Anda di halaman 1dari 25

DISKUSI TOPIK

Evidence Based Dalam Persalinan


‘’Peritonitis’’

Pembimbing DT :
Kelompok : 5 (lima)
Anggota : Dilla Dwi Tilana (1810331002)
Indah Sundari (1810332009)
Dyah Maya Nauli (1810333010)
Ikhsanisa (1810333004)
Ulin Azizah (1810333012)
Ayisa Putri (1810332006)
Dhea Aulia Amanda (1810331010)
Zelma Refma (1810331015)
Sharfina Hulwani (1810331001)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi postpartum adalah semua peradanga yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas ( Sarwono
Prawirohardjo, 2005:689). Faktor-faktor yanh secara pasti telah dikenali dan dapat
meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, perslinan darurat dan ketuban
pecah dini atau 6 jam atau lebih, dan status sosioekonomi yang rendah. Adapaun faktor
lainnya yaitu gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kalinya pemeriksaan melalui vagina
( rayburn,WF dan Carey,JC , 2001).

Adapun salah satu jenis infeksi postpartum yaitu seperti infeksi nifas yang
penyebarannya melalui jalan limfe yakni seperti peritonitis. Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen ) dan organ didalamnya
(Muttaqin & Sari, 2011). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus
dan riwayat akut atau kronik.

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan bakteremia


atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary
peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis
dikategorikan sebagai primary peritonitis. Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi
peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan
oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering
dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang
paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan
langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang dengan
kondisi komorbid.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian peritonitis?
2 Apa penyebab terjadinya peritonitis?
3 Apa patofisiologi peritonitis?
4 Apa saja tanda dan gejala peritonitis?
5 Bagaimana penatalaksanaan peritonitis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian peritonitis.
2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya peritonitis.
3 Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis.
4 Untuk mengetahui tanda dan gejala peritonitis.
5 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan peritonitis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka Varney


Langkah 1 : Pengumpulan data
Pada langkah pertama ini, dilakukan pengumpulan semua data untuk mengevaluasi klien
secara lengkap. Pada kasus peritonitis, data subjetifnya adalah Ny.A usia 22 tahun P1A0 6
minggu postpartum mengatakan bahwa mengalami nyeri hebat pada perut bagian bawah, mual-
mual dan demam tinggi. Pada data objektifnya maka dilakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan
umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus obstetrik, dan pemeriksaan penunjang.

Langkah 2 : Interpretasi data dasar


Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Pada kasus peritonitis, diagnosanya adalah ibu P1A0 22 tahun 6 minggu postpartum dengan
peritonitis. Masalahnya ibu sering mual dan demam tinggi. Kebutuhan ibu yaitu pemenuhan
gizinya.

Langkah 3 : Mengidentifikasi diagnosa potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,
bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnose / masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting
sekali melakukan asuhan yang aman. Contoh pada kasus ini, diagnosa potensial : syok
neurogenik.

Langkah 4 : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan


segera
Identifikasi perlunya tindakan segera dari Bidan agar dapat dikonsultasikan dengan
tenaga kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Pada kasus ini tindakan segeranya yaitu
kolaborasi dengan ahli bedah jika komplikasi berlanjut.
Langkah 5 : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, dan pada langkah ini reformasi / data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien
bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah
psikologis. Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal
yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana haruslah disetujui oleh kedua belah
pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksankan dengan efektif karena klien merupakan
bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah
merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian
membuat kesepakatan bersama sebelum melaksankannya. Contoh pada kasus ini, perencanaan :
1) Beri tahu ibu hasil pemeriksaannya
2) Beri support mental pada ibu
3) Anjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau
serta anjurkan ibu untuk beristirahat yang cukup

Langkah 6 : Melaksanakan rencana


Asuhan menyeluruh yang direncanakan sebelumnya, di laksanakan dengan aman dan
efisien. Bila ada komplikasi bidan dapat merujuk atau berkolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya. Pelaksanaan dalam kasus ini :
1) Memberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada
bagian perut yang ditandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual, dan demam
tinggi
2) Memberi support mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan
tidak merasa cemas
3) Menganjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran
hijau serta menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
Langkah 7 : Evaluasi
Setelah dilaksanakannya rencana yang menyeluruh, bidan mengevaluasi klien tersebut
agar mengetahui apakah asuhan yang diberikan efektif atau tidak. Pada kasus peritonitis,
evaluasinya :
1) Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaannya
2) Ibu telah cukup tenang karena diberikan penjelasan yang mudah dimengerti
3) Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan

2.2. Tinjauan Pustaka SOAP


Sistem pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan SOAP

Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan pelaporan yang di
miliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan Klien,
bidan dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang
akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan.

