Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

PENYESUAIAN DIRI PENYANDANG DISABILITAS NETRA


TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL
BINA NETRA (PSBN) “WYATA GUNA” BANDUNG

Dosen Pembimbing :
Dr. R. Enkeu Agiati, M.Si
Dra. Enung Huripah, M.Si

Oleh :
Bella Pangestu
10.04.217

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL


BANDUNG
TAHUN 2013

1
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................. 3
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... 4

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 5
A. Latar Belakang .......................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah Penelitian ..................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 10


A. Penelitian Terdahulu................................................................................... 10
B. Tinjauan Kepustakaan yang Relevan ......................................................... 17
1. Tinjauan tentang Penyesuaian Diri....................................................... 17
2. Tinjauan tentang Penyandang Disabilitas Netra .................................. 22
3. Tinjauan tentang Lingkungan Sosial .................................................... 25
4. Tinjauan tentang PSBN Wyata Guna ................................................... 25
5. Pekerjaan Sosial dalam Permasalahan Penyandang Disabilitas Netra 27
C. Kerangka Pikir ............................................................................................ 30

III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 31


A. Definisi Operasional .................................................................................. 32
B. Populasi dan Sampel ................................................................................. 33
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 33
D. Alat Ukur dan Pengujian Validitas Reliabilitas ........................................ 34
E. Teknik Analisis Data ................................................................................. 35
F. Jadwal Penelitian ....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37

2
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1: Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Kuantitatif ........................... 32

3
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1: Kerangka Pikir .................................................................................... 27

4
PROPOSAL PENELITAN

PENYESUAIAN DIRI PENYANDANG DISABILITAS NETRA


TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL
BINA NETRA (PSBN) WYATA GUNA BANDUNG

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai
kelainan pada organ tubuhnya (secara fisik dan/atau mental) yang
berdampak pula terhadap ketidakmampuan dirinya untuk dapat hidup
bermasyarakat (socialization), umumnya mereka mempunyai keterbatasan
pada daya nalarnya (intelegence), dengan rasa emosionalnya (emotion)
yang sulit dikendalikan oleh dirinya sendiri. Penyandang disabilitas netra
merupakan salah satu jenis kedisabilitasan yang mempunyai
permasalahan atau gangguan dalam hal penglihatan.
Penglihatan seseorang memiliki peranan penting dalam
mendapatkan informasi dari lingkungan. Apabila penglihatan seseorang
hilang, maka saluran utama didalam memperoleh informasi dari
lingkungan akan hilang. Hal ini berakibat adanya hambatan dalam
memperoleh pengalaman baru yang beraneka ragam di dunia ini. Dengan
hilangnya penglihatan, penyandang disabilitas netra memperoleh
informasi menggantungkan pada indera pendengaran, perabaan, dan
penciuman, akan tetapi indera di luar penglihatan ini sering tidak dapat
mengamati dan memahami sesuatu diluar jangkauan fisiknya.
Menurut Undang-undang RI No. 4 Tahun 1997 pasal 1 tentang
pengertian mengenai penyandang cacat adalah “setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan
secara layaknya”. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI tahun 1993
penyandang disabilitas netra adalah “seseorang yang mengalami

5
kerusakan pada organ penglihatan sehingga tidak dapat melihat. Karena
itu penyandang disabilitas netra sering mengalami masalah psikososial”.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa jumlah
penyandang disabilitas netra di Indonesia pada tahun 2012 mencapai
1.749.981 penyandang, menurut Direktur RS Mata Cicendo jumlah
penyandang disabilitas netra di Jawa Barat pada januari 2013 yaitu
sebanyak 473.000 penyandang, dikhususkan lagi di kota Bandung menurut
data Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna, penyandang disabilitas
netra mencapai 2000 penyandang. Jumlah ini akan terus bertambah seiring
perkembangan keadaan yang dipengaruhi oleh pertambahan jumlah
penduduk, dan rendahnya tingkat kesehatan di masyarakat.
Keberadaan dan keberfungsian penyandang disabilitas netra tidak
terlepas dari hubungan sosial antara penyandang disabilitas netra dengan
lingkungan sosial atau lingkungan sekitarnya. Namun pada kenyataannya
masih banyak penyandang yang belum mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sosialnya. Masalah ini dapat disebabkan oleh berbagai
hal, salah satunya adalah penyandang disabilitas netra tersebut belum
dapat menerima takdirnya, keadaan fisik yang berbeda dengan orang lain.
Selain itu, sikap masyarakat terhadap penyandang disabilitas netra ikut
menentukan bisa atau tidaknya penyandang disabilitas netra tersebut
menyesuaikan dirinya dan dapat berfungsi secara sosial. Sikap masyarakat
yang dimaksud dalam hal ini adalah dukungan sosial dan merangkul serta
melibatkan penyandang disabilitas netra di kegiatan kemasyarakatan.
Dalam proses sosialisasi terhadap lingkungan, terdapat permasalahan
yang cukup signifikan pada penyandang disabilitas netra, tidak sedikit
penyandang disabilitas netra yang menutup diri dan merasa malu dengan
kedaannya. Hal ini tidak hanya terjadi pada penyandang disabilitas yang
tinggal di lingkungan masyarakat, bagi penyandang disabilitas netra yang
tinggal di panti tidak menutup kemungkinan mereka memiliki hambatan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

6
Penyesuaian diri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu
antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan. Manusia dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan, dan lingkungan
alam sekitarnya, dengan demikian penyesuaian diri merupakan suatu
proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu
agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan
merupakan salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya kesehatan
mental/ jiwa individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu
mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam
menyesuaikan diri baik dengan keluarga, teman sebaya, dan
lingkungannya. tidak sedikit orang-orang yang mengalami stress atau
depresi akibat kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri
dengan kondisi lingkungan yang ada.
Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian diri yang sempurna tidak
akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses
sepanjang hayat (life long process) dan individu terus menerus akan
berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna
mencapai pribadi yang sehat, begitu pula bagi seorang penyandang
disabilitas netra atau tunanetra. Orang akan dikatakan sukses dalam
melakukan penyesuaian diri jika ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan
cara-cara yang wajar atau dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan
atau mengganggu orang lain.
Permasalahan penyandang disabilitas netra yang beraneka ragam
tersebut tidak hanya terjadi di dalam lingkungan masyarakat, namun
memungkinkan terjadi dalam lingkungan panti. Di dalam lingkungan
panti, tidak sedikit penyandang yang belum mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sosialnya, hal ini sering terjadi pada penyandang yang
lama tinggal di panti + 3 bulan. Lingkungan yang baru ini dapat membuat
penyandang disabilitas netra menjadi pendiam dan minder karena ia harus
mengenal teman-teman baru, tempat tinggal baru, pembimbing dan

