Dari Ibu Mustika N.H, S.T.P., M.Pd & Ibu Dewi Nur Azizah S.T.P.,M..P
OLEH:
KELOMPOK 10
Ginggi Khansa Julyanidar (1501442)
Lili Nailufhar (1504738)
Sabila Nuramalina (1501811)
Sonhaji (1507139)
TB Zainal Muttaqin (1506757) Tidak Mengirim Pembahasan
2016
BAB I.
PENDAHULUAN
Roti adalah salah satu makanan tertua di dunia. Sejarah roti yang panjang
konon berawal dari Mesir dan Mesopotamia. Roti ditemukan saat mereka mencari
cara lain untuk menikmati gandum. Gandum yang awalnya dikonsumsi langsung
ternyata dapat dilumat bersama air sehingga membentuk pasta. Pasta yang
dimasak di atas api kemudian mengeras dan dapat disimpan beberapa hari. Teknik
paling dasar membuat roti seperti ini masih digunakan dibeberapa Negara walau
perkembangan teknik dan jenis roti modern semakin beragam. Sebut saja Tortila
Mexico, Roti Canai India, Pitabread di Timur Tengah dan lain-lain. Roti-roti
semacam ini dikenal lebih dengan nama istilah roti datar.Sementara ragi roti
ditemukan saat orang-orang Mesir menyimpan sedikit adonan dari hari
sebelumnya dan ditambah kan pada adonan yang baru.Kemudian dikembangkan
pula jenis gandum yang baru yang memungkin kan terciptanya jenis roti yang
baru.
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan
untuk roti adalah tepung gandum, jagung, havermouth, dan sebagainya. Untuk roti
yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena
beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan
menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang
selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas
yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali, yang harus
dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya.
Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan
kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Roberts, 1989).
Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan
membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9.
Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat
dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang
memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Air yang digunakan dalam industri makanan pada
umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak
mempunyai rasa dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan
tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat
meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati menurun (Gumbiro, 1987).
Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah
dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman
bau dan rasa yang khas, dengan atautanpa penambahan bahan lain yang diizinkan
(DSN. 1992). Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten
dan tidak ada sineresis. Bahan baku dan ingridien dengan komposisi dan
formulasi yang tepat serta proses pengolahan yang benar dibutuhkan untuk
menghasilkan yoghurt dengan tekstur dan konsistensi yang baik. Tipe yoghurt
dapat dibagi menjadi beberapa kategori, umurnnya berdasarkan kandungan lemak,
metode pembuatan dan flavor. Yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya
dibedakan dalam tiga kategori yaitu: 1) yoghurt yang mengandung minimum
3,25oh lemak susu:2) yoghurt yang mengandung lemak susu 1-3,25Yo; dan 3)
yoghurt rendah lemak yaitu bila mengandung lemak susu kurang dari l%
(Tamime, 1990). Berdasarkan metode pembuatannya. tipe yoghurt dibagi menjadi
set yoghurt dan stined yoghurt.
METODE PRAKTIKUM
Mempersiapkan
Susu Bubuk, dan
Starter Yoghurt
Melakukan
Pasteurisasi LTLT dan
HTST pada susu sapi
Mendinginkan hingga
suhu 45oC
Menginokulasi 5%
starter yoghurt
Menginkubasi selama
4 jam pada suhu 45oC
Mengamati sifat
sensori yoghurt
BAB IV.
Yoghurt
Kelompok 7 8 9 10 11 12
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih
susu susu susu susu susu susu
Aroma Khas Khas Khas Khas Khas Khas
yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt yoghurt
Tekstur +++ +++ +++ ++ +++ +++
Rasa Asam Asam Asam Asam Asam Asam
pH 4,34 4,38 4,44 4,34 4,37 4,36
Roti
Kelompok 7 8 9 10 11 12
Warna Kunin Kuning Kuning Kuning Kuning Coklat
g keemasa kecoklata keemasa keemasa kekuninga
n n n n n
Tekstur Luar : halus Luar : Luar : Luar : Luar :
keras keras keras keras keras
Dalam Dalam : Dalam : Dalam : Dalam :
: empuk empuk empuk empuk
empuk
Aroma Khas Khas roti Khas roti Khas roti Khas roti Khas roti
roti
Rasa Tawar Tawar Gurih Tawar Tawar Asin
Kenampaka Halus Halus Halus Pori-pori Padat Halus
n bantet bantet bantet halus tidak bantet
permukaan berpori
Ukuran 1,3 cm 2,4 cm 2,5 cm 4,5 cm 2,5 cm 2 cm
adonan roti
sebelum
inkubasi
Ukuran 1,4 cm 2,4 cm 2,7 cm 5 cm 2,6 cm 2 cm
adonan roti
setelah
inkubasi
Ukuran 2 cm 3 cm 3,1 cm 5,5 cm 2,7 cm 2,9 cm
adonan roti
setelah
dipanggang
4.2. Pembahasan
Roti emang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat dan sebenarnya
pembuatan roti itu tegantung pada jenis tepung yang digunakannya dikarenakan
setiap jenis tepung memiliki kegunaannya tersendiri. Roti termasuk bahan
makanan yang menggunakan tepung hard flour atau yang sering disebut sebagai
tepung yang berprotein tinggi. Dan jenis ini dapat berpengaruh pada proses
fermentasi dalam pembuatan roti
Tepung terigu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Hard Wheat (terigu protein
tinggi), dengan kandungan protein 11-13% yang baik digunakan sebagai bahan
baku roti (roti tawar, roti manis, dll) dan mie karena sifatnya yang elastis dan
mudah di fermentasikan. Medium Wheat (terigu protein sedang), dengan
kandungan protein 10%-11% yang baik digunakan untuk pembuatan donat,
bakpau atau aneka cake. Soft Wheat (terigu protein rendah), dengan kandungan
protein 8%-9% yang baik digunakan untuk membuat kue kering, biskuit, pastel
dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi (Sutomo, 2008, dalam
Nur’aini, A. 2011).
