Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MANAJEMEN PERUBAHAN

“ Kerupuk Rambak (Umkm)”

Dosen Pengampu: Dr. Drs. Sukirman,. Sp.d,. S.H,. M.M

Disusun oleh:

Riswanda Aldo Syarief 2016-11-267

Kelas Paralel – Semester 7

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
D. Penelitian Terdahulu .............................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

1. Landasan teori ........................................................................ 6


2. Peneliti Relevan....................................................................... 10

BAB III METODE .................................................................................... 13

1. Lokasi ..................................................................................... 13
2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 13
3. Analisis Data ........................................................................... 13

BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................... 15

BAB V PENUTUP ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah Pasal 3 disebutkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
memiliki tujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam
rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi
yang berkeadilan. UMKM juga dinilai sebagai salah satu usaha yang dapat
berkembang dan konsisten dalam memicu perekonomian, sesuai dengan
publikasi dari Indonesian Economic & Small Medium Enterprises Outlook
(dalam Ibrahim, 2009) yang menyatakan bahwa pada saat krisis Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah di Indonesia masih tetap eksis sementara usaha besar
banyak yang gulung tikar. Serta sejalan dengan penelitian Afiah (2009) yang
menyatakan bahwa UMKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu
bertahan karena tidak memiliki utang luar negeri, tidak banyak utang ke
perbankan, menggunakan input lokal, dan memiliki orientasi ekspor. UMKM
yang kuat, dinamis, fleksibel, dan efisien akan mendorong pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan.
Berry, dkk (dalam Ibrahim, 2009) melihat terdapat tiga alas an
mendasar bagi sebuah negara berkembang dalam melihat pentingnya
eksistensi UMKM, alasan pertama yakni karena kinerja UMKM cenderung
lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai
bagian dari dinamikanya, UMKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui perubahan teknologi dan investasi. Ketiga, UMKM
diyakini memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas daripada usaha besar.
Sekarang, UMKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yaitu
sebagai salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan perkembangan dan
ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-
komponen pembantu untuk industri besar (IB) lewat kegiatan keterkaitan
produksi.

1
Kulit kerbau merupakan bagian paling luar dari tubuh kerbau. Kulit
kerbau biasanya digunakan untuk membuat kerajinan, seperti bedug. Tapi
dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kulit
kerbau dapat dimanfaatkan sebagai makanan yaitu dibuat kerupuk rambak.
Pengusaha lebih memilih kulit kerbau untuk dijadikan makanan berupa
kerupuk rambak karena keahlian mereka terbatas pada pengolahan kerupuk
rambak yang mereka dapatkan secara turun-temurun dari orang tua atau sanak
saudara dan usaha ini dirasa sudah cukup menguntungkan bagi kehidupan
mereka.
Kerupuk rambak merupakan makanan ringan yang terbuat dari kulit
hewan (Wahyono 2003). Kerupuk rambak yang terbuat dari hewan yang halal
seperti sapi dan kerbau dapat terkontaminasi atau dapat dipalsukan dengan
kerupuk rambak yang terbuat dari kulit babi. Hal ini mungkin terjadi karena
banyak produk kerupuk rambak di Indonesia yang tidak memiliki label
kemasan dan banyak tersedia di warung atau di rumah makan pinggir jalan.
Dengan demikian konsumen tidak dapat mengetahui jenis kerupuk rambak
yang telah dikonsumsi di tempat tersebut. Proses pengolahan kerupuk rambak
sapi, kerbau, dan babi yang tidak dipisah juga dapat menyebabkan
terkontaminasinya produk halal dengan produk non halal. Walaupun
pembuatan kerupuk rambak telah melalui berbagai proses pengolahan
makanan, namun DNA yang terdapat di dalam produk olahan makanan
kemungkinan masih tetap stabil (Nagappa et al. 2014).
Kerupuk rambak dapat dibuat dari kulit kerbau dan sapi. Para
pengusaha kerupuk rambak lebih memilih menggunakan kulit kerbau karena
kulit kerbau bahan bakunya lebih mudah didapat sehingga produksi bisa
kontinyu, selain itu kulit kerbau kulitnya lebih tebal dari kulit sapi sehingga
lebih mudah dalam proses produksi dan konsumen juga lebih menyukai
kerupuk rambak dari kulit kerbau karena rasanya lebih gurih walaupun
harganya lebih mahal dari kerupuk rambak kulit sapi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik kerupuk
rambak sapi dan kerbau, yang banyak di pasaran. Identifikasi produk

