Anda di halaman 1dari 70

BUKU KERJA PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

PEWARNAAN TUBUH DAN FOTOTAKSIS

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan dalam hidupnya di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan seperti cahaya, suhu, salinitas dan sebagainya. Proses mengidentifikasi

ikan, perlu juga kita ketahui mengenai warna tubuh ikan itu sendiri serta proses

terjadinya warna tubuh ikan tersebut. Adapun tujuan lainnya yaitu untuk

mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor luar (lingkungan) terhadap warna

serta perubahan warna pada ikan seperti cahaya atau sinar, predator dan lain

sebagainya (Putriana, et al., 2015).

Khoo, et al. (2013) menyatakan bahwa warna pada ikan disebabkan oleh

adanya sel kromatofora. Sel kromatofora dibagi menjadi 5 kategori yaitu

melanophora menghasilkan warna hitam, iridophora memantulkan refleksi

cahaya, xanthophora menghasilkan warna kuning, eritrophora menghasilkan

warna orange dan merah, dan leukophora menghasilkan warna putih.

Warna tubuh pada ikan berkorelasi dengan karakter tingkah laku

dan fisiologis ikan. Perubahan warna tubuh ikan dapat dipengaruhi oleh

proses morfologi dan fisiologi seperti strategi reproduksi, fungsi imun

dan respon stres. Proses perubahan warna secara morfologi terjadi

melalui variasi konsentrasi pigmen kulit, densitas dan distribusi

kromatofor. Perubahan warna yang dipengaruhi oleh proses morfologi

relatif lambat yakni beberapa hari atau minggu. Sedangkan perubahan

warna yang dipengaruhi proses fisiologis terjadi sebagai dampak

langsung faktor lingkungan seperti pencahayaan dan perubahan terjadi

sangat cepat dalam hitungan menit atau jam ( Habibie, et. al., 2018).
Rosyidah, et al. (2009) menyatakan bahwa selain warna tubuh ikan,

identifikasi juga dapat dilakukan dengan mengamati pola tingkah laku ikan yang

berhubungan dengan kepekaan ikan terhadap sinar atau cahaya lingkungannya.

Kepekaan tersebut disebut dengan fototaksis. Ikan mendekati lampu karena dua

hal yaitu ikan tersebut memang bersifat fototaksis positif dan kedua ikan tersebut

datang untuk mencari makan karena cahaya merupakan indikasi adanya

makanan. Saat siang hari umumnya dijumpai ikan yang bersifat diurnal (aktif

mencari makan pada siang hari). Ikan-ikan tersebut memiliki sifat fototaksis

positif. Ikan yang tidak menyukai adanya cahaya matahari umumnya merupakan

ikan nokturnal yang aktif pada malam hari dan ikan tersebut bersifat fototaksis

negatif.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah mahasiswa (praktikan) dapat mengerti

dan memahami peranan warna tubuh (pigmen) dan fototaksis dalam kehidupan

ikan.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna

pada ikan dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi pewarnaan tubuh dan

fototaksis dilaksanakan pada tanggal 21 September 2019 di Laboratorium

Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Brawijaya Malang.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pewarnaan Tubuh


2.1.1. Pembagian Warna Tubuh

Shukla (2009), menyatakan bahwa ikan memiliki warna tubuh yang

berwarna warni karena adanya pigmen atau warna pada kulitnya. Pembagian

warna tubuh menjadi dua yaitu:

1. Schemachrome : dipengaruhi oleh lingkungan

2. Biochrome : pembawa warna

Biochrome dibagi menjadi dua yaitu:

a. Cromathophore

Solichin, et al. (2012) menyatakan bahwa warna pada ikan disebabkan

oleh adanya sel kromatofora yang terdapat pada kulit bagian dermis. Sel ini

diklasifikasikan menjadi lima kategori warna dasar, yaitu:

 eritrophore yang menghasilkan warna merah dan oranye

 xanthophore yang menghasilkan warna kuning

 melanophore yang menghasilkan warna hitam

 leukophore yang meghasilkan warna putih dan

 iridophore yang memantulkan refleksi cahaya.

b. Guanophore

Guanophore menyerap sinar yang diterima untuk dipantulkan dalam

spektrum warna yang ada pada sel sisik ikan. Pigmen iridophores mirip dengan

pigmen guanophore namun pigmen guanophore lebih banyak memantulkan

warna yang terlihat berpendar saat disinari spektrum dengan kadar UV tinggi

(Khoo, et al., 2013).


2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pewarnaan

Faktor yang mempengaruhi pewarnaan tubuh dibagi menjadi dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

a. Internal

Prayogo, et al. (2012) menyatakan bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi pigmentasi pada ikan antara lain ukuran ikan, jumlah sel pigmen

warna, kedalaman pigmen warna, usia, genetik, tingkat kematangan gonad dan

jenis kelamin.

b. Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi pewarnaan yaitu habitat. Ikan yang

hidup di terumbu karang memiliki warna tubuh berwarna warni, sedangkan untuk

ikan pelagis warna lebih hitam pada punggungnya (Price, et al., 2008). Faktor

kedua yaitu pakan. Menurut Indarti, et al. (2012), astaxantine yang ditambahkan

pada pakan ikan merupakan karotenoid yang efektif untuk meningkatkan

kecerahan warna ikan. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi

pewarnaan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sembiring, et al. (2013) bahwa

ikan yang dipelihara pada kondisi terang akan memberikan reaksi warna yang

berbeda dengan ikan yang dipelihara ditempat gelap.

2.1.3 Panjang Gelombang Cahaya

Pembagian panjang gelombang cahaya menurut Bruno dan Svoronos

(2006) sebagai berikut:

- Warna merah : 620 – 750 nanometer.

- Warna oranye : 590 - 620 nanometer.

- Warna kuning : 570 - 590 nanometer.

- Warna hijau : 495 - 570 nanometer.

- Warna biru : 450 - 495 nanometer.


- Warna ungu : 380 - 450 nanometer.

2.2 Fototaksis
2.2.1 Pengertian Fototaksis
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan

berupa cahaya. Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan dan rangsangan

melalui otak. Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut fototaksis. Ikan yang

tertarik oleh cahaya hanyalah ikan fotofilik, yang umumnya adalah ikan-ikan

pelagis dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan yang tidak tertarik

oleh cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fotofobik (Yuda, et al., 2012).