Selain tepung terigu hal yang tidak kalah penting dalam fermentasi
pembuatan roti adalah ragi ragi atau Yeast adalah salah satu mikroorganisme
uniseluler yang termasuk dalam golongan fungi (Balia, 2004 dalam Nur’aini, A.
2011). Salah satu jenis yeast adalah saccharomyces cerevisiae. Jika air dalam
jumlah cukup, serta adanya gula sebagai sumber makanan bagi ragi, maka ragi
tersebut dapat tumbuh. Yeast mampu merubah gula menjadi CO2 dan senyawa
beraroma (Hendra, 2010, dalam Nur’aini, A. 2011).
Selain dengan penambahan tepung dan ragi masih banyak komponen yang
harus ditambhankan dalam pembuatan roti seperti penambhan bumbu gula dan
garam yang akan memberikan rasa pada roti.
Susu yang ditambahkan pada pembuatan roti sebaiknya berupa susu padat,
karena susu padat dapat menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat
adonan. Susu berfungsi sebagai penegar protein tepung sehingga volume roti
bertambah, menambah nilai gizi karena mengandung mineral, protein, lemak, dan
vitamin. (Mudjajanto, 2008, dalam Nur’aini, A. 2011)).
Air dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pelarut semua bahan menjadi
adonan yang kompak. Air berfungsi mengikat protein terigu sehingga membentuk
gluten dan juga sebagai pelarut bahan penunjang lainya (garam, gula, susu dan
lainya) serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan (Mudjajanto, 2008, dalam
Nur’aini, A. 2011).
Setelah semua adonan tercampur dan telah menjadi kalis adonan tersebut
disimpan ditempat yang lembab sepperti contohnya pada praktikum kali ini adalah
adonan roti ditutupi dengan kain basah dan suhu didalam tempat menjadi lembab
hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan optimal proses fermentasi
karena suhu yang lembab adalah suhu yang ideal untuk pekembangan ragi agar
tetap mempunyai aktifitas yang baik yaitu di anatara suhu 2⁰C-5⁰C. adonan
sesuai/cocok untuk aktivitas ragi. Bila suhu adonan melebihi 30°C, maka aktivitas
ragi akan berkurang sehingga fermentasi roti akan semakin lama. Akibatnya
aroma roti menjadi asam, serat roti kasar, mudah keras, dan roti menjadi tidak
tahan lama (Titan, 2005, dalam Nur’aini, A. 2011).
Pada table diatas diyakini bahwa roti mempunyai standar SNI yang menjadikan
standar pembutan roti sebelum dipasarkan dan sebelum dikonsumsi oleh
konsumen.
Asal dari yoghurt adalah susu, Susu merupakan substansi cair yang
disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah
air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003) menyatakan susu merupakan
sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu protein
susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu sangat kaya akan lisin,
yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.
Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar
sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya
total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu,
yoghurt sesuai bagi penderita lactose intolerance atau yang tidak toleran terhadap
laktose. Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam
laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L.
bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan tidak membentuk
endospora. Dalam susu, L. bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam
laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum
untuk pertumbuhannya sekitar 45oC. Kondisi optimum untuk pertumbuhannya
adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5. S. thermophilus adalah bakteri gram
positif berbentuk bulat, sering pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat
diklasifikasikan sebagai bakteri homofermentatif dan termodurik dengan pH
optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,5 (Helferich dan Westhoff 1980).
Dalam praktikum kali ini fermentasi pembuatan yoghurt dibuat dari 200
ml susu sapi yang ditambahkan dengna starter yoghurt. Dan memlalui proses
pasteurisasi yang berbeda ada yang dipasteurisasi dengan HTST dan LTLT
kemudian di inkubasi selama 4-5 jam menggunakan waterbath dan dikatakan
yoghurt sudah berhasil ketika tesktur susu sudah mulai adanya berbulir atau
mengental
Warna, perbedaan warna pada yoghurt disebabkan oleh bakteri apa saja
yang ada didalamnya dan juga jenis susu yang digunakannya contohnya warna
susu disebabkan karena warna susu fermentasinya krem yaitu agak kekuningan,
karena kandungan karoten dan riboflavin serta vitamin A yang berada di dalam
lemak susu, adapun yoghurt dibuat dari susu yang lemaknya telah diambil terlebih
dahulu, sehingga warnanya menjadi lebih putih.