7
pengajar baru, sekaligus mengenal keadaan lingkungan panti dalam waktu
yang bersamaan.
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna merupakan unit
pelaksana teknis di bidang rehabilitasi dan pelayanan sosial. PSBN Wyata
Guna mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promtif, dalam bentuk
bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial pelatihan
keterampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi para penyandang
disabilitas netra agar mampu menyesuaikan diri dengan kondisinya dan
mampu melaksanakan fungsi sosialnya di masyarakat.
Berdasarkan hasil penjajagan peneliti ke Panti Sosial Bina Netra
(PSBN) Wyata Guna Bandung pada 11-14 September 2013 diperoleh
gambaran penyesuaian diri penyandang disabilitas netra yang tinggal di
asrama, ada penyandang disabilitas yang sangat aktif berkomunikasi antar
sesamanya, namun ada pula penyandang yang berdiam diri di dalam
kamar dan tidak bergabung dengan teman-temannya. Ditemukan fakta
bahwa penyandang disabilitas netra berjenis kelamin laki-laki
mendominasi dalam hal jumlah keseluruhan. PSBN Wyata Guna memiliki
anak asuh 240 terdiri dari 163 laki-laki dan 77 perempuan yang terbagi
atas 100 klien formal dan 140 klien non formal. Mayoritas anak asuhnya
berada pada usia 19-35 tahun.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti tentang “Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas Netra terhadap
Lingkungan Sosial di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna
Bandung”. Penelitian yang akan dilakukan ini dikhususkan kepada klien
yang lama tinggal di PSBN Wyata Guna selama + 3 bulan dengan kriteria
umur 19-35 tahun. Motivasi menentukan sasaran responden dalam usia 19-
35 tahun karena mayoritas klien baru di PSBN Wyata Guna berada pada
usia 19-35 tahun yang berjumlah 34 klien.
Mekanisme penelitian akan dilakukan menggunakan metode
kuantitatif dengan survey deskriptif. Metode penelitian survei deskriptif

8
akan memberikan gambaran mengenai Penyesiaian Diri Penyandang
Disabilitas Netra di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna
Bandung. Peneliti akan memberikan instrumen yang berupa pertanyaan
kepada responden yang jawabannya dapat dipilih langsungoleh responden,
karena instrumen tersebut dilengkapi dengan pilihan jawaban. Peneliti
mengharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan dan memberikan pengetahuan tentang penyesuaian diri
penyandang disabilitas netra.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan ulasan latar belakang di atas maka rumusan
permasalahan pokok penelitian ini adalah “Bagaimana Penyesuaian Diri
Penyandang Disabilitas Netra terhadap Lingkungan Sosial di Panti Sosial
Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung”. Selanjutnya permasalahan
tersebut diuraikan dalam sub-sub permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik responden?
2. Bagaimana penyesuaian diri responden terhadap teman di panti?
3. Bagaimana penyesuaian diri responden terhadap pekerja sosial?
4. Bagaimana penyesuaian diri responden terhadap wali asuh?
5. Bagaimana penyesuaian diri responden terhadap pegawai panti?
6. Bagaimana penyesuaian diri responden terhadap kegiatan yang ada di
panti?
7. Bagaimana harapan responden terhadap PSBN Wyata Guna?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk memperoleh
gambaran secara empiris tentang:
1. Karakteristik responden
2. Penyesuaian diri responden terhadap teman di panti
3. Penyesuaian diri responden terhadap pekerja sosial
4. Penyesuaian diri responden terhadap wali asuh
5. Penyesuaian diri responden terhadap pegawai panti
6. Penyesuaian diri responden terhadap kegiatan yang ada di panti

9
7. harapan responden terhadap PSBN Wyata Guna
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya penjelasan ilmiah
(teori) yang berkaitan dengan penyesuaian diri penyandang disabilitas
netra terhadap lingkungan sosial di PSBN Wyata Guna Bandung.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pembaca mengenai penyesuaian diri
penyandang disabilitas netra terhadap lingkungan sosial di PSBN
Wyata Guna Bandung.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Penelitian Terdahulu
1. Penyesuaian Diri Remaja Cacat Netra di Panti Sosial Bina Netra
”Budi Mulyo” Malang oleh Syafani Aldo Hakiki tahun 2004.
(digilib.umm.ac.id)
Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif
yang bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri remaja cacat netra
di Panti Sosial Bina Netra “Budi Mulyo” Malang diantaranya adalah
penyesuaian diri dalam kesiapan mengikuti aturan-aturan,
penyesuaian diri dalam mengikuti progam-progam, penyesuaian diri
dalam kemampuan mengikuti pelajaran, penyesuaian diri dalam
bergaul dengan teman, penyesuaian diri dalam kemampuan
berinteraksi dengan instruktur dan pengelola dan penyesuaian diri
terhadap kemampuan beradaptasi dengan lingkungan panti. Tehnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, interview dan dokumentasi
Penelitian menggunakan subyek sebanyak 12 responden
karena dengan jumpah responden tersebut cukup dapat mewakili

10
remaja cacat netra di panti yang keseluruhannya berjumlah sebanyak
120 klien untuk mengungkap tentang penyesuaian dirinya selama
berada di lingkungan panti. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Bina
Netra “Budi Mulyo” Malang.
Hasil dari penelitian yang telah di lakukan adalah kemampuan
untuk melakukan penyesuaian diri bagi setiap remaja cacat netra
berbeda-beda hal tersebut tergantung pada bagaimana individu itu
menentukan sikapnya jika merasa tersisih dan tidak terpakai maka ada
kemungkinan lingkungan benar-benar menyisihkannya namun jika
klien pintar membaca diri tentunya lingkungan juga akan memberikan
timbal baliknya selain itu juga tergantung pada bagaimana klien saat
di luar dulu, jika klien mau tahu akan suatu aturan dan bisa
bersosialisasi maka klien akan mudah dalam penyesuaian diri baik itu
dengan sesama penyandang cacat netra maupun dengan peraturan
yang ada. Segala hal yang dilakukan oleh remaja cacat netra tersebut
adalah untuk melakukan penyesuaian diri secara pribadi dalam
mengatasi keminderan yang mereka hadapi sedangkan untuk
melakukan penyesuaian sosial mereka lebih mengalami kemudahan
hal tersebut ditunjukkan dengan kemudahan dalam beradaptasi
dengan lingkungan panti.
2. Penyesuaian Diri dan Kemandirian pada Remaja Penyandang Cacat
Fisik Perolehan oleh Erwin Herdyana Kusumah, Anita Zulkaida tahun
2007 (www.gunadarma.ac.id)
Subjek penelitian adalah remaja penyandang cacat fisik
perolehan akibat mengalami kecelakaan, yang berusia 18 tahun yang
masih duduk di kelas 3 SMU. Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa remaja penyandang cacat fisik mampu menyesuaikan diri dan
mencapai kemdiriannya dengan baik. Kemandirian tersebut
ditunjukan dengan penyesuian diri dalam menerima kecacatannya,
yang dapat dilihat dalam beberapa hal yaitu kecenderungan mencari
tuan untuk disandari, kemampuan memenuhi tantangan dengan rasa