2.2.2 Jenis Fototaksis

Jenis fototaksis menurut Rudin, et al. (2017) dibagi menjadi dua yaitu

fototaksis positif dan fototaksis negatif. Fototaksis positif merupakan gerak taksis

mendekati cahaya. Fototaksis negatif merupakan gerak taksis menjauhi cahaya.

2.2.3 Faktor Fototaksis

Setiawan, et al. (2015) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

fototaksis dibagi menjadi dua yaitu:

a. Faktor Internal

 Jenis kelamin: beberapa ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika

matang gonad, sedangkan untuk ikan jantan pada jenis yang sama akan

bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.

 Penuh atau tidak penuhnya perut ikan: ikan yang sedang lapar lebih

bersifat fototaksis positif daripada ikan yang kenyang.

b. Faktor Eksternal

 Suhu air: ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada

pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28ºC).

 Tingkat cahaya lingkungan: kondisi diwaktu siang hari atau pada saat
bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

 Intensitas dan warna sumber cahaya: jenis ikan yang berbeda maka akan

berbeda juga cara merespon intensitas dan warna cahaya yang diberikan.

 Ada atau tidaknya makanan: ada beberapa jenis ikan akan bersifat

fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis ikan yang lain akan

berkurang sifat fototaksisnya.

 Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

2.2.3 Sel Cone dan Sel Rod

Menurut Adisendjaja (2003), sel-sel yang bekerja pada proses fototaksis

ada dua yaitu:

a. Sel Cone

Cone (sel kerucut) berfungsi saat ada cukup cahaya, untuk memberikan

detail objek beserta warnanya. Sel kerucut hanya dapat dirangsang oleh cahaya

terang dan penting untuk melihat pada saat terang serta untuk melihat warna.

b. Sel Rod

Rod (sel batang) merupakan sel yang bekerja pada saat kondisi minimum

cahaya. Walaupun hanya ada sedikit cahaya (misal hanya satu foton) sel rod

tetap dapat mendeteksinya. Sel-sel batang tersebar di bagian perifer (tepi,

samping) dari retina dan dirangsang oleh cahaya redup. Oleh karena itu sel rod

bekerja untuk melihat pada saat cahaya redup dan dalam gelap.

2.3 Mekanisme Kerja Sel Cone dan Sel Rod

Wade dan Tavris (2008) menyatakan bahwa sel cone akan bekerja saat

cahaya terang. Mekanisme kerja sel cone yaitu apabila terdapat cahaya,

contractile myoid elemen akan menggerakkan sel cone untuk mendekati lensa

dan sel rod untuk menjauhi lensa. Sel rod akan bekerja pada saat cahaya gelap.

Mekanisme kerja sel rod yaitu saat cahaya gelap contractile myoid elemen akan
menggerakkan sel rod untuk mendekati lensa dan sel cone untuk menjauhi

lensa.
1. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

 Toples kapasitas 3L :

 Seser :

 Gunting :

 Kabel rol :

 Selang aerasi :

 Batu aerasi :

 Kamera digital :

 Stopwatch :

 T aerator :

 Akuarium :

 Lampu :

 Nampan :

 Fitting lampu :

b. Fototaksis

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:

 Ember :

 Akuarium :

 Seser :
 Aerator set :

 Gunting :

 Kabel rol :

 Kamera digital :

 Senter cahaya putih :

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

 Ikan sepat siam (Trichogaster tricopterus) :

 Selotip bening :

 Kertas label :

 Skotlet warna hijau :

 Skotlet warna biru :

 Skotlet warna merah :

 Skotlet warna kuning :

 Skotlet warna ungu :

 Air :

 Trash Bag :

 Karet gelang :
b. Fototaksis

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:

 Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) :

 Ikan Black ghost (Apteronotus albifrons) :

 Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) :

 Ikan Gurame (Osphronemous gouramy) :

 Ikan Guppy (Poecillia reticulata) :

 Air :

 Styrofoam :

 Trash bag :

 Selotip bening :

 Kertas label :
3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pewarnaan Tubuh

Toples 3 liter

- Ditutupi skotlet dengan perlakuan:


Meja 1. Hijau
Meja 2. Merah
Meja 3. Biru
Meja 4. Kuning
Meja 5. Ungu

-Diisi air ¾ bagian


-Diberi aerasi

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 1, sebagai ikan kontrol


-Dimasukkan kedalam toples 1
-Diberi aerasi
-Diadaptasikan selama 15 menit

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 2, sebagai ikan uji

-Dimasukkan kedalam toples 2 dengan perlakuan


-Diberi aerasi
-Diadaptasikan selama 15 menit
-Dicatat warna awal tubuh
-Diberikan pencahayaan
-Dipelihara selama 2 minggu
-Dicatat waktu saat kembali ke warna normal
-Diamati warna akhir

Hasil
3.2.2. Fototaksis

Akuarium
-Disiapkan
- Dilapisi seluruh sisi akuarium dengan plastik gelap
- Diisi air ¾ bagian dan diberi aerasi

Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)


Ikan Guppy (Poecillia reticullata)
Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons)
Ikan Gurame (Osphronemous gouramy)

-Dimasukkan ke dalam akuarium


-Dikondisikan dalam keadaan gelap
-Diberi biasan cahaya senter
-Diamati tingkah laku

Hasil
2. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pewarnaan Tubuh


4.2 Fototaksis

4.2.1 Ikan Gurami (Osphronemous gouramy)


4.2.2 Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)
4.2.3 Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
4.2.4 Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons)
4.2.5 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
4.3 Faktor Koreksi

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan


3. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Adisenjaja, Y. H. 2003. Warna dan makanan alami dalam kehidupan. Bio-Upi: 1-


8.

Bruno, T. J. dan P. D. N. Srovonos. 2006. CRC Handbook of Fundamental


Spectroscopic Correlation Charts. CRC Press. Paris. 222 hlm.

