Anda di halaman 1dari 34

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM


IMMUNITAS

BERHUBUNGAN DENGAN HIV AIDS

Disusun Oleh :

NAMA KELOMPOK :
AMI YUSEFFA
HERNI NURAENI
RITA YUNIARTI
VINI IMELDA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (Stikes) TARUMANAGARA

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan HIV AIDS. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ns. Ira
kusumawati, S.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan anak II yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan,
serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan HIV AIDS. Kami
juga menyadari, sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri, maupun orang
yang membacanya terima kasih.

Jakarta, november 2019

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ........................................................................................................................... 1

1.1 Rumusan Makalah .......................................................................................................... 5

1.2 Tujuan Makalah ............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN

Definisi HIV AIDS .................................................................................................................... 6

2.1 Etiologi HIV .................................................................................................................. 8

2.2 Tanda dan gejala ............................................................................................................ 9

2.3 Manifestasi klinis............................................................................................................ 13

2.4 Pemeriksaan penunjang .................................................................................................. 16

2.5 Penatalaksanaan ............................................................................................................. 16

2.6 Pengobatan ..................................................................................................................... 16

2.7 Pencegahan ..................................................................................................................... 17

2.8 Patofisologi .................................................................................................................... 18

2.9 Pathway .......................................................................................................................... 22

2.10 Asuhan keperawatan pada klien HIV AIDS .................................................................. 24

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 28

3.2 Saran ............................................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 30

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi human immunodeficiency virus ( HIV ) dan Acquired immunodeficiency


syndrome( AIDS ) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi salah satu
wabah internasional sejak pertama kehadirannya, penyakit ini disebabkan oleh virus human
immunodeficiency virus ( HIV ) yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Meskipun ada kemajuan
dalam pengobatannya , namun infeksi HIV dan AIDS masih merupakan masalah kesehatan
yang sangat penting.

Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin , tingkat pendidikan, pekerjaan , status
perkawinan, dan daerah tempat tinggalnya.

Acquired Immunodeficiency Dificiency Syndrome disingkat AIDS merupakan penyakit relative


baru yang ditandai dengan adanya kelianan yang kompleks dalam sistem pertahanan selular
tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap mikroorganisme oportunistik.

Sejak dilaporkannya AIDS pada tahun 1981 di Amerika, Kasus AIDS di dunia makin lama
makin banyak dilaporkan dan merupakan persoalan kesehatan masyarakat di beberapa negara.
Bahkan masalah AIDS mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka mortalitas
80% pada penderita, 3 tahun setalah timbulnya manifestasi klinis AIDS . Cherman dan Barre
Sinnoussi ( 1985 ) melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai lebih dari
12.000 orang diantaranya 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di perancis dan sisanya di
Negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Satu tahun kemudian dilaporkan bahwa jumlah
kasus AIDS di Amerika meningkat 15.000 0rang dan di perancis menjadi 445 orang.

Pada Tahun 2006 di tetapkan menjadi peringatan ke – 25 onset HIV / AIDS , bulan juni 1981
kasus pertama yang selanjutnya disebut HIV / AIDS dilaporkan ke center for Diseases Control (
CDC ). Saat ini HIV /AIDS adalah salah satu krisis kesehatan masyarakat terbesar di dunia.

1
Infeksi oleh human immunodeficiency virus ( HIV ) mengakibatkan kerusakan sistem kekebalan
dan pertahanan tubuh, selama bertahun – tahun , karena kurangnya pengetahuan dan pengobatan
efektif , HIV dianggap sebuah penyakit fatal yang berkembang secara tepat . saat ini infeksi HIV
dipandang lebih optimis sebagai penyakit kronis yang dapat di control dengan pelayanan
kesehatan tersebut ( yang tertinggi 28.000 dolar Amerika pertahun per orang ), membatasi
aksebilitasnya untuk Negara maju , Negara industri seperti Amerika serikat. Oleh karena banyak
bagian di dunia, seperti Afrika dan Asia , kurangnya sumber daya ekonomi yang ade kuat untuk
mengobati penyakit ini, infeksi HIV berlanjut menjadi penyakit fatal yang berkembang secara
tepat di daerah ini.

