Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PEMBUATAN ROTI DAN YOGHURT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Teknologi Pengolahan Pangan

Dari Ibu Mustika N.H, S.T.P., M.Pd & Ibu Dewi Nur Azizah S.T.P.,M..P

OLEH:
KELOMPOK 10
Ginggi Khansa Julyanidar (1501442)
Lili Nailufhar (1504738)
Sabila Nuramalina (1501811)
Sonhaji (1507139)
TB Zainal Muttaqin (1506757) Tidak Mengirim Pembahasan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2016
BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penerapan bioteknologi pada umunya mencakup produksi sel atau biomassa


dan perubahan atau reformasi kimia yang diinginkan. Misalnya saja pada
pembuatan roti dengan melibatkan suatu organisme patogen seperti
mikroorganisme.
Salah satu bahan baku roti yang paling peting dalam proses pembuatan soft
bread adalah ragi atau yeast. Ragi adalah mikroorganisme hidup yang
berkembangbiak dengan cara memakan gula. Fungsi utama ragi adalah
mengembangkan adonan. Pengembannan adonan terjadi karena ragi menghsilkan
gas karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap
dalam jaringan gluten yang menyebabkan roti bias mengembang. Komponen lain
yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol yang
berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam
proses pengembangan roti.
Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara
sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang
terbentuk sebagai hasil fementasi dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang
juga mengembang dan membentuk film tipis. Beberapa faktor yang
mempengaruhi daya produksi gas adalah konsentrasi ragi roti, gula, malt,
makanan ragi dan susu selama berlangsungnya fermentasi.
Kualitas roti secara umum disebabkan kaena variasi dalam penggunaan bahan
baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan mempeunyai
kualitas yang baik, dan proses pembuatannya benar, maka roti yang dihasilkan
akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk roti sangat
bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan dalam
pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi adanya variasi
selera dan daya beli konsumen (Desrosier, 1987).
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang bisa digunakan untuk
roti adalah tepung gandum, jagung dan lain sebagainya. Untuk roti yang
memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum karena beberapa
jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan
menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang
selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas
yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali, yang harus
dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya.
Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan
kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Roberts, 1989).
Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan
membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9.
Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat
dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang
memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Air yang digunakan dalam industri makanan pada
umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak
mempunyai rasa dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan
tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat
meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati menurun (Gumbiro, 1987).
Pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang.
Ragi/yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-
aduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast
sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya
dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini.
Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula,
maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh
adonan sehingga adonan menjadi mengembang (Rukmana, 2001).
Bioteknologi adalah salah satu cabang disiplin ilmu biologi yang
membahas tentang pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk
menghasilkan barang dan jasa. Produk bioteknologi sengat beragam, ada produk
bioteknologi konvensional maupun bioteknologi modern. Bioteknologi modern
umumnya menggunakan bagian dari agen hayati dan merubah sifat tersebut, dalah
hal merekombinasi atau memunculkan sifat produk yang diinginkan. Sedangkan
bioteknologi konvensional lebih kepada menggunakan agen hayati secara utuh
tanpa mengubahnya, untuk menghasilkan produk, dimana prosesnya juga masih
terbilang sederhana. Contoh produk bioteknologi konvensional yang
menggunakan mikroorganisme adalah tempe, tapai ketan, poteng, kimchi, keju,
dan yoghurt.
Yoghurt merupakan salah satu produk pangan yang memanfaatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan komponen tertentu sehingga diperoleh
kekhasan tekstur, rasa, warna maupun aromanya. Yoghurt tak hanya memiliki
kekhasan fisik saja, kandungan probiotiknya pun menguntungkan, diantaranya
mencegah kanker usus serta berfungsi sebagai pengganti susu bagi penderita
lactose intolerance. Bakteri yang terdapat dalam susu fermentasi adalah bakteri
probiotik yang dapat memproduksi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkannya
ini mampu melakukan metabolisme kolesterol yang berasal dari makanan menjadi
bentuk sterol yang tidak dapat diserap oleh usus. Karenanya yoghurt dapat
menurunkan kolesterol. Manfaat lain dari yoghurt adalah mencegah hipertensi dan
penyakit jantung koroner.Bakteri dari yoghurt dapat hidup di dalam usus dan
bersimbiosis dengan mikroflora lainnya. Adanya bakteri yang menguntungkan
dalam usus memberikan kondisi yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba
patogen. Manfaatnya, berbagai penyakit akibat infeksi atau keracunan mikroba
dapat dihindari akibat terhambatnya pertumbuhan mikroba patogen.
Karena manfaat-manfaat tersebut, perlu dipelajari lebih lanjut mengenai
cara pembuatan yoghurt yang baik dan tepat agar yoghurt yang dihasilkan aman
untuk dikonsumsi dan memiliki cita rasa yang disenangi konsumen. Pembuatan
yoghurt menggunakan mikroorganisme. Oleh karena itu, pembuatannya harus
benar-benar steril karena proses pembuatan yoghurt rentan dengan kontaminasi
mikroorganisme lainnya terutama yang merugikan dan berbahaya, sehingga
dilakukan praktikum bioteknologi mengenai proses pembuatan yogurt.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fementasi dalam pembuatan roti

Pembuatan roti merupakan salah satu proses fermentasi dan tergolong


kedalam Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup (bakteri,fungi,virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk
hidup (enzim,alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan
jasa. Bioteknologi terbagi menjadi dua, yaitu bioteknologi konvensional
(tradisional) dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional biasanya
menggunakan mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dll, sedangkan bioteknologi
modern biasanya menggunakan teknologi-teknologi yang dapat membantu kita
dalam proses pengkloningan, dan kultur jaringan.Pengolahan makanan dengan
cara fermentasi merupakan jenis pengolahan makanan yang cukup tua. Secara
tradisional banyak dilakukan ditingkat rumah tangga. Indonesia sangat kaya akan
produk-produk pangan hasil proses fermentasi. Salah satu contohnya roti.

Roti adalah salah satu makanan tertua di dunia. Sejarah roti yang panjang
konon berawal dari Mesir dan Mesopotamia. Roti ditemukan saat mereka mencari
cara lain untuk menikmati gandum. Gandum yang awalnya dikonsumsi langsung
ternyata dapat dilumat bersama air sehingga membentuk pasta. Pasta yang
dimasak di atas api kemudian mengeras dan dapat disimpan beberapa hari. Teknik
paling dasar membuat roti seperti ini masih digunakan dibeberapa Negara walau
perkembangan teknik dan jenis roti modern semakin beragam. Sebut saja Tortila
Mexico, Roti Canai India, Pitabread di Timur Tengah dan lain-lain. Roti-roti
semacam ini dikenal lebih dengan nama istilah roti datar.Sementara ragi roti
ditemukan saat orang-orang Mesir menyimpan sedikit adonan dari hari
sebelumnya dan ditambah kan pada adonan yang baru.Kemudian dikembangkan
pula jenis gandum yang baru yang memungkin kan terciptanya jenis roti yang
baru.

Di zaman dahulu warna roti membedakan ‘kelas’ dalam masyarakat.


Semakin gelap warna roti yang dikonsumsi maka semakin rendah satus
sosialnya.Hal ini dikarenakan tepung putih yang mahal. Tetapi zaman sekarang
roti berwarna gelap justru lebih mahal karena rasanya yang lebih enak dan
kandungan gizinya lebih tinggi. Pembuatan roti terus berkembang. Kita mengenal
berbagai macam bentukdan rasa roti. Di Indonesia kita biasa makan roti tawar
yang empuk, berwarna putih, berbentuk kotak dan kulitnya tipis. Orang Perancis
lebih menyukai roti panjang dan langsing seperti tabung, kulitnya tebal tetapi di
dalamnya empuk.Sementara orang Jerman dan Rusia menyukai roti dari gandum.
Saat ini roti sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya
berbetuk datar, kita bias menikmati roti dalam aneka bentuk, rasa dan
ukuran.Tinggal pilih mana saja yang kita sukai.

Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan


bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan
mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang
dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk
bakery sangat bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang
digunakan dalam pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi
adanya variasi selera dan daya beli konsumen (Desrosier, 1987).

Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki


sifat dapat memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast),
memperbaiki sifat osmotolesance (sweet dough yeast), rapid fermentation
kinetics, freeze dan thaw tolerance, dan memiliki kemampuan memetabolisme
substrat. Pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk mengembangkan
adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol)
(Dwijoseputro, 1990).

Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan
untuk roti adalah tepung gandum, jagung, havermouth, dan sebagainya. Untuk roti
yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena
beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan
menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang
selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas
yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali, yang harus
dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya.
Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan
kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Roberts, 1989).

Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan
membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9.
Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat
dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang
memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Air yang digunakan dalam industri makanan pada
umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak
mempunyai rasa dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan
tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat
meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati menurun (Gumbiro, 1987).

Pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang.


Ragi/yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-
aduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast
sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya
dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini.
Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula,
maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh
adonan sehingga adonan menjadi mengembang (Rukmana, 2001)

2.2. Fermentasi dalam pengolahan yoghurt

Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah
dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman
bau dan rasa yang khas, dengan atautanpa penambahan bahan lain yang diizinkan
(DSN. 1992). Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten
dan tidak ada sineresis. Bahan baku dan ingridien dengan komposisi dan
formulasi yang tepat serta proses pengolahan yang benar dibutuhkan untuk
menghasilkan yoghurt dengan tekstur dan konsistensi yang baik. Tipe yoghurt
dapat dibagi menjadi beberapa kategori, umurnnya berdasarkan kandungan lemak,
metode pembuatan dan flavor. Yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya
dibedakan dalam tiga kategori yaitu: 1) yoghurt yang mengandung minimum
3,25oh lemak susu:2) yoghurt yang mengandung lemak susu 1-3,25Yo; dan 3)
yoghurt rendah lemak yaitu bila mengandung lemak susu kurang dari l%
(Tamime, 1990). Berdasarkan metode pembuatannya. tipe yoghurt dibagi menjadi
set yoghurt dan stined yoghurt.

Set yoghurr dituang ke dalam kemasan akhir setelah tahap inokulasi.


Pewarna atau flavor ditambahkan kedalam kemasan akhir sebelum susu
diinokulasi untuk membantu proses pengadukan kemudian kemasan akhir akan
diinkubasi pada suhu yang sesuai. Jika pH yang diinginkan sudah dicapai,
kemasan didinginkan. Koagulum yang dihasilkan kompak dan hasil gel berbentuk
semi padat, sehingga disebut 'set'. Sel yoghurt difermentasi dalam kemasan akhir,
inkubasi dapat dilakukan dalam waterbath, dalam ruangan dengan suhu terkontrol
atau melalui heated tunnel. Stirred yoghurt fermentasi susu dilakukan pada tangki
fermentor atau wadah besar dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam
kemasan kecil. Berdasarkan flavornya, yoghurt dibedakan menjadi natural
yoghurt dan fruit yoghurt. Natural atau plain yoghurt adalah yoghurt tanpa
penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam sedangkanfruit
yoghurt adalah yoghurt yang diberi flavor sintetik dan zat pewarna. Yoghurt
mengandung bakteri hidup sebagai probiotik, yaitu mikroba dari makanan yang
menguntungkan bagi mikroflora di dalam saluran pencemaan. Sejauh ini jenis
probiotik yang paling umum adalah bakteri asam laktat dari golongan
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus themophilus, dan Lactobacillus casei. Di
dalam yoghurt biasanya mengandung jutaan hingga milyaran sel bakteri-bakteri
ini setiap mililiternya. Keberadaan bakteri yang banyak di dalam yoghurt memang
berkaitan dengan proses pembuatannya (Paramita, D. 2008).

(Sugiarto. 1997) mengemukakan beberapa tujuan kesehatan yang telah


dibuktikanmelalui konsumsi susu fermentasi, termasuk yoghurt, yaitu memacu
pertumbuhan karena meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat gSzi,
mengurangi atau membunuh bakteri jahat dalam saluran pencernaan,
menorrnalkan kerja usus besar (mengatasi konstipasi dan diare), memiliki efek
anti kanker, mengatasi masalah lactose intolerance, berperan dalam detoksifikasi
dan mengatasi stres, serta mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan tekanan
darah.
BAB III.

