Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-bahan


yang mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan belum
tentu bagi individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit
sesuai degan kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis kontak
(Abdullah, 2009).

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar


merupakan respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen. Dermatitis
kontak ini dibagi menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.
Dalam laporan kasus ini akan dijelaskan tentang Dermatitis Kontak Iritan,
khususnya dermatitis kontak akibat bahan aktif serangga dari genus Paederus.

Serangga (Insecta) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang


paling sering mengakibatkan masalah kulit adalah khas Lepidoptera (kupu-kupu),
hemiptera (bed-bug), Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk),Coleoptera
(blister beetle atau Paederus), Hymenoptera (lebah, tawon, semut), Shiponaptera
(flea). Kelas arthropoda lain yang bermakna secara dermatologis adalah
myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba, tick, mite, kalajengking) (James
WD, 2006).

1
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Rudy Prasetiawan
Umur : 43 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Jawa
Pekerjaan : Swasta (kacang garuda)
Agama : Islam
Alamat : Bebekan timur no.20 RT 10 RW 03
Tanggal pemeriksaan : 27 April 2015
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : gatal dan perih
RPS: Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Siti Khodijah
Sepanjang dengan keluhan gatal dirasakan setelah bangun tidur di lantai
tadi malam pada leher dan dada bagian atas sebelah kanan sejak kemarin.
Gatal disertai rasa pedih dan panas, tidak nyeri dan tidak bertambah gatal
ketika berkeringat. Pasien menggaruk daerah yang gatal. Pasien merasa
melihat serangga disekitar tempat dia tidur. Sebelum terjadi keluhan,
pasien tidak merasakan adanya demam, badan pegal-pegal ataupun
lemas.
RPD: -
RPK: tidak ada keluarga yang menderita sepeti ini
Riwayat pengobatan : -
Rsos : -
2.3 Pemeriksaan Fisik
− Status Generalis :
o Keadaan umum : Tampak sehat
o GCS : 456
o Status gizi : Baik

2
− Status lokalis :
o Regio : Colli sinistra dan thorax sinistra
o Effloresensi : Terdapat vesikel bergerombol dan pustula di atas
makula eritematosa
o
o eritematosa

Gambar 2.1. Lesi regio thorax sinistra Gambar 2.2. Lesi regio colli sinistra

2.4 Problem List


- ♂, 43 th
- Pruritus setelah tergigit serangga setelah bangun tidur
- Pustula dan vesikel di atas makula eritematosa
2.5 Assasement
- Dermatitis Paederus
2.6 Intial Diagnosis
− Diagnosis
-
− Terapi
- Desloratadine 5 mg tab 1x1
- Fusidic acid 2% krim 3x1
- Momethasone furate 0,1% salep 1x1
− Monitoring
- Keluhan gatal
- Luas lesi

3
- Vital sign
− Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien untuk lebih memerhatikan dimana pasien
tidur
- Menjelaskan kepada pasien tetang terapi yang akan diberikan.

4
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda A dkk, 2007).
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan
terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang
menimbulkan kelainan klinis efloresensi polimorfik berupa eritema, vesikula,
edema, papul, keluhan gatal, perih serta panas. Tanda polimorfik tidak selalu
timbul bersamaan, bahkan hanya beberapa saja.
Dermatitis Venenata adalah dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh
tepaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon
mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel, dan bawang.
Bahan aktif serangga juga dapat menjadi penyebab (Abdullah, 2009).
3.2 Epidemiologi
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,
diperkirakan sekitar 70-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI
dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis
kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja). Insiden dari penyakit kulit
akibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000
pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan
yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat,
cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia,
pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung. Adapun pada DKI akibat
serangga khususnya yang disebabkan kumbang Paederus kejadiannya
meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan
lingkungan yang sesuai bagi organism penyebab dermatitis venenata (misal :
Genus Paederus). Paederus dermatitis terjadi diseluruh bagian dunia,