11
percaya diri dan kekuatan yang dimiiki, melihat sesuatu sebagaimana
adanya, dan adanya perasaan aman bila berbeda dengan orang lain.
Mereka ingin diperlakukan layaknya orang normal, ingin apa
yang sudah diperbuat bisa dihargai oleh orang lain dan keinginan-
keinginan seperti itu mendapat dukungan, terutama oleh keluarga dan
masyarakat pada umumnya. Memberi kesempatan pada remaja
penyandang cacat fisik untuk berbuat sesuatu yang bisa mereka
lakukan sendiri selama itu tidak membahayakan dirinya adalah salah
satu jalan untuk dapat mencapai kemandirian. Kalaupun ada beberapa
aspek yang telah tersebut diatas ada salah satu yang kurang terlaksana
dengan baik hal itu semata-mata disebabkan keterbatasan fisiknya.
3. Penyesuaian Diri pada Seorang Penyandang Cacat Tubuh Bukan
Bawaan oleh Diah Komariah tahun 2013 (library.gunadarma.ac.id)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode study kasus
dengan mencoba agar responden dapat dan mau menjawab berbagai
keadaan yang dialaminya maupun pertanyaan tentang permasalahan
penyesuaian diri dalam lingkungannya, khusus dalam penelitian ini,
data yang dikumpulkan diarahkan pada proses dan kemampuan subjek
dalam menyesuaikan diri. Selain itu dilakukan juga observasi dengan
mengamati perilaku dan aktifitas dari subjek penelitian, untuk
membuat deskripsi yang dipelajari, aktifitas yang berlangsung, dan
orang yang terlibat dalam kejadian yang diamati.
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa gambaran
penyesuaian diri subjek termasuk baik, hal ini dilihat dari dimensi
penyesuaian diri antara lain, subjek memiliki self esteem yang baik,
subjek merasakan kebahagiaan setelah ia cacat, subjek mampu
mengatasi kecemasan yang timbul pada dirinya, memiliki perasaan
bebas dan mandiri dan menjalankan hidup apa adanya, namun subjek
sedikit memiliki perasaan yaitu hypochondriasis subjek sering
merasakan keluhan rasa sakit dengan kesehatannya. Namun secara

12
umum subjek memiliki penyesuaian diri yang baik serta mampu
menyesuaikan diri terhadap keadaannya.
4. Proses Penyesuaian Diri Penyandang Cacat Akibat Kecelakaan: Suatu
Studi dengan Desain Biografi oleh Indri Safitri tahun 2008.
(library.usd.ac.id)
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, bersifat
eksploratif, dengan desain biografi. Subyek penelitian ini adalah
remaja putri berumur 19 tahun yang duduk di kelas 1 SMA. Ia
mengalami kecelakaan saat ia berumur 15 tahun dan duduk di kelas 3
SMP. Kecelakaan subyek dikarenakan ketidakberhasilan operasi
pengangkatan tumor pada sumsum tulang belakangnya, yang bila
tidak di operasi akan menimbulkan kelumpuhan.
Data-data penyesuaian diri diambil dengan metoda wawancara
semi terstruktur pada subyek dan orangtuanya. Data wawancara
dengan subjek diverbatimkan dianalisis, dan dikategorisasikan dalam
format tiga kolom. Setelah proses tersebut, data hasil analisis itu
disusun dalam suatu kronologi waktu. Untuk validitas data penelitian,
peneliti melakukan triangulasi terhadap seluruh data yang telah
melewati proses triangulasi dirangkum dalam tabel hasil penelitian,
dan dideskripsikan dalam kronologi pengalaman penyesuaian diri
subyek penelitian digunakan peneliti sebagai dasar mendeskripsikan
hasil penelitian, membahas hasil penelitian, menyimpulkan hasil
penelitian, menilai keterbatasan penelitian, serta pemberian saran pada
subyek penelitian dan peneliti yang ingin melakukan penelitian
sejenis.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan drastik kemampuan
penyesuaian diri subyek pasca operasi. Kemampuan penyesuaian diri
subyek pada aspek fisiologis agak membaik akibat intervensi RSC
Solo. Namun, keseluruhan kemampuan penyesuaian diri subyek
meningkat secara progresif sejak intervensi.

13
5. Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah pada Siswa kelas XI SMA 2
Pasundan Bandung oleh Kusdiyati, & Lilim Halimah, Faisaluddin
tahun 2012. (journal.uad.ac.id)
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa sebanyak
86 siswa (47,5%) dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan sosial disekolahnya, dan sebanyak 95 siswa (52,5%) tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sosial di
sekolah. Populasi siswa kelas XI yaitu 340 dan diperoleh sampel
sebanyak 181 siwa. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
cluster random sampling dengan melihat tabel Krejcie, dan alat
memperoleh data menggunakan diperoleh menggunakan tekhnik
wawancara dan observasi.
Hasil wawancara yang berkaitan dengan minat dan partisipasi
terhadap kegiatan sekolah, banyak dari mereka yang mengatakan
bahwa mereka malas dan tidak tertarik sedikitpun untuk mengikuti
kegiatan sekolah seperti OSIS ataup ramuka, sedangkan bagi mereka
yang sempat berminat diperoleh 2 alasan, yangpertama adalah karena
memang gagal dalam proses seleksi dan yang kedua karena mereka
telah malas terlebih dahulu setelah mengetahui bahwa untuk menjadi
anggota dalam aktifitas sekolah mereka harus memperoleh tugas-
tugas yang berat sebelum akhirnya dilantik menjadi anggota tersebut,
dan itupun belum tentu mereka lolos dalam proses seleksi.
Berdasarkan wawancara yang berkaitan dengan membina
relasi yang baik dengan teman sekolah, guru, dan unsur-unsur sekolah
diketahui bahwa kedua puluh siswa tersebut memiliki guru yang tidak
disukai, dan 12 siswa diantaranya juga memiliki teman yang tidak
disukai. Alasan mereka tidak menyukai guru tersebut hampir
sama,yaitu karena menurut mereka guru tersebut terlalu disiplin, galak
dan selalu memberikantugas yang sulit dan dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan bagi mereka yang pernahmemiliki masalah
dengan temannya mengatakan bahwa mereka bermasalah