Tekstur , Hal ini disebabkan karena bahan baku susu untuk yoghurt
adalah tanpa lemak sehingga bahan padatan menjadi lebih sedikit mengakibatkan
kurang kental. Total kadar protein dan lemak yoghurt adalah rendah (5,22%)
kadar airnya lebih tinggi (88,11%) sedangkan kombinasi dengan Lactobacillus
plantarum adalah 10,84 – 11,1%, kadar air 79,30 – 81,37 %
1. Pembuatan Roti
Pada praktikum kali ini, pembuatan roti bukan hanya semata-mata untuk
mengetahui cara pengolahan produk pangan dari bahan setengah jadi menjadi
bahan pangan yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi, namun juga untuk
mengetahui bahan-bahan yang terkandung di dalam roti tersebut beserta peran dan
fungsi bahan tersebut dan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan tersebut
sehingga dapat menjadi sebuah roti. Pada awalnya, telah dibahas bahwa untuk
pembuatan roti, tepung yang harus digunakan adalah tepung yang memiliki kadar
protein yang tinggi. Dalam tepung terigu terdapat senyawa yang disebut gluten.
Menurut Muchtadi,dkk (2015) gluten merupakan protein tidak larut air yang
hanya terdapat pada tepung terigu dan gluten mempunyai peranan penting sebagai
bahan dasar pembuatan roti. Oleh karena itu, jika kadar protein dalam tepung
tersebut tinggi, maka dengan kata lain bahwa kadar gluten yang terkandung dalam
tepung tersebut juga akan tinggi. Maka tepung terigu yang digunakan untuk
pembuatan roti adalah tepung terigu hard flour (kadar protein/gluten tinggi).
Gluten yang terkandung dalam terigu yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan roti tersebut memegang peranan yang sangat penting pada proses
fermentasi roti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa roti adalah salah
satu produk pangan hasil fermentasi. Proses fermentasi pada roti dibantu oleh
mikroorganisme yaitu Saccharomyces Cerevisiae. Mikroba tersebut sering disebut
sebagai ragi dalam pembuatan roti. Mikroba tersebut bekerja sebagai pengembang
adonan roti, sehingga setelah roti difermentasi, maka adonan roti akan
mengembang dan akan terbentuk rongga-rongga di dalam adonan roti tersebut.
Pengembangan roti tersebut disebabkan karena mikroba (ragi) yang ditambahkan
pada ragi tersebut mengeluarkan gas CO2 sehingga ruang di dalam adonan roti
terisi udara dan akibatnya roti menjadi mengembang. Pada proses pengembangan
tersebut, yang berperan penting adalah gluten. Gluten menahan pada bagian
permukaan roti agargas CO2 yang dihasilkan oleh mikroba tersebut tidak terlepas
keluar sehingga roti bisa mengambang dengan sempurna. Maka hal tersebutlah
yang menjadi dasar bahwa untuk pembuatan roti, dibutuhkan terigu hard flour
(terigu dengan kadar protein tinggi) karena peran gluten sebagai penhan gas CO2
tersebut, dan jika gas tersebut keluar dan tidak ditahan agar tetap di dalam adonan
roti maka roti tersebut tidak akan mengembang sempurna atau dengan kata lain
sering disebut bantet. Hal tersebut berdasarkan pengujian yang telah dilakukan
terhadap pola pengembangan roti dengan menggunakan tepung yang berbeda,
yaitu tepung terigu, tepung kedelai, dan tepung singkong. Dan didapatkan
kesimpulan bahwa nutrisi roti dari tepung singkong dan tepung kedelai lebih besar
daripada roti dari tepung terigu, tetapi daya mengembang roti dari tepung
singkong dan tepung kedelai tidak dapat menyamai roti dari tepung terigu
(Arlene,dkk :2009). Berdasarkan hasil tersebut, dijelaskan bahwa dari segi nutrisi,
tepung singkong dan tepung kedelai lebih unggul sebagai bahan dasar pembuatan
roti, namun untuk pengembangan roti, tepung terigu adalah pilihan terbaik untuk
dijadikan bahan dasar untuk pembuatan roti. Dan menurut Arlene,dkk (2009) pula
Jaringan yang terbentuk pada adonan roti dari tepung singkong dan tepung kedelai
tidak cukup kuat untuk menahan keluarnya gas CO2 dari adonan walaupun telah
dilakukan penambahan gluten sehingga adonan tidak dapat mengembang secara
optimal. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat jelas bahwa pengaruh gluten dalam
pengembangan roti sangatlah besar. Namun,seperti yang telah dikatakan bahwa,
meskipun sudah dilakukan penambahan gluten pada tepung singkong dan tepung
kedelai tersebut, namun pola pengembangannya tidak maksimal. Dan yang
maksimal adalah tepung terigu. Dan terigu yang digunakan haruslah terigu yang
hard flour (gluten tinggi) agar adonan mengembang secara optimal dan kualitas
roti yang dihasilkan akan bagus.