5
khususnya daerah beriklim tropis seperti Indonesia, dan pernah dilaporkan
kejadian yang merebak di Australia, Malaysia, Srilanka, Nigeria, Kenya, Iran,
Urganda, Okinawa,Sierra, Leone, Argentina, Brazil, Venezuela, Ecuador,
India (Djuanda A dkk, 2007; Gurcharan, 2007)
3.3 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ini adalah bahan yang
bersifat iritan, bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan
serbuk kayu. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab
(Djuanda A dkk, 2007;Abdullah, 2009).
Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata
adalah dari genus Paederus. Spesies dari genus ini menyebabkan paederus
dermatitis. Paederus dermatitis sendiri di Indonesia paling disebabkan oleh
Paederus peregrines. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan
lebar 0,5 mm seukuran dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan
abdomen di caudalnya dan juga elytral (struktur yang membungkus sayap dan
sepertiga atas segmen abdomen). Meskipun paederus dapat terbang, namun
paederus lebih sering berlari dan meloncat. Paederus memiliki karakteristik
mengangkat bagian abdomennya ketika mereka lari ataupun merasa
terganggu. Spesies yang biasa menyebabkan paederus dermatitis adalah
Paederus melampus di India, Paederus brasiliensis di Amerika Latin,
Paederus colombius di Venezuela, Paederus fusipes di Taiwan dan tentunya
Paederus peregrinus di Indonesia. Kumbang ini tidak menggigit atau
menyengat, namun tepukan keras pada kumbang ini diatas kulit akan memicu
pengeluaran bahan aktifnya yang berupa paederin (Gurcharan, 2007;
Gelmetic C,2000)
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih
dan terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni
paedrin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas terbakar,
kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar.
Paedrin yang berumus kimia C25H45O9N adalah sebuah struktur amida
dengan dua cincin tetrahydropyran (Gurcharan, 2007)

6
Gambar 3.3 Paederus sp
3.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada 4 mekanisme yang berhubungan
dengan DKI (Wolff K, 2008).
1. Hilangnya membran lemak (lipid mebrane)
2. Kerusakan dari sel lemak
3. Denaturasi keratin epidermal
4. Efek sitotoksik secara langsung
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activing factor (PAF), dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).
PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
vaskular sehingga mempermudah tansudasi komplemen dan kinin. PG dan
LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil,
serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF,
sehingga memperkuat perubahan vaskular.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya inteleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin
dan poliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi
intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan

7
TNF alpha, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila
iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena
deplidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan (Djuanda A
dkk, 2007).
3.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis
meskipun faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut
kelainan kulit berupa eritema, edem, vesikel, atau bula, erosi, dan eksudasi,
sehingga tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis,
skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, mungkin juga terdapat erosi
atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa
saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan
kulit stasium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus
polimorfik. Mungkin hanya oligomorfik (Abdullah, 2009).
Pada paederus dermatitis, lesi biasanya terjadi pada bagian tubuh yang
tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area
preorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering menjadi predileksi
paederus dermatitis. Tidak berbeda jauh dengan dermatitis kontak iritan
lainnya, lesi yang biasa ditimbulkan oleh bahan aktif paederin berupa patch
eritem linier yang kemudian berlanjut menjadi bula, terkadang bula dapat
menjadi pustular. Pada pasien yang datang ke tenaga megis, bula dapat intak
ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritema. Lesi mulai muncul setelah

8
12-48 jam pasca paparan paederin dan membaik dalam waktu seminggu
(Gurcharan, 2007; Syed, ...)
3.6 Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi
penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai
variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalannya sulit dibedakan
dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan
bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnosis bandingnya (Abdullah,
2009; Djuanda A dkk, 2007).
Kriteria Diagnostik DKI
Mayor Minor
Subyektif
 Onset dimulai dari beberapa  Onset dimulai 2 minggu setelah
menit hingga beberapa jam paparan
kemudian dari paparan  Banyak orang mempunyai
 Pada awalnya terdapat rasa gejala sama pada lingkungan
nyeri, rasa terbakar, perasaan tersebut
tidak enak yang berlebih, gatal.
Obyektif
 Didominasi oleh makula  Pada perubahan morfologi
eritematosa, hiperkeratosis, menunjukkan tingkat
fissure konsentrasi menghasilkan
 Terdapat gambaran epidermis sedikit perbedaan sedangkan
kering, seperti terbakar waktu kontak menghasilkan
 Proses penyembuhan dimulai perbedaan yang banyak pada
dengan menghindari iritan tingkat kerusakan kulit
 Patch tes negatif
Tabel 1. Kriteria Diagnostik DKI

9
3.7 Diagnosis banding
DKI sering didiagnosis dengan berbagai jenis dermatitis termasuk DKA.
Untuk menegakkan diagnosis perlu anamnesa detail, termasuk hobi, riwayat
pengobatan dan beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
Perbedaan DKI DKA
Keluhan Gatal, nyeri, perih menyengat Nyeri, gatal
Lesi Batas tegas, terbatas pada Lesi dapat melebihi daerah
daerah yang terpapar bahan yang terpapar bahan alergen,
iritan biasanya berupa vesikel yang
kecil
Bahan Bahan iritan, tergantung pada Bahan alergen, tidak
konsentrasi dan letak kulit tergantung konsentrasi
yang terpapar, semua orang bahan, hanya pada orang
bisa kena yang mengalami
hipersensitifitas
Reaksi Akibat kerusakan jaringan Proses reaksi hipersensitifitas
yang tipe 4
muncul
Tabel 2. Perbedaan DKI dan DKA

3.8 Penatalaksanaan
Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan yang
menjadi penyebab.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
A. Pengobatan sistemik
1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam
waktu singkat.
− Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/kgBB/hari
− Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o