2
dilakukan dengan pengamatan secara fisik dan mikroskopik, sensori, maupun
pengujian kandungan senyawa seperti protein atau DNA yang ada pada
produk tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
membantu masyarakat dalam membedakan antara produk rambak sapi dan
kerbau
B. Rumusan Masalah
Usaha kecil merupakan salah satu penyangga dalam kegiatan
ekonomi masyarakat. Namun demikian, dalam proses usahanya
industri kecil banyak menghadapi berbagai masalah seperti dalam proses
produksi dimana dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti SDA,
SDM, modal dan teknologi. Faktor produksi tersebut merupakan
instrument yang penting dalam pertumbuhan dan pengembangan
usaha. Pengembangan usaha kecil menghadapi berbagai kendala
seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen
sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan
mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya
dengan baik.
Berbagai upaya perlu dilakukan dalam mempertahankan
kelangsungan industri kecil kerupuk rambak di Kabupaten Kudus.
Upaya dilakukan dengan melihat kondisi industri kecil tersebut dari
sisi kelebihan yang dimiliki maupun kelemahan-kelemahannya.Selain
itu,perlu diperhatikan adanya peluang maupun ancaman yang menimpa
industri kecil tersebut, sehingga dapat diterapkan strategi dan upaya
pengembangan industri kecil kerupuk rambak di Kabupaten Kudus.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dijadikan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah faktor internal yang merupakan kekuatan dan
kelemahan bagi kerupuk rambak Di Kota Kudus?
2. Apa sajakah faktor eksternal yang merupakan peluang dan
ancaman bagi kerupuk rambak Di kota Kudus?

3
3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk
diterapkan pada industri kecil kerupuk rambak Di Kota Kudus
baik dilihat dari kekuatan dan kelemahannya atau peluang dan
ancamannya?

C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis faktor internal yaitu kekuatan dan
kelemahan kerupuk rambak di Di Kota Kudus.
2. Untuk menganalisis faktor eksternal yaitu peluang dan
ancaman kerupuk rambak Di Kota Kudus .
3. Untuk menganalisis strategi pengembangan yang tepat untuk
diterapkan pada kerupuk rambak Di Kota Kudus.

4
D. Penelitian Terdahulu

NO NAMA DAN JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN


TAHUN

1. M. AFIF IDENTIFIKASI Penelitian kami menunjukkan bahwa


SULTHONI KERUPUK RAMBAK identifikasi kerupuk rambak sapi,
(2018) SAPI, KERBAU, DAN kerbau, dan babi dengan mikroskop
BABI stereo mampu membedakan berbagai
sumber mentah (mentah) kerupuk
rambak dibedakan berdasarkan bentuk
atau pola pori-pori. Ada perbedaan
tidak signifikan terkait volume dan
kekerasan berbagai hewan rambak
kerupuk karena penyimpangan yang
besar. Enzim immunoassay jalur uji
cepat dan metode pengujian PCR
waktu nyata bersifat spesifik karena
dapat membedakan antara rambak
kerupuk dari babi dan non-babi. Hasil
Diskusi Kelompok Terfokus
menunjukkan bahwa penampilan,
aroma, tekstur, dan rasa adalah 4
profil sensorik yang membedakan
kerupuk rambak dari hewan yang
berbeda.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori
A. Kerupuk dan Macamnya
Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari
adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang dan ikan.
Sebutan kerupuk dibeberapa Negara antara lain krupuk/kerupuk/kropoek
di Indonesia, keropok di Malaysia, Kropek di Filiphina, bánh phông tôm di
Vietnam merupakan makanan ringan (snack) di beberapa negara Asia
(Anonymous, 2010). Kerupuk bertekstur garing dan dijadikan sebagai
makanan selingan, pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti
nasi goreng, gado-gado, soto, rawon, bubur ayam dan lain lain dan bahkan
orang menganggap kerupuk sebagai lauk sehari-hari. Kerupuk biasanya
dijual dalam kemasan yang belum digoreng (kerupuk mentah) atau dalam
kemasan yang sudah digoreng (kerupuk matang).
Ada dua jenis kerupuk yang dikenal dimasyarakat, yaitu kerupuk
dengan bahan baku nabati (seperti kerupuk singkong, kerupuk bawang,
kerupuk puli, rempeyek, rengginang, kerupuk gendar, kerupuk aci,
kemplang, rengginang, emping melinjo (Gnetum gnemon) dan karak) dan
kerupuk dengan tambahan bahan pangan hewani (seperti kerupuk udang,
kerupuk ikan dan kerupuk rambak kulit (Anonymous, 2010). Sedangkan
kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama kerupuk rambak adalah
kerupuk yang tidak dibuat dari adonan tepung tapioka, melainkan dari
kulit sapi, kerbau, kelinci, ayam atau kulit ikan yang dikeringkan
(Anonymous, 2011).