Pada proses pembuatan roti seperti yang telah dijelaskan adalah terjadinya
pengeluaran gas CO2 oleh mikroba Saccharomyces Cerevisiae. Proses
pengeluaran gas tersebut merupakan aktivitas yang dilakukan oleh mikroba. Oleh
karena itu, dibutuhkan adanya proses fermentasi. Proses fermentasi tersebut
bertujuan untuk mengaktifkan kinerja mikroba tersebut agar dapat membuat roti
mengembang sempurna dan teksturnya menjadi bagus. Untuk dapat bekerja
dengan efektif, mikroba yang dicampurkan dalam pembuatan roti tersebut (ragi)
juga harus diberikan kondisi yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain nutrisi
yang lengkap dalam adonan pembuatan roti, yang dibutuhkan mikroba tersebut
juga adalah keadaan lingkungan yang sangat mendukung agar mikroba tersebut
bisa bekerja secara optimal dalam proses pembuatan roti tersebut. Selain sebagai
pengembang adonan roti, ragi juga dapat menghasilkan alkohol dan asam selama
proses fermentasi. Karena mikroba tersebut selaiin menghasilkan gas CO2 juga
bisa menghasilkan alkohol dan asam. Menurut Kunaepah (2008) ada banyak
faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, pH, oksigen, dan
mikroba yang digunakan. Oleh karena itu, suhu disekitar lingkungan fermentasi,
pH, kadar oksigen, dan jenis mikroba yang digunakan harus sangat diperhatikan
dalam proses pembuatan rotii. Dalam praktikum kali ini, proses fermentasi pada
awalnya dilakukan pada suhu ruang, namun tetap harus diperhatikan tentang
kondisi rH dan oksigen yang ada di sekitar tempat fermentasi tersebut. Salah
satunya adalah dengan cara menutup adonan roti dengan menggunakan kain
basah. Hal tersebut dilakukan untuk memfermentasi adonan roti tersebut. Proses
tersebut terjadi karena dengan keadaan yang lembab, maka Saccharomyces dapat
tumbuh dan bekerja secara optimal dalam menghasilkan gas dan hal tersebut yang
menyebabkan adonan roti menjadi mengembang. Seperti tampak pada tabel hasil
pengamatan bahwa adonan roti sebelum dan sesudah mengalami proses
fermentasi dengan ditutup kain basah mengalam perubahan berupa kenaikan
tinggi. Namun dalam hasil pengamatan ada juga yang bahkan tidak mengalami
perubahan, hal tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
terjadi kesalahan pada saat pencampuran bahan pada adonan sehingga konsentrasi
bahan-bahan yang ditambahkan berbeda. Dan selain itu, hal tersebut juga
dimungkinkan karena usia ragi yang digunakan, jika ragi yang digunakan adalah
ragi yang sudah disimpan dalam jangka waktu lama, maka terdapat kemungkinan
bahwa mikroba yang ada pada ragi tersebut sudah banyak yang mengalami fase
kematian dan ada yang sudah tidak optimal dalam berperan dalam proses
fermentasi. Dan faktor lainnya juga adalah lamanya waktu fermentasi, karena
waktu fermentasi yang terlalu singkat menyebabkan bahwa mikroba yang ada
dalam adonan tersebut belum bekerja secara optimal dan membutuhkan waktu
yang lebih banyak lagi, sehingga pada saat diperiksa sebelum waktunya, maka
belum terjadi perubahan tinggi pada adonan yang telah difermentasi tersebut.
Kondisi menutup adonan roti tersebut dengan kain basah adalah untuk
menciptakan kondisi yang lembab dengan kadar rH yang tinggi sehingga mikroba
tersebut bisa tumbuh dan bekerja dengan optimal. Oleh karena itu, dapat dipahami
bahwa perubahan tinggi adonan sebelum dan sesudah ditutup dengan lap basah
disebabkan karena terjadinya proses fermentasi dan kondisi lap basah (lembab)
tersebut menjadi kondisi yang sangat cocok untuk merangsang pertumbuhan
mikroba yang ada dalam adonan roti. Dan selain kondisi yang sangat cocok,
mikroba tersebut juga akan tumbuh karena tersedianya nutrisi yang sangat disukai
olehnya. Yaitu karbohidrat yang terkandung dalam adonan roti tersebut. Adonan
roti tersebut selain mengandung protein, juga mengandung karbohidrat yang dapat
berupa amilum atau sebagainya. Menurut Azizah,dkk (2012) bahwa karbohidrat
adalah nutrient yang sangat penting dan dibutuhkan oleh mikroba dalam proses
fermentasi sebagai sumber karbon yang menjadi penghasil energi bagi mikroba.