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu : Senin, 18 April 2016

Tempat : Laboratorium Pengolahan Pangan Pend.Teknologi Agroindustri


FPTK UPI BANDUNG

3.2. Alat dan Bahan

1. Fermentasi pada Pembuatan Roti


Alat-alat yang digunakan dalam fermentasi pada pembuatan roti yakni oven,
loyang, baskom, penggiling adonan, kain basah, dan penggaris.
Bahan-bahan yang digunakan dalam fermentasi pada pembuatan roti yakni
terigu, ragi roti, kuning telur, margarin, gula, garam, dan susu bubuk.
2. Fermentasi pada Pembuatan Yoghurt
Peralatan yang digunakan dalam fermentasi pada pembuatan yoghurt yaitu
kompor, panci, gelas ukur, aluminium foil, inkubator, hot plate stearer,
termometer, pH meter, botol vial, dan beaker glass.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam fermentasi pada pembuatan yoghurt yaitu
susu sapi, dan starter yoghurt.
3.3. Prosedur Kerja

1. Fermentasi pada Pembuatan Roti


Adapun tahap-tahap fermentasi pada pembuatan roti dapat digambarkan pada
diagram alir di bawah ini.
2. Fermentasi pada Pembuatan Yoghurt
Adapun tahap-tahap fermentasi pada pembuatan yoghurt dapat digambarkan
pada diagram alir di bawah ini.

Mempersiapkan
Susu Bubuk, dan
Starter Yoghurt

Melakukan
Pasteurisasi LTLT dan
HTST pada susu sapi

Mendinginkan hingga
suhu 45oC

Menginokulasi 5%
starter yoghurt

Menginkubasi selama
4 jam pada suhu 45oC

Mengamati sifat
sensori yoghurt
BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Yoghurt

Kelompok 7 8 9 10 11 12
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih
susu susu susu susu susu susu
Aroma Khas Khas Khas Khas Khas Khas
yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt
Tekstur +++ +++ +++ ++ +++ +++
Rasa Asam Asam Asam Asam Asam Asam
pH 4,34 4,38 4,44 4,34 4,37 4,36

Roti

Kelompok 7 8 9 10 11 12
Warna Kunin Kuning Kuning Kuning Kuning Coklat
g keemasa kecoklata keemasa keemasa kekuninga
n n n n n
Tekstur Luar : halus Luar : Luar : Luar : Luar :
keras keras keras keras keras
Dalam Dalam : Dalam : Dalam : Dalam :
: empuk empuk empuk empuk
empuk
Aroma Khas Khas roti Khas roti Khas roti Khas roti Khas roti
roti
Rasa Tawar Tawar Gurih Tawar Tawar Asin
Kenampaka Halus Halus Halus Pori-pori Padat Halus
n bantet bantet bantet halus tidak bantet
permukaan berpori
Ukuran 1,3 cm 2,4 cm 2,5 cm 4,5 cm 2,5 cm 2 cm
adonan roti
sebelum
inkubasi
Ukuran 1,4 cm 2,4 cm 2,7 cm 5 cm 2,6 cm 2 cm
adonan roti
setelah
inkubasi
Ukuran 2 cm 3 cm 3,1 cm 5,5 cm 2,7 cm 2,9 cm
adonan roti
setelah
dipanggang
4.2. Pembahasan

Nama : ginggi khansa julyanidar tanggal pratikum:18 April 2016

Nim :1501442 tanggal laprak : 24 April 2016

Judul praktikum : fermentasi pada pembuatan roti dan fermentasi dalam


pengolahan yughurt

Roti emang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat dan sebenarnya
pembuatan roti itu tegantung pada jenis tepung yang digunakannya dikarenakan
setiap jenis tepung memiliki kegunaannya tersendiri. Roti termasuk bahan
makanan yang menggunakan tepung hard flour atau yang sering disebut sebagai
tepung yang berprotein tinggi. Dan jenis ini dapat berpengaruh pada proses
fermentasi dalam pembuatan roti

Tepung terigu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Hard Wheat (terigu protein
tinggi), dengan kandungan protein 11-13% yang baik digunakan sebagai bahan
baku roti (roti tawar, roti manis, dll) dan mie karena sifatnya yang elastis dan
mudah di fermentasikan. Medium Wheat (terigu protein sedang), dengan
kandungan protein 10%-11% yang baik digunakan untuk pembuatan donat,
bakpau atau aneka cake. Soft Wheat (terigu protein rendah), dengan kandungan
protein 8%-9% yang baik digunakan untuk membuat kue kering, biskuit, pastel
dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi (Sutomo, 2008, dalam
Nur’aini, A. 2011).

Hubungan antara penggunaan tepung hard flour dengan proses fementasi


yaitu, Gluten yaitu jenis protein dalam terigu yang terdiri dari gliadin dan glutenin
sekitar 85% dan yang 15% protein lain seperti albumin, globulin, peptida, asam
amino dan enzim. Gluten berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan
serta kekenyalan makanan atau menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan
terigu dapat dibuat lembaran, digiling, dan mengembang (Utami, 2010).
Menurut Astawan (dalam Nur’aini, A. 2011)) semakin kuat gluten
menahan gas CO2, semakin mengembang volume adonan roti. Mengembangnya
volume adonan mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal
ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti.

Selain tepung terigu hal yang tidak kalah penting dalam fermentasi
pembuatan roti adalah ragi ragi atau Yeast adalah salah satu mikroorganisme
uniseluler yang termasuk dalam golongan fungi (Balia, 2004 dalam Nur’aini, A.
2011). Salah satu jenis yeast adalah saccharomyces cerevisiae. Jika air dalam
jumlah cukup, serta adanya gula sebagai sumber makanan bagi ragi, maka ragi
tersebut dapat tumbuh. Yeast mampu merubah gula menjadi CO2 dan senyawa
beraroma (Hendra, 2010, dalam Nur’aini, A. 2011).

Dan ragi memiliki fungsi jika ditambahkan kedalam adonan pembuatan


roti fungsi dari penambahannya yaitu. Yeast berperan menghasilkan enzim-enzim
yang mengkatalisis reaksi-reaksi dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan
oleh yeast selama proses fermentasi adalah invertase yang mengubah sukrosa
menjadi gula invert (glukosa dan fruktosa), maltase yang mengubah maltosa
menjadi glukosa dan zimase yang merupakan kompleks enzim yang dapat
mengubah glukosa & fruktosa menjadi CO2 dan alcohol. Reaksi yang dihasilkan
dari aktivitas enzim invertase, maltase dan zymase adalah

C12H22O11 + H2O 2 C6H12O6

Sukrosa + air gula invert (glukosa dan fruktosa)

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Dekstrosa etyl alkohol dan karbondioksida (Wahyudi, 2003, dalam Nur’aini, A.


2011).

Fungsi utama yeast dalam pembuatan roti untuk mengembangkan adonan,


membangkitkan aroma dan rasa dengan cara memecah gula/pati untuk
menghasilkan CO2 sebagai pelunak gluten, menghasilkan etly alkohol sebagai
memberi flavor pada proses fermentasi (Mudjajanto, 2008). Selain itu menurut
Mahsun (2010) yeast juga berfungsi untuk memberikan aroma yang baik pada
produk, mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan sehingga gluten
mampu menahan gas.

Selain dengan penambahan tepung dan ragi masih banyak komponen yang
harus ditambhankan dalam pembuatan roti seperti penambhan bumbu gula dan
garam yang akan memberikan rasa pada roti.

Gula pasir, dalam adonan sebab berperan sebagai sumber karbohidrat


untuk mendukung pertumbuhan ragi roti (Saccharomycescereviseae), yang akan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah cukup untuk
mengembangkan volume adonan secara optimal (Astawan, 2005 dalam Nur’aini,
A. 2011). Selain itu gula juga berfungsi memberi rasa, mengatur fermentasi,
memperpanjang umur roti (shelf life), menambah kandungan gizi, membuat
tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik
pada kulitkarena proses maillard atau karamelisasi (Mudjajanto, 2008, dalam
Nur’aini, A. 2011)). Gula memiliki sifat higroskopis (kemampuan menahan air),
sehingga dapat memperbaiki daya tahan roti selama penyimpanan.

Garam berfungi sebagai penambah gurih, pembangkit rasa bahan-bahan


lainya, pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi, penambah kekuatan
gluten, pengatur warna kulit, dan pencegah timbulnya bakteri-bakteri dalam
adonan. Syarat garam yang baik dalam pembuatan adonan adalah harus larut air
100%, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan, murni, dan bebas dari rasa pahit.

Jenis lemak(mentega) untuk roti adalah shortening berbentuk padat dari


tumbuhan atau hewani yang berupa mentega. Lemak berfungsi sebagai pelumas
adonan pada pengembangan sel sewaktu final proof (pengembangan akhir), yang
akan memperbaiki roti. Di samping itu,dapat menjadi pengempuk,
membangkitkan rasa lezat, membantu menahan gas karena gluten lebih mengikat
udara dan membuatvolume roti menjadi lebih baik serta membantu
mempermudah sifat pemotongan (Yayath, 2009, dalam Nur’aini, A. 2011)).

Susu yang ditambahkan pada pembuatan roti sebaiknya berupa susu padat,
karena susu padat dapat menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat
adonan. Susu berfungsi sebagai penegar protein tepung sehingga volume roti
bertambah, menambah nilai gizi karena mengandung mineral, protein, lemak, dan
vitamin. (Mudjajanto, 2008, dalam Nur’aini, A. 2011)).

Telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, perbaiki rasa, dan


penambah nilai gizi. Supaya roti lunak dapat diperoleh dengan penggunaan
kuning telur yang lebih banyak Sekitar lebih dari 85% kandungan telur segar
adalah air dan sekitar 12%-nya adalah protein, sisanya adalah lemak,
karbohidrat,berbagai vitamin dan mineral serta beragam senyawa penting lain
dalam jumlah kecil. Sifat-sifat fungsional telur meliputi gelasi, foaming atau
pembentukan busa, pegemulsi, pengikat air, lemak, cita rasa, sumber antioksidan
dan warna. Selain itu telur juga berfungsi sebagai pengikat protein dan
mempertahankan buble gas dalam adonan (Mudjajanto, 2008, dalam Nur’aini, A.
2011).

Air dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pelarut semua bahan menjadi
adonan yang kompak. Air berfungsi mengikat protein terigu sehingga membentuk
gluten dan juga sebagai pelarut bahan penunjang lainya (garam, gula, susu dan
lainya) serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan (Mudjajanto, 2008, dalam
Nur’aini, A. 2011).

Setelah semua adonan tercampur dan telah menjadi kalis adonan tersebut
disimpan ditempat yang lembab sepperti contohnya pada praktikum kali ini adalah
adonan roti ditutupi dengan kain basah dan suhu didalam tempat menjadi lembab
hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan optimal proses fermentasi
karena suhu yang lembab adalah suhu yang ideal untuk pekembangan ragi agar
tetap mempunyai aktifitas yang baik yaitu di anatara suhu 2⁰C-5⁰C. adonan
sesuai/cocok untuk aktivitas ragi. Bila suhu adonan melebihi 30°C, maka aktivitas
ragi akan berkurang sehingga fermentasi roti akan semakin lama. Akibatnya
aroma roti menjadi asam, serat roti kasar, mudah keras, dan roti menjadi tidak
tahan lama (Titan, 2005, dalam Nur’aini, A. 2011).

Inkubasi adalah proses yang harus dilalui ketikan akan melakukan


pembuatan roti. Setelah inkubasi adonan roti mengalami perubahan yang cukup
signifikan yaitu penambahan ukuran adonan roti menjadi lebih tinggi akan adanya
proses kegitan mikroorganisme(ragi) yang ada didalam adonan yang akan
menghasilkan gas gas dan akan membentuk rongga –rongga pada adonan roti.

Pada proses fermentasi terjadi penguraian karbohidrat oleh yeast yang


menghasilkan CO2, alkohol, asam serta menimbulkan panas. CO2 merupakan gas
yang menyebabkan adonan mengembang, alkohol memberikan aroma roti, asam
memberikan rasa asam dan memperlunak gluten dan panasmeningkatkan suhu
selama fermentasi (Santoni, 2009). Pembentukan gas CO2 pada proses fermentasi
sangat penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa,
sehingga aliran panas dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking
(Antara, 2009, dalam Nur’aini, A. 2011). Dalam pembuatan roti terdapat dua daya
yaitu daya poduksi gas (gas production) dan daya penahan gas (gas retention).
Gas yang dihasilkan dari yeast/Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi
adalah gas CO2. Gas retention adalah kemampuan gluten untuk menahan gas CO2
yang hasilkan oleh yeast tersebut. Gluten berfungsi sebagai rangka/penopang
struktur roti, sehingga mampu menghasilkan volume yang besar (Wirastyo, 2009,
dalam Nur’aini, A. 2011).

