Anda di halaman 1dari 32

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Kimia Dasar dengan judul“Netralisasi Asam Basa”


disusun oleh :
Nama : Indah Chairunnisa
NIM : 1915040013
Kelas / Kelompok : pendidikan Geografi A/5
Telah dikoreksi secara saksama oleh Asisten dan Koordinator Asisten,maka
dinyatakan diterima.

Makassar, 15 Oktober 2019


Koordinator Asisten Asisten

Sulfitrawali Sulfitrawali
NIM:1613441008 NIM:1613441008

Mengetahui,
Dosen penanggung jawab

Hardin S.si,S.pd,M.pd
NIM:1387080 72015041 004
A. JUDUL PERCOBAAN
Pembuatan Larutan
B. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan titrasi asam basa denan mengunakan indikator
C. LANDASAN TEORI
Kimia asam basa menjadi inti kimia sejak dari zaman kuno sampai
zaman modern kini, dan memang sebagian besar kimia yang dilakukan di
laboratorium di zaman dulu adalah kimia asam basa. Ketika kimia mulai
menguat di bidang studi teoritisnya di akhir abad ke-19, topik pertama yang
ditangani adalah kimia asam basa. Akibat dari serangan teoritis ini, kimia
menjadi studi yang sangat kuantitatif.
Satu-satunya asam yang diketahui alkimia di zaman dulu adalah
asam asetat yang tak murni, dan basa yang dapat mereka gunakan adalah
kalium karbonat kasar yang didapatkan dari abu tanaman. Di abad
pertengahan, kimiawan Arab mengembangkan metoda untuk menghasilkan
asam mineral semacam asam hidrokhloratatau asam nitrat dan
menggunakannya. Demikia juga basa-basa. Bahkan, kata “alkali”, nama
umum untuk basa kuat, berasal dari bahasa Arab. Di zaman modern,
peningkatan populasi dan dengan perlahan naiknya standar mengakibatkan
kebutuhan berbagai bahan juga meningkat. Misalnya, sabun, awalnya
merupakan barang mewah dan mahal, kini menjadi tersedia luas. Akibatnya,
kebutuhan natrium karbonat, bahan baku sapun, emingkat dengan tajam.
Kebutuhan pakaian juga meningkat, yang menyebabkan peningkatan
berbagai bahan kimia untuk pewarna dan sejenisnya. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, kini menghasilkan sejumlah cukup asam dan basa bukan
masalah yang sederhana. Inilah awal munculnya industri kimia. Di
pertengahan abad ke-17, kimiawan Jerman Johann Rudolf Glauber (1604-
1670), yang tinggal di Belanda, menghasilkan dan menjual tidak hanya
berbagai asam dan basa, tetapi juga banyak alat kimia. Dalam hal ini ia dapat
disebut insinyur kimia pertama. Ia juga menjual natrium sulfat sebagai obat
mujarab dan mendapat keuntungan besar dari usaha ini.
Studi mendasar tentang asam basa dimulai di zaman yang sama.
Boylem rekan sezaman dengan Glauber, menemukan metoda penggunaan
pewarna yang didapatkan dari berbagai tumbuhan semacam Roccella
sebagai indikator reaksi asam basa.13 Di saat-saat itu, telah diketahui bahwa
asam dan basa mempunyai sifat berlawanan dan dapat meniadakan satu
sama lain. Sebelum perkembangan kimia, asam didefinisikan sebagai
sesuatu yang masam, dan alkali sebagai sesuatu yang aka menghilangkan,
atau menetralkan efek asam.
Awalnya ada kebingungan tentang sifat dasar asam. Oksigen
awalnya dianggap sebagai komponen penting asam. Bahkan nama
“oksigen” berasal dari bahasa Yunani, yang berarti “membuat sesuatu
masam”. Di pertengahan abad ke-19, Davy menemukan bahwa hidrogen
khlorida (larutan dalam airnya adalah asam hidrokhlorida) tidak
mengandung oksigen, dan dengan demikian membantah teori bahwa
oksigen adalah komponen penting dalam asam. Ia, sebagai gantinya,
mengusulkan bahwa hidrogen adalah komponen penting asam. Sifat asam
pertama diketahui dengan kuantitatof pada akhir abad ke-19. Di tahun 1884,
kimiawan
Swedia Svante August Arrhenius (1859-1927) mengusulkan teori
disosiasi elektrolit yang menyatakan bahwa elektrolit semacam asam, basa
dan garam terdisosiasi menjadi ion-ion komponennya dalam air. Ia lebih
lanjut menyatakan bahwa beberapa elektrolit terdisosiasi sempurna
(elektrolit kuat) tetapi beberapa hanya terdisosiasi sebagian (elektrolit
lemah)
Oleh karena itu, mengurutkan kekuatan asam basa juga bergantung
pada definisi asam basa yang digunakan.

