Anda di halaman 1dari 148

SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN


PENGGUNAAN OBAT NYAMUK BAKAR DENGAN
KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI KELURAHAN
BENDO KABUPATEN MAGETAN

Oleh :
YAYUK KURNIAWATI
NIM : 201403045

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

i
SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN


PENGGUNAAN OBAT NYAMUK BAKAR DENGAN
KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI KELURAHAN
BENDO KABUPATEN MAGETAN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :
YAYUK KURNIAWATI
NIM :201403045

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

i
ii
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, nikmat, dan rahmat Nya

yang telah memberiku kekuatan, dan kesempatan menggenggam ilmu sehingga

penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu

ada kemudahan maka apaila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya

kamu berharap (Qs. Alam Nasyrah: 7,9). Dengan seiring rasa syukurku,

kupersembahkan karya kecil ini kepada orang-orang tercinta dan rasa

trimakasihku untuk :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayahNya

kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ini dengan baik.

2. Kedua orangtuaku tercinta yang tidak pernah hentinya selama ini memberiku

semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang yang tak tergantikan

hingga aku kuat menjalani setiap rintangan yang ada.

3. Untuk Sahabat-sahabatku yang sama-sama berjuang yang tidak bosan

mengingatkan dan memberi semangat satu sama lain: Ardhin, Resita, Fatika,

Anisa, Dania, Desi, Putri PM, Riayana, Elfira, Inna dan Ulul.

4. Untuk teman-temanku Kesmas angkatan 2014 terimakasih atas segala

dukungannya, motivasinya sehingga tersusunlah skripsi ini.

5. Untuk dosen pembimbing dan penguji, trimakasih atas kesabarannya dalam

membimbing dan ilmunya yang telah memberikan coretan terindah sehingga

saya bisa menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.

iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yayuk Kurniawati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Dan Tanggal Lahir : Magetan 4 Juni 1996

Agama : Islam

Email : YayukKurnia19@gmail.com

Riwayat pendidikan : SDN MANGUNREJO (2002-2008)

SMPN 2 KAWEDANAN (2008-2011)

SMAN 1 KAWEDANAN (2011-2014)

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun (2014-

2018)

vi
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN TAHUN 2018

ABSTRAK
Yayuk Kurniawati

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PENGGUNAAN


OBAT NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA
BALITA DI KELURAHAN BENDO

129 Halaman+ 20 Tabel +3 Gambar +11 Lampiran


Pneumonia pada balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru
yang ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak pada anak
usia balita (0-5 tahun). Kasus pneumonia di Kelurahan Bendo 2015-2017
mengalami kenaikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
Lingkungan fisik rumah dan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian
pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain pendekatan
Case Control. Populasi dalam penelitian ini ada 106 penderita pneumonia pada
balita. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 62 responden dengan 31 kasus
dan 31 kontrol, diambil menggunakan teknik Simpel Random Sampling. Analisis
data dengan uji Chisquare. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner dan observasi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara luas
ventilasi (P=0,010), pencahayaan (P =0,022), Kepadatan hunian kamar (P
=0,042), Penggunaan obat nyamuk bakar (P= 0,019) dengan kejadian pneumonia
pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan. Sedangkan tidak ada
hubungan jenis lantai (P =0,293) dengan kejadian pneumonia pada balita di
Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.
Variabel yang paling beresiko terhadap kejadian peumonia pada balita
adalah luas ventilasi. Sedangkan variabel yang memiliki faktor resiko paling
kecil terhadap kejadian pneumonia adalah jenis lantai.
Saran untuk masyarakat Kelurahan Bendo adalah selalu menjaga
kebersihan rumah, membuka jendela setiap hari, menambah genting kaca, agar
terjadi pergantian udara di dalam rumah sehingga dapat mengurangi tingkat
kelembaban.

Kata Kunci : Lingkungan Fisik Rumah, Pneumonia

vii
ABSTRACT
Yayuk Kurniawati

RELATIONSHIP PHYSICAL ENVIRONMENT OF THE HOUSE AND THE


USE OF MOSQUITO COILS WITH INCIDENCE OF PNEUMONIA ON
TODDLER IN BENDO

Page 129 + Tables 20 + 3 Picture +11 Attachment


Pneumonia on toddlers was infectious disease that attached the lungs
which was indication by coughed accompanied by breath or shortness of breath
quickly on a toddler age (0-5 years). Cases of pneumonia in Bendo 2015-2017
increased. The purpose of knew the relationship between the physical
environment of the house and the used of mosquito coils with incidence of
pneumonia on toddlers in Bendo, Magetan.
Types of quantitative research, with a design approach of Case Control. The
population in this study there were 106 patients with pneumonia on toddlers. The
sample in this study amounted 62 respondent with 31 Cases and 31control, the
sample was took with simple random sampling technique. The data was analised
with Chisquare test. The instruments used in this study were questionnaires and
observation.
The results of the study it can be concluced that there was a relationship
between the extent of ventilation (P = 0.010), lighting intensity (P = 0.022),
room occupancy density (P = 0.042) used of mosquito coils (P = 0.019) with the
incidence of pneumonia infant in Bendo, Magetan. While there was no
correlation between floor type (P = 0.293) and the incidence of pneumonia on
toddlers in Bendo, Magetan.
Variables that are large their risk with incidence of pneumonia on toddlers
was size of ventilation. While variables the risk is the smallest to events
pneumonia on the toddlers was floor type
Suggestions for the Bendo urban community are to always maintained the
cleanliness of the house, open ventilasi every day, add glass tiles, so that air
changes occur in the house so that it can reduce humidity.

Keyword : Physical environment of the house, pneumonia

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan hidayah–Nya, yang telah memberikan petunjuk serta kemudahan

dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Lingkungan Fisik

Rumah dan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Dengan Kejadian Pneumonia Pada

Balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan” Untuk itu penulis mengucapkan

rasa terima kasih yang setinggi–tingginya kepada seluruh pihak yang telah

memberi bantuan dan motivasi serta dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.

Karena itu, saran, bimbingan, serta kritikan yang sifatnya membangun sangat

kami harapkan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Zaenal Abidin, SKM, M. Kes selaku Ketua STIKES Bhakti Husada

Mulia Madiun dan selaku pembimbing 1 yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Avicena Sakufa, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Sarjana

Kesehatan Masyarakat di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan

selaku dosen penguji.

3. Bapak Drs. Eddy Wasito, SH.,M.Si, selaku pembimbing 2 yang telah

membimbing dan memberikan saran selama penyusunan skripsi ini.

4. Pimpinan, pegawai dan seluruh staff Puskesmas Bendo Kabupaten

Magetan yang telah memberikan ijin serta kerjasama selama proses

pengambilan data.

5. Bapak dan ibu, serta saudaraku tersayang yang telah memberikan Doa,

Semangat, dan Nasehat yang membuatku pantang menyerah.

ix
6. Seluruh teman seperjuangan S1 Kesehatan Masyarakat tahun angkatan

2014

7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dari

segi isi ataupun bahasa. Peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan dan semua pihak.

Madiun, 30 Agustus 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pneumonia .............................................................................. 12
2.2 Penyebab Pneumonia ........................................................................... 13
2.3 Klasifikasi Pneumonia ......................................................................... 14
2.4 Tandadan Gejala Pneumonia................................................................ 15
2.5 Cara Penularan ..................................................................................... 16
2.6 Pencegahan dan pengobatan Pneumonia ............................................. 17
2.7 Lingkungan Fisik Rumah ..................................................................... 18
2.7.1 Luas ventilasi ........................................................................... 19
2.7.2 Pencahayaan ............................................................................. 20
2.7.3 Kepadatan Hunian Kamar ........................................................ 21
2.7.4 Jenis Lantai............................................................................... 22
2.8 Obat nyamuk bakar sebagai faktor resiko pneumonia ....................... 22
2.9 Faktor Resiko Pneumonia .................................................................. 23
2.10 Kerangka Teori .................................................................................. 34
BAB 3 KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................... 35
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 36
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 37
4.2 Populasi Dan Sampel ........................................................................... 38
4.2.1 Populasi .................................................................................... 38
4.2.2 Sampel ...................................................................................... 38
4.3 Teknik Sampling .................................................................................. 42
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................... 43

xi
4.5 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ..................................... 44
4.5.1 Variabel Penelitian ................................................................... 44
4.5.2 Definisi Operasional ................................................................. 44
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................. 47
4.6.1 Kuesioner .................................................................................. 47
4.6.2 Pengukuran ............................................................................... 48
4.6.3 Observasi ................................................................................. 50
4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................. 50
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 51
4.8.1 Pengumpulan Data Primer ........................................................ 51
4.8.2 Pengumpulan Data Sekunder ................................................... 51
4.9 Analisis Data ........................................................................................ 52
Bab 5 Hasil Penelitian Dan Pembahasan
5.1 Gambaran Umum ................................................................................. 54
5.1.1 Keadaan Geografi........................................................................ 54
5.1.2 Keadaan Demografi .................................................................... 55
5.2 Karakteristik Responden ...................................................................... 56
5.3 Hasil Penelitian .................................................................................... 57
5.3.1 Analisis Univariat........................................................................ 58
5.3.2 Analisis Bivariat .......................................................................... 62
5.4 Pembahasan .......................................................................................... 67
5.4.1 Kejadian Pneumonia Pada Balita ................................................ 67
5.4.2 Luas ventilasi .............................................................................. 68
5.4.3 Pencahayaan ................................................................................ 69
5.4.4 Kepadatan hunian ........................................................................ 70
5.4.5 Jenis lantai ................................................................................... 71
5.4.6 Penggunaan obat nyamuk bakar.................................................. 72
5.4.7 Hubungan Antara Luas Ventilasi Dengan
Kejadian Pneumonia padabalita.................................................. 73
5.4.8 Hubungan Pencahayaan Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita ............................................................... 75
5.4.9 Hubungan Kepadatan Hunian Dengan
Kejadian Pneumonia Pada Balita ............................................... 78
5.4.10 Hubungan Jenis Lantai Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita ............................................................... 81
5.4.11 Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita ................................. 83
5.5 Keterbatasan Peneliti ............................................................................ 85
Bab 6 Kesimpulan Dan Saran
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 86
6.2 Saran ................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 8
Tabel 2.1 Klasifikasi Klinis Pneumonia Pada Balita
Menurut Kelompok Umur ............................................................... 14
Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................ 45
Tabel 4.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 51
Tabel 5.1 Jumlah petugas kesehatan dikelurahan bendo ................................. 55
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin balita ....................................................................... 56
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur Balita .................................................................................... 56
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
kejadian pneumonia ........................................................................ 58
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi luas ventilasi dengan
kejadian pneumonia ........................................................................ 58
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pencahayaan dengan
kejadian pneumonia ........................................................................ 59
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian dengan
kejadian pneumonia ........................................................................ 60
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi jenis lantai dengan
kejadian pneumonia ......................................................................... 60
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi penggunaan obat nyamuk bakar dengan
kejadian pneumonia ......................................................................... 61
Tabel 5.10 Hubungan Luas Ventilasi Rumah dengan kejadian pneumonia ... 62
Tabel 5.11 Hubungan Pencahayaan Rumah dengan kejadian pneumonia ...... 63
Tabel 5.12 Hubungan Kepadatan hunian kamar
dengan kejadian pneumonia ........................................................... 64
Tabel 5.13 Hubungan Jenis lantai Rumah dengan kejadian pneumonia ........ 65
Tabel 5.14 Hubungan Penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian
pneumonia .................................................................................... 66

xiii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 34
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................. 35
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 43

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Kartu Bimbingan Konsultasi ........................................................ 95
Lampiran 2 Surat Ijin Pengambilan Data Awal ............................................... 96
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ..................................... 98
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 99
Lampiran 5 Lembar Observasi ......................................................................... 102
Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Penelitian ................................................. 104
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ...................................................................... 105
Lampiran 8 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ...................................... 108
Lampiran 9 Input Data kuesioner dan Observasi ............................................. 109
Lampiran 10 Hasil Output Analisis Univariat Dan Bivariat ............................ 111
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian .............................................................. 125

xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

PNEUMONIA :Infeksi akut yang mengenai jaringanparu-paru (alveoli)


dan mempunyai gejala batuk, sesak napas
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
WHO : World Health Organization
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
OR : Oods Ratio
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
P2PL :Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
HIB : Haemophilus Influenza Type B
DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
MTBS : Managemen Terpadu Balita Sakit
APHA : American Public Health Association
ASI : Air Susu Ibu
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
RSV :Respiratory Syncytial Virus
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
SPSS : Statistic Product and Service Solution

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian akibat Pneumonia di seluruh dunia pada anak dengan

usia di bawah 5 tahun adalah sebesar 15%. Angka kejadian pneumonia

sudah mengalami penurunan namun masih menjadi penyebab kematian

balita tertinggi . Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru

– paru (alveoli) yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti

Virus, Jamur dan Bakteri. Pneumonia juga dapat terjadi apabila seseorang

menghirup bahan kimia toksik (WHO, 2016).

Pneumonia sangat berpotensi menular didalam rumah dengan kondisi

yang tidak memenuhi syarat kesehatan. penyebab pneumonia yang sebagian

besar dan paling sering menyerang balita adalah Pneumokokus, Hib, S. Aureus

dimana bakteri ini secara alami hidup di rongga hidumg dan tenggorokan

manusia ditularkan lewat lendir hidung misalnya melalui percikan ludah saat

bicara,batuk atau bersin dan masuk ke dalam tubuh melalui udara.

Diperkirakan 75 % pneumonia pada anak balita di negara berkembang

disebabkan oleh pneumokokus dan Hib (Putriani Annisa dkk, 2014)

Pneumonia pada balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-

paru yang ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak

pada anak usia balita (0-5 tahun). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi

pneumokokus. Bakteri pneumokokus sering menyerang bayi dan anak-anak

dibawah usia 2 tahun dan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan

1
2

kematian dalam waktu 3 sampai 10 jam apabila tidak segera mendapatkan

pertolongan cepat dan tepat. (Noor. M, dkk 2014)

Pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua di Indonesia

setelah diare. Period prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8 %

dan 4,5 %. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi

pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6%

dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%),

Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan

4,8%)(Rinkesdas,2013).

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2016)

Kementerian Kesehatan RI (Subdit ISPA/Pneumonia) mengadakan revisi

target cakupan penemuan kasus pneumonia dari target 100% diturunkan

menjadi 70% pada tahun 2016, dengan angka cakupan penemuan pneumonia

tahun 2016 sebesar 79,61%. Sehingga cakupan penemuan kasus pneumonia

di Provinsi Jawa Timur sudah di atas target yang ditetapkan.

Pneumonia umumnya terjadi pada balita terutama pada kasus gizi

kurang dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat (asap rokok, polusi).

Jumlah kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani di

Kabupaten Magetan Tahun 2016 sebesar 1.101 kasus, sedangkan perkiraan

kasus pneumonia pada balita (4,45% dari jumlah balita) sebesar 1.833

kasus.(Dinkes Kabupaten Magetan,2016)

Di Kabupaten Magetan kasus pneumonia balita yang ditemukan dan

ditangani dari tahun 2012-2016 terjadi fluktuasi, pada tahun 2012 sebanyak
3

798, pada tahun 2013 sebanyak 1461 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 1420

kasus, pada tahun 2015 sebanyak 1326 kasus, pada tahun 2016 terdapat 1101

kasus, dan pada tahun 2017 terjadi kenaikan pada hasil rekapan laporan

program pengendalian ispa sampai bulan desember yaitu sebanyak 1441

kasus pneumonia yang ditangani dan ditemukan di Kabupaten Magetan.

Kecamatan Bendo merupakan daerah dengan jumlah kasus pneumonia

tertinggi, jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Magetan

(Bidang P2PL Dinkes Kabupaten Magetan 2017).

Hasil survey PHBS di Kabupaten Magetan 33.589 (63,9%) rumah

tangga yang dikategorikan sebagai rumah tangga ber PHBS dari 52.548

rumah yang disurvei. Cakupan meningkat dibanding tahun 2015 (62,3%)

tetapi masih dibawah target 70 % pada tahun 2016. Hal tersebut dikarenakan

masih banyak orang yang merokok di dalam rumah (Dinkes Kabupaten

Magetan, 2016).

Berdasarkan data kunjungan yang didapat di Puskesmas Bendo,

penyakit ispa menduduki peringkat pertama dalam 3 tahun berturut- turut.

Jumlah kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani di Puskesmas

Bendo tahun 2015 sebanyak 149 kasus, pada tahun 2016 sebanyak 68 kasus,

pada tahun 2017 sebanyak 167 kasus. Kelurahan Bendo merupakan desa

dengan penderita pneumonia terbanyak yaitu pada tahun 2015 sebanyak

34 kasus, tahun 2016 terdapat 20 kasus dan pada tahun 2017 terdapat 106

kasus. Wilayah kerja Puskesmas Bendo yang memiliki kasus pneumonia


4

terbanyak yaitu kelurahan Bendo sebanyak 106 kasus, dan desa Pingkuk

sebanyak 23 kasus.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan pada bulan Mei 2018 yaitu

dari 10 keluarga yang terdapat balita yang menderita pneumonia, 4

diantaranya masih menggunakan obat nyamuk bakar pada malam hari, asap

obat nyamuk dapat menggagu saluran pernapasan dan berhaya bagi kesehatan

terutama pada balita.

Sedangkan persentase rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Bendo

mencapai 76.02 % pada tahun 2016, sedangkan pada tahun 2017 mengalami

penurunan presentase rumah sehat yaitu 75.05 %. Di kelurahaann bendo

terdapat 190 rumah yang diperiksa 142 rumah dinyatakan sehat (70%) jadi

masih ada sekitar (30%) rumah belum memenuhi syarat. Lebih rendah dari

targat nasional yaitu 80% ( Depkes RI, 2012). Dapat disimpulkan bahwa

pencapaian rumah sehat di Puskesmas Bendo belum 100% sehingga bisa

menjadi masalah yang dapat menimbulkan penyakit.

