Anda di halaman 1dari 24

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB I
ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI
PESERTA DIDIK TUNANETRA

Dra. Endang Purbaningrum, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB I
ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

A. PENDAHULUAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat menguasai materi, struktur,
konsep dan pola pikir keilmuan terkait orientasi dan mobilitas bagi peserta didik
tunanetra. sertamenguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu
1. Kompetensi Inti
Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu
2. Kompetensi Dasar (KD)/Kelompok Kompetensi Dasar (KKD).
a. Menguasai konsep, prinsip orientasi dan mobilitas sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan orientasi dan mobilitas anak berkebutuhan khusus
b. Menguasai, teknik dan prosedural pembelajaran orientasi mobilitas
c. Menguasai materi orientasi dan mobilitas

B. Materi
1. a. Konsep Orientasi Dan Mobilitas Bagi Tunanetra
Tunanetra merupakan individu yang mengalami kelainan pada indera visualnya
sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-harinya. Sebagai
akibat ketunanetraan yang disandangnya tersebut, maka pemahaman konsep
terhadap dunia luar tidak diperoleh secara utuh. Pengkondisian tunanetra ini
membutuhkan keterampilan yang mampu mengkompensasi keterbatasan yang
dimiliki, urgenitasnya yaitu orientasi dan mobilitas.
Keterkaitan orientasi dan mobilitas bagi tunanetra sebagai gambaran tentang
konsep arah dan jarak yang saling berkorelasi dalam aktivitas kehidupan mengenal
lingkungannya.Kedua konsep tersebut penting yang harus dimiliki oleh tunanetra
untuk memahami lingkungan sekitarnya.Penegasan hasil temuan Andajani (2015),

1
pemahaman konsep arah dan jarakdirealisasikan saat individu tunanetra
menghafalkan antara satu tempat ke tempat lain yang ditujupada lingkungan sekolah
dengan berbantuan maket multimedia interaktif sehingga dapat bermobilitas secara
tepat dan efektif. Tepat dalam arti tunanetra dapat mencapai tempat tujuan sesuai
dengan yang dikehendakinya. Sedangkan efektif artinya tunanetra dapat sampai ke
tempat tujuan yang diinginkan dengan selamat serta dengan waktu yang singkat.
Dengan demikian, konsep orientasi dan mobilitas bagi tunanetra merupakan satu
kemampuan,kesiapan dan mudahnya bergerak dari satu posisi/tempat ke satu
posisi/tempatlain yangdikehendaki dengan baik, tepat, efektif, dan selamat bagi
tunanetra.
b. Prinsip Orientasi dan Mobilitas Bagi tunanetra
Kemampuan orientasi dan mobilitas bagi tunanetra berhubungan erat dengan
kesiapan mental dan fisiknya. Demikian pula kemampuan mental dan fisik dapat
berakibat pada proses kognisi dan keterampilan dari individu tunanetra. Kemudian
untuk implementasi orientasi dan mobilitas harus terintegrasi sebagai satu kesatuan
yang dibutuhkan bagi tunanetra. Oleh karena itu prinsip dasar orientasi dan mobilitas
bagi tunanetra yang dipertegas oleh Raharja dalam Sudarti (2015), yaitu kemampuan
bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan semua indera yang
masih ada untuk menentukan posisi seseorang terhadap benda-benda penting yang di
sekitarnya baik secara temporal maupun spasial.
Berdasar prinsip di atas, maka aspek pengetahuan yang diperlukan untuk
mempermudah individu tunanetra mengembangkan kemampuan dalam kehidupan
sehari-hari yang pengarusutamaannyaterfokus pada orientasi ini dikelompokkan ke
dalam 6 komponen (Hosni,2013), yaitu: Landmark (ciri medan), Clues (tanda-tanda),
Numbering system (sistem penomoran), Measurement (pengukuran), Compas
Direction (arah mata angin), dan Self Familiarization (memfamiliarkan diri)
1) Landmark (ciri medan)
a) PengertianLandmark (ciri medan)
Merupakan semua objek, benda atau rangsangan indera (bau-baunya,
suara-suaranya, suhu atau petunjuk-petunjuk taktual tertentu yang bersifat
konstan (tetap) dan sudah dikenal, mudah ditemukan (sudah diketahui dan

2
tetap lokasinya) di lingkungan tersebut. lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik
tertentu yang dapat dibedakan dari lokasi-lokasi lain.
b) Prinsip-Prinsip Landmark (ciri medan)
(1) Sifatnya konstan dan permanen
Konstan artinya tetap lokasinya, ini kecenderungan ditujukan pada benda
yang tidak bisa diraba, seperti bau-bauan, suara, dan sebagainya. Permanen
artinya sesuatu objek yang dijadikan Landmark harus sesuatu objek yang
tidak bisa pindah atau dipindahkan.
(2) Sesuatu yang dijadikan Landmark mempunyai ciri khas yang dapat
membedakan suatu objek dari objek lain atau membedakan dua objek yang
mempunyai jenis yang sama.
(3) Ciri tertentu yang dijadikan Landmark dapat dikenal melalui indera yang
masih berfungsi, seperti taktual, visual, auditoris, penciuman atau
kombinasi.
(4) Landmark mudah ditemukan, artinya sesuatu yang dijadikan Landmark
letaknya tidak tersembunyi atau jauh dari jangkauan tunanetra.
c) Prasyarat menguasai Landmark
Kemampuan dan pengetahuan dasar sebagai salah satu prasyarat
menguasai Landmark(ciri medan) bagi tunanetra, antara lain.
(1) Ingatan penginderaan yang kuat
(2) Memahami konsep tentang posisi yang relatif
(3) Kesadaran akan dasar-dasar hubungan ruang
(4) Konsep tentang objek yang permanen dan konstan (tidak dapat pindah dan
dipindahkan)
(5) Kesadaran akan jarak
(6) Lokasi suara
(7) Penggunaan petunjuk mata angin
(8) Mampu menjelaskan dengan pola yang sistematis
(9) Kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu objek untuk dapat dijadikan
Landmark