6
B. Tinjauan Umum tentang Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang menyelubungi seluruh permukaan
tubuh kecuali kornea mata, selaput lendir (conjuntiva) serta kuku yang
berfungsi sebagai alat ekskresi dan “penyaring” sinar ultraviolet serta ikut
mengatur suhu tubuh (thermostat layer), melindungi tubuh terhadap
pengaruh-pengaruh luar, setiap bangsa ternak berbeda-beda, sesuai dengan
kemampuannya, sehingga tiap macam kulit ternak memiliki ciri khas atau
karakteristik sendiri (Purnomo, 1987).
Kulit adalah hasil samping dari pemotongan ternak,
merupakan lapisan terluar dari tubuh hewan, diperoleh setelah hewan
tersebut mati dan dikuliti. Kulit dari ternak besar dan kecil baik itu
kerbau, sapi, dan domba serta kambing memiliki struktur jaringan yang
kuat dan berisi, sehingga dalam penggunaannya dapat dipakai untuk
keperluan pangan dan non pangan (Sudarminto, 2000).
Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak berupa tenunan
dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup. Secara histologis kulit
hewan terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis (corium),
dan subcutis (Judoamidjojo, 2009).
Judoamidjojo (2009) mengemukakan bahwa kulit yang baru lepas
dari tubuh hewan disebut dengan kulit mentah segar. Kulit ini mudah
rusak bila terkena bahan-bahan kimia seperti asam kuat, basa kuat, atau
mikroorganisme. Komposisi kimia rata-rata kulit segar adalah air 64% air,
33% protein, 2% lemak, 0,2% mineral, dan 0,8% substansi lain.
Kandungan air pada tiap bagian kulit tidaklah sama. Bagian yang
paling sedikit mengandung air adalah krupon (bagian punggung),
selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan perut (Purnomo, 1987).
Kadar air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika kadar lemaknya
tinggi maka kadar airnya rendah (Purnomo, 1987).
Kulit segar hasil pemotongan ternak dapat langsung disamak atau
diproses lebih lanjut, tetapi tidak semua kulit menjadi bahan baku
industry penyamakan maka kulit yang tidak dapat digunakan dalam

7
penyamakan bias langsung diproses dalam bentuk produk pangan
seperti dibuat kerupuk rambak. Kulit merupakan salah satu alternatif
bahan pangan yang masih memiliki kandungan gizi yang cukup
tinggi. Kandungan gizi antara kulit dengan daging bisa dikatakan relatif
sama. Kulit mengandung protein, kalori, kalsium, fosfor, lemak, besi,
vitamin A dan vitamin B1. Zat-zat gizi tersebut jumlahnya bervariasi,
tetapi kandungan protein, kalori dan fosfornya cukup tinggi (Sutejo,
2000). Kulit mentah mengandung kadar air sebesar 64%, protein 33%.
Lemak 2%, mineral 0,5% dan senyawa lain seperti pigmen 0,05%
(Sharphouse, 1971).
Pada kulit kerbau kandungan yang paling dominan adalah gelatin.
Gelatin merupakan protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit
berbagai jenis binatang seperti kerbau. Molekul-molekul gelatin tersusun
dari ribuan rantai asam amino. Rantai-rantai protein tersebut dihubungkan
secara cross-links (interaksi-silang), karenanya terdapat lubang (rongga)
diantara rantai yang dapat menahan air (Lab. of Conjugated…,2001).
Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan, mampu menyerap air
5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 35-40°C dan larut dalam air
panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah secara
reversible dari sol ke gel (Imeson, 1992).
Pemanfaatan kulit ternak seperti kerbau sendiri banyak dilakukan
untuk kepentingan manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Dari
keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak seperti kerbau ,
maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling
tinggi. Berat kulit kerbau, kambing atau sapi berkisar 7-10 % dari berat
tubuh hewan tersebut. Secara ekonomis pun kulit memiliki harga berkisar
10-15% dari harga ternak (Djojowidagdo, 1999).
Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak,
maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling
tinggi. Berat kulit pada kerbau, kambing dan sapi memiliki kisaran 7-