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan kejadian pneumonia . Lingkungan fisik rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi faktor resiko penularan

penyakit berbasis lingkungan.Berdampak pada kesehatan balita yang rentan

terhadap penyakit. Di wilayah pedesaan juga dapat mempengaruhi

terjadinya pneumonia. Hal ini disebabkan di desa masih ada sebagian rumah

yang berlantai tanah ,sehingga menjadi lebih lembab. Selain itu, keberadaan

penggunaan obat nyamuk bakar dalam rumah akan menghasilkan asap


5

atau bau yang mengganggu pernapasan sehingga diduga dapat menjadi

faktor resiko timbulnya penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo.

Menurut Kartasasmita (2010) Berbagai faktor risiko yang meningkatkan

kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena pneumonia antara lain faktor

lingkungan (ventilasi, kelembaban, suhu, pencahayaan), kepadatan hunian

kamar tidur, asap obat nyamuk bakar, polusi udara dalam kamar terutama asap

rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko ).

Sedangkan menurut Tulus Aji Yuwono (2008) tentang faktor- faktor

lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada

anak balita, menyatakan ada hubunganyang bermakna antar jenis lantai,

kondisi dinding rumah, luas ventilasi, tingkat kepadatan hunian, tingkat

kelembaban, penggunaan bahan bakar kayu, kebiasaan anggota keluarga

merokok dengan kejadian pneumonia

Sehingga perlu memperhatikan lingkungan fisik rumah seperti luas

ventilasi rumah, jenis lantai, kepadatan hunian kamar, pencahayaan. Serta

mengurangi penggunaan obat nyamuk bakar di dalam rumah.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Penggunaan Obat

Nyamuk Bakar dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Bendo

Kabupaten Magetan.
6

1.2 Rumusan Masalah

1. Adakah hubungan antara lingkungan fisik rumah (Luas Ventilasi,

Pencahayaan, Kepadatan Hunian Kamar, Jenis Lantai) dengan kejadian

pneumonia pada balita Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan?

2. Adakah hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui hubungan antara Lingkungan fisik rumah dengan kejadian

Pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

2. Mengetahui hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan kejadian

Pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendiskripsikan luas ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian kamar

,jenis lantai,penggunaan obat nyamuk bakar dan penyakit Pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

2. Mengetahui hubungan antara Luas Ventilasi dengan Kejadian

Pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

3. Mengetahui hubungan antara Pencahayaan dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

4. Mengetahui hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.


7

5. Mengetahui hubungan antara Jenis Lantai dengan kejadian pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

6. Mengetahui hubungan antara Penggunaan Obat Nyamuk Bakar

dengan kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten

Magetan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang

pentingnya menjaga lingkungan rumah agar tetap nyaman dan sehat,serta

sebagai bahan masukan bagi peningkatan pemberdayaan keluarga, terutama

ibu untuk meningkatkan kesehatan anak agar terhindar dari faktor- faktor

yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia pada balita.

b. Bagi Instansi Puskesmas

Bagi pelaksana dan pengelola program P2ISPA sebagai bahan masukan

yang dapat digunakan sebagai upaya untuk membuat masukan yang dpat

digunakan sebagai upaya untuk membuaat kebijakan dalam hal

penanggulangan kasus pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten

Magetan.

c. Bagi Penelitian Lain

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi telaah pustaka, bahan

bacaan, dan dapat dijadikan refrensi dalam pengembangan penelitian

selanjutnya untuk melakukann penelitian yang berkaitan dengan penyakit

pneumonia pada balita.


8

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Varibel Penelitian Hasil Penelitian


(Th) penelitian
1 Hubungan antara faktor – Febbryani Jenis penelitian Variabel bebas : Dari 4 variabel
faktor lingkungan fisik Pangandahen ini adalah Kondisi dinding, yang diteliti,
runah dengan kejadian g,dkk penelitian jenis lantai rumah, terdapat
pneumonia pada balita di (2014) survei analitik kepadatan hunian hubungan 2
wilayah kerja puskesmas dengan kamar tidur, variabel yang
tobelo kabupaten rancangan studi pencahayaan berhubungan
halmahera utara kasus kontrol alami yaitu jenis lantai
Variabel rumah dan
pengendali : pencahayaan
Status gisi,umur,
jenis kelamin.

2 Hubungan kondisi Diah Analitik Variabel bebas : Faktor resiko


lingkungan fisik rumah kusumawati observasional Tingkat kepadatan lingkungan fisik
dan perilaku anggota dkk, 2015 dengan desain hunian, luas rumah yang
keluarga dengan kejadian studi case ventilasi rumah, berhubungan
pneumonia pada balita di control.teknik tingkat dengan kejadian
wilayah kerja puskesmas sampling krlrmbaban pneumonia balita
magelang selatan kota dengan rumah, jenis yaitu tingkat
magelang purposiv dinding kepadatan hunia
sampling rumah,kebiasaan (p=0,018,
merokok anggota OR=3,143),
keluarga, intensitas
kebiasaan pencahayaan
penggunaan jenis alamiah dalam
bahan bakar rumah (p=0,033
memasak, OR=2,768) dan
kebiasaan tingkat
menggunakan kelembaban
jenis obat rumah (p=0,017
nyamuk, OR=3,231)
kebiasaan Faktor perilakuj
membuka jendela anggota keluarga
pagi dan siang, yang
kebiasaan berhubungan
membersihkan dengan kejadian
rumah pneumonia balita
Variabel terikat : yaitu kebiasaan
kejadian membuka
pneumonia pada jendela pagi dan
balita siang hari
(p=0,019
OR=3,007)
9

3 Hubungan antara sanitasi Trisha A. Observasi Variabel bebas : Tidak terdapat


rumah dengan kejadian Mahmud dkk, analitik dengan jenis lantai, hubungan yang
ispa non pneumonia pada 2015 desain cross pencahayaan bermakna antara
balita di desa mapanget sectional alami, ventilasi jenis lantai
kecamatan talawaan kamar, kepadatan rumah dengan
kabupaten minahasa utara hunian pencahayaan
Variabel terikat alami dengan
Kejasian ISPA kejadian ISPA
Non pneumonia nonpneumonia
pada balita pada balita. Dan
terdapat
hubungan
bermakna
ventilasi kamar
dengan
kepadatan hunian
kamar

4 Hubungan kondisi Mufidatul Analitik Variabel bebas : Terdapat


lingkungan dalam rumah khasanah, obsevasional Kepadatan hunian hubungan atara
dengan kejadian Suhartono, dengan rumah, kepadatan kondisi
pneumonia pada baita di Dharminto rancangan case hunian kamar, lingkungan
wiayah kerja puskesmas (2016) control luas ventilasi dalam rumah
puring kabupaten rumah, intensitas dengan kejadian
kebumen pencahayaan pneumonia
alamiah, suhu antara lain, luas
rumah, jenis ventilasi rumah,
dinding rumah, intensitas
jenis antai rumah, pencahayaan,
jenis bahan bakar jenis dinding
memasak,keberad rumah, jenis
aan sekat dapur, lantai rumah dan
keberadaan jenis bahan bakar
perokok dalam memasak.
rumah

Variabe terikat :
Kejadian
pneumonia pada
balita
10

5 Hubungan Lingkungan Putri setiyo Observasional Variabel bebas : Terdapat


Fisik Rumah Dengan wulandari dengan Luas ventilasi hubungan antara
Kejadian Pneumonia Pada dkk, 2016 pendekatan case rumah, kepadatan variabel
Balita Di Wiayah Kerja control hunian rumah, luas,ventilasi,kep
Puskesmas Jati sampurna jenis lantai, jenis adatan
Kota Bekasi dinding, hunian,pencahay
pencahayaan, aan, keberadaan
jenis bahan bakar, perokok dengang
keberadaan kejadian
perokok, pneumonia pada
kelembaban balita
ruangan dan suhu Dan tidak
ruangan terdapat
Variabel terikat : hubungan antara
Kejadian variabel jenis
pneumonia pada dinding, jenis
balita lantai, suhu
ruangan,kelemba
ban ,bahan bakar
masak. dengang
kejadian
pneumonia

Berdasarkan tabel di atas, perbedaan antara penelitian ini dengan beberapa

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Judul penelitian sebelumnya Hubungan kondisi lingkungan dalam rumah

dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas puring

kabupaten kebumen, sedangkan pada penelitian ini hubungan lingkungan

fisik rumah dan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan bendo.

2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah luas ventilasi, pencahayaan,

kepadatan hunian kamar, jenis lantai, penggunaan obat nyamuk bakar di

dalam rumah.

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

survei analitik dengan pendekatan case control, dimana populasi dibagi

menjadi populasi kasus ( pneumonia) dan kontrol ( tidak pneumonia).


11

Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan rancangan pendekatan

cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan pada suatu saat atau

satu periode tertentu dengan pengamatan subjek studi hanya dilakukan

satu kali selama satu penelitian.

4. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan pata

tahun 2018
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak napas, ronkhitis, dan infiltrate

pada foto rongtsen. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan

dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang sering disebut

bronchopneumonia. Jadi pneumonia adalah infeksi saluran nafas bawah akut

yang mengenai jaringan paru (alveoli) dan sering menyerang balita dengan

gejala batuk, sesak napas, ronkhi dan tampak infilterase pada foto rongten

(Kemenkes RI , 2009).

Menurut Ahmad Muhlisin, Pneumonia adalah infeksi atau peradangan

pada salah satu atau kedua paru-paru, lebih tepatnya peradangan itu terjadi

pada kantung udara (alveolus, jamak: alveoli). Kantung udara akan terisi

cairan atau nanah, sehingga menyebabkan sesak nafas, batuk berdahak,

demam, menggigil, dan kesulitan bernapas. Infeksi tersebut disebabkan oleh

berbagai organisme, termasuk bakteri, virus dan jamur. Secara kinis

pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

12
13

2.2 Penyebab Pneumonia

Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau

jamur.Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah pneumokokus

(Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b) dan

stafilokokus (Staphylococcus aureus).Virus penyebab pneumonia sangat

banyak, misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), virus

influenza. Virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi berupa

pneumonia (Nastiti, 2016)

Mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian

terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran pernapasan bagian atas ke

jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil penyebaran melalui aliran darah

(Misnadiarly, 2008)

Menurut Mumpuni dkk (2016) Pneumonia disebabkan oleh beberapa

etiologi seperti :

1. Bakteri staphylococcus,streptococcus,pseudomonas aeruginosa,

enterobacter.

2. Virus : virus influensa, adenovirus.

3. Mycoplasma pneumonia.

4. Jamur: candida albicans.

5. Aspirasi : lambung.
14

2.3 Klasifikasi Pneumonia

Pengelompokan atau klasifikasi pneumoniaterbagi menjadi dua

kelompok yaitu kelompok umur kurang dari 2 bulan dan kelompok umur 2

bulan sampai 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan

dikelompokkan atas bukan pneumonia dan pneumonia berat. Kelompok umur

2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan atas bukan pneumonia, pneumonia,

pneumonia berat (Depkes RI, 2007 dalam penelitian Amin,2014)

Tabel 2.1 Klasifikasi klinis pneumonia pada balita menurut kelompok


umur
No Kelompok umur Kriteria pneumonia Gejala klinis

1 2- <5 tahun Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat


dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah
Pneumonia Adanya nafas cepat
dan tidak tarikan
dinding dada bagian
bawah ke dalam
Pneumonia berat Adanya tarikan
dinding dada bagaian
bawah ke dalam
2 <2 Bukan pneumonia Tarikan napas cepat
dan tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam yang kuat
Adanya napas cepat
dan tarikaan dinding
15

dada bagian bawah ke


dalam yang kuat
Sumber Ditjen P2PL, Depkes RI, 2012 Modul Tatalaksana Standart
Pneumonia

2.4 Tanda dan Gejala Pneumonia

Tanda dan Gejala pneumonia pada umumnya bervariasi, mulai dari

gejala yang ringan sampai gejala yang berat.Hal ini biasanya akan

bergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan sakit pneumonia bisa tejadi

seperti halnya jenis kuman penyebab, usia penderita hingga kondisi kesehatan

sipasien secara keseluruhan. Adapun ciri dan gejala dari pneumonia yang

umum diantaranya ( Kristyana, 2013)

1) Demam, berkeringat dan menggigil.

2) Kelelahan dan nyeri otot, Mual, muntah atau diare.

3) Batuk berdahak tebal dan kentel (lengket).

4) Sesak napas (nafas cepat).

5) Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada orang di atas usia 65 tahun,

dan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

6) Nyeri dada saat bernapas dalam atau ketika batuk.

7) Sakit kepala.

Tanda-tanda bahwa balita mengalami pneumonia adalah terjadi

peningkatan frekuensi napas, sehingga anak tampak sesak. Selain itu jika

diamati pada daerah dada, tampak retraksi atau tarikan dinding dada bagian

bawah setiap kali anak menarik napas. Takipneu, yaitu napas cepat, merupakan
16

tanda pneumonia yang penting, oleh sebab itu kader kesehatan juga diajarkan

untuk mengenali tanda awal pneumonia ini dengan cara menghitung frekuensi

napas selama 1 menit. Batasan frekuensi napas cepat pada bayi kurang dari 2

bulan adalah lebih/sama dengan 60 kali per menit, pada bayi 2-12 bulan adalah

50 kali per menit sedangkan usia 1-5 tahun adalah 40 kali per menit. Selain

takipneu dan retraksi, balita yang mengalami perburukan gejala ditandai

dengan gelisah, tidak mau makan/minum, kejang atau sianosis (kebiruan pada

bibir) bahkan penurunan kesadaran (Nastiti, 2016 )

Menurut Depkes RI (2008), klasifikasi pneumonia berdasarkan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai berikut :

1. Pneumonia Berat dengan tanda gejala : terdapat tanda bahaya umum, atau

terdapat tarikan dinding dada ke dalam, atau terdengan bunyi sridor.

2. Pneumonia dengan tanda gejala : nafas cepat dengan batasan (anak usia 2

bulan - < 12 bulan, frekuensi nafas 50 kali/menit atau lebih dan anak usia 1

tahun - < 5 tahun frekuensi nafas 40 kali/menit atau lebih).

3. Batuk bukan Pneumonia apabila tidak ada tanda yang mengarah ke

pneumonia, atau pneumonia berat.

2.5 Cara Penularan

Pada umumnya termasuk ke dalam penyakit menular yang ditularkan

melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang

menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bensin dalam bentuk

droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab


17

pneumonia kedalam saluran nafas yaitu bersama udara yang dihirup,

disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan

droplet yang dikeluarkan oleh penderita saan batuk, bersin dan berbicara

kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung juga bisa melalui

ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran

pernapasan penderita (Anwar, 2002) dalam penelitian ( Kristiyana , 2013).

Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:

1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar

2. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain

3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-

paru.

2.6 Pencegahan dan pengobatan Pneumonia

Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda

awalnya sangat mirip dengan flu, alangkah baiknya para orang tua tetap

waspada dengan memperhatikan cara berikut ini (Misnadiarly, 2008).

a. Menghindari bayi atau anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan

tempat keramaian yang berpotensi penularan.

b. Menghindari bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA.

c. Membiasakan memberikan ASI.

d. Segera berobat jika mendapat anak mengalami panas, batuk, pilek.

Terlebih jika disertai suara serak , sesak napas, dan adanya tarikan pada

otot diantara rusuk (retraksi).


18

e. Periksalah kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan,

dan segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.

f. Immunisasi Hib dan vaksin influenzae pada anak risiko tinggi, terutama

usia 6-23 bulan.

Untuk pengobatan penyakit pneumonia ditujukan untuk pemberantasan

mikroorganisme penyebabnya.Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika

penderita telah ditetapkan sebagai pneumonia. Pengobatan yang dilakukan

berdasarkan klasifikasi pneumonia sangat membantu dalam pencegahan

kematian akibat pneumonia. Untuk pneumonia berat lakukan rujukan ke rumah

sakit, klasifikasi untuk pneumonia diberikan antibiotik dengan perawatan

dirumah, untuk batuk bukan pneumonia beri perawatan di rumah ( Kemenkes

P2pl, 2015)

2.7 Lingkungan Fisik Rumah

Menurut keputusan menteri kesehatan RI No.829/ Menkes/VII/1999

menjelaskan, Rumah adalah bangunan yeng berfungsi sebagai tempat tinggal

atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Hubungan antara perumahan

dengan kesehatan telah dibuktikan sejak lebih dari 60 tahun yang lalu oleh

the american public health association (APHA) (Keman, 2007). Kondisi

rumah yang buruk memungkinkan terjadinya penularan penyakit termasuk

penyakit saluran pernapasan seperti pneumonia. Kurangnya pencahayaan,

terlalu lembab, ventilasi buruk dan lain sebagainya.


19

2.7.1 Luas Ventilasi

Ventilasi (It. Ventus, wind, angina) dalam Nurjazulli (2008) adalah

aliran udara, baik diruang terbuka maupun tertutup (didalam

ruangan).Ventilasi alami adalah proses pergantian udara ruangan oleh udara

segar dari luar ruangan tanpa bantuan peralatan mekanik. Anak balita yang

tinggal di rumah dengan luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat

memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 6,3 kali lebih besar

dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi rumah

memenuhi syarat.

Ventilasi rumah berkaitan dengan kelembaban rumah, yang

mendukung daya hidup virus maupun bakteri. Sinar matahari dapat

membunuh bakteri atau virus, sehingga dengan pencahayaan yang memadai

akan mengurangi risiko terjadinya pneumonia. Luas jendela yang baik

minimal 10 % - 20 % dari luas lantai ( Kemenkes p2kp, 2010 )

Syarat – syarat ventilasi menurut Mundiatun dan Daryanto 2018

adalah sebagai berikut:

1. Luas 1/10 luas lantai ruangan ( 5 % ventilasi tetap dan 5 % ventilasi

buka tutup )

2. Ventilasi baik ( temperatur 220C, kelembaban 50-75%)

3. Fungsi ventilasi

4. Sirkulasi udara dan pencahayaan alami.

5. Ventilasi mencegah : penularan penyakit saluran pernapasan,

kepengapan, heat stres, bronchitis, asma.


20

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi yaitu :

1. Untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Sehingga

keseimbangan oksigen diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

terjaga.kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di

dalam ruangan baik karena terjadi prosespenguapan cairan dari kulit

dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk

bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).

