MK.FILSAFAT PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN
MATEMATIKA
SKOR NILAI:
BOOK 1:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan untuk
memenuhi tugas Critical Book Report pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga bantuannya mendapat balasan
yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bimbingan dan konseling adalah merupakan sebuah proses tolong
menolong antara individu satu dengan individu yang lain untuk memahami diri
mereka sendiri. Di dalam pendidikan bimbingan dan konseling mewakili hasrat
masyarakat untuk membantu individu, sumbangan bimbingan dan konseling
menambah kepahaman tentang informasi pendidikan, vokasional dan social yang
diperlukan untuk membuat pilihan secara berpengetahuam bagi pelajar.Bimbingan
dan konseling ada untuk menolong pelajar memahami berbagai pengalaman diri,
peluang yang ada serta pilihan yang terbuka untuk mereka dengan menolong mereka
mengenal, membuat interpretasi dan bertindak terhadap kekuatan sendiri, dan
bersumber dari diri mereka dan bertujuan untuk mempercepat perkembangan diri
pelajar. Seorang konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
pekerjaan profesional, oleh sebab itu praktiknya harus mengikuti asas-asas, dan
landasan-landasan tertentu.
3. MANFAAT CBR
Manfaat yang didapat dari Critical Book Report adalah sebagai berikut:
Membantu pembaca mengetahui gambaran umum tentang bimbingan
konseling menurut penulis buku secara ringkas
Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku yang dikritik
Mengetahui latar belakang dan alasan buku diterbitkan
Mengetahui kualitas buku dengan membandingkan buku utama dengan buku
pembanding yang memiliki tema sama.
4
4. IDENTITAS BUKU
BUKU UTAMA
a) Judul : Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik
b) Pengarang : Dr. Namora Lumongga Lubis, M. Sc
c) Penerbit : Kencana Prenada Media Group
d) Kota terbit : Jakarta
e) Tahun terbit : 2011
f) ISBN : 978-602-8730-68-6
BUKU PEMBANDING
a) Judul : Bimbingan Konseling Pribadi Sosial
b) Edisi : Ke-1, November 2016
c) Pengarang : Diana Ariswanti Triningtyas, S. Pd., M. Psi.
d) Penerbit : CV. AE MEDIA GRAFIKA
e) Kota terbit : Magetan
f) Tahun terbit : 2016
g) ISBN : 978-602-60079-5-7
5
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
Ditinjau dari akar sejarahnya sendiri, konseling memiliki banyak pengertian dan
rumusan yang berbeda pada setiap teori para tokohnya, hal ini lumrah terjadi, karena
setisp tokoh berasal dari latar belakang yang berebeda. Shertez dan Stone (1974) yang
dikutip dari tulisan Mappiare (2002), mengungkapkan bahwa kebtuhan akan adanya
konseling pada dasarnya timbul dari luar diri individu yang memunculkan pertanyaan
mengenai “ apa yang seharusnya dilakukan individu?” Disinilah konseling mengambil
perannya agar individu dapat menjawab sebanyak mungkin pertanyaan yang
mengganggu pikiran dan tingkah lakunya, sehingga dapat memcahkan masalah sendiri.
Latar belakang kehadiran konseling sebagai penanganan terhadap orang-orang yang
mengalami gangguan psikologis, dimulai sejak tahun 1986 yang dipelopori oleh Lighter
Witmer dengan didirikan sebuah klinik psychological counseling clinicdi University of
Pennysylvania (Latipun,2001).
Semenjak saat itu banyak para ahli yang memunculkan teori dan kegiatan-
kegiatan yang berhubugan dengan konseling itu sendiri.perkembangan dunia konseling
semakin menunjukan eksistensinya pada tahun 1952. America Psychological
Association (APA) membedakannya dari psikologi klinis.Konseling dinilai berbeda
metodenya, memberikan tindakan lanjut terhadap permasalahan-permasalahan yang
dihadapi individu.Penekanannya berbasis ilmiah dan memiliki teori yang menjadi dasar
dalam praktik pelaksanaannya menjadikan konselingsebagai ilmu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Konseling adalah cabang keilmuan yang telah berdiri sendiri sejak dapat
pengukuhan dari American Psychologycal Association (APA) pada tahun 1952.
