Diskusi Topik Evidence Based Dalam Persalinan 'Peritonitis''
Diskusi Topik Evidence Based Dalam Persalinan 'Peritonitis''
Pembimbing DT :
Kelompok : 5 (lima)
Anggota : Dilla Dwi Tilana (1810331002)
Indah Sundari (1810332009)
Dyah Maya Nauli (1810333010)
Ikhsanisa (1810333004)
Ulin Azizah (1810333012)
Ayisa Putri (1810332006)
Dhea Aulia Amanda (1810331010)
Zelma Refma (1810331015)
Sharfina Hulwani (1810331001)
Infeksi postpartum adalah semua peradanga yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas ( Sarwono
Prawirohardjo, 2005:689). Faktor-faktor yanh secara pasti telah dikenali dan dapat
meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, perslinan darurat dan ketuban
pecah dini atau 6 jam atau lebih, dan status sosioekonomi yang rendah. Adapaun faktor
lainnya yaitu gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kalinya pemeriksaan melalui vagina
( rayburn,WF dan Carey,JC , 2001).
Adapun salah satu jenis infeksi postpartum yaitu seperti infeksi nifas yang
penyebarannya melalui jalan limfe yakni seperti peritonitis. Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen ) dan organ didalamnya
(Muttaqin & Sari, 2011). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus
dan riwayat akut atau kronik.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian peritonitis.
2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya peritonitis.
3 Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis.
4 Untuk mengetahui tanda dan gejala peritonitis.
5 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan peritonitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan pelaporan yang di
miliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan Klien,
bidan dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang
akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan.
Pendokumentasian ini harus lengkap dan akurat sesuai dengan keadaan dan kejadian
yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan. Dalam kasus ini kita munggunakan metode
pendokumentasiaan SOAP:
A. Pengertian
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang terdiri dua
bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdominal, dan
rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada didalam rongga itu
(Pearce, 2009).
Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga peritoneum
dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering menyebabkan
peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Streptococcus
pneumoniae (15%0),Pseudomonas species, Proteu species, dan gram negatif lainnya (20%),
Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa disebabkam secara
langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril, terkontaminasi talcum veltum,
lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, dan ruptur
hati.
C. Patofisiologi
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek sistemik
defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan
kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011). Pembentukan abses
merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini
dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan
abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke lingkungan yang steril.
Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol
penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor
yang memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada
peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum.
Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi
peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses,
perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menunjukan
bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga
meningkatkan kemungkinkan pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis yaitu
syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam, distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan vomiting.
E. Penatalaksanaan.
Menurut Muttaqin dan Sri (2011) pemeriksaan dapat membantu dalam mengevaluasi
kuadran kanan misal prihepatic abses, kolesistitis biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst
dan kuadran kiri misal appendiksitis, abses tuba ovarium, abses douglas, tetapi kadang
pemeriksaan terbatas karena adanya nyeri distensi abdomen dan gangguan gas usus, USG
juga dapat untuk melihat jumlah cairan dalam peritoneal.
2.4.1 “Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP
Dr. M. Djamil Padang”
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik
pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik. Peritonitis juga menjadi salah satu
penyebab tersering dari akut abdomen. Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah
penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut
disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar
misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis
perforasi.
Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh berbagai penyebab.
Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus urinarius, benda asing seperti yang berasal
dari perforasi apendiks, asam lambung dari perforasi lambung, cairan empedu dari
perforasi kandung empedu serta laserasi hepar akibat trauma.
2.4.2 “Ambulasi Dini dengan Penyembuhan Luka Sectio Caesarea di RSUD Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya “
Persalinan dengan Sectio Caesarea dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
infeksi apabila perawatan yang dilakukan tidak benar. Komplikasi yang dapat terjadi
pada ibu dengan persalinan Sectio Caesarea adalah infeksi puerperal seperti kenaikan
suhu pada masa nifas, peritonitis, sepsis, dan sebagainya. Komplikasi yang lain adalah
perdarahan, luka kandung kencing, embolisme paruparu (Wiknjosastro, 2007).
Ambulasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan
ambulasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi ambulasi secara teratur
dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan.
