Anda di halaman 1dari 16

A Pengertian Pemantauan Hemodinamik

Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui
sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru).
Dalam kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang
fisiologis dengan kontrol neurohormonal. Namun, pada pasien-pasien kritis mekanisme
kontrol tidak melakukan fungsinya secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan
stabil. Monitoring hemodinamik menjadi komponen yang sangat penting dalam perawatan
pasien-pasien kritis karena status hemodinamik yang dapat berubah dengan sangat cepat.

B Jenis Pemantauan Hemodinamik


Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring hemodinamik dibagi menjadi
monitoring hemodinamik non invasive dan invasif
1 Monitoring hemodinamik non invasif
a Faktor yang mempengaruhi perfusi jaringan
1) Curah jantung
a) Denyut jantung
b) Isi sekuncup
2) Resistensi Perifer
b Metode Pemantauan Hemodinamik
a Penilaian laju pernafasan
a) Sensitif dan dinilai dengan teratur
b) Respon awal terhadaap hipoksia meningkat laju dan kedalaman pernafasan
b Pulsa Nadi dan EKG
a) Nadi yang cepat, lema dan bergelombang dapat menyebabkan syok
b) Nadi yang memantul penu atau menusuk menyebabkan anemia, blok
jantung, gagal jantung, respon awal syok septik
c) Perbedaan vol, nadi sentral dan distal menurunnya CO (akral dingin)
d) EKG dilihat tanda-tanda EKG
c Perfusi serebral
1) Perubaan status mental
2) Kualitas dan kuantitas
d Perfusi kulit
1) Dingin
2) Bercak kulit
3) Perpanjangan CRT (>2 detik)
e Curah urine
1) >0,5 ml/kg BB/jam
2) <500 ml/hari
f Tekanan darah (ABP)
Curah jantung berkaitan dengan tekanan nadi,selisih antara sistolik dengan diastolic
(30-40 mmHG)
1) Awal syok curah jantung meningkat, tekanan nadi melebar dan memantul
2) Setelah terjadi penurunan curah jantung, tekanan nadi akan menurun dan nadi
bergelombang

MAP (sistolik+2(diastolic) x 1/3)

2 Monitoring hemodinamik invasive


Variabel yang selalu diukur dalam monitoring hemodinamik pasien kritis dengan
metode invasif meliputi: tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal
Tujuan monitoring hemodinamik secara invasif adalah
a. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung dan
tamponade.
b. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan dan
dukungan mekanik.
c. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.

a Monitoring invasive tekanan darah arteri


a Pengertian
Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel
kiri ke aorta dan ke arteri sistemik. Pengukuran tekanan darah arteri secara invasif
dilakukan dengan memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan
disambungkan ke sistem transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan
dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada
osciloskope, kemudian diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang tertera
pada layar monitor.

Tekanan arteri sistemik terdiri dari

1 Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari
ventrikel kiri. Range normal berkisar 100- 130 mmHg
2 Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan
diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dihadapi oleh
jantung. Range normal berkisar 60-90 mmHg
3 Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung.
MAP dapat diformulasikan dengan rumus : Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP
menggambarkan perfusi aliran darah ke jaringan

b Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
Indikasi pemasangan yaitu pada pasien kritis perlu pemantauan yang kontinu.
Pasien menggunakan obat vasoaktif poten(adrenalin dan noradrenalin)
1 Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi kritis
atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor sehingga
apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat secepatnya
dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-obat yang
telah diberikan
a) prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah saraf,
bedah laparotomy, bedah vascular
b) pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
c) pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
d) pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat
e) pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta
2 Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
a) pasien dengan gagal napas
b) pasien yang terpasang ventilasi mekanik
c) pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)
d) pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri
e) secara rutin