14
karenamenganggap temannya itu suka ikut campur, cari perhatian, dan
arogan, selain ituada juga dari mereka yang memiliki masalah dengan
temannya karena masalahperebutan perempuan atau laki-laki,
sehingga mereka sempat tidak bertegur sapa,beradu mulut, hingga
bertengkar fisik yang menyebabkan mereka harus menghadapguru
BP.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti diketahui
bahwa sebagian besarsiswa laki-laki mengeluarkan seragamnya dari
celana mereka, sedangkan bagi siswa perempuan berpakaian dengan
ketat, kondisi kelas selama jam pelajaran berlangsung tidak pernah
dipenuhi oleh para siswa, rata-rata kelas hanya diisi oleh setengah atau
sepertiga dari total jumlah siswa di kelas tersebut, saat peneliti
mencoba menanyakankemana siswa yang lain mereka menjawab pergi
ke mall, tidak masuk kelas, atau sedang di luar kelas, padahal pada
saat itu adalah jam pelajaran sekolah. Mereka juga cenderung tidak
menghormati guru yang sedang mengajar dengan berbicara sendiri di
dalam kelas, bermain game yang ada di handphone, mendengarkan
musikdengan menggunakan headset, dan tanpa ragu merias diri atau
bercermin di dalam kelas. Hal-hal tersebut diakui guru BP di sekolah
itu apabila mereka berhadapan dengan guru-guru tertentu terutama
guru yang tidak disukai dan guru yang tidak tegas.
6. Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal
ke Homeschooling oleh Salman Alfarisy tahun 2007.
(salmanalfarisy.wordpress.com)
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif dan pengumpulan data yang digunakan adalah metode
wawancara dengan pedoman umum. Metode wawancara dianggap
paling sesuai dalam menjawab masalah penelitian ini karena peneliti
bermaksud untuk mendapat pengetahuan mengenai makna yang
dialami oleh setiap subyek berkenaan dengan proses penyesuaian diri
yang mereka jalani.

15
Dalam tahap pelaksanaan, peneliti mewawancarai subyek
masing-masing sebanyak dua kali, hanya satu subyek yang
diwawancarai satu kali. Dalam sekali pertemuan, wawancara
dilaksanakan selama satu hingga dua setengah jam. Pada tahap
pengolahan dan analisis, peneliti menganalisis hasil perolehan dengan
melakukan analisis intra subyek dan antar subyek.
Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri yang dilakukan oleh keempat subyek dalam masa
peralihan dari sekolah formal ke homeschooling berbeda-beda. Dua
subyek merasa telah dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam masa
peralihan tersebut, sedangkan dua subyek lain merasa masih terdapat
beberapa hal yang perlu dicapai agar dapat menyesuaikan diri dengan
baik.
Dalam penelitian ini dapat dilihat dari lingkungan sosial
subyek yang terdiri dari keluarga dan teman. Memiliki keluarga dan
teman yang mendukung merupakan hal yang penting bagi
homeschooler. Proses penyesuaian diri juga dapat dilihat dari
dinamika hubungan dan dukungan dalam keluarga yang cukup terlihat
pada keempat subyek. Dukungan penuh dari kedua orangtua dapat
membantu subyek menyesuaikan diri, seperti yang terjadi pada dua
subyek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Powell (1983) bahwa salah satu resources atau sumber daya yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah kemampuan
untuk membina hubungan baik dengan keluarga dan orang lain,
dimana termasuk di dalamnya perhatian dan dukungan.
Pada penelitian ini terlihat bahwa tiga subyek dapat menuruti
keinginan orangtua, khususnya ibu mereka, untuk melaksanakan
homeschooling, walaupun beberapa melaksanakannya dengan
perasaan kesal. Hal ini terjadi karena dalam rangka mencapai
kemandiriannya, Rice (1999) menyatakan bahwa remaja memiliki
keinginan untuk dapat bertingkah laku secara mandiri dalam beberapa

16
area tertentu, seperti cara berpakaian dan memilih teman bermain,
tetapi remaja juga masih memerlukan arahan orangtua mereka dalam
area lain, seperti merencanakan pendidikan.
Perubahan yang dialami oleh setiap subyek dalam penelitian
ini adalah masa peralihan dari sekolah formal ke homeschooling.
Keempat subyek sama-sama beralih dari sekolah formal ke
homeschooling, tetapi masing-masing memiliki keunikan yang
terletak pada asal sekolah dan keadaan sekolah formal sebelumnya,
serta komunitas homeschooling yang berbeda-beda. Keempat subyek
penelitian yang berasal dari sekolah formal yang tentu saja memiliki
jadwal belajar di sekolah yang teratur (rutin). Disamping itu, keempat
subyek tidak terbisaa untuk belajar mandiri di rumah. Oleh karena itu
ketika mereka melaksanakan homeschooling yang menuntut lebih
banyak tanggung jawab pribadi, keempat subyek pada awalnya
bahkan sampai sekarang merasakan kesulitan dalam berdisiplin dan
mengatur waktu belajar.

Berdasarkan keenam penelitian terdahulu yang telah penulis


uraikan satu persatu maka pebedaan penelitian yang akan penulis lakukan
dengan penelitian terdahulu adalah penyesuaian diri responden terhadap
lingkungan sosialnya, meliputi penyesuaian responden terhadap teman
sebaya, pekerja sosial, wali asuh, pegawai, dan kegiatan yang ada di agar
responden mampu menjaga eksistensinya serta mampu beradaptasi
dengan lingkungan barunya yaitu Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata
Guna Bandung.

B. Tinjauan Kepustakaan yang Relevan


1. Tinjauan tentang Penyesuaian Diri
a. Pengertian Penyesuaian Diri
Enung Fatimah (2010:194) menyatakan bahwa
penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis
yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi

17
hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Berikut ini adalah beberapa teori penyesuaian diri menurut para
ahli :
Desmita (2009:191) mengatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu konstruksi / bangunan psikologi yang
luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu
terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari
dalam diri itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah
penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu
dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar
dirinya.

Kartini Kartono (2002:56) mengatakan bahwa


penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai
harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka,
depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negative sebagai
respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa
dikikis habis.

Menurut Schnieders dalam Desmita (2009:192)


mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses
yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana
individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-
ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang
dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau
harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku di dalam masyarakat agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya
b. Aspek – aspek Penyesuaian Diri
Enung Fatimah (2010:207) mengatakan bahwa pada
dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian
pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua
aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1) Penyesuaian Pribadi

18
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu
untuk menerima dirinya sendiri sehingga terjadi
hubungan yang harmonis antara individunya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya
siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan
kekurangan dan mampu bertindak objektif sesuai
dengan kondisi dirinya tersebut. keberhasilan
penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa
benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab,
dongkol, kecewa atau tidak percaya pada kondisi
dirinya.
2) Penyesuaian Sosial
Dalam kehidupan dimasyarakat terjadi proses saling
mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan
silih berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola
kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan
aturan, hukum, adat istiadat, nilai dan norma sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal
dengan istilah proses penyesuaian sosial. Penyesuaian
sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat
individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain.
Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup
hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat
sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat
secara umum. Apa yang diserap atau dipelajari
individu dalam proses interaksi dengan masyarakat
masih belum cukup untuk menyempurnakan
penyesuaian sosial yang memungkinkan individu
untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial secara
baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu
dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk
mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakatnya.
c. Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Enung Fatimah (2010:195) terdapat dua
karakteristik penyesuaian diri, yaitu penyesuaian diri yang positif
dan penyesuaian diri yang salah:
1) Penyesuaian Diri yang Positif
Individu yang tergolong mampu melakukan
penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai
berikut :
a) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional
yang berlabihan.

