Beranda
About
MAKALAH KETERAMPILAN
BERBICARA
KETERAMPILAN BERBICARA
MAKALAH
LOGO
Disusun Oleh :
Kelompok 1
NAMA : 1. Trisnawati
2. Siti Nuralam
3. Royani
(STKIP) BANTEN
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Jurusan : PKN
Siti Nuralam
Royani
Dosen Ketua
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT, karena tanpa
Rahmat & RidhoNya, kita dapat menyelesaikan mekalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada P. Hackam Aripin. Spd selaku dosen mata kuliah
Bahasa SBGI Sarana Komunikasi yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu
dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang keterampilan berbicara. Mungkin dalam
pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon
saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN………………………………………………………………………………….. i
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………………………………
……. ii
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………………………………
…. iii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………
…. 1
BAB II
PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………
…. 3
a. Pengertian keterampilan
berbicara ……………………………………………………………………. 3
b. Tujuan
Berbicara …………………………………………………………………………………………
…. 3
e. Pengertian
Berbicara ………………………………………………………………………………………. 5
g. Penilaian Keterampilan
Berbicara ……………………………………………………………………. 8
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk
berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat
manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa
dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu membawakan pikiran dan perasaan baik
mengenai hal-hal yang bersifat konkrit maupun yang bersifat abstrak (Effendi, 1985:5). Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mempunyai
kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang
memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun
tulisan.
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil berbahasa.
Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan
pada teori saja, tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya,
yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi.Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh
siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan,
1986:86). Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara
turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun,
keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Stewart
dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi
yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu
maupun kelompok. Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya
akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca
dan menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi
bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan
bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.
Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa mempunyai kemampuan
berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan keterampilan berbicara harus dilakukan sedini
mungkin. Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan
oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik,
dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan
dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh
sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-
fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut
memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang
lain.Pentingnya penguasaan keterampilan berbicara untuk siswa Sekolah Dasar juga dinyatakan
oleh Farris (Supriyadi, 2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai
siswa agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak.
Kemampuan berpikir mereka akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan,
mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara
lisan.
Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa Sekolah Dasar karena keterampilan ini
secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di Sekolah Dasar.
Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat
ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak mampu berbicara
dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk
semua mata pelajaran.
Menurut pandangan whole language berbicara tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama
dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan teresebut dapat dilihat bahwa dalam proses
pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan
berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan
keempat keterampilan berbahasa sekaligus, melainkan dapat hanya menggabungkan dua
keterampilan berbahasa saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.
Menurut Badudu (1993:131) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Atas masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi
materi, guru kurang mengajak siswa untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Proses pembelajaran di kelas yang tidak relevan dengan yang
diharapkan, mengakibatkan kemampuan berbicara siswa menjadi rendah. Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa Sekolah
Dasar adalah penerapan pendekatan pengalaman berbahasa dalam pembelajaran berbicara
siswa Sekolah Dasar.
BAB II PEMBAHASAN
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan
manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-
bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil
berbicara. Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan,serta
perasaan (Tarigan, 1983:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-
tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah
otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ideide yang dikombinasikan.
Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa berbicara diartikan sebagai suatu alat untuk mengkombinasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta mengembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau
penyimak.
Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara
langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraan maupun para
penyimaknya, apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia
bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkombinasikan
gagasan-gagasannya apakah dia waspada serta antusias ataukah tidak.
b. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan.
Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala
sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap
pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi
pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan
pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2)
menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.
Berdasarkan uraian di `atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang melakukan kegiatan
berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang lain dengana
maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya
hubungan timbal balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar
akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.
Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha
menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau
majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audience dengan baik,
perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan
berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada
saat berbicara diperlukan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d)
kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.
Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor kebahasaan, meliputi
a) ketepatan ucapan,
c) pilihan kata,
d) ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya,
j) kenyaringan suara,
k) kelancaran,
l) relevansi, penalaran,
m) penguasaan topik.
mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor urutan kebahasaan (linguitik) dan non
kebahasaan (nonlinguistik).
Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima
oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab
gangguan dalam kegiatan berbicara, yaitu:
1) Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar
partisipan.
2) Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan,
ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan
3) Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah,
menangis, dan sakit.
e. Pengertian Pendekatan
Pendekatan dalam pembelajaran kemampuan berbahasa dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik.
Menurut Muchlisoh (1996:15) mengemukakan bahwa pendekatan merupakan cara yang
dianggap terbaik untuk mencapai sesuatu. Pendekatan adalah suatu metode atau cara yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi ini
sesuai dengan harapan dalam proses belajar mengajar, yaitu siswa dapat memahami suatu
konsep pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, pendekatan dalam proses belajar mengajar selalu
mengalami perkembangan.
Pendekatan Pengalaman Berbahasa merupakan alih kata dari istilah Language Experience
Approach (LEA). Seperti dikutip oleh Harjasujana(1997:196-197) bahwa Huff mendefinisikan
LEA berdasarkan makna yang terkandung dalam unsur-unsur kata pembentuknya, terutama
kata experience dan language. Menurut Huff, experience merupakan pengalaman seseorang
yang diperoleh dari aktivitas tertentu. Sementara itu, language merupakan cerminan dari empat
aspek keterampilan berbahasa yang meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. LEA
dimaknai sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran berbicara yang melibatkan kegiatan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sebagai cerminan dari pengalaman berbahasa anak.
Menurut Harjasujana (1997:197), hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pendekatan Pengalaman
Berbahasa (PPB) adalah.
2) Materi ajar digali dari pembelajar sendiri atau pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri.
1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa dimulai dengan soal perkembangan bahasa anak.
Maksudnya, materi bahan ajar yang digunakan untuk pengajaran berbicara sesuai dengan tingkat
penguasaan bahasa anak. Tugas untuk memilih bahan yang cocok menjadi ringan karena wacana
yang digunakan sudah dengan sendirinya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak.
2. PBB menuntut waktu yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
3. PBB menuntut agar selalu menyadari adanya sejumlah keterampilan dan sejumlah kosakata
sehingga guru harus mengetahui apa yang akan diajarkan dan kapan mengajarkannya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pengajaran kemampuan
berbahasa dengan menggunakan pendekatan pengalaman berbahasa ada beberapa keunggulan
dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kelemahan-kelemahan
tersebut diatasi terlebih dahulu.
a. Guru terlebih dahulu harus mengetahui taraf keterampilan berbahasa siswa. Setelah itu guru
dapat menerapkan Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pembelajaran keterampilan
berbicara.
b. Karena Pendekatan Pengalaman Berbahasa menuntut waktu yang lebih banyak dari metode
yang lain, maka guru terlebh dahulu membuat metode yang tepat dalam pembelajran berbicara
denga Pendekatan Pengalaman Berbahasa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tujuan
pembelajaran dapat tercapai.c. Karena dalam pembelajaran menggunakan Pendekatan
Pengalaman Berbahasa melibatkan semua keterampilan berbahasa seperti menyimak, membaca,
dan menulis, serta sejumlah kosakata, maka guru harus dapat memilih tema-temayang sesuai
dengan kemampuan berpikir anak, dan kapan harus mengajarkannya kepada siswa.
Pendekatan Pengalaman Berbahasa merupakan suatu pendekatan yang bisa digunakan untuk
pengajaran berbicara yang diikuti oleh keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa lisan anak merupakan landasan utama dalam
pengelolaan pembelajaran berbicara. Pendekatan Pengalaman berbahasa ini sangat menekankan
arti pentingnya kondisi awal pembelajar dalam hal kemampuan bahasa lisan. Dengan demikian,
pelaksanaan pembelajaran berbicara senantiasa diawali oleh penggalian pengalaman berbahasa
anak yang diungkapkan secara lisan, kemudian direkam ke dalam bentuk tulisan maupun dalam
bentuk kaset. Hasil rekaman inilah yang kemudian dijadikan alat untuk pembelajaran berbicara.
Dengan kata lain, pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan belajar dari anak,
untk anak, dan oleh anak.
Harapan dari pembelajaran dengan pendekatan seperti inii adalah pembelajar akan lebih berhasil
manakala sejak awal si pembelajar meyakini dirinya mampu dan bisa melakukan sesuatu.
