Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mc.Donaldisasi merupakan konsumsi baru bagi masyarakat perkotaan maupun di
pedesaan. Dipedesaan ingin mengetahui bagaimana rasanya, ini sebuah pengalaman yang saya
rasakan kalau kalau ke desa, keluarga, adik, paman bertanya hamburger, dunkin donat dan pizza
hutt yang bagaimana, dan juga bilang yang biasa ke kota pernah merasakan enak dan sebagainya,
pengalaman saya ini di desa membuktikan bahwa betapa besar pengaruh makanan modern itu,
masyarakat pedesaan saja begitu ingin mengetahui.
Mc.Donaldisasi merupakan sebuah proses dengan apa prinsip-prinsip dari restoran cepat
saji semakin lama semakin banyak sektor dari masyarakat Amerika dan sejumlah besar
masyarakat lainnya di seluruh dunia. Ada beberapa prinsip kerja yang menjadi model
Mc.Donaldisasi yaitu : efesiensi, kemampuan memperhitungkan, kemampuan memperediksi dan
mengontrol, terutama melalui penggantian teknologi manusia dengan mesin. Dan tidak saja pada
industri cepat saji tetapi diterapkan pada industri pendidikan, politik, agama, dan lain-lain.
Pokok pembahasan makalah yang saya tuliskan bukan pada Mc.Donald sebagai pola
konsumsi masyarakat modern, namun pada sistem yang diterapkan Mc.Donald dalam proses
pendidikan masyarakat modern. Mc.Donaldisasi adalah istilah yang dikemukakan oleh George
Ritzer (sosiolog dari Universitas Maryland) dalam The Mc.Donaldization of Society (1993) untuk
menunjukkan suatu proses dimana prinsip-prinsip restoran cepat saji (lebih khusus lagi:
McDonald’s) mulai mendominasi berbagai sektor masyarakat di seluruh dunia, termasuk dunia
seks, hubungan social, dunia kerja, politik, keluarga sdan khususnya pada dunia pendidikan saat
ini
Pendidikan merupakan sebuah proses bukan sekedar hasil, demikianlah dasar dari
penyelenggaraan pendidikan. Namun prinsip pendidikan yang demikian kini mulai menjadi
barang antik yang dijompokan ke museum. Dewasa ini instanisasi-instanisasi lebih digandrungi
dan dicintai, bahkan dipuja-puji. Mulai dari plagiat hingga mencontek berjemaah menjadi bukti
dari fenomena tersebut.
Celakanya lagi, budaya instan tersebut bukan hanya menjangkiti para peserta didik,
namun juga lembaga pendidikan dan perangkatnya. Simaklah ketika jelang Ujian Nasional (UN),
berbagai sekolah sibuk menyelenggarakan les tambahan atau setidak-tidaknya menghimbau
siswanya untuk memenuhi bimbel-bimbel. Simak pula ketika UN tiba, berbagai bentuk kebocoran
kunci jawaban terjadi di sana-sini. Seperti jamur yang tumbuh di musim hujan.
1
Pendidikan serba instan yang dipraktekkan oleh berbagai lembaga pendidikan dan
penghuninya secara sosiologis dapat dikategorikan sebagai fenomena McDonaldisasi.
Sebagaimana dikemukakan George Ritzer dalam The McDonaldization of Society (2004),
McDonaldisasi adalah proses-proses di mana prinsip-prinsip restoran cepat saji mendominasi
masyarakat. Tak jauh beda dengan lembaga lainnya lembaga pendidikan tampaknya tidak mau
ketinggalan meniru budaya ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Mc.Donaldisasi Dalam Teknologi Pendidikan?

2. Apakah Prinsip – prinsip dari Mc.Donaldisasi ?

3. Apa Dampak Positive dan Negative Mc.Donaldisasi dari Sudut Teknologi Pendidikan ?

4. Bagaimana Cara Menangkal Dampak Buruk Mc.Donaldisasi Pendidikan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui bagaimana Mc.Donaldisasi Dalam Teknologi Pendidikan

2. Memahami Prinsip – prinsip dari Mc.Donaldisasi.

3. Memahami Dampak Positive dan Negative Mc.Donaldisasi dari Sudut Teknologi Pendidikan.

4. Mengetahui dan Memahami Cara Menangkal Dampak Buruk Mc.Donaldisasi Pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mc.Donaldisasi Dalam Teknologi Pendidikan


