepatitis, HIV, PMS), menurun (Hipertensi, DM, Asma)
dan menahun (Jantung, Ginjal, Paru).
c. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan baik dari pihak keluarga suami maupun ibu tidak ada riwayat keturunan
kembar.
d. Riwayatoperasi
Ibu mengatakan belum pernah melakukan operasi seperti sesar, usus buntu, kista.
e. Riwayat alergi obat
Ibu mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat, misalnya antibiotik dll.
9. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Makan
Frekuensi : 3x / hari Porsi : 1 piring
Jenis : nasi,sayur,lauk Pantangan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Minum
Frekuensi : 6 – 7x / hari Porsi : 1 gelas
Jenis : air putih,teh,susu Pantangan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
b. Pola eliminasi
BAB
Frekuensi : 2 hari sekali Konsistensi : lembek
Warna : kuning Keluhan : tidak ada
BAK
Frekuensi : 4 – 5x / hari Konsistensi : cair
Warna : kuning jernih Keluhan : tidak ada
c. Pola istirahat
Tidur siang
Lama : 1 jam / hari Keluhan : tidak ada
Tidur malam
Lama : 6 -7 jam / hari Keluhan : tidak ada
d. Personal hygiene
Mandi : 2x / hari Ganti pakaian : 2x / hari
Gosok gigi : 2x/ hari Mencuci rambut : 3x / minggu
e. Pola seksualitas
Frekuensi : 1x / minggu
Kelihan : tidak ada
f. Pola aktifitas (terkait kegiatan fisik, olah raga)
Ibu mengatakan kegiatan sehari–harinya adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga
g. Pola pemenuhan kebutuhan terakhir
Makan, tanggal : 30-10-2009 Jam :09.00 WIB,
Jenis : Nasi,sayur,lauk
Minum, tanggal :30-10-2009 Jam : 10.15 WIB, Jenis : air putih
BAK, tanggal : 30-10-2009 ,Jam : 09.30 WIB
BAB, tanggal : 30-10-2009 ,Jam : 06.00 WIB
Istirahat/tidur, tanggal : 30-10-2009, lama : 5 jam
10. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan (merokok, minum jamu, minuman beralkohol)
Ibu mengatakan baik dirinya maupun keluarga tidak ada yang merokok.
Ibu mengatakan tidak minum jamu.
Ibu mengatakan baik dirinya maupun keluarga tidak ada yang minum-minuman beralkohol.
11. Psikospiritiual (persiapan menghadapi proses persalinan)
Ibu mengatakan sudah siap menghadapi persalinan
12. Pengetahuan ibu (tentang kehamilan, persalinan dan laktasi)
Ibu mengatakan mengetahui tentang kehamilan,persalinan dan laktsai dari membaca buku
KIA dan konsultasi dengan bidan
II. INTERPRETASI DATA
a. Diagnosa kebidanan
Ny. M umur 24 tahun UK 39+3 minggu G1P0A0AH0, janin tunggal hidup intra uteri,
preksep, puki, janin sudah masuk panggul dalam kala 1 fase laten.
Data dasar
DS : - Ibu mengatakan berumur 24 tahun
- Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama,belum pernah keguguran
- Ibu mengatakan mules sejak pukul 06.00 wib, dan sudah mengeluarkan lendir darah.
DO : KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status Emosial : Stabil
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
R : 24 x/menit
S : 36,5 0C
Palpasi Leopold
Leopold I : TFU 39cm, pada bagian fundus uteri teraba bagian
agak bulat,lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Pada bagian kiri perut ibu teraba bagian kecil-kecil
(ektremitas), pada bagian kanan perut ibu teraba
bagian panjang,keras(pungung)
Leopold III : Pada bagian terendah janin teraba bulat,keras
(kepala)
Leopold IV : Pada bagian terendah janin sudah masuk pangul
(kedua tangan disvergen)
PD : Vulva uretra tenang, dinding vagina licin, porsio teraba tebal, selaput ketuban (+), tidak
ada molase, UUK jam9, STLD (+)

b. Masalah
Tidak ada

Data Dasar
Tidak ada
III. INDENTIFIKASI DAN ANTISIPASI DIAGNOSA POTENSIAL
Partus lama
IV. TINDAKAN SEGERA
a. Mandiri
Tidak ada
b. Kolaborasi
Dengan dokter obsgiene untuk melakukan punksi pada janin sesuai diagnosa
c. Merujuk
Tidak ada
V. PERENCANAAN
1. Beri tahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan
2. Beri dukungan psikologis pada ibu
3. Penuhi kebutuhan nutrisi pada ibu
4. Lakukan inform consent dan inform choice
5. Lakukan kolaborasi dengan dokter obsgiene untuk melakukan punksi
VI. PELAKSANAAN
1. Memberi tahu ibu dan keluarga bahwa keadaan ibu baik,yaitu TD :120/80, N: 80 x/mnt,
R: 24 x/mnt,S: 36,50C. Keadaan janin baik, DJJ 140x/mnt, dan dari hasil USG terlihat bentuk
kepala yang besar berisi cairan
2. Memberikan dukungan psikologis pada ibu dengan cara menganjurkan suami atau
keluarga untuk selalu mendampingi ibu dalam proses persalinan supaya ibu merasa
nyaman,lebih tenang dalam proses persalinannya.
3. Memberikan nutrisi yang cukup pada ibu, disela-sela kontraksi misalnya: memberikan
buah, jus buah, atau teh manis hangat, serta menyarankan pada suami atau keluarga selalu
memantau kebutuhan nutrisi ibu.
4. Memberikan inform concent pada ibu dan keluarga yaitu dengan menjelaskan keadaan
ibu dan janin saat ini yaitu keadaan janin dengan hidrosephalus sehingga harus dilakukan
tindakan punksi untuk mengecilkan volume kepala janin sehingga dapat dilakukan persalinan
normal. Melakukan inform choice yaitu dengan menanyakan kepada ibu dan keluarga apakah
setuju dengan tindakan yang akan dilakukan
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter obsgiene untuk melakukan tindakan punksi.
VII. EVALUASI
1. Ibu dan kelurga sudah mengetahui keadaan ibu maupun janinnya.
2. Ibu terlihat lebih tenang setelah suami dan keluarga mendampinginya dalam persalinan.
3. Ibu sudah minum setengah gelas teh manis hangat dan makan sedikit buah
4. Ibu dan keluarga sudah mengetahui tindakan yang akan dilakukan pada janinnya dan
bersedia menandatangani lembar inform choice.
5. Bidan melakukan kolaborasi dengan dokter obsgine dalam menolong persalinan.
SOAP
Tanggal : 17 Agustus 2014 Jam : 16.00 WIB
Identitas
Nama bayi : Bayi Ny “D”
Umur : 5 bulan
Tgl/Jam/Lahir : 11-06-2012/14.50 WIB/Sptn B
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 2750 gr
Panjang badan : 46 cm
Nama Ibu : Ny ”I” Nama Ayah : Tn. “D”
Umur : 23 Th Umur : 23 Th
Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : Senden, Peterongan Jombang
S : bayi N jenis kelamin perempuan dengan usia 4 bulan dangan berat badan 8,6 kg, ibu
mengatakan kepala bayi membesar sejak 2 bulan yang lalu dengan bentuk berbenjol-benjol
pada bagian atas dan dahi kepala. Membesar diawali dibagian dahi dan diikuti dibagian lain.
Saat ini bayi tidak bisa memiringkan tubuhnya, hanya bisa berbaring terlentang dan responya
pasif.
O : KU : Buruk , KES : CM, PB : 65 cm, BB : 8,6 Kg, Lingkep : 6,7 cm, kepala :
tampak membesar, Asimetris, berbenjol pada bagian pariental dan frontal, UUB : Menonjol,
Terbuka
Sutura melebar, pada benjolan teraba fluktuasi.
Mata : kearah bawah/ sunset fenomena, konjungtiva : pusat,
Telinga : secret (-), hidung : secret (-)
Pemeriksaan CT Scan Kepala : tampak pelebaran berat, fentrikel kanan,
fentrikel kiri, tampak massa di fentrikel IV dengan pelebaran vosa posterior
A : Bayi N 4 bulan dengan Hidrosefalus non komunikan
P :
 Beritahu ibu hasil pemeriksaan.
 Evaluasi Ibu mengetahui hasil pemeriksaan
 Beri terapi ceftriaxone 1 x 250 mg.
 Evaluasi sudah diberikan terapi ceptriaxon.
 Anjurkan ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan bayi.
 Evaluasi Ibu mengerti dan mau memperhatikan gizi dan makanan bayinya.
 Anjurkan kepada ibu untuk konsul khusus pada dokter special bedah syaraf agar
bayinya mendapatkan tindakan operatif dalams bentuk pemasangan Vp SHUNT.
Evaluasi Ibu mengerti dan mau membawa bayinya untuk ke dokter spesialis bedah
syaraf