Pengembangan tidak berhenti pada tahap inkubasi setelah proses inkubasi


adoan roti juga akan mengalami pengembangan kembali yaitu ketika saat proses
pembakaran adonan Fungsi dari tahap ahir fermentasi adalah mengembangkan
adonan untuk mencapai bentuk dan mutu yang baik. Pada waktu proofing juga
terjadi pembentukan CO2 oleh yeast. Menurut Hidayat(dalam Nur’aini, A. 2011)
waktu proofing yang baik sekitar 15-45 menit. Suhu ruang proofing sekitar 35-
400 dengan kelembaban relatif 80-85%. Suhu optimal fermentasi yeast 35⁰C-
40⁰C. Yeast akan mati pada suhu 55⁰C - 56⁰C dan akan melambat pada suhu 26⁰
C serta aktivitasnya akan berhenti pada suhu 40⁰C (Hadiyanto, 2010, dalam
Nur’aini, A. 2011).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01‐3840‐1995,

Kriteria Uji Satuan Roti Tawar


Kenampakan - Normal, Tidak
Berjamur
Bau - Normal
Rasa - Normal
Kadar Air % b/b Maksimal 40
Kadar Abu % b/b Maksimal 1
Kadar NaCl % b/b Maksimal 2,5
Serangga - Tidak boleh ada
Sumber : Standar Nasional Indonesia (1995)

Pada table diatas diyakini bahwa roti mempunyai standar SNI yang menjadikan
standar pembutan roti sebelum dipasarkan dan sebelum dikonsumsi oleh
konsumen.

Diagram proses pembuatan roti

Campurkan gula, ragi,


susu, dan kuning telur

Masukan air , aduk


hingga kalis

Setelah setengah kalis masukan


magarine, gula dan garam aduk lagi
hingga benarbenar kalis

Diamkan adonan selama 30 menit dengan


ditutupi dengan kain basah

Bagi adonan kemudian bentuk bulatan diamkan


10 menit
Letakan pada Loyang yang telah diberi margarine diamka
30 menit hingga mengembang dalam kondisi tertutup

Panggang ruti dengan oven bersuhu 180⁰C selama


20-40 menit
Fermentasi dalam pengolahan yoghurt

Youghurt adalah jenis turunan makanan dari susu memalui proses


fermentasi, yoghurt sudah tidak asing dikalangan masyarakat dan untuk
mendapatkannya juga tidak sulit berbagi macam jenis rasa yoghurt sudah tersedia
disetiap swalayan. Yoghurt memiliki rasa yang asam dan segar maka dari itu
sudah tidak asing jika yoghurt sering dijadikan sebagai cuci mulut

Asal dari yoghurt adalah susu, Susu merupakan substansi cair yang
disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah
air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003) menyatakan susu merupakan
sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu protein
susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu sangat kaya akan lisin,
yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.

Produk-produk olahan susu telah diketahui memegang peranan penting


dalam makanan manusia di berbagai negara. Dengan tingkat nutrisinya yang
tinggi, produk olahan susu dapat dijadikan makanan tambahan walau
susu/olahannya hanya mewakili sekitar 10% konsumsi total protein. Salah satu
produk olahan susu adalah yoghurt.

Yoghurt adalah susu yang diasamkan melalui proses fermentasi. Hasil


olahan susu ini berbentuk seperti bubur. Yoghurt dapat menurunkan kadar
kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah penyakit kanker
saluran pencernaan. Manfaat yang terakhir ini dikarenakan yoghurt mengandung
bakteri hidup sebagai probiotik dari makanan yang menguntungkan bagi
mikroflora dalam saluran pencernaan. Selain itu mengkonsumsi yoghurt
membolehkan seseorang yang menderita kelainan lactoce intolerence seolah
mampu mengkonsumsi susu (McLean, 1993). Lactoce intolerence adalah suatu
kelainan dari seseorang yang akan diare setiap minum susu dikarenakan memiliki
kekurangan laktosa dalam usus kecilnya. Laktosa adalah enzim yang tersebar pada
laktosa disakarida di dalam glukosa dan galaktose. Jika terdapat laktosa tidak
dikenal atau tidak diketahui, maka laktosa yang dicerna dalam usus tetap tinggal
pada usus dan sebagai hasil dari osmosis, air bergerak ke usus dan menyebabkan
diare. Pada yoghurt laktosanya telah difermentasikan ke dalam bentuk asam laktat
di mana setiap orang memiliki enzim untuk mencernanya.

Pada pembuatan yoghurt dilakukan proses fermentasi dengan


memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcuc thermophilus. Streptococcus thermophilus
berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam
dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari
Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus
bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat
dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisma ini sepenuhnya
bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).
Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam
pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan
temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus
berjalan. Menurut Eckles (1980) pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma
dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C,
biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini.
Temperatur sedang yaitu 10 – 43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu
optimum bagi organisma secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C.
Kebanyakan mikroorganisma mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C. Pada
penelitian ini diharapkan dapat diketahui suhu yang paling optimal untuk bakteri
berkembang biak secara aktif.

Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar
sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya
total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu,
yoghurt sesuai bagi penderita lactose intolerance atau yang tidak toleran terhadap
laktose. Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam
laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L.
bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan tidak membentuk
endospora. Dalam susu, L. bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam
laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum
untuk pertumbuhannya sekitar 45oC. Kondisi optimum untuk pertumbuhannya
adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5. S. thermophilus adalah bakteri gram
positif berbentuk bulat, sering pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat
diklasifikasikan sebagai bakteri homofermentatif dan termodurik dengan pH
optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,5 (Helferich dan Westhoff 1980).

Dalam praktikum kali ini fermentasi pembuatan yoghurt dibuat dari 200
ml susu sapi yang ditambahkan dengna starter yoghurt. Dan memlalui proses
pasteurisasi yang berbeda ada yang dipasteurisasi dengan HTST dan LTLT
kemudian di inkubasi selama 4-5 jam menggunakan waterbath dan dikatakan
yoghurt sudah berhasil ketika tesktur susu sudah mulai adanya berbulir atau
mengental

Hasil pengamatan yang disimpulkan dari semua kelompok yaitu yoghurt


rata-rata memiliki warna putih susu, memiliki aroma khas yoghurt dan agak bau
keasaman, tekstur yang beragam tetapi mayoritas kekentalannya dilevel *** dan
hana satu yang lebih encer dibandingkan dengan kelompok lain, rasa pada yoghurt
setiap kelompok semuanya memiliki rasa asam namun kadarnya saja yang
membedakannya ada yang asamnya sangat menonjol dan ada juga yang asamnya
normal. pH yoghurt setiap kelompok jika di rata-ratakan pada ph rendah yaitu
pada <4,5

Warna, perbedaan warna pada yoghurt disebabkan oleh bakteri apa saja
yang ada didalamnya dan juga jenis susu yang digunakannya contohnya warna
susu disebabkan karena warna susu fermentasinya krem yaitu agak kekuningan,
karena kandungan karoten dan riboflavin serta vitamin A yang berada di dalam
lemak susu, adapun yoghurt dibuat dari susu yang lemaknya telah diambil terlebih
dahulu, sehingga warnanya menjadi lebih putih.

Rasa , disebabkan dengan kandungan bakteri yang ada didalam yoghurt


itu sendiri. Starter bakteri dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus dapat bersinergi untuk membentuk asam karena Streptococcus
thermophilus akan memecah laktosa menjadi asam laktat yang dapat menurunkan
nilai pH menjadi lebih asam sehingga Lactobacillus bulgaricus dapat tumbuh
lebih baik karena adanya asam format yang diproduksi oleh Streptococcus
thermophilus (HELFERICH dan WESTHOFF, 1980). Lactobacillus bulgaricus
dapat membebaskan peptida-peptida dari kasein susu yang merupakan perangsang
untuk pertumbuhan Streptococcus thermophilus (MITCHELL dan SANDINE,
1984).

Tekstur , Hal ini disebabkan karena bahan baku susu untuk yoghurt
adalah tanpa lemak sehingga bahan padatan menjadi lebih sedikit mengakibatkan
kurang kental. Total kadar protein dan lemak yoghurt adalah rendah (5,22%)
kadar airnya lebih tinggi (88,11%) sedangkan kombinasi dengan Lactobacillus
plantarum adalah 10,84 – 11,1%, kadar air 79,30 – 81,37 %

Aroma dari campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus


thermophilus tanpa Lactobacillus plantarum. semua perlakuan sama disukai dan
beraroma khas yoghurt, meskipun demikian aroma yoghurt adalah terendah.

Nama : Lili Nailufhar Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1504738 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul : Pembuatan Roti dan Yoghurt

Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan roti dan yoghurt.


Pembuatan roti dan yoghurt ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi
fermentasi. Proses fermentasi adalah proses pemecahan molekul yang kompleks
menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Fermentasi pada roti yang berbahan dasar tepung terigu adalah proses pemecahan
molekul yang kompleks yaitu karbohidrat yang terkandung pada terigu tersebut.
Karbohidrat tersebut dipecah menjadi gula-gula organik yang lebih sederhana
sehingga dapat lebih mudah dicerna oleh tubuh. Sedangkan pada yoghurt
dilakukan proses fermentasi terhadap susu dengan bantuan bakteri asam laktat.
Proses fermentasi pada kedua bahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari bahan pangan tersebut sehingga bahan pangan awal dapat dirubah
menjadi jenis makanan lainnya yang lebih mudah dicerna, bernilai ekonomis lebih
tinggi, dan diversifikasi pangan. Penjelasan tentang kedua fermentasi tersebut
akan dijelaskan satu persatu.

1. Pembuatan Roti

Proses pembuatan roti adalah salah satu pengaplikasian fermentasi. Proses


fermentasi pada roti dilakukan pada adonan roti tersebut dengan bantuan
mikroorganisme. Proses fermentasi pada roti dilakukan dengan menambahkan
ragi pada adonan roti tersebut. Ragi adalah mikroorganisme yang ditambahkan
untuk membantu proses fermentasi pada roti tersebut. Mikroorganisme yang
berperan dalam pembuatan roti adalah sejenis kapang yaitu Saccharomyces
Cerevisiae. Namun, bahan baku utama untuk pembuatan adonan roti adalah
tepung terigu. Tepung terigu berasal dari gandum yang mengandung kadar
protein. Berdasarkan kadar proteinnya, tepung terigu dapat dikategorikan menjadi
3, yaitu tepung terigu dengan kadar protein tinggi, sedang, dan rendah. Tepung
terigu dengan kadar protein tinggi disebut juga hard flour , yaitu kadar proteinnya
mencapay 14 % atau lebih. Untuk pembuatan roti, yang harus digunakan adalah
tepung terigu dengan kadar protein yang tinggi (hard flour). Menurut Arlene,dkk
(2009) bahan yang diperlukan untuk membuat rotiadalah tepung, ragi, gula,
garam, susu bubuk, shortening, dan air. Semua bahan-bahan tersebut akan sangat
berperan penting dalam menentukan kualitas dan hasil roti yang dibuat.

Pada praktikum kali ini, pembuatan roti bukan hanya semata-mata untuk
mengetahui cara pengolahan produk pangan dari bahan setengah jadi menjadi
bahan pangan yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi, namun juga untuk
mengetahui bahan-bahan yang terkandung di dalam roti tersebut beserta peran dan
fungsi bahan tersebut dan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan tersebut
sehingga dapat menjadi sebuah roti. Pada awalnya, telah dibahas bahwa untuk
pembuatan roti, tepung yang harus digunakan adalah tepung yang memiliki kadar
protein yang tinggi. Dalam tepung terigu terdapat senyawa yang disebut gluten.
Menurut Muchtadi,dkk (2015) gluten merupakan protein tidak larut air yang
hanya terdapat pada tepung terigu dan gluten mempunyai peranan penting sebagai
bahan dasar pembuatan roti. Oleh karena itu, jika kadar protein dalam tepung
tersebut tinggi, maka dengan kata lain bahwa kadar gluten yang terkandung dalam
tepung tersebut juga akan tinggi. Maka tepung terigu yang digunakan untuk
pembuatan roti adalah tepung terigu hard flour (kadar protein/gluten tinggi).