Habibie, S. A., Djumanto dan Murwantoko. 2018. Polikromatik, dimorfisme


seksual, dan redeskripsi spesies ikan red devil Amphilophus amarillo
[Stauffer & McKaye, 2002] di Waduk Sermo Yogyakarta. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 18(1): 69-86

Indarti, S., M. Muhaemin dan S. Hudaidah. 2012. Modified toca colour finder (M-
TCF) dan kromatofor sebagai penduga tingkat kecerahan warna ikan komet
(Carasius auratus auratus) yang diberi pakan dengan proporsi tepung
kepala udang (TKU) yang berbeda. e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan. 1(1): 9-16

Khoo, G., T. M. Lim and V. P. E. Phang. 2013. Cellular basisi of metallic


iridescence in the siamase fighting, Betta splendends.The Israeli Journal of
Aquaculture.1(65): 1-10.

Ogherohwo, E. P., B. Barnabas and A. O. Alafiatyo. 2015. Investigating the


wavelength of light and its effects on the performance of a solar
photovoltaic module. International Journal of Innovative Research in
Computer Science & Technology. 3(4): 61-65.

Prayogo, H. F., R. Rostika dan I. Nurruhwati. 2012. Pengakayaan pakan yang


mengandung maggot dengan tepung kepala udang sebagai sumber
karotenoid terhadap penampilan warna dan pertumbuhan benih rainbow
kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 210-
205.

Price, A, C., C. J. Weadick, J. Shim and F. H. Rodd. 2008. Pigem patterns, and
bahvior. Zebrafish. 5(4): 297-307.

Putriana, N., W. Tjahjaningsih and M.A. Alamsjah. 2015. Pengaruh penambahan


perasan paprika merah (Capsicum annuum) dalam pakan terhadap
tingkat kecerahan warna ikan koi (Cyprinus carpio L.) [the influence of
additional red pepper (Capsicum annuum) juice in fish feed to koi
(Cyprinus carpio L.) color brightness level]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 7(2): 89-194.

Rudin, M. J., R. Irnawati dan A. Rahmawati. 2017. Perbedaan hasil tangkapan


bagan tancap dengan menggunakan lampu CFL dan LED dalam air (Leda)
di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 7(2): 167-180.
Sembiring, S. B.M., K. M. Setiawati, J.H. Hutapea dan W. Subamia. 2013.
Pewarisan pola warna ikan klon biak, Amphiprion percula. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 5(2): 343-351.

Setiawan, F., S. R. Sulistyanti dan A. Sadnowo. 2015. Analisis pengaruh media


perambatan terhadap intensitas cahaya lacuba (lampu celup bawah air).
Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9(1): 23-29.

Shukla, A.N. 2009. Physiology of fishes. New Delhi. DPH. 267 hlm.

Solichin, I., K. Haetami dan H. Suherman. 2012. Pengaruh penambahan tepung


rebon pada pakan bautan terhadap nilai chroma ikan mas koki (Carassius
auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4): 185-190.

Wade, C dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Jakarta. Erlangga. 342 hlm.

Yuda, L. K., D. Iriani dan A. M. A. Khan. 2012. Tingkat keramahan lingkungan


alat tangkap bagan di Perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 7-13.

Rosyidah, I. N., A. Farid, A. Arisandi. 2009. Efektivitas alat tangkap mini purse
seine menggunakan sumber cahaya berbeda terhadap hasil tangkap ikan
kembung (Rastrelliger sp.). Jurnal Kelautan. 2(1): 50-56.
BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

HEMATOLOGI

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari cara penilaian darah. Nilai

hematologi berguna untuk menilai kondisi kesehatan dan sebagai acuan nilai

awal atau kontrol dalam suatu penelitian. Adanya gangguan metabolisme,

penyakit, kerusakan struktur atau fungsi organ, pengaruh agen atau obat, dan

stres dapat diketahui dari perubahan profil darah. Keadaan komposisi darah putih

dan darah merah dari organisme dapat dijadikan acuan untuk menilai kondisi

kesehatan organisme tersebut (Fitria dan Sarto, 2014).

Peran utama darah secara umum adalah mengintegrasikan fungsi

tubuh dan memenuhi kebutuhan jaringan khusus. Peran ini dilakukan melalui

transportasi, regulasi dan mekanisme perlindungan. Darah mengalirkan oksigen,

nutrien, sisa metabolisme dari satu tempat ke tempat lain. Regulasi dilakukan

melalui buffer dalam darah, protein plasma dan transpor panas. Fungsi darah

dalam pertahanan meliputi antibodi dan fagosit untuk melindungi tubuh terhadap

penyakit serta faktor dalam homeostatis (Tambayong, 2000).

Sistem pertahanan alami seperti makrofag dapat dikatakan sebagai kunci

terpenting dalam merespon patogen yang masuk tanpa menunggu waktu

adaptasi. Sel fagosit bekerja tanpa memerlukan spesifikasi antigen dan tidak

memerlukan waktu yang banyak. Sel fagosit pada udang diperankan oleh

hemosit terutama sel hyalin. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis

mikroba yang masuk ke dalam tubuh saat terjadinya infeksi (Rozik, 2014).
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pewarnaan

struktur darah secara umum pada ikan serta mengetahui mekanisme dan alat-

alat yang berkenaan dengan peredaran darah.

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat

melakukan pengamatan sel darah, menghitung sel darah dan mengetahui struktur

sel darah.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi hematologi dilaksanakan

pada tanggal 22 September 2019 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi

Reproduksi Ikan dan Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit dan Penyakit

Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hematologi


Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, organ

pembentuk darah dan penyakitnya (Arifin, et al., 2012). Pengertian hematologi

menurut Fitria, et al. (2016) adalah ilmu yang mempelajari pemeriksaan kondisi

sel-sel darah perifer dalam kondisi normal maupun patologis. Pemeriksaan darah

dapat menunjukkan kondisi kesehatan hewan.

2.2 Pengertian Darah

Darah adalah cairan yang terkandung dalam sistem kardiovaskular.

Unsur cairan darah adalah plasma dan unsur-unsur pembentuk darah meliputi

eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah antara lain oksigenasi

jaringan, gizi jaringan, pemeliharaan keseimbangan asam-basa dan

pembuangan produk limbah metabolisme dari jaringan (Noercholis, et al., 2013).

