Oleh
Dian Maharani
K1A1 13 014
Pembimbing
dr. Amiruddin Eso, M.Kes.
Mengetahui,
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Dian Maharani
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Epidemiologi ........................................................................................ 3
C. Etiologi ................................................................................................. 4
D. Cara Penularan ...................................................................................... 5
E. Patogenesis ........................................................................................... 5
F. Manifetasi Klinis .................................................................................. 7
G. Klasifikasi ............................................................................................. 8
H. Komplikasi ........................................................................................... 9
I. Tatalaksana ........................................................................................... 10
BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Data yang Dikumpulkan ....................................................................... 13
B. Cara Pengambilan Data ........................................................................ 13
BAB IV. HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN
DATA
A. Gambaran Singkat Tentang Puskesmas Lepo-lepo .............................. 14
1. Visi, Misi, Motto dan Tata Nilai Puskesmas ................................. 14
2. Sosio-Geografis ............................................................................. 15
3. Sosio-Demografis .......................................................................... 16
4. Struktur Organisasi ........................................................................ 17
5. Sumber Daya Kesehatan................................................................ 17
iii
6. Upaya Kesehatan di Puskesmas .................................................... 18
7. Program Inovatif Puskesmas ......................................................... 19
8. Derajat Kesehatan Masyarakat ...................................................... 19
9. Standar Pelayanan Minimal Puskesmas ........................................ 20
B. Data Sekunder Hasil Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas ................ 21
1. Data Pasien Leprae di Puskesmas Lepo-lepo ................................ 21
2. Jumlah Kasus Leprae di Puskesmas Lepo-lepo ............................ 21
BAB V. MASALAH KESEHATAN
A. Identifikasi Masalah ............................................................................. 22
B. Penentuan Prioritas Masalah ................................................................ 22
C. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah
Dominan ............................................................................................... 22
BAB VI. PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN DAN USULAN
KEGIATAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH
A. Alternatif-alternatif Pemecahan Masalah ............................................. 24
B. Pemecahan Masalah Terpilih................................................................ 24
C. Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Masalah yang Terpilih ............ 24
BAB VII. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Derajat kesehatan di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup
bermakna, hal ini ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian bayi
dan kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi buruk pada balita serta
meningkatnya umur harapan hidup. Namun demikian Indonesia masih
menghadapi beban ganda karena munculnya beberapa penyakit menular baru
sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan dengan tuntas.
Pelaksaan Program Indonesia Sehat diselanggarakan melalui pendekatan
keluarga, yang mengintegrasikan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target
keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga
Pendekatan keluarga adalah salah satu caraPuskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam gedung, melainkan juga keluar
gedung dengan pendekatan keluraga dalam upaya menyelesaikan permasalahan
kesehatan di wilayah kerjanya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Indeks Keluarga Sehat (IKS) melalui Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Lepo-lepo periode Januari hingga Juni 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab masalah prioritas PIS-PK di Puskesmas
Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019.
8
b. Untuk menganalisis pemecahan masalah PIS-PK di Puskesmas Lepo-
lepo periode Januari-Juni 2019.
c. Untuk menyusun rencana usulan kegiatan pemecahan masalah PIS-
PK di Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah kusta dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala
kulit secara umum dan telah dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Penyakit
kusta atau leprae disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama dr. Gerhard
Armauwer Hansen yang menemukan bakteri penyebabnya pada tahun 1874 di
Norwegia.3,4 Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu musah seperti penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.4
Kusta didefinisikan sebagai penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae dan terutama menyerang kulit dan saraf perifer.3,4 Selain
itu, kusta juga dapat menyerang mukosa mulut, saluran pernapasan bagian atas,
sistem retikulo-endotelial, mata, otot, tulang, dan testis.9,10
B. Epidemiologi
Di Indonesia, angka prevalensi kusta mencapai 0,71 per 10.000 penduduk
dengan angka penemuan kasus baru sebesar 16.826 kasus (6,50 per 100.000
penduduk) pada tahun 2016. Dari jumlah kasus baru tersebut, 4,19% diantaranya
adalah tipe multibasiler. Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,47% diantaranya
berjenis kelamin laki-laki dan 37,53% lainnya berjenis kelamin perempuan.3
10
Secara nasional, Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta pada tahun
2000, dimana prevalensi kusta mencapai <1 per 10.000 penduduk (<10 per
100.000 penduduk). Namun, masih ada 11 provinsi yang belum mencapai status
eliminasi kusta, antara lain Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku
Utara, Papua, serta Papua Barat. Di tahun 2016, terdapat penambahan provinsi
yang mencapai eliminasi yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Kalimantan Utara.3
C. Etiologi
Patogen penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (M. leprae).