Meskipun demikian, konseling tetap harus menyesuaikan diri dan berdampingan
dengan cabang ilmu lain. Adapun adaptasi konseling dengan ranah keilmuan lain adalah
ilmu pendidikan, ilmu kesehatan, ilmu agama, bidang industri dan ilmu lain.
6
BAB 2 UNSUR-UNSUR KONSELING DAN TUJUANNYA
A. Konselor
Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling.
Konselor sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling
secara luas. Konselor juga wajib memiliki karakteristik yang harus dipenuhi
untuk mecapai keberhasilannya dalam proses konseling. Menurut pandangan
Rogers (dikutip dari Lesman, 2205) menyebutkan ada tiga karakteristik utama
yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu congruence,unconditional
positive regard,dan empathy. Congruence itu sendiri adalah seorang konselor
terlebih dahulu harus memhami dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan ,dan
pengalaman harus serasi. Yang kedua ada unconditional positive regardyaitu
konselor harus dapat menerima/respek kepada klien walaupun dengan keadaan
yang tifsk diterima oleh lingkungan, dan yang terakhir adalah empathykonselor
dapat memahami orang lain dari sudut kerangka berpikirnya. Selain itu, empati
yang dirasakan harus ditunjukan.
Konselor juga memiliki masalah yang harus mereka hadapi, karena konselor
juga manusia biasa mereka kadang merasakan kebosanan.Akbatnya, konselor
menjadi mengambil jarak terhadap klien.Ada juga hostilitas, kadang kaka klien
menunjukan hostilitasnya kepada konselor.Konselor harus dapat menerima ini
sebagai bagian dari perannya sebagai pihak yang membantu klien.
B. Klien
Apabila konselor adalah pihak yang membantu dalam proses konseling,
maka klien bertindak sebaliknya yaitu sebagai pihak yang dibantu.
Karakteristik klien itu sendiri ada berbagai macam yang pertama adalah klien
sukarela.Klien sukarela adalah klien yang datang pada konselor atas
kesadaraan diri sendiri karena memiliki maksud dan tujuan tertentu.Yang
kedua klien terpaksa adalah kebalikan dari klien sukarela, mereka datang
atas dorongan teman/keluarga.Klien enggan adalah klien yang datang pada
konselor bukan untuk dibantu menyelesaikan masalahnya namun hanya
untuk berbincang-bincang dengan konselor.
Selanjutnya ada, klien bermusuhan/ menentang merupakan kelanjutan
dari klien terpaksa yang bermasalah cukup serius.Dan yang terakhir adalah
klien krisis yang merupakan klien yang mendapat musibah seperti
kematianorang-orang terdekat, kebakaran rumah, dan
pemerkosaan.Memenuhi harapan dan kebutuhan klien adalah salah satu
yang penting setelah mengetahui karakteristik klien.Harapan inilah yang
7
menjadi salah satu pendorong mereka dalam mengikuti kegiatan konseling
dan juga ada kebetuhuan yang harus dipenuhi karena ini menjadi alasan
mereka mengikuti konseling tersebut.
Jadi tujuan dari konseling itu sendiri adalah hal apa yang ingin dicapai si
klien yang datang pada konselor, yaitu mengubah penyesuaian perilaku yang
salah, belajar membuat keputusan, mencegah timbulnya masalah.
Selanjutnya ada Kualitas klien, yaitu karakteristik dan kesiapan klien dalam
menjalani proses konseling. Dan yang terakhir adalah kualitas konselor, konselor
adalah pihak yang paling memahami akan dibawa kemana arah konseling dan
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan konseling itu sendiri.