8
10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-
15% dari harga ternak (Gazali, 2011).
C. Komposisi Kimia Kulit
Komposisi kimia pada kulit mentah atau segar diantaranya terkait
dengan kadar protein, lemak, karbohidrat, mineral dan air. Proporsi
masing-masing zat kimia yang menyusun komponen kulit cukup bervariasi
tergantung dari jenis ternak, umur, makanan, iklim dan kebiasaan hidup
ternak itu sendiri. Komposisi zat kimia yang menyusun kulit antara lain
adalah air kira-kira sebanyak 65%, protein 33%, mineral 0,5% dan lemak
2-30%. Komposisi zat kimia tersebut tidaklah konstan, namun sangat
tergantung dari macam kulitnya. Penyusun terbanyak adalah komponen air
dengan jumlah cukup bervariasi yakni antara 60-70%. Komponen lemak
dalam kulit variasinya justru lebih besar dan menyulitkan sehingga perlu
perhatian khusus bagi para penyamak kulit, terutama komponen lemak
pada kulit domba dan babi (Winarno, 1992).
D. Proses Pembuatan Kerupuk Kulit
Proses pembuatan kerupuk kulit pada umumnya adalah pemilihan
kulit sebagai bahan baku kulit (harus dari kulit yang sehat, bukan dari
ternak yang sakit, kulit bersih dan tidak busuk), pencucian (washing)
untuk membersihkan sisa kotoran yang masih menempel, perendaman jika
kulit berasal dari kulit awetan atau kulit kering (selama 24 jam dalam air
bersih) supaya kulit kering menjadi basah seperti kulit segar,pengapuran
(liming) direndam dalam larutan kapur tohor (Ca(OH2) supaya kulit
membengkak, lapisan epidermis dan bulu mudah dihilangkan serta untuk
meningkatkan daya kembang dan kerenyahan kerupuk rambak, buang
kapur (deliming), mencuci kulit dengan air mengalir supaya sisa kapur
hilang, pengerokan bulu (terutama dari kulit sapi, kerbau dan kelinci),
perebusan (boiling) pada suhu dan waktu tertentu sesuai jenis kulit supaya
kulit matang, pemotongan kulit sesuai selera, perendaman dalam bumbu
(umumnya adalah garam dan bawang putih), penjemuran dibawah sinar
matahari sampai kering, penggorengan (dilakukan dua tahap, yaitu dengan

9
minyak yang tidak terlalu panas (suhu 80oC) kemudian dimasukkan dalam
minyak yang panas (suhu 100oC) sampai kerupuk rambak kulit
mengembang dengan sempurna. Proses selanjutnya yaitu pengemasan
dalam kantong plastik serta pemasaran (Hidayat, 2009).

2. Peneliti Relevan
A. Tinjauan Pustaka Berdasarkan Penelitian yang Relevan
Hidayat (2009), menelliti bahwa permintaan bahan baku berupa
kulit kerbau sebesar 1.520,13 kg/bulan di perusahaan kerupuk rambak
kulit kerbau “DWIJOYO” Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.
Menurut penelitian Nadia (2006) bahwa kandungan non nutrisi
(yaitu kolesterol, kadar lemak, asam urat dan ketengikan/kandungan
peroksida) pada kerupuk kulit Jangek yang berasal dari kulit sapi maupun
kulit kerbau, tidak dijumpai adanya senyawa kolesterol. Hal ini
dimungkinkan karena pada proses pengolahan kulit menjadi kerupuk kulit
jangek, mengalami beberapa kali perlakuan panas, misalnya perebusan,
penjemuran dan penggorengan. Kadar lemak kerupuk yang sudah digoreng
adalah sebesar 31,81% (kerupuk kerbau) dan 32,44% (kerupuk sapi).
Kadar Protein sebesar 63,90% (kerupuk kerbau) dan 64,71% (kerupuk
sapi). Kandungan asam urat pada 100 gr kerupuk jangek yang berasal dari
kulit sapi terdapat 0,64-0,7 mg kadar asam urat, menunjukkan adanya
pengendapan asam urat pada kulit yang merupakan produk akhir dari
metabolisme asam nukleat dan senyawa purin. Bagi penderita asam urat,
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi kerupuk kulit. Bilangan peroksida
sebesar 1,0 mg/kg bahan kerupuk kulkit sapi setelah disimpan 4-5 minggu
pada suhu ruangan. Sedangkan pada pengamatan dengan menggunakan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography), terdeteksi kadar
triolein dan diolein yang cukup tinggi baik pada kerupuk kulit sapi
maupun kulit kerbau, yang berasal dari minyak goreng saat proses
penggorengan sebanyak dua kali. Minyak goreng tersebut terperangkap
dalam pori-pori kerupuk.