2.3 Komponen Darah

Handayani dan Haribowo (2008) menyatakan bahwa komponen

penyusun darah adalah sebagai berikut:

a. Plasma darah (cairan)

b. Sel-sel darah (komponen seluler)

Sel-sel darah meliputi Eritrosit (sel darah merah), trombosit (keping

darah), Leukosit (sel darah putih). Leukosit dibagi menjadi dua:

1. Granulosit merupakan sel darah putih yang memiliki butir atau granula

dalam sitoplasma. Granulosit terdiri dari neutrophil, basofil dan eosinofil

2. Agranulosit merupakan sel darah putih yang tidak terdapat butir atau

granula. Agaranulosit terdiri dari monosit dan limfosit


Sumardjo (2008) menyatakan bahwa darah tersusun atas dua komponen

yaitu sebagai berikut:

1. Substansi padat, volumenya terdiri atas 45% sel-sel darah merah

(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan sel pembeku (trombosit).

2. Substansi cair, volumenya sekitar 55% yang disebut plasma darah.

Sebagian besar plasma darah (90% sampai 92%) tersusun atas air dan

bahan- bahan kimia terlarut lainnya.

2.4 Fungsi Darah


Handayani dan Haribowo (2008), menyatakan bahwa fungsi darah dalam

tubuh adalah sebagai berikut:

a. Transportasi: mengambil O2, mengangkut CO2 dan mengedarkan sari-sari

makanan serta hormon.

b. Termoregulasi: pengatur suhu tubuh, yaitu menyebarkan panas ke seluruh

tubuh.

c. Imunitas: mengandung antibodi yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap

serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan

antibodi atau zat-zat anti racun.

d. Homeostatis: mengatur keseimbangan zat, pH dan regulator

Fungsi darah dalam tubuh menurut Sumardjo (2008), antara lain:

a) Alat transportasi berbagai jenis bahan kimia, seperti transportasi bahan

makanan yang akan diserap pada usus ke jaringan-jaringan yang

membutuhkan, zat sampah atau sisa metabolisme ke organ ekskretori.

b) Sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi kuman dan benda asing oleh sel

darah putih
2.5 Sistem Peredaran Darah pada Hewan Akuakultur
Sistem peredaran pada hewan akuakultur terdapat dua macam yaitu:

a. Sistem Peredaran Darah Terbuka

Sistem peredaran darah terbuka yaitu sistem peredaran darah tidak

melalui pembuluh darah. Hewan yang memiliki sistem peredaran darah terbuka

yaitu crustasea, contohnya udang windu (Penaeus monodon). Udang windu

memiliki sistem sirkulasi darah terbuka dimana cairan darah dan sel

darahnya masing-masing dikenal dengan istilah hemolim dan hemosit. Hemosit

merupakan sel darah udang yang memiliki fungsi sama seperti sel darah putih

pada vertebrata dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu sel hyalin,

semigranular dan granular. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis

sehingga jumlah total sel hyalin berubah-ubah agar diperoleh keadaan

homeostatis (Rozik, 2014).

b. Sistem Peredaran Darah Tertutup

Sistem peredaran darah tertutup yaitu sistem peredaran yang melewati

pembuluh darah. Ikan memiliki sistem peredaran darah tunggal yakni sirkulasi

peredaran darah hanya satu kali melewati jantung. Mekanisme peredaran darah

tunggal pada ikan yaitu darah dari jantung dipompa ke insang untuk melakukan

pertukaran gas kemudian dialirkan ke berbagai organ tubuh. Selanjutnya darah

akan kembali ke jantung (Mahyuddin, 2008).

2.6 Proses Pembekuan Darah


Proses pembekuan darah menurut Tangkery, et al. (2013) yaitu:
2+
Luka trombosit pecah mengaktifkan enzim trombokinase bantuan ion Ca

+K protombin trombin fibrinogen fibrin Luka Tertutup.

2.7 Antikoagulan
Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah.
Antikoagulan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Buatan

Contoh antikoagulan buatan menurut Lessy, et al. (2013), yaitu:

 EDTA (Etilen Diamine Tetra Acid)

 Na-sitrat

 Na-fis

 Heparin

2. Alami

Contoh koagulan alami yaitu:

 Lintah (hirudin) (Widaswara, et al., 2012).

 Lamprey (Li, et al., 2018).

 Kelelawar (draculin) (Low, et al., 2013)

2.8 Pola Termoregulasi


Merta, et al. (2016) menyatakan bahwa pola termoregulasi dibagi menjadi

dua, yaitu:

1. Poikiloterm (berdarah dingin), yaitu suhu tubuhnya mengikuti suhu

lingkungan. Contoh: Ikan.

2. Homoiterm (berdarah panas), tidak dapat menyesuaikan diri dengan suhu

lingkungan. Contoh: Mamalia.

2.9 Sistem Imun pada Ikan

Ikan memiliki sistem imun yang spesifik dan non spesifik. Sistem imun

spesifik pada ikan yaitu sel B dan sel T. Sistem non spesifik berupa sel-sel

fagositik (leukosit granulosit dan agranulosit). Utami, et al. (2013) menyatakan

bahwa mekanisme kerja limfosit untuk sistem kekebalan tubuh dengan cara

mengenali antigen melalui reseptor spesifik pada membran sel. Pada limfosit T,
ketika tubuh atau jaringan terpapar oleh antigen, maka limfosit T tidak mampu

mengenal antigen tanpa melalui reseptor spesifik. Sel reseptor spesifik akan

membuat sel T lebih cepat mengenali antigen yang ada sehingga langsung

memberikan reaksi kekebalan dan menstimulasi sel B untuk mengeluarkan

antibodi alami. Antibodi alami dalam tubuh tersebut berguna untuk melawan

antigen atau penyakit tersebut.

2.10 Sistem Imun pada Udang

Sistem imun pada udang tidak sama dengan sistem imun ikan.

Ramadhani, et al. (2017) menyatakan bahwa sistem imun pada udang bertumpu

pada sistem imun nonspesifik atau innate, karena udang diyakini tidak memiliki

reseptor pengingat terhadap patogen. Namun sistem imun non-spesifik pada

udang cukup efektif sebagai pertahanan utama. Pertahanan tersebut terdapat

pada hemosit yang berperan dalam sistem imun seluler dan hormonal. Sistem

pertahanan ini akan aktif ketika menerima rangsangan berupa protein dan

karbohidrat seperti lipopolisakarida, peptidoglikan, dan β-glukan yang dimiliki

oleh bakteri, jamur, dan protozoa.