19
b) Tidak menunjukkan adanya mekanisme
pertahanan yang salah.
c) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi
d) Memiliki pertimbangan yang rasional dalam
pengarahan diri.
e) Mampu belajar dari pengalaman.
f) Bersikap realistik dan objektif.
2) Penyesuaian Diri yang Salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara
positif, dapat mengakibatkan individu melakukan
penyesuaian diri yang salah. Penyesuaian diri yang
salah ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang serba
salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak
realistic, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga
bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu
reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi
melarikan diri.
Menurut Schneider (1964:274-276), penyesuaian
yang normal memiliki karakteristik antara lain :

1) Absence of excessive emotionality (terhindar dari


ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan, tidak
mampu mengontrol diri).
2) Absence of psychological mechanism (terhindar dari
mekanisme-mekanisme psikologis, seperti
rasionalisasi, agresi, kompensasi, dsb).
3) Absence of the sense of personal frustration (terhindar
dari perasaan frustrasi atau kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhannya).
4) Rational deliberation and self-direction (memiliki
pertimbangan rasional, yaitu mampu memecahkan
masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dan
mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil).
5) Ability to learn (mampu belajar, mampu
mengembangkan dirinya dalam upaya memenuhi
kebutuhan atau mengatasi masalah).
6) Utilization of past experience (mampu memanfaatkan
pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu baik
yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan
untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih
baik).
7) Realistic, objective, attitude (mampu menerima
kenyataan yang dihadapi secara wajar, mampu

20
menghindari, merespon situasi atau masalah secara
rasional, tidak didasari oleh perasangka buruk).

d. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri


Menurut Enung (2010:199), faktor-faktor yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Faktor fisiologis
Struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer bagi
tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa system syaraf,
kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi
proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system
syaraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-
gejala gangguan mental. Dengan demikian kondisi
tubuh yang baik merupakan syarat tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik pula.
2) Faktor psikologis
Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi
kemampuan penyesuaian diri antara lain pengalaman,
proses belajar, determinasi diri, dan konflik.
3) Faktor perkembangan dan kematangan
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat
kematangan yang dicapai individu berbeda-beda,
sehingga pola-pola penyesuaian dirinya juga akan
bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan
antara penyesuaian dan perkembangan dapat berbeda-
beda menurut jenis aspek perkembangan dan
kematangan yang dicapai. Kondisi-kondisi
perkembangan dan kematangan mempengaruhi setiap
aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial,
moral, keagamaan, dan intelektual.
4) Faktor lingkungan
Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah,
masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat
terhadap penyesuaian diri seseorang.
5) Faktor budaya dan agama
Lingkungan cultural tempat individu berada dan
berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian
dirinya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu
dalam mengurangi konflik, frustrasi, dan ketegangan
lainnya.

21
2. Tinjauan tentang Penyandang Disabilitas Netra
a. Pengertian Penyandang Disabilitas Netra
Salah satu jenis kedisabilitasan adalah disabilitas netra,
sedangkan orang yang mengalami disebut dengan penyandang
disabilitas netra atau tunanetra. Menurut Anggaran Rumah
Tangga Pertuni Bab 1 pasal 1 dalam Epi Supiadi (2004:12)
menyatakan bahwa penyandang disabilitas netra adalah mereka
yang berindera penglihatan lemah pada kedua matanya sehingga
tidak memiliki kemampuan membaca tulisan atau huruf cetak
ukuran normal meskipun dibantu dengan kacamata sampai
dengan mereka yang buta total. Berdasarkan pengertian tersebut,
penyandang disabilitas netra bukan hanya seorang yang tidak
melihat sama sekali, tetapi termasuk yang masih dapat melihat
namun kemampuan jarak pandangnya terbatas.
b. Klasifikasi Disabilitas Netra
Menurut Daniel P. Hallahan dalam Geniofam (2010:12)
disabilitas netra dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu :
1) Buta Total (Totality Blind)
Orang dikatakan buta total jika tidak dapat melihat 2
jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya
yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi
mobilitas. Mereka tidak dapat menggunakan huruf
selain huruf Braille.
2) Kurang Penglihatan (Low Vision)
Mereka yang tergolong low vision adalah yang bila
melihat sesuatu, mata harus didekatkan atau mata
harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau
mereka yang memiliki pemandangan kabur ketika
melihat objek. Untuk mengatasi permasalahan
penglihatannya, para penderita low vision ini
menggunakan kacamata atau kontak lensa.
c. Ciri-ciri Penyandang Disabilitas Netra
Keadaan fisik penyandang disabilitas netra tidak jauh
berbeda dengan individu normal lainnya. Perbedaan yang nyata
diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

22
Geniofam (2010:13) menggolongkan ciri-ciri disabilitas netra
sebagai berikut :
1) Buta Total (totality blind)
Penyandang disabilitas netra totality blind memiliki ciri-ciri :
a) Mata juling;
b) Sering berkedip;
c) Menyipitkan mata;
d) Kelopak mata merah;
e) Mata infeksi;
f) Gerakan mata tak beraturan dan cepat;
g) Mata selalu bersinar (mengeluarkan air mata);
h) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
2) Low Vision
Ciri-ciri yang tampak pada penyandang low vision adalah :
a) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat;
b) Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar;
c) Mata tampak lain; terlihat putih ditengah mata (katarak)
atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat
berkabut;
d) Terlihat tidak menatap lurus kedepan
e) Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama
di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu;
f) Lebi sulit melihat pada malam hari dari pada siang hari;
g) Pernah menjalanai operasi mata dan atau memakai
kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat
melihat dengan jelas.
d. Faktor Penyebab Disabilitas Netra
Menurut Geniofam (2010:17) bahwa disabilitas netra
dapat disebabkan oleh faktor prenatal (sebelum kelahiran) dan
post natal (saat atau sejak/setelah dilahirkan).
1) Faktor prenatal
Faktor penyebab disabilitas netra pada masa prenatal
sangat berat hubungannya dengan masalah keturunan
dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.
2) Faktor post-natal
Penyebab ketunanetraan post-natal antara lain
a) Kerusakan pada mata atau syaraf mata pada waktu
persalinan akibat benturan alat-alat atau benda
keras
b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit
gonorrhoe sehingga menular pada bayi
c) Mengalami penyakit mata seperti kekurangan
vitamin A, virus, dan sebagainya