2. Ventilasi akan membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri

terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang

terus-menerus

3. Menjaga ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang

optimum.

Terdapat 2 macam ventilasi yaitu pertama adalah ventilasi alamiah

dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui

jendela, pintu, lubang angin, lunbang dinding dan sebagainya. Yang kedua

adalah ventilasi buatan dengan menggunakan alat-alat khusus untuk

mengalirkan udara, misalnya kipas angin dan lain sebagainya.

2.7.2 Pencahayaan

Pencahayaan yang masuk ke dalam rumah berfungsi untuk mengatasi

perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu menyilaukan akan dapat

merusak mata. Cahaya dibedakan berdasarkan sumbernya menjadi dua

yaitu cahaya alami. Sehingga merupakan dapat menjadi faktor penting


21

dalam mendukung kehidupan mikroorganisme dalam Rumah, termasuk

mikroorganisme penyebab pneumonia.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 1077 tentang penyehatan

udara dalam ruang rumah tahun 2011, kadar nilai (lux) dalam ruang rumah

yang dipersyaratkan adalah nilai pencahayaaan (lux) minimal sebesar 60

lux, pencahayaan dalam ruangan rumah diusahakan agar sesuai dengan

kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan

persyaratan minimal 60 lux.

Menurut Mundiatun dan Daryanto (2018) Syarat-syarat

pencahayaanadalah sebagai berikut :

1.Cukup terang, tidak merusak mata dan menimbulkan kecelakaan

2. Cahaya harus terang dan teratur tidak bergetar

3. Sedapat mungkin mempengaruhi panas udara sekitarnya

4. Tidak menyebabkan bayang-bayang yang kuat

5. Tidak menyilaukan

2.7.3 Kepadatan Hunian Kamar

Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan

karena luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah keluarga yang

menempati rumah. Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota

keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah

tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bahteri maupun virus

dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke


22

penghuni rumah lainnya. Sehingga kepadatan penghuni dapat memudahkan

penularan penyakit (Mundiatun dan Daryanto, 2018)

2.7.4 Jenis lantai

Berbagai jenis lantai rumah seperti lantai yang terbuat dari semen

atau ubin,keramik, atau tanah yang dipadatkan. Syarat yang paling penting

adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim

hujan.Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit

(Mundiatun dan Daryanto, 2018).

2.8 Obat Nyamuk Bakar Sebagai Faktor Resiko Pneumonia

Obat nyamuk bakar adalah obat nyamuk yang sangat berbahaya bagi

kesehatan tubuh terutama bagi yang ada di sekitar ruangan yang ada obat

nyamuk yang sedang dibakar. Ternyata bahaya obat nyamuk bakar lebih

tinggi dari asap rokok yang ditimbulkan, asap 1 obat nyamuk berbanding

dengan 100 batang rokok, karena obat nyamuk bakar mengandung lebih dari

10 ribu bahan kimia. Bahan senyawa seperti karbon monoksida, hidrogen

sianida, logam berat, dan radikal bebas dan senyawa lain yang terkandung

dalam obat nyamuk bakar. Jika terhisap asapnya oleh tubuh akan

menyebabkan berbagai penyakit saluran pernapasan baik anak kecil maupun

dewasa ( Taufik wildan, 2017)

Selain itu, yang dihasilkan dari pembakaran juga CO dan CO2 serta

partikulat-partikulat yang bersifat iritan terhadap saluran pernafasan (Widodo,

2007) dalam penelitian Zulfa Kamalia Amin (2015)


23

2.9 Faktor Resiko Pneumonia

Ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu kesakitan pada

manusia antar lain agent penyakit, manusia (host) dan lingkungan (Chandra,

2012)

Konsep dasar terjadinya penyakit yaitu model segitiga epidermiologi

dengan adanya interaksi antara komponen agent, host dan environment.

Berubahnya salah satu komponen mengganggu keseimbangan terganggu

sehingga terjadi pneumonia (Putriani annisa dkk, 2014)

1. Faktor host

Biasanya manusia atau pasien. Host dalam faktor resiko pneumonia pada

balita meliputi umur, status gizi, status asi eksklusif, vit a dan imunisasi

a) Umur

Penyakit dapat menyerang seseorang pada umur-umur tertentu,

misalnya penyakit morbili, dipteri banyak menyerang anak-anak

Karena anak belum mempunyai kekebalan, sehingga anak beresiko

tinggi terhadap penyakit (Maryamsh Lis, 2008)

Kejadian pneumonia meningkat pada usia Balita. Berdasarkan

Riskesdas 2013 prevalensi tertinggi pneumonia pada kelompok usia 1-4

tahun. Insidens tertinggi pada usia 12-23 bulan (21,7 permil), usia 24-

35bulan (21 per mil), 36-47 bulan (18 per mil), 48-59 bulan (17 per

mil)dan 0-11 bulan (13,6 per mil)


24

b) Status Gizi

Anak yang menderita status gizi buruk akan mengalami

penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi.

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan

balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari

anak bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal.

(Adisasmito, 2008)

Anak dengan gizi buruk mempunyai risiko yang besar untuk

menderita pneumonia dan dapat tanpa disertai tanda-tanda khas

pneumonia ( Kemenkes p2kp, 2015).

c) Status Asi Ekslusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman terbaik

untuk bayi usia 0-6bulan karena mengandung unsur gizi yang

dibutuhkan guna perlindungan, pertumbuhan dan perkembangan bayi (

Kemenkes, 2016)

Berdasarkan UU kesehatan Nomor 36 tahun 2009 tentang ASI

Eksklusif menjelaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan air susu

ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali ada indikasi

medis. Bayi usia kurang dari 6 bulan yang tidak diberikan ASI

Eksklusif mempunyai resiko 5 kali lebih besar mengalami kematian

akibat pneumonia dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif 6

bulan pertama kehidupannya


25

d) Pemberian Vit A

Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi

manusia, Zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus

dipenuhi dari luar. Suplementasi Vitamin A adalah program intervensi

pemberian kapsul Vitamin A bagi anak usia 6-59 bulan dan Ibu nifas

yang bertujuan selain untuk mencegah kebutaan juga untuk

menanggulangi kekurangan Vitamin A yang masih cukup tinggi. Suatu

penelitian yang dilakukan di Pakistan pada tahun 2011 membuktikan

bahwa pemberian suplemen Vitamin A pada anak usia 5-59 bulan di

negara tersebut mampu menekan angka kematian sampai 20% dan

menunjukkan adanya pengurangan. Suplementasi Vitamin A sangat

efektif karena berperan dalam meningkatkan daya tahan terhadap

penyakit infeksi yang banyak dijumpai pada anak balita seperti campak

dengan komplikasi pneumonia (Dinkes Jatim 2016)

e) Status imunisasi

Program pencegahan penyakit dengan imunisasi sasaran

menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi pada seluruh masyarakat dengan prioritas

pada bayi, anak sekolah tingkat dasar, wanita usia subur termasuk ibu

hamil serta kelompok resiko tinggi lainnya sehingga tidak lagi menjadi

masalah kesehatan masyarakat ( Dinkes Jatim 2016)

Pencegahan bayi dari sakit karena pneumonia terutama dilakukan

dengan memberikan imunisasi lengkap kepada bayi.Imunisasi yang


26

lengkap mencakup beberapa jenis imunisasi yang terkait dengan

pneumonia dapat menurunkan kejadian pneumonia sebesar 50%.Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merekomendasikan pemberian

imunisasi PCV untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun. Sementara

itu beberapa negara seperti Bangladesh, India, Kenya, Uganda, dan

Zambia telah mengembangkan program rencana hingga skala nasional

untuk menggalakkan upaya penanggulangan pneumonia ( Nastiti, 2016)

f) Penggunaan Obat nyamuk bakar

Polusi asap di dalam rumah dapat juga berasal dari kebiasaan

menggunakan anti nyamuk bakar. Obat nyamuk dikatakan bahaya bagi

manusia karena kandungan bahan aktif yang termasuk golongan

organofosfat. Efek terbesar akan dialami oleh organ yang sensitive,

karena obat nyamuk lebih banyak mengenai hirupan, maka organ tubuh

yang kena adalah pernapasan. Asap obat nyamuk bakar akan

menyebabkan rangsangan saluran pernapasan balita, sehingga balita

menjadi rentan terinfeksi oleh bakteri/ virus yang menyebabkan

terjadinya pneumonia. Obat anti nyamuk bakar mengandung insektisida

yang disebut d-aletrin 0,25% yang apabila ruangan tertutup tanpa

ventilasi maka orang didalamnya akan keracunan daletrin. Serta

partikulat yang bersifat iritan terhadap saluran pernafasan ( Kusumawati

dkk,2015)
27

2. Faktor agent

Faktor penyebab (Agent) merupakan penyakit penyebab

pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur protozoa. Mikroorganisme

tersering sebagai penyebab pneumonia adaah virus, terutama respiratory

syncial virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri

yang ikut berperan terumata streptococcus pneeumoniae dan

Haemophilus influenae type b (Hib) (Misnadiarly, 2008).

Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif.

Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian

atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis,

bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya. Infeksi

pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke

dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang

mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-paru.Pneumonia yang

disertai bakteremia selalu menyebabkan angka kematian yang paling

tinggi.Pneumonia pneumokokus kira-kira merupakan 60-80% dari semua

kasus pneumonia oleh bakteri.

Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran

napas bagian atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab

meningitis yang penting pada anak-anak dan kadang-kadang

menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang dewasa.

Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi

saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua
28

atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau

pneumonia akibat influenzae. Anak-anak senang mendapatkan infeksi

Hemophylus influenzaeyang biasanya asimtomatik tetapi dapat dalam

bentuk penyakit pernapasan atau meningitis (Hemophylus influenza

adalah penyebab paling sering dari meningitis bakterial pada anak-anak

dari umur 5 bulan sampai 5 tahun.

3. Faktor lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat

berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial

a. Sedangkan yang menjadi faktor lingkungan fisik rumah antara lain:

1. Luas Ventilasi

Proses penyediaan udara dari ruangan baik secara alami atau

mekanis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 1077 tentang

penyehatan udara dalam ruangan dalam rumah tahun 2011

luasVentilasi yang memenuhi syarat kesehatan adlah ≥10 % dari luas

lantai sedangkan yang tidak memenuhi syarat adalah luas ventilasi <

10 % dari luas lantai.

Kecukupan udara dalam rumah sangat dibutuhkan oleh

penghuni rumah didalam rumah, terutama bagi bayi dan balita.Oleh

karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya

yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya

sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat

dalam ruangan rumah (Mundiatun dan Daryanto, 2018).


29

Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai

udara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi,ketidak nyamanan

atau terganggunya kesehatan penghuni. (Keman Soedjaraja,)

2. Pencahayaan

Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama

cahaya matahari, di samping itu kurang nyaman, juga merupakan

media atau tempat yang baik untuk idup dan berkembangnya bibit

penyakit. Cahaya sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen dalam rumah, misalnya basil TBC.Pencahayaan yang

cukup, baik cahaya alam maupun buatan.Pencahayaan yang

memenuhi syarat sebesar 60 – 120 lux.Kebutuhan standar minimum

cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai

keperluan menurut WHO dimana salah satunya adalah untuk kamar

keluarga dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux (Kemenkes

p2kp, 2010)

Pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak

langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas

penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata (Mundiatun

Dan Daryanto 2018).

Agar tingkat pencahyaan sesuai dengan intensitas yang

dibutuhkan dan sesuai fungsinya maka perlu direncanakan letak

ruangan agar mendapatkan pencahayaan yang sesuai (Agus Subrianto,

2011)
30

3. Kepadatan hunian kamar

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999, kepadatan hunian yang memenuhi syarat

kesehatan bila Luas Ventilasi > 8 m2per orang dan dianjurkan tidak

untuk lebih dari 2 orang tidur. Kepadatan pengguni merupakan luas

lantai dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut.Luas

kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2

orang tidur bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 , tidak dianjurkan

digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam 1 ruangan kecuali anak di

bawah 5 tahun (Suparto ,2015).

Balita yang tinggal di rumah yang luas lantainya kurang dari 9

m2 mempunyai resiko terkena pneumonia sebesar 2 kali lebih besar

dibanding balita yang tinggal di rumah yang luas lantainya lebih dari

9 m2 (Sulistyowati, 2010).

Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya

akan menyebabkan overcrowded (jumlah penghuni rumah yang

berlebihan). Hal ini menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen,

memudahkan terjadinya penularan penyakit (Darmiah, Imam Santoso,

Maharso, 2014).Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun

virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang

satu ke penghuni rumah lainnya (Tulus Aji Yuwono,2008)


31

4. Jenis lantai

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa risiko balita terkena

pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang lantainya tidak

memenuhi syarat. Lantai rumah yang tidak memenuhi syarat tidak

terbuat atau belum berubin. Rumah yang belum berubin juga lebih

lembab dibandingkan rumah yang lantainya sudah berubin. jenis lantai

yang kotor dan kondisi status gizi balita yang kurang baik

memungkinkan daya tahan tubuh balita rendah sehingga rentan

terhadap kejadian sakit. Lantai yang tidak kedap air dapat

mempengaruhi kelembaban di dalam rumah dan kelembaban dapat

mempengaruhi berkembang biaknya penyebab pneumonia. Lantai

yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.

Balita tinggal di rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi

syarat memiliki resiko terkena pneumonia sebesar 3,9 kali lebih besar

jika dibanding anak balita yang tinggal dirumah dengan jenis lantai

memenuhi syarat. Lantai rumah yang tidak memenuhi syarat tidak

terbuat dari semen atau lantai rumah belum berubin. Rumah yang

belum berubin lebih lembab dibandingkan dengan rumah yang

laintainya sudah berubin (Aji Yuwono, 2008).

5. Polusi udara dalam rumah

Polusi udara adalah masuknya komponen lain kedalam udara

baik langsung maupun proses alam sehingga kualitas udara menurun

dapat menyebakan lingkungan menjadi kurang baik. Efek polusi


32

udara bagi kesehatan adalah meningkatnya angka kesakitan dan

kematian penyakit saluran pernapasan (Budiman Chandra, 2009).

Peraturan Menteri Kesehatan No 1077 tentang penyehatan

udara dalam ruang rumah (2011) Bayi dan anak-anak yang orang

tuanya perokok mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan

saluran pernapasan dengan gejala sesak napas, batuk dan lendir

berlebihan.

Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi

udara dari dapur. asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar

untuk memasak dan untuk pemanasan dengan konsentrasi tinggi dapat

merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan

balita terkena infeksi bakteri pneumokokus ataupun Haemophilus

influenzae ( Amin, 2014)

b. Lingkungan Biologis

Lingkungan biologis adalah segala bentuk kehidupan yang

berada disekitar manusia seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, juga

termasuk mikroorganisme seperti kuman yang dapat menimbulkan

penyakit pada manusia (Maryamah ,2008)

Benda hidup seperti tumbuhan, hewan, virus , bakteri, jamur,

parasit, serangga dan lain sebagainya dapat berfungsi sebagai agent

penyakit, reservoir infeksi,vektor penyakit atau pejamu ( host)

intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya

bersifat dinamis dan bila terjadi ketidak seimbangan antara


33

hubungan manusia dengan dengan lingkungan biologis maka

manusia akan menjadi sakit ( Budiman Chandra 2009). Sehingga bila

manusia dalam keadaan lemah ataupun balita yang rentan terhadap

sakit dapat mudah tertular penyakit infeksi akibat vektor penyakit,

seperti pneumonia.

c. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial erat kaitannya dengan perilaku manusia pada

umumnya ( Mundiatun dan Daryanto, 2018).

1) Ekonomi

Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan

penduduk miskin disertai dengan menurunnya kemampuan

menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat sehingga dapat

menyebabkan meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada

balita.Balita bergizi baik ataupun buruk, jika berda dalam rumah

tangga miskin beresiko lebih besar terserang pneumonia.

2) Derajat Kesehatan Rendah

Salah satu program utama untuk mencapai perilaku sehat bagi

semua penduduk indonesia adalah program promosi kesehatan. Salah

satunya adalah perilaku hidup sehat bagi masyarakat di tatanan rumah

tangga.Tatanan keluarga atau rumah tangga dalam mewujudkan

perilaku sehat adalah merupakan pencerminan perilaku masyarakat

pada umumnya. Karakteristik dan susunan anggota keluarga adalah

juga pencerminan dari penduduk indonesia ini ( Notoatmodjo, 2014)


34

2.10 Kerangka Teori

Faktor lingkungan: Faktor Agent


Streptococcus
Luas ventilasi
Pneumoniae
Pencahayaan
Kepadatan hunian kamar
Jenis lantai
Polusi udara dalam rumah
Ekonomi
Derajat kesehatan rendah Kejadian pneumonia
Pada balita

Faktor host:
Umur
Status Gizi
Status Asi Ekslusif
Vitamin A
Status imunisasi
Penggunaan obat nyamuk bakar
Kualitas udara
menurun

Daya tahan tubuh balita


menurun

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber :Teori Segitiga Epidermiologi (Chandra Budhiman, 2009)
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplikasi dari

kerangka teori atau teori- teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh

sebab itu, kerangka konsep ini terdiri dari variabel- variabel serta hubungan

variabel yang satu dengan yang lainnya. Dengan adanya kerangka konsep

akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian (Notoatmojo,

2012).

Pada penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan

Lingkungan Fisik Rumah dan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan

Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan .

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Variabel Bebas

Luas ventilasi Variabel Terikat:


Kejadian
Pencahayaan Pneumonia pada
balita
Kepadatan hunian kamar

Jenis lantai rumah

Penggunaan obat nyamuk


bakar

35
36

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan

duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut (Notoadmojo, 2012).