Virus HIV hanya menginfeksi manusia, virus dapat memproduksi diri sendiri di dalam sel dan
dapat menyebabkan kekebalan tubuh manusia turun sehingga gagal melawan infeksi. HIV dapat
menyebabkan Acquired Immunodificiency Syndrome ( AIDS ). Acquired berarti ditularkan dari
orang ke orang. Immune berarti merusak sistem kekebalan manusia ( bagian tubuh manusia yang
berfungsi mempertahankan diri dari benda asing, bakteri, dan virus ) Deficiency berarti menurun
/ berkurang sedangkan syndrome berarti orang dengan AIDS mengalami berbagai infeksi
oprtunistik dan penyakit lainnya.

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam keluarga lentivirus .Retrovirus mempunyai
kemampuan menggunakan RNA – nya dan DNA penjamu untuk membantu virus DNA dan
dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain.HIV menginfeksi
tubuh dengan periode inkubasi yang panjang ( klinik laten), dan utamanya menyebabkan
munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya.Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit
untuk mereplikasi diri. Dalam proses tersebut, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

Sistem imun melindungi tubuh dengan mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh,
dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau rusak oleh virus seperti HIV, tubuh
akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. Sistem imun terdiri atas organ dan jaringan
limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, timus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid,
apendiks, darah, dan pembuluh limfa.Seluruh komponen dari sistem imun tersebut adalah
penting dalam produksi dan perkembangan dari limfosit atau sel darah putih.Limfosit B dan T di
produksi oleh sel utama sumsum tulang. Sel B tetap berasa di sumsum tulang untuk melengkapi

2
proses maturasi, sedangkan limfosit T berjalan ke kelenjar timus untuk melengkapi proses
maturasi. Di kelenjar timus inilah limfosit T menjadi bersifat imunokompeten, multiple, dan
mampu berdiferensasi.

1. Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antibodi humoral.Masing – masing sel B
mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk menyekresi
antobodi spesifik. Cara kerja antibodi adalah dengan membungkus antigen, membuat
antigen lebih mudah untuk difagositosis ( proses penelanan dan pencernaan antigen oleh
leukosit dan makrofag ), atau dengan membungkus antigen dan memicu sistem
komplemen ( yang berhubungan dengan respons inflamasi ). Antibodi adalah molekul
khusus yang mengandung serum protein yang tinggi. Antibodi dikelompokkan menjadi
lima jenis, yakni masing – masing mempunyai fungsi khusus. Jenisnya yaitu IgG, igA,
igM, igE, dan igD .
2. Sel T
Limfosit T atau sel T mempunyai dua fungsi utama yaitu regulasi sistem imun dan
membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus. Masing – masing sel T
mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, CD3+, yang membedakannya
dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, sel killer dan
makrofag saat ada antigen target khusus .sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh
virus atau bakteri seperti sel kanker.
Sel T juga mempunyai kemampuan untuk menyekresi sitokin ( bahan kimia yang
mampu membunuh sel ) seperti interferon. Sitokin dapat mengikat sel target dan
mengaktivasi proses inflamasi. Sel T juga membantu perkembangan sel, mengaktivasi
fagositosis, dan menghancurkan sel target.Interleukin adalah sitokin yang bertugas
sebagai messenger antarsel darah putih.
Secara immunologis, sel T yang terdiri atas limfosit T-helper, disebut limfosit
CD4+ akan mengalami perubahan, baik secara kuantitas mapun kualitas. HIV menyerang
CD4+, baik secaralangsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampai HIV yang
mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T ( toxic HIV ). Seacara tidak
langsung, lapisan luar protein HIV yang berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian
menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.Setelah HIV melekat melalui

3
reseptor CD4+ dan co – reseptornya bagian tersebut melakukan fusi dengan membrane
sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membrane.Pada bagian inti terdapat enzim
reverse transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan ribonuklease.Pada inti yang
mengandung RNA, dengan enzim DNA polymerase menyusun kopi DNA dari RNA
tersebut.Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli.Enzim polymerase kemudian
membentuk salinan DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan.
Kode genetic DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan masuk ke
inti sel, kemudian oleh enzim integrase, salinan DNA dari virus disisipkan dalam DNA
pasien. HIV provirus yang berada pada limfositCD4+, kemudian bereplikasi yang
menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis.
Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien, juga menginfeksi
berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel microglia di otak, sel hobfour
plasenta, sel sel dendrit pada kelenjar limfe, sel epitel pada usus dan sel langerhans di
kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah ensefalopati dan sel pada epitel
usus adalah diare yang kronis.
Beberapa gejala klinis yang di timbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru di
sadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan.Pasien yang
terinfeksi virus HIV tidak dapat memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun –
tahun.sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya
dari 1.000/ul sebelum terifenksi menjadi sekitar 200 – 300/ ul setelah terinfeksi 2 – 10
tahun.

