Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT REFERAT

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS OKTOBER 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

ANALISIS PIS-PK PUSKESMAS LEPO-LEPO


PERIODE JANUARI-JUNI 2019

Oleh
Dian Maharani
K1A1 13 014

Pembimbing
dr. Amiruddin Eso, M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama dan NIM : Dian Maharani (K1A1 13 014)
Judul : Analisis PIS-PK Puskesmas Lepo-Lepo Periode Januari-
Juni 2019

Telah menyelesaikan tugas referat Analisis PIS-PK Puskesmas Lepo-Lepo Periode


Januari-Juni 2019 dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran
Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Oktober 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Amiruddin Eso, M.Kes


NIP. 19780414 200803 1 001

i
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Warohmatullohi Wabarokatuh.


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Analisis PIS-PK Puskesmas Lepo-Lepo Periode Januari-Juni
2019”, sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat diharapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Amiruddin Eso, M.Kes atas
bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala dalam proses
penyusunan laporan ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya. Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi
pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis
mengucapkan terima kasih
Wassalamua’laikum Warohamatullohi Wabarokatuh.

Kendari, Oktober 2019

Dian Maharani

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Epidemiologi ........................................................................................ 3
C. Etiologi ................................................................................................. 4
D. Cara Penularan ...................................................................................... 5
E. Patogenesis ........................................................................................... 5
F. Manifetasi Klinis .................................................................................. 7
G. Klasifikasi ............................................................................................. 8
H. Komplikasi ........................................................................................... 9
I. Tatalaksana ........................................................................................... 10
BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Data yang Dikumpulkan ....................................................................... 13
B. Cara Pengambilan Data ........................................................................ 13
BAB IV. HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN
DATA
A. Gambaran Singkat Tentang Puskesmas Lepo-lepo .............................. 14
1. Visi, Misi, Motto dan Tata Nilai Puskesmas ................................. 14
2. Sosio-Geografis ............................................................................. 15
3. Sosio-Demografis .......................................................................... 16
4. Struktur Organisasi ........................................................................ 17
5. Sumber Daya Kesehatan................................................................ 17

iii
6. Upaya Kesehatan di Puskesmas .................................................... 18
7. Program Inovatif Puskesmas ......................................................... 19
8. Derajat Kesehatan Masyarakat ...................................................... 19
9. Standar Pelayanan Minimal Puskesmas ........................................ 20
B. Data Sekunder Hasil Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas ................ 21
1. Data Pasien Leprae di Puskesmas Lepo-lepo ................................ 21
2. Jumlah Kasus Leprae di Puskesmas Lepo-lepo ............................ 21
BAB V. MASALAH KESEHATAN
A. Identifikasi Masalah ............................................................................. 22
B. Penentuan Prioritas Masalah ................................................................ 22
C. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah
Dominan ............................................................................................... 22
BAB VI. PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN DAN USULAN
KEGIATAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH
A. Alternatif-alternatif Pemecahan Masalah ............................................. 24
B. Pemecahan Masalah Terpilih................................................................ 24
C. Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Masalah yang Terpilih ............ 24
BAB VII. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Diagnosis klinis leprae menurut WHO 9


Tabel 2 Tingkat disabilitas kusta menurut WHO 10
Tabel 3 Distribusi Penduduk Kecamatan Baruga 17
Tahun 2018
Tabel 4 Jenis dan jumlah tenaga kesehatan Puskesmas 18
Lepo-lepo
Tabel 5 Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Lepo- 20
lepo Periode Januari-Juni 2019
Tabel 6 Daftar pasien leprae di Puskesmas Lepo-lepo 21
periode 2017-2018
Tabel 7 Analisis Penyebab Masalah 22
Tabel 8 Paired comparison beberapa faktor penyebab 23
masalah penyakit leprae
Tabel 9 Nilai kumulatif beberapa faktor penyebab 23
masalah penyakit leprae
Tabel 10 Kriteria Mutlak untuk menentukan pemecahan 24
masalah terpilih
Tabel 11 Planning of Action Pemecahan masalah 24
terpilih

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Capaian eliminasi kusta tingkat provinsi di 3


Indonesia tahun 2017
Gambar 2 Gambaran mikroskopis Mycobacterium 4
leprae
Gambar 3 Mata rantai penularan penyakit kusta 6
Gambar 4 Tanda dan gejala kusta tipe Pausi Bacillary 8
(PB), bercak putih
Gambar 5 Tanda dan gejala kusta tipe Multi Bacillary 9
(MB), penebalan dan pembengkakan pada
bercak putih
Gambar 6 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo 16
Gambar 7 Struktur Organisasi Puskesmas Lepo-lepo 17
Gambar 8 Daftar 13 penyakit terbanyak di wilayah 20
kerja Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-
Juni 2019
Gambar 9 Jumlah kasus leprae di Puskesmas Lepo- 21
lepo periode 2017-2018

vi
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Derajat kesehatan di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup
bermakna, hal ini ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian bayi
dan kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi buruk pada balita serta
meningkatnya umur harapan hidup. Namun demikian Indonesia masih
menghadapi beban ganda karena munculnya beberapa penyakit menular baru
sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan dengan tuntas.
Pelaksaan Program Indonesia Sehat diselanggarakan melalui pendekatan
keluarga, yang mengintegrasikan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target
keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga
Pendekatan keluarga adalah salah satu caraPuskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam gedung, melainkan juga keluar
gedung dengan pendekatan keluraga dalam upaya menyelesaikan permasalahan
kesehatan di wilayah kerjanya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Indeks Keluarga Sehat (IKS) melalui Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Lepo-lepo periode Januari hingga Juni 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab masalah prioritas PIS-PK di Puskesmas
Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019.