Pendokumentasian ini harus lengkap dan akurat sesuai dengan keadaan dan kejadian
yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan. Dalam kasus ini kita munggunakan metode
pendokumentasiaan SOAP:

a. S adalah data subyektif


Menggambarkan pendokumentasiaan asuhan kebidanan hasil pengumpulan dari
klien melalui melalui anamnesa.
Pada kasus peritonitis, data subjetifnya adalah Ny.A usia 22 tahun P1A0 6
minggu postpartum mengatakan bahwa mengalami nyeri hebat pada perut bagian bawah,
mual-mual dan demam tinggi.
b. O adalah data obyektif
Menggambarkan pendokumentasiaan hasil pemeriksaan fisik klien dan test
diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asauhan.
Pada kasus peritonitis, data objektifnya maka dilakukan pemeriksaan seperti
pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus obstetrik, dan pemeriksaan
penunjang.
c. A adalah hasil analisa/assessment
Menggunakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif
dalam identifikasi.
Pada kasus peritonitis, diagnosanya adalah ibu P1A0 22 tahun 6 minggu
postpartum dengan peritonitis. Masalahnya ibu sering mual dan demam tinggi.
Kebutuhan ibu yaitu pemenuhan gizinya.
d. P adalah planning
Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan
assement, seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif,
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi dan rujukan. Contoh pada kasus ini,
perencanaan :
1) Beri tahu ibu hasil pemeriksaannya.
Hasilnya ibu mengetahui dan mengerti dengan keadaannya.
2) Beri support mental pada ibu
Hasilnya ibu menjadi cukup tenang.
3) Anjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau
serta anjurkan ibu untuk beristirahat yang cukup
Hasilnya ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan.

2.3 Tinjauan Pustaka Kasus

A. Pengertian

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang terdiri dua
bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdominal, dan
rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada didalam rongga itu
(Pearce, 2009).

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga


abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa
(Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
B. Etiologi

Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga peritoneum
dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering menyebabkan
peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Streptococcus
pneumoniae (15%0),Pseudomonas species, Proteu species, dan gram negatif lainnya (20%),
Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).

Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa disebabkam secara
langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril, terkontaminasi talcum veltum,
lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, dan ruptur
hati.

C. Patofisiologi

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen (peningkatan


aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi
berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh tetapi
sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins. Matrin fibrin tersebut yang
memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).

Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek sistemik
defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan
kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011). Pembentukan abses
merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini
dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan
abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke lingkungan yang steril.
Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol
penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor
yang memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada
peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum.
Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi
peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses,
perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menunjukan
bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga
meningkatkan kemungkinkan pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).

D. Tanda dan gejala

Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis yaitu
syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam, distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan vomiting.

E. Penatalaksanaan.

Menurut Kristiyanasari (2012) ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang perlu


diketahui yaitu test laboratorium : leukositosis, hematokrit meningkat dan asidosis metabolik
meningkat. Untuk pemeriksaan X-Ray : foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior,
lateral), akan didapatkan ileus, usus halus dan usus besar dilatasi, dan udara dalam rongga
abdomen terlihat pada kasus perforasi.

Menurut Muttaqin dan Sri (2011) pemeriksaan dapat membantu dalam mengevaluasi
kuadran kanan misal prihepatic abses, kolesistitis biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst
dan kuadran kiri misal appendiksitis, abses tuba ovarium, abses douglas, tetapi kadang
pemeriksaan terbatas karena adanya nyeri distensi abdomen dan gangguan gas usus, USG
juga dapat untuk melihat jumlah cairan dalam peritoneal.

2.4. Telaah Jurnal

2.4.1 “Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP
Dr. M. Djamil Padang”

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik
pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik. Peritonitis juga menjadi salah satu
penyebab tersering dari akut abdomen. Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah
penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut
disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar
misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis
perforasi.

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan


bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus
(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal,
peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis. Peritonitis dapat diklasifikasikan
menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer
disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di
peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang
merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan
peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien
immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid.

Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh berbagai penyebab.
Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus urinarius, benda asing seperti yang berasal
dari perforasi apendiks, asam lambung dari perforasi lambung, cairan empedu dari
perforasi kandung empedu serta laserasi hepar akibat trauma.

2.4.2 “Ambulasi Dini dengan Penyembuhan Luka Sectio Caesarea di RSUD Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya “

Persalinan dengan Sectio Caesarea dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
infeksi apabila perawatan yang dilakukan tidak benar. Komplikasi yang dapat terjadi
pada ibu dengan persalinan Sectio Caesarea adalah infeksi puerperal seperti kenaikan
suhu pada masa nifas, peritonitis, sepsis, dan sebagainya. Komplikasi yang lain adalah
perdarahan, luka kandung kencing, embolisme paruparu (Wiknjosastro, 2007).

Ambulasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan
ambulasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi ambulasi secara teratur
dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan.

Adanya hubungan ini disebabkan karena ambulasi dini merupakan suatu tindakan aktifitas yang
dapat mengantisipasi terjadinya kekakuan otot yang menyebabkan kekakuan dalam pergerakan,
membantu melancarkan peredaran darah kedaerah yang luka sehingga membantu proses
penyembuhan luka atau jaringan baru dan mengurangi rasa nyeri, mencegah terjadinya trombosis
dan tromboemboli karena dengan ambulasi sirkulasi darah normal / lancar resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindari, menghindari resiko komplikasi hospitalisasi seperti
dekubitus. Dengan melakukan ambulasi dini jumlah skor dari skala penyembuhan luka semakin
sedikit, ini menandakan bahwa luka tekan telah membaik atau menyembuh dengan cepat.

2.4.3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA PERITONITIS


PADA PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS (CAPD) DI
RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL ANWAR MALANG
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membran serosa rongga abdomen dan
meliputi visera (Smeltzer & Bare, 2008), peritonitis ini terjadi juga dihubungkan dengan proses
bedah abdominal dan dialisis peritoneal (Sudoyo, 2006). Peritonitis disebabkan oleh kebocoran
isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen akibat dari infeksi, iskemik, trauma atau
perforasi.
Peritonitis pada CAPD lebih sering berasal dari kontaminasi mikro organisme pada kulit
saat penggantian cairan dialisat, kontaminasi saat penggantian kateter, kolonisasi bakteri pada
exit site dan tunnel infections. Proliferasi bakteri akan mengakibatkan terjadinya edema jaringan
peritoneal, dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi
keruh dengan meningkatnya jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Reaksi dari
kondisi tersebut meningkatkan motilitas usus yang diikuti illeus paralitik sehingga terjadi
akumulasi udara dan cairan dalam usus.

2.4.4.PERITONITIS PRIMER AKIBAT DARI PENGGUNAAN KATETER VENA


UMBILIKALIS PADA NEONATUS: SEBUAH LAPORAN KASUS
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga
abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan merupakan penyakit berbahaya dalam
bentuk akut maupun kronis. Biasanya disebabkan oleh infeksi dimana reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa yang kemudian di antara
perlekatan fibrosa tersebut akan terbentuk abses.
Peritonitis dibagi menjadi 3,
1. peritonitis primer
2. peritonitis sekunder
3. peritonitis tersier.

Peritonitis primer merupakan infeksi ruang peritoneal yang biasa terjadi pada pasien
dengan ascites yang tidak berhubungan dengan penyakit abdominal maupun retroperitoneal.
Bakteri penyebab peritonitis primer adalah Streptococcus pneumonia (±70%), Enterobacter; E.
coli (60%), dan Staphylococcus aureus (2-4%).
Peritonitis umumnya mengenai semua usia, tetapi pada neonatus umumnya terjadi
dengan puncak usia 3 minggu setelah lahir. Prevalensi peritonitis pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1.
2.4.5. SENSITIFITAS INDEK PERITONITIS MANNHEIM PADA PASIEN
PERITONITIS GENERALISATA DEWASA DI RSUP DR. KARIADI
Peritonitis sampai saat ini merupakan masalah infeksi yang sangat serius, walaupun
perkembangan antimikroba dan penanganan intensif sangat pesat, kematian kasus peritonitis
generalisata cukup tinggi 1yaitu antara 10–20%, di negara-negara berkembang angka kematian
lebih tinggi lagi.
Beberapa skor prognosis yang telah dibuat untuk menilai risiko kegagalan manajemen
pasien peritonitis antara lain, skor APACHE II dan Indek Peritonitis Mannheim. Saat ini yang
paling banyak dipakai adalah skor APACHE II dengan menggabungkan variabel-variabel
fisiologis dalam waktu 24 jam dengan umur dan status kesehatan kronik pasien.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN PERAWATAN TALI PUSAT

A. VARNEY

Kasus :

Ny. A usia 22 tahun P1A0 datang ke PMB bidan Sani untuk memeriksakan
keadaannya setelah 6 minggu post partum yaitu pada tanggal 27 November 2019 pada
pukul 10.00 WIB. Ny.A mengatakan bahwa mengalami nyeri hebat pada perut bagian
bawah, mual-mual dan demam tinggi.