3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsinya

a. Pengambilan Sampel Darah

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:

 Lap basah :

 Nampan :

 Ember :

 Botol vial :

 Beaker glass :

 Sprayer :

 Kamera digital :

 Akuarium :

b. Pembuatan Film Darah Tipis

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:

 Object glass :

 Pipet tetes :

 Nampan :

 Kamera digital :

 Washing bottle :

 Mikroskop binokuler :
c. Perhitungan Eritrosit

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:

 Haemocytometer :

 Pipet toma 0,5 ml :

 Cover glass :

 Mikroskop binokuler :

 Nampan :

 Handtally counter :

 Kamera digital :

d. Perhitungan Leukosit

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:

 Haemocytometer :

 Pipet toma 0,5 ml :

 Cover glass :

 Mikroskop binokuler :

 Nampan :

 Handtally counter :

 Kamera digital :

e. Perhitungan Hemoglobin

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah :

 Washing bottle :

 Tabung sahli :

 Sahlimeter :
 Pipet sahli :

 Kotak standar warna sahli :

 Pipet tetes :

 Kamera digital :

 Haemocytometer :

 Ember :

3.1.2 Bahan dan Fungsinya

a. Pengambilan Sampel Darah

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:

 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

 Alkohol 70 % :

 Na Sitrat :

 Tisu :

 Kertas label :

 Kapas :

 Spuit 3 ml :

 Tube 1,5 ml :

 Trash bag :

 Na Fis :

b. Pembuatan Film Darah Tipis

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:

 Giemsa :

 Methanol :

 Akuades :
 Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

 Tisu :

 Kertas label :

 Spuit 3 ml :

 Tube 1,5 ml :

c. Perhitungan Eritrosit

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:

 Larutan Hayem :

 Akuades :

 Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

 Tisu :

 Kertas label :

 Tube 1,5 ml :

 Na Sitrat :

d. Perhitungan Leukosit

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:

 Larutan Turk :

 Akuades :

 Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

 Tisu :

 Kertas label :

 Tube 1,5 ml :

 Na Sitrat :
e. Perhitungan Hemoglobin

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah:

 HCl 0,1 N :

 Akuades :

 Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

 Tisu :

 Kertas label :

 Tube 1,5 ml :

 Air :
3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pengambilan Sampel Darah

Spuit 3 ml
-Diaseptiskan dengan alkohol 70 %
-Dibilas dengan antikoagulan (Na Sitrat) 0,1 ml

Tube 1,5 ml
-Diisi Na Sitrat 0,2 ml

Ikan Dumbo (Clarias gariepenus)

-Diaseptiskan bagian yang akan disuntik dengan alkohol 70 %


-Diambil darahnya dari linea lateralis
-Darah dimasukkan ke dalam tube

Hasil

3.2.2 Pembuatan Film Darah Tipis

Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)


-Diteteskan pada objek glass (1 tetes)
-Diratakan dengan metode smear
-Difiksasi dengan methanol (5-6 tetes) selama 5 menit
-Dibilas dengan akuades
-Diwarnai dengan pewarna giemsa (1-2 tetes) selama 1-2 menit
-Dibilas dengan aquades
-Dikeringkan selama 2 menit
-Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x
-Didokumentasikan

Hasil
3.2.3 Perhitungan Eritrosit

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)


-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5
-Dicampur dengan larutan hayem sampai skala 101
-Dihomogenkan
-Dibuang 3 tetes pertama
-Diteteskan ke haemocytometer
-Ditutup dengan cover glass
-Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x
-Dihitung eritrosit dengan rumus

= n x 104 (sel/mm3)

Keterangan:
n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil
104: Faktor koefisien

Hasil

3.2.4 Perhitungan Leukosit

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)


-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5
-Dicampur dengan larutan turk sampai skala 11
-Dihomogenkan
-Dibuang 3 tetes pertama
-Diteteskan ke haemocytometer
-Ditutup dengan cover glass
-Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x
-Dihitung leukosit dengan rumus

= n x 50 (sel/mm3)

Keterangan:
n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil

Hasil
Keterangan

Luas bidang
pandang
eritrosit

Luas bidang
pandang
leukosit

Gambar. Luas Bidang Pandang pada Mikroskop

3.2.5 Perhitungan Hemoglobin

Tabung Sahli
-Ditambahkan HCl 0,1 N sampai skala 2

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)

-Diambil menggunakan pipet sahli sampai skala 0,02 ml


-Dimasukkan ke dalam tabung sahli
-Dihomogenkan sampai berwarna coklat kehitaman
-Ditambahkan akuades hingga warnaya sama dengan indikator
warna pada sahlihaemometer

Satuan hasil G%

Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Sampel darah


4.2 Pembuatan Film Darah Tipis
4.3 Perhitungan Eritrosit
4.4 Perhitungan Leukosit
4.5 Perhitungan Hemoglobin
4.6 Faktor Koreksi

4.7 Manfaat di Bidang Perikanan


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H., W. Nofiza dan Elisma. 2012. Pengaruh pemberian jus buah naga
Hylocereus undatus (Haw.) Britt&Rose terhadap jumlah hemoglobin,
eritrosit dan hematokrit pada mencit putih betina. Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi.17(2): 118-125.

Fitria, L. dan M. Sarto. 2014. Profil hematologi tikus (Rattus norvegicu


sberkenhout, 1769) Galur wistar jantan dan betina umur 4, 6, dan 8 minggu.
Biogenesis. 2(2): 94-100.

Fitria, L., L. L. Illiy dan I. R. Dewi. 2016. Pengaruh antikoagulan dan waktu
penyimpanan terhadap profil hematologis tikus (Rattus norvegicus
Berkenhout, 1769) galur wistar. Biosfera. 33(1): 22-30.

Handayani, W. dan A. S. Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien


dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta. 158 hlm

Lessy, A., D. S. Paransa dan G. Gerung. 2013. Uji aktivitas antikoagulan pada sel
darah manusia dari ekstrak alga coklat Turbinaria ornate. Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis. 2(1): 21-27.

Li, B., M. Gou, J. Han, X. Yuan, Y. Li, T. Li, Q. Jiang, R. Xiao and Q. Li. 2018.
Proteomic analysis of buccal gland secretion from fasting and feeding
lampreys (Lampetra morii). Proteome Science. 16(9): 1-9.

Low, D. H. W., K. Sunagar, E. A. B. Undheim, S. A. Ali, A. C. Alagon, T. Ruder, T.


