Anda di halaman 1dari 8

SUNNAH dan IJTIHAD

A. Pengertian sunnah
Sunnah (Arab: ‫ سنة‬sunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah" atau "jalur aliran langsung")
dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya
atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.
Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi
yang disampaikan oleh para sahabattentang sikap, tindakan, ucapan dan
cara rasulullah disebut sebagai hadis. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah
disebut sunnatullah(hukum alam).

Etimologi[
Sunnah (‫ˈ سنة‬sunnah, plural ‫ سنن‬sunan) adalah kata Arab yang berarti "kebiasaan" atau "biasa
dilakukan".[1] Secara istilah sunnah adalah jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para
sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Para
penganut Sunni juga disebut sebagai Ahl as-Sunnah wa'l-Jamā'ah ("orang-orang dari tradisi
dan pengikut (dari Muhammad)") atau Ahlussunnah untuk singkatnya saja.

Definisi As-sunnah Menurut Bahasa, Istilah, dan Para Ulama


Secara bahasa (etimologi), Sunnah (‫ ) سنة‬berarti kebiasaan atau yang biasa dilakukan. Dalam
islam, mengacu pada kebiasaan-kebiasaan Rasulullah SAW dalam menjali kehidupannya.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), As-sunnah merupakan segala hal yang bersumber nabi
Muhammad SAW, baik perbuatan (fi’il), ucapan (qaul), ilmu,aqidah, atau ketetapan (taqrir)
lainnya.

 Menurut ulama fuqaha (ahli fiqih), sunnah didefinisikan sebagai segala sesuatu perbuatan
(amalan) yang dianjurkan oleh syariat untuk diikuti umat muslim, namun hukumnya tidak
sampai derajat wajib. Dalam artian, perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, namun
bila ditinggalkan tidak berdosa. Sunnah dalam hal ini mencakup amalan yang dianjurkan
(mustahab), terdiri dari sunnah muakadah (seperti puasa senin-kamis) dan sunnah yang tidak
muakadah (sholat 2 rakaat sebelum sholat magrib).
 Menurut ulama aqidah, sunnah berarti amal perbuatan yang tuntunannya bersumber dari Nabi
Muhammad SAW, bukan sesuatu yang dilebih-lebihkan atau diadakan sendiri menurut
keyakinan (bid’ah).
 Menurut pakar hadist (muhadditsun), sunnah adalah segala sesuatu (perbuatan, perkataan,
ataupun ketetapan) yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik sebelum diutus
menjadi rasul maupun sesudahnya.
 Menurut ahli ushul, sunnah merupakan hal-hal yang bersumber dari Rasulullah SAW selain Al-
Quran, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syara’.
Fungsi As-sunnah dan Keterkaitannya dengan Al-Quran

‫ك وَأَ ْنز َْلنَا‬


ََ ‫الذ ْك ََر إِلَ ْي‬
ِ ََ‫اس لِ ُتب َِين‬
َِ ‫ل مَا لِل َّن‬
ََ ‫م نُ ِز‬ َْ ‫ون وَلَ َعل َّ ُه‬
َْ ‫م إِلَ ْي ِه‬ َّ ‫…يَ َت َف‬..
ََ ‫ك ُر‬

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. al Nahl : 44)

Lebih lengkapnya, berikut beberapa fungsi as-sunnah terhadap Al-Quran:

1.Memperkuat hukum dalam Al-Quran


Segala jenis hukum, syariat, dan hal-hal yang menyangkut muamalah kehidupan, semuanya telah
ditulis dalam Al-Quran secara sempurna. Seperti halnya hukum shalat, puasa, zakat, larangan
melakukan riba’, mencuri, membunuh, dan sebagainya. Nah, keberadaan As-sunnah disini
memperkuat hukum-hukum yang telah disebuatkan di Al-Quran. Misalnya saja untuk melakukan
shalat, seseorang harus berwudhu terlebih dahulu. Rasulullah saw bersabda: tidak di terima
salat seorang yang berhadats sebelum ia berwudhu ” (HR Bukhari )
2.Menjelaskan atau merinci isi Al-Quran
As sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-ayat Al-Quran
yang masih bersifat umum. Misalnya saja, Al-Quran menuliskan kewajiban untuk berhaji bagi
umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata cara manasik haji yang benar sesuai
ajaran Rasulullah SAW.
(Menetapkan hukum baru yang tidak dimuat dalam Al-Quran
Adakalanya As-sunnah menetapkan hukum baru, dimana hukum tersebut tidak terdapat dalam
al-Qur’an. Contohnya perihal larangan mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi laki-laki.

Penetapan hukum baru di as-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum itu harus benar-
benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat islam. Imam asy-Syafi’i
rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga.

Kedudukan As-Sunnah

Seluruh ulama dan umat muslim telah menyepakati bahwa kedudukan As-sunnah dalam islam
adalah sebagai hukum kedua setelah Al-Quran. Keputusan ini juga didasarkan atas firman Allah
SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 7:
ُ َ‫ل آَت‬
َُ ‫اك‬
‫م َومَا‬ ُ ‫خ ُذو َُه ال َّر‬
َُ ‫سو‬ ُ ‫م َومَا َف‬ ُ ‫ه نَه‬
َْ ‫َاك‬ َُ ‫ّللا وَات َّ ُقوا َفا ْن َت ُهوا َع ْن‬ ََّ ِ‫ّللا إ‬
ََ َّ ‫ن‬ ََ َّ ‫د‬
َُ ‫ش ِدي‬ َِ ‫ْال ِع َقا‬
َ ‫ب‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya” (Al-Hasyr 59:7)
As sunnah adalah tuntunan yang berasal dari Rasulullah SAW. Dan Allah SWT memerintahkan
kita untuk menerima apa-apa yang diberikan Rasul serta meninggalkan yang dilarangnya. Sebab
Nabi sendiri adalah utusan Allah SWT yang memiliki kepribadian mengagumkan. Maka dari itu,
Allah menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan bagi seluruh umat.

َ‫ان لَ َق ْد‬ َْ ‫ل فِي لَ ُك‬


ََ ‫م َك‬ ُ ‫ّللا ر‬
َِ ‫َسو‬ ْ ‫َسنَةَ ُأ‬
َِ َّ َ‫سوَة‬ ََ ‫ْجو َك‬
َْ ‫ان لِم‬
َ ‫َن ح‬ ََ َّ ‫م‬
ُ ‫ّللا يَر‬ ْ ‫خ ََر و‬
ََ ‫َاليَ ْو‬ ْ ‫ّللا َو َذ َك ََر‬
ِ ‫اْل‬ ََ َّ ‫َكثِيرًا‬

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah Saw, itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (Q.S AL-Ahzab:21)
Kesimpulannya, al-Quran dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam yang harus diikuti
oleh umat manusia agar memperoleh petunjuk di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Macam-macam Sunnah
 Sunnah Qauliyah.
Sunnah Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Saw., yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syarak, peristiwa-peristiwa atau
kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlak. Dengan kata
lain Sunnah Qauliyah yaitu sunnah Nabi Saw. yang hanya berupa ucapannya saja baik dalam
bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan. Yang dimaksud dengan
pernyatan Nabi Saw. di sini adalah sabda Nabi Saw. dalam merespon keadaan yang berlaku
pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-kadang dalam bentuk dialog dengan
para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk ain seperti khutbah.
Contoh :
1. Hadis tentang belajar dan mengajarkan al-Qur’an. Dari Usman ra, dari Nabi saw., beliau
bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar al-Qur`an dan
mengajarkannya.”. (HR. al-Bukhari)
2. Hadis tentang persatuan orang-orang beriman. Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah saw.
bersabda: “Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu
dengan yang lainnya saling mengokohkan. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
 Sunnah Fi’liyah.
Sunnah fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Kualitas sunnah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunnah fi’liyah juga
dapat maknakan sunnah Nabi Saw. yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para
sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan shalat manasik haji dan
lain-lain. Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata
kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina.

Contohnya :
1. Hadis tentang tata cara shalat di atas kendaraan.
Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah saw. shalat di atas tunggangannya menghadap ke
mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat yang fardhu,
maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
2.Hadis tentang tata cara shalat.

“Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.” (HR. al-Bukhari) c. Hadis tentang tata cara manasik
haji. “Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kamu dariku.” (HR. Muslim)

 Sunnah Taqririyah.
Sunnah Taqririyah adalah sunnah yang berupa ketetapan Nabi Muhammad Saw. terhadap apa
yang datang atau dilakukan para sahabatnya. Dengan kata lain sunnah taqririyah, yaitu sunnah
Nabi Saw. yang berupa penetapan Nabi Saw. terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui
Nabi saw. tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi Saw. cenderung mendiamkannya.
Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan para sahabatnya tanpa
memberikan penegasan apakah beliau membenarkan atau menyalahkannya. Contohnya:

1. Hadis tentang daging dab (sejenis biawak).


Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. disuguhi makanan, di antaranya daging dzab. Beliau
tidak memakannya, sehingga Khalid ibn Walid bertanya, “Apakah daging itu haram ya
Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku,
karena itu aku tidak memakannya.” Khalid berkata, “Lalu aku pun menarik dan memakannya.
Sementara Rasulullah Saw. melihat ke arahku.”. (Muttafaqun ‘alaih)

 Sunnah Hammiyah.
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan. Sebagian
ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah hammiyah.
Karena dalam diri Nabi saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat
untuk melakukan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti,
“bahwa Nabi saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak
pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga
mengenai sifat jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas ra

B.Perngertian ijtihad
Secara bahasa, pengertian Ijtihad adalah mencurahkan pikiran dengan bersungguh-sungguh.
Sedangkan menurut istilah, arti Ijtihad adalah proses penetapan hukum syariat dengan
mencurahkan seluruh pikiran dan tenaga secara bersungguh-sungguh.

Kata “Ijtihad” berasal dari bahasa Arab, yaitu “Ijtihada Yajtahidu Ijtihadan” yang artinya
mengerahkan segala kemampuan dalam menanggung beban. Dengan kata lain, Ijtihad dilakukan
ketika ada pekerjaan yang sulit untuk dilakukan.

Di dalam agama Islam, Ijtihad adalah sumber hukum ketiga setelah Al-quran dan hadits. Fungsi
utama dari Ijtihad ini adalah untuk menetapkan suatu hukum dimana hal tersebut tidak dibahas
dalam Al-quran dan hadits.

Orang yang melaksanakan Ijtihad disebut dengan Mujtahid dimana orang tersebut adalah orang
yang ahli tentang Al-quran dan hadits.

Fungsi dan Manfaat Ijtihad


Pada dasarnya Ijtihad memiliki fungsi untuk membantu manusia dalam menemukan solusi
hukum atas suatu masalah yang belum ada dalilnya di dalam Al-quran dan hadits. Sedangkan
tujuan Ijtihad adalah untuk memenuhi kebutuhan umat Islam dalam beribadah kepada Allah pada
waktu dan tempat tertentu.
Dalam hal ini, Ijtihad dianggap telah memiliki kedudukan dan legalitas dalam Islam. Namun,
Ijtihad hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang telah memenuhi syarat.

Adapun beberapa manfaat Ijtihad adalah sebagai berikut ini:

 Ketika umat Islam menghadapi masalah baru, maka akan diketahui hukumnya.
 Menyesuaikan hukum yang berlaku dalam Islam sesuai dengan keadaan, waktu, dan
perkembangan zaman.
 Menentukan dan menetapkan fatwa atas segala permasalahan yang tidak berhubungan
dengan halal-haram.
 Menolong umat Islam dalam menghadapi masalah yang belum ada hukumnya dalam
Islam.

Syarat-Syarat Ijtihad (Mujtahid)


Seperti yang disebutkan sebelumnya, hanya orang-orang tertentu dan telah memenuhi syarat saja yang
bisa melakukan Ijtihad. Adapun syarat-syarat menjadi Ijtihad adalah sebagai berikut:

 Harus memahami tentang ayat dan sunnah terkait dengan hukum.


 Harus memahami berbagai masalah yang telah di-ijma’kan oleh para ahlinya.
 Harus mengerti bahasa Arab dan segala ilmunya dengan sempurna.
 Harus mengerti tentang nasikh dan mansukh.
 Harus mengetahui dan memahami tentang ushul fiqh.
 Harus memahami secara dalam tentang rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
 Harus memahami secara mendalam tentang seluk-beluk qiyas.

Macam-Macam Ijtihad
Ijtihad dapat dibagi menjadi 7 jenis. Mengacu pada pengertian Ijtihad di atas, adapun beberapa macam
Ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Ijma’

Pengertian Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum agama Islam
berdasarkan Al-quran dan hadits dalam suatu perkara. Hasil dari kesepakatan para ulama tersebut berupa
fatwa yang dilaksanakan oleh umat Islam.
2. Qiyas

Pengertian Qiyas adalah suatu penetapan hukum terhadap masalah baru yang belum pernah ada
sebelumnya, namun mempunyai kesamaan (manfaat, sebab, bahaya) dengan masalah lain sehingga
ditetapkan hukum yang sama.

3. Maslahah Mursalah

Pengertian Maslahah Mursalah adalah suatu cara penetapan hukum berdasarkan pada pertimbangan
manfaat dan kegunaannya.

4. Sududz Dzariah

Pengertian Sududz Dzariah adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah makruh atau haram demi
kepentingan umat.

5. Istishab

Pengertian Istishab adalah suatu penetapan suatu hukum atau aturan hingga ada alasan tepat untuk
mengubah ketetapan tersebut.

6. Urf

Pengertian Urf adalah penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan suatu masyarakat selama
tidak bertentangan dengan Al-quran dan hadits.

7. Istihsan

Pengertian Istihsan adalah suatu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya karena
adanya dalil syara’ yang mengharuskannya.

Contoh Ijtihad
Agar lebih memahami pengertian Ijtihad maka kita dapat memperhatikan contoh pelaksanaannya. Adapun salah satu
contoh pelaksanaan Ijtihad adalah dalam proses penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, dimana para ulama berdiskusi
berdasarkan hukum Islam untuk menentukan dan menetapkan 1 syawal.
MAKALAH AGAMA
“SUNNAH DAN IJTIHAD”

DI SUSUN OLEH :

 BETI ISLAMI
 CINDY CANDRA DEWI
 KAMELIA MALIK

DOSEN:

Darwianis, S.Sos, M.H

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS BUNGHATTA

2019/2020

Anda mungkin juga menyukai