23
d) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya
kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau
tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan
dari kendaraan, dan sebagainya.
e. Permasalahan Penyandang Disabilitas Netra
Menurut Geniofam (2010:15) penyandang disabilitas
netra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian
dengan timbul beberapa masalah antara lain :
1) Curiga terhadap Orang Lain
Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, penyandang
disabilitas netra kurang mampu berorientasi dengan
lingkungan sehingga kemampuan mobilitas pun akan
terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan
berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain.
2) Perasaan Mudah Tersinggung
Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh
terbatasnya rangsangan visual yang diterima.
Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan rasa
kecewa menjadikan seorang penyandang disabilitas
netra yang emosional.
3) Ketergantungan Berlebihan
Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi
kesulitan diri sendiri cenderung mengharapkan
pertolongan orang lain. Penyandang disabilitas netra
harus diberi kesempatan untuk menolong dirinya
sendiri, berbuat dan bertanggungjawab. Kegiatan
sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian,
dibisaakan dilakukan sendiri sejak kecil.
f. Kebutuhan Penyandang Disabilitas Netra
Kebutuhan penyandang disabilitas netra tidak jauh dengan
kebutuhan individu normal pada umumnya, antara lain:
1) Kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan akan pangan, sandang,
papan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan
kesempatan kerja.
2) Kebutuhan pengakuan dari orang lain, dengan kata lain
penyandang disabilitas netra membutuhkan penerimaan dari
teman sebaya ataupun lingkungan sekitarnya.
3) Kebutuhan akan keikutsertaan di dalam kelompok, sehingga
penyandang disabilitas merasa diakui dan dihargai.

24
4) Kebutuhan memperoleh dukungan emosional, dalam hal ini
keluarga, teman sebaya dan masyarakat pada umumnya
berperan penting untuk selalu memberikan dukungan
emosional kepada penyandang disabilitas netra
3. Tinjauan tentang Lingkungan Sosial
Menurut Eka yunita dalam eka-yunita-ekayunita.blogspot.com
mengatakan bahwa lingkungan sosial adalah hubungan interaksi
antara masyarakat dengan lingkungan. Lingkungan sosial dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Lingkungan sosial primer yaitu lingkungan sosial dimana terdapat
hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota lain,
anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota
lain.
b. Lingkungan sosial skunder yaitu lingkungan sosial yang
berhubungan anggota satu dengan anggota lain agak longgar
dengan tujuan sebagai berikut:
1) untuk membangun rasa senasib dan sepenanggungan di antara
mereka, khususnya manusia Indonesia yang mewujudkan rasa
persatuan.
2) agar tertanam rasa toleransi diantara mereka, seorang hanya
mempunyai arti bagaimana ia menjadi bagian dalam
kelompok
3) agar timbul kesadaran bahwa di antara mereka terdapat saling
ketergantungan yang berkaitan dengan kepedulian sosial.
4. Tinjauan tentang Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna sebagai unit
pelaksana teknis melaksanakan tugas memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial, berada dibawah Kementerian Sosial RI dan
bertanggungjawab langsung kepada dirjen rehabilitasi sosial
kementerian sosial RI.
a. Visi dan Misi

25
Visi: mewujudkan kesetaraan dan kemandirian penyandang
disabilitas netra
Misi:
1) Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang disabilitas netra
2) Meningkatkan sumber daya penyandang disabilitas netra
3) Menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta,
perguruan tinggi, organisasi sosial dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang disabilitas netra
4) Meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam
pelayanan dan rehabilitasi penyandang disabilitas netra
b. Tugas PSBN Wyata Guna
PSBN Wyata Guna mempunyai tugas memberikan
bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif,
rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar
pendidikan, fisik, mental, sosial pelatihan keterampilan,
resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi para penyandang
disabilitas agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan, pemberian informasi dan rujukan.
c. Fungsi PSBN Wyata Guna
Untuk menyelanggarakan tugas, PSBN Wyata Guna
mempunyai fungsi-fungsi teknis, yaitu sebagai berikut :
1) Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan
2) Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosis sosial
dan perawatan
3) Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi
bimbingan mental, sosial, fisik dan keterampilan
4) Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut
5) Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi

26
6) Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan
rehabilitasi sosial
7) Pelaksanaan urutan tata usaha.
5. Pekerjaan Sosial dalam permasalahan Penyandang Disabilitas Netra
a. Pengertian Pekerjaan Sosial
Menurut Zastrow dalam Suharto (2006:24) bahwa pekerjaan
sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu,
kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki
kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-
kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut.
Pekerjaan Sosial dalam intervensi terhadap masalah-masalah sosial
diarahkan pada upaya membantu dan menolong individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat agar dapat berfungsi sosial sesuai
dengan status dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.
Friedlander dan Apte dalam Dwi Heru Sukoco (1991:7),
mendefinisikan Pekerjaan Sosial sebagai berikut:
“Pekerjaan sosial merupakan suatu pelayanan sosial yang
prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan
ilmiah tentang relasi manusia sehingga dapat membantu
individu, kelompok dan masyarakat mencapai kepuasan
pribadi dan sosial serta kebebasan”.

Selanjutnya Soetarso (1992 : 5) memberikan definisi


pekerjaan sosial sebagai berikut:

“Pekerjaan Sosial adalah merupakan suatu keahlian yang


mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau
mengembangkan interaksi diantara orang ini memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka,
penanganan kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-
aspirasi dan nilai-nilai mereka”.
Adapun menurut Max Siporin (1975:4) Pekerjaan Sosial pada
prinsipnya mempunyai dua unsur pokok yaitu :

1) Pekerja sosial merupakan suatu metoda institusi local

27
2) Bertujuan untuk membantu orang guna :
a) mencegah permasalahan agar tidak muncul dan agar tidak
kambuh lagi,
b) memecahkan masalah yang hadapi,
c) memperbaiki kemampuan berfungsi sosial yang terganggu,
dan
d) meningkatkan kemampuan keberfungsian sosial sehingga
mampu utnuk mengatasi kesulitan dan tantangan yang ada.

b. Tujuan Pekerjaan Sosial


Allen Pincus dan Anne Minahan mengemukakan
pendapatnya tentang tujuan pekerjaan sosial yang dialih bahasakan
oleh Soetarso (1992 : 5) sebagai berikut:

1) Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-


tugas kehidupan dan kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.
2) Mengkaitkan orang dengan sistem yang dapat
menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan,
kesempatan-kesempatan yang dibutuhkan.
3) Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem tersebut
secara efektif dan berprikemanusiaan.
4) Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan
perkembangan kebijakan serta perundang-undangan sosial.