Kontraindikasi

1 Pasien dengan perifer vascular disease


2 Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
3 Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi
infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area yang
sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular

c Persiapan alat
1 Sistem flushing yang terdiri dari
Cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI (perbandingan
NaCl 0,9% dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan diberi
tekanan 300 mmHg.
2 Basic Element (tranducer holder), tranducer/ pressure cable
3 Monitor, monitoring kit (single, double, triple lumen)
4 Manometer line 5. 3 way
5 Abocath no. 22 – 18 7
6 Sarung tangan steril
7 Alcohol, betadhine, kassa, lidocain, spuit

d Lokasi pemasangan kateter arteri


Lokasi penempatan kateter intraarteri meliputi arteri radialis, brachialis,
femoralis, dorsalis pedis, dan arteri axilaris. Pertimbangan penting pada
penyeleksian lokasi insersi kateter meliputi, adanya sirkulasi darah kolateral yang
adekuat, kenyamanan pasien, dan menghindari area yang beresiko tinggi mudah
terjadi infeksi
e Interpretasi gelombang tekanan darah arteri
Bentuk gelombang arterial mencerminkan tekanan yang bersal dari arteri
sesudah kontraksi vertikel, harus sesuai dengan QRS pada EKG dengan meliputi
takik anakrotik (fase I sistol ventrikuler), tekanan asistolik puncak (tekanan sistolik
ventrikel kiri maksimal), takik dikrotik (penutupan katup aorta) dan tekanan
diastolic (derajar vasokontriksi atau dilatasi pada system arterial)
Gelombang tekanan arteri dihasilkan dari mulainya usaha untuk membuka
katup aorta, kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan arteri sampai tekanan
puncak (maksimum ejeksi ventrikel) tercapai. Tekanan di ventrikel turun secara
cepat sehingga tekanan aorta menjadi lebih tinggi dari tekanan ventrikel kiri.
Perbedaan tekanan tersebut mengakibatkan katup aorta tertutup, penutupan katup
aorta menghasilkan “dicrotic notch” pada gelombang tekanan arteri.
Gelombang tekanan arteri sistolik digambarkan naik turun, hal ini menyatakan
dimulainya usaha pembukaan katup aorta diikuti ejeksi cepat darah dari ventrikel,
kemudian gambaran menurun kebawah, karena adanya penurunan tekanan
sehingga katup aorta tertutup sehingga terbentuk “dicrotic notch”. Periode diastolik
yaitu saat jantung relaksasi digambarkan dengan penurunan untuk kemudian
dimulai periode awal sistolik.
Tingkat penurunan tekanan di ventrikel ditentukan oleh tingkat relaksasi serat
otot yang disebut lusitropi. Relaksasi ini sebagian besar diatur oleh reticulum
sarkoplasma yang bertanggung jawab untuk sekuestrasi kalsium yang diambil
kembali dengan cepat setelah kontraksi. Meskipun tekanan ventrikel menurul
selama fase ini, volume tidak berubah karena semua katup tertutup. Ketika
seseorang bergerak secara distal, dicrotic notch akan tampak lebih tertunda. Pada
pasien dengan vasodilatasi berat (syok sepsis dan syok neurogenic), dicrotic notch
akan terjadi tekanan yang jauh lebih rendah.

Berdasarkan referensi dari video didapatkan


Terdapat dua komponen yang membentuk gelombang pulsasi arteri yaitu
tramsmisi gelombang tekanan (Pressure) dan pulsasi volume sekuncup yang
dipindahkan melalui sirkulasi arterial (stroke volume). Persamaan kedua variable
tersebut yaitu.

Compliance = Stroke Volume


Pressure
𝑆𝑡𝑟𝑜𝑘𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Non Compliant = ↓Compliance =
↑∆Preassure

𝑆𝑡𝑟𝑜𝑘𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Compliant = ↑Compliance =
↓∆Preassure

Compliant memiliki tekanan nadi yang normal sedapangkan pada uncomliant


terjadi pelebaran tekan nadi. Dalam Compliant, peningkatan stroke volume terjadi
ketika tekanan meningkat. Kecenderungan arteri dan vena meregang sebagai
respons terhadap tekanan memiliki efek besar pada perfusi dan tekanan darah. Ini
berarti bahwa pembuluh darah dengan compliant yang lebih rendah dibawah
tekanan dan kondisi voleme yang sama.

f Teknik Pengukuran
1 Cuci tangan
2 Yakinkan kateter arteri tidak tertekuk
3 Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
4 Lakukan kalibrasi 5
5 Membaca nilai yang tertera di layar monitor, pastikan morfologi gelombang
tidak underdamped atau overdamped
6 Mengkorelasi nilai yang tertera pada monitor dengan kondisi klinis pasien
7 Dokumentasikan nilai tekanan dan laporkan bila ada trend perubahan
hemodinamik