8
b. Untuk menganalisis pemecahan masalah PIS-PK di Puskesmas Lepo-
lepo periode Januari-Juni 2019.
c. Untuk menyusun rencana usulan kegiatan pemecahan masalah PIS-
PK di Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah kusta dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala
kulit secara umum dan telah dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Penyakit
kusta atau leprae disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama dr. Gerhard
Armauwer Hansen yang menemukan bakteri penyebabnya pada tahun 1874 di
Norwegia.3,4 Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu musah seperti penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.4
Kusta didefinisikan sebagai penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae dan terutama menyerang kulit dan saraf perifer.3,4 Selain
itu, kusta juga dapat menyerang mukosa mulut, saluran pernapasan bagian atas,
sistem retikulo-endotelial, mata, otot, tulang, dan testis.9,10

B. Epidemiologi
Di Indonesia, angka prevalensi kusta mencapai 0,71 per 10.000 penduduk
dengan angka penemuan kasus baru sebesar 16.826 kasus (6,50 per 100.000
penduduk) pada tahun 2016. Dari jumlah kasus baru tersebut, 4,19% diantaranya
adalah tipe multibasiler. Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,47% diantaranya
berjenis kelamin laki-laki dan 37,53% lainnya berjenis kelamin perempuan.3

Gambar 1. Capaian eliminasi kusta tingkat provinsi di Indonesia tahun 201711

10
Secara nasional, Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta pada tahun
2000, dimana prevalensi kusta mencapai <1 per 10.000 penduduk (<10 per
100.000 penduduk). Namun, masih ada 11 provinsi yang belum mencapai status
eliminasi kusta, antara lain Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku
Utara, Papua, serta Papua Barat. Di tahun 2016, terdapat penambahan provinsi
yang mencapai eliminasi yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Kalimantan Utara.3

C. Etiologi
Patogen penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (M. leprae).
Patogen ini bersifat obligat intraseluler, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in
vitro, berukuran 3-8 μm x 0,5 μm, tahan asam dan alhohol, serta merupakan
bakteri basil Gram positif. M. leprae bereplikasi dengan pembelahan biner
dengan waktu yang sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Bentuk bakteri ini sedikit
melengkung, bereplikasi optimal pada suhu antara 27°C - 30°C secara in vivo,
dan tumbuh baik pada jaringan yang lebih dingin.3,4 Mycobacterium leprae
belum dapat di kultur di laboratorium.4

Gambar 2. Gambaran mikroskopis Mycobacterium leprae3

Keefektifan patogen ini bergantung pada dua elemen strukturnya, yaitu


kapsul dan dinding sel. Kapsulnya terdiri dari sejumlah besar lipid, terutama
phthiocerol dimycocerosate dan fenolat glikolipid I, yang merupakan target
immunoglobulin (Ig) M. Komponen penting lainnya dari dinding sel adalah
lipoarabinomannan yang merupakan antigen untuk makrofag.3

11
D. Cara Penularan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit kusta adalah
patogenesis bakteri, cara penularan, keadaan sosial dan ekonomi, lingkungan,
dan imunitas individu.9 Mekanisme bagaimana patogen ini ditransmisikan belum
bisa dipahami, namun diketahui bahwa M. leprae memiliki tingkat penularan
rendah. Kontak yang sering, erat, dan lama adalah faktor risiko yang diketahui
berkontribusi dalam penularan penyakit ini.3
M. leprae menular pada manusia melalui kontak langsung dengan penderita
dan melalui pernafasan. Bakteri mengalami perkembangbiakan dalam waktu 2-3
minggu. Setelah melewati masa inkubasi, tanda-tanda seseorang menderita sakit
kusta muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah rasa kesemutan
bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.4 M. leprae
mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga
berlangsung hingga 40 tahun. Kelangsungan hidup bakteri ini di luar tubuh
adalah 36 jam sampai 9 hari.3

E. Patogenesis
Perjalanan klinis kusta merupakan suatu proses yang lambat dan berjalan
bertahun-tahun, sehingga penderita tidak menyadari adanya proses penyakit di
dalam tubuhnya. Sebagian besar penduduk di daerah endemik kusta pernah
terinfeksi Mycobacterium leprae. Namun karena adanya kekebalan alamiah,
hanya sekitar 15% yang menjadi sakit. Bila individu dengan kekebalan alamiah
tidak berhasil membunuh M. leprae yang masuk, maka bakteri ini akan
berkembangbiak di dalam sel Schwann perineurium.5 Bakteri juga dapat
ditemukan dalam makrofag, sel-sel otot, dan sel-sel endotel pembuluh darah.
Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada
perlawanan dari individu yang terinfeksi. Peningkatan jumlah bakteri dalam
tubuh dan infeksi akan memicu sistem imun berupa limfosit dan histiosit
(makrofag) untuk menyerang jaringan yang terinfeksi. Pada tahap ini,
manifestasi klinis mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf disertai dengan
penurunan sensasi.3

12
Setelah melewati masa inkubasi yang cukup lama (sekitar 2-5 tahun) akan
muncul gejala awal penyakit yang bentuknya belum khas, berupa bercak-bercak
dengan sedikit gangguan sensasi pada kulit disertai dengan berkurangnya
produksi keringat setempat. Keadaan ini disebut fase indeterminate dan dianggap
sebagai fase dimana kelainan yangterjadi masih belum dipengaruhi oleh
kekebalan tubuh. Dalam beberapa tahun setelah kelainan itu ditemukan biasanya
akan muncul gejala klinis yang karakteristik dan bervariasi, baik pada kulit, saraf
tepi maupun organ-organ lainnya. Selain itu, terdapat keadaan yang dikenal
sebagai kusta stadium subklinis. Kusta stadium subklinis adalah keadaan di
mana kuman telah masuk ke dalam tubuh yang ditandai dengan pemeriksaan
serologis yang positif namun individu tersebut tidak menunjukkan gejala klinis,
namun tetap berpotensi menjadi sumber transmisi.5

