B. Jenis tongkat
Pada waktu ini tunanetra dalam orientasi dan mobilitasnya mengenal dua jenis
tongkat, yaitu tongkat panjang (long cane) dan tongkat lipat (collapsible cane).
Buat tunanetra yang ketrampilannya menggunakan tongkat belum sempurna
lebih baik tidak usah menggunakan tongkat lipat lebih dahulu, karena akan lebih
aman dan selamat jika menggunakan tongkat panjang. Tongkat lipat akan lebih
baik bila digunakan oleh tunanetra yang sudah benar-benar sempurna dalam
tehnik penggunaan dan akan efektif dan efisien jika digunakan waktu masuk
kuliah, karena dapat dilipat dan disiapkan di dalam tas.
Bagi Indonesia yang masih sangat muda dalam bidang orientasi dan
mobilitas tunanetra, oleh Pusat Orientasi dan Mobilitas di Bandung, juga sudah
diusahakan untuk menciptakan tongkat panjang yang disesuaikan dengan
kondisi orang Indonesia.
Gambar 17
Gambar 18
Tongkat lipat
D. Tehnik tongkat
1. Tehnik menyilang tubuh (tehnik diagonal)
Dengan teknik diagonal ini tunanetra dapat menyelamatkan sebagian dari
tubuhnya dan bila menemui halangan dapat tersentuh serta tidak mengganggu
orang lain.
Dalam hal ini guru/instruktur orientasi dan mobilitas harus selalu
memperhatikan teknik memegangnya. Kalau memegangnya dengan ujung/tip
terlalu keluar/ke samping dan terlalu ke dalam, ini adalah suatu kesalahan yang
segera harus dibenarkan. Demikian pula kalu pergelangan tangan yang
memegang tongkat juga terlalu ke luar atau ke tengah-tengah badan.
Teknik diagonal ini juga digunakan sewaktu tunanetra naik atau turun
tangga.
2. Teknik Trailing
Teknik ini sebetulnya adalah teknik diagonal yang digunakan untuk
trailing. Tujuan penggunaan teknik ini agar tunanetra mampu berjalan di
dalam ruangan yang sudah dikenal dan dengan teknik ini tunanetra dapat
berjalan lurus dalam mencapai tujuan tertentu.
Caranya posisi tongkat sama dengan teknik diagonal, tetapi posisi
tip/ujung tongkat menempel pada permukaan datar yang ada pada tembok
atau mungkin pagar batu yang datar pada pinggiran yang horisontal dan
vertikal.
d) Teknik Naik dan Turun Tangga (Up and Down Stair Technique)
Tujuan penggunaan teknik ini, agar tunanetra mampu berjalan nai
dan turun tangga dengan aman dan selamat sampai habis seluruh tangga
yang sedang dilalui.
Sebelum naik atau turun tangga tu harus mengadakan penertiban
dulu (squaring off) pada pinggir tangga yang pertama untuk naik atau
turun, dengan menggunakan ujung ke dua telapak kaki, dirasakan pada
bagian pinggir tangga (lurus dengan tangga).
Setela squaring off, tunanetra mengecek tinggi angga dan lebar
tangan serta posisinya sudah di tengah-tengah jalan atau belum, untuk
menghindari kalau tangga naik atau turunnya tidak menggunakan
pegangan agar tunanetra tidak terjun ke samping tangga. Tetapi kalau
disamping kiri / kanan ada pegangan, tunanetra lebih baik naik atau turun
mendekati pegangan. Tunanetra dapat naik atau turun denga sebelah
tangan memegang tongkat dan sebelumnya berpegangan pada pegangan
tangan.
Cara mengecek tunanetra menggeserkan ujung tongkatnya dari sisi
kiri ke sisi kanan, kemudian digeser kembali ke tengah dan ditarik ke ara
kaki, seperti waktu mencek pada awal perjalanan.
Kalau tunanetra sudah yakin bahwa posisinya sudah benar dan
siap akan naik, tunanetra hendaknya menggunakan teknik tongkat
menyilang tubuh dengan ujung tongkat disentuhkan pada pinggiran
tangga yang kedua dan tegak agak diangkat sehingga ujung tongkat kira-
kira hanya 5 centimeter berada di bawah bibir tangga ke dua. Kemudian
mulai naik dengan posisi tangga dan ujung tongkat yang tidak berubah
sampai terasa tangga naik habis, karena bila tangga naik habis ujung
tongkat tidak menyentuh tangga lagi.
Bila turun tekniknya juga sama, hanya ujung tongkat disentuhjkan
pada tangga ke dua pada bagian bibirnya kemudian sedikit menggantung
dan bila tangga turun nanti sudah habis, ujung tongkat akan menyentuh
lantai, selanjutnya tunanetra berjalan dengan teknik menggeserkan tip
(slide technique).
Untuk berjalan naik dan turun tangga yang lebar permukaan
tangganya tidak sama, tiap-tiap tangga harus dicek, sehingga tiap
melangkah satu tangga, tunanetra tidak boleh lupa mengecek, jadi naik
atau turunnya satu tangga demi satu tangga.
Teknik-teknik tersebut harus dilatihkan pada tu, dimulai dari
lingkungan tunanetra sendiri. Kalau mulai latihan di kompleks sekolah,
maka latihan di lingkungan sekolah ini harus dikuasai dulu, kemudian
diperluas sampai berjalan di keramaian kota yang penuh kesibukan lalu
lintas.
Kadang-kadang seorang tunanetra ingin berjalan menyusuri
sesuatu pagar, tembok, tepi parit, sisi jalan dan lain-lain, maka dia harus
tetap mengayunkan tongaktnya ke akan dan ke kiri agar dapat menyentuh
benda-benda tersebut. Tunanetra tidak boleh sama sekali hanya
menggeserkan ujung tongkatnya untuk ditarik sepanjang benda itu, karena
perbuatan yang demikian ini akan membahayakan tunanetra sendiri,
sebab badannya tidak terlindung oleh tongkat.
Dalam melatih tunanetra untuk berjalan dengan teknik tongkat yang
benar-benar dikuasai, guru orientasi dan mobilitas akan membutukan
waktu yang cukup lama, karena harus mengulangi latihan-latihan sampai
beberapa kali, sehinga tunanetra benar-benar menguasainya.
Bila tunanetra sudah berhasil menguasai sesuatu teknik, sebaiknya
guru mengatakan keapdanya, bahaw dia telah menguasai dan dapat
melakukan dengan baik. Hal ini akan membuat tunanetra berbesar hati
dan akan mendorong untuk mengerjakan yang lebih baik lagi.
Guru orientasi dan mobilitas hendaknya selalu menyadari bahwa
memberi kesempatan kepada tunanetra untuk menggunakan tongkat
berarti memberi kesempatan kepada tunanetra untuk bepergian ke tempat
yang diinginkan oleh tunanetra, seperti ingin ke sekolah, ke tempat
ibadah, ke pasar, ke toko, ke alun-alun, ke pusat kota atau ke pertemuan-
pertemuan sosial.
Keadaan di lingkungan tunanetra akan mempermudah tunanetra
untuk gerakannya. Tunanetra harus mampu mengenali suara-suara
binatang, bau sampah dan barang-barang lain yang harus dihindari pada
waktu berjalan. Bau-bauan makanan, sayur-sayuran, buah-buahan atau
bunga-bunaan dapat menjadi petunjuk bagi tunanetra dimana dia berada.
Perbedaan suhu dan tiupan angin di sekeliling tunanetra akan dapat
menjadi petunjuk bagi para tunanetra untuk mengira-ira waktu dan cuaca
pada saat itu.
Seorang tunanetra harus dilatih juga untuk menyeberang jalan dan
menggunakan angkutan umum.
Di jalan yang sempit, tunanetra dapat mendengarkan apakah ada
kendaraan yang akan lalu atau tidak. Bila ternyata tidak ada kendaraan
yang lalu yang berarti keadaan jalan aman, maka sesudah squaring off
tunanetra dapat menyeberang jalan.
Sedang di jalan yang ramai keadaan kendaraannya tunanetra harus
mampu mendengarkan suara kendaraan untuk dapat mengambil
kesempatan yang aman untuk menyeberang jalan. Tetapi kalau tunanetra
tidak mampu menyeberang jalan di tempat yang ramai tidak ada salahnya
juga kalau minta tolong kepada orang lain.
Orang tunanetra juga sebagaimana halnya orang awas kalau
menyeberang jalan di tempat penyeberang yang ada zebra crossnya,
tunanetra juga harus mampu menggunakan tempat penyeberangan yang
ada zebra crossnya tersebut.
Untuk menyebarang jalan guru orientasi dan mobilitas harus juga
melatih dari tempat yang sepi, kemudian diperluas sampai di tempat yang
paling ramai lalu-lintasnya di pusat keramaian kota.
Sedang untuk latihan naik/menggunakan kendaraan umum, juga
dimulai dengan suatu waktu dimana dan kapan suasana kendaraan tidak
terlalu sibuk. Tunanetra juga harus melatih untuk bertanya kepada orang
lain, mengenai nomor dan tujuan kendaraan yang akan digunakannya,
dan dimana dia harus turun dan sebagainya.
Pada akhirnya tunanetra harus dilatih untuk selalu bertanya kepada
dirinya sendiri sebelum bergerak untuk berjalan tentang :
- Dimana saya berada?
- Kemana saya akan pergi?
- Bagaimana saya dapat sampai ke sana?
Dari jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, tunanetra dapat
membuat suatu rencana perjalanannya. Tunanetra harus mengetahui ciri
medan dan beberapa petunjuk yang dapat membantunya. Tunanetra
harus juga sudah menguasai arah mata angin dengan baik dan juga harus
mempunyai kemampuan untuk membaca peta atau denah timbul dengan
trampil.
Bila tunanetra bepergian tanpa mengetahui bagaimana caranya
untuk mencapai tujuan, tunanetra dapat dengan mudah tersesat, sehingga
sulit untuk mencapai tujuan perjalanannya dengan cara yang efektif dan
efisien. Karena itu Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan ada 3 (tiga)
keterampilan yang harus dikuasai agar tunanetra dapat bepergian dari
suatu tempat ketempat lain yang dikehendaki dengan tepat, efisien dan
selamat tanpa banyak bantuan orang lain yaitu:
a) Keterampilan Orientasi adalah keterampilan yang membuat dan
mengantarkan tunanetra ketujuan dengan tepat sesuai dengan yang
diinginkan.
b) Keterampilan mobilitas adalah keterampilan yang membuat tnanetra
bergerak dengan baik dan lincah menuju tujuan.
c) Keterampilan menggunakan Tehnik Mobilitas, hal ini membuat
tunanetra bisa bergerak dan sampai ketujuan yang diinginkan
dengan dengan selamat.
Demikian materi tehnik Orientasi dan Mobilitas, semoga dapat difahami dan dikuasai
oleh peserta melalui kegiatan praktek langsung didalam acara kegiatan Bintek
Kompetensi ketunanetraan.