Maka karbohidrat dan protein sama-sama dibutuhkan dalam proses pembuatan
roti, namun fungsinya berbeda. Protein sebagai pembantu pengembangan dan
karbohidrat sebagai sumber energi mikroba yang membantu proses fermentasi
tersebut. Selain setelah ditutup dengan menggunakan lap basah, perubahan tinggi
pada roti tersebut juga akan terjadi setelah roti tersebut dipanggang. Setelah
dipanggang, roti tersebut akan mengalami kenaikan tinggi , hal tersebut juga
dikarenakan mikroba juga dapat bekerja secara maksimal untuk menghasilkan gas
tersebut jika dalam keadaan suhu ekstrem. Namun, suhu dan lama waktu yang
diberikan pada proses pemanggangan juga harus diperhatikan karena jika suhu
terlalu tinggi dan waktu terlalu lama, maka hal tersebut juga akan merusak
kualitas roti yang dihasilka, roti tersebut bisa mengalami perubahan warna
menjadi kehitaman atau sering disebut dengan gosong. Hal tersebut akibat dari
suhu yang terlalu tinggi. namun, jika roti tersebut dipanggang pada suhu dan
jangka waktu yang tepat, maka suhu panas tersebut akan merata ke seluruh bagian
roti, sehingga panas bisa mengalir sampai ke dalam rongga dan pori-pori roti dan
tekstur roti juga menjadi lembut karena panas yang diberikan tersebut. Sehingga
jika pada proses fermentasi di awal , gas yang diahsilkan sudah optimal dan roti
juga sudah mengembang secara optimal dan rongga juga sudah terbentuk maka
pada proses pemanggangan yang bekerja adalah panas dan panas tersebut akan
mengalir ke bagian dalam roti sehingga tekstur berubah. Dan yang paling penting,
dalam proses pemanggangan, rongga-rongga bagian dalam roti akan terisi dengan
panas dan roti akan mengembang lagi sehingga seperti tampak pada tabel hasil
pengamatan bahwa roti setelah dipanggang juga akan mengalami kenaikan tinggi
karena rongga tersebut sudah terisi dengan udara panas. Dan dengan adanya panas
tersebut, maka akan terbentuk gelatin, dan gelatin beserta kandungan gluten yang
terkandung dalam adonan roti tersebut yang akan menjadi jaringan kerangka roti
nantinya.
Dalam proses pembuatan roti pula, selain bahan-bahan pokok tersebut,
ditambahkan pula bahan-bahan lain yaitu gula, garam, shortening (margarin),susu
bubuk dan air. Penambahan bahan-bahan tersebut memiliki fungsi tersendiri
dalam proses pembuatan roti. Penambahan garam pada adonan roti berfungsi
sebagai penggurih rasa dan pengontrol aktivitas ragi sehingga laju fermentasi
yang terjadi bisa stabil. Menurut Nur’aini (2011) Garam berfungi sebagai
penambah gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainya, pengontrol waktu
fermentasi dari adonan beragi, penambah kekuatan gluten, pengatur warna kulit,
dan pencegah timbulnya bakteri-bakteri dalam adonan. Oleh karena itu, jumlah
garam yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan roti, jika
garam yang ditambahkan terlalu banyak maka akan menghambat laju fermentasi
pada roti tersebut, dan jika garam yang ditambahkan terlalu sedikit maka akan
mengakibatkan efek rasa hambar pada roti tersebut. Hal tersebut dikatakan pula
oleh Mudjajanto dan Yulianti (2007) dalam nur’aini (2011) bahwa Jumlah
pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-2,5%. Jika kurang dari 2%
maka rasa akan hambar, sedangkan diatas 2,25% akan menghambat aktivitas
mikroba dalam ragi. Sedangkan penambahan gula pada adonan roti bertujuan
untuk memberikan rasa manis pada roti yang dihasilkan dan untuk memberikan
warna kecoklatan khas roti pada roti tersebut setelah proses pemanggangan,
karena gula akan tekaramelisasi dan memberikan warna coklat jika dipanaskan
dengan suhu tinggi. hal tersebut sesuai dengan yang diutarakan Mudjajanto dan
Yulianti (2007) gula juga berfungsi memberi rasa, mengatur fermentasi,
memperpanjang umur roti (shelf life), menambah kandungan gizi, membuat
tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik
pada kulit karena proses maillard atau karamelisasi. Dan hal yang perlu
diperhatikan juga kadar penambahan gula tersebut tidak boleh terlalu banyak atau
sedikit, karena hal tersebut akan berakibat pada ketidakseimbangan laju proses
fermentasi. Dan gula dan garam juga dapat dijadikan sebagai bahan pengawet
agar roti menjadi tahan lebih lama. Selain garam dan gula, pada roti juga
ditambahkan susu bubuk, susu tersebut berfungsi sebagai penambah gizi pada roti
tersebut, agar roti menjadi lebih kaya nutrisi dan baik untuk dikonsumsi. Dan
penambahan margarin pada roti bertujuan untuk mempermudah membentuk
adonan roti tersebut dan menambah ekstrak lemak pada roti tersebut sehingga
akan lebih bermanfaat bagi yang mengonsumsi. Jenis lemak untuk roti adalah
shortening berbentuk padat dari tumbuhan yang berupa margarin. Lemak tersebut
berfungsi sebagai pelumas adonan pada pengembangan sel sewaktu final proof
(pengembangan akhir), yang akan memperbaiki roti. Dan margarin juga dapat
menjadi pengempuk, membangkitkan rasa lezat, membantu menahan gas karena
gluten lebih mengikat udara dan membuat volume roti menjadi lebih baik serta
membantu /mempermudah sifat pemotongan. Dan pada pembuatan roti digunakan
kuning telur sebagai emulsifier, kuning telur tersebut berfungsi sebagai pemersatu
semua bahan sehingga bisa menjadi adonan yang bagus dan roti yang dihasilkan
juga akan berkualitas. Dan selain semua komponen tersebut, komponen yang
paling penting dan jumlahnya juga banyak dalam pembuatan roti adalah air, air
berfungsi untuk melarutkan semua bahan agar dapat menjadi adonan yang
kompak dan menjadi kalis sehingga proses fermentasi dapat terjadi dengan baik ,
dan air juga dapat bereaksi dengan protein sehingga membentuk gluten, dan pada
proses pemanggangan, air akan menguap sehingga akan membantu
pengembangan roti.