Mc.Donald merupakan simbol globalisasi dimana dari usaha yang dilakukan oleh Mc
Donald bersaudara membuka restoran di daerah California secara cepat menyebar ke seluruh
amerika dan sekarang dunia. Sebagai simbol globalisasi tidak hanya memandang bahwa restoran
siap saji Mc.Donalds sudah membuka restoran di belahan dunia tetapi konsep makanan cepat saji
ini juga mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia seperti olahraga, pendidikan, politik,
agama dan lain-lain yang juga di praktekan di Negara lain. Kehadiran Mc.Donald disini sebagai
contoh paradigma yang berlingkup luas yang dinamai dengan Mc.Donaldisasi.
Mc.Donaldisasi seakan-akan seperti mesin yang terus berjalan dengan kekuatan yang dasyat,
secara kolektif sebagai umat manusia dapat kita dorong sampai ke batas-batas tertentu namun juga
sangat mungki lepas dari kendali dan dapat meluluh lantahkan dirinya yang disebut Gidden
sebagai Juggernaut.
Gelombang Mc.Donaldisasi sepertinya tidak bisa dihindari mulai dari Negara dan
institusi lainya seperti pendidikan pun terkena kontaminasi Mc.Donaldisasi. Mc.Donaldisasi
membuat pola pikir kita itu serba instan seperti Sumber Daya Alam seperti emas, minyak bumi,
gas alam saat ini banyak dikuasai asing dengan embel-embel pemerintah membutuhkan uang
sehingga mereka menjualnya supaya mendapat uang cepat tanpa memikirkan jangka panjang
kelak seperti apa. Institusi pendidikan juga tidak lolos oleh cengkraman Mc.Donaldisasi telah
merambah kebanyak sekolah-sekolah dan Universitas di Indonesia.
Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara justru membebani rakyat
yang tidak mampu untuk mengakses pendidikan. Pendidikan yang hanya ber-orientasi bisnis
dikawatirkan hanya membuat seorang mahasiswa itu hanya berorientasi mencari gelar dan yang
lebih di takutkan lagi adalah nanti kalau mereka lulus apakah hanya akan menambah angka
pengangguran karena nantinya kualitas lulusan apakah mampu bersaing di dunia kerja. Sebab saat
ini sangat banyak sekali lulusan sarjana yang menganggur, bahkan jika di persentase adalah
tertinggi penyumbang pengangguran.
Mc.Donalisasi yang memfokuskan bahwa teknologi merupakan dominasi terpusat atau
terpolarisasi merupakan alur kepentingan dan dominasi kapitalis teknologi sendiri dalam
mengontrol konsumsi atau penggunaan teknologi tersebut. Sekolah/Universitas sebagai lembaga
pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia, seharusnya memperhatikan unsur-unsur
seperti kualitas siswa/mahasiswa dengan adanya teknologi dalam pembelajaran/perkuliahan,
3
apakah dengan adanya teknologi kualitas siswa/mahasiswa menjadi lebih baik. Sistem pendidikan
yang semakin tergantung dengan dunia digital semakin meningkatkan keterasingan pikiran karena
pemanjaan teknologi secara berlebihan yang menumpulkan daya kreativitas dan daya kritis
manusia itu sendiri. Artinya Teknologi itu hanya sebagai pembungkus yang menarik, bukan
sebagai sarana menuju bebas keterasingan manusia dalam urusan teknologi.
Ketergantungan dan keterasingan akan teknologi menjadi unsur Mc.donalisasi di
kebanyakan sekolah/Universitas yang ada di Indonesia, yang seharusnya sebagai ruang intelektual
dalam proses penyadaran manusia. Fenomena keterasingan berasal dari ketidaktahuan secara
menyeluruh dari adanya teknologi yang kita gunakan setiap hari, karea kita sendiri menjadi pasar
yang begitu strategis bagi kapitalis mengeruk keuntungan dari penggunaan teknologi tersebut.
Daya cipta masyarakat Indonesia terhadap Teknologi itupun menjadi faktor keterasingan dengan
adanya teknologi yang perkembanganya semakin pesat. Pasar bebas terhadap masuknya teknologi
membuat daya saing produk serta hasil karya cipta Indonesia sangat rendah di pasar teknologi
yang menuntut daya cipta dan kreatifitas tinggi dalam inovasi teknologi.