Gluten yang terkandung dalam terigu yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan roti tersebut memegang peranan yang sangat penting pada proses
fermentasi roti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa roti adalah salah
satu produk pangan hasil fermentasi. Proses fermentasi pada roti dibantu oleh
mikroorganisme yaitu Saccharomyces Cerevisiae. Mikroba tersebut sering disebut
sebagai ragi dalam pembuatan roti. Mikroba tersebut bekerja sebagai pengembang
adonan roti, sehingga setelah roti difermentasi, maka adonan roti akan
mengembang dan akan terbentuk rongga-rongga di dalam adonan roti tersebut.
Pengembangan roti tersebut disebabkan karena mikroba (ragi) yang ditambahkan
pada ragi tersebut mengeluarkan gas CO2 sehingga ruang di dalam adonan roti
terisi udara dan akibatnya roti menjadi mengembang. Pada proses pengembangan
tersebut, yang berperan penting adalah gluten. Gluten menahan pada bagian
permukaan roti agargas CO2 yang dihasilkan oleh mikroba tersebut tidak terlepas
keluar sehingga roti bisa mengambang dengan sempurna. Maka hal tersebutlah
yang menjadi dasar bahwa untuk pembuatan roti, dibutuhkan terigu hard flour
(terigu dengan kadar protein tinggi) karena peran gluten sebagai penhan gas CO2
tersebut, dan jika gas tersebut keluar dan tidak ditahan agar tetap di dalam adonan
roti maka roti tersebut tidak akan mengembang sempurna atau dengan kata lain
sering disebut bantet. Hal tersebut berdasarkan pengujian yang telah dilakukan
terhadap pola pengembangan roti dengan menggunakan tepung yang berbeda,
yaitu tepung terigu, tepung kedelai, dan tepung singkong. Dan didapatkan
kesimpulan bahwa nutrisi roti dari tepung singkong dan tepung kedelai lebih besar
daripada roti dari tepung terigu, tetapi daya mengembang roti dari tepung
singkong dan tepung kedelai tidak dapat menyamai roti dari tepung terigu
(Arlene,dkk :2009). Berdasarkan hasil tersebut, dijelaskan bahwa dari segi nutrisi,
tepung singkong dan tepung kedelai lebih unggul sebagai bahan dasar pembuatan
roti, namun untuk pengembangan roti, tepung terigu adalah pilihan terbaik untuk
dijadikan bahan dasar untuk pembuatan roti. Dan menurut Arlene,dkk (2009) pula
Jaringan yang terbentuk pada adonan roti dari tepung singkong dan tepung kedelai
tidak cukup kuat untuk menahan keluarnya gas CO2 dari adonan walaupun telah
dilakukan penambahan gluten sehingga adonan tidak dapat mengembang secara
optimal. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat jelas bahwa pengaruh gluten dalam
pengembangan roti sangatlah besar. Namun,seperti yang telah dikatakan bahwa,
meskipun sudah dilakukan penambahan gluten pada tepung singkong dan tepung
kedelai tersebut, namun pola pengembangannya tidak maksimal. Dan yang
maksimal adalah tepung terigu. Dan terigu yang digunakan haruslah terigu yang
hard flour (gluten tinggi) agar adonan mengembang secara optimal dan kualitas
roti yang dihasilkan akan bagus.
Pada proses pembuatan roti seperti yang telah dijelaskan adalah terjadinya
pengeluaran gas CO2 oleh mikroba Saccharomyces Cerevisiae. Proses
pengeluaran gas tersebut merupakan aktivitas yang dilakukan oleh mikroba. Oleh
karena itu, dibutuhkan adanya proses fermentasi. Proses fermentasi tersebut
bertujuan untuk mengaktifkan kinerja mikroba tersebut agar dapat membuat roti
mengembang sempurna dan teksturnya menjadi bagus. Untuk dapat bekerja
dengan efektif, mikroba yang dicampurkan dalam pembuatan roti tersebut (ragi)
juga harus diberikan kondisi yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain nutrisi
yang lengkap dalam adonan pembuatan roti, yang dibutuhkan mikroba tersebut
juga adalah keadaan lingkungan yang sangat mendukung agar mikroba tersebut
bisa bekerja secara optimal dalam proses pembuatan roti tersebut. Selain sebagai
pengembang adonan roti, ragi juga dapat menghasilkan alkohol dan asam selama
proses fermentasi. Karena mikroba tersebut selaiin menghasilkan gas CO2 juga
bisa menghasilkan alkohol dan asam. Menurut Kunaepah (2008) ada banyak
faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, pH, oksigen, dan
mikroba yang digunakan. Oleh karena itu, suhu disekitar lingkungan fermentasi,
pH, kadar oksigen, dan jenis mikroba yang digunakan harus sangat diperhatikan
dalam proses pembuatan rotii. Dalam praktikum kali ini, proses fermentasi pada
awalnya dilakukan pada suhu ruang, namun tetap harus diperhatikan tentang
kondisi rH dan oksigen yang ada di sekitar tempat fermentasi tersebut. Salah
satunya adalah dengan cara menutup adonan roti dengan menggunakan kain
basah. Hal tersebut dilakukan untuk memfermentasi adonan roti tersebut. Proses
tersebut terjadi karena dengan keadaan yang lembab, maka Saccharomyces dapat
tumbuh dan bekerja secara optimal dalam menghasilkan gas dan hal tersebut yang
menyebabkan adonan roti menjadi mengembang. Seperti tampak pada tabel hasil
pengamatan bahwa adonan roti sebelum dan sesudah mengalami proses
fermentasi dengan ditutup kain basah mengalam perubahan berupa kenaikan
tinggi. Namun dalam hasil pengamatan ada juga yang bahkan tidak mengalami
perubahan, hal tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
terjadi kesalahan pada saat pencampuran bahan pada adonan sehingga konsentrasi
bahan-bahan yang ditambahkan berbeda. Dan selain itu, hal tersebut juga
dimungkinkan karena usia ragi yang digunakan, jika ragi yang digunakan adalah
ragi yang sudah disimpan dalam jangka waktu lama, maka terdapat kemungkinan
bahwa mikroba yang ada pada ragi tersebut sudah banyak yang mengalami fase
kematian dan ada yang sudah tidak optimal dalam berperan dalam proses
fermentasi. Dan faktor lainnya juga adalah lamanya waktu fermentasi, karena
waktu fermentasi yang terlalu singkat menyebabkan bahwa mikroba yang ada
dalam adonan tersebut belum bekerja secara optimal dan membutuhkan waktu
yang lebih banyak lagi, sehingga pada saat diperiksa sebelum waktunya, maka
belum terjadi perubahan tinggi pada adonan yang telah difermentasi tersebut.
Kondisi menutup adonan roti tersebut dengan kain basah adalah untuk
menciptakan kondisi yang lembab dengan kadar rH yang tinggi sehingga mikroba
tersebut bisa tumbuh dan bekerja dengan optimal. Oleh karena itu, dapat dipahami
bahwa perubahan tinggi adonan sebelum dan sesudah ditutup dengan lap basah
disebabkan karena terjadinya proses fermentasi dan kondisi lap basah (lembab)
tersebut menjadi kondisi yang sangat cocok untuk merangsang pertumbuhan
mikroba yang ada dalam adonan roti. Dan selain kondisi yang sangat cocok,
mikroba tersebut juga akan tumbuh karena tersedianya nutrisi yang sangat disukai
olehnya. Yaitu karbohidrat yang terkandung dalam adonan roti tersebut. Adonan
roti tersebut selain mengandung protein, juga mengandung karbohidrat yang dapat
berupa amilum atau sebagainya. Menurut Azizah,dkk (2012) bahwa karbohidrat
adalah nutrient yang sangat penting dan dibutuhkan oleh mikroba dalam proses
fermentasi sebagai sumber karbon yang menjadi penghasil energi bagi mikroba.
Maka karbohidrat dan protein sama-sama dibutuhkan dalam proses pembuatan
roti, namun fungsinya berbeda. Protein sebagai pembantu pengembangan dan
karbohidrat sebagai sumber energi mikroba yang membantu proses fermentasi
tersebut. Selain setelah ditutup dengan menggunakan lap basah, perubahan tinggi
pada roti tersebut juga akan terjadi setelah roti tersebut dipanggang. Setelah
dipanggang, roti tersebut akan mengalami kenaikan tinggi , hal tersebut juga
dikarenakan mikroba juga dapat bekerja secara maksimal untuk menghasilkan gas
tersebut jika dalam keadaan suhu ekstrem. Namun, suhu dan lama waktu yang
diberikan pada proses pemanggangan juga harus diperhatikan karena jika suhu
terlalu tinggi dan waktu terlalu lama, maka hal tersebut juga akan merusak
kualitas roti yang dihasilka, roti tersebut bisa mengalami perubahan warna
menjadi kehitaman atau sering disebut dengan gosong. Hal tersebut akibat dari
suhu yang terlalu tinggi. namun, jika roti tersebut dipanggang pada suhu dan
jangka waktu yang tepat, maka suhu panas tersebut akan merata ke seluruh bagian
roti, sehingga panas bisa mengalir sampai ke dalam rongga dan pori-pori roti dan
tekstur roti juga menjadi lembut karena panas yang diberikan tersebut. Sehingga
jika pada proses fermentasi di awal , gas yang diahsilkan sudah optimal dan roti
juga sudah mengembang secara optimal dan rongga juga sudah terbentuk maka
pada proses pemanggangan yang bekerja adalah panas dan panas tersebut akan
mengalir ke bagian dalam roti sehingga tekstur berubah. Dan yang paling penting,
dalam proses pemanggangan, rongga-rongga bagian dalam roti akan terisi dengan
panas dan roti akan mengembang lagi sehingga seperti tampak pada tabel hasil
pengamatan bahwa roti setelah dipanggang juga akan mengalami kenaikan tinggi
karena rongga tersebut sudah terisi dengan udara panas. Dan dengan adanya panas
tersebut, maka akan terbentuk gelatin, dan gelatin beserta kandungan gluten yang
terkandung dalam adonan roti tersebut yang akan menjadi jaringan kerangka roti
nantinya.
Dalam proses pembuatan roti pula, selain bahan-bahan pokok tersebut,
ditambahkan pula bahan-bahan lain yaitu gula, garam, shortening (margarin),susu
bubuk dan air. Penambahan bahan-bahan tersebut memiliki fungsi tersendiri
dalam proses pembuatan roti. Penambahan garam pada adonan roti berfungsi
sebagai penggurih rasa dan pengontrol aktivitas ragi sehingga laju fermentasi
yang terjadi bisa stabil. Menurut Nur’aini (2011) Garam berfungi sebagai
penambah gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainya, pengontrol waktu
fermentasi dari adonan beragi, penambah kekuatan gluten, pengatur warna kulit,
dan pencegah timbulnya bakteri-bakteri dalam adonan. Oleh karena itu, jumlah
garam yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan roti, jika
garam yang ditambahkan terlalu banyak maka akan menghambat laju fermentasi
pada roti tersebut, dan jika garam yang ditambahkan terlalu sedikit maka akan
mengakibatkan efek rasa hambar pada roti tersebut. Hal tersebut dikatakan pula
oleh Mudjajanto dan Yulianti (2007) dalam nur’aini (2011) bahwa Jumlah
pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-2,5%. Jika kurang dari 2%
maka rasa akan hambar, sedangkan diatas 2,25% akan menghambat aktivitas
mikroba dalam ragi. Sedangkan penambahan gula pada adonan roti bertujuan
untuk memberikan rasa manis pada roti yang dihasilkan dan untuk memberikan
warna kecoklatan khas roti pada roti tersebut setelah proses pemanggangan,
karena gula akan tekaramelisasi dan memberikan warna coklat jika dipanaskan
dengan suhu tinggi. hal tersebut sesuai dengan yang diutarakan Mudjajanto dan
Yulianti (2007) gula juga berfungsi memberi rasa, mengatur fermentasi,
memperpanjang umur roti (shelf life), menambah kandungan gizi, membuat
tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik
pada kulit karena proses maillard atau karamelisasi. Dan hal yang perlu
diperhatikan juga kadar penambahan gula tersebut tidak boleh terlalu banyak atau
sedikit, karena hal tersebut akan berakibat pada ketidakseimbangan laju proses
fermentasi. Dan gula dan garam juga dapat dijadikan sebagai bahan pengawet
agar roti menjadi tahan lebih lama. Selain garam dan gula, pada roti juga
ditambahkan susu bubuk, susu tersebut berfungsi sebagai penambah gizi pada roti
tersebut, agar roti menjadi lebih kaya nutrisi dan baik untuk dikonsumsi. Dan
penambahan margarin pada roti bertujuan untuk mempermudah membentuk
adonan roti tersebut dan menambah ekstrak lemak pada roti tersebut sehingga
akan lebih bermanfaat bagi yang mengonsumsi. Jenis lemak untuk roti adalah
shortening berbentuk padat dari tumbuhan yang berupa margarin. Lemak tersebut
berfungsi sebagai pelumas adonan pada pengembangan sel sewaktu final proof
(pengembangan akhir), yang akan memperbaiki roti. Dan margarin juga dapat
menjadi pengempuk, membangkitkan rasa lezat, membantu menahan gas karena
gluten lebih mengikat udara dan membuat volume roti menjadi lebih baik serta
membantu /mempermudah sifat pemotongan. Dan pada pembuatan roti digunakan
kuning telur sebagai emulsifier, kuning telur tersebut berfungsi sebagai pemersatu
semua bahan sehingga bisa menjadi adonan yang bagus dan roti yang dihasilkan
juga akan berkualitas. Dan selain semua komponen tersebut, komponen yang
paling penting dan jumlahnya juga banyak dalam pembuatan roti adalah air, air
berfungsi untuk melarutkan semua bahan agar dapat menjadi adonan yang
kompak dan menjadi kalis sehingga proses fermentasi dapat terjadi dengan baik ,
dan air juga dapat bereaksi dengan protein sehingga membentuk gluten, dan pada
proses pemanggangan, air akan menguap sehingga akan membantu
pengembangan roti.
Produk roti memiliki kualitas yang berbeda pada setiap prosesnya, oleh
karena itu, untuk menentukan mutu dan kualitas dari roti yang telah dibuat maka
harus diketahui terlebih dahulu ciri-ciri dan karakteristik roti yang dapat
digolongkan dalam kelompok roti yang memiliki mutu dan kualitas yang bagus.
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) nomor 01‐ 3840-1995 syarat Mutu
Roti tawar adalah seperti tampak pada tabel berikut :

Kriteria Uji Satuan Roti Tawar Keadaan


Kenampakan Normal, Tidak Berjamur
Bau Normal
Rasa Normal
Kadar Air % Maksimal 40 %
Kadar Abu % Maksimal 1 %
Kadar NaCl % Maksimal 2,5 %
Serangga Tidak Boleh Ada
Sumber : Standar Nasional Indonesia 1995
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa roti yang memiliki kualitas
yang bagus harus memenuhi standar dan kriteria tersebut.