Dengan bahan ajar yang digali dari siswa sendiri, siswa diharapkan lebih mudah memahami
dalam pembelajaran. Dengan cara seperti ini siswa akan memiliki rasa percaya diri dan
menganggap semua yang dipelajari adalah sesuatu yang bermakna (memiliki nilai guna).i.
Prosedur PBB dalam Pembelajaran Berbicara
1) Mengidentifikasi minat, latar belakang pengalaman, dan fasilitas bahasa lisan anak.
Pada langkah ini, guru berdialog atau mengadakan percakapan ringan dengan anak. Misalnya
bertanya tentang nama, kesukaan, tentang berita atau kejadian aktual di sekitar lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan sekolah. Langkah ini dimaksudkan untuk merancang dan
membangkitkan skemata anak, sehingga dia dapat mengeluarkan pikiran dan perasaannya pada
saat guru memintanya.
2) Merencanakan dan mendiskusikan pengalaman anak atau topik tertentu yang dipilih anak.
Langkah ini dimaksudkan untuk menggali pengalaman bahasa anak. Melalui rangsangan tertentu
yang kemudian dijadikan topik diskusi, guru membimbing anak untuk dapat mengekspresikan
pengalamannya melalui bahasa lisan.
3) Mencatat dan merekam bahasa (cerita) anak
Pembelajaran pada tahap ini, siswa menuliskan ataupun membacakan hasil tulisannya di depan
kelas. Hal ini dimaksudkan bahwa bacaan-bacaan lain yang ditulis orang lain dihasilkan melalui
proses yang sama seperti yang dilihat dan dialaminya pada saat itu.
Pada langkah ini, barulah pembelajran yang sesungguhnya dimulai. Berdasarkan hasil rekaman
pengalaman berbahasa siswa, guru mengawali pembelajaran berbicara. Dengan cara
membacakan ataupun memperdengarkan hasil rekaman pada siswa, guru mengajarkan hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam kegiatan berbicara serta melatih keterampilan berbicara siswa
sampai akhirnya siswa mempunyai keberanian dan keterampilan dalam menyampaikan gagasan,
pendapat, ide, dan menceritakan kembali kepada orang lain baik secara lisan maupun secara
tertulis.
Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan
berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah
tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan
berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan
tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan
prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian
kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur
sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).
b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?
c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internall
memahami bahasa yang digunakan?
d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui tugas
bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara siswa dibutuhkan format penilaian
berbicara. Berikut merupakan format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifikasi dari
penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).
Nama : Pengamat :
Tanggal : Hasil :
Lafal 5 4 3 2 1
Kosakata 5 4 3 2 1
Struktur 5 4 3 2 1
Materi 5 4 3 2 1
Kelancaran 5 4 3 2 1
Gaya 5 4 3 2 1
Jumlah 5 4 3 2 1
Kriteria Penilaian:
A. Aspek Kebahasaan
a. Lafal
3 Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi kurang tepat
2 Pelafalan fonem kurang jelas terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat.
1 Pelafalan fonem tidak jelas, banyak dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak tepat
b. Kosakata
5 Penguasaan kata-kata, istilah, dan ungkapan yang tepat, sesuai dan variatif
4 Penggunaan kata, istilah dann ungkapan kurang tepat, kurang sesuai meskipun variatif
3 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang dan kurang sesuai serta kurang bervariatif
2 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas
1 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas
c. Struktur
3 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan tepat2 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang
an banyak jenisnya
B. Aspek Nonkebahasaan
a. Materi
5 Topik dan uraian sesuai, mendalam, mudah dipahami dan unsur wacana lengkap
4 Topik dan uraian sesuai, kuarang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
3 topik dan uraian sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
2 topik dan uraian kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
1 topik dan uraian tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
b. Kelancaran
c. Gaya
5 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, luwes
3 Gerakan, buasana santun, wajar, kurang tepat, kurang luwes2 Gerakan, busana kurang santun,
kurang wajar, kurang tepat, kurang luwes
1 Gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat, dan tidak luwes
PENUTUP
Setiap kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai target hasil belajar tertentu. Salah satu
target hasil belajar yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran berbicara di sekolah dasar
adalah siswa. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa SD karena keterampilan ini
secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa
dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan
kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran.