2.2 Prinsip – prinsip Mc.Donaldisasi


Ada empat unsur Mc.Donaldisasi yang kini sedang berlangsung dalam tubuh berbagai
lembaga pendidikan di Indonesia.
 Efisiensi
Prinsip efisiensi menuntut perseorang/lembaga/perusahaan untuk meraih keuntungan sebesar-
besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Semakin hemat atau sedikit penggunaan sumber
daya, maka prosesnya dikatakan semakin efisien. Proses yang efisien ditandai dengan
penyederhanaan proses sehingga menjadi lebih murah dan lebih cepat. Seiring dengan lembaga
pendidikan yang telah berubah menjadi lebih kapitalis, prinsip efisiensi kini mulai mendarah-
daging.
Hal ini berlangsung dalam proses belajar dan mengajar dalam berbagai sekolah di Indonesia.
Sejatinya guru dituntut untuk mencerdaskan seluruh peserta didik di ruang kelas. Namun akibat
adanya silabus, membuat guru harus menghabiskan seluruh tema mata pelajaran tiap minggunya,
tanpa peduli apakah ada yang belum paham akan materi tersebut. Alhasil siswa yang punya daya
serap ilmu yang rendah, akan tertinggal dari teman-temannya yang masuk kategori pintar. Dalam
kasus ini sekolah seolah tidak mau ambil pusing untuk membantu siswa yang memiliki daya serap
ilmu yang rendah. Karena dianggap repot, memakan waktu, dan melelahkan. Sekolah baru akan
bekerja optimal bila musim ujian tiba dengan menyelenggarakan les tambahan.
Efisiensi juga berlangsung dalam bentuk penekanan biaya operasinal. Sebut saja dengan
menumpuk puluhan murid dalam sebuah ruangan kelas ketika jumlah siswa menumpuk, tanpa

4
peduli apakah over kapasitas atau tidak. Bagi sekolah yang terpenting mereka tidak perlu
mengeluarkan biaya lebih untuk membangun ruangan baru. Contoh lainnya dapat kita temukan di
perguruan tinggi. Misalnya kebijakan menghapus jurusan yang dianggap tidak diminati oleh
masyarakat dan tidak menguntungkan seperti jurusan filsafat, budaya, dan ilmu sosial lainnya.
Sementara jurusan yang mendatangkan uang seperti jurusan ekonomi, kedokteran, teknik, dan
hukum difasilitasi sedemikian rupa.
Tak sampai disitu kerapkali demi menekan pengeluaran, berbagai lembaga pendidikan
membiarkan gedung belajar tampak kumuh, perpustakaan tidak lengkap, hingga fasilitas
pendukung lainnya.
 Kalkulabilitas
Ritzer (2011) menyatakan bahwa prinsip kalkulabilitas dalam Mc.Donaldisasi lebih
menekankan pencapaian kuantitas sehingga mengorbankan aspek kualitas. Dalam lembaga
pendidikan prinsip ini juga kian menguat. Bagi sekolah-sekolah, khususnya sekolah negeri,
akreditasi merupakan harga mati, sehingga apapun dilakukan demi bisa mencapai akretitasi yang
tinggi. Salah satunya berusaha agar setiap tahunnya sekolahnya meluluskan peserta didik
sebanyak-banyaknya bahkan kalau bisa meluluskan seluruh siswanya.
Serta muncul juga kuantifikasi dalam bentuk cara evaluasi dan produk hanya dilihat dari sisi
kuantitas saja. Semakin banyak orang yang berminat masuk ke sekolah/Universitas tertentu
semakin populer namanya. Semakin banyak lulusan yang dihasilkan semakin lembaga pendidikan
tersebut dianggap sukses menyelenggarakan pendidikan. Bahkan baik tidaknya kualitas seorang
peserta didik hanya diukur dengan berbagai macam skala nilai. Tidak peduli apakah nilai tersebut
berkorelasi positif dengan kemampuan sebenarnya dari si pemilik nilai.
Di samping itu, kalkulasi dana juga menjadi fokus lembaga pendidikan. Demi menambah
uang kas. Sekolah/Universitas membuka kelas eksekutif berbayar. Misalnya di perguruan tinggi
negeri ada jalur masuk bernama UMBPTN. Selain harus membayar biaya pendaftaran yang
mahal, setiap mahasiswa yang lulus juga harus membayar uang kuliah yang sudah dipatok oleh
kampus yang jumlahnya lebih tinggi dari mahasiswa yang lulus dari jalur seleksi lainnya. Bahkan
karena dianggap begitu menguntungkan, belakangan kuota pada jalur masuk ini semakin
diperbesar.
 Prediktabilitas ( keterprediksian )
Prinsip keterprediksian di lembaga pendidikan terwujud dalam kurikulum dan standarisasi
lulusan untuk pasaran kerja. Demi menciptakan lulusan yang berstandar dan siap pakai. Insitusi
pendidikan mendesain kurikulum yang sedemikian rupa sesuai dengan permintaan pasar. Dengan
kata lain pendidikan lebih diarahkan pada kemampuan menyongsong pasar kerja.