A. Pengumpulan Data Dasar

1. Identitas Pasien

Nama Ibu : Ny A Nama Suami : Tn. B

Umur : 22 Tahun Umur : 26 Tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Tani

Suku : Minang Suku : Minang

Alamat : Jl.Mawar no.2 Alamat : Jl.Mawar no.2

2. Anamnesa

Tanggal: 27 November 2019 Pukul: 10.10 WIB

a. Alasan Datang

Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaannya, ibu mengeluh nyeri pada


perut bagian bawah
b. Keluhan

Ibu mengatakan sering merasa mual dan demam tinggi

c. Riwayat penyakit

a) Riwayat penyakit sekarang:

Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit apapun

b) Riwayat penyakit sistemik:

jantung : ibu mengatakan tidak merasa berdebar-debar, tidak meras lelah saat
beraktifitas ringan dan tidak mengeluarkan keringat dingin.

Ginjal : ibu mengatakan tidak pernah mengeluhkan nyeri pinggang bagian kiri
maupun kanan dan tidak merasa sakit saat BAK.

Asma : ibu mengatakan tidak pernah merasa sesak nafas

TBC : ibu mengatakan tidak pernah batuk lebih dari 2 minggu

Hepatitis : ibu mengatakan tidak pernah terlihat kuning pada ujung kuku, mata
dan kulit.

DM : ibu mengatakan tidak pernah mengeluh sering minum pada malam hari,
tidak cepat lapar dan tidak sering BAK pada malam hari.

Hipertensi : ibu mengatakan tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi ( lebih
dari 140/90 mmHg)

Epilepsi : ibu mengatakan tidak pernah mengalami kejang sampai mengeluarkan


busa dari mulutnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Ibu mengatakan baik dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS
maupun riwayat penyakit menurun seperti Hipertensi, Jantung dan Asma.
e. Riwayat Keturunan Kembar:

Ibu mengatakan baik dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada
yang memiliki riwayat keturunan kembar.

f. Riwayat Operasi:

Ibu mengatakan tidak pernah operasi apapun.

g. Riwayat menstruasi:

Menarche : 12 tahun.

Siklus : 28 hari.

Lama : 6 hari.

Banyaknya : ganti pembalut 2 kali sehari

Teratur / tidak : teratur setiap bulan

Sifat darah : berwarna merah encer dan tidak ada gumpalan.

Dismenor : kadang-kadang merasakan nyeri perut saat menstruasi.

h. Riwayat KB:

Metode yang pernah dipakai: belum pernah memakai KB dalam bentuk apapun.

Keluhan selama pemakaian kontrasepsi : Tidak Ada

i. Riwayat perkawinan:

Status perkawinan : sah, menikah: 1 kali

Kawin / menikah : umur 19 tahun, dengan suami umur 22 tahun lamanya lebih
kurang 1 tahun.

j. Riwayat hamil:

Keluhan-keluhan pada:

Trimester I : Ibu mengatakan mual dan muntah


Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan

Trimester III : Ibu mengatakan sering BAK

ANC : 8x teratur di puskesmas

Penyuluhan yang didapat : ibu mengatakan pernah mendapatkan penyuluhan


tentang gizi ibu hamil, Perawatan payudara,
persiapan menyusui, tablet Fe pada UK 4 minggu
dan bahaya tanda dan gejala Trimester III.

Imunisasi TT : Ibu mengatakan 2x di puskesmas

Pergerakan janin : ibu mengatakan sudah merasakan gerakan janin pada ,usia
kehamilan 4 bulan.

k. Riwayat persalinan ini :

Tempat persalinan : PMB

Penolong : Bidan Sani

Tanggal / jam persalinan: 15 November 2019 pukul 05.20 WIB.

Jenis persalinan : normal

Tindakan lain : tidak ada

Komplikasi / kelainan dalam persalianan : tidak ada kelainan

Perineum :

ruptur / tidak : ruptur derajat II

dijahit / tidak : dijahit secara jelujur dan subcutis.

l. Pola kebiasaan saat nifas


Nutrisi : ibu mengatakan makan 3x/hari, porsi sedang dengan menu nasi, lauk kurang
memakan sayur dan mengkonsumsi buah, serta minum air putih lebih
kurang 3 gelas per hari.

Eliminasi

BAB : 1x sehari

BAK : 5x/hari, warna kuning jernih.

Istirahat / tidur :

siang : +- 2 jam

tidur malam : +- 8 jam

Aktifitas : mengurus bayinya dan aktifitas belum banyak sebagai ibu rumah
tangga.

Personal hygiene : mandi, gosok gigi, ganti pakaian 2x/hari dan keramas 1x
dalam 2 hari.

Keadaan psikologis : ibu mengatakan tidak ada masalah

m. Riwayat sosial budaya :

dukungan keluarga : ibu mengatakan keluarganya sangat senang dengan


kelahiran bayinya.

pantang makanan : ibu mengatakan tidak memantang makanan apapun

kebiasaan adat istiadat : tidak ada

penggunaan obat-obatan / rokok : ibu mengatakan tidak pernah


menggunakan obat-obatan terlarang
dan tidak merokok.

3. Data Objektif

1. Pemeriksaan umum
a. Keadan umum : baik

b. Kesadaran : Composmentis

c. TTV

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Denyut nadi : 80 x/ menit

Pernafasan : 22 kali / menit

Suhu : 36,5 C

d. TB : 158cm

e. LILA : 24,6 cm

f. BB sebelum hamil : 68 Kg

g. Berat badan sekarang : 75 Kg

b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

· Kepala : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan

· Muka : ada cloasma gravidarum, tidak oedema, sedikit pucat

· Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, bersih,

· Hidung : bentuk hidung normal, simetris, tidak ada lesi, tidak ada sinus, mukosa
lembab, tidak ada pembesaran polip.

· Telinga : bentuk normal, simetris, tidak ada serumen berlebihan, tidak ada lesi.

· Mulut : simetris, muka bibir lembab, tidak ada lesi, tidak bau mulut, tidak ada
caries gigi, tidak ada gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi,lidah bersih.

2) Leher

· Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis
3) Dada dan axila

· Payudara : simetris, ada hiperpigmentasi areola, putting menonjol, konsistensi


agak keras,terdapat pembesaran kelenjar montgomery, tidak ada
benjolan abnormal, colostrum (+)

· Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe

· Ekstremitas atas dan bawah : gerak (+), simetris, tidak ada oedem, tidak cyanosis
pada ujung kuku, tidak varices.

c.Pemeriksaan khusus obstetri :

1). Abdomen :

inspeksi

pembesaran perut : pembesaran normal

linea alba / linea nigra : linea nigra

strie albican / livede : tidak ada

kelainan : tidak ada kelainan

luka bekas operasi : tidak ada luka bekas operasi

palpasi

Kontraksi : baik, keras

TFU : tidak teraba

kandung kemih : kosong

Kelainan : tidak ada

auskultasi

TD : 110/70 mmHg

Denyut nadi : 80 x/ menit


perkusi

abdomen : di uterus tidak teraba benjolan,nyeri tekan perut bagian bawah

2). Anogenital

vulva dan vagina : tidak ada varises, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri.

perineum :

- luka jahitan : kering

- bengkak / kemerahan : tidak ada bengkak / kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

anus : ada haemorhoid, terdapat seperti tonjolan kecil

d. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan

b. Pemeriksaan penunjang lainnya : tidak dilakukan

B. Interprestasi Data Dasar

Diagnosa : Ibu P1A0 ,22 tahun 6 minggu postpartum dengan peritonitis

Masalah : Ibu sering mual dan demam tinggi

Kebutuhan : pemenuhan nutrisi

C.Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial

Potensial terjadinya syok neurogenik,anemia

D. Identifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera

Kolaborasi dengan ahli bedah jika komplikasi berlanjut.

E. Perencanaan

1. Memeberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada
bagian perut yang ditandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual,dan demam tinggi
2. Memberi support mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan
tidak merasa cemas

3. Menganjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau
serta menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.