a Asam basa Arrhenius


Di tahun 1884, Arrhenius mendefinisikan asam adalah zat yang
menghasilkan H+ dan basa
adalah zat yang menghasilkan OH-. Bila asam adalah HA dan basa BOH,
maka HA → H+ + Adan
BOH → B+ + OH-. Bila asam dan basa bereaksi akan dihasilkan air.

b Asam basa Bronsted Lowry


Dalam teori baru yang diusulkan tahun 1923 secara independen oleh
Brønsted dan Lowry, asam didefinisikan sebagai molekul atau ion yang
menghasilkan H+ dan molekul atau ion yang menerima H+ merupakan
partner asam yakni basa. Basa tidak hanya molekul atau ion yang
menghasilkan OH-, tetapi yang menerima H+. Karena asam HA
menghasilkan H+ ke air dalam larutan dalam air dan menghasilkan ion
oksonium, H3O+, air juga merupakan basa menurut
definisi ini.
HA(asam) + H2O(basa) → H3O+(asam konjugat) + A- (basa konjugat)
Di sini H3O+ disebut asam konjugat dan A_ adalah basa konjugat.
Namun, karena air juga
memberikan H+ ke amonia dan menghasilkan NH4 + , air juga merupakan
asam, seperti diperlihatkan persamaan berikut:
H2O(asam) + NH3 (basa) → NH4 +(asam konjugat) + OH - (basa konjugat)
Jadi air dapat berupa asam atau basa bergantung ko-reaktannya.Walaupun
definisi Bronsted Lowry tidak terlalu berbeda dengan definisi Arrhenius,
definisi ini lebih luas manfaatnya karena dapat digunakan ke sistem asam-
basa dalam pelarut non-air
Titrasi adalah suatu cara untuk menentukan konsentrasi asam atau
basa dengan menggunakan larutan standar. Larutan standar dapat berupa
asam atau basa yang telah diketahui konsentrasinya dengan teliti. Larutan
standar asam diperlukan untuk menetapkan, konsentrasi basa dan larutan
standar basa diperlukan untuk menetapkan konsentrasi asam. Keadaan
dengan jumlah ekivalen asam sama dengan basa disebut titik ekivalen. pH
larutan mengalami perubahan selama titrasi dan titrasi diakhiri pada saat pH
titik ekivalen telah tercapai (Supardi & Luhbandjono; 2006).
Titrasi asambasa memanfaatkan perubahan besar dalam pH, untuk
menetapkan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Terdapat banyak asam dan
basa organik lemah yang bentuk ion dan bentuk
takterdisosiasinyamenunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul
semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan
cukup titran dan disebut indikator tampak (visual indicator) (Day &
Underwood;1986)
Titrasi adalah metode analisa kuantitatif untuk menentukan kadar
(konsentrasi) satu larutan yang belum ditetapkan. Dalam dunia medis
maupun dalam dunia penelitian pada umumnya keterampilan dan
kecermatan melakukan titrasi sangat diperlukan untuk kepentingan
diagnosis ataupun untuk memperoleh data yang akurat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi adalah:
a. larutan baku (larutan standar = larutan penitrasi),
Larutan baku (larutan standar) adalah larutan yang secara kuntitatif
(hitungan) telah ditetapkan konsentrasinya. Dalam laboratorium, larutan
baku ini selalu diberi label yang sudah lengkap dengan nama larutan dan
konsentrasinya (molaritasnya

b. larutan yang dititrasi,


Larutan yang dititrasi adalah larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya. Larutan ini biasanya ditempatkan pada labu erlenmeyer.