Gambar 3. Mata rantai penularan penyakit kusta1

Sistem imun seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita


kusta. Ketika SIS spesifik efektif dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi
akan menghilang secara spontan atau menimbulkan kusta dengan tipe
pausibasiler (PB). Apabila SIS rendah, infeksi menyebar tidak terkendali dan

13
menimbulkan kusta dengan tipe multibasiler (MB). Dalam perjalanan kronis
penyakit dapat timbul peningkatan respon imun secara tiba-tiba karena efek
pengobatan atau perubahan status imunitas sehingga menghasilkan peradangan
kulit dan atau saraf serta jaringan lainnya. Hal ini disebut sebagai reaksi kusta
(tipe 1 dan 2).3

F. Manifestasi Klinis
Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit
ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa saluran
pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat progresif menyebabkan kerusakan kulit, saraf-saraf,
anggota gerak dan mata.4 Kusta memiliki tiga gambaran klinis khas yang disebut
cardinal sign yaitu adanya lesi yang mati rasa, kerusakan saraf tepi, dan adanya
bakteri basil tahan asam.9
Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami
bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama kelamaan
semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada
kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan
atau bagian raut muka, muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies
leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya
memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota
keluarga yang menderita Iuka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama
dan bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.4
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau
cacat tubuh. Namun pada tahap awal kusta, gejala yang timbul dapat hanya
berupa kelainan warna kulit. Kelainan kulit yang dijumpai dapat berupa
perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang),
hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa
(kemerahan pada kulit). Gejala-gejala umum pada kusta I lepra, reaksi panas
dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, noreksia, nausea, kadang-
kadangdisertai vomitus, cephalgia, kadang-kadangdisertai iritasi, orchitis dan

14
pleuritis, kadang-kadang disertai dengan nephrosia, nephritis dan
hepatospleenomegali, neuritis. Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta
adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk,
dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem
imun.4

G. Klasifikasi
Klasifikasi kusta sangat penting dalam menentukan regimen pengobatan,
prognosis dan komplikasi. Menurut WHO, pengelompokan kusta dibagi menjadi
2 bentuk yaitu tipe pausibasiler dan multibasiler.3
1. Kusta tipe pausibasiler
Kusta tipe pausibasiler atau disebut juga kusta kering adalah bilamana
ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasaatau kurang merasa,
permukaan bercak kering dan kasarserta tidak berkeringat, tidak tumbuh
rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi
pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini
tidak menular.4

Gambar 4. Tanda dan gejala kusta tipe pausibasiler (PB), bercak putih2

2. Kusta tipe multibasiler


Kusta tipe multibasiler atau disebut juga kusta basah adalah
bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau

15
merata di seluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan
pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak
saraf tepi dan hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+).Tipe seperti ini
sangat mudah menular.4

Gambar 5. Tanda dan gejala kusta tipe multibasiler (MB), penebalan dan
pembengkakan pada bercak putih2

Tabel 1. Diagnosis klinis leprae menurut WHO3


Kriteria PB (Pausibasilar) MB (Multibasilar)
Lesi kulit (makula yang 1-5 lesi hipopigmentasi >5 lesi
datar, papul yang /eritema
meninggi, infiltrat, plak Distribusi tidak simetris Distribusi lebih simetris
eritem, nodul)
Kerusakan saraf Hilangnya sensasi yang Hilangnya sensasi
(menyebabkan hilangnya jelas kurang jelas
sensasi/kelemahan otot Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena)
BTA Negatif Positif
Tipe Indeterminate (I), Lepromatosa (LL),
Tuberkuloid (TT), Borderline lepromatosa
Borderline tuberkuloid (BL), Mid-borderline
(BT) (BB)

H. Komplikasi
Kusta merupakan penyakit menular kronis yang apabila tidak diobati secara
tepat dapat menyebabkan cacat fisik, psikologis dan sosial. Penatalaksanaan

16
kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta progresif, menyebabkan kerusakan
permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.4 Komplikasi kusta berupa
ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Komplikasi terjadi akibat kerusakan saraf
sensorik dan motorik yang irreversibel, serta akibat adanya kerusakan berulang
pada daerah anestesi yang disertai paralisis dan atrofi otot. 3
Kusta memiliki risiko komplikasi kecatatan fisik yang sangat tinggi baik
permanen maupun komprehensif. Tingkat kecacatan dibagi menjadi 3, yaitu
tingkat 0,1, dan 2.9 Cacat yang disebabkan oleh kusta ini membuat stigma
negatif dari masyarakat dan diskriminasi bagi pasien kusta baik yang baru
tertular maupun penderita kusta yang sudah sembuh. Pasien menjadi malu untuk
mencari pengobatan yang tepat sehingga kualitas hidup orang dengan kusta
menjadi menurun dan resiko penularan kusta semakin tinggi.6 Masyarakat
menjauhi penderita kusta karena kurangnya pengetahuan atau pengertian juga
kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta. Masyarakat masih
menganggap bahwa kusta disebabkan oleh kutukan dan guna-guna, proses inilah
yang membuat para penderita terkucil dari masyarakat, dianggap menakutkan
dan harus dijauhi, padahal sebenarnya stigma ini timbul karena adanya suatu
persepsi tentang penyakit kusta yang keliru.8,9
Tabel 2. Tingkat disabilitas kusta menurut WHO11
Tingkat Mata Telapak tangan/kaki
0 Tidak ada kelainan pada mata akibat Tidak ada disabilitas akibat
kusta kusta
1 Ada kerusakan karena Kusta (anestesi Anestesi, kelemahan otot
pada kornea, tetapi gangguan visus (Tidak ada disabilitas/kerusakan
tidak berat visus >6/60: masih dapat yang kelihatan akibat Kusta)
menghitung jari dari jarak 6 meter)
2 Ada lagoftalmos, iridosiklitis, opasitas Ada disabilitas/kerusakan yang
pada kornea serta gangguan visus kelihatan akibat kusta, misalnya
berat (visus <6/60: tidak mampu ulkus, jari kiting, kaki semper
menghitung jari dari jarak 6 meter)