10
Pada penelitian Sabtu, Soemitro dan Soeharjono dalam
Amertaningtyas (2009), bahwa sifat fisik, kimia dan organoleptic kerupuk
rambak kulit kerbau yang dibuat dari stratum papilare sama dengan
stratum retikulare. Kualitas sifat fisik dan organoleptik dipengaruhi oleh
lama perebusan dan lama pengungkepan , yang terbaik bila direbus selama
lebih dari 60 menit pada suhu 90oC dan diungkep minimal selama 6 jam
pada suhu 120oC.
Penelitian Mirasa (2008) pada tahun 2004 di desa Kauman dan
desa Mejero Mojokerto Jawa Timur, rata-rata kerupuk rambak dari kulit
kerbau yang dihasilkan didaerah tersebut mengandung chromium (Cr)
maksimum 4,12 mg/kg yang tentunya berbahaya bila dikonsumsi 4
bungkus atau 80 g dalam satu hari. Chromium mencemari melalui air
sumur industri kerupuk rambak di daerah Kauman, yaitu sebesar 0,022
mg/l. Penelitian ini menganalisa kadar chromium darah dan urin
masyarakat yang mengkonsumsi kerupuk rambak dengan masyarakat yang
tidak mengkonsumsi kerupuk rambak. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi kerupuk rambak rata-rata kadar Chromium darah (0,15-
0,71 μg/l) dan kadar Chromium urine (0,36-0,98 μg/l), sedangkan
masyarakat yang tidak mengkonsumsi kerupuk rambak rata-rata kadar
chromium darah 0,00-0,25 μg/l dan kadar chromium urine (0,00-0,07
μg/l). Kadar Cr dalam darah dan urine masyarakat yang mengkonsumsi
kerupuk rambak bila dibandingkan standar normal WHO (Cr darah dan
urin (0,5 μg/l), yang sudah melebihi standart normal kadar Cr darahnya
43,3% dan urinenya 73%, hal ini membuktikan bahwa kerupuk rambak
yang bahan bakunya berasal dari limbah pabrik kulit tidak aman
dikonsumsi. Dianjurkan untuk menggunakan kulit sapi segar sebagai
bahan baku kerupuk rambak kulit dan alternatif untuk menurunkan kadar
Cr pada bahan baku kerupuk rambak dari limbah pabrik kulit dengan cara
merendam asam cuka pada proses pembuatannya
Penelitian Rahayu dan Nurandani (2007), meneliti pada industry
pembuatan kerupuk rambak kulit Dwijoyo, Kendal, menghasilkan sisa

11
minyak goreng sekitar 500 kg tiap bulan yang tidak dapat digunakan untuk
menggoreng kerupuk rambak kulit lagi sehingga sisa minyak tersebut
dibuang. Hal ini sangat berpotensi sebagai sumber polusi atau pencemaran
lingkungan karena mengandung besi (Fe) sekitar 26,806 mg/l. Treatment
yang dilakukan untuk mengurangi masalah tersebut adalah metode
adsorpsi dengan menggunakan zeolite. Efisiensi penyisihan Fe yang paling
tinggi pada eksperimen batch diperoleh pada zeolite dengan ukuran 20-40
mesh dan berat media 8 gram sebesar 73,59% dan konsentrasi efluen
sebesar 7,08 mg/l. Konsentrasi yang dihasilkan belum memenuhi baku
mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 5 mg/l.

12
BAB III

METODE

A. Lokasi
Berikut adalah letak geografis usaha kerupuk rambak kulit Kerbau
Cap Sapi Gg. Sendang sibodak Ds. Loram Wetan, RT.1/RW.2,
Karangpakis, Jepangpakis, Kec. Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah
59344,
B. Jenis Dan Sumber Data
Terdapat empat tahapan pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini
yang meliputi:
Survei informasi usaha kerupuk kulit tradisional di daerah Kabupaten
Kudus, Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk menjaring
informasi mengenai tiga hal berikut ini.
a. Proses pembuatan kerupuk Jangek.
b. Bentuk usaha kerupuk kulit.
c. Beberapa hal seputar kehalalan produk kerupuk berdasarkan pedoman
pemeriksaan kehalalan produk daging yang digunakan oleh BPOM (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan) dalam memberikan sertifikat dan label
halal.
C. Analisis Data
Uji organoleptik dilakukan terhadap kerupuk kulit yang dibuat dari bahan
kulit sapi dan kulit kerbau.
Pada tahap ini dilakukan analisis kesukaan terhadap atribut produk (rasa,
tekstur, aroma, warna, bentuk, dan penampakan) kerupuk kulit. Pada
pengamatan ini dilakukan penilaian kesukaan konsumen terhadap dua
jenis kerupuk (sapi & kerbau). Penilaian peringkat yang digunakan
dibatasi hingga 7 peringkat, dari yang sangat tidak disukai sampai yang
sangat disukai (Meilgaard, Civille, & Carr, 1999 dan Carpenter, Lyon, &
Hasdel, 2000).