Selain dari lima faktor diatas ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi proses
konseling yang dibagi dalam lima kelompok, yaitu faktor-faktor yang berhubugan
dengan gangguan, keadaan klien, kepribadian klien, kehidupan klien, dan konselor dan
proses konseling. Konselor haruslah memiliki hubungan yang harminis, sesuai, cocok
dan saling tarik menarik.Ini dapat dikatakan sebagai rapport, rapport dinyatakan
sebagai kesamaan bukan perbedaan. Hubungan dalam konseling akan berjalan efektif
apabila rapport telah berhasil dibangun. Setelah memiliki hubungan yang baik konselor
juga harus bernegoisasi terhadap klien agar klien dapat bersedia menerima
konsep,rencana, atau program yang diberikan.
Setelah rapport dan negoisasi dibentuk, bukan berarti konseling akan berjalan
baik-baik saja dalam pelaksanannya. Ada permasalahan dalam proses konseling
tersebut contohnya konselor terlalu dalam mengeksplorasi klien, konselor terlalu hati-
hati dalam mengeksplorasi klien, aplikasi teknik yang tidak tepat, hubungan konseling
yang tidak efektif, masalah komunikasi, focus yang kurang terhadap masalah, dan
kelamahan- kelemahan konselor.
8
dan Shostrom (dikutip dari Lesmana,2005) memberikan langkah-langkah konseling
tersebut sebagai berikut.
1. Melayani
Melayani klien secara priadi merupakan upaya yang dilakukan konselor
dalam memberikan perhatian secara total pada klien
2. Empati
Merupakan upaya komampuan konselor utnuk dapat merasakan dan
menempatkan dirinya di posisi klien.
3. Refleksi
Merupakan upaya konselor memperoleh informasi lebih dalam tentang apa
yang dirasakan oleh klien dengan cara memantulkan kembali perasan,
pikiran, dan pegalaman klien.
4. Eksplorasi
Merupakan suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan,
pengalaman, dan pikiran klien
5. Menangkap Pesan Utama
9
Konselor dapat menangkap dan menyampaikan kembali inti pernyaatan klien
secara lebih sederhana
6. Bertanya Untuk Membuka Percakapan (Open Question)
Pertanyaan-pertanyaan terbuka sangat diperlukan untuk memunculkan
pernyataab-pernyataan baru dari klien.
7. Bertanya Tertutup ( Closed Question)
Bentuk-bentuk pertanyaan yang sering dijawab singkt oleh klien.
8. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Merupakan upaya agar klien selalu terlibat dalam pembicaraan dan
membuka dirinya pada konselor.
9. Interpretasi
Dalam Interpretasi, seorang konselor harus menggunakan teori-teori
konseling dan menyesuaikannya dengan permasalahan klien.
10. Mengarahkan (Directing)
Konselor harus memiiki kemampuan ini agar dapat mengajak klien
berpartisipasi penuh dalam proses konseling
11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Hasil percakapan antara konselor disimpulkan untuk memberikan gambaran
kilas balik atas hal-hal yang dibicarakan.
12. Memimpin (Leading)
Dalam hal ini konselor diharapk dapat memimpin suatu percakapan agar
tidak menyimpang dari pemasalahan
13. Konfrontasi
Suatu teknik konseling yang menantang klien ntuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dan bahasa badan.
14. Menjernihkan (Clarifying)
Tugas konselor dapat mengkalrifikasi pernyataan dari klien yang kurang
jelas.
15. Memudahkan (Facilitating)
Suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah
berbicara pada konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya secara bebas.
16. Diam
Dalam poses konseling, adaklanya seorang konselor bersifat diam. Alasannya
adalah, untuk menunggu klien dalam hal berpikir.
17. Mengambil inisiatif
Konselor juga harus dapat mengambil inisiatif apabila klien kurang
bersemangat unutk berbicara, sering diam, dan kurang berpartisipasi.
18. Memberi Nasihat
Pemberi nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun
demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya.