I. Tatalaksana
Pengobatan kepada penderita kusta adalah salah satu cara pemutusan mata
rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan
ada yang berpendapat hingga 7-9 hari, tergantung dari suhu dan cuaca diluar

17
tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati.
Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan
hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.4
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar
kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh.
Beberapa obat dapat menghancurkan kuman kusta sehingga pasien dapat
sembuh dan penularan dapat dicegah.4 Bila penderita kusta tidak minum obat
secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali sehingga timbul
gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan. Di
sinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan secara teratur.10 Peranan
penting agar petugas kesehatan memberikan penyuluhan kusta kepada penderita
dan kepada masyarakat bahwa4:
1. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
2. Sekurang-kurangnya 80% dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
3. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
4. Kasus-kasus kusta tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
secara teratur
5. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik

Salah satu penyebab utama ketidakberhasilan pengobatan adalah karena


ketidakpatuhan berobat penderita masih tinggi. Faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan salah satunya yaitu isolasi sosial dan keluarga. Keluarga yang
ditunjuk untuk mendampingi penderita kusta merupakan faktor yang perlu
dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilannya.10 Dalam kehidupan
sehari-hari, perlakuan diskriminatif dapat terjadi dalam hal kesempatan mencari
lapangan pekerjaan, beribadah di rumah-rumah ibadah, menggunakan kendaraan
umum, mendapatkan pasangan hidup, dan lain-lain. Keadaan ini berdampak
negatif secara psikologis bagi penderita, mengakibatkan self stigma, frustrasi,
bahkan upaya bunuh diri. Dari sisi penanggulangan penyakit, stigma kusta dapat
menyebabkan seseorang yang sudah terkena kusta enggan berobat karena takut

18
keadaannya diketahui oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini tentu saja akan
mengakibatkan berlanjutnya mata rantai penularan kusta, timbulnya kecacatan
pada yang bersangkutan, sehingga terjadilah lingkaran setan yang tak
terselesaikan.4
Strategi eliminasi kusta di Indonesia meliputi:11:
1. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor;
2. Penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan;
3. Penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam Penanggulangan Kusta;
4. Penguatan sistem Surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
Penanggulangan Kusta.
Penyelengaraan penanggulangan kusta dilaksanakan melaluin upaya
pencegahan dan pengendalian meliputi:11
1. Promosi kesehatan, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan dan
dikoordinasikan oleh tenaga promosi kesehatan sehingga memberdayakan
masyarakat agar mampu berperan aktif dalam mendukung perubahan
perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan untuk
pencegahan dan pengendalian Kusta.
2. Surveilans, melalui pengumpulan, pengolahan dan analisis data serta
diseminasi informasi untuk penemuan Penderita Kusta dan penanganan
secara dini serta mengetahui besaran masalah di suatu wilayah.
3. Kemoprofilaksis, untuk mencegah penularan Kusta pada orang yang kontak
dengan Penderita Kusta. Kemoprofilaksis dilaksanakan dalam bentuk
pemberian obat rifampisin dosis tunggal pada orang yang kontak dengan
Penderita Kusta yang memenuhi kriteria dan persyaratan.
4. Tatalaksana penderita kusta, untuk mengobati Penderita Kusta secara dini
dan mencegah disabilitas akibat Kusta dalam bentuk penegakkan diagnosis,
pemberian obat dan pemantauan pengobatan serta pencegahan dan
penanganan disabilitas.

19
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA

A. Data yang Dikumpulkan


Data yang dikumpulkan dalam laporan ini meliputi:
1. Tinjauan pustaka mengenai PIS-PK
2. Profil Puskesmas Lepo-lepo tahun 2019.
3. Daftar penyakit terbanyak di di Puskesmas Lepo-lepo periode periode
Januari-Juni 2019.
4. Data SPM Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019.
5. Data pasien leprae di Puskesmas Lepo-lepo periode 2017-2018.
6. Data jumlah kasus leprae di Puskesmas Lepo-lepo periode 2017-2018.

B. Cara Pengambilan Data


Data diperoleh dari telaah jurnal berkaitan dengan judul laporan dan data
sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Lepo-lepo.