13
Konsumen yang menjadi responden dalam pengamatan ini adalah mereka
yang mengkonsumsi kerupuk rambak. Menurut Meilgaard, Civille, & Carr
(1999) dan Carpenter, Lyon, & Hasdel (2000), tidak ada batasan atau
pelatihan bagi partisipan yang bersedia menjadi panelis untuk
menghindarkan bias pada hasil penilaian yang diperoleh. Target responden
yang diharapkan disesuaikan dengan batas minimum yang diharuskan
dalam pengamatan tingkat kesukaan terhadap suatu produk pangan.
Menurut Carpenter, Lyon, & Hasdel diperlukan minimal 8 orang per
produk per kelompok konsumen yang menjadi target.

14
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil Survei Informasi di Lapangan

Kerupuk rambak yang banyak diusahakan di daerah kabupaten kudus,


proses pembuatannya masih secara tradisional. Kulit segar yang diperoleh
dari tempat pemotongan ternak, dibersihkan dari bulu dan lemak, kemudian
direbus dengan ditambahkan garam. Kulit yang telah direbus kemudian
dipotong dadu, lalu dijemur di bawah matahari hingga kering. Setelah kering,
kerupuk kulit di goreng untuk pertama kali, dan setelah mengembang
diangkat. Pada kebanyakan usaha kerupuk rambak, setelah penggorengan
pertama kali inilah kerupuk kulit diperdagangkan. Untuk dapat
dikonsumsi,terhadap kerupuk kulit ini perlu dilakukan penggorengan
kembali. Sehingga untuk menjadi kerupuk kulit yang dapat dikonsumsi, maka
kulit kering mentah berbentuk dadu harus digoreng dua kali.

Kebanyakan kerupuk rambak yang diusahakan di daerah kabupaten


kudus, masih berupa usaha rumah tangga. Usaha kerupuk rambak dilakukan
secara kekeluargaan, dengan melibatkan anggota keluarga dalam proses
pembuatannya. Kerupuk kulit yang dihasilkan, setelah tahap penggorengan
pertama, langsung dipasarkan begitu saja tanpa melalui suatu badan koperasi.
Dengan berpegang pada pedoman pemeriksaan kehalalan produk daging yang
digunakan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan
wawancara langsung dengan pengusaha kerupuk Jangek, didapatkan bahwa
pembuatan kerupuk kulit Jangek telah memenuhi kriteria halal.

Lokasi pengolahan berada di daerah perumahan, yang jauh dari hal-


hal yang diharamkan yang dapat mengkontaminasi produk kerupuk yang
dihasilkan. Peralatan yang digunakan meliputi drum tempat perebusan kulit,
wadah tempat menjemur kulit, pisau untuk membersihkan dan memotong
kulit, wajan untuk menggoreng dan wadah penampung kerupuk kulit, dalam

15
keadaan bebas dari hal yang dapat mengkontaminasi dan mengakibatkan
produk menjadi tidak halal. Adapun satu-satunya bahan tambahan pangan
yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kulit adalah garam, dan tidak
termasuk bahan yang diharamkan. Dengan demikian berdasarkan kriteria
halal yang digunakan, produk pangan kerupuk kulit yang dihasilkan secara
tradisional dan dalam bentuk usaha rumah tangga di daerah Jangek, Sumatera
Barat yang diamati dapat dikatakan telah memenuhi kriteria halal yang
ditetapkan oleh BPOM.

Pengembangan pemasaran dan teknologi industri kecil krupuk rambak di


Kabupaten Kudus

a. Menjalin kerjasama antar pengusaha dalam memasarkan produknya.


b. Menambah jangkauan pasar yang lebih luas terutama untuk jangkauan
ekspor melalui media internet.
c. Mengusahakan bantuan peralatan modern dengan melakukan kerjasama
antara pengusaha dengan pihak swasta maupun pemerintah.
d. Penggunaan teknologi modern untuk menambah jumlah produksi sehingga
dapat memenuhi permintaan konsumen.
e. Meningkatkan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar
yang cukup besar.
f. Meningkatkan harga jual terutama untuk produk berkualitas ekspor ke luar
Jawa maupun ke luar negeri.