c. titik ekuivalen,
Titik ekuivalen adalah suatu keadaan di mana banyaknya (Σmol)
objek tepat habis bereaksi dengan banyaknya (Σmol) larutan standar.
Keadaan ini ditandai dengan perubahan warna indikator Praktikan harus
pandai-pandai memilih jenis indikator dengan trayek pH yang sesuai.
d. reaksi asam-basa
Antara larutan asam dan basa bila dicampurkan (direaksikan) akan
terjadi penetralan menghasilkan garam dan air, maka reaksi asam dan
basa disebut reaksi penetralan

Indikator pH sangat penting keberadaannya karena digunakan untuk


menguji dan mengetahui hasil yang berupa derajat keasaman ataupun
kebasaan suatu zat. Hingga saat ini sudah banyak ditemui berbagai bentuk
indikator pH, namun salah satu bentuk yang praktis dan mudah digunakan
adalah kertas indikator pH. Kertas indikator asam basa adalah suatu bahan
yang dapat berubah warna apabila diberikan pada larutan asam atau basa.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari tanaman
alternatif yang dapat digunakan sebagai indikator asam basa. Wadkar et.al
(2008) melakukan penelitian terhadap bunga Careya arborea atau dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan bunga Pokok Putat Kedang dari familia
Lecythidaceae tersebut sebagai bahan utama indikator asam-basa. Hasil
ekstraksi menunjukkan indikator dari bunga Careya arborea menghasilkan
warna perubahan yang spesifik yakni kuning pada larutan asam kuat dan
warna cokelat pada larutan basa kuat. Namun, pada asam-basa lemah
indikator tersebut kurang menunjukkan perubahan warna yang nyata.
Sedangkan Patrakar (2010) berhasil mengekstraksi Jacaranda acutifolia
atau bunga dari tumbuhan Jacaranda dari familia Bignoniaceae sebagai
indikator asam-basa. Indikator Jacaranda menunjukkan warna spesifik hijau
tua pada larutan basa dan hijau muda hingga tidak berwarna pada larutan
asam. Kemudian Jadhav et.al (2009) berhasil pula menunjukkan pada bunga
Ixora chinensis dari familia Rubiaceae dapat dijadikan bahan indikator
alami dalam titrasi asam-basa. Di Indonesia sendiri, Siregar (2009) telah
melakukan pembuatan kertas indikator dari maserasi kembang sepatu (H.
rosa sinensis). Uji lanjutan dengan pengamatan warna dalam larutan asam
dan basa menunjukkan warna yang dihasilkan masih tetap sama, yakni
merah (larutan asam) dan berubah menjadi hijau (larutan basa). Negara
Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman flora yang
tinggi, termasuk untuk jenis-jenis pada suku Malvaceae. Untuk dapat
mengidentifikasi asam basa diperlukan senyawa kimia pengikat asam dan
basa

Perubahan pH Pada Titrasi Asam Basa Jika suatu larutan asam ditetesi
dengan suatu larutan basa maka pH larutan asam tersebut menjadi semakin
besar. Sebaliknya bila suatu larutan basa ditetesi dengan suatu larutan
asam maka pH larutan akan menjadi semakin kecil. Ada 4 type utama
titrasa asam basa.
a. Asam kuat + basa kuat
b. Asam kuat + basa lemah
c. Asam lemah + basa kuat
d. Asam lemah + asam lemah