10
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
− Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/kgBB/hari
2. Antihistamin
− Chlorpherinamine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
− Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/kgBB/dosis, sehari 1-2 kali
− Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
B. Pengobatan topikal
1. Bentuk akutdan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl
0,9%)
2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1 % atau
diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-
0,1% (Pohan SS dkk, ...)
3.9 Prognosis
Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
hilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan
lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi,
kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan
penatalaksanaan adalah faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari
pronosis (Wolff K dkk, 2008)

11
BAB 4

PEMBAHASAN

Diagnosis dermatitis paederus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan gambaran klinik. Dari anamnesis dijumpai keluhan utama berupa
gatal dirasakan setelah bangun tidur di lantai tadi malam. Gatal disertai rasa pedih
dan panas, tidak nyeri dan tidak bertambah gatal ketika berkeringat. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menjelaskan bahwa pada pasien paederus dermatitis
yang datang ke tenaga megis, bula dapat intak ataupun sudah terjadi erosi dengan
dasar eritema. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni
paedrin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas terbakar,
kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar..

Pada pemeriksaan fisik, dijumpai keadaan umum dan status gizi baik. Pada
pemeriksaan status dermatologis vesikel bergerombol, pustula di atas makula
hiperpigmentasi. Lokalisasinya regio colli sinistra dan regio thorax sinistra. Hal
ini sesuai kepustakaan yang menjelaskan bahwa dermatitis paederus lesi biasanya
terjadi pada bagian tubuh yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher
dan wajah, khususnya area preorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering
menjadi predileksi paederus dermatitis. Tidak berbeda jauh dengan dermatitis
kontak iritan lainnya, lesi yang biasa ditimbulkan oleh bahan aktif paederin
berupa patch eritem linier yang kemudian berlanjut menjadi bula, terkadang bula
dapat menjadi pustular.

Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah mengurangi rasa


gatal , pedih dan panas dan menghindari penyebabnya yaitu spesies paederus. Hal
ini sesuai kepustakaan yang menyatakan bahwa penatalaksanaan dermatitis kontak
yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi penyebab.

Penatalaksanaan secara sistemik pada pasien ini adalah diberikan


desloratadine 5 mg (Aerius) 1x1 tab. Sedangkan penatalaksanaan secara topikal
diberikan Fusidic Acid 2% (Fuson) dioleskan 3x sehari dan Momethasone furoate
0,1% (Elocon) dioleskan 1x sehari. Hal ini menerangkan sebagai berikut :

12
a. Desloratadine 5 mg (Aerius) 1x1 tab, sebagai antihistamin generasi
kedua, merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 periferal
dengan efek sedasi (kantuk) yang rendah pada dosis aktif
farmakologi/dosis anjuran. Diberikan untuk penekan pruritus yang
bekerja sebagai inhibisi reseptor selular histamin yang bertanggung
jawab atas dilatasi pembuluh darah dan kontraksi otot polos.
b. Fusidic acid 2% (Fuson) dioleskan 3x sehari sebagai antibotik topikal
dari Fusidium Coccineum yang bekerja menghambat sintesa protein
pada bakteri.
c. Momethasone furoate 0,1% (Elocon) dioleskan 1x sehari sebagai
kortikosteroid topikal potensi sedang. Digunakan sebagai penekanan
pruritus yang terjadi di daerah lesi.
Prognosis pada pasien ini baik. Hal ini seusai dengan kepustakaan yang
menyatakan prognosis DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
hilangkan.

13
BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, di atas dapat disimpulkan


bahwa kemungkinan pasien tersebut mengalami paederus dermatitis.
Kemungkinan penyebab hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif
yakni paedrin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas terbakar,
kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar

Paederus dematitis adalah kondisi umum. Kesadaran tentang kondisi ini


antara para praktisi medis akan membantu dalam diagnosis dini dan pengobatan
penyakit. Selain itu, kesadaran masyarakat secara keseluruhan dapat membantu
mengurangi insiden dermatitis paederus. Pencegahan kontak langsung dengan
serangga bertindak sebagai penghalang paederus dermatitis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B., Dermatologi Pengetahuan Dasasr dan Kasus di Rumah Sakit,


Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga, 2009, hal 94-96.

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA., penulis.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Jakarta Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, hal 129-138.

Gelmetic C, Grimalt R. Paedrus dermatitis: An easy diagnosable but


misdiagnosed eruption. Eur J Pediatr 2000; 153:6-8

Gurcharan Singh, Syed Yousuf Ali. Paedrus Dermatitis. Indian J Dermatol


Venerol Leprol January-February 2007. Vol 73

Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI., et al., Fitzpatrick’s DERMATOLOGY IN


GENERAL MEDICINE, 7th ed. USA: McGraw-Hill Companies., 2008,
pg 395-401

15

Anda mungkin juga menyukai