Maka hipotesis alternatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha:

1. Ada hubungan antara Luas Ventilasi dengan kejadian pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

2. Ada hubungan Pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada balita

di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

3. Ada hubungan Kepadatan Hunian Kamar dengan kejadian pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

4. Ada hubungan Jenis Lantai dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

5. Ada hubungan Penggunaan Obat Nyamuk bakar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai

pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Pemilihan

desian harus disesuaikan dengan topik penelitian, dengan memilih yang paling

efisien dan dengan hasil yang memuaskan (Sujarweni, 2014)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan desain studi Case Control. Penelitian kuantitatif yaitu

jenis penelitian yang diperoleh dengan menggunakan prosedur statistik atau

cara lain dari kuantifikasi ( pengukuran), sedangkan case control merupakan

salah satu bentuk rancangan penelitian analitik yang mengikuti proses

perjalanan penyakit ke arah belakang berdasarkan urutan waktu. Oleh karena

itu , rancangan penelitian ini disebut restrospektif. Karena penelitian kasus

kontrol dilakukan dari sebab ke akibat maka penelitian diawali dengan

kelompok penderita sebagai kasus dan kelompok penderita sebagai control.

Lamanya penelitian merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan

karena lamanya penelitian mebutuhkan biaya dan kelangsungan penelitian (

Budiarto, Eko 2013).

Pada penelitian ini dilakukan pendekatan retrospektif yang diawali

dengan mengamati pada kelompok kasus (pneumonia), kemudian dilanjutkan

dengan kelompok pembanding kontrol (tidak pneumonia).

37
38

Untuk mencari perbedaan dalam pengalaman terpajan oleh faktor

resiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit kejadian perbedaan

pengalaman kedua kelompok dibandingkan untuk menentukan ada tidaknya

hubungan sebab akibat.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau

subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni,

2012). Populasi kasus dalam penelitian ini yaitu semua balita yang menderita

pneumonia yang berobat di puskesmas bendo yang berjumlah 106 kasus

penderita pneumonia pada balita.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili

populasinya (Notoatmodjo ,2014). Sampel dalam penelitian ini adalah balita

yang menderita pneumonia dan balita tidak menderita pneumonia yang tinggal

di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

Pada penelitian ini terdapat dua sampel yaitu sampel kasus adalah balita

yang menderita penyakit pneumonia yang berobat ke puskesmas berdasarkan

diagnosis oleh tenaga medis, baik bidan desa/dokter/ perawat dan bertempat

tinggal di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan. Sedangkan sampel kontrol

adalah balita yang tidak menderita penyakit pneumonia Kriteria inklusi

merupakan batasan ciri/ karakter umum pada subjek penelitian,dikurangi


39

karakter yang masuk kriteria eklusi. Kriteria eksklusi sebagian subjek yang

memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian sebab dapat

mempengaruhi hasil penelitian (Saryono , 2011).

Berikut rumus untuk menghitung proporsi paparan (Budiarto Eko, 2013)

OR x P2
P1 =
(1 − P2 ) + (ORxP2 )

[𝑍𝑎√2𝑃𝑄+𝑍 â √𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2]²
n =
(𝑃1−𝑃2)²

Keterangan :

n : Perkiraan besar sampel minimal

P1 : Proporsi paparan pada kelompok kasus

P2 : Proporsi paparan pada kelompok kontrol

zα : Nilai pada distribusi normal stándar yang sama dengan

tingkatkemaknaan α = 0,05 yaitu 1,96

zβ : Nilai pada distribusi normal stándar yang sama dengan

kuasasebesar yang diinginkan sebesar 80 % yaitu 0,84.

OR : Odd Ratio

Dalam penelitian ini OR diambil dari penelitian terdahulu (Zulfa Kamalia

Amin,2014)
40

ORx P2
P1 =
(1 − P2) + (ORxP2)

4,75 x 0,4
=
(1 − 0,4) + (4.75x0,4)

0,241
=
0,6 + 1, 88

= 0,75

P = ½ (P1 + P2) = 0,57

Q1 = 1 – P1 = 0,25

Q2 = 1 – P2 = 0,6

Q = 1- P = 0,43

[Za√2PQ + Z β√P1Q1 + P2Q2]²


n=
(P1 − P2)²

[1,96 √2(0,57)x(1 − 0,43) + 0,84√0,75(0,25) + 0,18(0,6)] ²


=
(0,75 − 0,4)2

1.91 2
= [ ]
0.35

= 30.41

= 31

Jadi berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel yang didapat untuk

perbandingan kasus dan kontrol adalah 1: 1 yaitu 31 responden sebagai kasus

dan 31 responden sebagai kontrol. Sehingga dalam penelitian ini, jumlah

sampel secara keseluruhan adalah 62 responden.


41

Kriteria Inklusi sampel kasus :

1) Balita berumur 12-59 bulan, yang menderita pneumonia berdasarkan

data kunjungan atau buku register puskesmas Bendo.

2) Bertempat tinggal di Kelurahan Bendo Kecamatan Bendo Kabupaten

Magetan.

3) Responden adalah ibu balita/kerabat/ pengasuh anak balita.

Kriteria ekslusi sampel kasus :

1) Ibu balita yang tidak bersedia untuk menjadi responden.

2) Balita dan ibu balita tinggal di Kelurahan bendo < 6 bulan.

3) Pengasuh/ kerabat yang < 3 bulan mengurus balita tersebut.

Kriteria inklusi sampel kontrol :

1) Tetangga penderita kasus dengan umur tidak lebih dari 59 bulan.

2) Memiliki ibu atau pengasuh yang bersedia menjadi responden.

3) Bertempat tinggal di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

Kriteria ekslusi sampel kontrol :

1) Memiliki penyakit lain seperti asma dan campak.

2) Balita adalah pendatang baru yang tinggal di kelurahan bendo.

3) Balita yang telah pindah dari desa bendo.


42

4.3 Teknik Sampling

Cara atau teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

probability sampling yaitu setiap subjek dalam populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih atau tidak terpilih sebagai sampel (

Hasmi, 2016).

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini dengan

menggunakan Simple Random Sampling. Peneliti memilih Simple Random

Samplingkarena merupakan cara paling sederhana dibanding teknik lainnya.

Pelaksanaan pengambilan sampel acak sederhana dilakukan dengan undian

yaitu dengan cara membuat daftar jumlah sampel dan diberi nomer secara

berurutan kemudian jumlah sampel ditulis pada gulungan kertas kemudian

dimasukkan ke dalam botol atau kotak kemudian diaduk, jumlah gulungan

yang diambil sesuai dengan jumlah sampel yang diinginkan.

Teknik Simpel Random Sampling adalah bahwa setiap anggota atau

unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012).


43

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian merupakan kerangka pelaksanaan penelitian

mulai dari pengambilan data sampai menganalisa data sampai menganalisis

penelitian. Berikut kerangka kerja penelitian:

Populasi
Seluruh balita berumur 12- 59 bulan bertempat tinggal di
Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan

Teknik sampling
Simpel random sampling

Sampel
Sampel penelitian sebanyak 62 responden, yaitu balita
penderita pneumonia sebanyak 31 responden (kasus) dan bukan
penderita pneumonia 31 responden (kontrol).

Pengumpulan data
Pengukuran luas ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian
kamar,observasi dan penyebaran kuesioner

Pengolahan data
Editing, Coding, Tabulating, Dan Analisis data dengan spss uji
chisquare

Hasil
Pelaporan dan Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian


44

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik atau ciri yang dimiliki oleh subjek dan

sifatnya bervariasi dalam arti berubah ubah pada setiap subjek. Pemilihan

variabel atau penentuan variabel sangat penting dilakukan oleh seorang calon

peneliti (Azrul Azwar dan Joedo Prihartono, 2014).

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan variabel

terikat. Variabel ini dapat merupakan faktror resiko/ penyebab (Saryono,

2011). Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Lingkungan Fisik Rumah (luas ventilasi, pencahayaan, kepadatan

hunian kamar, jenis lantai, dan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar )

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat

disebut kejadian/ efek. Variabel terikat pada penelitian ini adalah

kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten

Magetan.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

( Notoatmodjo, 2012). Maka untuk definisi operasional untuk variabel

penelitian ini adalah :


45

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan


Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Dalam Rumah dengan kejadian Pneumonia
pada Balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional Data

1 Luas ventilasi pengukuran luas Peraturan Lembar Nominal 0.Tidak


lantai dengan luas Menteri observasional memenuhi
ventilasi diukur Kesehatan No syarat
pada tempat tidur 1077 tentang (Roll meter)
penyehatan < 10 % dari
udara dalam luas lantai)
ruang rumah
1.Memenuhi
tahun 2011
syarat
≥10 % dari
luas lantai

2 Pencahayaan Dari hasil Peraturan Lembar Nominal 0.Tidak


pengukuran Menteri observasional memenuhi
penerangan Kesehatan No syarat (<60 lux
rumah secara 1077 tentang (Lux meter ) dari luas
alami maupun penyehatan lantai)
secara buatan, udara dalam
dengan ruang rumah 1. Memenuhi
mengunakan alat tahun 2011 syaarat
luxmeter ≥ 60 lux dari
luas lantai)

3 Kepadatan jumlah penghuni Kemenkes Observasional Nominal 0.Tidak


hunian dibanding luas memenuhi
ruangan kamar No. 829 tahun syarat jika
1999. ruangan
dengan
jumlah
<8m2/orang
1. Memenuhi
syarat jika
ruangan
dengan jumlah
≥8m2/orang
46

4 Jenis lantai Hasil observasi Kemenkes Observasi dan Nominal 0.Tidak baik atau
rumah terhadap lanatai kuesioner tidak
rumah sebagian No. 829 tahun memenuhi
atau keseluruhan 1999. syarat, jika
lantai terbuat dari sebagian atau
tanah/ kemarik/ seluruh lantai
ubin rumah adalah
(Tanah)
1. Baik,
memenuhi
syarat,jika
seluruh lantai
rumah
berbahan
(Keramik/ Ubin/
semen)
6 Penggunaan Kebiasaan Kuesioner Nominal 0. Menggunakan
obat nyamuk menggunakan 1. Tidak
bakar obat nyamuk menggunakan
bakar
7 Kejadian Terjadinya Balita 1<5 Kuesioner Nomimal 0. Pneumonia,
pneumonia pneumonia tahun yaitu balita
pada balita ditandai dengan yang tercatat
gejala batuk dan dalam buku
kesulitan register/rekam
bernapas seperti medis
napas cepat dan puskesmas
tarikan dinding bendo
bagian bawah ke 1. Tidak
dalam yang telah pneumonia,
didiagnosis oeh tetangga balita
tenaga kesehatan/ yang tidak
medis. penderita
pneumonia dan
tidak dalam
buku rekam
medis pkm
47

4.6 Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan

tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pembuatan instrumen harus

mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional, dan skala pengukuran (

Sujarweni, 2014 ). Instrumen yang digunakandalam penelitian ini menggunakan

kuesioner, observasional dan pengukuran. Untuk alat -alat yang digunakan dalam

intrumen ini adalah alat tulis, hp untuk dokumentasi, alat pengukur Roll Meter

dan Lux Meter

4.6.1 Kuesioner

Kuesioner merupakan alat teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Dalam kuesioner penelitian cukup

banyak berisi jawaban dalam bentuk kata sehingga diperlukan skoring untuk

memudahkan penilaian dan akan membantu dalam proses analisis data yang

telah ditemukan. Untuk penelitian ini menggunakan penilaian skoring dengan

skala pengukuran Gutman ( Sujarweni, 2014). Untuk hasil jawaban terhadap

pertanyaan quesioner akan dilakukan penilaian berupa skor angka 0 untuk

jawaban beresiko/ tidak memenuhi syartat, sedangkan skor 1 untuk jawaban

yang tidak beresiko/ memenuhi syarat.

Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup,

sehingga responden hanya memilih jawaban yang telah disediakan dalam


48

kuesioner. Serta memudahkan respoden untuk memilih jawaban yang sesuai

keadaan sebenarnya dengan memberi tanda silang.

4.6.2 Pengukuran

1. Pengukuran luas ventilasi

Luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari

≥10% dari luas lantai dan luas ventilasi tidak memenuhi syarat jika <10 %

dari luas lantai ( PerMenKes, 2011) alat yang digunakan adalah roll

meter.Cara pengurukannya adalah sebagai berikut :

1. Mengukur luas ventilasi kamar tidur, ruang keluarga, ruang lainnya

2. Mengukur luas lantai kamar tidur,ruang keluarga, ruang lainnya

3. Membandingkan luas ventilasi dengan luas lantai .

2. Pengukuran pencahayaan (Lux Meter)

Alat ukur cahaya (lux meter) adalah alat yang digunakan

untukmengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Besarnya

intensitas cahaya ini perlu untuk diketahui, karena pada dasarnya manusia

juga memerlukan penerangan yang cukup.kadar nilai (lux) dalam ruang

rumah yang dipersyaratkan adalah nilai pencahayaaan (lux) minimal sebesar

60 (PerMenKes, 2011). Untuk cara prosedur dan penggunaan lux meter

adalah sebagai berikut:

1) Tekan tombol power on/off untuk menyalakan alat

2) Prosedur

a. Tutup sensor cahaya dengan cover yang tersedia

b. Geser range switch pada posisi 2000 lux


49

c. Setelah selesai, buka cover

3) Pilih satuan pengukuran yang diinginkan dengan menekan LUX/FC

button.

4) Tentukan jenis sumber cahaya (Tungsten/Sun, Sodium, Fluorescent or

Mercury lamp) dengan menekan light source select button

5) Pilih rentang dengan menggunakan range switch

6) Posisikan sensor cahaya di bawah sumber cahaya

Sebelum melakukan pengukuran pencahayaan, harus menentukan titik

pengukuran.Untuk ruang yang tidak teratur misal adanya penghalang dan

susunan lampu tidak teratur, maka titik pengukurannya acak dan

banyak.Sedangkan untuk ruang yang teratur, maka titik pengukurannya

berdasarkan.luas ruangan. Caranya adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pengukuran umum, dengan luas ruangan kurang dari 10 meter

persegi: memotong garis horisontal panjang dan lebar ruangan pada setiap

1 meter.

2) Membagi ruangan menjadi beberapa titik pengukuran dengan jarak antar

titik sekitar 1 meter.

3) Melakukan pengukuran dengan tinggi Luxmeter kurang lebih 85 cm di atas

lantai dan posisi photo cell menghadap sumber cahaya.

4) Membaca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu

beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil.

5) Mencatat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan.


50

Setelah mengukur setiap titik ruangan yang diukur, setelah itu hasilnya

dirata-rata.

3. Pengukuran kepadatan hunian yaitu dengan mengukur luas lantai dibagi

dengan jumlah anggota keluarga pengguni tersebut.

4.6.3 Observasi

Pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap dan gejala yang

tampak pada objek penelitian (Sujarweni, 2014). Pengamatan dalam penelitian

ini dilakukan pada jenis lantai rumah.

4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan, dan

letaknya berbatasan dengan Kabupaten Madiun.Untuk waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan Februari 2018 dari penyusunan skripsi sampai dengan

penyusunan laporan akhir pada bulan Agustus 2018 adalah sebagai berikut:
51

Tabel 4.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Waktu

1 Pengajuan judul 24 Februari 2018

2 Penyusunan dan konsultasi 06 Maret -26 April 2018


proposal skripsi
3 Ujian proposal skripsi 14 Mei 2018

3 Revisi ujian proposal skripsi 24 Mei 2018

4 Pengambilan dan 9 Juli-14 Juli 2018


pengolahan data
5. Penyususnan dan konsultasi 24 Juli-18 Agustus 2018
skripsi
6. Sidang skripsi 30 Juli 2018

7. Revisi skripsi 1 Aguatus- 5 Agustus 2018

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1 Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh melalui kuesioner, observasional, serta

pengukuran. Kuesioner diberikan kepada orang tua balita ataupun yang

menjadi wali asuh balita tersebut. Melakukan observasi dan pengukuran

mengenai lingkungan fisik rumah terhadap luas ventilasi, jenis lantai,

kepadatan hunian kamar, pencahayaan.

4.8.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya berupa

data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan Dinkes Kabupaten Magetan


52

dan Puskesmas Bendo. Seperti data penderita penyakit Pneumonia dan

jumlah balita di Kelurahan bendo serta profil kesehatan di Puskesmas.

Setelah dilakukan pengumpulan data, berikutnya data akan diproses melalui

pengolahan data, berikut langkah dan prosedur analisis data pada penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1) Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian

instrumen pengumpulan data.

2) Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap

pertanyaan yang terdapat dalam instrumen pengumpulan data

menurut variabel- variabel yang diteliti.

3) Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau enteri data ke dalam tabel

induk penelitian.

4) Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi-

proposisi yang dibuat apakah proposissi tersebut ditolak atau

diterima.

4.9 Analisis Data

1) Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian.Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2012). Analisis dari masing –masing variabel seperti luas


53

ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian kamar, jenis lantai, penggunaan

obat nyamuk bakar,

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,2012). Analisis bivariat

berfungsi untuk mengetahui hubungan antar variabel yaitu variabel bebas

dengan variabel terikat dan menghitung besarnya resiko relatif ( odds ratio).

Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji chisquare. Variabel

bebas dalam penelitian ini yaitu ( luas ventilasi, pencahayaan, kepadatan

hunian kamar, jenis lantai, penggunaan obat nyamuk bakar) dengan variabel

terikat (kejadian pneumonia pada balita) dengan menggunakan uji

Chisquare.Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan nilai

kemaknaan 5%. Analisis bivariat untuk mengetahui kemaknaan hubungan

(p) dengan analisis Chi Square.

1) Apabila p > 0,05 maka H0 diterima, sehingga antara kedua variabel

tidak ada hubungan yang bermakna jadi H1 ditolak.

2) Apabila p ≤ 0,05 maka H0 ditolak, sehingga antara kedua variabel ada

hubungan yang bermakna jadi H1 diterima.

Menurut Hasmi (2016) Syarat pembacaan OR dalam SPSS sebagai berikut:

1. Apabila nilai OR > 1, merupakan faktor resiko timbulnya penyakit

2.Apabila nilai OR < 1, merupakan bukan faktor resiko

3.Apabila nilai OR= 1 netral atau paparan bukan faktor resiko


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum

5.1.1 Keadaan Geografi

Kelurahan Bendo merupakan salah satu kelurahan di wilayah

Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur. Dengan luas

wilayah kecamatan bendo yaitu 3,39 km2 serta termasuk kedalam wilayah

dataran rendah. Jarak dari kecamatan menuju ibu kota/ kabupaten yaitu sejauh

10 km. Sedangkan jarak ke ibu kota kecamatan adalah 0,5 km. Suhu rata- rata

sekitar 33.31 0C. Batas wilayah desa bendo adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Kledokan

b. Sebelah Selatan : Desa Belotan

c. Sebelah Timur : Desa Carikan

d. Sebelah Barat : Desa Bulugledeg

Kelurahan Bendo terbagi menjadi 4 dusun, 12 Rw dan 28 Rt,dusun

tersebut adalah Dusun Bendo 1 dengan 9 Rt, Dusun Bendo 2 ada 7 Rt, Dusun

Gandu dan Dusun Pengkol ada 6 Rt.

54
55

5.1.2 Keadaan Demografi

Penduduk Kelurahan Bendo terdiri dari 3055 jiwa, dengan jumlah

penduduk laki-laki yaitu sebanyak 1486 jiwa dan penduduk perempuan

sebanyak 1569 jiwa.

Tabel 5.1 Jumlah Petugas Kesehatan Di Kelurahan Bendo

No Tenaga kesehatan Jumlah

1. Bidan 2

2. Dokter 3

3. Kader posyandu 20

Total 25

Sumber : Data Sekunder Kelurahan Bendo 2017

Posyandu di Kelurahan Bendo dilaksanakan pada minggu perrtama

setiap tanggal 5 atau awal bulan. Dikelurahan bendo terdapat 4 dusun, yaitu

meliputi dusun bendo 1, bendo 2, dusun pengkol, dusun gandu. Untuk jumlah

tenaga kesehatan praktek swasta di kelurahan bendo terdapat 3 dokter yaitu

1 dokter gigi, dan 2 dokter umum bertugas memberikan pelayanan kesehatan,

konseling, serta pengobatan yang sesuai dengan masalah kesehatan yang

dialami oleh warga Bendo. Dan terdapat 2 bidan praktek serta 22 kader

posyandu.
56

5.2 Karakteristik Responden

Dalam hal ini akan membahas tentang distribusi frekuensi karakteristik

responden penelitian berdasarkan jenis kelamin dan umur balita.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin balita di Kelurahan

Bendo.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan jenis kelamin Balita Di


Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

No. Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki-laki 34 54,8

2. Perempuan 28 45,2

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 34 (54.8%) sedangkan

responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 28 (45,2%)

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Balita Di Kelurahan Bendo

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Umur Balita Di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan
Juli 2018

No Umur Jumlah Persentase (%)

1. 12-<18 bulan 3 4,8

2. 19-<24 bulan 7 11,3

3. 25-<36 bulan 29 46,6

4. 37-<48 bulan 17 27,4

5. 49-<60 bulan 6 9,7

Total 62 100,0

Sumber: Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018


57

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

sebagian besar responden berumur 12- 18 bulan berjumlah 3 (4,8%),

responden 19-24 berjumlah 7 ( 11,3), responden berumur 25-36 bulan yaitu

sebanyak 29 balita (46,6 %), responden berumur 37-48 berjumlah 17

(27,4%), responden berumur 49-60 berjumlah 6 (9,7%). Sedangkan

responden paling sedikit yaitu berumur 12-18 bulan sebanyak 3 balita (4,8%)

dan responden yang berumur 24-36 yaitu 29 (46,6%).

5.3 HASIL PENELITIAN

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat dan

bivariat, untuk analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel. Sedangkan analisis bivariat

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat yaitu hubungan lingkungan fisik rumah dan penggunaan obat nyamuk

bakar dengan kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten

Magetan. Dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Chisquer. Berikut

hasil analisis bivariat penelitian dengan menggunakan aplikasi spss.


58

5.3.1 Analisis Univariat

1. Kejadian Pneumonia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi kejadian pneumonia sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kejadian pneumonia


di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

No Kejadian pneumonia Jumlah (f) Persentase (%)

1. Pneumonia 31 50,0

2. Tidak pneumonia 31 50,0

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui responden di Kelurahan

Bendo Kabupaten Magetan dengan kejadian pneumonia berjumlah 31

kasus (50,0%) dan 31 kontrol (50,0%)

2. Luas Ventilasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi luas ventilasi sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi luas ventilasi dengan kejadian pneumonia di


Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

No Luas ventilasi Jumlah (f) Persentase %

1. Tidak memenuhi syarat 37 59,7

2. Memenuhi syarat 25 40,3

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui sebagian besar rumah masih

tidak memenuhi syarat, terbukti dengan hasil observasi yang telah


59

dilakukan ada sebanyak 37 (59,7 %) dan luas ventilasi yang memenuhi

syarat berjumlah 25(40,3%).

3. Pencahayaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi pencahayaan sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pencahaayaan dengan kejadian pneumonia


di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

No Pencahayaan Jumlah (f) Persentase %

1. Tidak memenuhi syarat 32 51,6

2. Memenuhi syarat 30 48,4

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diatas disimpulakan sebagian besar rumah

masih belum memenuhi syarat, terbukti dengan hasil observasi yang

telah dilakukan ada sebanyak 32 (52,6) tidak memenuhi syarat, sedangkan

ada 30(48,4%) memenuhi syarat.


60

4. Kepadatan Hunian Kamar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi kepadatan hunian sebagai berikut:

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian dengan kejadian


pneumonia di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan
Juli 2018

No Kepadatan hunian Jumlah (f) Persentase %

1. Tidak memenuhi syarat 33 53,2

2. Memenuhi syarat 29 46,8

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat disimpulkan sebagian besar

rumah masih belum memenuhi syarat , terbukti dengan hasil observasi

yang telah dilakukan ada sebanyak 33 (53,2) rumah dengan kepadatan

hunian tidak memenuhi syarat <8m2 sedangka ada 29(46,8%) sudah

memenuhi syarat.

5. Jenis lantai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi jenis lantai sebagai berikut:

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi jenis lantai dengan kejadian pneumonia di


Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

No Jenis lantai Jumlah (f) Persentase %

1. Tidak memenuhi syarat 23 37,1

2. Memenuhi syarat 39 62,9

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018


61

Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar lantai rumah responden sudah memenuhi syarat, terbukti dengan

hasil observasi yang telah dilakukan ada sebanyak 23 (37,1) tidak

memenuhi syarat,sedangkan terdapat 39 (62,9%) rumah dengan jenis

lantai sudah memenuhi syarat karena mayoritas rumah responden sudah

berlantai keramik/plester, meskipun masih ada yang berlantai tanah.

6. Penggunaan obat nyamuk bakar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi penggunaan obat nyamuk bakar sebagai berikut:

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi penggunaan obat nyamuk bakar dengan


kejadian pneumonia di Kelurahan Bendo Kabupaten
Magetan Bulan Juli 2018

No Penggunaan obat Jumlah (f) Persentase %


nyamuk bakar
1. Menggunakan 24 38,7

2. Tidak menggunakan 38 61,3

Total 62 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.9 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar responden yang menggunakan obat nyamuk bakar yaitu sebanyak

24 (38,7%) dan terdapat 38(61,3) responden tidak menggunakan obat

nyamuk bakar dari total responden sebesar 62 responden.


62

5.3.2 Analisis Bivariat

1. Hubungan Luas Ventilasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di

Kelurahan Bendo Kabupatan Magetan

Tabel 5.10 Luas Ventilasi Rumah di Kelurahan Bendo Kabupaten


Magetan Bulan Juli 2018

Kejadian pneumonia
CI P
Luas ventilasi Kasus Kontrol OR
95 %
n % n %
Tidak memenuhi syarat 24 77,4 13 41,9 4,74 1,5-14,3 0,010

Memenuhi syarat 7 22,6 18 58,1


Total 31 100,0 31 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian juli 2018

Berdasarkan hasil analisis diatas luas ventilasi tidak memenuhi syarat

pada kelompok kasus berjumlah 24 (77,4%) sedangkan pada kelompok

kontrol yaitu 13 ( 41,9%). Ada hubungan antara luas ventilasi dengan

kejadian pneumonia pada balita karena nilai P = 0,010< 0,05.Hasil uji

statistik P=0,010,OR= 4,74:95%CI=1,5-14,3 sehingga balita yang tinggal

dengan luas ventilasi tidak memenuhi syarat mempunyai faktor resiko

mengalami penyakit pneumonia sebesar 4,74 kali dibanding balita yang

tinggal dengan luas ventilasi memenuhi syarat.


63

2. Hubungan pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

Tabel 5.11 Pencahayaan Rumah di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan


Bulan Juli 2018

Kejadian pneumonia
CI P
Pencahayaan Kasus Kontrol OR
95 %
n % n %
Tidak memenuhi 21 67,7 11 35,5 3,81 1,3-10,9 0,022
syarat
Memenuhi syarat 10 32,3 20 64,5
Total 31 100,0 31 100,0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian bulan juli 2018

Berdasarkan hasil analisis data diatas, rumah yang mempunyai

pencahayaan tidak memenuhi pada kelompok kasus sebanyak 21

(67,7%),sedangkan pada kelompok kontrol berjumlah 11(35,5%). Hasil uji

statistik diperoleh nilai P=0,022, OR=3,81: 95%CI =1,3-10,9 menunjukkan

bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada

balita dengan P= 0,022 < 0,05.Sehingga balita yang tinggal di rumah dengan

pencahayaan yang tidak memenuhi syarat akan beresiko mengalami penyakit

pneumonia sebesar 3,81 kali dibanding dengan balita yang tinggal di rumah

dengan pencahayaan yang memenuhi syarat.


64

3. Hubungan kepadatan hunian kamar dengan kejadian pneumonia pada

balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

Tabel 5.12 Kepadatan hunian kamar di Kelurahan Bendo Kabupaten


Magetan Bulan Juli 2018

Kejadian pneumonia
Kasus Kontrol CI P
Kepadatan hunian OR
95 %
n % n %
Tidak memenuhi syarat 21 67,7 12 38,7 3,32 1,1-9,4 0,042
Memenuhi syarat 10 32,3 19 61,3

Total 31 100,0 31 100,0


Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian bulan juli 2018

Berdasarkan hasil analisis diatas kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat pada kelompok kasus berjumlah 21(67,7%) sedangkan

kepadataan hunian pada kelompok kontrol yaitu 12 (38,7%) Hasil uji

statistik diperoleh nilai P= 0,042, OR=3,32: 95%CI =1,1-9,4 serta ada

hubungan antara kepadatan hunian dengan dengan kejadian pneumonia

dengan nilai p=0,042 < 0,05.Sehingga Sehingga balita yang tinggal pada

kamar yang padat akan mengalami kejadian pneumonia dengan resiko

sebesar 3,32 kali dibanding dengan balita yang tinggal di kamar dengan

kepadatan memenuhi syarat.


65

4. Hubungan jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

Tabel 5.13 Jenis lantai Rumah di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan


Bulan Juli 2018

Kejadian Pneumonia
CI P
Jenis lantai Kasus Kontrol OR
95 %
n % n %
Tidak memenuhi syarat 14 45,2 9 29,0 2,01 0,7-5,7 0,293
Memenuhi syarat 17 54,8 22 71,0
Total 31 100,0 31 100,0

Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian bulan juli 2018

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa sebagian besar

responden kelompok kasus yang menderita pneumonia pada balita

memiliki jenis lantai yang tidak memenuhi syarat berjumlah 14 (45,2%)

sedangkan pada kelompok kontrol berumlah 9 (29,0). Terjadinya pneumonia

bukan hanya karena penggunaan jenis lantai saja tetapi dapat disebabkan oleh

perilaku keluarga dalam menjaga kebersihan lantai dan lain sebagainya.

Hasil uji statistik diperoleh nilai P=0,293, OR=2,01: 95%CI =0,7-5,7,

Berdasarkan hasil uji chisques dengan tingkat sig 5% dengan hasil p value

0,293> 0,05 maka tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.


66

5. Hubungan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

Tabel 5.14 Penggunaan obat nyamuk bakar Rumah di Kelurahan Bendo


Kabupaten Magetan Bulan Juli 2018

Kejadian Pneumonia
Penggunaan obat Kasus Kontrol CI P
OR
nyamuk bakar 95 %
n % n %
Menggunakan obat 17 54,8 7 22,6 4,16 1,3-12,5 0,019
nyamuk bakar
Tidak menggunakan obat 14 45,2 24 77,4
nyamuk bakar
Total 31 100,0 31 100,0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian bulan juli 2018

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui responden yang

menggunakan obat nyamuk bakar pada kelompok kasus sebanyak 17

(54,8%), sedangkan kelompok kontrol berjumlah 7 (22,6%). Hasil uji

statistik diperoleh nilai P= 0,019, OR= 4,16 95%CI =1,386-12,503,

Berdasarkan hasil uji chisques dengan tingkat sig 5% dengan hasil p value

0,019 > 0,05 maka H0 ditolak, sehingga ada hubungan antara penggunaan

obat nyamuk bakar dengan kejadian penumonia pada balita di kelurahan

bendo kabupaten mageta. Dengan nial OR= 4,16 maka responden yang

menggunakan obat nyamuk bakar mempunyai faktor resiko 4,164kali terkena

kejadian pneumonia jika dibanding dengan responden yang tidak

menggunakan obat nyamuk bakar. Dari hasil analisi bivariat diatas terdapat 4

variabel yang berhubungan yaitu variabel luas ventilasi, pencahayaan,

kepadatan hunian kamar, dan penggunaan obat nyamuk bakar.


67

5.4 Pembahasan

5.4.1 Kejadian Pneumonia Pada Balita

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bawah akut yang mengenai

jaringan paru (alveoli) dan sering menyerang balita dengan gejala batuk,

sesak napas, ronkhi dan tampak infilterase pada foto rongten (Kemenkes RI ,

2009). Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau

jamur.Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah pneumokokus

(Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b) dan

stafilokokus (Staphylococcus aureus) (Nastiti, 2016). Sumber penularan

adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat

batuk atau bensin dalam bentuk droplet.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu sebanyak 31

responden (50%) balita mengalami pneumonia, rata-rata balita yang

menderita penumonia berumur 24-36 bulan. Pneumonia dapat terjadi pada

balita berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Adanya penyakit

pneumonia dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah yang tidak

memenuuhi syarat seperti luas ventilasi yang sebesar (59,7%) tidak

memenuhi syarat, pencahayaan sebesar (51,6%) tidak memenuhi syarat,

kepadatan hunian kamar sebesar (53,2%) tidak memenuhi syarat, jenis lantai

sebesar (37,1 %) tidak memenuhi syarat dan masih adanya responden pada

kelompok kasus (38,7%) menggunakan obat nyamuk bakar. Sebagian besar

rumah dengan lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat dan asap

dari penggunaan obat nyamuk bakar yang dapat mengganggu saluran


68

pernapasan balita yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit pneumonia

pada balitta di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

5.4.2 Luas ventilasi

Berdasarkan hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa (59,7%)

kepadatan hunian kamar tidak memenuhi syarat sehingga dapat menyebabkan

penyakit pneumonia. Hasil ini didapatkan dari pengukuran luas jendela dan

angin-angin dibandingkan dengan luas lantai. Sebagian besar rumah

responden mempunyai luas ventilasi ≤ 10 % dari luas lantai, dan kebanyakan

responden memiliki jendela permanen sehingga tidak dapat dibuka setiap hari

yang dapat menyebabkan sirkulasi udara didalam rumah menjadi terganggu.

Menurut peratturan menteri kesehatan No 1077 bahwa luas ventilasi

yang baik adalah harus ≥10% dari luas lantai. Apabila luas ventilasi tidak

memenuhi syarat akan menyabbakan udara di dalam rumah menjadi pengap

sehingga dapat menimbulkan terjadinya penyakit pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat dapat menyebabkan penyakit pneumonia, karenakondisi

rumah yang menjadi lembab akibat terhambatnya aliran sirkulasi udara di

dalam rumah. Sehingga bisa menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri

penyebab penyakit pneumonia. Untuk mencegah penyakit tersebut orang tua

balita disarankan untuk sering membuka jendela setiap hari dan

membersihkan kotoran dan debu yang menempel pada jendela dan lubang
69

angin-angin. Agar sirkulasi udara menjadi lancar sehingga kelembaban di

dalam rumah berkurang

5.4.3 Pencahayaan

Berdasarkan hasil penelitian univariat meununjukkan bahwa sebesar

(51,6%) pencahyaan tidak memenuhi syaratsehingga dapat menyebabkan

penyakit pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

Hasil ini didapatkandari hasil pengukuran menggunkan alat luxmeter.

Pencahayaan rumah yang < 60 lux atau tidak memenuhi syarat akan menjadi

tempat berkembangbiaknya bibit penyakit penyebab pneumonia. sebagian

besar rumah responden pencahayaan di dalam rumah belum memenuhi

syarat.

Menurut peraturan menteri kesehtan No 1077 tentang penyehatan

udara dalam ruangan rumah tahun 2011 bahwa pencahayaan alami atau

buatan yang baik adalah minimal 60 lux dan tidak menilaukan. Pencahayaan

yang baik yaitu pada pukul 09.00-12.00 agar cahaya yang diukur dapat

optimal.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat disebbakan oleh jarak rumah yang berdempetan sehingga

menghalangi pencahayaan sehingga rumah menjadi gelap, sehingga

disarankan untuk menambah memasnag genting kaca di setiap rungan yang

lembab dan ruangan kurang pencahayaannya


70

5.4.4 Kepadatan Hunian Kamar

Berdasarkan hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa (53,2%)

tidak memenuhi syarat sehingga bisa menyebabkan penyakit pneumonia pada

balita di kelurahan bendo kabupaten magetan. Pengukuran kepadatan hunian

didapatkan melalui pengukuran luas kamar tidur dan dibandingkan dengan

jumlah pengghuni kamar. Sebagian besar responden mempunyai kamar

dengan luas ventilasi < 8m² dan dihuni rata rata 3-4 orang dalam satu kamar

tidur.

Menurut peraturan menteri No 829 tahun 1999 untuk kamar tidur

sebaiknya tidak dihuni ≥ 8m² tidak lebih 2 oranng. Apabila kepadatan hunian

terlalu tinggi akan menyebabkan kurangnya konsumdi oksigen yang akan

menimbulkan sesak napas pada balita sehingga menimbulkan kelembaban

dalam runagan akibat jumlah enghuni yang melebihi luas runagan sehingga

menjadi tempat berkembangnya agent penyakit pneumonia. Disaran untuk

memisahkan tempat tidur balita dengan tempat tidur orang dewasa.

Kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat dapat

mempercepat penularan penyakit dari satu orang ke orang lain melalui

pernapasan dan juga dapat meningkatkan tingkat kelembaban yang tinggi.

Sehingga perlu diperhatikan untuk memakai obat nyamuk bakar yang dapat

menimbulkan polusi di dalam ruangan.


71

5.4.5 Jenis lantai

Berdasarkan hasil penelitian univariat menunjukan sebesar (37,1) tidak

meemnuhi syarat dan seb esar (62,9 %) sudah memenuhi syarat. Sebagian

besar rumah responden sudah berlantaikan keramik dan plester sehingga

dapat mengurangi faktor resiko terjadinya pneumonia. Tetapi walaupun sudah

memenuhi syarat, tetapi memungkinkan masih sangat beresiko untuk menjadi

penyebab terjadinya penularan penyakit pneumonia. Karena perilaku ibu yang

buruk dalam membersihkan lantai yang kotor dan kondisi lantai yang lembab

akan menjadi tempat hidupnya bakteri Streptococcus Pneumoniae.

Menurut Peraturan Menteri No. 829 tahun 1999 jenis lantai yang baik

adalah lantai yang kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan

mudah dibersihkan.

Berdasarkan hasil penelitian disaran untuk selalu menjaga kebersihan

rumah, dan faktor resiko penyebab pneumonia bukan hanya dipengaruhi oleh

jenis lantai tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor lain seperti anget

penyakit, selalu membuka ventilasidan menambah genting kaca agar cahaya

matahari dapat masuk agar membunuh bakteri, virus pneyebab pneumonia

pada balita.
72

5.4.6 Penggunaan obat nyamuk bakar

Berdasarkan hasil penelitian univariat menunjukkan sebsesar (38,7%)

responden menggunkan obat nyamuk bakar di dalam kamar/ ruangan.,

sehingga dapat menyebabkan timbulnya pneyakit pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan. Sebagian kecil responden masih

menggunakan obat nyamuk bakar dalam mengusir nyamuk karena harganya

yang terjangkau dan lebih awet jika dibandingkan dengan obat nyamuk

semprot ataupun obat nyamuk elektrik yang harganya sedikit agak lebih

mahal. Sehingga mereka lebih memilih menggun akan obat nyamuk bakar.

Asap obat nyamuk bakar akan menyebabkan rangsangan saluran

pernapasan balita, sehingga balita menjadi rentan terinfeksi oleh bakteri/ virus

yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Obat anti nyamuk bakar

mengandung insektisida yang disebut d-aletrin 0,25% yang apabila ruangan

tertutup tanpa ventilasi maka orang didalamnya akan keracunan daletrin.

Serta partikulat yang bersifat iritan terhadap saluran pernafasan ( Kusumawati

dkk,2015)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Bendo,

masih ada sebagian kecil responden menggunakan obat nyamuk bakar. Obat

nyamuk bakar sangat berbahya bagi kesehatan karena banyak menggandung

bahan kimia yang berbahaya, jika sering menghirup asap dari dari obat

nyamuk bakar akan menyebabkan terganggunya saluran pernapasan terutama

jika ada balita yang sangat rentan sekali terhadap sakit. Selain itu juga dapat

menimbulkan sesak napas, jadi sebaiknya orang tua mengganti penggunaan


73

obat nyamuk bakar dengan menggunakan kelambu untuk menggusir nyamuk,

dapat juga mengjauhkan balita dari asap obat nyamuk bakar.

5.4.7 Hubungan Antara Luas Ventilasi Dengan Kejadian Pneumonia

pada balita

Hasil penelitian luas ventilasi rumah di kelurahan Bendo diketahui

bahwa luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus

berjumlah 24 (77,4%), hal ini didukung dengan hasil uji chisquare dengan

nilai P sebesar 0,010, dengan nilai OR sebesar 4,74 dan CI 95% yaitu 1,5-

14,3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi

rumah yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan sehingga balita yang tinggal di dalam

rumah dengan luas ventilasi tidak memenuhi syarat mempunyai faktor resiko

sebesar 4,74 kali dari pada balita yang tinggal di dalam rumah dengan luas

ventilasi rumah memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil analisis diatas luas ventilasi tidak memenuhi syarat

pada kelompok kontrol yaitu 13 ( 41,9%). Luas ventilasi yang memenuhi

syarat pada kelompok kasus berjumlah 7 (22,6%) mengalami pneumonia,

sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 18(58,1%). Hal ini karena kebiasaan

keluarga yang buruk yaitu jarang membuka jendela, dan kurangnya luas

ventilasi di dalam rumah sehingga udara tidak dapat mengalir dengan

sempurna, untuk mengatasi hal tersebut dapat menambah angin-angin pada

dinding rumah, selalu membuka jendela setiap pagi.


74

Kebanyakan rumah responden pada bagian kamar tidak terdapat

jendela ataupun angin-angin, dan juga sebagian responden memakai jendela

yang permanen sehingga sirkulasi udara terhambat dan udara tidak dapat

masuk ke dalam ruangan. Hal ini dapat memperburuk dengan kebiasaan

keluarga yang jarang membuka jendela setiap hari, dapat menyebabkan

suhu dalam rumah menjadi panas dan lembab,sehingga dapat memicu

pertumbuhan bakteri dan virus sehingga memungkinkan terjadinya kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan. Perlu

perencanaan yang tepat mengenai tata letak dan ukuran ventilasi, dapat juga

dengan selalu membuka jendela agar sirkulasi udara di dalam rumah tetap

terjaga. Dan juga pencahayaan dari sinar matahari dapat masuk ke dalam

rumah sehingga kelembaban di dalam rumah tetap terjaga. Selain itu dapat

menggunakan kipas angin, exhausent dan AC sebagai alat bantu untuk

mengatur sirkulasi udara di dalam rumah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Putri Setiyo Wulandari dkk ( 2016) bahwa terdapat hubungan luas ventilasi

dengan kejadian penumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas

Jatisampurna Kota Bekasi. Luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat

dapat menjadi faktor resiko terjadinya pneumonia pada balita. Sehingga perlu

menjaga kebersihan dan selalu membuka jendela setiap hari, agar terjadi

pertukaran udara di dalam rumah.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

829/Menkes/SK/VII/1999 dan Peraturan Menteri Kesehatan No 1077


75

tentang penyehatan udara dalam ruang rumah tahun 2011 bahwa luas

lubang ventilasi permanen minimal ≥10 % dari luas lantai. Luas ventilasi

yang tidak memenuhi syarat atau < 10 % akan mengganggu pertukaran

udara yang masuk ke dalam rumah, serta kurang terawatnya ventilasi akan

mengurangi kenyaman pengghuni rumah serta menghalangi udara masuk

kedalam rumah. Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan

sebagaiudara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidak nyamanan

atau terganggunya kesehatan penghuni.Temperatur dan kelembaban ruangan

juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni (Keman

Soedjaraja,)

5.4.8 Hubungan Pencahayaan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Hasil penelitian mengenai pencahayaan di dalam rumah diketahui

bahwa pencahayaan yang tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus

sebanyak 21 (67,7%) hal ini didukung dengan hasil uji chisquare dengan

nilai P (0,022) dengan niali OR sebesar 3,81dan CI 95% yaitu 1.3-10,9. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan rumah yang

tidak memenuhi syarat dengan kejadian pneumonia pada balita di kelurahan

bendo kabupaten magetan sehingga balita yang tinggal di dalam rumah

dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat mempunyai faktor resiko

sebesar 3,8 kali menyebabkan pneumonia,dari pada balita yang tinggal di

dalam rumah dengan pencahayaan rumah yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil analisis data diatas, rumah yang mempunyai

pencahayaan tidak memenuhi syarat pada kelompok kontrol berjumlah 11


76

(35,5%). Pencahayaan yang memenuhi syarat pada kelompok kasus

berjumlah 10 (32,3%) dan pencahayaan paada kelompok kontrol 20 (64,5%).

Balita yang menderita pneumonia dengan pencahayaan tidak memenuhi

syarat ≤ 60 lux, balita yang menderita pneumonia dengan pencahayaan

memenuhi syarat, serta balita yang tidak menderita pneumonia dan tidak

mempunyai pneumonia hal ini bisa dikarenakan oleh, kurangnya ventilasi

sehingga cahaya yang masuk ke dalam ruangan tidak optimal, jarak rumah

yang berdekatan sehingga dapat menghalangi pencahayaan masuk kedalam

rumah sehingga rumah menjadi gelap. Kejadian pneumonia bukan hanya

terjadi karena pencahayaan mungkin juga dapat disebabkan oleh faktor lain

seperti jarang membuka ventilasi jendela setiap hari,jendela rumah yang

terhalang oleh bangunan lain sehingga cahaya tidak masuk kedalam rumah,

serta dapat juga dipengaruhi faktor lingkungan,oleh faktor agent dan host

yang dapat menimbulkan kejadian penumonia. Sehingga perlu menambah

genting kaca agar pencahayaan dalam rumah tetap terjaga dan jika masih

belum cukup dapat memakai pencahayaan buatan seperti pemasangan lampu

yang hemat energi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri

Setiyo Wulandari (2016) tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah

Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Jatisampurna Kota Bekasi. Ada hubungan antara`pencahayaan dengan

kejadian pneumonia pada balita diwilayah kerja PuskesmasJatisampurna Kota

Bekasi. Dari hasil observasi yang dilakukan di Kelurahan Bendo hal ini
77

disebabkan karena sebagian besar rumah responden di kelurahan bendo

jarang membuka jendela setiap hari dan kurangnya penggunaan genting kaca.

Dan ada pula atap rumah responden yang menggunakan asbes sehingga

cahaya tidak bisa masuk kedalam rumah. Keberadaan jendela yang terhalang

oleh rumah atau bangunan lain,jarak rumah yang berdekatan,sehingga cahaya

tidak langsung masuk kedalam rumah sehingga menyebabkan ruangan

menjadi gelap dan pengap. Sehingga perlu menambahkan penerangan buatan

di dalam rumah.

Kurangnya pencahayaan dari sinar matahari akan mengakibatkan

timbulya bibit penyakit di dalam rumah, karena akan memudahkan bakteri

untuk hidup dan berkembangbiak di dalam rumah yang lembab.

Pencahayaan yang kurang akan mempengaruhi temperatur dan kelembaban

di dalam rumah, penambahan genting kaca diperlukan agar sinar matahari

dapat masuk sehingga bisa mengurangi tingkat kelembaban dan membunuh

perkembangbiakan bakteri penyebab peneumonia. Notoatmodjo (2003)

menyatakan bahwa kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah

terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media

yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Peraturan

Menteri Kesehatan No 1077 tentang penyehatan udara dalam ruang rumah

tahun 2011 pencahayaan yang baik yaitu minimal adalah 60 lux.

Apabila pencahayaan di siang hari kurang cukup, maka diperlukan

pencahayaan buatan untuk mempermudah aktivitas pasa malam hari, perlu

dipertimbangkan fungsi penerangan sehingga dapat memperkirakan peletakan


78

lampu dan saklar, intensitas dan daya lampu, agar orang pada ruangan

tersebut merasa nyaman dan tidak menyilaukan mata ( Agus Subrianto,

2011).

5.4.9 Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Dengan Kejadian Pneumonia

Pada Balita

Hasil penelitian mengenai pencahayaan di dalam rumah diketahui

bahwa pencahayaan yang tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus

sebanyak 21 (67,7%) hal ini didukung dengan hasil uji chisquare dengan

nilai P (0,042) dengan niali OR sebesar 3,32 dan CI 95% yaitu 1.1-94. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian kamar

yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan sehingga balita yang tinggal di dalam

rumah dengan kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat < 8m2

untuk 2 orang mempunyai faktor resiko sebesar 3,32 kali menyebabkan

pneumonia,dari pada balita yang tinggal di dalam rumah dengan kepadatan

hunian kamar yang memenuhi syarat >8 m2 untuk 2 orang.

Kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat kelompok kasus

21(67,7%), dan kelompok kontrol 12 (38,7%). Namun balita yang menderita

pneumonia memenuhi syarat 10 (32,3%) dan tidak pneumonia dengan

kepadatan hunian memenuhi syarat 19 (61,3%) bukan hanya disebabkan oleh

kepadatan hunian kamar tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor perilaku

host, faktor agent dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kejadian

pneumonia, kepadatan hunian yang tinggi dalam ruangan akan meningkatkan


79

terjadinya penyakit pneumonia karena tingkat kelembaban yang tinggi

apalagi didukung dengan tidak adanya ventilasi didalam kamar tidur. Dan

juga perilaku orang tua yang buruk seperti menggunakan obat nyamuk

bakar serta kebiasaan merokok di dalam rumah, akan menyebabkan polusi

udara di dalam lingkungan rumah.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri

Setiyo Wulandari Dkk (2016) Ada hubungan antara kepadatan hunian rumah

dengan kejadian pneumonia pada balita diwilayah kerja Puskesmas

Jatisampurna Kota Bekasi. Berdasarkan hasil observasi hal ini disebabkan

karena penghunia kamar terlalu banyak melenihi 2 orang < 8m2.

Keputusan Menteri Kesehatan No 829 tahun1999 dalam penelitian

Nata lisa Erviana Sari dkk (2012) menyatakan bahwa luas ruangan tidur

minimal <8 m2 dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang. Bangunan yang

sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai

dampak kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh

penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran

pernafasan seperti ISPA atau pneumonia.

Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan

karena luas kamar yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni yang

menempati kamar.Kebanyakan kamar responden tidak memenuhi syarat

karena dalam 1 kamar tidur terdapat 3-4 orang dengan luas kamar <8m2.

Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular


80

melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah

lainnya (Tulus Aji Yuwono,2008).

Kepadatan hunian di dalam ruangan yang berlebihan akan

berpengaruh pada kelembaban dalam ruangan. Luas rumah yang tidak

sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan overcrowded

(jumlah penghuni rumah yang berlebihan). Hal ini menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen, memudahkan terjadinya penularan penyakit. Kelembaban

tinggi dapat disebabkan karena uap air darikeringat manusia maupun

pernafasan. Kelembaban dalan ruang tertutup dimana banyak terdapat

manusia di dalamnya lebih tinggi dibandingkan diluar ruangan. Hal ini

membahayakan kesehatan karena mudahnya terjadi penularan penyakit

(Darmiah, Imam Santoso, Maharso, 2014).

Kepadatan Hunian rumah merupakan faktor penting dalam

menyebabkan kejadian pneumonia karena keberadaan banyak orang dalam

dalam satu kamar yang tidak memenuhi syarat atau < 8m2 dapat

mempercepat transmisi bibit penyakit dari satu orang ke orang lain, apa lagi

bila terdapat balita yang sangat rentan terhadap penyakit. Sehingga

memudahkan penularan bibit penyakit pneumonia dalam lingkungan yang

padat pengghuni. Berdasarkan hasil observasi di Kelurahan Bendo sebagian

besar responden rata-rata masih terdapat 3 orang dalam satu kamar

tidur,dengan luas kamar tidur < 8m2


81

5.4.10 Hubungan Jenis Lantai Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Hasil penelitian mengenai jenis lantai dalam rumah diketahui bahwa

jenis lantai yang tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus sebanyak

14 (45,2%) hal ini didukung dengan hasil uji Chisquare dengan nilai P

(0,293) > 0,05 dengan nilai OR sebesar 2,01 dan CI 95% yaitu 0,7-5,7. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan

kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan .

Maka dapat disimpulkan bahwa meskipun berdasarkan uji statistik

tidak terdapat hubungan antara jenis lantai dengan kejadian penumonia

pada balita di kelurahan bendo, karena responden pada kelompok kasus

lebih banyak memenuhi syarat (54,8%) dibandingkan dengan jenis lantai

yang tidak memenuhi syarat sebesar (45,2%) tapi perlu diperhatikan

meskipun kelompok kasus banyak yang sudah memenuhi syarat, masih

terdapat jenis lantai tanah. Lantai rumah harus sering diperhatikan

kebersihannya, karena lantai yang kotor, berdebu dan lembab dapat menjadi

tempat berkembangbiak bibit penyakit , virus ataupun bakteri.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 829 tahun 1999 tentang

syarat rumah sehat mengemukakan bahwa lantai rumah untuk tempat tinggal

harus kedap air, mudah dikeringkan dan mudah dibersihkan. Lantai rumah

yang termasuk kategori memenuhi syarat kesehatan yaitu lantai yang

terbuat dari keramik atau ubin. Sedangkan yang termasuk kategori tidak

memenuhi syarat kesehatan terbuat dari bambu dan tanah.


82

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yana dilakukan oleh Nata lisa

Erviana Sari dkk (2012) mengenai Hubungan Kesehatan Rumah Tinggal

Terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Desa Sambangan Kecamatan Bati-

Bati Kabupaten Tanah Laut. Hasil analisis menggunakan uji fisher exact pada

taraf kepercayaan 95% ditemukan nilai p value 0,278 (p > 0,05). Hal ini

berarti Ho di terima yaitu tidak terdapat hubungan antara lantai rumah dengan

kejadian pneumonia pada balita di Desa sambangan. Sedangkan hasil

penelitian ini jenis lantai bukan merupakan faktor resiko tejadinya

pneumonia, tetapi pneumonia tidak hanya dipengaruhi oleh jenis lantai, tetapi

bisa juga dipengaruhi oleh perilaku ibu yang buruk dalam membersihkan

lantai setiap hari dan dapat dipengaruhi faktor lain seperti kepadatan hunian,

luas ventilasi yang buruk, pencahayaan rumah yang kurang.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, sebagian besar

responden mempunyai jenis lantai yang sudah memenuhi syarat , banyak

yang menggunakan keramik dan plester sehingga memungkinkan bahwa

hal ini dapat mengurangi terjadinya penularaan penyakit pneumonia akibat

lantai yang lembab. Sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis

lantai dengan kejadian pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten

Magetan. Sebagian besar responden masih ada yang berlantai tanah tetapi

jumlahnya hanya ada sedikit, dan responden memasang karpet pada lantai

agar meminimalkan debu dari lantai tanah tersebut.


83

5.4.11 Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Dengan Kejadian

Pneumonia Balita

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai ( P= 0,019) dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaaan obat nyamuk

bakar dengan kejadian pneumonia pada balita dikelurahan bendo kabupaten

magetan. Besarnya faktor resiko dapat dilihat dari nilai (OR= 4,16 CI%,1.3-

12,5) yang berarti balita yang menggunakan obat nyamuk bakar di dalam

ruagan ataupun di dalam rumah beresiko menimbulkan terjadinya kejadian

pneumonia sebesar 4,16 dibanding dengan balita yang tinggal diruangan

ataupun di dalam rumah yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar.

Dalam penelitian ini penggunaan obat nyamuk bakar akan

meningkatkan resiko terjadinya penumonia jika tinggal ataupun tidur dengan

menggunakan obat nyamuk bakar. Hasil observasi yang telah dilakukan

menunjukkan sebagian besar responden menggunakan obat nyamuk bakar

karena kemampuan ekonomi yang keluarga yang cukup menengah serta

harga obat nyamuk bakar yang terjangkau, dan mudah didapatkan. Obat

nyamuk bakar lebih tahan lama dibanding dengan obat nyamuk semprot

ataupun elektrik sehingga sebagian responden lebih memilih obat nyamuk

bakar yang lebih tahan lama asapnya. Penderita kasus dan kontrol yang

tidak menggunakan obat nyamuk bakar mereka lebih memilih

menggunakan kelambu dalam mengusir nyamuk. Sehingga untuk

mengurangi faktor resiko penumonia disarankan untuk tidak menggunakan


84

obat nyamuk bakar yang mengandung asap, dapat memakai elektrik atau

kelambu dalam mengusir nyamuk.

Penelitian di sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juwita

Ayang Nuretza (2017) dengan nilai P= 0,019 dan OR= 3,6 diperkuat dengan

penelitia Zulfa Kamalia Amin, (2015)bahwa ada hubungan antara

penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian pneumonia berulang pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep Kota Semarang tahun 2014.

Penggunaan obat nyamuk bakar akan menimbulkan asap, jika digunakan

pada ruangan yang tertutup tidak ada ventilasi yang terbuka, jumlah

kepadatan hunian kamar yang <8m2 dari jumlah penghuni, dicurigai akan

beresiko menimbulkan pneumonia, karena asap obat nyamuk bakar yang

terhirup mengandung CO2 akibat proses pembakaran obat nyamuk bakar

ditambah lagi dengan tidak adanya pertukaran udara dalam ruangan.

Sehingga sangat berbahaya jika ada balita yang tidur dikamar yang padat dan

asap obat nyamuk di malam hari, karena daya tahan tubuh balita sangat

rentan.

Asap yang berasal dari obat nyamuk akan menyebabkan rangsangan

pada saluran pernapasan balita, sehingga balita menjadi r entan terinfeksi

oleh bakteri atau virus yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Obat anti

nyamuk bakar mengandung insektisida yang disebut d-aletrin 0,25%.

Apabila dibakar akan mengeluarkan asap yang mengandung d-aletrin sebagai

zat yang dapat mengusir nyamuk, tetapi jika ruangan tertutup tanpa ventilasi

maka orang di dalamnya akan keracunan d-aletrin. Selain itu, yang dihasilkan
85

dari pembakaran juga CO dan CO2 serta partikulat-partikulat yang bersifat

iritan terhadap saluran pernafasan (Widodo, 2007) dalam penelitian Zulfa

Kamalia Amin, (2015)

Pencemaran udara dalam ruangan dikatakan lebih berbahaya karena

sumbernya berada dekat dengan manusia yang terpapar. Pada negara

berkembang, masalah pencemaran udara dalam ruangan umumnya terjadi

karena aktivitas manusia tersebut dalam ruangan tanpa didukung oleh

ventilasi atau lubang angin yang memadai (Ni Nyoman Dayu Mahalastri

, 2014).

5.5 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan penelitian dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

berikut ini :

1. Kemungkinan responden tidak jujur dalam mengisi kuesioner karena

responden lebih memilih jawaban yang lebih baik, sehingga diperlukan

pengamatan untuk memperkuat jawaban responden. Selain itu kelebihan

dari kuesioner yaitu memudahkan responden memilih jawaban, karena

pilihan sudah tersedian di dalam kuesioner.

2. Sebagian responden mempunyai 2 rumah di beda dusun, dan medan yang

jauh.

3. Keterbatasan dari peneliti yaitu masih kurang pengalaman penelitian dan

terbatasnya alat luxmeter, jadi sebaiknya mengukur pnecahayaan yang

baik adalah mulai dari pukul 09.00- 12.00 siang, agar mengukuran

menjadi optimal.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4

variabel yang mempunyai hubungan bermakna dan terdapat 1 variabel

tidak memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan.

1) Jumlah penderita pneumonia dan tidak pneumonia sebanyak 50 %,

dengan jenis kelamin balita paling banyak adala laki-laki

sebesar(54,8%), dan untuk umur balita paling banyak berumur 25-36

bulan yaitu (46,6%) sedangkan yang paling sedikit pada umur 12-18

bulan sebesar (4,8%). Luas ventilasi sebagian besar (59,7) tidak

memenuhi syarat. Pencahayaan sebagian besar (51,6%) tidak memenuhi

syarat. Kepadatan hunian kamar sebesar (53,2) tidak memenuhi syarat.

Jenis lantai sebagian besar(62,9) memenuhi syarat. Penggunaan obat

nyamuk bakar sebagian kecil (38,7) menggunakan obat nyamuk bakar.

2) Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian pneumonia pada

balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan (P = 0,010; OR= 4,74;

CI= 1,5-14,3)

3) Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada

balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan (P =0,022; OR= 3,81;

CI= 1,3-10,9)

86
87

4) Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan

( P =0,042; OR= 3,32; CI=1,1-9,4)

5) Tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia

pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan (P 0,293; OR=2,01;

CI= 0,7-5,7)

6) Ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian

pneumonia pada balita di Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan

(P =0,019;OR=4,16;CI=1,3-12,5)

6.2 Saran

1. Bagi Masyarakat

1) Selalu menjaga kebersihan dan lingkungan fisik rumah

2) Menambah jumlah genting kaca agar pencahayaan dalam rumah

menjadi cukup.

3) Selalu membuka jendela dan membersihkan lantai setiap hari.

4) Memisahkan kamar balita dengan kamar orang tua.

5) Hindari penggunaan obat nyamuk bakar di dalam kamar balita,

dapat menggantinya dengan memakai kelambu.

2. Bagi Puskesmas

Meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan

lingkungan rumah dan pencegahan penyakit pneumonia, oleh tenaga

kesehatan Petugas puskesmas maupun Kader kesehatan setempat melalui


88

penyuluhan. Dapat juga dengan mengadakan lomba rumah sehat, agar

memotivasi masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan rumah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar,

sehingga dapat menghasilkan hasil penelitian yang lebih baik. Serta

dapat melengkapi variabel penelitian yang belum sempat diteliti oleh

peneliti yaitu variabel kelembaban, penggunaan obat nyamuk semprot

dalam ruangan. Dan untuk peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan

pengukuran pencahayaan rumah pada pagi hari hingga siang hari, karena

jika melakukan pengukuran pencahayaan di sore hari, hasilnya tidak akan

maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito Wiku, 2008. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada


Adnani , Harisa.2011.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Yogyakarta: Nuha Medika
A Mahmud Trisha,Grace D. Kandou,Paul A.T.Kawatu, 2015. Hubungan Antara
Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Ispa Non Pneumonia Pada Balita Di
Desa Mapanget Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara Tahun
2015.Manado :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Diakses pada tanggal 23 februari 2018

Aji Yuwono Tulus, 2008.Faktor- Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kawungan Kabupaten Cilacap.Semarang : Universitas
diponegoro.http://eprints.undip.ac.id/18058/.Diakses pada tanggal 20
februari 2018

Azwar Azrul dan Joedo Prihartono, 2014.Metodelogi Penelitian Kedokteran &


Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Binarupa Aksara Publisier

Amin Zulfa Kamalia, 2015. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia berulang pada balita di wilayah kerja puskesmas ngesrep kota
semarang tahun 2014. Universitas Negeri Semarang. lib.unnes.ac.id/23493/.
Diakses pada tanggal 15 juli 2018.

Buletin Jendela Epideriologi Pneumonia Pada Balita, 2010. Kementerian


kesehatan RI.www. depkes.go.id. Diakses pada tanggal 4 maret 2018.

Budiarto Eko, 2013. Metode penelitian kedokteran sebuah pengantar. Jakarta :


EGC

Chandra Budiman, 2009.Ilmu Kedokteran Pencegahan Dan Komunitas. Jakarta :


EGC

Chandra Budiman.2012. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

Darmiah, Imam Santoso, Maharso, 2014. Hubungan Kepadatan Hunian Dan


Kualitas Fisik Rumah Desa Penda Asam Barito Selatan. Poltekkes
Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru.
ejournal.kesling-poltekkesbjm.com/index.php/JKL/article/view/16 diakses
pada tanggal 25 mei 2018.

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan. 2015. Profil kesehatan tahun 2015.


Magetan

89
90

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan. 2016. Profil kesehatan tahun 2016.


Magetan

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan. 2017. Bidang Pemberantasan Penyakit


Menular, Laporan Tahun Bidang P2pl Tahun 2017, Magetan

Faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia. www.jurnal


penyakit dalam, com diakses pada tanggal 25 februari 2018

Hasmi , 2016. Metode Penelitian Epidermiologi .Jakarta : TIM

Hartati s,Nani nurhaeni. Dewi gayatri. 2012.Faktor resiko terjadinya pneumonia


pada anak balita. https://www.neliti.com/id. Diakses pada tanggal 20 maret
2012.

Juwita Ayang Nuretza, Suhartono,Sri Winami, 2017. Hubungan perilaku


keluarga dan kondisis lingkungan dalam rumah dengan kejadian
pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas halmahera kota
semarang.Universitas diponegoro.https://ejournal3.undip.ac.id/index.
Diakses pada tanggal 20 maret 2018.

Kartasasmita, Cissy B. 2010. Buletin Jendela Epidermiologi, volume 3,


Pneumonia pembunuh balita, september 2010. www. depkes.go.id. Diakses
pada tanggal 4 maret 2018

Keman S. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal Kesehatan


Lingkungan 2005. Universitas Airlangga. journal.unair.ac.id. Diakses pada
tanggal 15 juli 2018

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut. Jakarta : KementerianKesehatan RI.
Simp2p.Kemenkes.go.id. Diakses pada tanggal 14 desember 2017

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2009.Pneumonia, Penyebab


Kematian Utama Balita.Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan.http://www.depkes.go.id/.Diakses pada tanggal 16
Desember 2017

Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Derektorat


Pengembangan Kawasan Pemukiman.2010. Jakarta : Tentang Rumah
Sehat. http://www.p2kp.org..Diakses pada tanggal 18 Desember 2017.
(online)

KemenkesRI, 2015.Inilah 4 Bahaya Merokok Bagi Kesehatan


Tubuh.http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 20- April 2018.
91

Kemenkes RI dirtjen P2pl, 2015.Pedoman Tatalaksana Pneumonia


Balita.https://kupdf.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2018.

Kemenkes RI Dirtjen P2pl, 2012. Modul Tatalaksana Standart


Pneumonia.https://www.scrib.com. Diakses pada tanggal 15 maret 2018.

Kemenkes RI, 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Kemenkes RI, 2013. PP Tembakau Menyelamatkan Kesehatan Masyarakat Dan


Perekonomian Negara.http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 20
April 2018.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 tentang


persyaratan kesehatan perumahan.https://peraturan.bkpm.go.id. Diakses
pada tanggal 20 Maret 2018

Kristiyana Reny, 2014. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan


Penyakit Pneumonia Pada Balita. Purwokerto: Fakultas Ilmu Kesehatan
Mayarakat Universitas Muhammadiyah Purwokerto.repository.ump.ac.id.
Diakses pada tanggaL 23 Maret 2018

Kusumawati Diah, Suhartono, Nikie Astorina. 2015. Hubungan Lingkungan Fisik


Rumah Dan Perilaku Anggota Keluarga Dengan Kejadian Pneumonia
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota
Magelang ). Semarang: Universitas diponegoro.http://ejournal-
s1.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 14 maret 2018)

Khasanah Mufidatul, Suhartono, Dharminto.2016.Hubungan Kondisi Lingkungan


Dalam Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Puring Kabupaten Kebumenuniversitas Diponegoro. Jurnal
kesehatna mayarakat volume 4, nomor 5, oktober 2016 .
https://ejournal3.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 5 maret 2018

Maryamah,Lis 2008.Sehat atau sakit.Depok : Aryaduta

Misnadiarly, 2008.Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak


balita,orang dewasa, dan usia lanjut. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Mumpuni,Yekti,Romiyati.2016. 45 Penyakit Yang Sering Hinggap Pada Anak.


Yogyakarta : Rapha Publising

Mundiatun dan Daryanto. 2018. Sanitasi Lingkungan ( Pendidikan Lingkungan


Hidup). Yogyakarta.: Gava Media
92

Muhlisin, Ahmad. Pneumonia pengertian, gejala, penyebab dan pengobatan


https://mediskus.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018.

Maryani Diana R, 2012. Hubungan antara kondisi lingkungan rumahdan


kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita
di kelurahan bandarharjo kota semarang. Universitas negeri
semarang.lib.unnes.ac.id/18277/. Diakses pada tanggal 15 Maret 2018.

Nastiti Kaswandani, 2016. Memperingati hari pneumonia


dunia.http://www.idai.or.id. Diakses pada tanggal 11 maret 2018.

Nata Lisa Erviana Sari, Lenie Marlinae, Frieda Anie Noor, 2012.Hubungan
Kesehatan Rumah Tinggal Terhadap Kejadian Pneumonia Balita Di Desa
Sambangan Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut.Universitas
Lambung Mangkurat. https://docplayer.info/. Diakses pada tanggal 24 juli
2018.

Ni Nyoman Dayu Mahalastri, 2014.Hubungan Antara Pencemaran Udara Dalam


Ruang Dengan Kejadian Pneumonia Balita. Universitas airlangga.
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/1305/1064. Diakses pada
tanggal 12 juli 2018

Noor M , Sugeng Riyanto , Mutiara Kusuma Wardani. 2014. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah
KerjaPuskesmas Guntung Payung Tahun 2013. Jurkessia, Vol. IV, No. 2,
Maret 2014 M.Noor dkk.Skripsi, Banjarbaru, Kalimantan Selatan :
STIKES Husada Borneo.https://journal.stikeshb.ac.id. Diakses pada
tanggal 20 maret 2018.

Notoatmodjo Soekidjo, 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.
Notoatmodjo Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip–Prinsip Dasar),


Jakarta, Pt. Rineka Cipta.

Nurjazulli, Retno Widyaningtyas. 2008.Faktor resiko dominan kejadian


pneumonia pada balita. Universitas Semarang

Pangandaheng Febbryani, Ricky C. Sondakh, Janno Bernadus , 2014. Hubungan


antara faktor-faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia
pada balita di wilayah kerja puskesmas tobelo kabupaten halmahera
utara.Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses pada tangga 15 februari
2018.
93

Pengertian pneumonia, 2018.http://pneumonia.autoimuncare.com.PT. Autoimun


care indonesia, kemenkes, RI diakses pada tanggal 10 maret 2018

Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut.Jakarta : KementerianKesehatan RI. Diakses pada
tanggal 14 desember 2017

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077 Tentang


Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. https://www.
hukor.kemkes.go.id. Diakses Pada Tanggal 6 Maret 2018

Puskesmas Bendo.2015. Profil Kesehatan Puskesmas Bendo. Magetan

Puskesmas Bendo. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas Bendo. Magetan

Puskesmas Bendo. 2017. Profil Kesehatan Puskesmas BendoLaporan Tahunan


Bidang P2PL Tahun 2017. Magetan

Putriani Annisa, Saleh Andri, Dwi Hermawan , 2014. Faktor Resiko Lingkungan
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan.http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id. Diakses pada tanggal 15 maret
2018.

Putri Setiyo Wulandari,Suhartono, Dharminto, 2016. Hubungan Lingkungn Fisik


Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Baita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Jatisarmpurna Kota Bekasi.Semarang. Universitas
Diponegoro. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-
s1.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 20 maret 2018.

Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan Ri. 2013. Jakarta.
http://www.Litbang.depkes.go.id. Diakses pada 14 Desember 2017

Subaris Heru Kasjono, 2011.Penyehatan Pemukiman.Yogyakarta : Goshen


Publising

Sulistyowati Ratna, 2010. Hubungan Antara Rumahtanggga Sehat Dengan


Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Trenggalek. Magister
Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Subriato Agus ,2011. Mengoptimalkan pencahyaan dan sirkulasi untuk


menambah udara untuk mrnambah kenyamanan dan kesegaran rumah
tinggal.Jurnal Sipil. Politeknik negeri sriwijaya pelembang
id.portalgaruda.org. Diakses pada tanggal 12 juli 2018
94

Suparto, 2015.Persyaratan Lingkungan Hunian Sehat. Fakultas pendidikan


teknologi, ikip veteran semarang. Majalah ilmiah pawiyatan
vol:XXII,No:1, mei 2015. e-journal.ikip-veteran.ac.id. Diakses pada
tanggal 10 april 2018.

Saryono, 2011.Metodelogi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.


Yogyakarta : Mitra Cendikia Press

Sujarweni v Wiratna.2012.Spss Untuk Paramedis.Yogyakarta: Gaya Media

Sujarweni v Wiratna .2014.Statistik Untuk Kesehatan.Yogyakarta: Gaya Media

Sulistyowati Ratna. 2010.Hubungan Rumah Tangga Sehat Dengan Kejadian


Pneumonia Pada Balita Di Kabupaten Trenggalek. Universitas Sebelas
Maret

Taufik Wildan, 2017. Inilah Bahaya Obat Nyamuk Bakar Bagi Kesehatan Tubuh.
https://www.vebma.com/kesehatan. Diakses pada tanggal 22 mei 2018

Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan 162 dan 163
mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk
mewujukan kualitas lingkungan yang sehat

WHO, 2016 . Pneumonia who september 2016. https://www.integra.co.id.


Diakses pada tanggal 23 februari 2018
95

Lampiran 1 Kartu Bimbingan Konsultasi

A. Kartu Bimbingan Penulisan Proposal

B. Kartu Bimbingan Penulisan Tugas Akhir


96

Lampiran 2 Surat Ijin Pengambilan Data Awal


97
98

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama :

Alamat :

Umur :

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa setelah mendapatkan

penjelasan dari peneliti dan mengetahui tujuan dan manfaat peneliti. Maka

dengan ini saya secara suka rela bersedia untuk menjadi responden pada

penelitian saudara Yayuk Kurniawati Mahasiswa Stikes Bhakti Husada Mulia

Madiun yang berjudul “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Penggunaan

Obat Nyamuk Bakar Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan”. Demikian pernyataan ini saya buat

dengan sebenar-benarnya dan tanpa ada unsur keterpaksaan dari siapa pun.

Magetan,.............2018

Responden

(.................................)
99

Lampiran 4 Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Kelurahan Bendo Kabupaten
Magetan
A. Pengantar
Kepada Yth : Bapak / Ibu Responden Penelitian

Assalamuailaikum warohmatullahi wabarokatu.

Dengan hormat,

Dalam rangka penyelesaian studi semester akhir,saya Yayuk Kurniawati

mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun akan melakukan penelitian

yang berjudul “ Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Penggunaan

Obat Nyamuk Bakar Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di

Kelurahan Bendo Kabupaten Magetan ”

Untuk memenuhi keperluan data penelitian diatas, saya mohon

kesediaan Bapak/Ibu/ Saudari untuk menjadi responden dalam penelitian ini

serta mengisi kuesioner dengan sejujurnya. Semua data informasi yang

dikumpulkan akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian. Demikian pengantar ini saya buat dengan sebenar-

benarnya, atas kesedian Bapak/Ibu/ Saudari saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatu.

B. Petunjuk Pengisian Kuesioner


1. Bacalah sejumlah pertanyaan dibawah ini dengan teliti.
2. Pengisian ini dilakukan dengan cara memberi tanda silang (x) pada salah
satu jawaban, yang menurut anda anggap paling benar.
100

3. Setelah mengisi jawaban pada kuesioner ini, mohon diperiksa kembali


agar pertanyaan yang beum terisi tidak terlewat( kosong).
C. Identitas Responden

Kasus Kontrol

1. Nomor responden :

2. Jenis kelamin balita : L P

3. Umur balita : .......bln

I.Materi Pertanyaan Kuesioner

A. Kejadian pneumonia
1. Apakah anak ibu pernah mengalami gejala sakit seperti batuk, napas
sesak, mengi ?
a. Iya
b. Tidak
2. Apakah anak anda sudah pernah dilakukan pemeriksaan/pengobatan ?
a. Iya
b. Tidak
3. Dimana tempat pelayanan yang telah anda kunjungi ?
a. Puskesmas
b. Bidan desa
c. Lainnya,.........

B. Jenis Obat Nyamuk Yang Digunakan


1. Apakah anda sering menggunakan obat nyamuk ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, jenis obat nyamuk apa yang sering anda gunakan?
a. Obat nyamuk bakar
b. Obat nyamuk elektrik
c. Obat nyamuk semprot
101

d. Lainnya......
3. Dimana anda sering menggunakan obat nyamuk bakar ?
a. Kamar tidur balita
b. Ruangan lain.....
102

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lembar Observasi

Nomer Responden :

Alamat :

Tanggal pengukuran :

Waktu pengukuran :

A. Luas Ventilasi

Variabel Luas Ventilasi Standart

Luas Ventilasi..............m2 a. ≥ 20 %

Luas Lantai..................m2 b. < 20 %

B. Pencahayaan

Ruang Hasil ( lux) Rata2

Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3


Titik depan Titik tengah Titik belakang

Variabel Standart

Pencahayaan a. ≥ 60 lux

b. < 60 lux
103

C. Kepadatan Hunian

Variabel Standart

Luas rumah .........m2 a. >8 m2 untuk 2 orang

Jumlah pengghuni rumah ..../orang b. <8 m2 untuk 2 orang

D. Jenis Lantai Rumah

Variabel Hasil pengamatan

Jenis Lantai Rumah a. Tanah


b. Ubin
c. Semen/Plester
d. Keramik
104

Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Penelitian


105

Lampiran 7
106
107
108

Lampiran 8 Surat Keterangan Melakukan Penelitian


109

Lampiran 9

Input Data Kuesioner Dan Observasi

Penggunaan
Kepadatan
No. Kejadian Luas Jenis Obat Jenis
Pencahayaan Hunian Umur
Pneumonia Ventilasi Lantai Nyamuk Kelamin
Kamar
Bakar
1 0 1 1 0 0 0 3 1
2 0 0 0 1 0 0 3 0
3 0 0 0 0 1 1 2 1
4 0 0 0 1 0 0 2 1
5 0 0 0 0 1 0 2 1
6 0 0 0 1 0 0 2 0
7 0 0 0 0 0 0 2 0
8 0 0 0 0 1 1 2 1
9 0 1 0 1 1 1 2 0
10 0 0 0 1 0 1 2 1
11 0 0 1 0 1 0 3 0
12 0 1 0 0 0 1 1 0
13 0 1 0 0 0 0 1 1
14 0 0 1 0 1 1 2 0
15 0 0 0 0 0 1 2 0
16 0 0 1 1 1 1 3 1
17 0 0 0 1 1 0 3 1
18 0 0 0 0 0 0 2 0
19 0 0 1 0 1 1 2 0
20 0 1 0 0 1 1 2 1
21 0 0 0 1 1 0 3 1
22 0 0 1 0 1 0 3 1
23 0 0 1 0 1 1 2 0
24 0 1 0 0 0 0 4 0
25 0 0 1 1 1 1 3 1
26 0 0 1 1 0 0 2 1
27 0 0 0 0 1 1 3 1
28 0 0 1 0 0 0 2 0
29 0 1 0 0 0 0 4 1
30 0 0 0 0 1 1 3 1
31 0 0 0 0 1 0 3 0
32 1 0 1 0 1 1 3 0
33 1 0 0 1 0 1 2 0
34 1 0 0 1 1 1 3 0
110

35 1 1 1 1 0 1 2 1
36 1 1 0 0 1 0 2 0
37 1 1 0 1 0 1 1 0
38 1 0 0 0 1 1 2 0
39 1 0 1 1 1 1 2 1
40 1 0 1 1 0 0 2 0
41 1 0 1 0 1 1 2 0
42 1 1 1 1 1 1 2 0
43 1 1 1 1 1 1 3 1
44 1 1 0 1 1 0 2 1
45 1 1 1 0 1 1 1 0
46 1 0 1 0 1 1 2 0
47 1 1 1 1 1 0 2 0
48 1 1 1 0 1 1 2 1
49 1 1 0 0 1 1 3 1
50 1 0 1 1 1 1 3 0
51 1 0 0 0 1 1 4 0
52 1 1 0 1 0 1 1 1
53 1 0 1 1 0 1 1 0
54 1 0 1 0 1 1 1 0
55 1 1 1 1 0 0 0 0
56 1 1 1 0 1 1 3 0
57 1 1 0 1 1 1 0 0
58 1 0 1 1 0 0 4 0
59 1 1 0 0 1 1 0 1
60 1 1 1 1 1 1 4 0
61 1 1 1 1 1 1 2 1
62 1 1 1 1 0 0 4 1
111

Lampiran 10

Hasil Output Analisis Univariat Dan Bivariat

A. Univariat

Statistics

Kepadatan
Umur Jenis Kejadian Luas Jenis Penggunaan obat
pencahayaan hunian
balita kelamin pneumonia ventilasi lantai nyamuk bakar
kamar

Valid 62 62 62 62 62 62 62 62
N Missi
0 0 0 0 0 0 0 0
ng

1. Distribusi Frekuensi Umur Balita


Umur_Balita
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
12-<18 bulan 3 4.8 4.8 4.8
19-<24 bulan 7 11.3 11.3 16.1
25-<36 bulan 29 46.8 46.8 62.9
Valid
37-<48 bulan 17 27.4 27.4 90.3
49-<60 bulan 6 9.7 9.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita


Jenis_Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid laki-laki 34 54.8 54.8 54.8
perempuan 28 45.2 45.2 100.0
Total 62 100.0 100.0
112

3. Distribusi Frekuensi Kejadian Pneumonia

Kejadian_Pneumonia
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid kasus 31 50.0 50.0 50.0
kontrol 31 50.0 50.0 100.0
Total 62 100.0 100.0

4. Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi


Luas_Ventilasi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak memenuhi
37 59.7 59.7 59.7
syarat
memenuhi syarat 25 40.3 40.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

5. Distribusi Frekuensi Pencahayaan


Pencahayaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak memenuhi
32 51.6 51.6 51.6
syarat
memenuhi syarat 30 48.4 48.4 100.0
Total 62 100.0 100.0
113

6. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian

Kepadatan_Hunian

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak memenuhi
33 53.2 53.2 53.2
syarat

memenuhi syarat 29 46.8 46.8 100.0


Total 62 100.0 100.0

7. Distribusi Frekuensi Jenis Lantai

Jenis_Lantai
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
tidak memenuhi
23 37.1 37.1 37.1
syarat
Valid
memenuhi syarat 39 62.9 62.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

8. Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Nyamuk Bakar

Penggunaan_Obat_Nyamuk_Bakar

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid menggunakan obat
24 38.7 38.7 38.7
nyamuk bakar

tidak menggunakan
38 61.3 61.3 100.0
obat nyamuk bakar
Total 62 100.0 100.0
114

B. Bivariat

1. Hubungan Luas Ventilasi Dengan Kejadian Pneumonia


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
luas_ventilasi *
62 100.0% 0 .0% 62 100.0%
kejadian_pneumonia

luas_ventilasi * kejadian_pneumonia Crosstabulation


Kejadian
pneumonia Total
kasus kontrol
Count 24 13 37
tidak memenuhi Expected Count 18.5 18.5 37.0
syarat % within
77.4% 41.9% 59.7%
kejadian_pneumonia
luas_ventilasi
Count 7 18 25
Expected Count 12.5 12.5 25.0
memenuhi syarat
% within
22.6% 58.1% 40.3%
kejadian_pneumonia
Count 31 31 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
Total
% within
100.0% 100.0% 100.0%
kejadian_pneumonia
115

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.110a 1 .004
b
Continuity Correction 6.703 1 .010
Likelihood Ratio 8.330 1 .004
Fisher's Exact Test .009 .004
Linear-by-Linear
7.979 1 .005
Association
N of Valid Casesb 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approx.
Value
Sig.
Nominal by Contingency
.340 .004
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 62

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
luas_ventilasi (tidak
4.747 1.575 14.312
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort
kejadian_pneumonia = 2.317 1.183 4.535
kasus
For cohort
kejadian_pneumonia = .488 .296 .806
kontrol
N of Valid Cases 62
116

2. Hubungan Pencahayaan Dengan Kejadian Pneumonia


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pencahayaan *
62 100.0% 0 .0% 62 100.0%
kejadian_pneumonia

pencahayaan * kejadian_pneumonia Crosstabulation


kejadian_
pneumonia Total
kasus kontrol
Count 21 11 32
tidak memenuhi Expected Count 16.0 16.0 32.0
syarat % within
67.7% 35.5% 51.6%
kejadian_pneumonia
pencahayaan
Count 10 20 30
Expected Count 15.0 15.0 30.0
memenuhi syarat
% within
32.3% 64.5% 48.4%
kejadian_pneumonia
Count 31 31 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
Total
% within
100.0% 100.0% 100.0%
kejadian_pneumonia
117

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig.
Value df Exact Sig. (1-sided)
(2-sided) (2-sided)
Pearson Chi-Square 6.458a 1 .011
b
Continuity Correction 5.231 1 .022
Likelihood Ratio 6.576 1 .010
Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear
6.354 1 .012
Association
N of Valid Casesb 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approx.
Value
Sig.
Nominal by Contingency
.307 .011
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 62

Risk Estimate
95% Confidence
Value Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pencahayaan (tidak
3.818 1.332 10.942
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort
kejadian_pneumonia = 1.969 1.119 3.463
kasus
For cohort
kejadian_pneumonia = .516 .300 .886
kontrol
N of Valid Cases 62
118

3. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Pneumonia


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kepadatan_hunian_kamar
62 100.0% 0 .0% 62 100.0%
* kejadian_pneumonia

kepadatan_hunian * kejadian_pneumonia Crosstabulation


kejadian_pneumonia
Total
kasus kontrol
Count 21 12 33
tidak
Expected Count 16.5 16.5 33.0
memenuhi
syarat % within
67.7% 38.7% 53.2%
kepadatan_ kejadian_pneumonia
hunian Count 10 19 29
memenuhi Expected Count 14.5 14.5 29.0
syarat % within
32.3% 61.3% 46.8%
kejadian_pneumonia
Count 31 31 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
Total
% within
100.0% 100.0% 100.0%
kejadian_pneumonia
119

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.248a 1 .022
b
Continuity Correction 4.146 1 .042
Likelihood Ratio 5.326 1 .021
Fisher's Exact Test .041 .020
Linear-by-Linear
5.163 1 .023
Association
N of Valid Casesb 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approx.
Value
Sig.
Nominal by Contingency
.279 .022
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 62

Risk Estimate
95% Confidence
Value Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kepadatan_hunian
3.325 1.171 9.442
(tidak memenuhi syarat
/ memenuhi syarat)
For cohort
kejadian_pneumonia = 1.845 1.050 3.244
kasus
For cohort
kejadian_pneumonia = .555 .329 .936
kontrol
N of Valid Cases 62
120

4. Hubungan Jenis Lantai Dengan Kejadian Pneumonia


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_lantai *
62 100.0% 0 .0% 62 100.0%
kejadian_pneumonia

jenis_lantai * kejadian_pneumonia Crosstabulation


kejadian_
pneumonia Total
kasus kontrol
jenis_lantai Count 14 9 23
tidak memenuhi Expected Count 11.5 11.5 23.0
syarat % within
45.2% 29.0% 37.1%
kejadian_pneumonia
Count 17 22 39
Expected Count 19.5 19.5 39.0
memenuhi syarat
% within
54.8% 71.0% 62.9%
kejadian_pneumonia
Count 31 31 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
Total
% within
100.0% 100.0% 100.0%
kejadian_pneumonia
121

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df
(2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.728a 1 .189
b
Continuity Correction 1.106 1 .293
Likelihood Ratio 1.738 1 .187
Fisher's Exact Test .293 .146
Linear-by-Linear
1.700 1 .192
Association
N of Valid Casesb 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Contingency
.165 .189
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 62

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower Upper
Odds Ratio for
jenis_lantai (tidak
2.013 .705 5.751
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort
kejadian_pneumonia = 1.396 .860 2.267
kasus
For cohort
kejadian_pneumonia = .694 .389 1.238
kontrol
N of Valid Cases 62
122

5. Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar Dengan Kejadian Pneumonia


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
penggunaan_obat_nyam
uk_bakar * 62 100.0% 0 .0% 62 100.0%
kejadian_pneumonia

penggunaan_obat_nyamuk_bakar * kejadian_pneumonia Crosstabulation


Kejadian
pneumonia Total
kasus kontrol
Count 17 7 24
mengguna Expected
12.0 12.0 24.0
kan obat Count
nyamuk % within
bakar kejadian_pne 54.8% 22.6% 38.7%
penggunaan_obat_nyamuk umonia
_bakar Count 14 24 38
tidak
Expected
mengguna 19.0 19.0 38.0
Count
kan obat
nyamuk % within
bakar kejadian_pne 45.2% 77.4% 61.3%
umonia
Count 31 31 62
Expected
31.0 31.0 62.0
Count
Total
% within
kejadian_pne 100.0% 100.0% 100.0%
umonia
123

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.798a 1 .009
b
Continuity Correction 5.507 1 .019
Likelihood Ratio 6.959 1 .008
Fisher's Exact Test .018 .009
Linear-by-Linear
6.689 1 .010
Association
N of Valid Casesb 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approx.
Value Sig.
Nominal by Contingency
.314 .009
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 62
124

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
penggunaan_obat_nya
muk_bakar
(menggunakan obat 4.163 1.386 12.503
nyamuk bakar / tidak
menggunakan obat
nyamuk bakar)
For cohort
kejadian_pneumonia = 1.923 1.179 3.135
kasus
For cohort
kejadian_pneumonia = .462 .237 .902
kontrol
N of Valid Cases 62
125

Lampiran 11
Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Peneliti sedang menjelaskan tentang isi dan cara mengisi kuesioner
kepada responden

Gambar 2. Peneliti sedang menjelaskan tentang isi dan cara mengisi kuesioner
kepada responden
126

Gambar 3. Peneliti mengukur luas ventilasi rumah responden

Gambar 4. Peneliti mengukur luas ventilasi rumah responden


127

Gambar 5. Peneliti mengukur pencahayaan di dalam rumah responden

Gambar 6. Peneliti Sedang Mengukur Pencahayaan Di Rumah Respoden


128

Gambar 7. Peneliti Sedang Mengamati jenis Lantai Reponden

Gambar 8. Peneliti Sedang Mengamati Jenis Lantai Reponden

Gambar 9. Mengukur Luas Kamar Responden Reponden


129

Gambar 10. Responden yang menggunakan obat nyamuk bakar di dalam kamar
tidur

Gambar 11. Responden yang menggunakan obat nyamuk bakar di dalam kamar
tidur
130
131

Anda mungkin juga menyukai