2. Pembuatan Yoghurt
Proses pembuatan yoghurt juga merupakan salah satu proses fermentasi
yang dilakukan pada susu. Proses fermentasi tersebut dilakukan karena terdapat
beberapa kekurangan pada produk susu tersebut. Susu adalah bahan yang cepat
rusak dan sebagian orang ada yang tidak bisa mengonsumsi susu secara langsung
karena menderita “Lactose Intolerant” dan ada juga sebagian orang yang alergi
jika mengonsumsi susu secara langsung karena mengalami “Protein Intolerant”.
Menurut Widodo (2002) Lactose intolerance adalah suatu keadaan tidak adanya
atau tidak cukupnya jumlah enzim laktase di dalam tubuh seseorang. Enzim
laktase adalah enzim yang bertugas untuk menguraikan gula laktosa menjadi gula-
gula lebih sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa dan protein intolerance adalah
salah satu jenis protein yang ada di dalam susu adalah laktoglobulin, yang di
dalam tubuh orang tertentu dapat bertindak sebagai antigen yang sangat kuat
sehingga dapat menyebabkan terjadinya alergi. Berdasarkan permasalahan-
permasalahan tersebut, maka dilakukan cara terbaik untuk mengatasinya dan cara
tersebut adalah dengan memfermentasi susu, salah satu produk fermentasi susu
adalah yoghurt. Yoghurt dibuat agar semua orang dapat menikmati dan
mengonsumsi produk susu.
Proses fermentasi pada susu sehingga menjadi yoghurt dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme jenis bakteri. Karena hal tersebut, mikroorganisme yang
ditambahkan untuk proses pembuatan yoghurt disebut “starter” , hal ini berbeda
dengan mikroorganisme yang ditambahkan pada proses fermentasi roti, tempe,
tape, dsb. Pada produk roti,tempe, dan tape ditambahkan strain mikroorganisme
dengan jenis kapang atau khamir sehingga disebut ragi. Menurut Widodo (2002)
terdapat dua jenis bakteri asam laktat yang hidup berdampingan dan bekerja sama:
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Keduanya
menghasilkan asam laktat yang menggumpalkan susu menjadi yoghurt. Kegiatan
bakteri inilah yang menjadi sumber sebagian besar manfaat yogurt. Kedus jenis
bakteri tersebut adalah jenis bakteri asam laktat sehingga dapat menghasilkan
asam. Kedua bakteri tersebut adalah tergolong ke dalam bakteri yang berperan
penting dalam percaturan mikroflora usus dan akan menghambat bakteri
penyebab penyakit lainnya untuk tumbuh dengan cara mengeluarkan asam pada
usu sehingga lingkungan tersebut akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat
lainnya pada usus. Hal tersebut sangat jelas bahwa bakteri jenis adalah bakteri
yang menguntungkan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Sebelum melakukan proses fermentasi pada susu , susu tersebut terlebih
dahulu harus disterilakn, salah satunya dengan cara pasteurisasi. Seperti yang
telah dilakukan pada praktikum kali ini, yaitu susu tersebut dipasteurisasi, baik
dengan cara LTLT maupun HTST. Setelah kedua susu tersebut dipasteurisasi,
kemudian dimasukkan starter (bakteri) ke dalam susu tersebut dan susu tersebut
harus diinkubasi pada suhu tertentu, suhu yang dipilih adalah suhu optimum agar
bakteri yang terkandung dalam susu tersebut (starter) dapat tumbuh dan bekerja
secara optimal. Menurut Widodo (2002) bakteri yoghurt membutuhkan kondisi
pertumbuhan yang cocok terutama suhu yang tepat. Umumnya bakteri tumbuh
baik pada keadaan hangat. Bakteri yoghurt S. thermophilus dan L. bulgaricus
paling cepat tumbuh di sekitar suhu 40-44°C. Oleh karena itu, pada proses
pembuatan yoghurt yang telah dilakukan proses inkubasi pada suhu 45 °C.
Tujuannya adalah agar bakteri tersebut bisa tumbuh secara optimal dan proses
fermentasi bisa terjadis secara optimal.
Pada tabel hasil pengamatan, tampak bahwa yoghurt yang telah didapat
dari hasil fermentasi susu diamati karakteristik sensorinya, mulai dari warna,
tekstur, rasa, dan pH. Hal tersebut dilakukan untuk melihat atau menganalisis
perbedaan antara susu sebelum fermentasi dan sesudah difermentasi menjadi
yoghurt. Warna yoghurt sepert tampak pada tabel hasil pengamatan adalah putih
susu. Warna yoghurt tersebut dipengaruhi oleh warna susu yang dijadikan bahan
dasar pembuatan yoghurt tersebut. dan aroma yoghurt adalah aroma yang sangat
khas, yaitu aroma yang mencerminkan sedikit asam, namun berbeda dengan asam
basi, aroma asam yang ada pada yoghurt adalah aroma asam yang segar dan tidak
terlalu menyengat. Dan karena yoghurt merupakan susu yang difermentasi, mkaka
sudah pasti rasa yoghurt adalah asam, begitu juga dengan pH nya, pH normal
yoghurt yang dihasilkan seperti tampak pada tabel hasil pengamatan adalah 4,3
dan 4,4. pH tersebut sudah sangat mendekati pH optimum yoghurt. Menurut
Widodo (2002) pH yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah 4,5. Oleh karena
itu, data pH hasil pengamatan yoghurt yang dibuat dinilai sudah sangat mendekati
pH yang seharusnya. Hal tersebut membuktikan bahwa yoghurt yang dihasilkan
sudah dalam kualitas yang bagus. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa yoghurt
memiliki aroma dan citarasa yang khas, hal tersebut merupakan hasil yang
disebabkan oleh bakteri yang membantu proses fermentasi pada yoghurt. Hal
tersebut diuatarakan oleh Widodo (2002) bahwa Lactobacillus Bulgaricus dan
Steptococcus Thermophyllus yang berperan dalam pembuatan yoghurt akan
menguraikan laktosa menjadi asam laktat dan akan menghasilkan berbegai
komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus Bulgaricus berperan dalam
pembentukan aroma dan S.Thermophyllus berperan dalam pembentukan citara
dari yoghurt. Sedangkan viskositas yoghurt juga bisa ditentukan berdasarkan
kekentalan susu yang difermentasi, periode agitasi dari susu yang fermentasi, dan
pengental yang ditambahkan ke dalam yoghurt tersebut. pengental tersebut dapat
berupa gelatin atau pektin. Namun susu yang akan digunakan untuk bahan baku
pembuatan yoghurt tdak boleh terlalu encer karena akan merusak yighurt yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Widodo (2002) bahwa susu yang
terlalu encer dengan kadar padatan di bawah 12% dapat mengakibatkan yogurt
turun atau memisah dari airnya. Hal tersebut akan berakibat buruk pada kualitas
dan mutu yoghurt yang dihasilkan.
Pada pembuatan yoghurt, boleh ditambahkan pemanis untuk lebih
meningkatkan citarasa dan boleh juga ditambahkan pewarna agar yoghurt yang
dihasilkan menjadi lebih menarik untuk dikonsumsi. Namun penambahan
pemanis dan pewarna tersebut juga harus mengiikuti aturan satndar yang berlaku,
baik aturan mengenai kadar, maupun jenis bahan yang akan ditambahkan,
sehingga konsumen dapat menikmati yoghurt yang baik, sehat, memiliki citarasa
yang enak dan aman untuk dikonsumsi.

Nama : Sabila Nur Amalina Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1501811 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul Praktikum : Fermentasi pada pembuatan roti dan yoghurt

Praktikum di lakukan di Laboratorium Agroindustri FPTK UPI pada


tanggal 18 April 2016, yakni tentang Fermentasi pada pembuatan roti dan
yoghurt yang bertujuan untuk mengetahui aplikasi teknologi fermentasi pada
produk olahan susu pada pembuatan susu dan produk olahan serealia pada
pembuatan roti selain itu kita juga dapat menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan fermentasi pada pembuatan yoghurt dan roti.

1. Fermentasi pada pembuatan roti


Roti adalah proses tepung terigu yang difermentasikan dengan ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae), air dan atau tanpa penambahan makanan lain yang
dipanggang kedalam adonan. Kemudian ditambahkan gula, garam, susu atau susu
bubuk, lemak, pengemulsi dan bahan-bahan pelezatseperti cokelat, keju, kismis
dan lain-lain (Rohana, 2012). Dalam pembuatan roti, yang paling penting
merupakan proses fermentasinya.
Prinsip fermentasi dari pembuatan roti adalah untuk memecah zat-zat terutama
karbohidrat sehingga lebih mudah diurai menjadi lebih sederhana, sehingga
memudahkan untuk diserap tubuh. Dengan menggunakan prinsip fermentasi,
bahan pangan juga bisa meningkatkan nilai jualnya. Contohnya tepung terigu
yang difermentasi menjadi roti akan lebih mahal daripada tepung terigu yang
diolah menjadi gorengan pisang.
Tepung mempunyai jenis yang berbeda-beda. Perbedaannya terletak pada
komposisi tinggi rendahnya suatu kandungan proteinnya. Untuk membuat roti,
tepung yang baik untuk digunakan yaitu tepung jenis hardflour. Hal ini karena
tepung hardflour memiliki protein yang tinggi sehingga dalam hasilnya pun akan
bagus, yakni roti akan mudah mengembang.
Hal ini bisa terjadi karena dalam protein yang tinggi, terdapat pula gluten yang
tinggi, yang akan menahan gas CO2 yang dihasilkan dari mikroorganisme,
sehingga menciptakan rongga-rongga didalamnya yang membuat roti menjadi
mengembang.
Penambahan ragi dalam pembuatan roti juga sangat berperan penting, yakni
untuk proses aerasi adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida,
sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. Pengkondisian
dari gluten ini akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan
menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi. Tetapi
pada praktikum yang kami lakukan, menggunakan ragi yang sudah tua atau sudah
lama, sehingga hasilnya pun tidak bagus, karena ragi yang sudah tua tidak efektif
lagi dalam menghasilkan gas CO2 yang terbentuk dalam pengembangan roti.
Agar kondisinya tetap baik, ragi harus disimpan pada suhu 4,50C. Kondisi ragi
akan semakin buruk apabila disimpan pada udara yang panas karena akan
meyerap panas dan kemudian akan beremah. Persentase rata-rata dari komposisi
ragi adalah sebagai berikut:
– Air : 68% – 73%

– Protein : 12% – 14%

– Fat : 0,6% – 0,8 %

– Karbohidrat : 9% – 11%

– Mineral : 1,7% – 2%

Dalam pembuatan roti, kita memakai air hangat dalam proses


fermentasinya, karena air hangat ini bertujuan untuk mengaktifkan
mikroorganisme didalam ragi tersebut. Kalau terlalu dingin akan menyebabkan
dorman pada mikroorganisme dalam ragi, sebaliknya bila terlalu panas
mikroorganisme dalam ragi akan mati. Itu sebabnya roti berhenti mengembang
ketika dipanggang dalam oven.