Produk roti memiliki kualitas yang berbeda pada setiap prosesnya, oleh
karena itu, untuk menentukan mutu dan kualitas dari roti yang telah dibuat maka
harus diketahui terlebih dahulu ciri-ciri dan karakteristik roti yang dapat
digolongkan dalam kelompok roti yang memiliki mutu dan kualitas yang bagus.
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) nomor 01‐ 3840-1995 syarat Mutu
Roti tawar adalah seperti tampak pada tabel berikut :
2. Pembuatan Yoghurt
Proses pembuatan yoghurt juga merupakan salah satu proses fermentasi
yang dilakukan pada susu. Proses fermentasi tersebut dilakukan karena terdapat
beberapa kekurangan pada produk susu tersebut. Susu adalah bahan yang cepat
rusak dan sebagian orang ada yang tidak bisa mengonsumsi susu secara langsung
karena menderita “Lactose Intolerant” dan ada juga sebagian orang yang alergi
jika mengonsumsi susu secara langsung karena mengalami “Protein Intolerant”.
Menurut Widodo (2002) Lactose intolerance adalah suatu keadaan tidak adanya
atau tidak cukupnya jumlah enzim laktase di dalam tubuh seseorang. Enzim
laktase adalah enzim yang bertugas untuk menguraikan gula laktosa menjadi gula-
gula lebih sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa dan protein intolerance adalah
salah satu jenis protein yang ada di dalam susu adalah laktoglobulin, yang di
dalam tubuh orang tertentu dapat bertindak sebagai antigen yang sangat kuat
sehingga dapat menyebabkan terjadinya alergi. Berdasarkan permasalahan-
permasalahan tersebut, maka dilakukan cara terbaik untuk mengatasinya dan cara
tersebut adalah dengan memfermentasi susu, salah satu produk fermentasi susu
adalah yoghurt. Yoghurt dibuat agar semua orang dapat menikmati dan
mengonsumsi produk susu.
Proses fermentasi pada susu sehingga menjadi yoghurt dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme jenis bakteri. Karena hal tersebut, mikroorganisme yang
ditambahkan untuk proses pembuatan yoghurt disebut “starter” , hal ini berbeda
dengan mikroorganisme yang ditambahkan pada proses fermentasi roti, tempe,
tape, dsb. Pada produk roti,tempe, dan tape ditambahkan strain mikroorganisme
dengan jenis kapang atau khamir sehingga disebut ragi. Menurut Widodo (2002)
terdapat dua jenis bakteri asam laktat yang hidup berdampingan dan bekerja sama:
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Keduanya
menghasilkan asam laktat yang menggumpalkan susu menjadi yoghurt. Kegiatan
bakteri inilah yang menjadi sumber sebagian besar manfaat yogurt. Kedus jenis
bakteri tersebut adalah jenis bakteri asam laktat sehingga dapat menghasilkan
asam. Kedua bakteri tersebut adalah tergolong ke dalam bakteri yang berperan
penting dalam percaturan mikroflora usus dan akan menghambat bakteri
penyebab penyakit lainnya untuk tumbuh dengan cara mengeluarkan asam pada
usu sehingga lingkungan tersebut akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat
lainnya pada usus. Hal tersebut sangat jelas bahwa bakteri jenis adalah bakteri
yang menguntungkan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Sebelum melakukan proses fermentasi pada susu , susu tersebut terlebih
dahulu harus disterilakn, salah satunya dengan cara pasteurisasi. Seperti yang
telah dilakukan pada praktikum kali ini, yaitu susu tersebut dipasteurisasi, baik
dengan cara LTLT maupun HTST. Setelah kedua susu tersebut dipasteurisasi,
kemudian dimasukkan starter (bakteri) ke dalam susu tersebut dan susu tersebut
harus diinkubasi pada suhu tertentu, suhu yang dipilih adalah suhu optimum agar
bakteri yang terkandung dalam susu tersebut (starter) dapat tumbuh dan bekerja
secara optimal. Menurut Widodo (2002) bakteri yoghurt membutuhkan kondisi
pertumbuhan yang cocok terutama suhu yang tepat. Umumnya bakteri tumbuh
baik pada keadaan hangat. Bakteri yoghurt S. thermophilus dan L. bulgaricus
paling cepat tumbuh di sekitar suhu 40-44°C. Oleh karena itu, pada proses
pembuatan yoghurt yang telah dilakukan proses inkubasi pada suhu 45 °C.