20
BAB IV
HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN DATA

A. Gambaran Singkat Tentang Puskesmas Lepo-lepo


1. Visi, Misi, Motto Dan Tata Nilai Puskesmas
Visi Puskesmas Lepo-lepo, yaitu:
Terwujudnya masyarakat Kecamatan Baruga sehat secara mandiri menuju
kota layak huni.
Misi Puskesmas Lepo-lepo, yaitu:
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat kecamatan Baruga;
b. Mewujudkan kesadaran, kemauan dan kemandirian masyarakat untuk
hidup sehat;
c. Menggalang kemitraan dengan seluruh potensi masyarakat di kecamatan
Baruga;
d. Mewujudkan lingkungan sehat dalam wilayah kerja puskesmas;
e. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Motto Puskesmas Lepo-lepo, yaitu:
Melayani dengan CINTA, yaitu Cepat, Inovatif, Nyaman, Tepat, dan Aman.
Tata nilai Puskesmas Lepo-lepo, meliputi:
a. Profesional, yaitu melaksanakan pekerjaan sesuai standar dan wewenang
dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan secara dinamis;
b. Tanggung jawab, yaitu menjalankan pekerjaan secara konsekuen dengan
sepenuh hati;
c. Sadar mutu, yaitu melaksanakan setiap tindakan sesuai komitmen
prosedur yang telah ditetapkan;
d. Sadar waktu, yaitu melaksanakan setiap tindakan sesuai komitmen waktu
yang telah ditetapkan;
e. Inisiatif, yaitu senantiasa melakukan tindakan pencegahan, pengendalian
dan perbaikan secara terus-menerus tanpa menunggu perintah.

21
2. Sosio-Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo meliputi wilayah Kecamatan
Baruga yang terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Lepo-lepo,
Wundudopi, Baruga, dan Watubangga. Keadaan alam sebagian besar
merupakan dataran (80%), sedangkan sisanya berupa perbukitan (20%).
Prasarana transportasi meliputi jalan aspal (75%) serta jalan berbatu dan
tanah (25%). Luas wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo adalah 13.130 Ha.
Batas – batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Wua-wua dan Kecamatan Kadia
b. Sebelah Timur : Kecamatan Poasia
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Konda (Kabupaten Konawe Selatan)
d. Sebelah Barat : Kecamatan Ranomeeto (Kabupaten Konawe
Selatan) dan Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
Puskesmas Lepo-lepo terletak di Kelurahan Lepo-lepo Kecamatan
Baruga Kota Kendari.Secara Geografis Puskesmas Lepo-lepo sangat
strategis karena terletak dekat jalan raya yang merupakan jalan Propinsi yang
menghubungkan Kabupaten dan Kota sehingga Puskesmas Lepo-lepo mudah
dijangkau baik oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Karena
letaknya yang strategis sehingga banyak pasien yang datang di Puskesmas
Lepo-lepo meskipun berasal dari luar wilayah Kecamatan Baruga serta
apabila ada tamu penting dari Pusat, Puskesmas Lepo-lepo merupakan
tempat paling mudah untuk disinggahi karena dilewati jalan menuju bandara.

22
Gambar 6.Peta Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo

3. Sosio-Demografis
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo pada tahun
2017 sebanyak 23.211 jiwa yang tersebar di 4 kelurahan. Distribusi
penduduk per kelurahan disajikan pada tabel 1. Jumlah penduduk di wilayah
Puskesmas Lepo-lepo cenderung bertambah tinggi setiap tahun, hal ini juga
dipengaruhi oleh mobilitas penduduk yang tinggi karena wilayah Puskesmas
Lepo-lepo dianggap menjanjikan untuk peluang usaha, hal ini dapat dilihat

23
dari makin bertambahnya jumlah hunian maupun jumlah rumah kos serta
fasilitas yang lainnya.
Tabel 3. Distribusi Penduduk Kecamatan Baruga Tahun 2018
No. Nama Kelurahan Jumlah KK Jumlah Jiwa
1. Lepo-lepo 1.184 5.102
2. Wundudopi 802 3.751
3. Baruga 2.018 8.940
4. Watubangga 1.521 5.418
Jumlah 5.525 23.211

4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi UPTD Puskesmas Lepo-lepo ditampilkan pada
gambar 2.

Gambar 7. Struktur Organisasi Puskesmas Lepo-lepo

5. Sumber Daya Kesehatan


Jenis dan jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Lepo-lepo disajikan
dalam tabel berikut.

24
Tabel 4. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Lepo-lepo
Status
No. Jenis Tenaga Jumlah
PNS Honor Sukarela
1. Dokter Umum 4 - 1 5
2. Dokter Gigi 2 - 1 3
3. Perawat 24 - 26 50
4. Perawat Gigi 1 - 2 3
5. Bidan 18 - 15 33
6. Farmasi 2 - 1 3
7. Kesehatan Masyarakat 19 - 4 23
8. Kesehatan Lingkungan 2 - 1 3
9. Gizi 4 - 2 6
10. Ahli Teknologi Lab Medik 2 1 2 4
11. Tenaga Pengelola Data 1 - - 1
12. Tenaga Administrasi 3 2 - 5
13. Tenaga Penunjang kesehatan 10 - - 10
14. Sopir 1 - - 4
15. Petugas Kebersihan - 1 2 3
16. Tukang Masak dan Tukang cuci - 3 - 3
Jumlah 92 7 56 155

6. Upaya Kesehatan di Puskesmas


Dalam upaya pelaksanaan program kesehatan Puskesmas, ada dua upaya
kesehatan Puskesmas yaitu:
a. Upaya kesehatan perorangan, meliputi:
1.) Poli umum
2.) Poli gigi dan mulut
3.) Poli KIA-KB
4.) Poli anak/MTBS
5.) Poli lansia
6.) UGD
7.) Persalinan/PONED
8.) Rawat inap
9.) Klinik gizi
10.) Kefarmasian
11.) Laboratorium
12.) Klinik sanitasi

25
b. Upaya kesehatan masyarakat, terdiri dari:
1.) Upaya kesehatan masyarakat esensial, meliputi: kesehatan
lingkungan, gizi masyarakat, promosi kesehatan dan UKS, KIA-KB
UKM, pencegahan penyakit menular dan penyakit tidak menular,
dan keperawatan kesehatan masyarakat.
2.) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan, meliputi: kesehatan
jiwa, kesehatan gigi masyarakat, kesehatan tradisional alternatif dan
komplementer (Kestradkom), kesehatan olahraga, kesehatan indera,
kesehatan lansia, pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), dan
kesehatan kerja.