5
Selain dengan kurikulum, keterprediksian juga diwujudkan dalam penyesuaian jurusan. Hal
tersebut kerap terjadi di perguruan tinggi. Dimana kampus membuka program-program baru
sesuai dengan kebutuhan pasar semisal keperawatan, kedokteran, ekonomi, farmasi, pariwisata,
Hubungan Internasional, maupun sastra.
 Teknologisasi
Kebijakan pendidikan hari ini telah mendorong sekolah/Universitas untuk menggunakan
proses belajar berbasis teknologi. Pendidikan dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi
sehingga lulusannya melek teknologi. Meskipun di satu sisi penggunaan teknologi sangat
bermanfaat. Namun di sisi lain kebijakan teknologisasi kerap menjadikan penyelenggara dan
peserta didik menjadi budak teknologi. Meminjam istilah C.Wright Mills, peserta didik cenderung
menjadi cheerful robots yang pintar secara teknis, namun kehilangan naluri kritis dan reflektif.
Alhasil teknologisasi memunculkan dehumanisasi dimana para hasil didikan bertindak seperti
robot.

Mc.Donaldisasi telah mengubah wajah pendidikan kita. Mc.Donaldisasi yang bermula


dari sesuatu yang rasional yakni otonomi pendidikan, kini berakhir dengan irrasionalitas seperti
dehumanisasi, dan kemerosotan kualitas pendidikan. Lembaga pendidikan yang harusnya
berfungsi untuk menciptakan lulusan yang berkualitas, kini hanya berpikir bagaimana menambah
kuota didikan dan lulusan. Berbagai penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta
berlomba-lomba membuka cabang baru demi mengantisipasi semakin banyaknya masyarakat
yang ingin bersekolah.
Tidak sampai disitu, tingginya animo masyarakat atas pendidikan, dimanfaatkan oknum
sekolah/kampus untuk menambah pundi-pundi kas dengan cara mematok biaya pendidikan yang
begitu mahal. Celakanya, kelimpahruahan bangunan sekolah maupun universitas tidak dibarengi
dengan upaya penyelenggara pendidikan untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing. Tidak
pula diikuti dengan upaya menyiapkan lowongan pekerjaan bagi lulusannya. Pada akhirnya
lembaga pendidikan memiliki andil besar sebagai “pabrik penghasil pengangguran” di negeri ini.
Di samping itu pendidikan yang seyogyanya diselenggarakan untuk meningkatkan nilai
jual dimana orang-orang yang berpendidikan tinggi dibayar lebih mahal dibandingkan yang tidak
sekolah. Dalam banyak kasus para lulusan justru kebanyakan bekerja sebagai buruh industri yang
diupah murah. Sialnya, akibat generalisasi skill yang dimiliki banyak lulusan sekolah/perguruan
tinggi membuat para tenaga kerja tidak dapat menolak upah rendah tersebut. Karena kalau
menolak, pemilik modal bisa dengan mudah menemukan orang lain/tenaga lain.

6
2.3 Dampak Positive dan Negative Mc.Donaldisasi dari Sudut Teknologi Pendidikan
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Mc.Donaldisasi adalah suatu sistem yang
memberikan bentuk instant untuk segala hal, termasuk juga teknologi dalam dunia pendidikan
tidak lepas dari cengkraman pengaruh Mc.Donaldisasi. Teknologi telah menjadi kebutuhan setiap
insan dalam kehidupan, yang juga menimbulkan untung dan rugi. Berikut akan dijelaskan dampak
positif dan negatif teknologi terhadap pendidikan.
Teknologi diperkenalkan hampir setiap tahun dan tampaknya kita berada di jalan untuk
membuat hidup kita lebih mudah dan lebih nyaman. Pendidikan, yang merupakan refleksi dari
perkembangan masyarakat dan merupakan batu pondasi masa depan bangsa telah mengalami
perubahan drastis dalam lima puluh tahun terakhir.
Berbicara dalam sudut pandang positif, dampak teknologi terhadap pendidikan telah
menjadi fenomenal. Menggunakan internet dan komputer sebagai media yang efektif untuk
membangun komunikasi antar sekolah, guru, siswa dan orang tua, lembaga pendidikan telah
mampu menangani banyak hal yang sebelumnya tidak ditangani dengan mudah karena
keterbatasan geografis atau kurangnya teknologi yang memadai.