Tujuannya adalah agar bakteri tersebut bisa tumbuh secara optimal dan proses
fermentasi bisa terjadis secara optimal.
Pada tabel hasil pengamatan, tampak bahwa yoghurt yang telah didapat
dari hasil fermentasi susu diamati karakteristik sensorinya, mulai dari warna,
tekstur, rasa, dan pH. Hal tersebut dilakukan untuk melihat atau menganalisis
perbedaan antara susu sebelum fermentasi dan sesudah difermentasi menjadi
yoghurt. Warna yoghurt sepert tampak pada tabel hasil pengamatan adalah putih
susu. Warna yoghurt tersebut dipengaruhi oleh warna susu yang dijadikan bahan
dasar pembuatan yoghurt tersebut. dan aroma yoghurt adalah aroma yang sangat
khas, yaitu aroma yang mencerminkan sedikit asam, namun berbeda dengan asam
basi, aroma asam yang ada pada yoghurt adalah aroma asam yang segar dan tidak
terlalu menyengat. Dan karena yoghurt merupakan susu yang difermentasi, mkaka
sudah pasti rasa yoghurt adalah asam, begitu juga dengan pH nya, pH normal
yoghurt yang dihasilkan seperti tampak pada tabel hasil pengamatan adalah 4,3
dan 4,4. pH tersebut sudah sangat mendekati pH optimum yoghurt. Menurut
Widodo (2002) pH yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah 4,5. Oleh karena
itu, data pH hasil pengamatan yoghurt yang dibuat dinilai sudah sangat mendekati
pH yang seharusnya. Hal tersebut membuktikan bahwa yoghurt yang dihasilkan
sudah dalam kualitas yang bagus. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa yoghurt
memiliki aroma dan citarasa yang khas, hal tersebut merupakan hasil yang
disebabkan oleh bakteri yang membantu proses fermentasi pada yoghurt. Hal
tersebut diuatarakan oleh Widodo (2002) bahwa Lactobacillus Bulgaricus dan
Steptococcus Thermophyllus yang berperan dalam pembuatan yoghurt akan
menguraikan laktosa menjadi asam laktat dan akan menghasilkan berbegai
komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus Bulgaricus berperan dalam
pembentukan aroma dan S.Thermophyllus berperan dalam pembentukan citara
dari yoghurt. Sedangkan viskositas yoghurt juga bisa ditentukan berdasarkan
kekentalan susu yang difermentasi, periode agitasi dari susu yang fermentasi, dan
pengental yang ditambahkan ke dalam yoghurt tersebut. pengental tersebut dapat
berupa gelatin atau pektin. Namun susu yang akan digunakan untuk bahan baku
pembuatan yoghurt tdak boleh terlalu encer karena akan merusak yighurt yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Widodo (2002) bahwa susu yang
terlalu encer dengan kadar padatan di bawah 12% dapat mengakibatkan yogurt
turun atau memisah dari airnya. Hal tersebut akan berakibat buruk pada kualitas
dan mutu yoghurt yang dihasilkan.
Pada pembuatan yoghurt, boleh ditambahkan pemanis untuk lebih
meningkatkan citarasa dan boleh juga ditambahkan pewarna agar yoghurt yang
dihasilkan menjadi lebih menarik untuk dikonsumsi. Namun penambahan
pemanis dan pewarna tersebut juga harus mengiikuti aturan satndar yang berlaku,
baik aturan mengenai kadar, maupun jenis bahan yang akan ditambahkan,
sehingga konsumen dapat menikmati yoghurt yang baik, sehat, memiliki citarasa
yang enak dan aman untuk dikonsumsi.
– Karbohidrat : 9% – 11%
– Mineral : 1,7% – 2%
Telur adalah suatu bahan makanan sumber protein hewani yang bernilai gizi
tinggi.untuk dunia kuliner, Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier).
Telur berfungsi sebagai pengembang adonan, membentuk warna, perbaikan rasa,
menambah nilaigizi, sebagai pelembut atau pengempuk, serta penambah aroma
dan zat gizi. Roti yang dihasilkan pada saat praktikum keras, ini juga mungkin
dikarenakan penggunaan kuning telur terlalu banyak.
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan
pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti
memiliki tekstur yang khas. Dilihat dari cara pengolahan akhirnya, roti dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang
digoreng. Bakpao dan mantao adalah contoh roti yang dikukus. Donat dan panada
merupakan roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, pita bread,
dan baquette adalah roti yang dipanggang.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti dapat
digolongkan bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan roti adalah tepung hard flour, air, ragi roti, dan garam. Tepung
thard flour mengandung sekitar 14% protein yang memegang peranan penting
dalam pembuatan roti, yaitu protein gluten berfungsi menentukan struktur produk
roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari aktivitas ragi,
dan glutenin memberikan elastisitasdan kekuatan untuk perenggangan terhadap
gluten.
Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi
adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga
mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. Kondisidari gluten ini
akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya,
membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi. Fungsi garam dalam
pembuatan roti adalah penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan
lainnya, pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi, penambahan kekuatan
glutein. Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah harus seratus persen
larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit.
Bahan pembantu adalah bahan-bahan yang menyertai bagian utama dalam
pembuatan roti untuk mendapatkan aroma, rasa dan tekstur yang diinginkan.
Bahan pembantu ini terdiri dari shortening, margarine, bread improver, susu skim,
telur, gula, bahan pengisi serta flavoring. Bahan baku juga mempunyai
karakteristik fisik, kimia dan mekanik yang berbeda, demikian juga perubahan
sifat–sifat tersebut akibat pengolahan mungkin berbeda. Olehkarena itu sebelum
mengetahui cara pembuatan roti, terlebih dahulu mengenal 2 jenis bahan yang
akan digunakan, fungsinya dalam pembuatan roti serta sifat-sifat yang
dibutuhkan. Hal ini perlu diketahui untuk bisa memilih bahan secara ekonomis
dan mengendalikan mutu produk sesuai dengan keinginan.
Berdasarkan formulasi adonan roti dapat dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu adonan roti manis, roti tawar dan adonan soft rolls. Adonan roti
manis adalah adonan yang dibuat dari formulasi yang banyak menggunakan
gula, lemak dan telur. Adonan roti tawar adalah adonan roti yang
mengunakan sedikit atau tanpa gula, susu skim dan lemak. Sedangkan adonan soft
roll adalah adonan roti yang dibuat dari formula yang menggunakan gula dan
lemak relatif lebih banyak dari adonan roti tawar.
Namun, pada praktikum kali ini kami akan membuat roti manis, dimana
kami akan membuat adonan yang formulasinya banyak menggunakan gula, lemak
dan telur. Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan
bahan penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan
dipanggang. Pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses
pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan
menentukan mutu hasil akhir.
Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama.
Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian
yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada
terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan
yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat
penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa,
sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking.
Panas yang masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak
ke luar dari adonan, sementara terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk
struktur frothy.
Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metobolis dari
khamir dan bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi
anaerob akan menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada
pembentukkan adonan. Dengan mengendalikan parameter proses fermentasi dan
metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang dikehendaki
seperti volume, konsistensi, dan pembentukkan.
Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang
paling umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah
ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang
cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-gradeorganism). Dengan
karakteristik tersebut, S. Cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan
roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir
ini sering disebut dengan baker’s yeast atau ragi roti.
Pengembangan Adonan, penggunaan mikroorganisme dalam
pengembangan adonan masih menjadi fenomena yang asing bagi masyarakat yang
tidak familiar dengan pabrik roti. Udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan
pada saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk
tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi
proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak
lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan
(penambahan volume) adonan.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu
dengan ragi atau bahan pengembang lainnya.
Fermentasi merupakan keguatan mikroba pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki, dan mikroba yang umumnya terlibat
dalam fermentasi adalah bakteri, khamir serta kapang.
Khamir jenis Saccharomyces Cereviceae merupakan jenis khamir yang paling
umum digunakan pada pembuatan roti.
Yoghurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri.
Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan
streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa.
Dalam pembuatan yoghurt susu sapi murni tersebut harus dipasteurisasi
terlebih dahulu, untuk mematikan bakteri yang ada pada susu, supaya tidak
menghambat pertumbuhan kedua bakteri starter tersebut.
Nur’aini, A. 2011. Aplikasi millet (pennisetum spp) merah dan millet kuning
sebagai substitusi terigu dalam pembuatan roti tawar evaluasi sifat
sensoris dan fisikokimi.skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret
Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. 4th Edition,
Bombay, New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd.
Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You: Nutritional Value of Yughurt. The
National Yoghurt Association.
Susanto, A. 2000. Si Putih Kaya Gizi. Kompas Cyber Media, diakses 9 Mei 2003.
Kusumawati, Rohana dkk. 2012. Biologi kelas XII. Intan Pariwara: Klaten.
Subarna. 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/makalah-fermenrasi-roti.html
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Darma, 2010. Bioteknologi Fermentasi.
Website:
http://adiparmanlaode.blogspot.com/2012/11/laporan-praktikum-biologi-
terapan_202.html. diakses pada tgl 26 april 2013 pukul 21:34
Cai H, Rodriguez BT, Zhang W, Broadbent JR, and Steele JL. 2007. Genotypic
and penotypic characterization of Lactobacillus casei strains isolated from
different ecological niches suggest frequent recombination and niche
specificity. Microbiology. Volume 153. P. 2655-2665.
Chan B, Bonilla L, and Velazquez AC. 2003. Using banana to generate lactic
acid thorugh batch process fermentation. Applied Microbiology
Biotechnology. Volume 63. p. 147-152
Evillya. 2010. Lactobacillus casei. http://heartfoods.Wordpress.com/2011/06/23/.
lactobacillus_casei Diakses tanggal 24 April 2016.