Patogen ini bersifat obligat intraseluler, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in
vitro, berukuran 3-8 μm x 0,5 μm, tahan asam dan alhohol, serta merupakan
bakteri basil Gram positif. M. leprae bereplikasi dengan pembelahan biner
dengan waktu yang sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Bentuk bakteri ini sedikit
melengkung, bereplikasi optimal pada suhu antara 27°C - 30°C secara in vivo,
dan tumbuh baik pada jaringan yang lebih dingin.3,4 Mycobacterium leprae
belum dapat di kultur di laboratorium.4
11
D. Cara Penularan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit kusta adalah
patogenesis bakteri, cara penularan, keadaan sosial dan ekonomi, lingkungan,
dan imunitas individu.9 Mekanisme bagaimana patogen ini ditransmisikan belum
bisa dipahami, namun diketahui bahwa M. leprae memiliki tingkat penularan
rendah. Kontak yang sering, erat, dan lama adalah faktor risiko yang diketahui
berkontribusi dalam penularan penyakit ini.3
M. leprae menular pada manusia melalui kontak langsung dengan penderita
dan melalui pernafasan. Bakteri mengalami perkembangbiakan dalam waktu 2-3
minggu. Setelah melewati masa inkubasi, tanda-tanda seseorang menderita sakit
kusta muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah rasa kesemutan
bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.4 M. leprae
mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga
berlangsung hingga 40 tahun. Kelangsungan hidup bakteri ini di luar tubuh
adalah 36 jam sampai 9 hari.3
E. Patogenesis
Perjalanan klinis kusta merupakan suatu proses yang lambat dan berjalan
bertahun-tahun, sehingga penderita tidak menyadari adanya proses penyakit di
dalam tubuhnya. Sebagian besar penduduk di daerah endemik kusta pernah
terinfeksi Mycobacterium leprae. Namun karena adanya kekebalan alamiah,
hanya sekitar 15% yang menjadi sakit. Bila individu dengan kekebalan alamiah
tidak berhasil membunuh M. leprae yang masuk, maka bakteri ini akan
berkembangbiak di dalam sel Schwann perineurium.5 Bakteri juga dapat
ditemukan dalam makrofag, sel-sel otot, dan sel-sel endotel pembuluh darah.
Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada
perlawanan dari individu yang terinfeksi. Peningkatan jumlah bakteri dalam
tubuh dan infeksi akan memicu sistem imun berupa limfosit dan histiosit
(makrofag) untuk menyerang jaringan yang terinfeksi. Pada tahap ini,
manifestasi klinis mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf disertai dengan
penurunan sensasi.3
12
Setelah melewati masa inkubasi yang cukup lama (sekitar 2-5 tahun) akan
muncul gejala awal penyakit yang bentuknya belum khas, berupa bercak-bercak
dengan sedikit gangguan sensasi pada kulit disertai dengan berkurangnya
produksi keringat setempat. Keadaan ini disebut fase indeterminate dan dianggap
sebagai fase dimana kelainan yangterjadi masih belum dipengaruhi oleh
kekebalan tubuh. Dalam beberapa tahun setelah kelainan itu ditemukan biasanya
akan muncul gejala klinis yang karakteristik dan bervariasi, baik pada kulit, saraf
tepi maupun organ-organ lainnya. Selain itu, terdapat keadaan yang dikenal
sebagai kusta stadium subklinis. Kusta stadium subklinis adalah keadaan di
mana kuman telah masuk ke dalam tubuh yang ditandai dengan pemeriksaan
serologis yang positif namun individu tersebut tidak menunjukkan gejala klinis,
namun tetap berpotensi menjadi sumber transmisi.5
13
menimbulkan kusta dengan tipe multibasiler (MB). Dalam perjalanan kronis
penyakit dapat timbul peningkatan respon imun secara tiba-tiba karena efek
pengobatan atau perubahan status imunitas sehingga menghasilkan peradangan
kulit dan atau saraf serta jaringan lainnya. Hal ini disebut sebagai reaksi kusta
(tipe 1 dan 2).3
F. Manifestasi Klinis
Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit
ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa saluran
pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat progresif menyebabkan kerusakan kulit, saraf-saraf,
anggota gerak dan mata.4 Kusta memiliki tiga gambaran klinis khas yang disebut
cardinal sign yaitu adanya lesi yang mati rasa, kerusakan saraf tepi, dan adanya
bakteri basil tahan asam.9
Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami
bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama kelamaan
semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada
kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan
atau bagian raut muka, muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies
leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya
memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota
keluarga yang menderita Iuka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama
dan bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.4
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau
cacat tubuh. Namun pada tahap awal kusta, gejala yang timbul dapat hanya
berupa kelainan warna kulit. Kelainan kulit yang dijumpai dapat berupa
perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang),
hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa
(kemerahan pada kulit). Gejala-gejala umum pada kusta I lepra, reaksi panas
dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil, noreksia, nausea, kadang-
kadangdisertai vomitus, cephalgia, kadang-kadangdisertai iritasi, orchitis dan
14
pleuritis, kadang-kadang disertai dengan nephrosia, nephritis dan
hepatospleenomegali, neuritis. Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta
adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk,
dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem
imun.4
G. Klasifikasi
Klasifikasi kusta sangat penting dalam menentukan regimen pengobatan,
prognosis dan komplikasi. Menurut WHO, pengelompokan kusta dibagi menjadi
2 bentuk yaitu tipe pausibasiler dan multibasiler.3
1. Kusta tipe pausibasiler
Kusta tipe pausibasiler atau disebut juga kusta kering adalah bilamana
ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasaatau kurang merasa,
permukaan bercak kering dan kasarserta tidak berkeringat, tidak tumbuh
rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi
pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini
tidak menular.4
Gambar 4. Tanda dan gejala kusta tipe pausibasiler (PB), bercak putih2
15
merata di seluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan
pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak
saraf tepi dan hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+).Tipe seperti ini
sangat mudah menular.4
Gambar 5. Tanda dan gejala kusta tipe multibasiler (MB), penebalan dan
pembengkakan pada bercak putih2
H. Komplikasi
Kusta merupakan penyakit menular kronis yang apabila tidak diobati secara
tepat dapat menyebabkan cacat fisik, psikologis dan sosial. Penatalaksanaan
16
kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta progresif, menyebabkan kerusakan
permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.4 Komplikasi kusta berupa
ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Komplikasi terjadi akibat kerusakan saraf
sensorik dan motorik yang irreversibel, serta akibat adanya kerusakan berulang
pada daerah anestesi yang disertai paralisis dan atrofi otot. 3
Kusta memiliki risiko komplikasi kecatatan fisik yang sangat tinggi baik
permanen maupun komprehensif. Tingkat kecacatan dibagi menjadi 3, yaitu
tingkat 0,1, dan 2.9 Cacat yang disebabkan oleh kusta ini membuat stigma
negatif dari masyarakat dan diskriminasi bagi pasien kusta baik yang baru
tertular maupun penderita kusta yang sudah sembuh. Pasien menjadi malu untuk
mencari pengobatan yang tepat sehingga kualitas hidup orang dengan kusta
menjadi menurun dan resiko penularan kusta semakin tinggi.6 Masyarakat
menjauhi penderita kusta karena kurangnya pengetahuan atau pengertian juga
kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta. Masyarakat masih
menganggap bahwa kusta disebabkan oleh kutukan dan guna-guna, proses inilah
yang membuat para penderita terkucil dari masyarakat, dianggap menakutkan
dan harus dijauhi, padahal sebenarnya stigma ini timbul karena adanya suatu
persepsi tentang penyakit kusta yang keliru.8,9
Tabel 2. Tingkat disabilitas kusta menurut WHO11
Tingkat Mata Telapak tangan/kaki
0 Tidak ada kelainan pada mata akibat Tidak ada disabilitas akibat
kusta kusta
1 Ada kerusakan karena Kusta (anestesi Anestesi, kelemahan otot
pada kornea, tetapi gangguan visus (Tidak ada disabilitas/kerusakan
tidak berat visus >6/60: masih dapat yang kelihatan akibat Kusta)
menghitung jari dari jarak 6 meter)
2 Ada lagoftalmos, iridosiklitis, opasitas Ada disabilitas/kerusakan yang
pada kornea serta gangguan visus kelihatan akibat kusta, misalnya
berat (visus <6/60: tidak mampu ulkus, jari kiting, kaki semper
menghitung jari dari jarak 6 meter)
I. Tatalaksana
Pengobatan kepada penderita kusta adalah salah satu cara pemutusan mata
rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan
ada yang berpendapat hingga 7-9 hari, tergantung dari suhu dan cuaca diluar
17
tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati.
Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan
hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.4
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar
kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh.
Beberapa obat dapat menghancurkan kuman kusta sehingga pasien dapat
sembuh dan penularan dapat dicegah.4 Bila penderita kusta tidak minum obat
secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali sehingga timbul
gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan. Di
sinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan secara teratur.10 Peranan
penting agar petugas kesehatan memberikan penyuluhan kusta kepada penderita
dan kepada masyarakat bahwa4:
1. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
2. Sekurang-kurangnya 80% dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
3. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
4. Kasus-kasus kusta tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
secara teratur
5. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik
18
keadaannya diketahui oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini tentu saja akan
mengakibatkan berlanjutnya mata rantai penularan kusta, timbulnya kecacatan
pada yang bersangkutan, sehingga terjadilah lingkaran setan yang tak
terselesaikan.4
Strategi eliminasi kusta di Indonesia meliputi:11:
1. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor;
2. Penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan;
3. Penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam Penanggulangan Kusta;
4. Penguatan sistem Surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
Penanggulangan Kusta.
Penyelengaraan penanggulangan kusta dilaksanakan melaluin upaya
pencegahan dan pengendalian meliputi:11
1. Promosi kesehatan, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan dan
dikoordinasikan oleh tenaga promosi kesehatan sehingga memberdayakan
masyarakat agar mampu berperan aktif dalam mendukung perubahan
perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan untuk
pencegahan dan pengendalian Kusta.
2. Surveilans, melalui pengumpulan, pengolahan dan analisis data serta
diseminasi informasi untuk penemuan Penderita Kusta dan penanganan
secara dini serta mengetahui besaran masalah di suatu wilayah.
3. Kemoprofilaksis, untuk mencegah penularan Kusta pada orang yang kontak
dengan Penderita Kusta. Kemoprofilaksis dilaksanakan dalam bentuk
pemberian obat rifampisin dosis tunggal pada orang yang kontak dengan
Penderita Kusta yang memenuhi kriteria dan persyaratan.
4. Tatalaksana penderita kusta, untuk mengobati Penderita Kusta secara dini
dan mencegah disabilitas akibat Kusta dalam bentuk penegakkan diagnosis,
pemberian obat dan pemantauan pengobatan serta pencegahan dan
penanganan disabilitas.
19
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
20
BAB IV
HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN DATA
21
2. Sosio-Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo meliputi wilayah Kecamatan
Baruga yang terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Lepo-lepo,
Wundudopi, Baruga, dan Watubangga. Keadaan alam sebagian besar
merupakan dataran (80%), sedangkan sisanya berupa perbukitan (20%).
Prasarana transportasi meliputi jalan aspal (75%) serta jalan berbatu dan
tanah (25%). Luas wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo adalah 13.130 Ha.
Batas – batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Wua-wua dan Kecamatan Kadia
b. Sebelah Timur : Kecamatan Poasia
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Konda (Kabupaten Konawe Selatan)
d. Sebelah Barat : Kecamatan Ranomeeto (Kabupaten Konawe
Selatan) dan Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
Puskesmas Lepo-lepo terletak di Kelurahan Lepo-lepo Kecamatan
Baruga Kota Kendari.Secara Geografis Puskesmas Lepo-lepo sangat
strategis karena terletak dekat jalan raya yang merupakan jalan Propinsi yang
menghubungkan Kabupaten dan Kota sehingga Puskesmas Lepo-lepo mudah
dijangkau baik oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Karena
letaknya yang strategis sehingga banyak pasien yang datang di Puskesmas
Lepo-lepo meskipun berasal dari luar wilayah Kecamatan Baruga serta
apabila ada tamu penting dari Pusat, Puskesmas Lepo-lepo merupakan
tempat paling mudah untuk disinggahi karena dilewati jalan menuju bandara.
22
Gambar 6.Peta Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo
3. Sosio-Demografis
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo pada tahun
2017 sebanyak 23.211 jiwa yang tersebar di 4 kelurahan. Distribusi
penduduk per kelurahan disajikan pada tabel 1. Jumlah penduduk di wilayah
Puskesmas Lepo-lepo cenderung bertambah tinggi setiap tahun, hal ini juga
dipengaruhi oleh mobilitas penduduk yang tinggi karena wilayah Puskesmas
Lepo-lepo dianggap menjanjikan untuk peluang usaha, hal ini dapat dilihat
23
dari makin bertambahnya jumlah hunian maupun jumlah rumah kos serta
fasilitas yang lainnya.
Tabel 3. Distribusi Penduduk Kecamatan Baruga Tahun 2018
No. Nama Kelurahan Jumlah KK Jumlah Jiwa
1. Lepo-lepo 1.184 5.102
2. Wundudopi 802 3.751
3. Baruga 2.018 8.940
4. Watubangga 1.521 5.418
Jumlah 5.525 23.211
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi UPTD Puskesmas Lepo-lepo ditampilkan pada
gambar 2.
24
Tabel 4. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Lepo-lepo
Status
No. Jenis Tenaga Jumlah
PNS Honor Sukarela
1. Dokter Umum 4 - 1 5
2. Dokter Gigi 2 - 1 3
3. Perawat 24 - 26 50
4. Perawat Gigi 1 - 2 3
5. Bidan 18 - 15 33
6. Farmasi 2 - 1 3
7. Kesehatan Masyarakat 19 - 4 23
8. Kesehatan Lingkungan 2 - 1 3
9. Gizi 4 - 2 6
10. Ahli Teknologi Lab Medik 2 1 2 4
11. Tenaga Pengelola Data 1 - - 1
12. Tenaga Administrasi 3 2 - 5
13. Tenaga Penunjang kesehatan 10 - - 10
14. Sopir 1 - - 4
15. Petugas Kebersihan - 1 2 3
16. Tukang Masak dan Tukang cuci - 3 - 3
Jumlah 92 7 56 155
25
b. Upaya kesehatan masyarakat, terdiri dari:
1.) Upaya kesehatan masyarakat esensial, meliputi: kesehatan
lingkungan, gizi masyarakat, promosi kesehatan dan UKS, KIA-KB
UKM, pencegahan penyakit menular dan penyakit tidak menular,
dan keperawatan kesehatan masyarakat.
2.) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan, meliputi: kesehatan
jiwa, kesehatan gigi masyarakat, kesehatan tradisional alternatif dan
komplementer (Kestradkom), kesehatan olahraga, kesehatan indera,
kesehatan lansia, pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), dan
kesehatan kerja.