N. W. Jackson, S. P. Gonzalez, G. F. King, A. Jones, A. Antunes and B. G.
Fry. 2013. Draculas’s children: molecular evolution of vampire bat venom.
Journal of Proteomics. 89: 95-111.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.


Jakarta. 172 hlm.

Merta, W. I., A. R. Syachruddin, I. Bachtiar dan Kusmiyati. 2016. Perbandingan


antara frekwensi denyut jantung katak (Rana sp.) dengan frekwensi denyut
jantung mencit (Mus musculus) berdasarkan ruang jantung. Biota. 1(3):
126-131.

Noercholis, A., M. A. Muslim dan Maftuch. 2013. Ekstraksi fitur roundness untuk
menghitung jumlah leukosit dalam citra sel darah ikan. Jurnal EECCIS.
7(1): 35-40.

Ramadhani, I. S., E. Harpeni, Tarsim dan L. Santoso. 2017. Potensi sinbiotik


lokal terhadap respon imun non spesifik udang vaname Litopenaeus
vannamei (Boone, 1931). Depik. 6(3): 221-227.

Rozik, M. 2014. Pengaruh Imunostimulan OMP terhadap sel hyaline dan


hispatologi hepatopankreas udang windu (Penaeus monodon Fabricius)
pasca uji tantang dengan Vibrio harveyi. Journal of Tropical Fisheries.
10(1): 750- 755.

Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 650 hlm.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi: Untuk Keperawatan. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta. 211 hlm.

Tangkery, R. A. B., D. S. Paransa dan A. Rumengan. 2013. Uji aktifitas


antikoagulan ekstrak mangrove Aegiceras corniculatum. Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis. 1(1): 7-14.

Utami, D. T., S. B. Prayitno, S. Hastuti dan A. Santika. 2013. Gambaran


parameter hematologis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi
vaksin dna Streptococcus iniae dengan dosis yang berbeda. Journal of
Aquaculture Management and Technology. 2(4): 2-20.

Widaswara, H., E. Purwanti dan B. Utoyo. 2012. Pengaruh terapi lintah terhadap
tekanan darah pada penderita hipertensi di Klinik Terapi Medis Purba
Kawedusan Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 8(3): 153-
158.
BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

SISTEM SARAF

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel saraf adalah sel yang berfungsi untuk menjalarkan rangsang. Saat

keadaan istirahat, sel saraf berada pada keadaan polar, yaitu keadaan sedang

tidak menjalarkan rangsang. Keadaan polar ini ditandai dengan adanya muatan

yang lebih negatif disisi dalam membran dan lebih positif disisi luar membran.

Keadaan semacam itu membran saraf bersifat impermeable terhadap ion natrium

dan permeable terhadap ion kalium, serta memperlihatkan adanya perbedaan

potensial antara bagian luar dan dalam membran (Isnaeni, 2006).

Perbedaan potensial tersebut disebabkan oleh adanya distribusi ion natrium

dan kalium yang tidak seimbang diantara kedua sisi membran saraf. Ion natrium

yang terdapat di luar sel lebih banyak jumlahnya daripada yang terdapat di dalam

sel. Saat keadaan istirahat membran akson bersifat impermeable terhadap ion

natrium sehingga sejumlah besar ion natrium akan tetap berada di luar sel. Hal

ini ternyata menjadi faktor penentu adanya keadaan yang lebih positif di luar sel

dibanding di dalam sel. Perbedaan potensial ini akan mempengaruhi transmisi

sinaps (Isnaeni, 2006).

Presinaps merupakan bagian terminal akson yang terdapat banyak

vesikula sinaptik. Presinaps menghasilkan enzim kolinesterase pada bagian

celah sinaptk dan membran pascasinaptik (membran sel berikutnya yang

menerima impuls. Enzim kolinesterase tersebut berfungsi untuk merombak

asetilkolin secara cepat sehingga impuls saraf dapat dihantarkan pada sel neuron

berikutnya (Hidayati, et al., 2015).

Proses transmisi sinaps terkadang mengalami hambatan sehingga

penjalaran impuls menjadi tidak normal. Beberapa jenis bahan yang diketahui
dapat menghambat transmisi sinaps ialah eugenol yang terkandung dalam obat

bius. Obat bius bisamembuat hewan mengalami gangguan fungsi saraf sehingga

tidak dapat merasakan sakit meskipun bagian tubuhnya terluka (Isnaeni, 2006).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh rangsangan

terhadap saraf yang dikendalikan oleh otak.

Tujuannya untuk mengetahui kerja otak dalam mengadakan koordinasi

terhadap organ tubuh ikan dan untuk mengetahui fungsi dari masing-masing

bagian otak.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi sistem saraf dilaksanakan

pada tanggal 21 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi

Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Saraf


Saraf adalah sistem koordinasi pada makhluk hidup yang terdiri atas sel

neuron. Sel saraf (neuron) merupakan sel fungsional dan utama pada sistem

saraf, yang bekerja untuk menghantarkan sinyal atau impuls dari satu sel ke sel

lainnya sehingga menghasilkan gerak potensial. Hal ini berarti bahwa sel saraf

menjalankan fungsi dalam koordinasi tubuh (Djuwita, et al., 2012).

2.2 Fungsi saraf


Isnaeni (2006) menyatakan bahwa fungsi saraf yaitu untuk

mengkoordinasikan tindakan dan mengirimkan sinyal antara berbagai bagian

tubuh dan untuk menghantarkan impuls dari lingkungan menuju otak untuk

diolah. Selain itu fungsi saraf dapat dibagi menjadi dua yaitu reseptor daan

efektor. Reseptor berfungsi untuk mengenali rangsang tertentu dari luar atau

dalam. Efektor merupakan sel atau organ yang menghasilkan tanggapan

terhadap rangsang.

2.3 Sistem Saraf Tangga Tali


Wulandari, et al. (2015) menyatakan bahwa sistem saraf Crustacea

disebut sebagai sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali adalah

sepasang simpul saraf dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan

bercabang melintang seperti tangga. Setiap segmen tubuh, serabut saraf

membentuk simpul saraf yang disebut ganglion. Ganglion terdapat di kepala

(otak) terhubung dengan indra peraba, indra penglihatan, indra keseimbangan.