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dan saran
Gambaran klinis hidrosefalus anak dibawah enam bu;an adalahpembesaran kepala
(makrosefali). Perkusikepala akan memberi sensasi yang khas. Vena-vena di kulit kepala sangat
menonjol, terutama bila bayi menangis. Mata penderita memperlihatkan gambaran setting-sun
sign yaitu skelera yang tampak di atas iris. Gambaran neuroimaging brain CT Scan hidrosefalus
komunikan dan menurut penelitian di RSUD dr. Soetomo jumlah penderita dari Januari 2014
hingga Januari 2016 sebesar 35,9% dan 51,1% dan salah satu pemicu terjadinya adalah
kurangnya kebutuhan ibu hamil akan melakukan pemeriksaan rutin ANC dan adanya kelainan
congenital yang tidak teridentifikasi dari awal.
Dengan adanya prinsip proses manajemen kebidanan yang terdiri dari pengumpulan
data dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang
komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, mengidentifikasi masalah atau diagnosis
atau kebutuhan asuhan yang akurat berdasarkan intepretasi data dasar yang benar,
mengantisipasi masalah atau diagnosis atau kebutuhan yang akan terjadi lainnya, yang
dapat menjadi tujuan yang diharapkan, mengevaluasi kebutuhan akan intervensi dan/atau
konsultasi bidan atau dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen kolaburasi
dengan anggota tim tenaga tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan
oleh ibu dan bayi baru lahir. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan sebuah rencana
perawatan kesehatan yang menyeluruh, dan langkah terakhir adalah mengemban tanggung
jawab terhadap pelaksanaan rencana perawatan yang efisiensi dan aman.
Proses manajemen ini terdiri dari pemikiran, tindakan, perilaku pada setia langkah
agar pelayanan yang komprehensive dan aman dapat tercapai. Manajemen Varney
terdiri dari tujuh langkah yaitu 1) Langkah I: Pengumpulan data dasar; 2) Langkah II:
Interpretasi data dasar; 3) Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial;
4) Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera; 5) Langkah
V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh; 6) Langkah VI: Melaksanakan perencanaan;
dan 7) Langkah VII: Evaluasi.
Standar asuhan kebidanan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 merupakan acuan dalam proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang
dan ruang lingkup praktik berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian,
perumusan diagnosa dan/atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan
pencatatan asuhan kebidanan. Di dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data
objektif, A adalah analysis, P adalah penatalaksanaan. Metode SOAP merupakan
dokumentasi yang sederhana akan tetapi mengandung semua unsur data dan langkah yang
dibutuhkan dalam asuhan kebidanan, jelas, logis.
DAFTAR PUSTAKA

Varney (1997). Varney’s midwifery, 3rd Edition. Sudbury England: Jones and
Barlet Publishers

Samil, R.S. (2001). Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Rekam Medik RSUD dr. Soetomo, 2016-2017

Benson, R,C., Pernoll, M, L., (2008). Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi, EGC:Jakarta

Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Aschoff, Alfred, dkk. The scientific history of hydrocephalus and its treatment, neurosurgical
review. Department of neurosurgery. Germany. University of Heidelberg. 2009 : 67-
93.Dongoes,
Satyanegara MD 2010. Ilmu bedah edisi IV. Jakarta : Salemba Merdeka

Anda mungkin juga menyukai