Adanya hubungan ini disebabkan karena ambulasi dini merupakan suatu tindakan aktifitas yang
dapat mengantisipasi terjadinya kekakuan otot yang menyebabkan kekakuan dalam pergerakan,
membantu melancarkan peredaran darah kedaerah yang luka sehingga membantu proses
penyembuhan luka atau jaringan baru dan mengurangi rasa nyeri, mencegah terjadinya trombosis
dan tromboemboli karena dengan ambulasi sirkulasi darah normal / lancar resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindari, menghindari resiko komplikasi hospitalisasi seperti
dekubitus. Dengan melakukan ambulasi dini jumlah skor dari skala penyembuhan luka semakin
sedikit, ini menandakan bahwa luka tekan telah membaik atau menyembuh dengan cepat.
Peritonitis primer merupakan infeksi ruang peritoneal yang biasa terjadi pada pasien
dengan ascites yang tidak berhubungan dengan penyakit abdominal maupun retroperitoneal.
Bakteri penyebab peritonitis primer adalah Streptococcus pneumonia (±70%), Enterobacter; E.
coli (60%), dan Staphylococcus aureus (2-4%).
Peritonitis umumnya mengenai semua usia, tetapi pada neonatus umumnya terjadi
dengan puncak usia 3 minggu setelah lahir. Prevalensi peritonitis pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1.
2.4.5. SENSITIFITAS INDEK PERITONITIS MANNHEIM PADA PASIEN
PERITONITIS GENERALISATA DEWASA DI RSUP DR. KARIADI
Peritonitis sampai saat ini merupakan masalah infeksi yang sangat serius, walaupun
perkembangan antimikroba dan penanganan intensif sangat pesat, kematian kasus peritonitis
generalisata cukup tinggi 1yaitu antara 10–20%, di negara-negara berkembang angka kematian
lebih tinggi lagi.
Beberapa skor prognosis yang telah dibuat untuk menilai risiko kegagalan manajemen
pasien peritonitis antara lain, skor APACHE II dan Indek Peritonitis Mannheim. Saat ini yang
paling banyak dipakai adalah skor APACHE II dengan menggabungkan variabel-variabel
fisiologis dalam waktu 24 jam dengan umur dan status kesehatan kronik pasien.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN PERAWATAN TALI PUSAT
A. VARNEY
Kasus :
Ny. A usia 22 tahun P1A0 datang ke PMB bidan Sani untuk memeriksakan
keadaannya setelah 6 minggu post partum yaitu pada tanggal 27 November 2019 pada
pukul 10.00 WIB. Ny.A mengatakan bahwa mengalami nyeri hebat pada perut bagian
bawah, mual-mual dan demam tinggi.
1. Identitas Pasien
2. Anamnesa
a. Alasan Datang
c. Riwayat penyakit
jantung : ibu mengatakan tidak merasa berdebar-debar, tidak meras lelah saat
beraktifitas ringan dan tidak mengeluarkan keringat dingin.
Ginjal : ibu mengatakan tidak pernah mengeluhkan nyeri pinggang bagian kiri
maupun kanan dan tidak merasa sakit saat BAK.
Hepatitis : ibu mengatakan tidak pernah terlihat kuning pada ujung kuku, mata
dan kulit.
DM : ibu mengatakan tidak pernah mengeluh sering minum pada malam hari,
tidak cepat lapar dan tidak sering BAK pada malam hari.
Hipertensi : ibu mengatakan tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi ( lebih
dari 140/90 mmHg)
Ibu mengatakan baik dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS
maupun riwayat penyakit menurun seperti Hipertensi, Jantung dan Asma.
e. Riwayat Keturunan Kembar:
Ibu mengatakan baik dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki riwayat keturunan kembar.
f. Riwayat Operasi:
g. Riwayat menstruasi:
Menarche : 12 tahun.
Siklus : 28 hari.
Lama : 6 hari.
h. Riwayat KB:
Metode yang pernah dipakai: belum pernah memakai KB dalam bentuk apapun.
i. Riwayat perkawinan:
Kawin / menikah : umur 19 tahun, dengan suami umur 22 tahun lamanya lebih
kurang 1 tahun.
j. Riwayat hamil:
Keluhan-keluhan pada:
Pergerakan janin : ibu mengatakan sudah merasakan gerakan janin pada ,usia
kehamilan 4 bulan.
Perineum :
Eliminasi
BAB : 1x sehari
Istirahat / tidur :
siang : +- 2 jam
Aktifitas : mengurus bayinya dan aktifitas belum banyak sebagai ibu rumah
tangga.