2.4 Neuron
Neuron berdasarkan fungsinya menurut Satyanegara (2014) dibagi

menjadi dua yaitu:


a. Apparance : impuls saraf dari reseptor ke otak.

b. Epperance : impuls saraf dari otak ke afektor.

Menurut Isnaeni (2006), ditinjau dari fungsinya neuron dibedakan

menjadi:

a) Neuron sensorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari

daerah tepi (perifer tubuh) ke pusat saraf otak (otak dan sumsum tulang

belakang atau medulla spinalis)

b) Neuron motorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari

pusat saraf ke daerah tepi atau perifer tubuh.

c) Interneuron atau saraf penghubung, ialah sel saraf yang terdapat di pusat

saraf yang menjadi penghubung antara neuron sensorik dan neuron motorik.

2.5 Pembagian Saraf


Pembagian saraf berdasarkan keberadaannya menurut Pearce (2016),

yaitu:

1. Saraf pusat

Saraf pusat dibagi menjadi dua yaitu otak dan medulla spinalis yang

berfungsi mengatur rangsangan.

2. Saraf tepi

Saraf tepi merupakan saraf pada tepian tubuh yang menerima

rangsangan. Saraf tepi terdiri dari dua bagian yaitu sel otonom dan sel somatik.

Sel otonom yaitu saraf yang bekerja secara tidak sadar contohnya otot polos dan

otot jantung. Sedangkan sel somatik yaitu saraf yang bekerja secara sadar

contohnya otot lurik.


2.6 Pembagian Otak Ikan
2.6.1 Embrio

Evans (1998) menyatakan bahwa pembagian otak ikan saat embrio dibagi

menjadi tiga yaitu prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.

Prosencephalon merupakan bagian otak depan yang berfungsi untuk penciuman.

Mesencephalon adalah otak bagian tengah yang berfungsi untuk pengelihatan.

Rhombencephalon otak bagian belakang untuk keseimbangan dan koordinasi.

2.6.2 Dewasa

Yamanto (2009) menyatakan bahwa pembagian otak ikan saat dewasa

dibagi menjadi tiga yaitu prosencephalon, mesencephalon dan rhombencephalon.

Prosencephalon dibagi menjadi dua yaitu telencephalon untuk pembau dan

diencephalon untuk hormon dan organ pineal (pigmen). Mesencephalon berfungsi

sebagai pengelihatan. Rhombencephalon dibagi menjadi dua yaitu pertama,

metencephalon (terdapat pada cerebellum atau otak kecil) yang fungsinya

mengatur koordinasi otot, keseimbangan tubuh, orientasi berenang dan

maintenance musculator. Kedua myelencephalon (medulla oblongata) sebagai

pusat saraf sensorik, mengatur osmoregulasi dan repirasi, keseimbangan

berenang, indera peraba dan perasa.

2.7 Gerak Biasa dan Gerak Reflek


Mekanisme gerak biasa menurut Wulandari (2009) adalah:
Mekanisme gerak reflek menurut Wulandari (2009) adalah:

2.8 Bagian Saraf

Gambar. Bagian-bagian saraf

Sitorus (2014) menyatakan bahwa neuron terdiri dari tiga bagian yang

berbeda satu dengan yang lain, yaitu sebagai berikut.

a. Badan Sel (Perikarion)

Bagian sel ini menyimpan inti sel (nukleus) dan anak inti (nukleolus),

berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi sitoplasma granuler

b. Dendrit

Fungsi dendrit ini adalah untuk meneruskan rangsang dari organ

penerima rangsang (reseptor) menuju ke badan sel.

c. Akson

Akson sering disebut juga neurit. Bagian ini merupakan tonjolan

sitoplasma yang panjang dan berfungsi untuk meneruskan impuls saraf yang

berupa rangsang dari badan sel. Akson memiliki bagian-bagian yang spesifik,

yaitu sebagai berikut:

 Neurofibril merupakan bagian terdalam dari akson yang berupa serabut-

serabut halus. Bagian-bagian inilah yang memiliki tugas pokok untuk


meneruskan implus.

 Selubung Mielin, bagian ini tersusun oleh sel-sel pipih yang disebut sel

Schwann. Selubung mielin merupakan bagian paling luar dari akson yang

berfungsi untuk melindungi akson. Selain itu, bagian ini pulalah yang

memberikan nutrisi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk

mempertahankan kegiatan dari akson.

 Nodus Ranvier merupakan bagian akson yang menyempit dan tidak

dilapisi selubung mielin. Bagian ini tersusun dari sel-sel pipih, dengan

adanya bagian ini, terlihat bagian akson tampak berbuku-buku.

2.9 Fungsi organ Ikan


Fungsi organ ikan menurut Maia dan Wilga (2013), yaitu:
a. Sirip dorsal : untuk pergerakan naik turun.

b. Sirip ventral : untuk keseimbangan saat berhenti.

c. Sirip anal : untuk gerakan mundur dan menggulung.

d. Sirip pectoral : untuk keseimbangan saat belok.

e. Sirip caudal : untuk mengemudi.

f. Linea lateralis : untuk sensor arus, lingkungan dan keseimbangan.

2.10 Fungsi Organ Udang


Fungsi organ pada udang menurut Kurniawan dan Hartono (2006) adalah:
a. Capit : untuk mencari makan.

b. Uropad : untuk gerakan mendorong dan loncat.

c. Kaki jalan : untuk berjalan.

d. Telson : untuk keseimbangan

e. Antena : untuk sensor jarak jauh.

f. Antenula : untuk sensor jarak dekat.

g. Kaki renang : untuk tempat telur.


2.11 Anestesi
Anestesi adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses terkendali

dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap

rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut.

Prinsip anastesi adalah menurunkan metabolisme suatu organisme sehingga

dalam kondisi lingkungan yang minimum mampu mempertahankan hidupnya

lebih lama (hibernasi) (Kaya dan Louhenapessy, 2016).

Macam anestesi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Anestesi Alami

- Minyak cengkeh (Kaya dan Louhenapessy, 2016).

- Ekstrak biji buah keben (Ikhsan, et al., 2017).

- Ekstrak daun picung (Munandar, et al., 2017).

- Biji teh (Sahrial, et al., 2017).

- Ekstrak bunga kecubung (Sholichah, et al., 2017).