3. Fagosit

Termasuk di dalamnya adalah monosit dan makrofag, sel darah putih dengan
jumlah besar yang mengelilingi dan mencerna sel yang membawa partikel antigen.
Ditemukan diseluruh tubuh, fagositmembersihkan tubuh dari sel yang rusak, memulai
respons imun, dengan membawa APC ( Antigen Presenting Cells ) pada limfosit yang
penting dalam proses regulasi dan inflamasi respon imun, dan membawa reseptor untuk
sitokin. Sel dendrit, tipe lain dari fagosit juga merupakan APC ( Antigen Presenting Cells
). Neutrofil adalah fagosit granulosit yang penting dalam respon inflamasi ( Abbas
dkk.,2010 )

4
4. Komplemen

Sistem komplemen terdiri atas 25 protein. Komplemen mempunyai kemampuan


untuk mengurangi respons inflamasi, yang mana berfungsi memfasilitasi fagositosis atau
melemahkan membran sel bakteri. Protein komplemen berinteraksi satu sama lain dalam
tahapan aktivasi sekuensial, membantu proses inflamasi. Meskipun demikian sistem imun
mempunyai kemampuan melawan berbagai macam predator, namun demikian masih
dapat dilawan oleh HIV ( Albrecht dkk.,2007 )

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah definisi HIV AIDS ?


b. Bagaimana etiologi HIV AIDS ?
c. Bagaimana tanda dan gejala HIV AIDS ?
d. Bagaimana manifestasi klinis HIV AIDS ?
e. Bagaimana pemeriksaan penunjang HIV AIDS ?
f. Bagaimana penatalaksanaan HIV AIDS ?
g. Bagaimana pengobatan HIV AIDS ?
h. Bagaimana pencegahan HIV AIDS ?
i. Bagaimana pastofisiologi HIV AIDS ?
j. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS ?

1.3 Tujuan Makalah

a. Untuk mengetahui definisi dari HIV AIDS


b. Untuk mengetahui etiologi HIV AIDS
c. Untuk menegetahui tanda dan gejala HIV AIDS
d. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis penyakit HIV AIDS
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV AIDS
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV AIDS
g. Untuk menegetahui pengobatan HIV AIDS
h. Untuk mengetahui pencegahan HI AIDS
i. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi HIV AIDS
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien anak dengan HIV AIDS

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HIV AIDS

HIV atau Human Immunodificiency Virus merupakan virus yang menyebabkan infeksi
HIV, sedangkan AIDS atau Acquired Immunodifiency Syndrome adalah tahap infeksi HIV
paling tinggi atau sekumpulan gejala atau penyakit yang di sebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human Immunodificiency Virus ) yang
termasuk family rertoviridae dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan Acquired Immunodificiency Syndrome


(AIDS) jika tidak diobati.tidak seperti beberapa virus lain, tubuh manusia tidak dapat
menyingkirkan HIV sepenuhnya, bahkan dengan pengobatan sekalipun. Jika seseorang sudah
terinfeksi HIV maka HIV tersebut akan selamanya ( seumur hidup ) berda didalam tubuh
manusia.

HIV menyerang sistem kekebalan tubuh khususnya sel CD4 yang membantu sistem
kekebalan melawan infeksi. Jika tidak diobati HIV akan mengurangi jumlah sel CD4 dalam
tubuh sehingga membuat seseorang lebih mungkin untuk terkena infeksi lain atau kanker terkait
infeksi. Seiring berjalannya waktu HIV dapat menghancurkan sel-sel tersebut sehingga tubuh
tidak dapat melawan infeksi dan penyakit.

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan Acquired Immunodificiency Syndrome


(AIDS) jika tidak diobati.tidak seperti beberapa virus lain, tubuh manusia tidak dapat
menyingkirkan HIV sepenuhnya , bahkan dengan pengobatan sekalipun. Jika seseorang sudah
terinfeksi HIV maka HIV tersebut akan selamanya ( seumur hidup ) berada didalam tubuh
manusia. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh khususnya sel CD4 yang membantu sistem
kekebalan melawan infeksi. Jika tidak diobati HIV akan mengurangi jumlah sel CD4 dalam
tubuh sehingga membuat seseorang lebih mungkin untuk terkena infeksi lain atau kanker terkait
infeksi. Seiring berjalannya waktu HIV dapat menghancurkan sel-sel tersebut sehingga tubuh
tidak dapat melawan infeksi dan penyakit. HIV dapat hidup dalam cairan tubuh manusia
terutama cairan darah, cairan semen, cairan vagina,dan air susu ibu. Virus HIV terutama

6
menarget sel T-Helper CD4+ ,sel dendrite ( bergantung pada banyaknya reseptor kemokin yang
diekspresikan oleh sel makrofag ) mengekspresikan proteoglikan heparin sulfat dalam jumlah
banyak dan molekul lain yang berikatan dengan mengabsorpsi HIV.