7. Program Inovatif Puskesmas


Program-program puskesmas yang merupakan hasil inovasi dari
Puskesmas Lepo-lepo, yaitu:
a. Juru Pantau Tensi (JUPEN)
b. RT Bebas Asap Rokok (TEBAS ASAP ROKOK)
c. Kader Sehat Jiwa (KADER SEJIWA)
d. Wisuda Posyandu
e. Bazar Lansia
f. Klinik Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (KLINIK
PETERPAN)

8. Derajat Kesehatan Masyarakat


Dalam meningkatkan dan lebih memeratakan upaya pelayanan
kesehatan maka dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari penyakit-penyakit
utama yang didapatkan dalam kurun waktu 1 tahun pelaksanaan program.
Adapun 13 besar penyakit terbanyak yang ditemukan pada Januari sampai
Juni tahun 2019 di Puskesmas lepo-lepo adalah sebagai berikut.

26
1554
1600 1423
1400
1200 1102
985
1000 827
800 608
600 465 452 411 400 349 361
400 191
200
0

JUMLAH KASUS

Gambar 8. Daftar 13 penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo


periode Januari-Juni 2019

9. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas


Pencapaian SPM Puskesmas Lepo-lepo periode bulan Januari sampai
Juni 2019 disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5. Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Lepo-lepo Periode Januari-Juni
2019
Target Sasaran Capaian
No Indikator
(%) (Absolut ) Absolut %
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil 100 644 325 50,50
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin 100 616 298 48,40
3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir 100 586 301 51,40
4. Pelayanan kesehatan Balita 100 2946 2615 86,73
Pelayanan Kesehatan pada Usia
5. 100 4191 2050 49,00
Pendidikan Dasar
6. Pelayanan pada Usia Produktif 100 17137 7848 50,00
7. Pelayanan pada Lanjut Usia 100 973 652 97,00
8. Pelayanan Penderita Hipertensi 100 1376 851 61,80
9. Pelayanan penderita Diabetes Melitus 100 199 186 93,50
Pelayanan Orang Dengan Gangguan
10. 100 46 20 43,50
Jiwa Berat
11. Pelayanan kesehatan orang dengan TB 100 85 45 53,00
Pelayanan kesehatan orang dengan
12. 100 215 215 100,00
resiko infeksi HIV

27
B. Data Sekunder Hasil Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
1. Hasil Cakupan Program Puskesmas Lepo-lepo
Data hasil cakupan program Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-
Juni 2019 diperoleh dari hasil pencatatan bagian Tata Usaha Puskesmas
Lepo-lepo ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 6. Cakupan Program Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019
No Program Indikator Target Pencapaian
1. Upaya Keluarga dengan jamban sehat 78% 95%
Kesehatan Keluarga dengan tempat sampah sehat 80% 86%
Lingkungan Keluarga yang memiliki SPAL 80% 86%
Rumah bebas jentik 95% 96%
Keluarga dengan sumber air terlindung 100% 96%
Rumah sehat 92% 84%
Sarana TTU yang memenuhi syarat kesehatan 89% 87%
Sarana TPM yang memenuhi syarat kesehatan 85% 44%
Penduduk stop buang air besar sembarang 100%
2. Promosi Posyandu Purnama 85% 100%
Kesehatan Posyandu Mandiri 85% 100%
Cakupan Kelurahan Siaga 85% 100%
Cakupan Sekolah ber PHBS 100% 48%
Rapat lintas sector 100% 75%
Cakupan rumah tangga sehat 100% 76%
Upaya penyuluhan 100% 67%
Penjaringan kesehatan anak sekolah 100% 100%
3. Upaya Pemantauan pertumbuhan balita 100% 89%
Perbaikan Gizi Pemberian tablet Fe 100% 97%
Masyarakat Pemberian Vit. A Balita 100% 100%
Konsumsi garam Beryodium 100% 100%
Pemberian MP-ASI 100% 100%
Perawatan Balita Gizi Buruk 100% 100%
4. Upaya Cakupan Kelurahan UCI 100% 100%
Pencegahan Cakupan BIAS 100% 100%
dan Cakupan Campak Balita 100% 100%
Pemberantasan Kasus AFP ditangani 100% 0
Penyakit Kesembuhan penderita TB BTA (+) 100% 98%
Menular Kasusu IMS diobati 100% 100%
Penderita DBD ditangani 100% 100%
Penderita Diare ditangani 100% 100%
Kasus HIV-Aids ditangani 100% 0
Penderita Kusta selesai berobat (RFT) Rate 100% 100%
Penderita Malaria diobati 100% 0
Kasus Filariasis ditangani 100% 0

28
Cakupan Kelurahan mengalami KLB yang 100% 0
dilakukan PE
5. Upaya Cakupan kunjungan ibu hamil K4 100% 99%
Kesehatan Ibu Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga 100% 91%
dan Anak serta kesehatan yg mempunyai kompetensi
Keluarga kebidanan
Berencana Ibu hamil resiko tinggi dan komplikasi yang 100% 100%
ditangani
Cakupan kunjungan neonatus 100% 100%
Cakupan kunjungan bayi 100% 90%
Cakupan peserta KB aktif 75% 77%