19. Memberikan Informasi
Dalam hal ini informasi yang diminta klien sama halnya dengan pemberian
nasihat. Jiak konselor tidak dapat memberikan informasi sebaiknya konselor
dengan jujur mengatakan bahwa konselor konselor tidak mengetahui hal itu.
20. Merencanakan
10
Membicarakan kepada klien hal-hal apa yang akan menjadi program atau
aksi nyata dari hasil konseling.
21. Menyimpulkan
Bersamaan dengan berakhirnya sesi konselig, maka sebaiknya konselor
menyimpulkan hasil pembicaraan secara keseluruhan yang menyangkut
tentang pikiran, perasaan klien sebelum dan setelah mengikuti proses
konseling.
A. SASARAN
Sasaran dalam konseling merupakan suatu langkah yang digunakan
konselor dan klien untuk menunjukan arah tindakan dalam konseling. Seorang
konselor tidak dapat menetapkan sasaran seorang diri. Ia harus bekerja sama
dengan klien, karena sasaran konseling ditujukan untuk klien dan harus
disediakan atas dasar kesediaan dari klien. Berikut fungsi dari klien.
1. Fungsi Sasaran
Sasaran sangat bermanfaat bagi kepentingan konselor dan klien. Melalui
sasaran, konselor dapat menetapkan langkah-langkah mengambil tindakan
yang lebih mengerucut (jangkauannya sesuai dengan kebutuhan klien).
Berikut empat fungsi sasaran konseling yaitu ada motivasional, edukasional,
evaluatif, assessment untuk intervensi.
2. Kesulitan penetapan Sasaran
Kesulitan dalam penetpan sasaran pada dasarnya berkaitan dengan
kemampuan klien mengkomunikasikan masalahnya secara efektif. Kesalahan
ini juga berlaku bagi konselor yang tidak dapat menangkap pesan yang
sebenarnya dialami klien.
3. Keterampilan dalam penetapan sasaran
Hackney dan Cormier (Lesmana, 2005) menjelaskan dua keterampilan ini
sebagai berikut:
A. Konfrontasi, merupakan sebagai suatu ajaka kepada klien untuk
memerhatikan dimensi tertentu dari dirinya yang menghambat
perubahan tingkah laku atau sikap yang positif.
B. Respons “Potensi-Kemampuan”
Memberikan respons untuk menunjukkan kemampuan yang di miliki
klien merupakan salah satu bentuk yang dimiliki oleh konselor. Melalui
respons ini, klien belajar mengenal kemampuan/kompetensi yang
dimilikinya.
4. Dampak penetapan Sasaran
Berikut ini adalah dampak penetapan sasaran seperti yang dikemukakan oleh
Lesman (2009):
Dapat mengurangi kebingungan klien
Membantu kien dalam memilih apa yang tidak penting dan penting
dalam hidupnya
12
Klien menjadi lebih nyaman dengan dirinya
Membuat klien menajdi lebh reaktif.
5. Strategi
Strategi merupakan implementasi dari sasaran. Seorang konselor harus
dapat memilih strategi yan paling memungkinkan untuk dilakukan oleh klien.
BAB 8 TERMINASI DALAM KONSELING
Terminasi adalah istilah yang kerap kali digunakan pada beberapa penulisan
buku-buku konseling istilah ini digunakan sebagai kata ganti dari mengakhiri atau
menghentikan proses konseling. Penyebab terminasi menurut Lesmana (2009) sebgai
berikut yaitu, terminasi oleh konselor: sasaran konseling telah tercapai, konselor
merasa bahwa klien tidak mengalami kemajuan, konselor melihat ahwa klien terlalu
bersikap dependen (bergantung terus pada konselor) dan juga da terminasi oleh klien,
yaitu: klien merasa bahwa dirinya telah sembuh, klien merasa telah berhasil, klien
menolak pengalaman rasa sakit yang terkait dengan konseling, klien merasa bahwa
dirinya tidak mengalami kemajuan.