Berdasarkan tujuan pekerjaan sosial, Max Siporin dalam


Dwi Heru Sukoco (1991 : 52-54), membagi fungsi dasar pekerjaan
sosial menjadi 4 (empat) bagian sebagai berikut:
1) Mengembangkan, memelihara, dan memperkuat sistem
pekerjaan sosial, sehingga memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia.
2) Memadainya standar-standar subsistensi, kesehatan dan
kesejahteraan bagi semua orang.
3) Meningkatkan kemampuan orang untuk melaksanakan
fungsi secara optimal dengan status dan peranan mereka
di dalam institusi-institusi sosial.
4) Mendorong dan meningkatkan ketertiban sosial serta
struktur institusional masyarakat.
c. Peranan Pekerjaan Sosial

28
Dalam kaitannya dengan permasalahan penyesuaian diri
penyandang disabilitas netra, pekerja sosial memiliki peran yang
strategis dalam hal ini, dimana pekerja sosial bisa memfasilitasi
pencapaian eksistensi penyandang disabilitas netra dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Peran-peran lainnya
yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial menurut Zastrow (2007)
antara lain:
1) Motivator
Pekerja sosial berperan memberikan motivasi terhadap
penyandang disabilitas netra dalam menunjang proses
penyesuaian dirinya.
2) Stimulator
Pekerja sosial berperan sebagai pemrakarsa dan pendorong
penyandang disabilitas netra untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan yang ada di dalam panti.
3) Enabler
Pekerjaan sosial harus mampu membantu mencarikan solusi
alternatif dalam menumbuhkembangkan penyesuaian diri
penyandang disabilitas netra di PSBN Wyata Guna.
4) Broker
Peran sebagai broker yaitu menghubungkan penyandang
disabilitas netra kepada teman sebayanya, keluarga ataupun
lembaga lain yang pemberi pelayanan baik di dalam panti
ataupun di luar panti.
5) Educator
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, pekerja sosial
memberikan pengetahuan yang berisi teori dan informasi
kepada penyandang disabilitas netra dengan baik agar dapat
diterima oleh penyandang disabilitas netra tersebut.
6) Fasilitator

29
Peran sebagai fasilitator yaitu pekerja sosial memfasilitasi
penyandang disabilitas netra dalam menunjang kemampuan
penyesuaian dirinya terhadap lingkungan sosialnya di dalam
panti.
7) Konselor
Memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas netra
yang ingin mengungkapkan permasalahannya, serta melihat
potensi dan kekuatan yang dimiliki penyandang disabilitas
netra tersebut.

C. Kerangka Pikir
Kemempuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
merupakan suatu prasyarat penting dalam keberlangsungan hidup
bermasyarakat, termasuk para penyandang disabilitas netra yang akan
menjadi responden dalam penelitian ini. Karakteristik responden
berhubungan erat dengan penyesuaian diri responden terhadap lingkungan
sosialnya. Lingkungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
teman responden di panti, pekerja sosial, wali asuh, pegawai, dan kegiatan
yang ada di panti. Keberhasilan penyesuaian diri responden terhadap
lingkungan sosial bertujuan untuk menjaga eksistensi responden di dalam
panti. Jika responden mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya di PSBN Wyata Guna, tentu saja ia dapat menjaga eksistensinya
selama tinggal di panti tersebut. Berikut ini adalah bagan kerangka pikir
dalam meneliti Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas Netra terhadap
Lingkungan Sosial di PSBN Wyata Guna Bandung:

30
Teman di Panti
Karakteristik
Penyesuaian Pekerja Sosial
Penyandang
Diri
Disabilitas Netra
Wali Asuh

Pegawai Panti

Kegiatan Panti

Mampu menyesuaikan
diri di Lingkungan Baru Menjaga Eksistensi
Penyandang Disabilitas Netra
Keterangan :

: Berhubungan : Bertujuan

Bagan 2.1: Kerangka Pikir Penelitian Kuantitatif tahun 2013

III. METODE PENELITIAN


Metode penelitian yang akan digunakan untuk meneliti penyesuaian
diri penyandang disabilitas netra terhadap lingkungan sosial di PSBN Wyata
Guna Bandung adalah metoda kuantitatif dengan menggunakan survei
deskriptif. Penelitian kuantitatif yaitu sebuah penelitian yang menggunakan
angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta
penampilan dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya
hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2010 : 270).
Moh. Nazir (2003:56) juga menyatakan bahwa survei deskriptif
adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari
gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktua,
baik secara institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok
ataupun satu daerah. Survei deskriptif akan memberikan gambaran
mengenai topik yang diangkat, yaitu penyesiaian diri penyandang disabilitas

31
netra terhadap lingkungan sosial di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata
Guna Bandung.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini hendak menggambarkan
karakteristik populasi secara keseluruhan dan melibatkan seluruh anggota
populasi sasaran. Hal ini memungkinkan peneliti menggunakan sensus,
sehingga penelitian menggunakan subjek penelitian sebayak populasi
penyandang disabilitas netra yang baru menempati PSBN Wyata Guna + 3
bulan dengan usia 19-35 tahun.
A. Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang
akan digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membuat definisi
sebagai berikut :
1. Penyesuaian diri dalam penelitian yang akan dilakukan di dalam
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna adalah kemampuan
penyandang disabilitas netra yang baru + 3 bulan tingal di panti
dalam menerima keadaan dirinya dan kemampuan menyesuaikan
diri terhadap teman-teman sesama penghuni panti, pegawai,
pendamping, dan lingkungan sosial pada umumnya secara efektif
dan sehat sehingga penyandang memperoleh kepuasan dalam dirinya
dan berpengaruh positif pada lingkungannya.
2. Penyandang Disabilitas Netra yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah penyandang yang baru + 3 bulan tinggal di panti dengan usia
19-35 tahun dan masih berada di kelas observasi PSBN Wyata Guna.
3. Lingkungan Sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
teman-teman responden, wali asuh responden, pekerja sosial yang
menangani responden, dan kegiatan yang ada di PSBN Wyata Guna
4. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung adalah salah
satu unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Sosial RI yang
dijadikan lokasi penelitian tentang penyesuaian diri penyandang
disabilitas netra.

32
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2007;61) Populasi merupakan
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
yang menjadi penerima manfaat di PSBN Wyata Guna berjumlah
240 penyandang. Berdasarkan jumlah tersebut yang termasuk
dalam kelas observasi dan lama tinggal + 3 bulan di panti dengan
usia 19-35 tahun ada 34 penyandang.
2. Sampel
Mengingat julmah dalam penarikan sampel peneliti
menggunakan sensus. Hal ini dikarenakan jumlah populasi akan
diambil secara keseluruahan untuk dijadikan responden dalam
penelitian. Sesuai dengan pendapat Ruslan (2008:142) bahwa alasan
melakukan sensus yaitu peneliti sebaiknya mempertimbangkan
untuk meneliti seluruh elemen-elemen dari populasi, jika elemen
populasi relatif sedikit dan variabilitas setiap elemen yang tinggi
(heterogen). Sensus lebih layak dilakukan jika penelitian yang
dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik setiap elemen dari
suatu populasi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian
ini antara lain :
1. Kuisioner
Peneliti menggunakan kuisioner sebagai alat untuk
memperoleh data dari responden. Dalam hal ini peneliti akan
memberikan instrumen pertanyaan kepada responden yang
jawabannya dapat dipilih langsung oleh responden. Pertanyaan
tersebut tentu saja tentang penyesuaian diri penyandang disabilitas
netra di PSBN Wyata Guna.

33
2. Observasi
Teknik observasi adalah pengumpulan data dengan
pengamatan dan pencatatan dari obyek yang diteliti. Teknik ini
didasarkan atas pengalaman secara langsung dan memungkinkan
peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan
sebenarnya. Dalam hal ini peneliti melakukan observasi terhadap
beberapa aspek antara lain:
a. Karakteristik responden
b. Penyesuaian diri responden terhadap teman-teman di PSBN
Wyata Guna
c. Penyesuaian diri responden terhadap pekerja sosial di PSBN
Wyata Guna
d. Penyesuaian diri responden terhadap wali asuhnya di PSBN
Wyata Guna
e. Penyesuaian diri responden terhadap pegawai PSBN Wyata
Guna
f. Penyesuaian diri responden terhadap kegiatan yang ada di
PSBN Wyata Guna
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur, laporan, file, atau
arsip yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dalam hal
ini penyesuaian diri penyandang disabilitas netra di PSBN Wyata
Guna.
D. Alat Ukur dan Pengujian Validitas Reliabilitas
1. Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang yang digunakan dalam penelitian tentang
penyesuaian diri penyandang disabilitas netra di PSBN Wyata Guna
adalah ratting scale. Hal ini sesuai dengan pendapat Festinger dan
Katz dalam Moh.Nazir (2005:181) bahwa dalam mengamati

34
fenomena sosial, peneliti dapat menggunakan katagorisasi terhadap
fenomena yang akan diamati. Sebuah katagori adalah sebuah
pernyataan yang menggambarkan suatu kelas fenomena dimana
perilaku yang diamati dapat dibuat sandi. Suatu sistem katagori
terdiri dari dua atau lebih katagori-katagori.
2. Pengujian validitas dan Reliabilitas
Uji validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas muka (face validity), face validity adalah teknik
pengukuran alat ukur dengan cara mengkonsultasikan dengan
ahlinya. Menurut Moh. Nazir (2005:149), face validity adalah
penilaian para ahli terhadap suatu alat ukur. Face validity dilakukan
dengan cara mengkonsultasikan kebenarannya pada pembimbing
yang sekaligus sebagai pekerja sosial professional.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat Arikunto (2010:282) bahwa apabila datanya
telah terkumpul, maka diklasifikasikan menjadi dua kelompok data,
yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan kualitatif yang
dinyatakan dalam kata-kata atau simbol.
Adapun yang dimaksud dengan teknik analisa data kuantitatif
adalah data yang diperoleh dihitung banyaknya jawaban kemudian
dituangkan ke dalam bentuk tabel dan dapat digunakan sebagai analisa
data. Analisa data kualitatif adalah data yang diungkapkan melalui
uraian kalimat logis dan sederhana sehingga memperoleh gambaran
yang jelas dari data yang diperoleh dalam bentuk tabel.

35
F. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1
Jadwal Tentatif Penelitian Kuantitatif
Tahun 2013-2014
Bulan
No Kegiatan
Agus Sep Okt Nov Des Jan Mei Juni Juli

Pengajuan judul
1.
penelitian
2. Penjajagan
3. Studi Literatur
4. Penyusunan proposal
5. Seminar proposal
6. Penyusunan Instrumen
Pengurusan ijin
7.
penelitian
Penelitian
8. a. Pengumpulan data
b. Pengolahan data
Penulisan laporan
9.
penelitian
10. Ujian hasil penelitian

36
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Metode Penelitian (Pendekatan Penelitian). Jakarta:


PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Enung Fatimah. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : CV


Pustaka Setia.
Geniofam. 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jogjakarta : Garailmu.
Kartini Kartono. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.

Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta ; Ghalia Indonesia.

Moh. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor ; Ghalia Indonesia.

Rosady Ruslan. 2008. Metode Penelitian Public Relation’s dan Komunikasi.


Jakarta: Rajawali Pers.
Schneiders A. Alexander. 1964. Personal Adjusment and Mental Health.
NewYork, Holt : Rinehart and Winston.
Siporin, Max. 1975.Introduction to Social Work Practice. New York : Mac
Millan Publishing Co, Inc.
Soetarso. 1992. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung : Koperasi Mahasiswa
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat
(Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Pekerjaan
Sosial). Bandung: PT. Refika Aditma.
Sugiyono. 2009. Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Zastrow, Charles. 2007. The Practice Of Social Work: A Comprehensve Worktext.
Eight Edition. USA: Thompson Brroks/Cole.

37
Hasil Penelitian:
Diah Komariah. 2013. Penyesuaian Diri Seorang Penyandang Cacat Tubuh
Bukan Bawaan. library.gunadarma.ac.id. Diakses pada tanggal 29
September 2013.

Erwin Herdyana Kusumah dan Anita Zulkaida. 2007. Penyesuaian Diri dan
Kemandirian pada Remaja Penyandang Cacat Fisik Perolehan.
www.gunadarma.ac.id. Diakses pada tanggal 29 September 2013.

Indri Safitri. 2013. Penyesuaian Diri Penyandang Cacat Akibat Kecelakaan:


Suatu Studi dengan Desain Biografi. library.usd.ac.id. Diakses pada tanggal
20 September 2013.
Kusdiyati dan Lilim Halimah. 2012. Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah
pada Siswa kelas XI SMA 2 Pasundan Bandung. journal.uad.ac.id. Diakses
pada tanggal 21 September 2013.

Salman Alfarisy. 2007. Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah
Formal ke Homeschooling. salmanalfarisy.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 21 September 2013.

Syafani Aldo Hakiki. 2004. Penyesuaian Diri Remaja Cacat Netra di Panti Sosial
Bina Netra “Budi Mulyo” Malang. digilib.umm.ac.id. Diakses pada tanggal
29 September 2013 .

Sumber Lain:
Dwi Heru Sukoco. 1991. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya,
Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

eka-yunita-ekayunita.blogspot.com. diakses pada tanggal 20 Desember 2013.


Epi Supiadi. 2004. Kajian Masalah dan Pelayanan bagi Penyandang Cacat
Netra. Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial.
Profil Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung Tahun 2013
rehsos.kemsos.go.id.modules. Diakses pada tanggal 15 Desember 2013.
Undang-undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
wyataguna.depsos.go.id. Diakses pada tanggal 28 September 2013

38

Anda mungkin juga menyukai