2. Capaian 12 Indeks Keluarga Sehat (IKS) di Puskesmas Lepo-lepo


Data capaian 12 Indeks Keluarga Sehat di Puskesmas Lepo-lepo pada
Januari hingga Juni 2019 ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 7. Capaian 12 Indeks Keluarga Sehat Puskesmas Lepo-lepo
Target (%) Pencapaian
No Upaya/Indikator
(%)
1. Keluarga Mengikuti Program KB 65 23,20
2. Persalinan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 100 56,80
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap 100 67,30
4. Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif 100 59
5. Pertumbuhan Balita Dipantau 100 71,90
6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai Standar 100 8
7. Penderita Hipertensi yang Berobat Teratur 100 19,40
8. Penderita Gangguan Jiwa Berat di Obati dan 100 2,60
Tidak di Telantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Ada yang Merokok 70 55,40
10. Keluarga Sudah Menjadi Anggota JKN 100 54,80
11. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Jamban 100 96,20
Keluarga
12. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Sarana 100 95
Air Bersih

29
BAB V
MASALAH KESEHATAN

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil pencapaian program pokok Puskesmas Lepo-lepo dapat
diketahui bahwa beberapa program yang belum mencapai target antara lain:
Tabel . Identifikasi masalah berdasarkan Indeks Keluarga Sehat
Targe Pencapaian Kesenjangan
No Upaya/Indikator
t (%) (%) (%)
1. Keluarga Mengikuti Program KB 65 23,20 42
2. Persalinan Ibu di Fasilitas Pelayanan 100 56,80 43
Kesehatan
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar 100 67,30 33
Lengkap
4. Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif 100 59 41
5. Pertumbuhan Balita Dipantau 100 71,90 28
6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai 100 8 92
Standar
7. Penderita Hipertensi yang Berobat 100 19,40 81
Teratur
8. Penderita Gangguan Jiwa Berat di Obati 100 2,60 97
dan Tidak di Telantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Ada yang 15 70 55,40
Merokok
10. Keluarga Sudah Menjadi Anggota JKN 100 54,80 45
11. Keluarga Memiliki 100 96,20 4
Akses/Menggunakan Jamban Keluarga
12. Keluarga Memiliki 100 95 5
Akses/Menggunakan Sarana Air Bersih

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah kesehatan perlu dilakukan untuk menentukan
masalah kesehatan mana yang perlu mendapat perhatian lebih dari masalah
kesehatan lainnya. Untuk penentuan prioritas masalah kesehatan yang ada,
dilakukan menggunakan metode USG dengan mempertimbangkan kriteria
sebagai berikut.
1. Urgency, yaitu tingkat kepentingan yang mendesak;

30
2. Seriosness, yaitu tingkat kesungguhan, bukan dengan waktu untuk
penanganan masalah;
3. Growth, yaitu tingkat perkiraan dan bertambah buruknya keadaan pada saat
masalah mulai terlihat dan sesudahnya.
Prioritas masalah kesehatan ditentukan berdasarkan nilai tertinggi dari
akumulasi ketiga kriteria USG, yaitu urgency, seriousness, dan growth. Seperti
yang tampak pada tabel , maka prioritas masalah kesehatan berdasarkan IKS
adalah penderita TB paru yang berobat sesuai standar dengan total nilai 14.
Tabel . Penentuan prioritas masalah kesehatan berdasarkan IKS menggunakan
metode USG
No. Masalah U S G Total
1. Keluarga Mengikuti Program KB 2 3 3 8
2. Persalinan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 4 5 3 12
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap 5 4 3 12
4. Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif 3 5 4 12
5. Pertumbuhan Balita Dipantau 4 4 3 11
6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai Standar 5 5 4 14
7. Penderita Hipertensi yang Berobat Teratur 4 5 4 13
8. Penderita Gangguan Jiwa Berat di Obati dan Tidak di 4 5 4 13
Telantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Ada yang Merokok 4 5 3 12
10. Keluarga Sudah Menjadi Anggota JKN 2 5 4 11
11. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Jamban 3 3 3 9
Keluarga
12. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Sarana Air 3 4 3 10
Bersih
Keterangan: Berdasarkan Skala Likert 1-5
5 : Sangat besat
4 : Besar
3 : Sedang
2 : Kecil
1 : Sangat kecil

C. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah


Dominan
Setelah dilakukan pengkajian terhadap prioritas masalah kesehatan, maka
dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya masalah tersebut ditampilkan pada tabel sebagai
berikut.

31
Tabel 7. Analisis Penyebab Masalah
Komponen Kemungkinan Penyebab
Input Man Tidak adanya kader kesehatan terkait TB
Money Tidak ada masalah
Material Kurangnya media penyuluhan tentang pengobatan TB
Method Tidak ada masalah
Marketing Kurangnya sosialisasi mengenai pengobatan TB yang
sesuai standar
Lingkungan Kebersihan lingkungan kurang terjaga
Proses P1 Tidak ada masalah
P2 Kurangnya partisipasi keluarga selama pengobatan
P3 Tidak ada masalah

Analisa penyebab masalah penyakit leprae di Puskesmas Lepo-Lepo antara


lain :
a. Tidak adanya kader kesehatan terkait TB
b. Kurangnya media punyuluhan tentang pengobatan TB
c. Kurangnya sosialisasi mengenai pengobatan TB yang sesuai standar
d. Kebersihan lingkungan kurang terjaga
e. Kurangnya partisipasi keluarga selama pengobatan

D. Menentukan Penyebab Masalah Dominan


Untuk menentukan penyebab masalah dominan terkait pengobatan TB yang
sesuai standar di Puskesmas Lepo-lepo, maka ditentukan dengan paired
comparison kemudian menghitung nilai kumulatif masing-masing penyebab
masalah seperti tampak pada tabel 6 dan 7.

32
Tabel 8. Paired comparison beberapa faktor penyebab masalah
a b c d e Total Horizontal
a b c a e 1
b c b b 2
c d c 1
d e 0
e 0
Total Vertikal 0 1 2 1 2
Total Horizontal 1 2 1 0 0
Total 1 3 3 1 2 10

Tabel 9. Nilai kumulatif beberapa faktor penyebab masalah


c 3 3/10 x 100% 30,00% 30%
b 3 3/10 x 100% 30,00% 60%
e 2 2/10 x 100% 20,00% 90%
a 1 1/10 x 100% 10,00% 100%
d 0 0/10 x 100% 0,00% 100%
Total 10 100%

Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang


berupa rendahnnya penderita TB paru yang berobat sesuai standar, cukup
menyelesaikan 2 penyebab karena penyebab tersebut belum mencapai 80%,
diantaranya adalah:
c.Kurangnya sosialisasi mengenai pengobatan TB yang sesuai standar
b. Kurangnya media punyuluhan tentang pengobatan TB

33
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN DAN USULAN KEGIATAN

A. Alternatif-alternatif Pemecahan Masalah


a. Melakukan sosialisasi mengenai pengobatan TB yang sesuai standar
b. Penambahan media penyuluhan tentang pengobatan TB

B. Pemecahan Masalah Terpilih


Tabel 10. Kriteria Mutlak untuk menentukan pemecahan masalah terpilih
Input
Kegiatan Output Keterangan
Man Money Material Method Marketing
A 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan
B 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan

C. Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Masalah Terpilih


Tabel 11. Planning of Action Pemecahan masalah terpilih
Program Kegiatan Sasaran Target Lokasi Waktu Personil Biaya
Melakukan Penderita 100% Rumah Sekali per 5 orang Transportasi:
home-visit leprae penderita bulan petugas 5 x 50.000 =
terhadap selama Puskesmas Rp. 250.000
P2M penderita masa
leprae pengobatan

Penambahan Tenaga 100% Puskesmas Oktober 5 orang Tunjangan:


jumlah kesehatan Lepo-Lepo 2019 5 x 150.000
Promkes
tenaga terutama =Rp. 450.000
kesehatan dokter
Total Biaya Rp. 700.000

34
BAB VII
PENUTUP

A. SIMPULAN
Setelah melakukan analisis masalah penyakit leprae di Puskesmas Lepo-lepo
periode 2017-2018, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Masalah yang dihadapi pada kasus leprae di Puskesmas Lepo-lepo adalah
kurangnya partisipasi aktif dari penderita selama pengobatan dan kurangnya
follow-up terhadap penderita. Penderita penyakit leprae masih ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo karena pengobatan dan follow up pasien
yang tidak optimal.
2. Selama proses pengobatan dan follow up pasien leprae, ditemukan hambatan
pelaksanaan yang ditemukan pihak pemangku kepentingan yaitu minimnya
partisipasi penderita leprae dan keluarganya serta keterbatasan petugas bagian
TB dan leprae di Puskesmas Lepo-lepo untuk melakukan follow up penderita
leprae sehingga masih ada penderita leprae yang belum mencapai
kesembuhan.
3. Eliminasi leprae yang belum optimal menimbulkan masalah yang sangat
kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.

B. SARAN
1. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan serta follow up pasien leprae, maka
perlu didukung oleh partisipasi aktif petugas kesehatan Puskesmas untuk
melakukan home visite pasien leprae sehingga kesembuhan pasien dapat
tercapai.
2. Perlu dipertimbangkan penambahan petugas kesehatan yang berfokus pada
kasus leprae sehingga program-program terkait leprae, termasuk pengobatan
dan follow up pasien dapat dilakukan secara maksimal serta eliminasi leprae
dapat terwujud.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2012. Pedoman Nasional Program Pengendalian
Penyakit Kusta. Jakarta.
2. Kementerian Kesehatan RI. 2018. Infodatin Kusta: Hapuskan Stigma dan
Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta.
3. Darmaputra, I Gusti Nyoman, dan Ganeswari, Putu Ayu Dewita. 2018. Peran
Sitokin dalam Kerusakan Saraf pada Penyakit Kusta: Tinjauan Pustaka. Intisari
Sains Medis 9(3): 92-100.
4. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Infodatin Kusta: 25 Januari Hari Kusta
Sedunia. Jakarta.
5. Hajar, Sitti. 2017. Morbus Hansen: Biokimia dan Imunopatogenesis. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala 17(3): 190-194.
6. Anwar N., dan Syahrul. 2019. Pengaruh Stigma Masyarakat terhadap Perilaku
Pasien Kusta dalam Mencari Pengobatan: Sebuah Tinjauan Sistematis. Jurnal
Ners dan Kebidanan 6(2): 173-181.
7. Astutik E., dan Kiptiyah NM. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Perawatan Diri Eks-Penderita Kusta di Unit Pelaksana Teknis
Rehabilitasi Sosial Eks-Penderita Kusta Nganget, Tuban, Jawa Timur. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia 1(1): 15-21.
8. Bujawati E., Nildawati, dan Alam AS. 2016. Gambaran Persepsi Pasien Tentang
Penyakit Kusta dan Dukungan Keluarga Pada Pasien Kusta di RS. Dr. Tadjuddin
Chalid Makassar Tahun 2015. Al-Sihah Public Health Science Journal 8(1): 29-
38.
9. Nabila AQ., Nurainiwati SA., dan Handaja D. 2012. Profil Penderita Penyakit
Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Periode Januari 2010 Sampai Desember
2010. 8(2): 70-77.
10. Saputri YP., Thohirun, dan Luthviatin N. 2017. Hubungan antara Dukungan
Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Kusta (Studi di

36
Kecamatan Puger dan Balung Kabupaten Jember). E-Jurnal Pustaka Kesehatan
5(3): 549-556.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 11 Tentang Penanggulangan Kusta. Jakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai