0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan12 halaman
Teks tersebut membahas tentang kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam, yang didominasi oleh perdagangan. Suku Quraisy memonopoli perdagangan dan menjadi suku paling makmur. Teks juga membahas tentang praktik ekonomi Nabi Muhammad sebagai pedagang di Mekkah dan kemudian sebagai kepala negara di Madinah, di mana beliau membangun sistem ekonomi Islam berdasarkan prinsip-prinsip Al-Quran.
Teks tersebut membahas tentang kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam, yang didominasi oleh perdagangan. Suku Quraisy memonopoli perdagangan dan menjadi suku paling makmur. Teks juga membahas tentang praktik ekonomi Nabi Muhammad sebagai pedagang di Mekkah dan kemudian sebagai kepala negara di Madinah, di mana beliau membangun sistem ekonomi Islam berdasarkan prinsip-prinsip Al-Quran.
Teks tersebut membahas tentang kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam, yang didominasi oleh perdagangan. Suku Quraisy memonopoli perdagangan dan menjadi suku paling makmur. Teks juga membahas tentang praktik ekonomi Nabi Muhammad sebagai pedagang di Mekkah dan kemudian sebagai kepala negara di Madinah, di mana beliau membangun sistem ekonomi Islam berdasarkan prinsip-prinsip Al-Quran.
Jauh sebelum kedatangan islam, bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan perniagaannya. Kondisi wilayah jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang pasir, pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan, tampaknya menjadi alasan utama mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber mata pencaharian mereka. Di antara kota-kota di negeri Arab, mekah merupakan kota yang sangat penting dan terkenal karena letaknya sebagai jalur perdagangan ramai yang menghubungkan yaman di selatan dengan Syiria di utara. Suku Quraisy yang merupakan suku asal Nabi Muhammad Saw dan pemegang otoritas sebagai penjaga ka’bah adalah suku bangsa Arab yang paling dominan dan berpengaruh, termasuk dalam kegiatan perniagaan. Dengan statusnya sebagai penjaga ka’bah tersebut, suku Quraisy memiliki peluang dan kemudahan dalam berniaga. Mereka sangat leluasa dan aman untuk melakukan perjalan dagang di seluruh kawasan Arab, meskipun di wilayah yang sedang berkecamuk perang. Hampir seluruh suku bangsa Arab menghormati kafilah-kafilah suku Quraisy, baik dalam bentuk penyediaan izin singgah setiap adat, fasilitas dagang, maupun jaminan keamanan. Seperti halnya ke utara dan keselatan, suku Quraisy juga mengadakan perjalanan niaga ke timur barat untuk menghubungkan antara Bahrain dan Selat Persia (Teluk Arab) di satu pihak dengan Sudan dan Habsy melalui Laut Merah di pihak lain. Keleluasaan dalam perniagaan tersebut serta interaksinya yang luas dengan dunia luar, terutama penduduk Syiria, Mesir, Irak, Yaman, dan Ethiopia, tidak saja mendatangkan keuntungan materi yang besar, tetapi juga meningkatkan kadar pengetahuan, kecerdasan, dan kearifan suku Quraisy, sehingga menempatkan suku ini sebagai suku yang paling piawai dalam berniaga, baik dalam bentuk syikah maupun mudharabah, yang membawa mereka kepada kemakmuran dan kekuasaan. Sementara itu, mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah) memilih bercocok tanam, di samping pengrajinan besi dan berniaga, sebagai sumber utama mata pencaharian mereka. Hal ini ditunjang oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup, sehingga menjadikannya sebagai daerah yang subur. a. Seorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan di berikan dengan syarat memabayar dengan jumlah yang lebih besar dari pada harga awal. b. Seseorang meminjamkan sejumlah uang selama jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat jatuh tampo, peminjaman pembayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap riba atau tambahan c. Antara peminjaman dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu. Apabila telah jatuh tempo dan belum bisa membayarnya, peminjaman diharuskan membayar suatu tingkat kenaikan riba tertentu sebagai kompensasi tambahan tenggang waktu pembayaran Dengan demikian, perdagangan merupakan dasar perekonomian bangsa Arab sebelum Islam datang. Berkenaan dengan hal tersebut, prasyarat untuk melakukan suatu transaksi adalah adanya alat pembayaran yang dapat dipercaya. Pada saat itu jazirah Arab dan sekitarnya mempergunakan mata uang dinar dan dirham yang merupakan satuan mata uang Romawi dan Persia, dua kerajaan besar yang sangat berpengaruh diwilayah tersebut. Di samping itu, kerena ekspansi perdagangan yang dilakukannya sangat luas, bangsa Arab juga mempergunakan alat pembayaran kredit. Akan tetapi, volume sirkulasi alat pemabayaran ini masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan uang, karena jazirah Arab dan sekitarnya ketika itu berbeda dalam suasana ketidakpastian.
B. Praktek dan Kebijakan Ekonomi Rasulullah Saw
Muhammad Saw lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah di tengah-tengah keluarga terhormat yang miskin yang berasal dari Kabilah Bani Hasyim, sebuah kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy ia lahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya. Abdullah bin Abdul Muthalib wafat ketika ia masih berada dalam kandungan. Sejak Kecil, Muhammad Saw. Diasuh oleh Halimah sa’diyah hingga berusia 4 tahun. Setelah itu, selama 2 tahun Muhammad Saw. Berada dalam asuhan ibu kandungannya, Aminah binti Wahab Ketika usianya menginjak 6 tahun, ia menjadi yatim piatu. Abdul Muthalib, selanjutnya, mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad Saw. Namun, selang dua tahun kemudian, kakeknya tersebut meninggal dunia. Tanggung jawab berkiutnya beralih kepada Abu Thalib. Dalam asuhan dan didikan pamannya tersebut, Muhammad Saw. Tumbuh dewasa dan banyak belajar mengenai bisnis perdagangan hingga diangkat Allah Swt, Sebagai Nabi dan rasul-Nya. 1. Periode Mekah: Muhammad Saw, Sebagai Seorang Pedagang Seperti anggota Quraisy lainnya, Muhammad Saw, menekuni dunia perdagangan untuk memenuhui kebutuhan hidupnya. Pada usia 12 tahun ia ikut serta dalam perjalan dagang ke syiria bersama pamannya. Abu Thalib setelah mengijak dewasa dan menyadari bahwa pamanya berasal dari keluarga besar namun berekonomi lemah, Muhammad Saw mulai berdagang sendiri pada tatap kecil dan pribadi di kota Mekah. Dalam melakukan usaha dagangannya, Muhammad Saw menggunakan modal orang lain yang berasal dari para janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu menjalankan modalnya sendiri. Dari hasil mengelola tersebut, ia mendapatkan upah atau bagi hasil sebagai mitra. Muhammad Saw sedang melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negeri, seperti Syiria, Yaman, dan Bahrain untuk mempertahakan usahanya. Kepiawaiannya dalam berdagang yang disertai dengan reputasi dan integritas yang baik membuat Muhammad Saw. Dijuluki al-amin (Terpercaya) dan ash-shiddiq (Jujur) oleh penduduk Mekah yang berimplikasi pada semakin banyaknya kesempatan berdagang dengan modal orang lain. Seajarah mencatat bahwa Muhammad Saw, banyak melakukan perdagangan dengan modal dari Khadijah binti Khuwallid, seorang janda kaya kelak menjadi pendamping hidupnya. Setelah menikah dengan khodijah, Muhammad Saw, tetap menjalankan usaha perdagangannya, ia menjadi manajer sekaligus mitra dalam usaha istrinya. Perjalanan dagang beberapa kali diadakan ke berbagai pusat perdagangan dan pekan dagang di semenanjung Arab dan negeri-negeri perbatasan Yaman, Bahrain, Irak dan syiria. Muhammad Saw juga terlibat dalam urusan dagang yang besar di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz selama musim haji. Pada musim yang lain, ia sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota agen-agennya dan hanya sedikit sekali bertindak sebagai agen untuk para pedagang lain. Kadang-kadang ia mengambil pinjaman berdasarkan gadai, membeli barang dengan tunai, dan dengan pinjaman. Muhammad Saw melakukan banyak transaksi jual-beli sebelum kenabiannya. Setelah diangkat sebagai Nabi, keterlibatannya dalam urusan perdagangan agak menurun. Bahkan, sesudah hijrah ke Madinah, aktivitas perjualannya semakin sedikit jika dibandingkan dengan aktivitas pembelian. 2. Periode Madinah: Muhammad Saw Sebagai Seorang Kepala Negara Setelah mendapat perintah dari Allah Swt, Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Yastrib (Madinah). Di sana, ia disambut dengan hangat oleh penduduk kota tersebut dan di angkat sebagai pemimpin mereka. Berbeda dengan periode Mekah, Islam menjadi kekuatan polotik pada periode Madinah. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat (muamalah) banyak turun di kota ini. Nabi muhammad Saw mempunyai kedudukan sebagai kepala neagara, di samping pimpinan agama. Dengan kata lain, dalam diri Nabi Muhammad Saw terkumpul dua kekuasaan sekaligus, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul seacara otomatis merupakan kepala negara. Rasulullah Saw segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim. Kondisi negara baru yang dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalam waktu dekat. Karenanya, Rasulullah Saw segera meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat yaitu : 1) Membangun masjid sebagai islamic centre 2) Menjalin ukhuwah islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar 3) Menjalin kedamaian dalam negara 4) Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya 5) Membuat konstritusi negara 6) Menyusun sistem pertahanan negara 7) Meletakkan dasar-dasar keuangan negara C. Pembangunan Sistem Ekonomi Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah Saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Al-quran. Prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Al-quran adalah sebagai berikut : a. Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta b. Manusia hanyalah khalifah Allah Swt di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya c. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah Swt. Oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki manusia lain yang lebih beruntung d. Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun e. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan f. Menerapkan sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan g. Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin D. Pendirian Lembaga Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal Rasullullah Saw merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan neagara di abad ketujuh. Semua hasil penghimpunan kekayaan negara harus dikumpulakan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Tempat pusat pengumpulan dana itu disebut bait al-mal yang di masa Nabi Muhammad Saw terletak di Masid Nabawi. Pemasukan neagara yang sangat sedikit disimpan di lembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya didistribusikan seluruhnya kepada masyarakat. 1. Pendapatan Baitul Mal Sumber-sumber pendapatan negara pada masa pemerintah Rasulullah Saw tidak bersumber dari zakat saja. Pada masa ini, sisi penerimaan APBN terdiri dari : a. Kharaj, yaitu pajak terhadap tanah. Pajak ini ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas tanah. Secara spesifik, besarnya pajak ini ditentukan tiga hal, yaitu karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman, dan jenis irigasi. b. Zakat, pada masa awal pemerintahan islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan, dan hasil pertanian. c. Khums, yaitu pajak proporsional sebesar 20%. Dalam perkembangannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama Syiah dan Sunni mengenai objek khums ini. Kalangan Syiah menyatakan objek khums hanyalah hasil rampasan perang. Namun, Imam Abu Ubaid, seorang ulama sunni, beranggapan bahwa objek khums juga meliputi barang temuan dan barang tambang. d. Jizyah, yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non-muslim sebagai pengganti layanan sosial-ekonomi dan jaminan perlindungan keamanan dari negara islam. e. Penerimaan lainnya, seperti kaffarah dan harta waris dari orang yang tidak menajadi ahli waris. 2. Pengeluaran Baitul Mal Pada masa Rasulullah Saw, dan Baitul Mal dialokasikan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kubudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial. Seluruh alokasi dan Baitul Mal tersebut mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung atau tidak. Seperti alokasi untuk penyebaran Islam yang berdampak terhadap kenaikan aggregate demand sekaligus aggregate supply karena jumlah populasi akan meningkat dan penggunaan sumber daya alam akan semakin maksimal. Kasus dalam hal tersebut adalah peristiwa hijrahnya kaum Muhajirin ke Madinah dan persaudaraanya islam ini juga akan dapat meningkatkan pendapatan Baitul Mal. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tidak berarti bahwa marginal propensity to consume akan meningkat pula. Berdasarkan sebuah penelitian, peningkatan pendapatan masyarakat justru berpengaruh terhadap kenaikan marginal propensity to save. Karena Rasulullah Saw sangat mendorong umatnya agar melakukan investasi, peningkatan marginal propensity to save akan menaikkan tingkat investasi. Akibatnya, dalam jangka panjang, hal tersebut akan meningkatkan pula pendapatan nasional secara keseluruhan. Penerimaan negara secara keseluruhan pada masa Nabi Muhammad Saw tidak tercatat secara sempurna, karena beberapa alasan. Peratama, minimnya jumlah oarang islam yang bisa membaca, menulis, dan mengenal aritmatika sederhana. Kedua, sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana, baik yang didistribusikan maupun yang diterima. Ketiga, sebagian besar hasil pengumpulan zakat hanya distribusi secara lokal. Keempat berbagai bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan. Kelima, pada sebagian besar kasus, ghanimah secara didistribusikan setelah terjadi peperangan. Catatan pengeluaran secara rinci pada masa ini juga tidak ada. Namun demikian, tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam banyak kasus, pencatatan diserahkan kepada pengumpulan zakat dan setiap orang umumnya terlatih dalam masalah pengumpulan zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasullah Saw. Ia juga menyita setiap hadiah yang diterima oleh para pengumpulan zakat, sekaligus memberikan teguran kepadanya. 3. Instrumen Kebijakan Fiskal a. Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja. Dalam rangka meningkatkan permintaan agregat (aggregate demand) masyarakat muslim di madina, Rasulullah Saw melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum ansor. Hal ini menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum ansor ke kaum muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di madinah. Selain itu, rasulullah saw juga menerapkan kebijakan penyediaan lapangan kerja bagi kaum muhajirin, sekaligus peningkatan pendapatan nasional kaum muslimin, dengan mengimplementasikan akad mujaraah, musaqot, dan mudharabah. Secara alami perluasan produksi dan pasilitas perdagangn meningkatkan produksi total kaum muslimin dan pemanfaatan sumber daya tenaga kerja, lahan, dan modal. Rasulullah saw juga membagikan tanah kepada kaum muhajirin untuk pembangunan pemukiman di madinah, sehingga menghasilkan kesejahteraan umum kaum muslimin. Begitu pula harta rampasan perang sebesar 80% dibagikan kepada para mujahidin yang turut mempengaruhi peningkatan kekayaan dan pendapatan mereka yang pada akhirnya meningkatkan permintaan agregat. b. Kebijakan pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan rasulullah saw, seperti kharaj khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan mengurangi tingkat implasi. Pajak ini, khususnya khums, mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total pada saat terjadi stagnasi dan penurunan permintaan dan penawaran agregat. Kebijakan ini juga tidak menyebabkan penurunan harga atau pun jumlah produksi. c. Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan rasulullah saw secara cermat, efektif, dan efesien, menyebabkan jarang terjadinya depisit anggaran meskipun sering terjadi peperangan. d. Kebijakan fiskal khusus. Rasulullah Saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu : meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslim; meminjam peralatan dari kaum non muslimin secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan ; meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para mualaf serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisifasi kerja dan produksi kaum muslimin. E. Kebijakan moneter Seperti yang telah dikemukakan bahwa mata uang yang dipergunakan bangsa arab, baik sebelum islam maupun sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai yang tetap dan karena nya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Jika dirham diasumsikan sebagai satuan uang,nilai dinar adalah perkalian dari dirham, sedangkan kalo diasumsikan dinar sebagai unit moneter, nilainya adalah sepuluh kali dirham. Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan, dari pada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran persia. Sementara ini, tidak semua wilayah kekaisaran romawi berhasil dikuasai tentara islam. 1. Penawaran dan Permintaan Uang Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw, kedua mata uang tersebut diimpor dinar dari romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua negara tersebut dan wilayah- wilayah lain yang berada di bawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami kenaikan dan, sebaliknya, komoditas akan diimpor jika permintaan uang mengalami penurunan. Hal yang menarik disini adalah tidak adanya pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari Hijaz terhadap dinar dan dirham scara proporsional sangat kecil, sehingga todak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan dalam perekonomian Romawi dan Persia. Namun, demikian selama pemerintahan Nabi Muhammad Saw, uang tidak dipenuhi dari keuangan negara semata, tetapi juga dari hasil perdagangan luar negeri. Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi yang lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada awal periode islam, penawaran uang (money supley)terhadap pendapatan sangat elastis. Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa menciptakan permintaan uang dan karenanya motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi (transaction demand). Sementara itu, situasi yang kurang kondusif, permusuhan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin, dan keterlibatan kaum muslimin pada sedikitnya 26 gazwah dan 32 sariyyah yang berarti rata-rata enam kali perang dalam setiap tahunnya, telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini umumnya bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Pelarangan penimbun, baik uang maupun komoditas, dan talaqqi rukban tidak memberikan kesempatan terhadap penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut. Ketika penduduk Arab memeluk agama Islam, jumlah populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Di samping itu, harta rampasan perang (ghanimah) dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan mereka meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad Saw, melalui kebijakan khususnya, meningkatkan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan kaum muslimin secara terus-menerus. Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang dala perekonomian awal periode islam. Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena tidak ada hambatan terhadap impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disisi lain, ketika penawaran akan naik, penaawaran berlebih (excess suply) akan diubah secar mudah menjadi ornamen emas atau perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak dan pasar akan selalu tetap berada pada keseimbangan (equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap stabil. 2. Pemercepatan Peredaran Uang Faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepatan peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal dan, khususnya, perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang. Larangan terhadap kanz cenderung mencegah dinar dan dirham keluar dari perputaran. Begitu juga larangan praktek bunga uang mencegah tertahannya uang di tangan pemilik modal. Kedua larangan ini mendorong pemercepatan peredaran uang secara signifikan. Demikian juga tindakan Rasulullah Saw mendorong masyarakat untuk mengadakan akad kerjasama dan mendesak mereka untuk memberikan qard al-hasan semakin memperkuat pemercepatan peredaran uang. Struktur pasar memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemercepatan peredaran uang. Monopoli kaum Quraisy dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dahulu perlahan-lahan mulai berkurang. Setelah fath al-Makkah, hak istimewa terakhir yang dimiliki kaum quraisy dalam pengurusan ka’bah dan perorganisasian pasar Ukaz dan Dzul Majaz diambil alih dari tangan mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa penghapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan telah menigkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik. Oleh karena itu, permintaan efektif mengalami kenaikan dalam pasar, begitu pula halnya dengan permintaan transaksi terhadap uang. Hal ini mempercepat peredaran uang. Dalam perekonomian pertanian dan nomaden di awal periode islam, komoditas dipertukarkan dengan cara barter. Karenanya dinar dan dirham tidak dipergunakan dalam perdagangan. Bahakan, ketika komoditas ditukarkan uang, proses perdagangan menjadi lambat dan tentunya hal ini mempengaruhi pemercepatan perputaran ekonomi secara keseluruhan. Dapat dipahami bahwa setelah hijrah, secara bertahap, pemercepatan peredaran uang cenderung meningkat. Keberhasilan kaum muslimin dalam berbagai peperangannya menguatkan rasa percaya diri dan optimisme tentang masa depan yang lebih baik di tangan mereka. Setelah perdamaian Hudaibiah, optimisme ini semakin meningkat. Dan setelah fath al-Makkah, sistem islam telah tersusun baik di seluruh Arab. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa di samping peningkatan volume aktivas ekonomi, pemercepatan peredaran uang juga mengalami kenaikan. 3. Pengaruh Kebijakan Fiksal Terhadap Nilai Uang Pada awal-awal masa pemerintahan Rasulullah Saw, perekonomian mengalami penyusutan permintaan efektif. Perpindahan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah yang tidak dibekali dengan kekanyaan ataupun simpanan dan juga keahlian, yang akan diperlukan di Madinah telah menciptakan keseimbangan perekonomian yang rendah. Sejumlah peperangan telah menyerap banyak jumalah tenaga kerja yang seharusnya dapat dipergunakan untuk pekerjaan produktif. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat perlu diambil untuk meningkatkan permintaan secara keseluruhan. Kebijak yang diambil, yang biasanya disertai dengan peningkatan jumlah permintaan, juga menaikkan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan dan secara positif mempengaruhi nilai uang. Masalah utama yang dihadapi Nabi Muhammad Saw dilihat dari sudut pandang kebijakan fiskal adalah pengaturan pengeluaran untuk biaya perang yang rata-rata terjadi setiap dua bulan. Perlengkapan persenjataan, transportasi, dan keperluan lainya memeluarkan biaya yang besar dalam keuangan negara. Penyedian biaya hidup minuman untuk setiap muslim turut pula menambah beban kewajiban finansial negara. Begitu pula gaji hakim, pegawai yang terbesar, akuntan, kasir, dan petugas penarik pajak dibayarkan dari dana bait al-mal. Kendati demikian besar seluruh pengeluaran tersebut, keuangan negara tidak mengalami defisit anggaran selama awal periode islam. Hanya dalam satu kesempatan nabi muhammad SAW melakukan pinjaman setelah fath al-Makkah untuk membayar masyarakat makkah yang baru memeluk islam. Bagaimanapun, pinjaman ini telah dilunasi dalam waktu kurang dari setahun setelah kembali dari perang Hunain. Kebijakan lain yang dilakukan rasulullah saw adalah memberikan kesempatan yang lebih besar kepada muslimin dalam melakukan aktivitas produktif dan ketenagakerjaan. Nabi muhammad saw mendesak golongan ansor dan muhajirin, sejak awal kedatangan mereka ke madinah, melakukan akad mudharabah, mujara’ah, dan musaqat satu sama lain. Kemitraan ini menghasilkan tenaga kerja kaum muhajirin dan penggunaan simpanan atau aset modal kaum ansor yang terbentuk tanah pertanian dan kebun. Oleh karena itu, kafasitas aktivitas perdagangan dan pertanian berkembang di madinah. Berbagai kebijakan ini yang meningkatkan penawaran agregat ( aggregate supply) masyarakat madinah diterapkan setelah perjanjian persaudaraan antara muhajirin dan ansor dilaksanakan. Berkat kerjasama ini, volume perdagangan dan aktivitas pertanian meningkat yang pada akhirnya meningkatkan permintaan agregat (aggregate demand) masyarakat. peningkatan penawaran agregat membawa perekonomian dan stabilitas nilai mata uang kepada suatu tingkat keseimbangan yang lebih tinggi. Diantara aturan yang diterapkan rasulullah saw untuk meningkatkan aktivitas pertanian di madinah adalah pembagian tanah hasil penklukan bani nadir kepada muhajirin dan dua orang ansor. Aturan lainnya yang diterapkan pada dua tahun pertama setibanya di madinah adalah pembagian tanah untuk perumahan. Kedua kebijakan tersebut menaikan tingkat produksi dan jasa dalam perekonomian madinah yang akhirnya membawa kepada tingginya tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan agregat. Seiring dengan kemajuan dibidang perekonomian, kesejahteraan dan ketenagakerjaan kaum muslimin turut meningkat. Dengan demikian, kebijakan fiskal, meskipun melalui perluasan, tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap nilai uang. 4. Mobilitas dan Untilitas Tabungan Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan Islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu mengembangkan peluang investasi islami secara ilegal dan mencegah kebocoran penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak islami. Pengembangan peluang investasi islami secara ilegal dilakukan dengan mengadopsi sistem investasi konvensional yang kemudian disesuaikan dengan syariah, sehingga pihak pemilik tabungan dan pengusaha dapat bekerjasama dengan suatu ix-ante agreement share yang menghasilkan nilai tambah. Karena kegiatan utama ekonomi adalah jasa, pertanian, perdagangan, dan kerajinan tangan, bentuk hukum yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudharabah, muzara’ah, musaqat dan musyarakah. Tabungan yang dimiliki masyarakat dialokasikan untuk perdagangan dan kerajinan tangan, sedangkan aset fisik seperti tanah digunakan untuk pertanian. Berkat dorongan dan bimbingan Rasulullah Saw, kaum Muhajirin dan Anshar siap melakukan akad kerjasama, umumnya berdasarkan pembagian kepemilikan 50%-50%. Mengingat kaum Muhajirin kekurangan modal dan skill dalam bidang pertanian dan perdagangan, bagian kepemilikan yang diterima tidak sesuai dengan nilai partisipasi mereka. Melalui akad kerjasama ini, kaum Anshar mengajarkan skill yang dibutuhkan, sehingga produktivitas investasi meningkat. Bentuk kerjasama seperti ini sangat menguntungkan bagi pemilik modal karena mereka dapat terlibat secara langsung dalam proses investasi. Pengalaman, informasi, serta metode supervisi dan manajemen yang mereka miliki secara langsung dapat diterapkan. Dalam kerjasama ini, resiko usaha ditanggung oleh kedua belah pihak. Pengalaman dan informasi yang diperoleh para pelaku usaha ini kemudian diinformasikan kepada para investor dan pemilik tabungan lainnya untuk menarik mereka dalam kerjasama serupa. Penyebaran informasi dan pengetahuan secara merata kepada masyarakat luas akan dapat mengurangi resiko investor dalam menjalankan usahanya. Selain pendapatan yang diterima, informasi dan metode administrasi aktivitas ekonomi yang mereka dapatkan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk melakukan investasi. Pada awal masa islam, melalui berbagai cara, pemerintahan menyediakan fasilitas yang berorientasi investasi. Pertama, memberikan berbagai kemudahan bagi produsen untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntungan pajak terutama bagi unit produksi baru. Metode perpajakan islam tidak membahayakan intensif dan efisiensi aktivitas unit ekonomi karena penarikan pajak dilakukan secara proporsional terhadap keuntungan, pendapatan sewa, dan quasi rent yang diperoleh dari berbagai kegiatan ekonomi. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi sektor swasta dan peran serta masyarakat dalam berinvestasi. Hal ini di akukan dengan memperkenalkan teknik produksi dan keahlian baru kepada kaum muslimin. Ilmu pengetahuan yang baru dan keterampilan ditransfer secara konstan dari Persia dan Romawi yang kemudian diadopsi oleh masyarakat muslim. Keuangan neagara akan menanggung pembiayaan pengenalan teknologi yang diluar kemampuan keuangan sektor swasta atau sebuah industri yang sangat diperlukan masyarakat muslim. Teknologi produksi senjata dan ilmu kedokteran diadopsi dari Persia oleh Rasulullah Saw sendiri dengan dana dari perbendaharaan publik. Hal itu menunjukkan pertanda baik dari usaha sektor publik untuk mengatadi berbagai hambatan dalam menjalankan proses produksi dan meningkatkan efiensi ekonomi. Seluruh tindakan tersebut tidak hanya meningkatkan efisiensi investasi, tetapi juga secara tidak langsung mempermudah dan mempercepat arus tabungan ke dalam proses investasi. Metode lainnya untuk mengivestasikan tabungan adalah qard al-hasan yang sangat dianjurkan dalam islam. Anjuran ini menjadi motivasi tersendiri bagi masyarakat muslim untuk meminjamkan harta dan kekayaan mereka kepada produsen. Dengan cara ini, selain efesiensi produksi dan kesejahteraan konsumen yang meningkat, kepuasan batin pemberi modal juga meningkat. Walaupun memberi qard al- hasan dianggap bukan dari bagian kegiatan investasi dari sisi ilmu ekonomi murni, dari sisi Al-qur’an, tindakan ini merupakan kegiatan yang produktif mengingat tingkat return-nya sepuluh kali lipat atau lebih.. oleh karena itu, dalam pandangan seorang muslim memberikan qard al-hasan merupakan satu investasi dengan return yang jelas dan aman. Dari sudut pandang makro ekonomi, qard al-hasan akan menciptakan suatu sistem efisiensi dana untuk produksi atau konsumsi dengan asusmi yang memberi dan yang diberi qard al- hasan memiliki informasi yang sempurna. Sistem ini mendorong peningkatan kesejahteraan umum dan ekspansi aggregat supply. Metode ketiga untuk menyalurkan tabungan dalam kegiatan investasi adalah infak dan wakaf, karena terdapat unsur reliji dan spiritual dalam dua hal ini, kaum muslimin menunjukan antusiasmenya untuk melakukan infak dan wakaf.