26
1554
1600 1423
1400
1200 1102
985
1000 827
800 608
600 465 452 411 400 349 361
400 191
200
0
JUMLAH KASUS
27
B. Data Sekunder Hasil Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
1. Hasil Cakupan Program Puskesmas Lepo-lepo
Data hasil cakupan program Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-
Juni 2019 diperoleh dari hasil pencatatan bagian Tata Usaha Puskesmas
Lepo-lepo ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 6. Cakupan Program Puskesmas Lepo-lepo periode Januari-Juni 2019
No Program Indikator Target Pencapaian
1. Upaya Keluarga dengan jamban sehat 78% 95%
Kesehatan Keluarga dengan tempat sampah sehat 80% 86%
Lingkungan Keluarga yang memiliki SPAL 80% 86%
Rumah bebas jentik 95% 96%
Keluarga dengan sumber air terlindung 100% 96%
Rumah sehat 92% 84%
Sarana TTU yang memenuhi syarat kesehatan 89% 87%
Sarana TPM yang memenuhi syarat kesehatan 85% 44%
Penduduk stop buang air besar sembarang 100%
2. Promosi Posyandu Purnama 85% 100%
Kesehatan Posyandu Mandiri 85% 100%
Cakupan Kelurahan Siaga 85% 100%
Cakupan Sekolah ber PHBS 100% 48%
Rapat lintas sector 100% 75%
Cakupan rumah tangga sehat 100% 76%
Upaya penyuluhan 100% 67%
Penjaringan kesehatan anak sekolah 100% 100%
3. Upaya Pemantauan pertumbuhan balita 100% 89%
Perbaikan Gizi Pemberian tablet Fe 100% 97%
Masyarakat Pemberian Vit. A Balita 100% 100%
Konsumsi garam Beryodium 100% 100%
Pemberian MP-ASI 100% 100%
Perawatan Balita Gizi Buruk 100% 100%
4. Upaya Cakupan Kelurahan UCI 100% 100%
Pencegahan Cakupan BIAS 100% 100%
dan Cakupan Campak Balita 100% 100%
Pemberantasan Kasus AFP ditangani 100% 0
Penyakit Kesembuhan penderita TB BTA (+) 100% 98%
Menular Kasusu IMS diobati 100% 100%
Penderita DBD ditangani 100% 100%
Penderita Diare ditangani 100% 100%
Kasus HIV-Aids ditangani 100% 0
Penderita Kusta selesai berobat (RFT) Rate 100% 100%
Penderita Malaria diobati 100% 0
Kasus Filariasis ditangani 100% 0
28
Cakupan Kelurahan mengalami KLB yang 100% 0
dilakukan PE
5. Upaya Cakupan kunjungan ibu hamil K4 100% 99%
Kesehatan Ibu Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga 100% 91%
dan Anak serta kesehatan yg mempunyai kompetensi
Keluarga kebidanan
Berencana Ibu hamil resiko tinggi dan komplikasi yang 100% 100%
ditangani
Cakupan kunjungan neonatus 100% 100%
Cakupan kunjungan bayi 100% 90%
Cakupan peserta KB aktif 75% 77%
29
BAB V
MASALAH KESEHATAN
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil pencapaian program pokok Puskesmas Lepo-lepo dapat
diketahui bahwa beberapa program yang belum mencapai target antara lain:
Tabel . Identifikasi masalah berdasarkan Indeks Keluarga Sehat
Targe Pencapaian Kesenjangan
No Upaya/Indikator
t (%) (%) (%)
1. Keluarga Mengikuti Program KB 65 23,20 42
2. Persalinan Ibu di Fasilitas Pelayanan 100 56,80 43
Kesehatan
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar 100 67,30 33
Lengkap
4. Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif 100 59 41
5. Pertumbuhan Balita Dipantau 100 71,90 28
6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai 100 8 92
Standar
7. Penderita Hipertensi yang Berobat 100 19,40 81
Teratur
8. Penderita Gangguan Jiwa Berat di Obati 100 2,60 97
dan Tidak di Telantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Ada yang 15 70 55,40
Merokok
10. Keluarga Sudah Menjadi Anggota JKN 100 54,80 45
11. Keluarga Memiliki 100 96,20 4
Akses/Menggunakan Jamban Keluarga
12. Keluarga Memiliki 100 95 5
Akses/Menggunakan Sarana Air Bersih
30
2. Seriosness, yaitu tingkat kesungguhan, bukan dengan waktu untuk
penanganan masalah;
3. Growth, yaitu tingkat perkiraan dan bertambah buruknya keadaan pada saat
masalah mulai terlihat dan sesudahnya.
Prioritas masalah kesehatan ditentukan berdasarkan nilai tertinggi dari
akumulasi ketiga kriteria USG, yaitu urgency, seriousness, dan growth. Seperti
yang tampak pada tabel , maka prioritas masalah kesehatan berdasarkan IKS
adalah penderita TB paru yang berobat sesuai standar dengan total nilai 14.
Tabel . Penentuan prioritas masalah kesehatan berdasarkan IKS menggunakan
metode USG
No. Masalah U S G Total
1. Keluarga Mengikuti Program KB 2 3 3 8
2. Persalinan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 4 5 3 12
3. Bayi Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap 5 4 3 12
4. Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif 3 5 4 12
5. Pertumbuhan Balita Dipantau 4 4 3 11
6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai Standar 5 5 4 14
7. Penderita Hipertensi yang Berobat Teratur 4 5 4 13
8. Penderita Gangguan Jiwa Berat di Obati dan Tidak di 4 5 4 13
Telantarkan
9. Anggota Keluarga Tidak Ada yang Merokok 4 5 3 12
10. Keluarga Sudah Menjadi Anggota JKN 2 5 4 11
11. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Jamban 3 3 3 9
Keluarga
12. Keluarga Memiliki Akses/Menggunakan Sarana Air 3 4 3 10
Bersih
Keterangan: Berdasarkan Skala Likert 1-5
5 : Sangat besat
4 : Besar
3 : Sedang
2 : Kecil
1 : Sangat kecil
31
Tabel 7. Analisis Penyebab Masalah
Komponen Kemungkinan Penyebab
Input Man Tidak adanya kader kesehatan terkait TB
Money Tidak ada masalah
Material Kurangnya media penyuluhan tentang pengobatan TB
Method Tidak ada masalah
Marketing Kurangnya sosialisasi mengenai pengobatan TB yang
sesuai standar
Lingkungan Kebersihan lingkungan kurang terjaga
Proses P1 Tidak ada masalah
P2 Kurangnya partisipasi keluarga selama pengobatan
P3 Tidak ada masalah
32
Tabel 8. Paired comparison beberapa faktor penyebab masalah
a b c d e Total Horizontal
a b c a e 1
b c b b 2
c d c 1
d e 0
e 0
Total Vertikal 0 1 2 1 2
Total Horizontal 1 2 1 0 0
Total 1 3 3 1 2 10
33
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN DAN USULAN KEGIATAN
34
BAB VII
PENUTUP
A. SIMPULAN
Setelah melakukan analisis masalah penyakit leprae di Puskesmas Lepo-lepo
periode 2017-2018, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Masalah yang dihadapi pada kasus leprae di Puskesmas Lepo-lepo adalah
kurangnya partisipasi aktif dari penderita selama pengobatan dan kurangnya
follow-up terhadap penderita. Penderita penyakit leprae masih ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo karena pengobatan dan follow up pasien
yang tidak optimal.
2. Selama proses pengobatan dan follow up pasien leprae, ditemukan hambatan
pelaksanaan yang ditemukan pihak pemangku kepentingan yaitu minimnya
partisipasi penderita leprae dan keluarganya serta keterbatasan petugas bagian
TB dan leprae di Puskesmas Lepo-lepo untuk melakukan follow up penderita
leprae sehingga masih ada penderita leprae yang belum mencapai
kesembuhan.
3. Eliminasi leprae yang belum optimal menimbulkan masalah yang sangat
kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
B. SARAN
1. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan serta follow up pasien leprae, maka
perlu didukung oleh partisipasi aktif petugas kesehatan Puskesmas untuk
melakukan home visite pasien leprae sehingga kesembuhan pasien dapat
tercapai.
2. Perlu dipertimbangkan penambahan petugas kesehatan yang berfokus pada
kasus leprae sehingga program-program terkait leprae, termasuk pengobatan
dan follow up pasien dapat dilakukan secara maksimal serta eliminasi leprae
dapat terwujud.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Kecamatan Puger dan Balung Kabupaten Jember). E-Jurnal Pustaka Kesehatan
5(3): 549-556.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 11 Tentang Penanggulangan Kusta. Jakarta.
37