Pada saat awal proses pemanggangan adonan roti, terjadi penurunan


tingkat viskositas disamping itu juga akan terjadi peningkatan aktivitas enzim
yang berperanan aktif dalam pengembangan adoanan roti. Ketika suhu
pemanggangan mencapai suhu 56⁰C maka akan terjadi proses gelatinisasi pati dan
memudahkan terjadinya reaksi hidrolisis amilosa dalam molekul pati atau
amilolisis. Hidrolisis molekul pati yang mulai tergelatinisasi akan membentuk
senyawa dextrin dan senyawa gula sederhana lainnya, dan pada saat yang
bersamaan akan terjadi proses pelepasan air (dehidrasi). Hal ini akan berkontribusi
secara lanjut terhadap kelengketan adonan roti yang dihasilkan dan meningkatnya
intensitas warna kulit roti. Pada saat pemangangan terjadi perubahan warna kulit
roti menjadi coklat yang merupakan hasil reaksi Maillard. Peningkatan
konsentrasi senyawa gula sederhana akan mempengaruhi intensitas warna kulit
roti. Hasil reaksi tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat yang sering
dikehendaki serta kadang sebagai tanda penurunan mutu (Winarno, 2002). Ketika
pemanggangan akan terjadi proses sebagai berikut:

1. Volume adonan akan bertambah pada 5 – 6 menit pertama didalam oven.


2. Aktiviitas ragi pada aonan akan berhenti pada suhu 63oC.
3. Terjadi proses karamelisasi gula sehingga kulit mulai terbentuk.
4. Denaturasi protein dan gelatinisasi dari tepung menjadi remah atau daging roti
pada suhu 60 - 80oC.
5. Terjadi penguapan air sebanyak 8 – 10% dari berat adonan semula.
6. Roti yang sudah matang akan berwarna coklat keemasan.

Pengerasan dapat pula terjadi karena adanya ikatan silang pati-protein.


Proses pemanggangan terjadi di kulit, dimana berbagai jenis gula menjadi karamel
dan memberi warna pada kulit (Anomim 3, 2007).

Selanjutnya bahan-bahan yang penting dalam pembuatan roti yaitu


margarin, telur dan susu. Margarin pada umumnya dibuat dari minyak nabati.
Margarin merupakan emulsi yang terdiri atas lemak nabati, air dan garam
Margarin memberi cita rasa gurih, mengurangi remah roti, mempermudah
pemotongan, serta dapat memperlunak kulit roti. Margarin juga berfungsi untuk
memperpanjang daya simpan, memperkeras tekstur agar tidak meleleh pada suhu
kamar, dan mempertinggi titik didih untuk memenuhi tujuan pengovenan.

Telur adalah suatu bahan makanan sumber protein hewani yang bernilai gizi
tinggi.untuk dunia kuliner, Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier).
Telur berfungsi sebagai pengembang adonan, membentuk warna, perbaikan rasa,
menambah nilaigizi, sebagai pelembut atau pengempuk, serta penambah aroma
dan zat gizi. Roti yang dihasilkan pada saat praktikum keras, ini juga mungkin
dikarenakan penggunaan kuning telur terlalu banyak.

Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan produk bakery yaitu untuk


memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan
kalsium, memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein
dan gula), digunakan untuk mengoles permukaan roti,memperkuat gluten karena
kandungan kalsium, menghasilkan kulit yang enak dan crispy serta bau aromatic
smell (Subarna, 2002).

2. Fermentasi pada pembuatan yoghurt


Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu yang tertua adalah teknologi
pengemasan susu dilakukan dengan cara fermentasi. Salah satu produk fermentasi
susu ini adalah yoghurt. Salah satu tujuan fermentasi adalah untuk menghasilkan
suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur,
biological availability yang lebih baik, disamping itu juga menurunkan zat anti
nutrisinya (Darma, 2010).
Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi yang diolah dari susu sapi
segar dengan bantuan mikroorganisme. Melalui proses fermentasi ini susu
memiliki cita rasa yang spesifik karena timbulnya senyawa – senyawa yang
mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri stater.
Bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi yoghurt ini adalah bakteri
penghasil asam laktat, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan
streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa. Kedua bakteri ini
dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, sehingga yoghurt yang dihasilkan
lebih tahan lama masa simpannya. Selain itu bakteri tersebut berperan sebagai
pembentuk asam, sehingga terbentuk Yoghurt dengan aroma yang khas. Asam
yang terbentuk menyebabkan penggumpalan protein susu sehingga kenampakan
yoghurt viskositasnya lebih tinggi dibanding susu.
Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah
laktosa dan kasein. Laktosa yang merupakan carbohydre susu digunakan sebagai
sumber energi selama pertumbuhan biakan bakteri dan akan menghasilkan asam
laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa menyebabkan
keasaman susu meningkat atau pH menurun, kasein merupakan komponen
terbanyak dalam susu yang sangat peka terhadap asam. Dalam kondisi keasaman
yang rendah maka kasein menjadi tidak stabil sehingga kasein akan terkoaqulasi
membentuk padatan yang disebut yoghurt. Pada umumnya yoghurt yang baik
memiliki total asam laktat 0,85 % sampai 0,95 % atau derajat keasaman (pH) 4 –
4,5. Hasil pH yang kita dapatkan yaitu sebesar 4,34, hal ini berarti yoghurt
menunjukan rasa asam, yang berarti cukup berhasil dalam pembuatannya.
Selain itu untuk memperoleh kualitas yoghurt yang baik, maka ketika akan
memasukkan bakteri starter susu yang telah dipasteurisasi harus dalam kondisi
yang sudah dingin dan tidak panas yaitu 90oC menjadi sekitar 45oC-55oC. hal ini
sangat penting karena jika starter dimasukkan pada saat suhu susu masih tinggi
sekita 90oC maka bakteri yang terkandung dalam starter tersebut akan mati
sehingga pembuatan yoghurt akan mengalami kegagalan.

Nama : Sonhaji Tanggal Praktikum : Senin, 18 April 2016


NIM : 1507139 Tanggal laporan : Senin, 25 April 2016
Judul Praktikum : Pembuatan Roti dan Yoghurt
1. Fermentasi, Keuntungan dan Kerugiannya
Fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu
substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Dalam pengolahan pangan, proses fermentasi dengan menggunakan aktivitas
mikroorganisme secara terkontrol ini biasanya ditujukan untuk meningkatkan
keawetan pangan dengan diproduksinya asam atau alkohol, untuk menghasilkan
produk dengan karakateristik rasa dan aroma yang khas, atau untuk
menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh
produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional
(misalnya tempe, tauco, tape) sampai kepada produk yang modern (misalnya
salami, roti dan yoghurt). Jenis mikroorganisme yang berperan antara lain,
bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil
alkohol (Suprihatin, 2010). Keuntungan-keuntungan dari fermentasi antara lain:
1. Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme beracun contoh Clostridium boltulinum (pH 4,6 tidak dapat
tumbuh dan tidak membentuk toksin)
2. Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin
kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh
vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
3. Dapat terjadi pemecahan bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-
enzim tertentu, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula
sederhana.
Kerugian dari fermentasi diantaranya adalah dapat menyebabkan keracunan
karena toksik yang terbentuk, sebagai contoh tempe bongkrek yang dapat
menghasilkan racun demikian juga dengan oncom. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
Selama fermentasi terjadi beberapa perubahan karena kerja dari
mikroorganisme yang memang diinginkan dan pertumbuhannya dipicu.
Mikroorganisme fermentatif yang mengubah karbohidrat menjadi alkohol, asam,
dan CO2 pertumbuhannya cukup tinggi, sedangkan mikroorganisme proteolitik
yang menyebabkan kebusukan dan mikroorganisme lipolitik penyebab
ketengikan pertumbuhannya terhambat. Mikroorganisme proteolitik dapat
memecah protein menjadi komponen yang mengandung nitrogen misalnya NH3
dan menimbulkan bau busuk, contoh proteus vulgaris. Mikroorganisme lipolitik
dapat memecah lemak fosfolipida menjadi asam-asam lemak (bau tengik),
contoh Alcaligenes lipolyticus. Contoh :
1. C16H12O6 (gula)  2 C2H5OH (etanol) + 2 CO2. Reaksi tersebut dibantu oleh
ragi (enzim) yang mengandung sterptococcus ceravisiae, S. Ellipsoideus dan
merupakan reaksi dasar pada pembuatan tape, brem, tuak, anggur minum, bir
dan roti.
2. C2H5OH + O2  CH3COOH (asam asetat/cuka) + H2O. Reaksi tersebut
dibantu oleh keberadaan mikroorgansime Acetobacter aceti yang dapat
mengubah etanol menjadi asam asetat. Reaksi tersebut merupakan reaksi dasar
pada pembuatan cuka. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah jenis pangan (substrat), asam,
macam mikroba, dan kondisi sekelilingnya (suhu, pH, oksigen, dan garam) yang
mempengaruhi pertumbuhan serta metabolisme mikroba (Winarno, 2004).
Substrat (makanan) yang dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan hidupnya
berhubungan erat dengan komposisi kimianya. Kebutuhan mikroorganisme akan
substrat juga berbeda-beda. Ada yang memerlukan substrat lengkap dan ada pula
yang tumbuh subur dengan substrat yang sangat sederhana. Hal itu karena
beberapa mikroorganisme ada yang memiliki sistem enzim (katalis biologis) yang
dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak dapat dilakukan oleh
mikroorganisme lain.
Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba
dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan
yang berbeda-beda. Drajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting
yang perlu untuk diperhatikan saat proses fermentasi karena pH mempengaruhi
pertumbuhan bakteri fermentasi. Oksigen mempengaruhi fermentasi karena setiap
mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam jumlah yang berbeda sehingga
harus diatur, garam yang ditambahkan menyebabakan pengeluaran air dan gula
dari sayur- sayuran dan memicu pertumbuhan mikroorganise asam laktat. (Sri Rini
Dwi Ari,2008).
2. Fermentasi pada Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan
pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti
memiliki tekstur yang khas. Dilihat dari cara pengolahan akhirnya, roti dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang
digoreng. Bakpao dan mantao adalah contoh roti yang dikukus. Donat dan panada
merupakan roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, pita bread,
dan baquette adalah roti yang dipanggang.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti dapat
digolongkan bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan roti adalah tepung hard flour, air, ragi roti, dan garam. Tepung
thard flour mengandung sekitar 14% protein yang memegang peranan penting
dalam pembuatan roti, yaitu protein gluten berfungsi menentukan struktur produk
roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari aktivitas ragi,
dan glutenin memberikan elastisitasdan kekuatan untuk perenggangan terhadap
gluten.
Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi
adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga
mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. Kondisidari gluten ini
akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya,
membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi. Fungsi garam dalam
pembuatan roti adalah penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan
lainnya, pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi, penambahan kekuatan
glutein. Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah harus seratus persen
larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit.
Bahan pembantu adalah bahan-bahan yang menyertai bagian utama dalam
pembuatan roti untuk mendapatkan aroma, rasa dan tekstur yang diinginkan.
Bahan pembantu ini terdiri dari shortening, margarine, bread improver, susu skim,
telur, gula, bahan pengisi serta flavoring. Bahan baku juga mempunyai
karakteristik fisik, kimia dan mekanik yang berbeda, demikian juga perubahan
sifat–sifat tersebut akibat pengolahan mungkin berbeda. Olehkarena itu sebelum
mengetahui cara pembuatan roti, terlebih dahulu mengenal 2 jenis bahan yang
akan digunakan, fungsinya dalam pembuatan roti serta sifat-sifat yang
dibutuhkan. Hal ini perlu diketahui untuk bisa memilih bahan secara ekonomis
dan mengendalikan mutu produk sesuai dengan keinginan.
Berdasarkan formulasi adonan roti dapat dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu adonan roti manis, roti tawar dan adonan soft rolls. Adonan roti
manis adalah adonan yang dibuat dari formulasi yang banyak menggunakan
gula, lemak dan telur. Adonan roti tawar adalah adonan roti yang
mengunakan sedikit atau tanpa gula, susu skim dan lemak. Sedangkan adonan soft
roll adalah adonan roti yang dibuat dari formula yang menggunakan gula dan
lemak relatif lebih banyak dari adonan roti tawar.
Namun, pada praktikum kali ini kami akan membuat roti manis, dimana
kami akan membuat adonan yang formulasinya banyak menggunakan gula, lemak
dan telur. Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan
bahan penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan
dipanggang. Pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses
pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan
menentukan mutu hasil akhir.
Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama.
Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian
yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada
terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan
yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat
penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa,
sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking.
Panas yang masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak
ke luar dari adonan, sementara terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk
struktur frothy.
Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metobolis dari
khamir dan bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi
anaerob akan menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada
pembentukkan adonan. Dengan mengendalikan parameter proses fermentasi dan
metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang dikehendaki
seperti volume, konsistensi, dan pembentukkan.
Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang
paling umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah
ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang
cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-gradeorganism). Dengan
karakteristik tersebut, S. Cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan
roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir
ini sering disebut dengan baker’s yeast atau ragi roti.
Pengembangan Adonan, penggunaan mikroorganisme dalam
pengembangan adonan masih menjadi fenomena yang asing bagi masyarakat yang
tidak familiar dengan pabrik roti. Udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan
pada saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk
tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi
proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak
lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan
(penambahan volume) adonan.

3. Roti yang Baik Berdasarkan SNI


Menurut SNI 1995, definisi roti adalah produk yang diperoleh dari adonan
tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Jenis roti yang beredar dipasaran saat ini sangatlah beragam, akan tetapi secara
umum dibedakan menjadi roti tawar, raoti manis, dan roti isi.
Roti tawar adalah jenis roti yang tidak ditambahkan perasa atau isi apapun,
sehingga rasanya tawar.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1995, syarat mutu roti tawar
adalah sebagai berikut:
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan Kenampakan:
a. Bau - Normal tidak berjamur
b. Rasa - Normal
c. Warna - Normal
2 Air % b/b Maks. 40
3 Abu (tidak termasuk garam % b/b Maks. 1
dihitung atas dasar bahan
kering)
4 Abu yang tidak larut dalam asam % b/b Maks. 3,0
NaCl
5 NaCl % b/b Maks. 2,5
6 Gula jumlah % b/b -
7 Lemak % b/b -
Serangga/belatung - Tidak boleh ada
Bahan makanan tambahan:
a. Pengawet Sesuai dengan SNI 0222-
b. Pewarna 1987
c. Pemanis buatan
d. Sakarin siklamat Negatif Negatif
Cemaran logam:
a. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
b. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
c. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
d. Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
Cemaran mikrobia:
a. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 105
b. E.coli APM/g <3
c. kapang Koloni/g Maks. 104

1. Proses Fermentasi Yoghurt


Susu terfermentasi dapat dibuat melalui beberapa cara yaitu menambahkan
enzim-enzim untuk proses fermentasinya atau menambahkan mikrobia yang dapat
melakukan proses fermentasi susu, cara yang pertama sangat mahal karena enzim-
enzim yang harus ditambahkan jumlahnya lebih dari satu dan harus diberikan
dalam kondisi tingkat kemurnian tinggi. Oleh sebab itu cara penambahan
mikrobia yang dipilih, karena mikrobia tersebut secara alami terdapat pada susu,
kita hanya tinggal mengisolasinya menjadi biakan murni untuk selanjutnya
diperbanyak dan ditambahkan pada susu yang difermentasi.
Yogurt dibuat dengan bantuan dua jenis bakteri menguntungkan, satu dari
keluarga lactobacillus yang berbentuk batang (Lactobacillus bulgaricus) dan
lainnya dari keluarga streptococcus yang berbentuk bulat (Streptococcus
thermophilus). Kedua bakteri yogurt ini merupakan bakteri penghasil asam laktat
yang penting peranannya dalam pengaturan mikroflora usus. Saat bertumbuh di
usus, Lactobacillus bulgaricus dan S. thermophilus mampu menciptakan keadaan
asam yang menghambat bakteri lain. Bakteri penyebab penyakit yang umumnya
tak tahan asam tak mampu bertahan di lingkungan bakteri yogurt. Sementara
bakteri lain yang memang seharusnya melimpah dirangsang untuk bertumbuh.
Sehingga mikroflora dalam usus didorong mendekati keadaan seimbang yang
normal. Banyak penelitian menunjukkan bahwa bakteri dalam yogurt dan susu
fermentasi ulain memberi ekstra manfaat bagi tubuh. Bakteri yogurt
membutuhkan kondisi pertumbuhan yang cocok terutama suhu yang tepat.
Umumnya bakteri tumbuh baik pada keadaan hangat. Bakteri yogurt S.
thermophilus dan L. bulgaricus paling cepat tumbuh di sekitar suhu 40– 44°C
(bergantung pada galurnya). Jika suhu terlalu rendah bakteri akan berkembang
biak lambat atau tidak sama sekali. Sementara jika suhu terlampau panas bakteri
bisa rusak dan mati. Bahaya lain, yaitu merajalelanya mikroba lain yang kondisi
optimumnya di suhu lebih tinggi atau rendah. Karena lebih cepat berkembang
biak di suhu tersebut, jumlah mikroba penyusup tadi dapat menyusul bahkan
menyisihkan bakteri yogurt semula. (Widodo,2002)
2. Tahap-Tahap Pembuatan Yoghurt
Praktikum pembuatan yoghurt kali ini menggunakan susu pasteurisasi, ada 2
jenis pasteurisasi yang dilakukan:
a. Yoghurt dengan susu pasteurisasi LTLT
Sebelumnya siapkan 200 ml susu sapi, yang kemudian dimasukkan kedalam
beaker glass. Lalu dipasteurisasi pada hotplate dengan suhu 60ºC selama sekitar
30 menit. Pada dasarnya pasteurisasi LTLT ini menggunakan aplikasi suhu akan
tetapi suhu yang digunakan relatif lebih rendah dibandingkan dengan pasteurisasi
HTST dan waktunyapun lebih lama. Pada pasteurisasi ini sebagian bakteri
kontaminan yang terdapat dalam susu akan mati, akan tetapi sebagian nutrisi yang
terkandung didalam susu juga berkurang seperti halnya protein dan vitamin.
Setelah melewati tahap pasteurisasi, kemudian suhu susu diturunkan hingga
mencapai 45ºC, kemudian tambahkan starter yoghurt. Terakhir susu yang telah
dipasteurisasi dan ditambahkan starter tadi di inkubasi pada water bath dengan
suhu 45ºC selama 4-5 jam. Inkubasi dilakukan dengan tujuan agar starter dapat
tumbuh optimum.
b. Yoghurt dengan susu pasteurisasi HTST
Siapkan susu terebih dahulu, kemudian tuang sebanyak 200 ml kedalam
beaker glass. Pasteurisasi susu dengan cara HTST selama 15 detik. Setelah susu
dipasteurisasi turunkan suhu susu hingga mencapai 45ºC, kemudian tambahkan
starter. Inkubasi pada waterbath selama 4-5 jam pada suhu 45ºC.
Sebagian besar senyawa alam terdegradasi oleh beberapa jenis mikroba dan
bahkan banyak senyawa buatan manusia juga diserang oleh bakteri. Terjadi dalam
lingkungan tanpa oksigen (atau kondisi untuk reaksi redoks yang cocok),
degradasi ini mengakibatkan terjadinya fermentasi.
Meskipun banyak metode yang menggunakan bakteri untuk melakukan
fermentasi terhadap senyawa organik, tetapi pada dasarnya yang terjadi pada
semua fermentasi adalah NAD+ hampir selalu direduksi menjadi NADH.
Metabolisme yang melibatkan oksidasi substrat, elektron dari molekul organik
akan paling sering diberikan ke NAD. (Hal ini berlaku baik dalam fermentasi dan
respirasi). Di bawah ini ditampilkan contoh pengurangan NAD

Keterangan: oksidasi gliseraldehida-3-fosfat untuk 1,3 bisphosphoglycerate.


Elektron akan dihapus dari karbon dilambangkan dengan warna merah dan
disumbangkan ke NAD +.
Fermentasi menghasilkan banyak NADH. Akumulasi NADH menyebabkan
masalah pad areaksi anaerob. NADH yang terlalu banyak akan mencegah oksidasi
lebih lanjut dari substrat karena kurangnya + NAD untuk menerima elektron.
Dalam jalur fermentasi banyak, langkah-langkah setelah produksi energi
dilakukan sebagian untuk menyingkirkan NADH tersebut. Piruvat sebagai
perantara penting Banyak reaksi yang pada akhirnya menghasilkan piruvat.
Piruvat adalah perantara yang berharga karena dapat digunakan untuk sintesis sel
dan enzim yang berbeda dapat bertindak di atasnya. Ini memberikan fleksibilitas
mikroba.
Energi berasal dari Substrat-Tingkat Fosforilasi (SLP) Substrat diubah
menjadi senyawa terfosforilasi dan dalam reaksi selanjutnya fosfat energi tinggi
ditransfer ke ATP.
Fermentasi dapat melibatkan setiap molekul yang dapat mengalami oksidasi.
Substrat umum termasuk gula (seperti glukosa) dan asam amino. Produk khas
tergantung pada substrat tetapi bisa termasuk asam-asam organik (asam laktat,
asam asetat), alkohol (etanol, metanol, butanol), keton (aseton) dan gas (H2 dan
CO2).

3. Preparasi Pembuatan Yoghurt


Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu
tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu, tergantung
kepada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan
ini yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati (susu
kacang-kacangan). Sebagai contoh, yoghurt dapat dibuat dari kacang kedelai,
yang sangat populer dengan sebutan “soyghurt”. Yoghurt juga dapat dibuat dari
santan kelapa, yaitu yang disebut dengan “miyoghurt”.
Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam
bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan
berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan
pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan
pada pembentukan citarasa yoghurt. Yoghurt yang baik mempunyai total asam
laktat sekitar 0,85-0,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya
dicapai oleh yoghurt adalah sekitar 4,5.
Langkah-langkah dalam pembuatan yogurt dapat diterangkan dari yang paling
mudah dan sederhana hingga yang menyerupai produk komersial. Cara yang
paling sederhana untuk pembuatan yogurt, bahan yang diperlukan hanyalah susu
dan bibit yogurt, serta peralatan dapur sederhana seperti panci dan sendok. Segala
macam jenis susu dapat digunakan untuk pembuatan yogurt, mulai dari susu sapi
dan kambing, kuda dan unta, susu nabati dari kedelai, kecipir, almond, kacang
tanah, santan, dan sebagainya. Variasi susu yang digunakan dapat berupa susu
segar, susu cair dalam botol/karton, susu krim, susu skim, atau susu bubuk yang
telah dicampur kembali dengan air. Meski demikian, sebaiknya tidak
menggunakan susu kental manis karena terlalu banyak mengandung gula. Juga
perlu diperhatikan bahwa ada produk susu cair dan bubuk yang mengandung
pengawet, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yogurt. Jenis susu seperti
demikian tidak dapat dijadikan yogurt.
Secara prinsip cara pembuatan yogurt dari susu nabati seperti susu kedelai
sama saja seperti pembuatan yogurt lain, yaitu dengan menambahkan sejumlah
bibit yogurt pada susu. Hanya saja, karena yogurt kedelai yang sudah jadi lebih
sukar diperoleh, untuk pembuatan pertama terpaksa digunakan bibit yogurt dari
susu sapi. Yogurt kedelai sedikit lebih encer daripada yogurt susu sapi.
Pembuatan yogurt memerlukan suhu fermentasi yang kurang lebih konstan.
Karena suhu ruangan tempat menyimpan yogurt lebih dingin (25°C) dibandingkan
suhu fermentasi yang seharusnya (40–44°C), maka susu akan menjadi dingin.
Suhu konstan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti alat pembuat yogurt
listrik, menggunakan bola lampu dan kotak kardus atau menggunakan baskom
dan air hangat. Cara yang paling praktis adalah yang pertama, karena di dalam alat
tersebut terdapat pengukur suhu dan pemanas otomatis untuk menjaga suhu.
Apabila tidak ada alat pembuat yogurt, dapat digunakan cara yang kedua yaitu
menggunakan bola lampu dan kotak kardus. Tempat yang berisi susu hangat yang
telah diberi bibit yogurt dimasukkan ke dalam kotak kardus. Kemudian digantung
sebuah bola lampu 60 watt di dekat wadah untuk menghangatkan susu. Suhu di
dalam kotak kardus harus selalu diperiksa dengan termometer. Suhu optimum
harus berada sekitar 42–45°C, yaitu 1–2°C lebih tinggi dari suhu fermentasi. Jika
terlalu panas atau dingin, letak bola lampu dapat diatur (atau diganti ukuran
wattnya). Jika cara pertama dan kedua tidak memungkinkan, dapat digunakan air
penghangat. Susu hangat yang telah diberi bibit diletakkan dalam panci logam.
Panci dimasukkan ke baskom atau ember yang lebih besar. Kemudian air hangat
(42–45°C) dituangkan di sekeliling panci hingga mencapai tepian. Air yang
digunakan dijaga jangan sampai masuk ke susu. Sekitar setengah jam sekali, air
yang telah dingin dihangatkan kembali dengan menambahkan sedikit air panas.
Suhu air selalu diukur dan diatur agar berkisar 42–45°C kembali. Kegiatan ini
selalu diulangi dengan jangka waktu setengah jam kemudian hingga yogurt jadi.
Penggunaan bibit serbuk diperlukan untuk memulai (starter) jika tidak tersedia
yogurt jadi. Selanjutnya untuk beberapa kali pembuatan, dapat mengambil bibit
dari yogurt hasil sebelumnya. Saat kualitas yogurt mulai menurun barulah
kembali menggunakan bibit serbuk. Yogurt menggumpal disebabkan selain
butiran lemak dan air, susu juga terdiri dari bola-bola protein kecil yang disebut
misel. Letaknya berjarakan satu dengan yang lain. Jika suasana susu tidak asam,
bertabrakan pun misel-misel ini berpantulan dan memisah kembali. Tapi saat susu
menjadi asam oleh asam laktat dari bakteri yogurt, misel seolah-olah lengket dan
ketika bertabrakan terbentuklah jaring-jaring yang memerangkap air. Dalam
pengamatan, susu nampak menggumpal.
Secara umum ada dua jenis yogurt yang bisa dibuat yaitu setengah padat dan
cair. Yogurt setengah padat bentuknya seperti tahu dan tidak diaduk. Untuk
pembuatan yogurt setengah padat ini dibutuhkan susu yang kental, yang
kandungan padatannya banyak, biasanya dengan menambahkan sejumlah susu
skim padat ke dalam susu murni atau dengan membiarkan sebagian air dari susu
menguap saat dipanaskan. Sedangkan yogurt cair, bentuknya encer dan dapat
diminum karena kandungan padatan susunya lebih rendah. Malah yogurt cair ini
dapat lebih encer dibandingkan susu murni.

4. Standard Nasional indonesia Yoghurt


Mengenai SNI yoghurt akan dijelaskan pada tabel berikut ini:
(SNI 2981:2009)
5. Sebab-sebab kegagalan pembuatan yoghurt
Kegagalan pembuatan yogurt merupakan peristiwa yang umum terjadi. Sebab-
sebab kegagalan dan cara mengatasinya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Apabila masih mengalami kegagalan, maka perlu diperhatikan penggantian bahan
yang dicurigai membuat gagal (baik dari susu atau bibitnya) dengan yang baru
dari tempat atau sumber lain. Patut pula diperhatikan kebersihan.
BAB V.

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Nama : ginggi khansa julyanidar tanggal pratikum:18 April 2016

Nim :1501442 tanggal laprak : 24 April 2016

Judul praktikum : fermentasi pada pembuatan roti dan fermentasi dalam


pengolahan yoghurt

 Dapat mengetahui bagaimana hubungan antara pemilihan tepung yang


digunakan dalam pembutan roti dengan fermentasinya kandungan tepung
yang tinggi akan protein akan mempercepat proses fermentasi pada
pembuatan roti hingga optimal
 Dapat mengetahui apa saja kandungan ragi dan peran ragi dalam pembuatan
ragi yang akan dijadikan sebagai bahan pokok dalam pembuatan roti
 Dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan roti dan apa saja funssi dari
setiap bahan yang ditambahnkan dalam proses fermentasi pembutan roti
 Dapat mengetahui penyebab dari perubahan ukuran dari roti setelah inkubasi
dan pemanggangan
 Dapat mengetahui proses pembuatan yoghurt dengan 2 motede yaitu dengan
susu pasteurisasi dengan HTST dan LTLT
 Dapat mengidentifikasi karakteristik sensori yoghurt yang telah diamati
 Dapat mengetahui penyebab dari warna , aroma, tektur dan rasa yang ada
didalam yoghurt

Nama : Lili Nailufhar Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1504738 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul : Pembuatan Roti dan Yoghurt


1. Roti terbuat dari bahan baku dari tepung yang berasal dari jenis serealia,
contohnya gandum, yang kemudian difermentasi. Sedangkan yoghurt terbuat
dari bahan baku susu yang juga difermentasi. Keduanya dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme (ragi/starter). Pada roti ragi berperan sebagai
penghasil gas yang dapat mengakibatkan roti mengembang dan pada yoghurt
starter berperan sebagai pengubah laktosa pada susu menjadi asam laktat.
2. Mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi roti adalah jenis
kapang Saccharomyces Cerevisiae dan pada yoghurt adalah jenis bakteri
yaitu Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophyllus.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pembuatan roti adalah laju
fermentasi, suhu pemanggangan, jangka waktu inkubasi, keadaan ragi, jenis
tepung, kadar dan jenis bahan yang digunakan, serta tehnik pencampuran
bahan pada pembuatan adonan.
4. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan proses pembuatan yoghurt
adalah laju fermentasi, jenis susu yang digunakan, jenis starter, jangka waktu
fermentasi, penambahan bahan tambahan, seperti pengental dan pemanis,
sterilisasi susu, dan suhu yang digunakan pada saat proses inkubasi yoghurt.

Nama : Sabila Nur Amalina Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1501811 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul Praktikum : Fermentasi pada pembuatan roti dan yoghurt

 Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu
dengan ragi atau bahan pengembang lainnya.
 Fermentasi merupakan keguatan mikroba pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki, dan mikroba yang umumnya terlibat
dalam fermentasi adalah bakteri, khamir serta kapang.
 Khamir jenis Saccharomyces Cereviceae merupakan jenis khamir yang paling
umum digunakan pada pembuatan roti.
 Yoghurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri.
 Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan
streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa.
 Dalam pembuatan yoghurt susu sapi murni tersebut harus dipasteurisasi
terlebih dahulu, untuk mematikan bakteri yang ada pada susu, supaya tidak
menghambat pertumbuhan kedua bakteri starter tersebut.

Nama : Sonhaji Tanggal Praktikum : Senin, 18 April 2016


NIM : 1507139 Tanggal laporan : Senin, 25 April 2016
Judul Praktikum : Pembuatan Roti dan Yoghurt
1. hard flour merupakan salah satu jenis tepung yang memilki kandungan protein
lebih tinggi.
2. Penambahan margarine berpengaruh pada tekstur, sedangkan telur berfungsi
sebagai emulsifier.
3. Inkubasi bertujuan untuk membiarkan ragi yang ada pada roti aktif dalam
memproduksi gas.
4. Ukuran sebelum dan sesudah roti diinkubasi menjadi berbeda, diakibatkan
karena adanya aktivitas ragi dalam memproduksi gas dalam keadaan anaerob,
sehingga akan membentur dinding roti, mengakibatkan terbentuknya rongga
didalam roti (mengembang).
5. Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi yang memanfaatkan
mikroorganisme pada proses pembuatannya.
6. Mikroorganisme yang digunakan merupakan jenis bakteri asam laktat yang
diantaranya adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
7. Pada pembuatan yoghurt dapat menggunakan susu yang telah dipasteurisasi
terlebih dahulu. Ada dua jenis pasteurisasi yakni LTLT dan HTST.
5.2. Saran

Penyusun mengharapkan agar pada kesempatan yang akan datang , laporan


praktikum ini akan dilengkapi dengan adanya lampiran dan pada praktikum ke
depannya diharapkan agar keadaan bahan yang digunakan untuk proses percobaan
adalah bahan yang masih baru dan belum disimpan dalam jangka waktu yang
sudah lama.
Daftar Pustaka

Nama : ginggi khansa julyanidar tanggal pratikum:18 April 2016

Nim :1501442 tanggal laprak : 24 April 2016

Judul praktikum : fermentasi pada pembuatan roti dan fermentasi dalam


pengolahan yughurt

Nur’aini, A. 2011. Aplikasi millet (pennisetum spp) merah dan millet kuning
sebagai substitusi terigu dalam pembuatan roti tawar evaluasi sifat
sensoris dan fisikokimi.skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret

Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. 4th Edition,
Bombay, New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd.

Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Technology. Canada: Universit


ofguelph.

Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.

McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You: Nutritional Value of Yughurt. The
National Yoghurt Association.

Susanto, A. 2000. Si Putih Kaya Gizi. Kompas Cyber Media, diakses 9 Mei 2003.

Nama : Lili Nailufhar Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1504738 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul : Pembuatan Roti dan Yoghurt


Arlene,A., Witono,J,R., Fransisca,M., (2009)., “PEMBUATAN ROTI TAWAR
DARI TEPUNG SINGKONG DAN TEPUNG KEDELAI” Simposium
Nasional RAPI VIII 2009., Bandung : Universitas Katolik Parahyangan
Kunaepah, U. (2008) “Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa
Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total Dan,Mutu Kimia Kefir
Susu Kacang Merah” ., Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro
Azizah,N,dkk., (2012)., “PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP
KADAR ALKOHOL, pH, DAN PRODUKSI GAS PADA PROSES
FERMENTASI BIOETANOL DARI WHEY DENGAN SUBSTITUSI KULIT
NANAS”., Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol.1,No.2., Semarang :
Universitas Diponegoro
Muchtadi,dkk (2015)., “Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan” ., Bandung : Alfabeta
Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. (2007) “Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti”
Jakarta : Swadaya
Nur’aini,A., (2011)., “APLIKASI MILLET (Pennisetum Spp) MERAH DAN
MILLET KUNING SEBAGAI SUBSTITUSI TERIGU DALAM
PEMBUATAN ROTI TAWAR : EVALUASI SIFAT SENSORIS DAN
FISIKOKIMIA”., Surakarta : Universitas Sebelas Maret
SNI. (1995)., “Standar Nasional Indonesia Roti Tawar”., (SNI 01-3840-1995).
Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional - DSN
Widodo,W., (2002)., “Bioteknologi Fermentasi Susu”., Malang : Pusat
Pengembangan Teknologi Universitas Muhammadiyah.

Nama : Sabila Nur Amalina Tanggal Praktikum : 18 April 2016

NIM : 1501811 Tanggal Laporan : 25 April 2016

Judul Praktikum : Fermentasi pada pembuatan roti dan yoghurt

Kusumawati, Rohana dkk. 2012. Biologi kelas XII. Intan Pariwara: Klaten.
Subarna. 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/makalah-fermenrasi-roti.html
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Darma, 2010. Bioteknologi Fermentasi.

Nama : Sonhaji Tanggal Praktikum : Senin, 18 April 2016


NIM : 1507139 Tanggal laporan : Senin, 25 April 2016
Judul Praktikum : Pembuatan Roti dan Yoghurt
Agus., Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan . Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.
Astawan, Made dan Andreas Leomitro Kasih. (2008). Khasiat Warna-Warni
Makanan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Aan Mau’izhatul Hasanah. 2007. Pengaruh Total Mikroba Pada Merk Ragi
dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih. Skripsi
yang Diterbitkan Malang : Fakultas Sains dan Teknologi UM
Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan
Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta
Desrosier, N.W. 1987.Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Dinstel, Roxie R. 2008. Sautauerkr. University of Alaska Fairbanks Cooperative
Extension Service FNH-00170
Dwijoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Fitriyono dkk, 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Deeppublish. Yogyakarta
Francis, F.J., 2000. Anthocyanins and Betalains: Composition and Application.
Cereal Foods World 45 (5): 208-213.
Gandjar, I., 2003. Tape from cassava and cereals. The First International
Symposium and Workshop on Sight into the World of Indigenous
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Gramedia. Jakarta
Gumbiro, Said. 1987. Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi.
Jakarta.Mediyatama Sarana Perkasa.
Maryati, Sri, 2000. Tata Laksana Makanan, Rineka Cipta. Jakarta.
Roberts, Haris dan Endel, Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan
Pangan. ITB. Bandung.
Rukmana dan Yuniarsih. 2001. Cara Pembuata Roti . Kanisius. Yogyakarta.
Sri Rini Dwiari, Dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Susanto, Tri dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.
Surabaya : PT Bina Ilmu.
Shurtleff, W; dan Aoyagi, A, Tempeh production: a craft and technica manual
(edisi ke 2nd), Lafayette: “The Soyfoods Center”, ISB 0933332238,1986.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta
Selatan: Penerbit PT. Agro Media Pustaka
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Website:
http://adiparmanlaode.blogspot.com/2012/11/laporan-praktikum-biologi-
terapan_202.html. diakses pada tgl 26 april 2013 pukul 21:34

Anonim. 2011. Lactobacillus : Learn How to Prevent Infections.


http://www.vaxa/lactobacillus.cfm. Diakses tanggal 24 April 2016

Anonim. 2011. Penentuan Komposisi Biopolimer sebagai Bahan Pengeenkapsul.


http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51162/F11adr_BAB%2
0IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=8. Diakses tanggal 24
April 2016

Cai H, Rodriguez BT, Zhang W, Broadbent JR, and Steele JL. 2007. Genotypic
and penotypic characterization of Lactobacillus casei strains isolated from
different ecological niches suggest frequent recombination and niche
specificity. Microbiology. Volume 153. P. 2655-2665.

Chan B, Bonilla L, and Velazquez AC. 2003. Using banana to generate lactic
acid thorugh batch process fermentation. Applied Microbiology
Biotechnology. Volume 63. p. 147-152
Evillya. 2010. Lactobacillus casei. http://heartfoods.Wordpress.com/2011/06/23/.
lactobacillus_casei Diakses tanggal 24 April 2016.

Krisno, A. 2011. Pemanfaatan bakteri lactobacillus casei dalam upaya menjaga


kesehatan pencernaan manusia.
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/pemanfaatan-bakteri-
lactobacillus-casei-dalam-upaya-menjaga-kesehatan-pencernaan-manusia.
diakses pada tanggal 24 April 2016

Widodo W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Universitas Muhamadiyah.


Malang. Hal.

Widodo, Suparni, Wahyuni, Endang. 2003. Bioenkapsulasi Probiotik \


(Lactobacillus casei) dengan Pollard dan Tepung Terigu serta Pengaruhnya
terhadap Viabilitas dan Laju Pengasaman. Fakultas Peternakan Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai