Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Kemampuan Penerjemah Terhadap Latar Bidang Terjemahan”.
Makalah ini berisikan tentang kode etik sebagai penerjemah terhadap suatu jenis artikel terjemahan
yang tidak sesuai dengan jenis bidang terjemahannya.
Diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan kita terhadap dunia terjemahan
khususnya pandangan kita penerjemah, bahwa masih banyak yang memandang sebelah mata para
penerjemah. Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Heron Anris Mamahit selaku
dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi serta yang telah membimbing Saya agar dapat mengerti
tentang bagaimana cara saya menyusun makalah ini.Walaupun makalah ini memiliki banyak
kekurangan, Saya mohon untuk kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembacanya. Sekian, Terima kasih.

Jakarta, 04 Juli 2019

BAB 1

1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Fasih berbahasa asing tidak dengan sendirinya mampu menerjemahkan. Penguasaan
bahasa sasaran sangat penting. Kemampuan menerjemahkan bertumpu pada pengalaman,
bakat, dan pengetahuan umum: gabungan pengetahuan atau inteligensi (kognitif), rasa bahasa
(emotif), dan keterampilan menggunakan bahasa (retoris).
Seorang penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala bidang. Penerjemah
harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang kehidupan sosial, politik, ekonomi,
budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Penerjemah yang berspesialisasi, misalnya hukum,
teknik, atau kedokteran, harus menguasai substansi yang diterjemahkannya. Sering terjadi,
seorang penerjemah "dipaksa" menerjemahkan teks dengan substansi apa saja. Penerjemah
adalah profesi. Mempekerjakan penerjemah harus berdasarkan kriteria profesional dan tidak
sekadar karena kenal atau karena kata orang saja. Bila kita belum mengenal kemampuannya,
ia harus diminta menerjemahkan satu halaman untuk kita nilai kualitasnya.

Editor penerbit masih banyak yang tidak memerhatikan kualitas terjemahan, tetapi semata-
mata memeriksa bahasa Indonesianya agar layak terbit dan laku jual. Dalam penerbitan
terjemahan, diperlukan pemeriksa kualitas terjemahan (disebut reviser) yang menguasai
bahasa sumber dan bahasa sasaran, untuk mengurangi risiko kesalahan. Penerjemahan film
juga masih memprihatinkan, karena penerjemahnya diambil tanpa menggunakan kriteria
profesional. Intinya, kualitas terjemahan harus diutamakan.

Penerjemah adalah profesi praktis dan nonakademis yang bertumpu pada kemampuan
berpikir, rasa bahasa, dan kemampuan retoris. Peneliti dan kritikus terjemahan adalah profesi
yang sifatnya akademis atau semiakademis. Mereka pengkaji dan bukan praktisi
penerjemahan.

Pendidikan sarjana, magister, ataupun doktor di bidang penerjemahan, memberikan


kemampuan akademis dan bukan praktis di bidang penerjemahan, kecuali jika kurikulumnya

2
memang dirancang untuk menghasilkan penerjemah. Kualitas penerjemah berdampak pada
kualitas terjemahan.

Etik. Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) menyebutkan
penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan penerjemahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya. Ini untuk menjaga kualitas. Peningkatan diri. Penerjemah harus selalu
meningkatkan dan memperluas, serta menyegarkan pengetahuannya.

Perguruan tinggi harus berperan sebagai tempat mengembangkan program pelatihan, di


samping program pendidikan formal di jenjang pascasarjana (spesialis atau magister). Peneliti
dan kritisi terjemahan harus berperan sebagai pendorong peningkatan kualitas.

Pengembangan karier penerjemah harus mendapat dorongan dari masyarakat pengguna.


Penerjemah dalam birokrasi harus diberi jabatan fungsional agar kariernya terjamin (upaya ini
sedang ditangani oleh Sekretariat Negara dan Kementerian PAN).

. http://pelitaku.sabda.org/tentang_penerjemah

3
1. Rumusan Masalah

1. Apa saja kode etik penerjemah?


2. Bagaimana kualitas penerjemah yang baik?
3. Apakah penerjemah boleh menerjemahkan bahasa yang bukan bidang
kemampuannya?

2. Tujuan

1. Mengetahui kode etik sebagai seorang penerjemah.


2. Menjabarkan kualitas yang harus dimiliki seorang penerjemah.
3. Untuk menjelaskan bidang-bidang bahasa penerjemah.

4
BAB 2

PEMBAHASAN

A. KODE ETIK PENERJEMAH

Sebelum membahas lebih jauh tentang masalah penerjemahan, perlu dijelaskan beberapa
istilah terkait kegiatan penerjemahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI kata terjemah,
2016) /ter·je·mah/ v, menerjemahkan/me·ner·je·mah·kan/ v menyalin (memindahkan) suatu
bahasa ke bahasa lain; mengalihbahasakan: tenaga yang sanggup ~ buku-buku bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia masih sangat terbatas.

Kegiatan penerjemahan mempuyai peran penting dalam mentrasfer ilmu pengetahuan dan
informasi dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang agama, sosial-politik, ekonomi, dan
budaya. Kegiatan tersebut memberikan andil yang cukup besar dalam alih teknologi, penyebaran
informasi, dan peningkatan sumber daya manusia.

Dalam tahapan ini, ada baiknya diperkenalkan dua istilah yang sering ditemui dalam
pembahasan tentang penerjemahan, yaitu 1) bahasa sumber (source language) dan 2) bahasa
sasaran (target language). Yang pertama adalah bahasa darinya suatu terjemahan dibuat,
sedangkan yang kedua bahasa ke dalannya suatu terjemahan dibuat.

Yang dimaksud dengan kode etik adalah pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau
aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-
nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya.
Dibawah ini contoh Kode Etik Profesi Penerjemah yang dibuat oleh Himpunan Penerjemah
Indonesia (HPI) :

5
 Menjunjung tinggi dan menerapkan asas-asas Pancasila;
 Menerapkan standar kinerja yang tinggi guna mencapai hasil yang terbaik dengan perilaku
yang etis dan praktik bisnis yang sehat;
 Menolak pekerjaan yang;
a. isinya melanggar peraturan perundang-undangan, kecuali atas perintah pihak yang
berwenang dan penerjemah yang bersangkutan diberi kekebalan hokum;
b. tidak sesuai dengan tingkat kemampuan yang disyaratkan;
c. menempatkan diri penerjemah berada pada situasi benturan kepentingan; [contoh;
“benturan kepentingan” ialah seorang penerjemah yang melakukan penerjemahan
dokumen pengadilan suatu kasus yang salah satu pihak dalam kasus hokum adalah
saudara kandung penerjemah tersebut.]
 Tidak memanipulasi pesan yang terkandung di dalam bahasa sumber sedemikian rupa
sehingga menyebabkan arti dalam bahasa sasaran menjadi sama sekali berbeda.
Pengecualian dapat diberikan terhadap pekerjaan penerjemah yang memerlukan
manipulasi pesan sebagai bentuk kreativitas yang sah dan secara tegas dinyatakan dalam
lingkup pekerjaan yang diberikan kepada penerjemah.
 Menerima pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
dengan penuh tanggung jawab untuk memeberikan yang terbaik.
 Selalu menjaga profesionalisme dan menjunjung integritas dalam berhubungan dengan
pihak mana pun.
 Dalam hubungan kerja antarpenerjemah.;
a. saling menghormati dan tidak melakukan persaingan yang tidak sehat.
b. memupuk kerja sama dan solidaritas.
 Dalam hubungan kerja dan klien;
a. menjamin kepentingan klien dalam materi yang diterjemahkan.
b. menaati tenggat waktu penyerahan pekerjaan yang sudah disepakati bersama klien.
c. menghormati hak-hak klien
d. menjaga kerahasiaan informasi yang terkandung dalam materi terjemahan.

6
 Sepanjang menyangkut kompentensi, berusaha mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dengan baik dan benar, dengan memenuhi hal-hal berikut;
a. Menguasasi bahasa sumber (bahasa asing maupun bahasa sasaran);
b. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang pokok bahasan dan peristilihannya
dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran;
c. Mempunyai akses pada sumber informasi dan bahas referensi serta mempunyai
pengetahuan yang memadai, dan
d. Terus-menerus menjaga, meningkatkan, memperluas, dan memperdalam
pengetahuan tentang penerjemahan.

B. KUALITAS PENERJEMAH

Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan. Penerjemah berkualitas buruk akan
menghasilkan terjemahan yang buruk begitupun sebaliknya. Di bagian ini akan menjabarkan
kualitas yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah sebagai tanggung jawab dalam bekerja
kemudian;

1. Etik. Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) menyebutkan
penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan penerjemahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya. Ini untuk menjaga kualitas.
2. Peningkatan diri. Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas, serta
menyegarkan pengetahuannya.
3. Perguruan tinggi harus berperan sebagai tempat mengembangkan program pelatihan, di
samping program pendidikan formal di jenjang pascasarjana (spesialis atau magister).
4. HPI sedang membina para penerjemah dengan pendidikan nonformal untuk
meningkatkan kualitas.
5. Peneliti dan kritisi terjemahan harus berperan sebagai pendorong peningkatan kualitas.

7
6. Pengembangan karier penerjemah harus mendapat dorongan dari masyarakat pengguna.
Penerjemah dalam birokrasi harus diberi jabatan fungsional agar kariernya terjamin
(upaya ini sedang ditangani oleh Sekretariat Negara dan Kementerian PAN).
7. Perlu ada standarisasi kualitas melalui ujian kualifikasi (sejak tahun 1968 sudah
dilakukan oleh Universitas Indonesia).

8
9
10

Anda mungkin juga menyukai