Memastikan keakuratan pengukuran yaitu dengan cara menjaga ketinggian


tranduser pada titik acuan nol (mid-axila) dengan selalu menggunakan titik yang
sama, batasi penggunaan three-way-tap, keluarkan semua gelembung udara dari
system dan lakukan kalibrasi tranduser terhadap tekanan atmosfer sebelum
penggunaan dan selama penggunaan

g Prioritas pemantauan pasien dengan jalur arterial


1 Pastikan selang dan kanula pada tempatnya
2 Beri label arteri yang jelas untuk mencegah tidak sengaja tersuntik obat
3 Gunakan balutan transparan, perubahandan diskoneksi dapat dilihat
4 Ekstermitas harus terlihat setiap saat, pemantauan perfusi
5 Nilai perfusi jaringan secara teratur pada bagian distal lokasi kanula
(thrombosis untuk jalur infus perlu dipindahkan)
6 Nilai tanda infeksi pada lokasi pemsangan yaitu ganti balutan kotor
7 Pertahankan tekanan kantong NaCl 0,9%; 300 mmHg dan patensinya
8 Pastikan semua koneksi terpasang dengan benar
9 Hanya praktisi kompeten yang boleh mengambil sampel darah
10 Gunakan sedikit mungkin”tap’’ untuk mencegah infeksi, kebocoran dan
ketidaksegajaan pemberian obat
11 Gambaran arterial mendatar yaitu menandakan adanya masalah (asistol,
koneksi, patensi, kanula, tekanan kantong, selang terpuntir, tekanan darah)

h Komplikasi
1 Hematoma
2 Perdarahan
3 Gangguan neurovaskuler
4 Iskemik atau nekrosis pada bagian distal dari pemasangan kateter
5 Emboli
6 Insuffisiensi vaskuler
7 Infeksi
8 Trombosis
9 Masuknya obat ke dalam arteri secara tidak sengaja
b Monitoring invasive tekanan vena sentral
a Pengertian
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung. Tekanan vena sentral merefleksikan
tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Pada umumnya jika venous return
turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat.
Metode pengukuran CVP dikelompok menjadi metode non invasif yaitu dengan
dilakukan pengukuran vena jugularis dan metode invasif yaitu dengan memasukkan
kateter ke dalam vena subklavia atau vena jugularis internal

b Indikasi
1. Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA)
dan tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung
dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolic
ventrikel kiri.

2. Mengetahui fungsi ventrikel kanan


CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik akhir
ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka
yang memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung.
Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran
tekanan ventrikel kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume
intravascular, tonus vena, dan fungsi ventrikel kiri.
a) Menentukan fungsi ventrikel kiri
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP
berhubungan dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan
sarana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
b) Menentukan dan mengukur status volume intravascular
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status
volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini
berhubungan dengan volume venous return.
c) Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui
vena perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini
disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai
akibatnya penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi, aliran darah
pada vena besar cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke
sirkulasi. Kateter CVP dapat digunakan untuk memberikan obat vasoaktif
maupun cairan elektrolit berkonsentrasi tinggi.
d) Kateter CVP
Dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker sementara.

c Kontraindikasi
1 infeksi pada tempat insersi
2 Renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan
3 Large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang)

d Persiapan alat untuk pemasangan kateter vena sentral


1 Sistem flushing : cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI
(perbandingan cairan dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan
beri tekanan 300 mmHg.
2 Instrumen CVP set (pinset anatomi dan cirurghis, naufooder,duk lubang,
gunting), CVP set (1 – 5 lumen)
3 Monitoring kit, monitor
4 Manometer line
5 Tranduser
6 3 way
7 Benang Mersilk 338, bisturi
8 Sarung tangan steril, gaun steril, tutup kepala, masker, kassa, betadhin,
e Penempatan Kateter Vena Sentral
Penempatann kateter vena sentral melalui vena jugularis interna, vena subklavia,
vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya pemantauan
dilakukan melalui vena subklavia.