2. Anestesi Buatan

- Propofol (Tabahhati, et al., 2011).

- Ketamin (Tabahhati, et al., 2011).

- MS 222 (Yanto, 2009).


3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Sistem Saraf Ikan

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah:

 Toples Kapasitas 3L :

 Seser :

 Nampan :

 Penggaris 30 cm :

 Sectio set :

 Lap basah :

 Ember :

 Pipet tetes :

 Kamera digital :

 Botol Vial :

b. Sistem Saraf Crustacea

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:

 Toples Kapasitas 3L :

 Seser :

 Nampan :

 Penggaris 30 cm :

 Sectio set :

 Lap basah :
 Ember :

 Pipet tetes :

 Kamera digital :

 Botol Vial :

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Sistem Saraf Ikan

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah:

 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

 Minyak cengkeh :

 Tisu :

 Kertas label :

 Air Tawar :

 Trash bag :

b. Sistem Saraf Crustacea

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:

 Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) :

 Minyak cengkeh :

 Tisu :

 Kertas label :

 Air Tawar :

 Trash bag :
3.2 Skema Kerja

3.2.1 Sistem Saraf Ikan

Toples 3L

-Disiapkan 3 buah
-Diisi air ¾ bagian

3 ekor ikan nila (Oreochromis niloticus)


-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples
-Diadaptasikan selama 15 menit

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pertama

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan


-Diamati tingkah laku sebagai ikan kontrol

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) kedua

-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan


Meja 1: 1 tetes
Meja 2: 2 tetes
Meja 3: 3 tetes
Meja 4: 4 tetes
Meja 5: 5 tetes
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan
-Diamati tingkah laku

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ketiga

- Meja 1: ditusuk mata


2: ditusuk linea lateralis
3: dipotong sirip anal
4: dipotong sirip caudal
5: dipotong sirip pectoral
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan
-Diamati tingkah laku

Hasil
3.2.2. Sistem Saraf Crustacea

Toples 3L

-Disiapkan 3 buah
-Diisi ¾ bagian

3 ekor Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii)

-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples


-Diadaptasikan selama 15 menit

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) pertama

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan


-Diamati tingkah laku sebagai udang kontrol

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) kedua

-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan:


Meja 1: 3 tetes
Meja 2: 6 tetes
Meja 3: 9 tetes
Meja 4: 12 tetes
Meja 5: 15 tetes
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan
-Diamati tingkah laku

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) ketiga

-Meja 1: dipotong capit


2: dipotong telson dan kaki renang
3: dipotong mata
4: dipotong kaki jalan
5: dipotong antena dan antenula
-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan
-Diamati tingkah laku

Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistem Saraf Ikan


4.2 Sistem Saraf Crustacea
4.3 Faktor Koreksi

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Djuwita, I., V. Riyacumala, K. Mohamad, W. E. Prasetyaningtijas dan Nurhidayat.


2012. Pertumbuhan dan sekresi protein hasil kultur primer sel-sel serebrum
anak tikus. Jurnal Veteriner. 13(2): 125-135.

Evans, D. H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New
York. 282 hlm.

Hidayati, I., Abdullah dan M. Sabri. 2015. Identifikasi miskonsepsi sistem saraf
pada buku teks biologi kelas xi. Jurnal Biotik. 3(1): 39-44.

Ikhsan, N. I., M. U. K. Agung, S. Astuty dan Rosidah. 2017. Pengaruh anestesi


granul ekstrak biji buah keben terhadap kelangsungan hidup benih
gelondongan ikan bandeng (Chanos chanos) pada transportasi tanpa
media air. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(1): 34-41.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta. 113 hlm.

Kaya, A. O. W. dan J. M. Louhenapessy. 2016. Pengaruh konsentrasi minyak


cengkeh untuk anestetik ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) dan
lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Majalah BIAM. 12: 15-19.

Kurniawan, T. dan R. Hartono. 2006. Pembesaran Lobster Air Tawar secara


Cepat. Penebar Swadaya. Bogor. 64 hlm.

Maia, A and C. A. Wilga. 2013. Function of dorsal fins in bamboo shark during
steady swimming. Zoology. 116: 224-231.

Munandar, A., F. R. Indaryanto, H. N. Prestisia dan N. Muhdani. 2017. Potensial


ekstrak daun picung (Pangium edule) sebagai bahan pemingsanan ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada transportasi sistem kering. Jurnal Teknologi
Hasil Perikanan. 6(2): 107-114.

Pearce, E. C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.


Jakarta. 325 hlm.

Sahrial, Emanauli dan M. Arisandi. 2017. Karakteristik fisikokimia minyak biji teh
(Camelliasinensis) dan potensi aplikasinya. Jurnal Agroindustri. 7(2): 111-
115.

Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf. PT Gramedia. Jakarta. 718 hlm.

Sholichah, I. G. N. Sudisma dan A. A. G. J Wardhita. 2017. Efek trias anestesi


ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.,) pada tikus putih (Rattus
norvegicus). Indonesia Medicus Veterinus. 6(5): 399-408

Sitorus, E. R. 2014. Peningkatan hasil belajar ipa kompetensi dasar system


koordinasi dan alat indera manusia melalui metode pembelajaran resitasi
pada peserta didik. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan. 1(2): 183-202.
Tabahhati, S., U. Budiono dan M.S. Harahap. 2011. Perbedaan pengaruh
pemberian propofol dan etomidat terhadap agregasi trombosit. Jurnal
Anestesi Indonesia. 3(1): 1-9.

Wulandari, D. A., L. D. Saraswati dan Martini. 2015. Pengaruh variasi warna


kuning pada Fly grill terhadap kepadatan lalat (studi di Tempat Pelelangan
Ikan Tambak lorok Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(3):
130-141.

Wulandari, I. P. 2009. Pembuatan alat ukur kecepatan respon manusia berbasis


mikrokontroller at 89s8252. Jurnal Neutrino. 1(2): 208-219.

Yamamoto, N. 2009. Studies on the teleost brain morphology in search of the


origin of cognition. Japanese Psychological Research. 51(3): 154-167.

Yanto, H. 2009. Pengggunaan MS-222 dan larutan garam pada transportasi ikan
jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) ukuran sejari. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia. 16(1): 47-54.

Anda mungkin juga menyukai