G.Pelaksanaan

Tanggal: 27 November 2019 Pukul: 11.15 WIB

1. Bidan telah memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaannya

2.Bidan telah memberi support kepada ibu agar ibu tetap tenang dan tidak merasa cemas.
3.Bidan telah memberitahu ibu untuk makan makanan yang bergizi dan memperbanyak
sayuran hijau serta mengajurkan ibu untuk beristirahat dengan cukup.

H. Evaluasi

Tanggal: 27 November 2019 Pukul: 11.45 WIB

1. Ibu mengerti keadaannya saat ini.

2. Ibu merasa sedikit tenang

3. Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan

B.SOAP

Subjektif :

Ny. A usia 22 tahun P1A0, 6 minggu post partum mengatakan bahwa mengalami nyeri
hebat pada perut bagian bawah, mual-mual dan demam tinggi.

Objektif :

Pemeriksaan umum
a. Keadan umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis

c. TTV

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Denyut nadi : 80 x/ menit

Pernafasan : 22 kali / menit

Suhu : 36,5 C

d. TB : 158cm

e. LILA : 24,6 cm

f. BB sebelum hamil : 68 Kg

g. Berat badan sekarang : 75 Kg

Pemeriksaan fisik

a. Kepala
· Kepala : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan

· Muka : ada cloasma gravidarum, tidak oedema, sedikit pucat

· Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, bersih,

· Hidung : bentuk hidung normal, simetris, tidak ada lesi, tidak ada sinus, mukosa lembab,
tidak ada pembesaran polip.

· Telinga : bentuk normal, simetris, tidak ada serumen berlebihan, tidak ada lesi.

· Mulut : simetris, muka bibir lembab, tidak ada lesi, tidak bau mulut, tidak ada caries
gigi, tidak ada gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi,lidah bersih.

b. Leher
· Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis

c. Dada dan axila


· Payudara : simetris, ada hiperpigmentasi areola, putting menonjol, konsistensi agak
keras,terdapat pembesaran kelenjar montgomery, tidak ada benjolan
abnormal, colostrum (+)
· Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe

· Ekstremitas atas dan bawah : gerak (+), simetris, tidak ada oedem, tidak cyanosis pada
ujung kuku, tidak varices.

Pemeriksaan khusus obstetri :

1). Abdomen :

inspeksi

pembesaran perut : pembesaran normal

linea alba / linea nigra : linea nigra

strie albican / livede : tidak ada

kelainan : tidak ada kelainan

luka bekas operasi : tidak ada luka bekas operasi

palpasi

Kontraksi : baik, keras

TFU : tidak teraba

kandung kemih : kosong

Kelainan : tidak ada

auskultasi

TD : 110/70 mmHg

Denyut nadi : 80 x/ menit

perkusi

abdomen : di uterus tidak teraba benjolan,nyeri tekan perut bagian bawah

2). Anogenital

vulva dan vagina : tidak ada varises, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri.

perineum :
- luka jahitan : kering

- bengkak / kemerahan : tidak ada bengkak / kemerahan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi.

anus : ada haemorhoid, terdapat seperti tonjolan kecil

d. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan

b. Pemeriksaan penunjang lainnya : tidak dilakukan

Assasment :

Diagnosa : Ibu P1A0 ,22 tahun 6 minggu postpartum dengan peritonitis

Masalah : Ibu sering mual dan demam tinggi

Kebutuhan : pemenuhan nutrisi

Planning :

a. Memeberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi pada bagian
perut yang ditandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual,dan demam tinggi
b. Memberi support mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap tenang dan tidak
merasa cemas
c. Menganjurkan ibu untuk memakan makanan bergizi dan memperbanyak sayuran hijau serta
menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada
selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang
biasanya disertai dengan bakteremia atau sepsis. tanda dan gejala dari peritonitis yaitu syok
(neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam, distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan vomiting.

Persalinan dengan Sectio Caesarea dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi
apabila perawatan yang dilakukan tidak benar. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dengan
persalinan Sectio Caesarea adalah peritonitis. Ambulasi segera secara bertahap sangat berguna
untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Sehingga ambulasi dini sangat
diperlukan bagi ibu postpartum.

4.2 SARAN

Ada beberapa hal yang memang harus dipersiapkan ibu postpartum agar tidak terjadinya
infeksi ( peritonitis ). Yaitu dengan memenuhi gizi dan juga bagi ibu postpartum haruslah
melakukan ambulasi segera secara bertahap untuk mempercepat penyembuhan luka dan juga
dapat mencegah terjadinya infeksi.

Anda mungkin juga menyukai