Pembelajaran berbicara di sekolah dasar dilaksanakan dengan berbagai metode. Setiap metode
pembelajaran berbicara mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing. Metode yang satu
akan melengkapi metode yang lain. Guru dapat memilih salah satu atau menggabungkan
berbagai metode sesuai dengan kondisi siswa dan tersedianya sarana pendukung lainnya. Selain
itu, guru juga boleh menciptakan model baru dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara.
Pendekatan pengalaman berbahasa merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh
guru untuk meningkatkan kelancaran dalam berbicara di sekolah dasar, karena dalam endekatan
pengalaman berbahasa, materi dikembangkan oleh guru bersamasama dengan muridnya secara
tatap muka. Dalam kegiatan pengembangan materi itu dapat dikembangkan semua keterampilan
berbahasa; menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan
padukannya semua keterampilan dalam suatu kegiatan itu guru dituntut untuk lebih kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Badudu (1993:131)
Tompkins, Gail E & Hosskisson.1993. Language arts: content and teaching strategies. New
York: Macmillan College Publishing Company.
https://truestoryeka.wordpress.com/2012/01/28/makalah-keterampilan-berbicara/
I Pengertian Berbicara
• Berbicara adalah : Suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
• Berbicara adalah : Proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan
din sebagai anggota masyarakat.
• Berbicara adalah : Ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar
alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan
ide baru.
• Berbicara ada!ah : Tingkah laku yang dipelajari di Iingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan
lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum masuk sekolah.
http://makalahdanskripsi.blogspot.co.id/2009/03/pengertian-berbicara.html
B. BERBICARA
Kegiatan berbicara adalah kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dalam keseharian kehidupan kita
sebagai manusia. Sehingga sejak dini melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa dilatih
untuk belajar bicara. Tujuan dari belajar berbicara adalah menyampaikan buah pikiran, gagasan
dan ide dengan bahasa yang dapat dipahami orang lain dengan tingkat kebahasaan sesuai dengan
karakter umur dan kelompok kelas siswa bersangkutan. Dengan berbicara maka segala unek-
unek, gagasan, ide dan pendapat akan tersampaikan. Apabila isi dari pembicaraan seseorang
mendapat tanggapan yang baik dari si penyimak maka akan menciptakan efek kepercayaan diri
yang lebih dari si pembicara untuk selanjutnya berkreasi menyampaikan gagasan lainnya.
Melalui penyampaian gagasan akan berdampak pada daya imajinasi siswa dalam mengolah
pikirannya sehingga akan meningkatkan daya pikir dan logika. Tak ayal lagi hanya melalui
melatih siswa dalam berbicara mereka akan berkreasi tanpa batas menghasilkan manusia-
manusia unggul dan berhasil kelak dikemudian hari.
http://baliteacher.blogspot.co.id/2011/05/metode-pembelajaran-berbicara-bahasa.html
Pengertian Berbicara
Berbicara adalah aktivitas Manusia untuk dapat berkomunikasi atau berinteraksi antar sesama
Manusia. Di dalam merakukan komunikasi Manusia melakukan interaksi social kepada suatu
lingkungan. Lingkungan luas menjadi interaksi social yang perlu di lakukan agar dapat menjadi
Manusia yang di kenal dengan Manusia lain. Manusia berbicara menggunakan mulut untuk
mengeluarkan suara atau bunyi yang di keluarkan.
Bunyi yang di keluarkan memiliki artian yang di sepakati oleh masyarakat luas. Bukan hanya itu
saja, Manusia berkomunikasi tidak hanya melalui mulut saja tetapi dapat lewat bahasa tubuh dan
lewat media apa saja. Dengan berbicara kita dapat berinteraksi dan mendekatkan kita kepada
masyarakat luas.
Pengertian berbicara memiliki arti luas dan banyak sekali. Para ahli memberikan pendapatnya
tentang berbicara yaitu adalah sebagai berikut:
1. Akhmadi
Berbicara merupakan suatu keterampilan di dalam menciptakan arus system bunyi artikulasi
yang memiliki kegunaan untuk menyampaikan suatu keinginan, perasaan, dan kehendak kepada
orang lain.
2. Laksana
Berbicara merupakan perbuatan yang menghasilkan suatu bahaya yang dapat di gunakan untuk
berkomunikasi, merupakan berbahasa yang merupakan salah satu keterampilan dasar.
Berbicara merupakan alat komunikasi yang di gunakan antar anggota masyarakat dengan alami
guna menyampaikan suatu pikiran dan suatu tingkah laku di dalam melakukan sosialisasi.
4. Badudu-Zain
5. Taringan
Berbicara merupakan proses yang berguna dalam menyampaikan informasi dari pembicara atau
sumber kepada pendengar. Yang memiliki ujuan untuk mengubah keterampilan, pengetahuan,
dan juga sikap dari si pendengar yang di libatkan informasi yang terlah di terimanya.
Sekianlah penjelasan mengenai 6 Pengertian Berbicara Menurut Para Ahli yang di jelaskan
oleh seputarpengetahuan. Dengan berbicara dapat membuat Manusia bersosialisasi kepada
http://www.spengetahuan.com/2016/10/6-pengertian-berbicara-menurut-para-ahli.html
Tujuan berbicara
a. Tujuan Sosial
manusia sebagai makhluk sosial menjadikan kegiatan berbicara sebagai sarana untuk
membangun konsep diri (dengan bahasa orang dapat mengetahui kepribadian orang lain),
eksistensi diri (dengan berbicara, seseorang akan dipandang sebagai orang yang eksis),
kelangsungan hidup (dengan berbicara orang dapat mengungkapkan keinginannya kepada
orang lain), memperoleh kebahagiaan, dan menghindari tekanan serta ketegangan.
b.Tujuan Ekspresif
dalam tujuan ekspresif, berbicara digunakan manusia sebagai alat untuk
menyampaikan perasaannya. Contohnya Dengan bahasa yang penuh kasih sayang, seorang
mahasiswa dapat mengekspresikan rasa cinta kepada seorang mahasiswi, kadang-kadang
didukung oleh simbol-simbol di luar bahasa, misalnya dengan bunga.
c. Tujuan Ritual
kegiatan ritual sering menggunakan bahasa sebagai media untuk menyampaikan pesan ritual
penganutnya. Seperti Doa. Doa yang digunakan oleh umat beragama dijadikan sarana untuk
berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini menggambarkan bahwa bahasa sebagai media
berbicara digunakan juga untuk tujuan-tujuan yang bersifat ritual.
d.Tujuan Instrumental
kegiatan berbicara digunakan sebagai alat untuk memperoleh sesuatu (jabatan, pekerjaan, dan
lain-lain).
https://zerrox145.blogspot.co.id/2013/11/tujuan-berbicara_18.html
Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami
apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara
mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan
menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Gorys Keraf dalam St. Y. Slamet dan Amir (1996: 46-47) mengemukakan tujuan berbicara diantaranya
adalah untuk meyakinkan pendengar, menghendaki tindakan atau reaksi fisik pendengar,
memberitahukan, dan menyenangkan para pendengar. Pendapat ini tidak hanya menekankan bahwa
tujuan berbicara hanya untuk memberitahukan, meyakinkan, menghibur, namun juga menghendaki
reaksi fisik atau tindakan dari si pendengar atau penyimak.
Tim LBB SSC Intersolusi (2006:84) berpendapat bahwa tujuan berbicara ialah untuk: (1) memberitahukan
sesuatu kepada pendengar, (2) meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, dan (3) menghibur
pendengar. Pendapat ini mempunyai maksud yang sama dengan pendapat-pendapat yang telah
diuraikan di atas.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan berbicara secara umum ialah untuk
memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau
mempengaruhi penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau
penerima informasi.
http://www.kajianpustaka.com/2013/06/pengertian-tujuan-dan-tes-kemampuan.html
TUJUAN BERBICARA
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami
apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara
mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan
menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Gorys Keraf dalam St. Y. Slamet dan Amir (1996: 46-47) mengemukakan tujuan berbicara diantaranya
adalah untuk meyakinkan pendengar, menghendaki tindakan atau reaksi fisik pendengar,
memberitahukan, dan menyenangkan para pendengar. Pendapat ini tidak hanya menekankan bahwa
tujuan berbicara hanya untuk memberitahukan, meyakinkan, menghibur, namun juga menghendaki
reaksi fisik atau tindakan dari si pendengar atau penyimak.