 Dampak Positif

A. Peningkatan pembelajaran
Perkembangan teknologi seperti kamera digital, proyektor, perangkat lunak, komputer,
presentasi PowerPoint, alat visualisasi 3D, semua ini telah menjadi sumber daya besar bagi guru
untuk membantu siswa untuk memahami konsep dengan mudah. Harus dipahami bahwa
penjelasan visual dari konsep akan membuat belajar jadi menyenangkan bagi siswa. Mereka dapat
lebih berpartisipasi dalam kelas dan bahkan guru mendapatkan kesempatan untuk membuat kelas
mereka lebih interaktif dan menarik. Pentingnya teknologi di sekolah-sekolah dapat dipahami dari
fakta bahwa hal itu memberdayakan sistem pendidikan dan menghasilkan siswa yang lebih baik.

B. Peningkatan pengetahuan
Siswa dapat menyelesaikan proyek-proyek penelitian mereka dengan mengacu pada sejumlah
besar informasi yang tersedia di internet, yang mampu mengembangkan analisa yang baik dan
keterampilan riset. Dengan mengacu pada sejumlah besar sumber daya, siswa dapat menggunakan
keterampilan penilaian untuk memilih bahan terbaik dan menggunakannya untuk menyelesaikan
proyek tersebut. Dengan begitu, siswa dapat mengembangkan kemampuan penelitian yang lebih
baik.

7
C. Tidak ada jarak
Dengan diperkenalkannya program online hampir tidak ada kebutuhan secara fisik di dalam
kelas. Bahkan beberapa universitas luar negeri sudah memulai program online. Pembelajaran jarak
jauh dan pendidikan online telah menjadi bagian integral dari sistem
Pendidikan saat ini.

 Dampak Negative
Sebagai guru, akan merasa lebih mudah untuk memberikan materi belajar dengan
menggunakan internet sebagai alat komunikasi. Perkembangan teknologi telah membuat hidup
lebih mudah bagi guru dan siswa. Namun, di sisi lain terdapat juga dampak negatifnya.

A. Malas
Teknologi membuat siswa kurang produktif dan malas. Sebuah keyakinan bahwa mesin
pencari selalu ada, telah membuat siswa tidak sabar. Mereka hanya melakukan copy paste
informasi untuk menyelesaikan tugas dengan cepat.

B. Curang
Perkembangan teknologi seperti kalkulator grafik, jam tangan berteknologi tinggi,
kamera mini, handphone dan peralatan serupa telah menjadi sumber untuk berbuat curang dalam
ujian. Hal ini lebih mudah bagi siswa untuk menulis rumus dan catatan pada kalkulator grafik.

C. Kurang focus
SMS atau pesan singkat, Whatsapp (WA), Facebook (FB), Instagram, Line dan masih
banyak lagi aplikasi yang menyajikan media komunikasi online telah menjadi hobi favorit banyak
siswa. Siswa terlihat bermain dengan ponsel mereka siang dan malam, ketika menyeberang jalan,
atau bahkan saat mengemudi dan juga saat berada dalam kelas. Menjadi selalu terhubung ke dunia
online telah mengakibatkan kurangnya fokus dan konsentrasi di bidang akademik, bahkan dalam
olahraga dan kegiatan ekstra kurikuler. Hal ini tentu tidak mungkin untuk membaca atau belajar
pelajaran yang sulit pada saat yang sama, selagi chatting dengan teman, dan tetap login ke
facebook. Video game misalnya, juga telah menjadi gangguan terbesar bagi siswa.

D. Menurunnya ketrampilan menulis


Dapat dimengerti bahwa dalam era komputerisasi, hampir tidak ada kebutuhan ketrampilan
menulis. Tetapi menulis membuat kita lebih fokus dan memberi kita kesempatan untuk
mengekspresikan diri lebih mendalam. Keterampilan menulis juga menyampaikan aspek yang
lebih dalam tentang kepribadian kita seperti kemampuan organisasi dan kemampuan untuk
mengekspresikan ide-ide kita dengan cara yang halus. Mengetik di keyboard akan sedikit

8
banyaknya memberikan penurunan daya kreativitas dalam menulis. Keterampilan menulis dengan
tangan merupakan bagian integral dari pendidikan yang baik. Dengan kemudahan dan kepraktian
yang diberikan oleh komputer, terutama dalam hal menuliskan suatu text, membuat seseorang
cenderung memilih untuk mengetik daripada harus menulis secara manual. Akibatnya, lama
kelamaan seseorang akan mengalami perubahan tulisan, dari yang dulunya rapih, sampai akhirnya
menjadi tulisan yang berantakan dan sulit dibaca, Hal tersebut karena mereka tidak lagi terbiasa
untuk menulis secara manual.

E. Antisocial behavior
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan computer dan gadget adalah antisocial
behavior. Dimana pengguna komputer tersebut tidak lagi peduli kepada lingkungan sosialnya dan
cenderung mengutamakan komputer. Selain itu, pengguna komputer tersebut tidak peduli lagi apa
yang terjadi disekitarnya, satu-satunya yang dapat menarik perhatiannya hanyalah komputer saja.
Orang akan menjadi lebih jarang berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga
kemampuan interpersonal dan emosionalnya tidak berkembang secara optimal. Lama kelamaan,
seseorang akan sulit menjalin komunikasi dan membangun relasi dengan orang-orang
disekitarnya. Bila hal tersebut tidak segera ditanggulangi akan menumbulkan dampak yang sangat
buruk, yang dimana manusia lama kelamaan akan sangat individualis dan tidak akan ada lagi
interaksi ataupun sosialisasi.

F. Ketergantungan
Penggunaan computer dan gadget juga menimbulkan dampak negatif dalam dunia
pendidikan. Seseorang terutama anak-anak yang terbiasa menggunakan computer maupun gadget,
cenderung menjadi malas karena mereka menjadi lebih tertarik untuk bermain computer / gadget
dari pada mengerjakan tugas atau belajar.

G. Violence and Gore


Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan pada computer dan gadget, karena isi
pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan berbagai macam cara
agar dapat menjual situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang menunjukan
kekejaman dan kesadisan. Studi eksperimental menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara
bermain permainan komputer dengan tingkat kejahatan di kalangan anak muda, khususnya
permainan komputer yang banyak memuat unsur kekerasan dan pembunuhan. Bahkan ada sebuah
penelitian yang menunjukkan bahwa games yang di mainkan di komputer memiliki sifat
menghancurkan yang lebih besar dibandingkan kekerasan yang ada di televisi ataupun kekerasan
9
dalam kehidupan nyata sekalipun. Hal ini terjadi terutama pada anak-anak. Mereka akan memiliki
kekurangan sensitivitas terhadap sesamanya, memicu munculnya perilaku-perilaku agresif dan
sadistis pada diri anak, dan bisa mengakibatkan dorongan kepada anak untuk bertindak kriminal
seperti yang dilihatnya (meniru adegan kekerasan).

H. Pornografi
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah.
Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela.
Begitu banyak situs-situs pornografi yang ada di internet, meresahkan banyak pihak terutama
kalangan orang tua yang khawatir anak-anaknya akan mengonsumsi hal-hal yang bersifat porno.
Di internet terdapat gambar-gambar pornografi yang bisa mengakibatkan dorongan kepada
seseorang untuk bertindak kriminal. Ironisnya, ada situs-situs yang memang menjadikan anak-
anak sebagai target khalayaknya. Mereka berusaha untuk membuat situs yang kemungkinan besar
memiliki keterkaitan dengan anak-anak dan sering mereka jelajahi.

Pengawasan teknologi dalam pendidikan sangat diperlukan agar terhindar dari hal - hal
yang tidak diinginkan, seperti: menyinggung unsur SARA (suku, agama, ras), pornografi,
sadisme, dan sarkasme. Saat sekarang ini masih banyak generasi muda lebih cendrung kearah
negatif dalam penggunaan teknologi informasi. Hal ini tentu harus dihindari mulai dari niat
kesadaran diri sendiri, pengawasan dari pihak pendidik dan keluarga, agar pemanfaatan teknologi
informasi dapat terarah ke hal - hal positif.