Personal hygiene : mandi, gosok gigi, ganti pakaian 2x/hari dan keramas 1x
dalam 2 hari.
3. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadan umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV
Suhu : 36,5 C
d. TB : 158cm
e. LILA : 24,6 cm
f. BB sebelum hamil : 68 Kg
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
· Hidung : bentuk hidung normal, simetris, tidak ada lesi, tidak ada sinus, mukosa
lembab, tidak ada pembesaran polip.
· Telinga : bentuk normal, simetris, tidak ada serumen berlebihan, tidak ada lesi.
· Mulut : simetris, muka bibir lembab, tidak ada lesi, tidak bau mulut, tidak ada
caries gigi, tidak ada gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi,lidah bersih.
2) Leher
· Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis
3) Dada dan axila
· Ekstremitas atas dan bawah : gerak (+), simetris, tidak ada oedem, tidak cyanosis
pada ujung kuku, tidak varices.
1). Abdomen :
inspeksi
palpasi
auskultasi
TD : 110/70 mmHg
2). Anogenital
vulva dan vagina : tidak ada varises, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri.
perineum :
- bengkak / kemerahan : tidak ada bengkak / kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
d. Pemeriksaan penunjang
E. Perencanaan
1. Memeberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada
bagian perut yang ditandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual,dan demam tinggi
2. Memberi support mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan
tidak merasa cemas
3. Menganjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau
serta menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
G.Pelaksanaan
2.Bidan telah memberi support kepada ibu agar ibu tetap tenang dan tidak merasa cemas.
3.Bidan telah memberitahu ibu untuk makan makanan yang bergizi dan memperbanyak
sayuran hijau serta mengajurkan ibu untuk beristirahat dengan cukup.
H. Evaluasi
B.SOAP
Subjektif :
Ny. A usia 22 tahun P1A0, 6 minggu post partum mengatakan bahwa mengalami nyeri
hebat pada perut bagian bawah, mual-mual dan demam tinggi.
Objektif :
Pemeriksaan umum
a. Keadan umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV
Suhu : 36,5 C
d. TB : 158cm
e. LILA : 24,6 cm
f. BB sebelum hamil : 68 Kg
Pemeriksaan fisik
a. Kepala
· Kepala : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan
· Hidung : bentuk hidung normal, simetris, tidak ada lesi, tidak ada sinus, mukosa lembab,
tidak ada pembesaran polip.
· Telinga : bentuk normal, simetris, tidak ada serumen berlebihan, tidak ada lesi.
· Mulut : simetris, muka bibir lembab, tidak ada lesi, tidak bau mulut, tidak ada caries
gigi, tidak ada gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi,lidah bersih.
b. Leher
· Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis
· Ekstremitas atas dan bawah : gerak (+), simetris, tidak ada oedem, tidak cyanosis pada
ujung kuku, tidak varices.
1). Abdomen :
inspeksi
palpasi
auskultasi
TD : 110/70 mmHg
perkusi
2). Anogenital
vulva dan vagina : tidak ada varises, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri.
perineum :
- luka jahitan : kering
- bengkak / kemerahan : tidak ada bengkak / kemerahan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi.
d. Pemeriksaan penunjang
Assasment :
Planning :
a. Memeberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada bagian
perut yang ditandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual,dan demam tinggi
b. Memberi support mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan tidak
merasa cemas
c. Menganjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau serta
menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada
selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang
biasanya disertai dengan bakteremia atau sepsis. tanda dan gejala dari peritonitis yaitu syok
(neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam, distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan vomiting.
Persalinan dengan Sectio Caesarea dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi
apabila perawatan yang dilakukan tidak benar. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dengan
persalinan Sectio Caesarea adalah peritonitis. Ambulasi segera secara bertahap sangat berguna
untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Sehingga ambulasi dini sangat
diperlukan bagi ibu postpartum.
4.2 SARAN
Ada beberapa hal yang memang harus dipersiapkan ibu postpartum agar tidak terjadinya
infeksi ( peritonitis ). Yaitu dengan memenuhi gizi dan juga bagi ibu postpartum haruslah
melakukan ambulasi segera secara bertahap untuk mempercepat penyembuhan luka dan juga
dapat mencegah terjadinya infeksi.