Jenis terminasi
Secara garis besar ada dua jenis terminasi yang terjadi pada saat proses konseling.
Yaitu, terminasi yang terjai pada saat proses konseling berlangsung dan terminasi yang
berlangsung saat proses konseling selesai. Terminasi tidak dapat terjafi hana karena
sekadarnya. Konselor harus mempertimbangkan perasaan klien. Ada langkah-langkah
yang harus dilakukan oleh konselor dlam melakukan terminasi. Yaitu persiapan verbal,
membuka jalur kemungkinan follow-up, dan pamit secara formal.
13
A. Pendekatan Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan teori yang peratama yang muncul dalam
psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
dan perilaku neurotik. Adapun hal-hal yang perlu dibicrakan mengenai
pendekatan psikoanalisi adalah: bagaimana psioanalisis memandang
dinamika kepribadian manusia, perkembangan kepribadian, kesadaran
dan ketidaksadaran, mekanisme dan pertahanan ego, peran dan fungsi
konselor, dan teknik-teknik terapi yang digunakan psikoanalisis.
A. Konseling kelompok
konseling kelompok merupakan pelaksanaan proses konseling yang
dilakukan antara seorang konselor profesional dan beberapa klien
sekaligus dalam kelompok kecil.
B. Klien Dalam Konseling Kelompok
Karakteristik klien yang cocok mengikuti konseling kelompok adalah
14
1. Klien yang merasa bahwa mereka perlu berbagi sesuatu denga orang
lain
2. Klien yang memerlukan dukungan dari teman senasib hingga dapat
saling mengerti
3. Klien yang membutuhkan pengalaman dari orang lain.
C. Konselor Dalam Konseling Kelompok
Tugas konselor dalah melaukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran,
dan arahan.
D. Tujuan konseling kelompok
1. Membantu individu mencapai perkembangan yang optimal
2. Berperan mendorong munculnya motivasi
3. Klien dapat mengatasi masalahnya lebih cepat
4. Menciptakan dinamika sosial yang berkembang intensif
5. Mengembangkan keterampilan komunikasi dan interaksi sosial yang
bai
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi konseling kelompok
1. Membina harapan
2. Universalitas
3. Pemberian informasi
4. Altruisme
5. Pengulngan korektif keluarga primer
6. Pengembangan teknik sosialisasi
7. Peniruan tingkah laku
8. Belajar menjalin hubungan interpersonal
9. Kohesivitas kelompok
10. Katrsis
11. Faktor-faktor eksistensial.
15
perasan anatr-anggota keluarga, 2. Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran
dan kondisi 3. Memberikan pelyanan sebagai model dan pendidikan
Permasalahan etis aan selalu muncul pada setiap profesi, terlebih kepada profesi
yang berhubungn langsung dengan manusia yaitu konseling. Konselor meiliki beberapa
taggung jawab yang pertama ada menjaga kerahasiaan, konselor bertanggung jawab
menentukan batas-batas kerahasiaan yang mecakup tingkat kerahasiaan yang dapat
dijanjikan. Yang kedua ada memilii kompetensi, kompetensi mengacu pada batas-batas
kewenangan dalam menjalankan tugas-tugas profesional.
16
pada diri individu adalah merupakan introjeksi dari nilai-nilai sosial, masyarakat, dan
agama yang diperoleh melalui pendidikan orang tua.
B. TEMPERTANTRUM DALAM PERSPEKTIF CLIENT-CENTERED
Temper tentrum sering terjadi dalam empat tahun pertama usia anak. Temper
tantrum terbentuk secara bertahap dan akhirnya menjadi kebiasaan ketika anak
menyadari bahwa dengan cara seperti itulah keinginannya tercapai. Pandangan client-
centered lebih menekankan aspek sikap daripada teknik konseling itu sendiri. Konselor
dapat menyarankan orang tua untuk melakukan hal-hal berikut ini pada anak yaitu :
1. Hindari pemberian tugas di luar kemampuan anak.
2. Hindari pembatasan yang berlebihan terhadap kebebasan anak.
3. Hindari tuntutan yang berlebihan.
4. Tidak bersikap sewenang-wenang.
5. Tidak terlalu memegang teguh sikap-sikap keras dan kaku dalam mengasuh
dan mendidik anak.