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Pipet ukur 10 m L 1 buah
b. Erlenmeyer 3 buah
c. Corong biasa 1 buah
d. Buret 1 buah
e. Statif dan klem 1 buah
f. Botol semprot 1 buah
g. Batang pengaduk 1 buah
2. Bahan
a. Larutan asam klorida (HCl) 0,1 M
b. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M
c. Indikator phenolftalein
d. Indikator universal
e. Aquades

E. PROSEDUR KERJA
1. Masukkan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M ke dalam buret
2. Menggunakan pipet ukur 10 mL yang berisi larutan asam klorida (HCl) dan
masukkan ke dalam labu Erlenmeyer, pH larutannya diukur dengan
menggunakan indikator universal kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
phenoftalein
3. Mencatat keadaan awal skala dengan buret, kemudian 1 mL larutan natrium
hidroksida (NaOH) diteteskan ke dalam larutan asam klorida (HCl) dengan
hati-hati dan pH larutannya diukur
4. Melanjutkan titrasi sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna
hingga berwarna merah muda, pH larutan diukur kembali
5. Mencatat keadaan akhir buret dan volume natrium hidroksida (NaOH) yang
dipakai
6. Menambahkan 1 mL larutan natrium hidroksida (NaOH) dari buret,
kemudian mengukur ph

F. HASIL PENGAMATAN
Tabel. 1 Kegiatan pada saat Titrasi
No Perlakuan Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3
1 pH HCl awal 1 1 1
2 pH HCl setelah
penambahan 1 m L 1 1 1
NaOH
3 pH pada saat titik 7 7 7
ekuivalen
4 pH setelah melewati 12 12 12
titik ekuivalen

Tabel 2 Jumlah Volume saat Mencapai Titik Ekuivalen


Titrasi Volume
Titrasi I 3mL
Titrasi II 3.5 m L
Titrasi III 4,3 m L
Rata-rata 3.6 m L

\
G. ANALISI DATA
1.pH larutan HCl sebelum penambahan NaOH
Diketahui : M HCl = 10 ml
Ditanyakan : pH ....?
Penyelesaian : HCl → H + + Cl−

[𝐻 + ] =M . a

= 0,1 × 1

= 0,1

pH = ─ log [𝐇 + ]

= ─ log 0,1

= 1

2. pH larutan HCl setelah penambahan 1 ml NaOH


Diketahui : V HCl = 10 ml
= 0.01
= 1 × 10 −2 L

V NaOH = 1 ml

= 0,001

= 1 × 10 −3 L

M HCl = 0,1 M

M NaOH = 0,2 M

Ditanyakan: pH .....?

Penyelesaian :

mol HCl = M .V
= 0,1 × 10 ml

= 1 mmol

mol NaOH = M . V

= 0,2 × 1 ml

= 0,2 mmol

HCl + NaOH → NaCl + H2 O

awal 1 mmol 0,2 mmol - -

reaksi 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol ─

sisa 0,8 mmol - 0,2 mmol 0,2 mmol

𝐬𝐢𝐬𝐚
M campuran = 𝐕 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥

0,8
= 11

= 0,073

[H + ] = M . a

= 0,073 × 1

= 0,073 7,3 × 10 −2

pH = − log [H + ]

= −log 7,3× 10 −2

= 2 – log 7,3

= 2– 0,86

= 1,14
3. pH larutan HCl saat mencapai titik ekuivalen
Diketahui: M HCl = 0,1 M
M NaOH = 0,2 M

V HCl = 10 ml

Ditanyakan : pH.....?

mol HCl = M .V

= 0,1 × 10

= 1 mmol

M1 . V1 = M2 . V2

0,1 × 10 = 0,2 × V2

0,1 × 10
V2 = 0,2

1
V2 = 0,2

V2 = 5 ml

mol NaOH = M . V

= 0,2 × 5

= 1 mmol

HCl + NaOH → NaCl + H2 O

awal 1 mmol 1 mmol - -

reaksi 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol ─

sisa - - 1 mmol 1 mmol


Pada reaksi di atas, HCl dan NaOH tepat habis bereaksi sehingga pada titik
ini pH = 7 .