2.4 Menangkal Dampak Buruk Mc.Donaldisasi Teknologi Pendidikan

Menghindari teknologi adalah hal yang tidak mungkin sepenuhnya dapat dilakukan pada
era millenial saat ini. Penggunaan teknologi adalah untuk meningkatkan taraf pendidikan siswa
dan tidak menyia-nyiakan sumber daya seperti waktu dan ruang. Oleh karena teknologi memiliki
kedua dampak positive dan negative, maka kita harus melakukan upaya untuk membantu siswa
dan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dalam menggunakan teknologi secara baik, benar
dan tepat.

Berikut beberapa cara sederhana yang dapat kita lakukan dalam keseharian guna
mencegah dampak-dampak buruk Teknologi baik dalam lingkungan keseharian anak-anak
maupun dunia pendidikan :

10
 Ketergantungan dan Malas
Langkah untuk meminimalisasi dampak negatif tersebut yaitu dengan memaksimalkan peran
serta orang tua, guru dan orang-orang disekitarnya dalam memberikan perhatian, pengertian dan
membimbing anak-anak dalam belajar dan bermain. Sehingga bila anak-anak dirasa sudah
berlebihan dalam menggunakan komputer orang tua bisa segera membatasi dan mencegah
terjadinya ketergantungan.

 Ketrampilan menulis
Untuk meminimalisasi dampak negatif tersebut yaitu dengan menyeimbangkan antara
penggunaan tulisan manual dengan mengetik di computer, seperti pemberian tugas ataupun test
agar wajim mengerjakan secara manual dalam penulisan atau menjawab. Cobalah untuk tidak
hanya mengandalkan komputer untuk membuat suatu teks, karena perlu disadari bahwa tidak
selamanya kita dapat mengandalkan teknologi. Teknologi hanyalah seperangkat alat yang bisa saja
tiba-tiba terjadi kerusakan ataupun error, yang dimana pada saat itu kita tidak dapat lagi
mengandalkannya, sehingga kita juga harus dapat menyeimbangkan antara penggunaan secara
manual dengan penggunaan teknologi.

 Antisocial behavior
Bila antisocial behavior tersebut tidak segera ditanggulangi akan menumbulkan dampak yang
sangat buruk, yang dimana manusia lama kelamaan akan sangat individualis dan tidak akan ada
lagi interaksi ataupun sosialisasi.

Antisocial behavior dapat ditanggulangi dengan menciptakan kesadaran dari diri sendiri akan
dampak buruk dari antisocial behavior dan mulai memperbanyak kegiatan di luar rumah dengan
keuarga atau teman-teman, seperti olahraga bersama, traveling, hang out bersama teman, dll.
Dengan begitu seseorang akan merasakan bahwa sosialisasi dengan sesamanya merupakan suatu
kebutuhannya selain kebutuhannya akan komputer.

 Violence and Gore


Dampak negatif tersebut dapat diminimalisasi dengan adanya peran serta dari orang tua.
Pertama-tama, orangtualah yang seharusnya mengenalkan computer dan internet pada anak, bukan
orang lain. Mengenalkan computer dan internet berarti pula mengenalkan manfaatnya dan tujuan
penggunaannya. Selanjutnya orang tua harus dapat mengontrol dan memantau sejauh mana
penggunaan komputer dan internet pada anak-anaknya. Seperti memasang software yang
dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan’ anak. Misalnya saja program nany chip atau
parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci segala akses yang berbau seks dan

11
kekerasan. Mengatur peletakkan komputer di ruang publik rumah, seperti perpustakaan, ruang
keluarga, dan bukan di dalam kamar anak. Memberikan batasan waktu dan jadwal dalam
penggunaan komputer.
 Pornografi
Solusi untuk meminimalisasi dampak dari pornografi tersebut tidak jauh berbeda dengan
solusi untuk meminimalisasi dampak negatif dari kekejaman dan kesadisan. Dalam hal ini,
Pertama-tama, orangtualah yang seharusnya mengenalkan computer dan internet pada anak, bukan
orang lain. Mengenalkan computer dan internet berarti pula mengenalkan manfaatnya dan tujuan
penggunaannya. Selanjutnya orang tua harus dapat mengontrol dan memantau sejauh mana
penggunaan komputer dan internet pada anak-anaknya.
 Pertimbangan Usia
Mempertimbangkan pemakaian Teknologi dalam pendidikan, khusunya untuk anak di bawah
umur yang masih harus dalam pengawasan ketika sedang meakukan pembelajaran dengan
Teknologi baik komputerisasi, gadget maupun teknologi elektronik lainnya.. Analisis untung
ruginya pemakaian.
 Dominasi teknologi
Tidak menjadikan teknologi sebagai media atau sarana satu-satunya dalam pembelajaran,
misalnya kita tidak hanya mendownload e-book, tetapi masih tetap membeli buku-buku cetak,
tidak hanya berkunjung ke digital library, namun juga masih berkunjung ke perpustakaan.
 Pengajaran etika teknologi
Pihak-pihak pengajar baik orang tua maupun guru, memberikan pengajaran-pengajaran etika
berteknologi agar teknologi dapat dipergunakan secara optimal tanpa menghilangkan etika.
 Kepedulian Pemerintah
Pemerintah sebagai pengendali sistem-sistem informasi seharusnya lebih peka dan menyaring
apa-apa saja yang dapat di akses oleh para pelajar dan seluruh rakyat Indonesia di dunia maya.

Jadi, solusinya adalah bagaimana kita memanfaatkan perkembangan teknologi secara


bijak tanpa harus bersikap antipati terhadap perkembangan teknologi, namun juga tidak berlebihan
dalam penggunaanya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mc.Donaldisasi merupakan sebuah proses dengan apa prinsip-prinsip dari restoran cepat
saji semakin lama semakin banyak sektor dari masyarakat tidak saja pada industri cepat saji tetapi
diterapkan pada industri pendidikan, politik, agama, dan lain-lain. Budaya instan tersebut bukan
hanya menjangkiti para peserta didik, namun juga lembaga pendidikan dan perangkatnya.
Pendidikan serba instan yang dipraktekkan oleh berbagai lembaga pendidikan dan penghuninya
secara sosiologis dapat dikategorikan sebagai fenomena McDonaldisasi. Sebagaimana
dikemukakan George Ritzer dalam The McDonaldization of Society (2004). Mc.Donalisasi yang
memfokuskan bahwa teknologi merupakan dominasi terpusat atau terpolarisasi merupakan alur
kepentingan dan dominasi kapitalis teknologi sendiri dalam mengontrol konsumsi atau
penggunaan teknologi tersebut. Ada empat unsur Mc.Donaldisasi yang kini sedang berlangsung
dalam tubuh berbagai lembaga pendidikan di Indonesia : efisiensi, Kalkulabilitas, Prediktabilitas,
Teknologisasi. Mc.Donaldisasi telah mengubah wajah pendidikan kita. Mc.Donaldisasi yang
bermula dari sesuatu yang rasional yakni otonomi pendidikan, kini berakhir dengan irrasionalitas
seperti dehumanisasi, dan kemerosotan kualitas pendidikan. Teknologi telah menjadi kebutuhan
setiap insan dalam kehidupan, yang juga menimbulkan dampak positif dan negatif teknologi
terhadap pendidikan. Menghindari teknologi adalah hal yang tidak mungkin sepenuhnya dapat
dilakukan pada era millenial saat ini. Penggunaan teknologi adalah untuk meningkatkan taraf
pendidikan siswa dan tidak menyia-nyiakan sumber daya seperti waktu dan ruang. Kita harus
melakukan upaya untuk membantu siswa dan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dalam
menggunakan teknologi secara baik, benar dan tepat. solusinya adalah bagaimana kita
memanfaatkan perkembangan teknologi secara bijak tanpa harus bersikap antipasti namun juga
tidak berlebihan dalam penggunaanya. Serta pengawasan kepada anak-anak dengan berkolaborasi
bersama seluruh elemen baik di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar terhadap
perkembangan teknologi.

3.2 Saran
Pengawasan teknologi dalam pendidikan sangat diperlukan agar terhindar dari hal - hal
yang tidak diinginkan, seperti: menyinggung unsur SARA (suku, agama, ras), pornografi,
sadisme, dan sarkasme. Kita harus melakukan upaya untuk membantu siswa dan anak-anak
sebagai generasi penerus bangsa dalam menggunakan teknologi secara baik, benar dan tepat.

13

Anda mungkin juga menyukai