6. Bersikap konsisten atau ajek, namun tetap penuh kasih sayang; keajekan
memungkinkan anak belajar dari pengalaman-pengalamannya. Namun ini tidak berarti
segala sesuatu harus berlangsung rutin tanpa pengecualian.
C. KASUS KEBENCIAN PADA WANITA DALAM PERSPEKTIF GESTALT
Ilustrasi kasus ini, Andi adalah seorang mahasiswa yang mengalami masalah
terhadap perempuan. Ia menganggap semua perempuan itu tidak baik. Hal ini
membuatnya cenderung menjauhi perempuan. Setelah dilakukan sesi konseling, maka
diketahui bahwa sikap Andi dipengaruhi oleh perlakuan yang buruk dari ibunya
sewaktu berusia sekolah dasar. Karena mengalami hal menyakitkan semasa kecilnya,
Andi menyimpan perasaan dendam kepada ibunya yang akhirnya membuatnya tidak
mau menjalin keakraban dengan perempuan.
Melalui terapi Gestalt dapatlah kita ketahui bahwa Andi memiliki urusan yang tidak
selesai di masa lalu atau disebut juga Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan
dengan munculnya kemarahan, amukan (rage), kebencian, rasa sakit (pain), cemas
(anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild), dan perilaku menunda (abandonment).
Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantunya merasakan apa yang terjadi saat
ini. Konselor akan menfasilitasi Andi untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Ia
dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari
perilaku-perilaku yang lebih produktif. Dengan demikian, melalui terapi Gestalt
kesadaran adalah menjadi kunci utama untuk memikul tanggung jawab pribadi atas
kehidupannya sendiri tanpa dipengaruhi atau dikendalikan oleh orang-orang yang
berkuasa dalam kehidupannya.
D. KENAKALAN REMAJA DALAM PERSPEKTIF BEHAVIORISTIK
Ilustrasi kasus ini, kenakalan remaja sudah menjadi bagian dari masalah yang
dihadapi oleh dunia pendidikan. Setidaknya kita mengenal ada dua upaya, yaitu upaya
yang bersifat preventif atau pencegahan serta upaya bersifat kuratif atau upaya untuk
menghentikan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Perspektif behavioristik dapat pula
digunakan, yaitu melalui teknik penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respons atau memperkuat terjadinya perubahan tingkah laku
17
sebagai akibat pemberian stimulus oleh guru. Penguatan dapat berupa penguatan
positif (positive reinforcement) dan penguatan negatif (negative reinforcement).
Dikatakan bersifat preventif apabila berbentuk penguatan positif berupa hadiah
atau ganjaran (reward) bagi peserta didik yang melakukan tindakan-tindakan positif.
Tidakan yang kedua adalah tindakan kuratif untuk menghentikan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran yang tidak dihendaki. Punishment atau hukuman merupakan
tindakan yang menjadi pilihan dalam upaya ini. Reward dan punishment merupakan
salah satu asas yang digunakan oleh pandangan behavioristik dalam dunia pendidikan.
Pandangan behavioristik ini sangat menekankan pada hasil belajar. Sementara proses
belajar bukan menjadi masalah yang penting menurut pandangan ini.
E. MEMAHAMI LIA DALAM PERSPEKTIF RASIONAL-EMOTIF
Lia (samaran) siswa kelas I SMU favorit Salatiga yang berusaha untuk naik kelas II.
Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa
pendalaman kurang lebih 17 km di luar kota Salatiga. Lia anak yang cerdas dan
melanjutkan sekolah ke SMU favorit berkat bujukan wali kelasnya. Ketika memasuki
masa SMU, bertemu dengan teman-teman kaya dengan pola pergaulan yang berbeda
dari latar belakang Lia. Makin lama ia merasa minder dan malu terhadap dirinya
sendiri.
Menurut pandangan RET (Rasional-emotif Terapi), manusia memiliki kemampuan
inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional. Manusia sering kali
menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa
yang diinginkannya. Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia menjadi
bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan irasional.
Konseling kognitif: untuk menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir
irasionalnya tentang konsep harga diri yang slaah, sikap terhadap sesama teman yang
salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar:
memberikan nasihat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasional, sugesti,
asertif training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar/rasional
dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri.
Konseling emotif-evolatif: untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan
teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain
peran, dan pelepasan beban. Konseling behavior digunakan untuk mengubah perilaku
yang negatif dengan mengubah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tidak logis
melalui kontrak, reinforcement, sosial modeling, dan relaksasi/meditasi.
F. KASUS PERILAKU MEMBOLOS DALAM PERSPEKTIF REALITAS
Kasus membolos pada pelajar SMP. Pendekatan realitas digunakan untuk membahas
kasus ini. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi
tanpa memandang jauh ke masa lalu karena pendekatan ini lebih menekankan pada
masa kini. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. Adapun teknik-teknik yang digunakan
adalah :
1. Menggunakan role playing dengan klien.
2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan rileks.
18
3. Tidak menjanjikan kepada klien maaf apa pun, karena telah terlebih dahulu
diadakan perjanjian untuk melakukan tingkah laku tertentu yang sesuai dengan
keberadaan klien.
4. Menolong klien untuk merumuskan tingkah laku apa yang akan diperbuatnya.
5. Membuat modal-modal peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapisnya.
7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak pantas.
8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.
Melalui terapi realitas ini diharapkan dapat mencapai tujuan konseling yaitu :
1. Membantu Karjono agar mampu mengurus diri sendiri dengan kata lain ia dapat
membuat keputusan yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa
depan yang lebih baik (memandirikan klien).
2. Mendorong Karjono untuk bertanggung jawab serta bersedia memikul segala
resiko. Tanggung jawab yang diberikan pada klien harus sesuai dengan kemampuan
dan keinginannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dalam mencapai tujuan.
4. Tingkah laku yang sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian
kepribadian yang sukses.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
19
BAB III
PEMBAHASAN
20
h. Pembahasan Bab 8 tentang proses mengakhiri konseling
Penyebab terminasi menurut Lesmana (2009) sebgai berikut yaitu, terminasi
oleh konselor: sasaran konseling telah tercapai, konselor merasa bahwa klien tidak
mengalami kemajuan, konselor melihat ahwa klien terlalu bersikap dependen
(bergantung terus pada konselor).
21
B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
KELEBIHAN KEKURANGAN
Dari segi tampilan, pemilihan cover buku Kertas yang digunakan kurang cerah, dan
sudah baik membuat pembaca tidak jenuh kualitsnya juga kurang baik
dalam membaca
Sebagian besar Penggunaan bahasa/kalimat Ada beberapa kata ilmiah yang perlu
yang ringan, sehingga mempermudah menggunakan nalar yang dalam unuk
pemahaman bagi pembaca. dapat memahaminya
22
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan ialah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada individu-individu, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu
dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku, sedangkan yang dimaksud dengan konseling adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
B. REKOMENDASI
Saran penulis kepada pembaca semoga kita dapat berkembang secara optimal
apabila mendapat bimbingan dan konseling yang terarah. Selain itu, semoga makalah
ini dapat menjadi bahan bacaan tambahan bagi pembaca untuk mengetahui lebih
banyak tentang bimbingan konseling.
23
DAFTAR PUSTAKA
Namora, Lumongga. (2011). Memahami Dasar-Dasar konseling Dalam Teori Dan Praktik.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
24