Tim LBB SSC Intersolusi (2006:84) berpendapat bahwa tujuan berbicara ialah untuk: (1) memberitahukan
sesuatu kepada pendengar, (2) meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, dan (3) menghibur
pendengar. Pendapat ini mempunyai maksud yang sama dengan pendapat-pendapat yang telah
diuraikan di atas.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan berbicara secara umum ialah untuk
memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau
mempengaruhi penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau
penerima informasi
Ciri-Ciri Pembicara Terbaik
1. Mereka memandang suatu hal dari sudut pandang yang baru, mengambil titik pandang
yang tak terduga pada hal-hal yang umum.
2. Mereka memiliki cakrawala luas. Mereka memikirkan dan membicarakan isu-isu dan
beragam pengalaman di luar kehidupan mereka sehari-hari.
3. Mereka antusias, menunjukkan minat besar pada apa yang mereka perbuat dalam
kehidupan mereka, maupun pada apa yang Anda katakan pada kesempatan itu.
4. Mereka tidak pernah membicarakan diri mereka sendiri.
5. Mereka sangat ingin tahu. Mereka bertanya, “mengapa?” Mereka ingin tahu lebih
banyak mengenai apa yang Anda katakan.
6. Mereka menunjukkan empati. Mereka berusaha menempatkan diri mereka pada posisi
Anda untuk memahami apa yang Anda katakan.
7. Mereka memiliki selera humor, dan tidak keberatan mengolok-olok diri sendiri.
Sungguh, seorang pembicara terbaik sering mengisahkan pengalaman konyol mereka
sendiri.
8. Mereka memiliki gaya bicara sendiri.
https://hirzithariqi.wordpress.com/tag/ciri-ciri-pembicara-yang-baik/
Setiap orang memunyai ciri-ciri kepribadian yang berbeda-beda. Dari uaraian yang diungkapkan oleh
Larry King, dalam bukunya "Seni Berbicara kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja", terdapat
kesamaan ciri-ciri pembicara yang terbaik yaitu:
http://arisychology.blogspot.co.id/2012/01/ciri-ciri-pembicara-terbaik.html
Seorang pembicara yang baik harus mempu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang
dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain
menguasai topik, seorang pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas
dan tepat.Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat menjadi pembicara yang baik.
1. Faktor Verbal
a) Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini
akan mengganggu keefektifan berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat
akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat
mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang
terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau
pemakainya (pembicara) dianggap aneh.
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan
kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik,
dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya
menjadi menarik.Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan
menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku
kata yang kurang sesuai akan mengakibatkan kejanggalan.
Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih pada cara berbicara
pembicara,sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang
diperhatikan.Akibatnya, keefektifan komunikasi akan terganggu.
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Dalam setiap pembicaraan pemakaian kata-kata
populer tentu akan lebih efektif daripada katakata yang muluk-muluk. Kata-kata yang belum dikenal
memang mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Hendaknya
pembicara menyadari siapa pendengarnya, apa pokok pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan
katanya dengan pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang
mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya.
d) Ketepatan sasaran pembicaraan Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang
menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang
pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu
menimbulkan pengaruh,meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat.
2. Faktor Nonverbal
a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku Pembicaraan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan
memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara
sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya.
Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. Penguasaan materi
yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau
sudah terbiasa,lamakelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar
b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada
semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa
kurang diperhatikan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi
melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya
diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan.
c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang
pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia
menerima kritik,bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. Namun, tidak berarti si
pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya. Ia juga harus mampu
mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja pendapat itu harus mengandung
argumentasi yang kuat, yang diyakini kebenarannya.
d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang
keefektifan berbicara. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak
tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik
yang berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Mungkin perhatian pendengar akan terarah
pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami.
e) Kenyaringan suara Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan jumlah
pendengar. Yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya
dapat didengar oleh pendengar dengan jelas.
f) Kelancaran Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi
pembicaraannya. Seringkali pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang
terputus itu 20 diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar, misalnya
menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga
akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.
g) Relevansi/Penalaran Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis.Proses berpikir untuk
sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam
kalimat,hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
h) Penguasaan Topik Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik
yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
kelancaran. jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.
http://pendidikansrg.blogspot.co.id/2016/03/faktor-faktor-penunjang-keefektifan.html
tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar.
Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai
gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan,
perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok,
dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai,
akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti
oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham,
kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya,
kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata
yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa
ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-
kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret menunjukkan
aktivitas akan lebih mudah dipahami pembicara . Namun, pilihan kata itu tentu harus kita
Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk
menyusunnya menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks.
1. memiliki kosakata
4. memahami hubungan-hubungannya,
5. memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah
Ada 6 kriteria yang dapat digunakan untuk memilih kata, yaitu criteria
1. humanis antropologis
2. linguistis pragmatis
3. sifat ekonomis
4. psikologis
5. sosiologis
6. politis.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat digunakan beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari
segi
1. bentuk kata
3. makna kata
7. idiom.
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif
sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan
pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh,
berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap
tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan
pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan
perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal
atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal,
faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-
mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika
berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang
kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran
gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang
mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang
digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari
segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu
termasuk dalam kategori “mahasiswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor
matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam
menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau
gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang
digunakan.
nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik.
Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik
keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi
penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara
dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya
Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi
yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran,
faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan
eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pembicara,
sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara (Taryono,
1999:68). Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut.
1. Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak
sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil
2. Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan
mental yang temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang
temporer misalnya rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental
yang bersifat laten ada empat jenis yaitu tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe
a. kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, dan tata makna;
1. hambatan yang berupa suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar ruang;
2. hambatan yang berupa gerak, sering terjadi dalam berbicara informal, misalnya di atas bus kota,
3. hambatan yang berupa cahaya, dapat terjadi jika pembicaraan dilakukan di malam hari atau
4. hambatan yang berupa jarak, hal ini sering terjadi jika pendengar atau pembicara tidak
sebagai berikut :
Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak akan dia tulis.
Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu mempelajari kapan seharusnya
tidak berbicara. Kita tentu pernah memdengar pepatah “bicara itu perak, diam itu emas”, entah
perkataan itu benar atau tidak akan tetapi sebelum membahasa bagaimana seharusnya berbicara
akan lebih baik kalau kita terlebih dulu memahami bagaimana seharusnya tidak berbicara kita
diam bukan berarti tidak bersuara. Mungkin kita sedang mempraktekkan ilmu padi semakin
merunduk semakin berisi. Karena didalam berbicara kita harus tahu berbicara dengan siapa dan
Sering juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak salah, mengapa demikian karena
tidak bisa menguasai suasana. Coba kita renungkan, jika teman kita sedang menghitung uang,
apakah kita akan terus menerus berbicara? Tentu tidak, apabila kita kita terus menerus berbicara
a. Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih dahulu
memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu memilih topic-topik
yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang kita ajak bicara tidak banyak suka
politik. Bila kita lakukan maka kemungkinana besar orang-orang yang kita ajak bicara akan tutup
b. Meminta pendapat, kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita meminta pendapat
dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan demikian pembicaraan kita tidak bisa
timbal balik
c. Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok, sebagai pembicara yang baik kita perlu
mengajak orang-orang disekitar kita atau orang-orang yang kita ajak bicara untuk ikut serta
dalam pembicaraan. Khususnya mereka yang tampaknya enggan untuk bergabung dan dengan
berbagai macam cara misanya memacing orang yang kurang terlibat itu dengan topic yang anda
d. Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan, dalam berbicara kita tidak perlu berbicara
terus menerus seperti seorang monolog atau interrogator, walaupun demikian juga jangan terlalu
sedikit berbicara. Bila kita terlalu pelit berbicara, orang-orang akan menganggap kita tidak cukup
untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan sosial atau untuk memecahkan
keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topic hangat dan yang