f Interpretasi Gelombang CVP


Gelombang atrial biasanya beramplitudo rendah sesuai dengan tekanan rendah
yang dihasilkan atrium. Rata rata RAP berkisar 0 sampai 10 mmHg, dan LAP kira
kira 3 sampai 15mmHg. Tekanan jantung kiri biasanya melampaui tekanan jantung
kanan karena terdapat perbedaan resistensi antara sirkulasi sistemik dengan
sirkulasi paru. Pengukuran secara langsung tekanan atrium kiri biasanya hanya
dilakukan di icu setelah operasi jantung.
Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan refleksi dari
setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan variasi tekanan yang
terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai bentuk gelombang yang
karakteristik. Pada gelombang CVP terdapat tiga gelombang positif (a, c, dan v)
yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam siklus mekanis yang meningkatkan
tekanan atrium dan dua gelombang (x dan y) yang dihubungkan dengan berbagai
fase yang berbeda dari siklus jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal.
1. Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat
kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG
2. Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke dalam atrium
pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan dengan akhir
gelombang QRS segmen pada EKG.
3. Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan gerakan ke bawah
ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya gelombang T
pada EKG.
4. Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama injeksi
ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap tertutup)
digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG.
5. Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid valve saat
diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi sebelum
gelombang P pada EKG.

g Teknik Pengukuran Vena Sentral


1 Cuci tangan
2 Yakinkan kateter tidak tertekuk/ jika ada cairan yang mengalir, stop
sementara
3 Atur posisi tidur yang nyaman bagi pasien (supine – semi fowler tinggi)
4 Lakukan kalibrasi
5 Perhatikan pada monitor morfologi gelombang hingga nilai tekanan vena
sentral keluar.
6 Perhatikan klinis, nilai tekanan sebelumnya, dan nilai yang ada saat itu
7 Dokumentasikan nilai tekanan vena sentral
8 Cuci tangan

h Komplikasi
Adapun komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
1 Perdarahan
2 Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 sampai 7 hari setelah insersi
kateter. Cairan iv atau darah terakumulasi di mediastinum atau rongga pleura
3 Aritmia ventrikel atau supraventrikel
4 Infeksi local atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi
mikrooorganisme seperti s. avirus, s. epidermidis, gram negative –positif
basil, dan intrococcus.
5 Overload cairan.
6 Pneumothoraks

i Metode Pemantauan CVP


Terdapat 2 metode pemantauan CVP sebagai berikut.
1. Sistem manometer: memungkinkan pembacaan intermiten dan kurang akurat
dibandingkan sistem tranduser dan lebih jarang digunakan.
a) Jelaskan prosedur kepada pasien.
b) Pastikan patensi kateter vena sentral sebelum prosedur – patensi ini secara
normal dapat dipastikan dengan memeriksa bahwa pembilas telah bekerja
dengan baik atau dengan menarik darah.
c) Jika memungkinkan pasien diposisika telentang. Posisi yang sama harus
digunakan pada setiap pengukuran untuk membantu memastikan tren
pembacaan yang akurat.
d) Sejajarkan lengan manometer dnegan mid-aksila, pastikan bahwa
“gelembung” berada di antara kedua garis pada level dasar. Pembacaan
skala manometer pada level ini harus nol (garis dasar (baseline) pada skala
manometer kini setinggi atrium kanan). Gunakan titik referensi yang sama
untuk setiap pengukuran.
e) Tutup three-way tap ke arah pasien dan buka ke arah manometer. Periksa
sumber cairan, untuk memastikan penggunaan larutan yang benar
(biasanya salin normal) dan tidak mengandung obat.
f) Buka sumber cairan dan secara perlahan isi selang manometer sampai di
atas nilai yang diharapkan. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati
untuk memastikan bahwa selang manometer terisi secara perlahan. Hal ini
akan membantu menghindari pembentukan gelembung udara yang dapat
menyebabkan pembacaan yang tidak akurat dan mencegah pengisian yang
berlebihan pada, dan kebocoran dari, manometer yang dapat menjadi
risiko infeksi (Mallett & Dougherty, 2000 dalam Jevon, Ewens dan Pooni,
2009).
g) Tutup three-way tap ke arah sumber cairan dan buka ke arah pasien. Tinggi
cairan di dalam selang manometer harus turun dengan cepat. Ini akan
memungkinkan cairan dari manometer masuk ke atrium kanan.
h) Setelah tinggi cairan berhenti turun (cairan harus berosilasi sesuai dengan
pernapasan pasien), maka pembacaan dapat dilakukan dengan
menggunakan nilai yang lebih rendah.
i) Tutup three-way tap ke arah pasien (sambungkan kembali cairan infus jika
sesuai).
j) Catat nilai yang terbaca dan laporkan setiap perubahan atau kelainan.

2. Sistem transduser: memungkinkan pembacaan secara kontinu yang


ditampilkan di monitor (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon, Ewens dan Pooni, 2009).
a) Prinsip pemantauan dengan transduser:
1) Periksa kantung pembilas setiap pergantian shift perawat agar
kecepatan stabil
2) Pastikan tekanan kantung mengembang pada tekanan 300 mmHg agar
pembilasan kontinue
3) Jika terlihat gambaran datar pada monitor cari kalau ada kebocoran
sirkuit dan udara maka perbaiki keamanannya dan jalur pembilasannya.
4) Jika gambaran tetap datar maka darah ditarik ketika memanipulasi
ekstremitas
5) Selalu periksa keadaan pasien jika asistole menyebabkan gambaran
datar.
b) Persiapan alat:
1) Sistem flushing yang terdiri dari :
Cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI
(perbandingan NaCl 0,9% dengan heparin 1:1), masukkan dalam
pressure bag dan diberi tekanan 300 mmHg.
2) Basic Element (tranducer holder), tranducer/ pressure cable
3) Monitor, monitoring kit (single, double, triple lumen)
4) Manometer line
5) Threeway
6) Abocath no. 22 – 18
7) Sarung tangan steril
8) Alcohol, betadhine, kassa, lidocain, spuit
Berdasarkan referensi dari video untuk pemantauan CVP menggunakan
sistem tranduser
Normal CVP 0-10 mmHg.Tranduser memungkinkan pemantauan invasive
hemodinamik pasien ditampilkan hasilnya pada monitor. Untuk
mempertahankan patensi kanula, selang dan mencegah aliran balik darah maka
satu kantong salin normal terhubung dengan tabung tranduser dan diberikan
tekanan sebesar 300 mmHg untuk membantu pembilasan secara kontinu
dengan v 3ml/jam untuk heparin yang digunakan untuk mengatasi terjadinya
gumpalan darah.

Prosedur pengukuran CVP dengan tranduser

a) Jelaskan prosedur kepada pasien


b) Pastikan patensi kateter vena sentral sebelum dilakukan prosedur
c) Pasien diposisikan terlentang jika memungkinkan posisi yang sama harus
digunakan untuk setiap pengukuran.
d) Lakukan kalibrasi (nol) monitor sesuai dengan rekomendasi pabrik yang
tercantum dalam petunjuk manual penggunaan alat- biasanya termasuk
membuka sistem ke atmosfer (tutup ke arah pasien, terbuka ke udara) dan
tekan tombol nol pada monitor, begitu nol tampil di layar maka monitor
telah terkalibrasi. Dengan membuat CVP menjadi nol memastikan bahwa
tekanan atmosfer pada titik pengukuran adalah nol.
e) Amati gambaran CVP pada monitor. Bentuk gelombang pada monitor harus
sedikit berumbulasi secara alamiah mencerminkan perubahan pada tekanan
atrium kanan selama siklus jantung.
f) Catat nilai pembacaan dan laporkan setiap peruabahan dan kelainan (juga
hitung rata-rata hasil pembacaan tekanan)

Posisi tranduser dapat mempengaruhi pembacaan pengukuran

Lajur dengan salin memberikan tekanan 1 cmH2O = 0,8 mmHg. Penurunan


tranduser mengakibatkan meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya
peningkatan tranduser mengakibatkan penurunan tekanan darah.

Tranduser pressure reading (zeroed to atmosphere) = Patient’s BP + Weight


of column of fluid

Pentingnya penempatan transduser:

a) Blood preassure = 100 mmHg → penurunan transduser → blood preasure


yang baru = ͂115 -–20 mmHg
b) CVP = 9 mmHg → penurunan transduser → new CVP = ͂ 18 mmHg →
mengakibatkan CVP keliru 2 kali lipat.
c) Posisi transduser penting ketika mengukur blood preasure dan CVP
d) Menurunkan atau meningkatkan transduser setelah memusatkan pada titik
nol akan menyebabkan pembacaan tekanan yang tidak akurat
e) Besar perbedaan antara CVP 9 mmHg dengan 18 mmHg akan menimbulkan
pembuatan keputusan secara klinis..

Cara menentukan keakuratan CVP

a) Memastikan benar pasien dan menentukan posisi


b) Ukur CPV di akhir ekspirasi
c) Gambar garis ventrikel dari awal gelombang P ke gelombang CVP

Anda mungkin juga menyukai