4. pH larutan setelah melewati titik ekuivalen

Diketahui :H2 O→ [H + ] + [OH − ]

Sisa = o, 2 mmol

V total = 7 ml

Ditanyakan : pH......?

sisa
Penyelesaian : M = V total

0,2
=7

= 0,028

[OH − ] = M . V

= 0.028 × 1

= 2,8 × 10 −2

POH = - log [OH − ]

= - log 2,8 × 10 −2

= 2 ─ log 2,8

PH = 14 ─ (2 ─ log 2,8 )

= 14 ─ 2 + 0,04

= 12 + 0,04

= 12,04
H. PEMBAHASAN
Menurut teori asam basa Bronsted Lowry, asam adalah donor proto
sedangkan basa adalah akseptor proton. Pada percobaan ini dilakukan
netralisasi asam basa, dimana larutan yang di titrasi adalah larutan HCl 0,1 M
dan NaOH 0,2 M. Adapun reaksi yang terjadi yaitu

HCl + NaOH NaCl + H2O

Dari hasil pengamatan yang diperoleh sebelum penambahan NaOH, p H

yang kami peroleh = 1 dengan menggunakan indikator universal. Setelah


penambahan 1 m L NaOH dan dilakukan penambahan 3 tetes indikator
phenoftalein dari hasil pengamatan tidak terjadi perubahan warna. Setelah
larutan dititrasi sampai mencapai titik ekuivalen dan mengalami perubahan
warna, mol asam dan mol basa direaksikan harus sama dengan 7.

Perubahan yang terjadi pada larutan tersebut adalah perubahan warna, dari
tidak berwarna menjadi warna merah muda. Indikator yang digunakan adalah
indikator phenoftalein. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali agar data yang
diperoleh sesuai dengan teori. Pada titrasi pertama, pH larutan yang diperoleh
pada saat mencapai titik ekuivalen adalah 3 mL, pada titrasi kedua 3,5 mL, dan
titrasi ketiga 4,3 mL sehingga diperoleh rata-rata 3,6 Ml

I. KESIMPULAN DAN SARAN


1.Kesimpulan
pH yang diperoleh pada larutan HCl sebelum penambahan NaOH pada
titrasi I, II, dan III adalah 1. pH yang diperoleh pada titrasi I, II, III saat
penambahan NaOH tidak terjadi perubahan (masih 1) pada saat mencapai
titik ekuivalen pH yang diperoleh pada titrasi I, II, III adalah 7, 8, 9 dan pada
saat melewati titik ekuivalen pH yang diperoleh pada ketiga titrasi tersebut
adalah 12,04
2.Saran
Sebagai praktikan, prosedur kerja harus kita ikuti dengan baik agar tidak
terjadi kesalahan ketika menjalani praktikum. Sikap teliti dan berhati-hati
sangat dibutuhkan dalam percobaan ini. Sebaiknya ikuti apa yang dikatakan
oleh pembimbing agar praktikumnya berjalan dengan lancer. Pertanyakan
apa yang harus ditanyakan karena jangan sampai kalian salah menggunakan
alat maupun bahan
DAFTAR PUSTAKA

Yosi Pratama,Agung dan Latifah”Pemanfaatan ekstrak daun jati sebagai indikator


titrasi asam basa”

Ine Yuliana”Pemanfaatan ekstrak etanol bunga rosella untuk pembuatan ekstrak


indikator asam basa alternatif”

Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: Muki


Kagaku

Saito Taro,. 2006. Buku Teks Kimia. Anorganik

Goldberg, David E. 2004. Kimia untuk Pemula. Indonesia: Erlangga


h kkkjhb

hjkkkjhvf

hhhh
daughs cDdjhbyvghvhbnhbnfg

bbbbbbb

hhhdolllla Laruan HCl awal setelah penambahan NaOH 1mL

Saat mencapai titik ekuialen Pada saatmelewati titik ekuivale

gfgchnh

Anda mungkin juga menyukai