3
d) Penggunaan dan kegunaan khusus Landmark
(1) untuk menetapkan dan memperoleh orientasi arah
(2) untuk dijadikan point of reference
(3) untuk menetapkan dan memperoleh hubungan arah
(4) untuk menemukan/mengetahui letak tujuan tertentu
(5) untuk mengorientasi atau reorientasi diri sendiri pada suatu daerah
(6) untuk memperoleh informasi tentang kesamaan suatu daerah
2) Clues (tanda-tanda)
a) Pengertian Clues (tanda-tanda)
Clues merupakan suatu rangsangan auditoris (bunyi/suara), rangsangan
taktual, bau, temperatur, kinestetik, rangsangan visual yang mengenai indera
dan yang segera dapat diubah menjadi petunjuk untuk menetapkan suatu
posisi atau suatu garis arah.
b) Prinsip-prinsipClues (tanda-tanda)
(1) Suatu Clues (tanda-tanda) dapat bersifat dinamis atau tetap, objek atau
stimulus yang dijadikan Clues (tanda-tanda) dapat sesuatu yang bergerak
atau menetap
(2) Suatu cluesdapat digunakan secara fungsional apabila sumber dari Clues
(tanda-tanda) sudah dikenal. Clues (tanda-tanda) belum berfungsi dalam
menetapkan posisi atau garis pengarah
(3) Semua perangsang yang diterima oleh indera-indera tidak mempunyai nilai
petunjuk sama, ada yang dominan sebagai Clues (tanda-tanda) dan ada
yang kurang berfungsi sebagai Clues (tanda-tanda), serta ada yang sama
sekali tidak dapat digunakan sebagai Clues (tanda-tanda)
c) Pengetahuan yang dibutuhkan/prasyarat untuk menguasai Clues (tanda-tanda)
Untuk dapat memilih, menetapkan dan menggunakan suatu Clues (tanda-
tanda) diperlukan beberapa pengetahuan dan keterampilan sebagai prasyarat,
yaitu.
(1) Perkembangan penginderaan yang baik
(2) Kesadaran sensoris
(3) Mengenal suatu perangsang-perangsang yang umum

4
d) Penggunaan khusus Clues (tanda-tanda)
Kemampuan untuk memahami dan menggunakan Clues (tanda-tanda) ini
mempunyai manfaat dalam membantu tunanetra, antara lain.
(1) Menemukan arah
(2) Menentukan posisi diri dalam lingkungan
(3) Memperoleh orientasi arah
(4) Menentukan line of direction (garis pengarah)
(5) Dapat memproyeksi lingkungan yang akan dimasuki
(6) Untuk menemukan tujuan tertentu
(7) Untuk reorientasi diri pada suatu lingkungan
(8) Untuk mendapatkan informasi sehubungan dengan lingkungan
3) Sistem penomoran (Numbering system)
a) Pengertian sistem penomoran (Numbering system)
Merupakan pola pengaturan susunan nomer dan urutan ruang/bangunan
dalam gedung maupun dalam satu komplek. Sesuatu yang saling terkait dan
mempengaruhi di antara komponennya. Seperti sistem penomeran dikenal 2
macam, yaitu dalam ruang (indoor numbering system), ini apabila tunanetra
ada dalam ruang. Sebaliknya apabila sistem penomoran di luar ruang ( outdoor
numbering system), tunanetra ada di luar ruang. Dalam pola penomoran yang
berlaku seperti di Indonesia nomer ganjil untuk sisi kiri dan genap untuk sisi
jalan sebelah kanan (ganjil genap saling berseberangan).
b) Prinsip-prinsip sistem penomeran
(1) Mempunyai titik awal (focal point), ini diawali dari dekat pintu masuk atau
daripertemuan antara 2 koridor dalam ruang, dari pintu gerbang suatu
kompleks/kampus atau jalan utama
(2) nomer ganjil dan genap saling berseberangan
(3) nomer biasanya bertambah dari titik awal dengan urutan dua-dua
(4) secara mendasar nomor dimulai dari 0-99 pada lantai dasar bawah tanah,
seperti di hotel

5
c) Prasyarat untuk keterampilan sistem penomeran
Beberapa syarat yang perlu dimiliki tunanetra agar dapat mengembangkan
sistem penomeran, antara lain.
(1) kemampuan untuk menghitung
(2) memiliki konsep tentang bilangan ganjil dan genap
(3) memiliki keterampilan sosial untuk minta bantuan seefektif mungkin
(4) memiliki pengetahuan dasar dan pemahaman susunan gedung pada
umumnya
(5) terampil berjalan mandiri
(6) mempunyai kesadaran jarak artinya dapat menghubungkan antara waktu,
langkah dan jarak tempuh
(7) mampu berbelok 90 derajat dan berputar 180 derajat dengan tepat
(8) mampu menggunakan teknik melindungi diri dengan baik
(9) mempunyai konsep ruang dan arah
4) Measurement (pengukuran)
a) Pengertian measurement (pengukuran)
Merupakan proses mengukur untuk mengetahui dimensi yang tepat dan
benar dari suatu objek dengan menggunakan ukuran tertentu.
b) Prinsip-prinsip measurement (pengukuran)
Ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
(1) Measurement (pengukuran) dengan standar unit, misal meter, jengkal
(2) Comparative measurement (pengukuran), seperti lebih pendek, lebih
panjang
(3) Linear measurement (pengukuran) digunakan untuk menunjukkan 3
dimensi dasar, yaitu tinggi, panjang dan lebar
c) Prasyarat untuk measurement (pengukuran)
(1) kemampuan menghitung
(2) memahami konsep tentang nilai relatif dari suatu bilangan
(3) kemampuan menambah, mengurangi, mengalikan atau membagi
(4) memiliki konsep yang jelas tentang dimensi dan kemampuan untuk
menerapkan konsep

6
(5) memahami tentang standar satuan ukuran dan hubungan antara satuan-
satuan tersebut
(6) memiliki kesadaran kinestetic dan kesadaran tactual
d) Kegunaan khusus dari measurement (pengukuran)
(1) menentukan atau mengira-ngira dimensi dari suatu area yang akan
mempengaruhi gerak anak di dalam area tersebut
(2) menentukan teknik mobilitas apa yang sesuai untuk suatu area tertentu
(3) memperoleh konsep sangat akurat untuk objek-objek tertentu dan
hubungan objek-objek tersebut
(4) memperoleh konsep yang jelas tentang ukuran suatu objek dihubungkan
dengan ukuran badan
5) Compas Direction (arah mata angin)
a) Pengertian Compas Direction (arah mata angin)
Merupakan arah-arah khusus yang ditentukan oleh gerak magnetik dari
bumi. Kemudian 4 Compas Direction (arah mata angin), yaitu utara, barat,
selatan dan timur.
b) Prinsip-prinsip Compas Direction (arah mata angin/penggunaan kompas).
Compas Direction (arah mata angin/penggunaan kompas) itu tetap
sifatnya dan dapat dialihkan dari suatu lingkungan ke lingkungan
lain.BerdasarkanCompas Direction (arah mata angin/penggunaan kompas) ada
prinsip berlawanan, yaitu.
(1) Barat dan timur sebagai dua ujung yang berlawanan
(2) utara dan selatan sebagai baris barat dan timur adalah paralel, juga garis
utara dan selatan.
(3) Garis barat-timur sebagai tegak lurus dari garis utara-selatan.
c) Prasyarat untuk Compas Direction (arah mata angin/ penggunaan kompas)
(1) Memahami posisi kiri, kanan, depan dan belakang
(2) Memahami konsep garis lurus
(3) Memahami dan mampu melakukan putaran 90derajat dan 180 derajat
(4) Memahami pengertian paralel, garis tegak lurus dan siku

7
(5) Memahami posisi yang tepat dan posisi yang relatif serta hubungan antara
suatu benda terhadap posisi badan
(6) Memahami bahwa gerak akan mengubah relasi posisi terhadap objek-objek
atau tempat-tempat
(7) Memahami konsep berlawanan
(8) Memahami konsep mata angin utama
(9) Memahami akibat gerakan membalik terhadap hubungannya dengan arah
(10) Adanya kesadaran tubuh yang baik
6) Self familiarization(memfamiliarkan diri)
Tunanetra tidak akan mengalami kesulitan untuk bergerak berpindah tempat
di dalam suatu lingkungan yang sudah dikenalnya dan tidak asing lagi bagi dirinya.
Kemampuan orientasi dengan cepat untuk mempelajari, mengenal dan
menyesuaikan diri pada suatu hal yang baru.Komponen orientasi secara
komprehensif sebagai dasar dari Self familiarization process.
Realisasi kognisi orientasi untuk tunanetra diwujudkan dalam proses berpikir
dan mengolah informasi di lingkungannya mengandung tiga unsur pertanyaan yang
prinsip, yaitu.
 Where am I (di mana saya)
 Where is my objective (di mana tujuan saya)
 How do I get there (bagaimana saya dapat sampai ke tujuan tersebut)
Pengkondisian tunanetra dari prinsip-prinsip tersebut dapat diartikan seperti a) di
mana posisinya dalam ruang, b) di mana tujuan yang dikehendaki dalam ruang
tersebut, c) susunan langkah atau jalan yang tepat dari posisi sekarang sampai ke
tujuan yang dikehendaki.
c. Teknik Orientasi dan Mobilitas Bagi tunanetra
Berdasarkan pendapat Hadikasma dalam Sudarti (2015), bahwa sifat orientasi
dan mobilitas yang berpusat pada praktek.Kemudian pada teori orientasi dan mobilitas
hanya sebagai penunjang terlaksananya praktek, maka teknik belajar yang harus
diberikan pada tunanetra adalah.
 Memberikan informasi yang jelas atau konkrit dan menghindari kata ganti petunjuk,
seperti ini, itu, di sana dan seterusnya

8
 Memberi bantuan jika diperlukan
 Memberi kesempatan beradaptasi terhadap perubahan cahaya
Selanjutnya Kemendikbud (2014), bahwa teknik orientasi dan mobilitas yang
dibelajarkan bagi tunanetra, yaitu.
1) Teknik Pra Tongkat di Lingkungan Rumah dan Sekolah
Tunanetra pada dasarnya mempunyai konsep lingkungan yang minim,
sehingga berdampak terhadap kemampuan orientasi dan mobilitas yang
dimiliki.Problematika tersebut berpengaruh negatif terhadap pengenalan
lingkungan yang ada di sekitarnya. Bila tunanetra mengalami hambatan dalam
penguasaan konsep lingkungan, maka secara otomatis orientasi dan mobilitasnya
dapat terganggu. Sisi lain kecenderungan yang terjadi pada individu tunanetra
menjadi pasif dalam bergerak karena khawatir akan tersesat atau celaka ketika
berjalan di lingkungan sekitar. Keterbatasan tersebut biasanya dialami oleh setiap
individu yang menyandang tunanetra baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Di
bawah ini dapat diuraikan kompetensi pada teknik pra tongkat di lingkungan
peserta didik tunanetra, antara lain.
a) Melakukan bepergian dengan teknik pendamping awas di lingkungan dekat
Sekolah
b) Bepergian dengan teknik melindungi diri di lingkungan sekolah
c) Melakukan orientasi ruang
Keterkaitan indikator pencapaian kompetensi untuk teknik pra tongkat di
lingkungan peserta didik tunanetra, antara lain.
a) Melakukan gerakan dasar pendampingan awas
b) Melakukan teknik jalan sempit
c) Melakukan teknik melewati pintu, terdiri dari.
(1) Pintu terbuka kanan mendekat
(2) Pintu terbuka ke arah kanan menjauh
(3) Pintu membuka ke kiri mendekat
(4) Pintu membuka ke kiri menjauh.
(5) Pintu terbuka otomatis digeser
d) Melakukan teknik pindah pegangan

9
e) Melakukan teknik berbalik arah
f) Melakukan teknik cara duduk, terdiri dari.
(1)Duduk di kursi dengan meja
(2)Duduk di kursi tanpa meja
g) Melakukan teknik naik turun tangga
h) Melakukan teknik escalator dan elevator
i) Melakukan teknik masuk dan keluar mobil
j) Melakukan teknik menerima dan menolak ajakan
k) Melakukan teknik penggunaan kamar kecil, terdiri dari.
(1) Melakukan teknik menyilang tangan di atas (upper hand)
(2) Melakukan teknik menyilang tangan ke bawah (lower hand)
(3) Melakukan teknik merambat (trailling)
(4) Melakukan teknik tegak lurus dengan benda (squaring off)
(5) Teknik mencari benda jatuh (drop objek)
(6) Melakukan gerakan mengelilingi ruangan
(7) Melakukan gerakan menjelajahi ruangan
l) Menemutunjukkan letak benda di ruangan
Di bawah ini salah satu contoh langkah-langkah dalam pembelajaranorientasi
dan mobilitasdalam melakukan gerakan dasar pendamping awas (Sighted Guide).
a) Peserta didik memegang tangan pendamping awas posisi pegangan di atas siku
tangan pendamping awas.
b) Posisi setengah langkah di belakang pendamping.
c) Posisi tangan peserta didik membentuk siku 900.
d) Jika peserta didik postur badannya lebih pendek dapat memegang pergelangan
tangan pendamping.
Selanjutnya untuk tindaklanjut penjabaran aplikasi langkah-langkah pembelajaran
dari berbagai indikator pencapaian kompetensi tersebut di atas pada teknik pra
tongkat dapat didiskusikan secara bersama-sama antara pebelajar dan pembelajar.
2) Teknik Tongkat dalam Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas
Dalam pembelajaran strategi sangat dibutuhkan oleh individu yang belajar
Orientasi tidak akan berguna tanpa mobilitas dan sebaliknya mobilitas tidak akan

10
berhasil dengan efektif tanpa didasari orientasi. Yang dimaksud efektif di sini
adalah tunanetra dapat menggunakan benda-benda yang ada sebagai alat
mobilitas, sehingga benda-benda tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk dan
pengarah dalam mencapai tujuan. Orientasi merupakan kesiapan mental
sedangkan mobilitas merupakan kesiapan fisik, sehingga orientasi dan mobilitas
harus terintegrasi di dalam satu kesatuan. Orientasi dapat menyelamatkan
tunanetra sedangan mobiltas dapat mengantarkan tunanetra ke tempat tujuan.
Macam-macam tongkat yang dipergunakan sehari-hari sebagai alat untuk
bergerak diberbagai lingkungan yang tidak lepas dari tunanetra, antara lain.
 Tongkat panjang
 Tongkat lipat
Di bawah ini dapat diuraikan kompetensi pada teknik tongkat untuk belajar di
lingkungan peserta didik tunanetra (Hosni, 2013), antara lain.
a) Penggunaan teknik tongkat di lingkungan terbatas
b) Teknik tongkat di lingkungan sekitar sekolah
c) Teknik tongkat di lingkungan perumahan
d) Penggunaan teknik tongkat dilingkungan perkotaan
e) Penggunaan teknik tongkat di pusat perbelanjaan
Kemudian masing-masing tersebut akan dijelaskan indikator pencapaian
kompetensi untuk belajar teknik tongkat di lingkungan terbatas peserta didik
tunanetra, antara lain.
a) Menjelaskan tentang tongkat.
b) Menggunakan tongkat ada saat berjalan dengan pendamping awas
c) Menyimpan tongkat waktu tidak dipergunakan
d) Menggunakan teknik tongkat
e) Menggunakan teknik tongkat waktu turun-naik tangga
f) Menggunakan teknik trailling dengan tongkat
g) Menggunakan teknik mendeteksi objek-rintangan
h) Menggunakan teknik sentuhan (touch)
i) Menggunakan teknik dua sentuhan (two touch)
j) Menggunakan teknik dua sentuhan waktu menelusuri shore line/garis pengarah

11
k) Menggunakan teknik dorong (Pussing Slide Technique)
Keterkaitan belajar orientasi dan mobilitas dengan Teknik tongkat di
lingkungan sekitar sekolah dapat dijabarkan, berikut ini.
a) Menetapkan posisi jalan dan bagian jalan
b) Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
c) Berjalan di antara blok di lingkungan sekolah
d) Melakukan bepergian di tempat dengan kondisi jalan, dan letak yang tidak
teratur
e) Membaca dan membuat peta lingkungan
f) Menemukan tempat/ruang dengan nomer sebagai tujuannya
g) Melakukan bepergian ke sekolah dengan menggunakan kendaraan umum
Sisi lain dalam belajar orientasi dan mobilitas dengan tekniktongkat di
lingkungan perumahan dapat dijabarkan, berikut ini.
a) Menetapkan posisi jalan dan bagian jalan di lingkungan perumahan
b) Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
c) Berjalan di antara blok di lingkungan perumahan
d) Membaca dan membuat peta lingkungannya
e) Menemukan rumah dan nomer rumah sebagai tujuan
f) Menyeberang jalan di lampu penyeberangan menuju tempat
g) Melakukan bepergian dengan menggunakan kendaraan umum
Langkah-langkah orientasi dan mobilitas untuk penggunaan teknik tongkat
dilingkungan perkotaandapat dijabarkan, berikut ini.
a) Menggunakan tehnik meminta bantuan
b) Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
c) Melakukan berjalan di antara blok di perumahan
d) Melakukan bepergian di daerah dengan kondisi jalan, dan letak rumah yang
tidak teratur
e) Membaca dan membuat peta lingkungannya
f) Menemukan rumah dan nomor rumah sebagai tujuan
g) Melakukan (drop off) diturunkan dalam satu tempat dan kembali ke
rumah/tujuan yang telah ditentukan

12
Kompetensi dalam belajar orientasi dan mobilitas untuk penggunaan teknik
tongkat di pusat perbelanjaan dapat dijabarkan, berikut ini.
a) Menggunakan teknik meminta bantuan kepada orang lain
b) Menggunakan teknik tongkat saat berkendaraan umum
c) Menggunakan teknik tongkat di saat menyeberang jalan
d) Menggunakan teknik tongkat di pusat perbelanjaan/ mall
e) Menggunakan teknik tongkat di pasar tradisional
f) Membaca dan membuat peta lingkungan pusat perbelanjaan
g) Menemutunjukkan toko dan nomor toko sebagai tujuan
Di bawah ini beberapa contoh langkah-langkah pengenalan awal untuk
pembelajaranketerampilanorientasi dan mobilitas, di antaranya.
a) Mengenal tongkat
(1) Menjelaskan fungsi tongkat sebagai alat bantu yang paling aman, praktis
dan ekonomis.
(2) Mengenalkan macam tongkat dengan memperhatiakan kelebihan dan
kekurangannya.
(3) Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengeksplorasi keadaan
tongkat tersebut.
(4) Menemutunjukkan bagian-bagian tongkat: pegangan, tip, reflektor, cruk,
tali tongkat serta menjelaskan fungsi bagian-bagian tongkat tersebut.
b) Cara merawat tongkat
Tongkat lipat lebih banyak membutuhkan perawatan dibandingkan dengan
tongkat panjang.Bagian yang perlu diperhatikan adalah tali elastis yang
merupakan penyambung antar bagian tongkat, jangan sampai tali tersebut
ditarik terlalu lepas. Bagian lain adalah tip, karena aus ketika dipergunakan,
penggantian tip dilakukan apabila bagian almuniumnya sudah terlihat, dan
apabila tidak ganti ini akan mengurangi daya informasi deteksi. Adapun cara
menyimpan tongkat, yaitu.
(1) Apabila kita berjalan bersama pendamping awas, maka tongkat dipegang
oleh tangan bebas kita di badan bagian samping.

13
(2) Peserta didik membawa tongkat lipat, apabila sedang tidak dipergunakan
maka tongkat dilipat, dan masukkan dalam tempatnya.
(3) Tongkat panjang apabila sedang tidak dipergunakan cukup disandarkan
dengan posisi tip di bawah, apabila sedang dalam perjalanan dengan
menggunakan kendaraan, tongkat panjang dijepit diantara kedua paha.
c) Cara memegang tongkat
(1) Tinggi tongkat yang sesuai adalah setinggi dada orang yang menggunakan.
(2) Pegang tongkat dengan posisi seperti orang sedang menunjuk, jari-jari
menggenggam tongkat sementara posisi telunjuk ssejajar dengan tongkat.
(3) Posisikan tongkat di samping tubuh dengan tangan lurus ke bawah.
(4) Geserkan tongkat ke bagian tengah badan dengan pangkal tongkat berada
di dekat pusar dengan jarak antara pangkal tongkat dengan pusar
sekepalan tangan.
(5) Gerakan pergelangan tangan ke kanan dan ke kiri membentuk pola busur.
Usahakan posisi sikut berada di pinggang dan ketiak tidak terbuka ketika
sedang mengayunkan tongkat.
(6) Langkahkan kaki kanan bersamaan dengan jatuhnya tip di sebelah kiri, dan
langkahkan kaki kiri bersamaan dengan jatuhnya tip di sebelah kanan.
(7) Tinggi ayunan tongkat diusahakan tidak lebih dari 5 cm dari permukaan
jalan.
Selanjutnya untuk menjabarkan langkah-langkah pembelajaran yang berikutnya
dari berbagai indikator pencapaian kompetensi tersebut di atas pada teknik
tongkat dapat didiskusikan secara bersama-sama antara pebelajar dan
pembelajar.
2. Kekongkritan Dan Aktivitas Dalam Pembelajaran Orientasi Dan Mobilitas
Dalam pembelajaran keterampilan Orientasi Dan Mobilitas bagi peserta didik
tunanetra harus didasarkan pada kekongkritan dan aktivitasnya yang ditegaskan oleh
Kemendikbud (2014), sebagai berikut.
a. Kekongkritan dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas
Pelaksanaan latihan pada tunanetra dikatagorikan kongkrit apabila materi
latihan, tempat atau lokasi latihan, waktu suasana harus kongkrit. Untuk

14
mengkongkritkan materi maka perlu dilengkapi dengan peraga pendukung yang
bersifat kongkrit. Kongkrit bisa berarti bentuk aslinya atau modelnya.Penggunaan
peraga model dilakukan bila penggunaan peraga asli tidak memungkinkan.
Ketidakmungkinan penggunaan peraga asli bisa karena alasan etika, berbahaya atau
membahayakan peserta didik, dan atau susah menemukan aslinya. Karena itu sejak
dari rencana pembelajaran harus sudah dipikirkan bagaimana perencanaan latihan
keterampilan orientasi dan mobilitas dapat dilaksanakan kongkrit.
b. Aktivitas dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas
Dalam melakukan aktivitas latihan pembelajaran orientasi mobilitas dilatihkan
dengan cara peserta didik melakukan sesuai dengan peraga yang diberikan. Seperti
tunanetra harus diijinkan untuk mendatangi guru, meraba peragadan mencoba
melakukan sesuai dengan yang diragakan guru secara kongkrit. Penjelasan verbal
tidak akan dapat membuat pembelajaran orientasi dan mobilitas bermakna bagi
tunanetra. Dengan demikian pembelajaran pada tunanetra khususnya keterampilan
orientasi dan mobilitas harus berbasis aktif dan praktek langsung.
3. Strategi Layanan Terpadu Dalam Pembelajaran Orientasi Dan Mobilitas
Strategi layanan terpadu dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas untuk
peserta didik tunanetradi sekolah mengandung arti bahwa pendidik dalam
menjelaskan, dan menunjukkan peragaan harus secara sistimatis dan menyeluruh. Hal
ini didasarkan cara tunanetra dalam mempelajari dan mengamati sesuatu.Bila peserta
didik awas dalam mempelajari dan mengamati sesuatu dimulai dari mengamati secara
utuh atau keseluruhan setelah itu bagian-bagiannya.Namun pada tunanetra
denganhambatan penglihatan yang dimilikinya tidak dapat mengamati, mempelajari
objek maupun peraga secara utuh dalam satu waktu.Strategi layanan yang diberikan
pada tunanetra dalam mempelajari dan mengamati objek dan peraga dari bagian-
bagiannya, kemudian menyatukan kembali bagian objek dan peraga yang dipelajarinya
menjadi sesuatu yang utuh dan terpadu.
Di samping itu urgenitas untuk membelajarkan orientasi dan mobilitas pada
tunanetra pengarusutamaannya dalam menggunakan strategi layanan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik tunanetra. Ini berarti bahwa
apapun yang akan dilakukan terhadap tunanetra dalam

15
konteksmembelajarkanorientasi dan mobilitas harus didasarkan kepada kepentingan
dan kebutuhan tunanetra.Mengingat sangat pentingnya pembelajaran orientasi dan
mobilitas dalam kehidupan tunanetra dan banyaknya waktu yang dibutuhkan, maka
perlu menggunakan berbagai strategi layanan untuk pembelajaran (Kemendikbud,
2014), sebagai berikut.
a. Pembelajaran terpadu, artinya sebagian materi pembelajaran OM masuk kedalam
mata pelajaran untuk dikembangkan.
b. Pembelajaran tersendiri, artinya guru penanggung jawab keterampilan kekhususan
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara langsung dan tersendiri,
yang disesuaikan dengan umur perkembangan dan kebutuhannya.
c. Pembelajaran prioritas, yaitu strategi ini dilaksanakan karena alasan tertentu yang
ada pada tunanetra, misalnya karena peserta didik akan segera masuk di sekolah
inklusi atau alasan kebutuhan yang mendesak, maka perlu diprioritaskan untuk
dilakukan pembelajaran OM secara individual sampai kebutuhannya terpenuhi.
4. Analisis Tugas Dalam Pembelajaran Keterampilan Tertentu Dalam Orientasi
Dan Mobilitas Bagi Tunanetra.
Dalam memberikan tugas latihan keterampilan orientasi dan mobilitas untuk
peserta didik tunanetra dibutuhkan perencanaan dan pelaksanaan dengan sistem
prioritas. Penetapan latihan pembelajaran keterampilan orientasi dan mobilitas
membutuhkan analisis tugas kegiatan dari materi yang akan diberikan pada peserta
didik tunanetra. Kemudian menetapkan tujuan dengan jelas maka langkah selanjutnya
menganalisa atau menguraikan tujuan tersebut menjadi bagian-bagian kecil yang
dapat diajarkan. Makin tinggi kemampuan peserta didik tunanetra dalam menerima
pembelajaran, maka langkah dalam mencapai tujuan yang ditetapkan makin besar.
Berarti jumlah langkah dan tahap yang harus dilalui semakin sedikit. Banyaknya
langkah kegiatan juga tergantung dari kekomplekan bahan tugas yang akan diajarkan.
Dari analisis tujuan menjadi langkah lebih kecil, maka instruktur dapat
menerapkan dari mana harus memulai latihan tersebut. Memulai mengajarkan atau
melatihkan tidak harus dari awal, bisa saja untuk seorang peserta didik tunanetra
dimulai dari langkah pertama tetapi bagi peserta didik yang lainnya cukup mulai dari
langkah pertengahan. Dengan analisis tugas kegiatan pembelajaran keterampilan

16
orientasi dan mobilitas ini dan bahan yang akan diberikan lebih fleksibel. Juga akan
lebih mudah menemukan hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses
pembelajarannya.
Analisis tugas kegiatan dalam pembelajaran yang telah ditentukan memegang
peranan dalam mendorong motivasi peserta didik dalam berlatih dan belajar. Sebab
analisis tugas dari kegiatan ini memungkinkan peserta didik tunanetra berhasil dan
mampu melaksanakannnya.
Contoh:
Tujuan yang ditetapkan adalah ”peserta didik mampu berpergian mandiri dengan
kendaraan bus dari rumah ke sekolah”.
Bahan dan tujuan ini dianalisis seperti berikut.
a. Pergi dari rumah ke tempat pemberhentian bus pada waktu yang tepat.
b. Menuggu bus datang
c. Mengenal bus dengan tepat
d. Menaiki bus dengan tepat.
e. Membayar ongkos bus dan meminta karcis.
f. Bertanya untuk ganti bus apabila diperlukan.
g. Menemukan ciri medan (landmark) yang tepat untuk berhenti.
h. Menekan bel untuk berhenti apabila sudah menemukan tanda untuk berhenti.
i. Keluar dari bus pada pemberhentian yang tepat.
j. Berjalan dari pemberhentian bus ke sekolah.
Berdasarkan realita lapangan (Andajani, 2015), bahwa secara psikologis
tunanetra terkadang mengalami kebingungan dalam bepergian secara mandiri. Seperti
untuk memahami lingkungan dengan tempat yang terlalu luas, bila tanpa kejelasan
dalam mengenali konsep arah lingkungan suatu tempat tersebut, maka kurang banyak
membantukemampuan orientasi dan mobilitas yangtelah dimilikinya.Di samping itu
belum mengenalnya tempat atau lokasi yang dituju dan atau belum tergambarkan
dalam ingatan tunanetra dapat menghambat kekurang berhasilan bepergian
mandiri.Pemberian kesempatan dan kemudahan dengan dukungan lingkungan di luar
diri tunanetra sangat dibutuhkan sebagai langkah keberhasilan dalam bepergian
sebagai upaya memperkaya konsep dan keanekaragaman pengalaman. Adapun secara

17
umum yang dilakukan teknik pendampingan bepergian bagi peserta didik tunanetra
dengan menggunakan, yaitu
 Teknik pendamping awas
 Teknik tongkat
5. Metode dalam Mengajarkan Keterampilan Orientasi Dan Mobilitas Pada
Peserta Didik Tunanetra
Kemendikbud (2014), mengemukakan bahwa pembelajaran keterampilan
orientasi dan mobilitaspada peserta didik tunanetra menggunakan 3 (tiga) metode,
yaitu.
a. Pembelajaran dengan cara verbal
Instruktur memberikan instruksi dengan verbal dan peserta didik melaksanakan
instruksi verbal tersebut. Cara ini dapat berjalan apabila menghadapi tunanetra
yang mempunyai kekayaan konsep yang cukup memadai. Bagaimana ia akan
mengerti dengan apa yang dimaksud apabila tunanetra belum mempunyai konsep
yang tepat tentang isi instruksi tersebut.
b. Pembelalajaran dengan cara demonstrasi
Guru memberikan contoh bagaimana teknik dan keterampilan itu dilaksanakan.
Peserta didik tunanetra mengamati dengan meraba dari gerakan yang dicontohkan
oleh instruktur. Setelah itu baru peserta didik mempraktekan dan meniru yang
dicontohkan oleh instruktur.
c. Pembelajaran dengan bantuan fisik
Instruktur menyentuh langsung peserta didik tunanetra dan mencontohkan secara
langsung kepada tunanetra. Kelemahan dari cara ini adalah adanya kontak
langsung yang terlalu sering dengan peserta didik dan dapat berakibat tidak enak
pada tunanetra, terutama yang telah dewasa. Instruktur dalam mengajarkan
sesuatu teknik dalam mobilitas sering menggunakan ketiganya yaitu cara verbal,
demonstrasi dan bantuan atau kontak fisik. Makin tiggi kemampuan tunanetra
menerima pelajaran makin kurang penggunaan atau kontak fisik dalam proses
belajarnya.

18
6. Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Orientasi Dan Mobilitas Pada Peserta
Didik Tunanetra
Kemendikbud (2014) mengemukakan tentang evaluasi pembelajaran keterampilan
orientasi dan mobilitas pada peserta didik tunanetra merupakan proses pengumpulan
dan pengelolaan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik
tunanetra dalam pembelajaran keterampilan orientasi dan mobilitas. Evaluasi
pembelajaran keterampilan orientasi dan mobilitas yang dilaksanakan oleh instruktur
atau guru secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan
belajar serta meningkatkan efektivitas pelaksanaan pembelajaran orientasi dan
mobilitas peserta didik tunanetra. Dalam mengevaluasi pembelajaran keterampilan
orientasi dan mobilitas peserta didik tunanetra ini dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari kompetensi dasar. Sedang teknik evaluasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar orientasi dan mobilitas peserta didik tunanetra, menggunakan cara
penilaian autentik dan performance (unjuk kerja) serta penilaian proses.
Dalam pembelajaran keterampilan orientasi dan mobilitas guru melaksanakan
penilaian autentik pada peserta didik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses dan luaran (output).
Penilaian hasil belajar peserta didik tunanetra mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan disesuaikan dengan aspek, kompetensi
dan indikator sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta
didik terhadap standar yang telah ditetapkan pada ruang lingkup materi.
Selanjutnya penilaian hasil belajar keterampilan orientasi dan mobilitas peserta
didik tunanetra didasarkan pada prinsip-prinsip, sebagai berikut.
a. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standard an tidak dipengaruhi factor
subjektivitas penilai.
b. Terpadu, beearti penilaian oleh instruktur/guru dilakukan secara terencana, secara
khusus atau menyatu dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan.
c. Ekonomis, berarti pelaian yang efektif dan efisien dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pelaporan.
d. Tranparan, berarti prosedur, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.

19
e. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur dan hasilnya.
f. Edukatif berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru
Sedangkan pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria
(PAK) ini sebagai penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria
ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang
ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik
kompetensi yang akan dicapai, daya dukung dan karakteristik peserta didik tunanetra.
Teknik dan instrument yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan pada orientasi dan mobilitas, sebagai berikut.
a. Penilaian kompetensi sikap
Instruktur/guru melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian
peer evaluation (teman sejawat) oleh peserta didik tunanetra dan jurnal.Instrumen
yang digunakan adalah untuk observasi dan penilaian antar peserta didik adalah
menggunakan daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan guru.
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupuntidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi
sejumlah indikator perilaku yang diamati
2) Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar peserta didik.
3) Jurnal merupakan catatan guru didalam dan diluar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang
berkaitan dengan sikap dan perilaku
b. Penilaian kompetensi pengetahuan
Guru menilai kompetensi pengetahuan melalui tes lisan dan penugasan
1) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan
2) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas

20
c. Penilaian Kompetensi keterampilan
Guru menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian
yang menuntut peserta didik tunanetra mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian atau rating scale
yang dilengkapi rubrik.Di bawah ini penilaian kompetensi keterampilan orientasi
dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, yaitu.
1) Test praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktifitas atau perilaku sesuai tuntutan kompetensi
2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu.
3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-intergratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau
kreativitas peserta didik tunanetra dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut
dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik
tunanetra terhadap lingkunganya.

C. Latihan
1. Tunanetra dalam kesehariannya dapat melakukan suatu aktivitas dari satu tempat ke
tempat lain sesuai yang diinginkannya, disebut………………..
a. Orintasi dan mobilitas b. Orientasi
c. Mobilitas d. Implementasi OM
2. Dalam melaksanakan program orientasi dan mobilitas didasarkan pada prinsip
kekongkritan yang diberikan pada tunanetra, artinya bahwa……………………..
a. Tempat atau lokasi latihan yang dituju harus jelas dan nyata
b. Materi, lokasi dan waktu latihan yang akan dituju jelas serta nyata
c. Materi latihan dan waktu dengan suasana yang akan dituju konkrit
d. tempat atau lokasi dan waktu untuk latihan yang dituju telah jelas dan nyata

21
3. Teknik pendamping awas sebagai pra tongkat untuk tunanetra dalam melakukan
pengenalan di Lingkungan sekolah, di bawah ini …………………………………….
a. Melakukan dengan teknik merambat
b. Melakukan teknik mencari benda jatuh di sekitarnya
c. Untuk teknik berpindah cara duduk
d. Untuk lingkungan yang telah dikenal oleh tunanetra
4. Siswa tunanetra mempelajari dan mengamati sesuatu objek yang ditunjukkan melalui
peragaan yang sistematis serta secara komprehensif dilakukan oleh guru, maksudnya…
a. Sesuatu pembelajaran bagi tunanetra dimulai dari mengamati objek dan peragaan
secara menyeluruh
b. Untuk tunanetra pengamatan objek dimulai secara keseluruhan yang selanjutnya
dijelaskan bagian-bagiannya
c. Untuk tunanetra mempelajari suatu objek dan peraga seharusnya di mulai pada
bagian-bagiannya
d. Sesuatu objek yang diamati dan peraga dimulai dari bagian-bagiannya kemudian
dilanjutkan secara keseluruhan untuk disatukan kembali
5. Siswa tunanetra dalam penguasaan konsep lingkungan sekolah membutuhkan kognisi
orientasi, termasuk di bawah ini……………………….
a. Landmark, clues dan berjalan mandiri
b. Memfamiliarkan diri, arah mata angin, pengukuran dan tanda-tanda
c. Ciri medan, tanda-tanda, dan berjalan dengan tongkat
d. Sistem penomeran, ciri medan dan pemberian tanda-tanda
6. Potensi dasar yang dibutuhkan oleh tunanetra dalam menguasai ciri-ciri medan
lingkungannya………………………..
a. Memahami konsep tentang posisi yang relative
b. Kesadaran akan dasar-dasar hubungan ruang
c. Konsep tentang objek yang permanen dan konstan (tidak dapat pindah dan
dipindahkan)
d. ketiga jawaban benar

22
7. Penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan
(input), proses dan luaran (output) dalampembelajaran keterampilan orientasi dan
mobilitas disebut ………………………………
a. penilaian autentik b. penilaian performance (unjuk kerja)
c. penilaian proses d. skala penilaian atau rating scale
8. Penilaian yang menuntut peserta didik tunanetra mendemonstrasikan suatu
kompetensi tentang menghubungkan antar bagian-bagian tubuh dengan
menggunakan tes projek, meliputi…………………………………………….
a. Mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik
tunanetra dalam kurun waktu tertentu
b. Kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu
c. Kegiatan yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta
didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-intergratif
d. Penilaian kegiatan yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu
aktifitas atau perilaku

D. REFERENSI
Andajani, S J. 2015. Pengembangan Maket Multimedia Interaktif Berbasis Orientasi Dan
Mobilitas Untuk MenanamkanPenguasaan Konsep Lingkungan Sekolah Pada
Siswa Tunanetra. (Hasil Penelitian) Tidak dipublikasikan.
Hosni. 2013. Teknik Mobilitas dan Strategi Layanan.Disampaiakan pada Bimbingan
Teknik PTK Pendidikan khusus Ketunaan Diselenggarakan oleh Subdit PK-LK, Dit.
P2TK, Ditjen Dikdas, Kemendikbud, Batam 6-12 Mei 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Program Pengembangan Kekhususan
Pedoman Pengembangan Orientasi Mobilitas, Sosial dan KOmunikasi Untuk
Peserta didik Tunanetra.Dirjen Pendidikan Dasar : Jakarta.
Rahardja.2012. Orientasi Dan Mobilitas (O&M) Sebagai Salah Satu Keterampilan
Kompensatoris Bagi Tunanetra.Makalah disajikan pada Bimtek Kompensatoris ABK
di Yogyakarta, 25-30 Maret 2012.
Sudarti, S. 2015. Program Pelatihan Keterampilan Orientasi Dan Mobilitas Untuk
Orangtua Siswa Tunanetra. Modul pembelajaran pada Prodi S2 PLB Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

23

Anda mungkin juga menyukai