Pengembangan bahan baku dan inovasi industri kecil krupuk rambak di


Kabupaten Kudus
a. Memperbarui cara pengemasan tradisional dengan penggunaan peralatan
pengemasan modern untuk menambah daya tarik konsumen terhadap
produk.
b. Menjalin kerjasama antar pengusaha dalam pengadaan bahan baku
sehingga memperkuat persaingan dengan usaha lain yang membutuhkan
bahan baku yang sama.

16
c. Meningkatkan pengetahuan cara pengemasan sesuai dengan SNI melalui
penyuluhan dari Disperindag.
d. Menekan biaya produksi agar dapat bertahan untuk mengantisipasi harga
bahan baku yang mulai mahal.
e. Penerapan diversivikasi produk agar lebih beragam sehingga
meningkatkan nilai tambah produk.
f. Pengadaan lokasi sentra industri yang dilengkapi gudang bersama
sehingga dapat memudahkan pengusaha memperoleh bahan baku
B. Sejarah singkat home industry kerupuk rambak
Seorang pengusaha kerupuk rambak Desa Loram, Cahya Apriliyanto
mengatakan usaha home industri miliknya ini sudah berjalan sejak tahun 1997.
Dirinya merupakan generasi kedua dari usaha kerupuk rambak yang dirintis
oleh bapaknyanya. Untuk menjaga kualitas dan rasa dari kerupuk rambak,
dirinya sangat memerhatikan sekali setiap proses produksi kerupuk rambaknya.
Membuat kerupuk rambak banyak langkah yang dilakukan. Mulai dari
perebusan, pengerokan, penjemuran, pemotongan kecil-kecil, pengungkepan,
penjemuran yang ke dua kemudian penggorengan.
Untuk menciptakan tekstur yang renyah dalam proses penggorengannya
harus melalui tiga kali tahap penggorengan, yakni penggorengan dengan suhu
rendah yaitu 40 derajat Celsius, dilanjutkan lagi penggorengan dengan suhu 70
derajat Celsius dan pada penggorengan terakhir yakni pada suhu 300 derajat
celsius.
Kunci cita rasa yang enak berada pada proses pengungkepan. Pada
proses ini kulit sapi atau kerbau diungkep menggunakan minyak dari gajih
(lemak) sapi yang dilelehkan. Proses pengungkepan pun cukup lama yakni 12
jam hingga 24 jam tergantung usia dari kulit sapi yang disembelih. Ia mengaku
dalam sebulan ia mampu memproduksi kerupuk rambak sebanyak 1 kuintal.
Omzetnya pun cukup menggiurkan yakni 15-20 juta tiap bulannya.
Saat ini mereka sedang mendorong memasarkan melalui online. Hal itu
berdampak positif dengan banyaknya pesanan dari luar kota seperti di
Surabaya, Jakarta, Tangerang dan kota lainnya. Para pengrajin kerupuk rambak

17
mengalami kesulitan menyetok bahan dasarnya. Bahkan para pengrajin hingga
mencari stok hingga luar kota. Yang menjadi khas itu kerupuk kerbau,
sedangkan saat ini kerbau sangat sulit didapatkan. Bahkan para pengrajin
hingga mengambil stok dari luar kota, kini telah dilakukakannya perubahan
terhadap kemasan kerupuk rambak yang dimana dulu menggunakan plastik
kini berubah menjadi kaleng dan ada label produknya yang menjadi daya tarik
pelanggan (konsumen) kerupuk rambak. Saat ini dalam pengembangannya
dilakukan pengantaran dengan jasa Grab maupun Gojek untuk pengiriman
dalam kota, sedangkan untuk pengiriman luar kota menggunakan jasa
ekpedisi.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif UMKM
Kerupuk Kulit
Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif
berdasarkan diagram Fishbone/Ishikawa seperti Gambar 1. berikut :

Gambar 1. Diagram Fishbone faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan


kompetitif UMKM kerupuk kulit
D. Identifikasi Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal UMKM
Kerupuk Kulit
Berdasarkan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
keunggulan kompetitif pada UMKM kerupuk kulit pada tujuan pertama,
maka dapat dikelompokkan pula ke dalam lingkungan internal dan
eksternal yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk merumuskan strategi
dalam pengembangan UMKM kerupuk kulit tersebut.

18
Identifikasi Lingkungan Internal
Identifikasi Kekuatan :
1. Pemilik usaha mempunyai pendidikan yang cukup tinggi (tamatan SMA
dan Perguruan Tinggi)
2. Pengalaman pekerja yang cukup lama (> 5 tahun)
3. Pembagian kerja yang jelas sesuai keahlian
4. Alat angkut tersedia sesuai skala usaha
5. Harga relatif bersaing/ murah dibanding pesaing
Identifikasi Kelemahan :
1. Pemilik dan pekerja belum pernah mendapat pelatihan usaha
2. Peralatan yang masih manual dan sederhana
3. Keterbatasan iptek
4. Modal yang terbatas
5. Belum dilengkapi dengan perizinan (P-IRT, LPPOM MUI, BPOM)
Identifikasi Lingkungan Eskternal
Identifikasi Peluang :
1. Permintaan yang cukup tinggi sejalan dengan semakin banyaknya outlet
kuliner di kota kudus dan toko oleh-oleh
2. Tersedianya sumber modal bagi UMKM seperti KUR
3. Kebijakan pemerintah yang mendorong berkembangnya UMKM
Identifikasi Ancaman :
1. Bahan baku/ kulit yang tidak selalu tersedia/bersaing mendapatkannya
2. Pemasaran terbatas/ dipasarkan hanya di pasar dan kedai-kedai terdekat
dengan usaha
3. Produk pesaing lebih menarik dalam hal kemasan dan rasa

19
E. Tahapan Manajemen Perubahan

No Tahapan Manajemen Perubahan Dahulu Saat ini


1. Kategori Perusahaan Keluarga Perusahaan Keluarga Perusahaan Keluarga
2. Keterlibatan Generasi Penerus Generasi pertama Generasi Kedua
3. Konflik nilai dalam keluarga Belum ada Belum ada
4. Kompetensi dan struktur manajemen
a. Keterlibatan pihak luar
b. Proses Rekruitmen Belum ada Sudah ada
c. Pembagian Pekerjaan - Rekomendasi
Multi jobdesk
Mulai ada pembagian kerja

d. Jenjang karir karyawan Belum ada


Belum ada
5. Kompensasi
a. Gaji Komisaris dan deviden - -
pemegang saham
b. Gaji Karyawan Di bawah UMR Di bawah UMR
c. Bonus Karyawan Belum ada bonus Belum ada bonus

6. Aspek Keuangan
a. Laporan Keuangan Belum ada Sudah ada
b. Pelaporan Pajak Belum melaporkan Sudah melaporkan
c. Pemisahan keuangan keluarga Belum dipisahkan Sudah dipisahkan
dan perusahaan
d. Distribusi pendapatan keluarga Belum ada Sudah ada (100%
dan Perusahaan (Tergabung) pendapatan untuk
perusahaan)
7. Aturan Baku Perusahaan (SOP) Belum ada Belum ada

20
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja dan keunggulan
kompetitif pada UMKM kerupuk kulit yaitu :
a. Bahan baku
b. SDM
c. Modal
d. Mesin dan alat
e. Metode kerja/ teknologi
f. Pasar dan pemasaran (kualitas produk, pesaing, konsumen)
g. Kebijakan pemerintah (Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas
Kesehatan, Kemenhum)
2. Prioritas strategi untuk meningkatkan daya saing pada UMKM
kerupuk kulit :
a. Meningkatkan kerjasama dengan pemasok/stok kulit sapi
maupun kerbau
b. Melengkapi perizinan usaha agar mudah diterima di pasar-pasar
modern
c. Memperluas pemasaran pada pasar modern dan daerah luar
Kudus
Saran
Pengrajian kerupuk kulit dapat meminimalisir segala faktor yang
menyebabkan rendahnya daya saing dengan cara mau menerima inovasi
melalui transfer iptek baik dari perguruan tinggi maupun instansi
terkait. Instansi pemerintah seperti Dinas Koperasi dan UMKM dapat
meningkatkan perannya dengan memberikan wadah dan pelatihan
pengrajin untuk meningkatkan keahliannya serta menyedikan informasi
terkait akses modal dan perizinan usaha.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitrini, dan Ismet Iskandar. 2015. Strategi Pengembangan UMKM


Kerupuk Kulit di Kota Padang. ISBN 978-602-0752-26-6
2. Lula Nadia. 2005. Nutrisi dan Beberapa Kriteria Halal Kerupuk
Kulit Jangek. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 6,
Nomor 2, September 2005, 100 – 107
3. Muhammad Afif Sulthoni. 2018. Identifikasi Kerupuk Rambak Sapi,
Kerbau, dan Babi. IPB (Institute Pertanian Bogor)
4. Erizky Binarwati, Tunjung W. Suharso, Gunawan Prayitno. 2010.
Pengembangan Industri Kecil Krupuk Rambak Kecamatan Bangsal,
Kabupaten Mojokerto. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1,
Nomor 2

22

Anda mungkin juga menyukai