Gambar : Struktur Virus HIV

Sumber : Albrecht dkk. ( 2007 )

pada tahap awal infeski , virus HIV menginfeksi permukaan mukosa dan selanjutnya
menyebar ke jaringan lain. Infeksi erat kaitannya dengan kehadiran reseptor CD4 atau co –
reseptor kemokin pada jaringan penderita, terutama sel T dan makrofag. Sel dendrite dan mukosa
sel T di duga menyebarkan infeksi ke organ limfe perifer ( terutama sel dendrite folikel di nodus
limfe yang menginfeksi sel T ). Infeksi juga melibatkan timus dan sumsum tulang termasuk
sumsum tulang sel stroma.Sel di sistem saraf pusat berperan sebagai reservoir yang mana HIV
terlindung dari obat ARV.Virus juga ditemukan di sel T dan makrofag di semen dan di epitel
ginjal.

7
Siklus Hidup HIV

Sel penjamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup yang sangat pendek, yang
berarti HIV secara terus menerus menggunakan sel penjamu baru untuk mereplikasi
diri.Sebanyak 10 miliar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan terangkap
oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel
yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang kadang pembuluh darah
perifer selama lima hari setelah paparan, yakni replikasi virus menjadi cepat ( Swanstron dan
Coffin, 2012 ).

Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase yaitu berikatan, penetrasi membrane, fusi
membran,transcriptase pembalik, integrasi bakal virus ke dalam genom sel inang / penderita,
sintesis protein dan perikatan kembali inti virus serta virus mulai berkembang. Tahap akhir siklus
hidup virus HIV adalah pelepasan virus yang dewasa ( matur ).

2.2 ETIOLOGI

Virus HIV adalah jenis virus yang mematikan jika penderita tidak melakukan pengobatan.
Pengobatan virus HIV hanya untuk memperpanjang umur si penderita karena virus jenis ini tidak
bisa dihilangkan atau disembuhkan . Virus HIV yang telah masuk ke dalam tubuh manusia akan
berkembang dan akan melumpuhkan system imun.

HIV tidak dapat menular melalui ludah, air mata, muntah, atau melalui feses dan keringat.Selain
itu HIV tidak dapat menembus kulit manusia yang utuh dan tidak menyebar melalui
sentuhan.atau sesuatu yang telah dipakai dengan yang terinfeskiHIV , Berikut adalah penyebab
factor risiko penyakit HIV/AIDS.

1. Infeksi HIV Akut


Infeksi akut atau primer merupakan tahap awal penyakit HIV yang dapat menyebabkan
gejala demam dan ruam, ini terjadi karena virus menggandakan diri secara cepat didalam
tubub dan menulari sel kekebalan.Sebagian penderita mengalami gejala mirip dengan flu,
demam, ruam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening serta
batuk.Pada tahap ini umumnya bertahan beberapa minggu.
2. Jarum Suntik

8
Jarum suntik berperan dalam penyebaran virus HIV dari tubuh penderita ke tubuh
manusia lain, hal ini dikarenakan penggunaan jarum suntik yang tidak hanya sekali pakai.
3. Ibu Hamil dengan positif HIV
Bayi dalam kandungan ibu hamil bias tertular HIV karena selama dalam kandungan
makanan bayi menyatu dengan system peredaran darah sang ibu. Hal ini menyebabkan
virus dapat langsung masuk ke tubuh seorang bayi yang berada dalam kandungan.
4. Hubungan seksual ( anal, oral, vagina ) yang tidak terlindungi ( tanpa kondom dengan
orang yang telah terinfeksi HIV
5. Tindik atau tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
6. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV

2.3 Tanda Dan Gejala


Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering
mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit
oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko
CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar
pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu,
pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat
membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada
standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang
ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan
infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal
infeksi dicoba oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala
yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak
terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan

9
tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem,
hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak
nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi. Tanda pertama
infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20%
bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak
dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3
sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat
kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati
persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan
kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan
berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan
kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV,
tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan penyakit dan
sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan penyakit. Masing-masing
dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS paling
sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk
munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3 sampai 6
bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang
dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala
subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan
infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid
intravena diberikan pada awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan,
lavese bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan
gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian
dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit
yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin
PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi

10
dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda
dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan
pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak
yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini
ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang
terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering
menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis
definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan
pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis
yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang
nyata dan parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren
adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi tulang
dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang
lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering
terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang
terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi
berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan
penanganan anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk
menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi
HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin
intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat munculkan
tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk
ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman dengan keterlambatan
perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan
kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf
dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau
kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan
gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada

11
beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada
laporan terisolasi.
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi
pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system
saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin;
malabsorpsi dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan
katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida, terjadi
pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi
CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren
dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit
berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial
respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering mengambil
bentuk organ yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi. Yang jarang
adalah hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama,
dengan prognosis buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan
CMV, HCV, atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit
ginjal yang sering terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan mesangial dan
glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering terjadi pada
anak dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan pada separuh anak semua usia penyakit
HIV, meskipun insiden kardiomiopati simtomatik hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan
gangguan fungsi ventrikel merupakan kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan.
Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali
lebih sering daripada yang kanan. Tekanan HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi
bersama dengan virus miotropik semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena
autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan
kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.

12
2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis berdasarkan WHO :

Tanpa gejala : Fase klinik 1

Ringan : Fase klinik 2

Lanjut : Fase klinik 3

Parah : Fase klinik 4

Fase klinik 1

Tanpa gejala , limfadenopati ( gangguan kelenjar / pembuluh limfe ) menetap dan menyeluruh

Fase klinik 2

Penurunan BB ( > 10% ) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas

Fase klinik 3

Penurunan BB ( > 10 % ) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam
menetap ( intermiten atau tetap > 1 bulan ). Kandidiasis oral menetap . tb pulmonal ( paru ), plak
putih pada mulut , infeksi bakteri berat misalnya : pneumonia, empyema ( nanah dirongga tubuh
terutama pleura , infeksi sendi atau pulang ) . meningitis , bakteremia, gangguan inflamasi berat
pada pelvik .

Fase klinik 4

Gejala menjadi kurus ( HIV Wasting Syndrome ), pneumonia bakteri berulang , infeksi herpes
simplex kronik.

13
2.5 Infeksi oprtunistik pada AIDS

penyebab infeksi infeski oportunistik


Protozoa dan cacing kriptosporidosis atau isosproasis ( enteritis )
pneumosistosis ( pneumonia )
toksoplasmosis ( pneumonia atau infeksi ssp )

Jamur kandidiasis ( esofagus, trakea, pulmoner )


kriptokokosis
histoplasmosis

Bakteri Mikobakteriosis (M.Avium, M.TB )


Nocardis ( pneumonia, meningitis )
Salmonella
Virus Citomegalovirus: infeksi paru, usus retina,CNS
Herpes virus simpleks ( lokal atau desiminata )

Gambaran Infeksi dan Neoplasma pada HIV AIDS

HIV + penicilliosis marneffeia HIV + Candidiasis

14
HIV + Herpes Simpleks HIV + Sifilis

HIV + Tumor HIV + Kaposi’s Sarcoma

15
2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR ( polimarase chain reaction )


2. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot
4. Serologis : skrining HIV dengan ELISA , tes western bot, limfosit T
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Pemeriksaan neurologist
7. Tes fungsi paru, broskoscopi

2.7 Penatalaksanaan

1. Pengobatan suportif
a. Pemberian nutrisi yang baik
b. Pemberian multivitamin
2. Pengobatan simptomatik
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan dengan antibiotic kotrimoksazol.
4. Pemberian ARV ( Antiretroviral )
ARV diberikan ketika pasien sudah siap terhadap kepatuhan berobat seumur hidup.

2.8 Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan
pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan menmggunakan tiga parameter : status
kekebalan, status infeksi dan status klinik dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda
supresi sedang dan 3) tanda supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala
ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan
pada jumlah CD4 atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah
dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel. Azidomitidin
( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah
CD4 rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi

16
pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV,
sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif
(IPV) (Betz dan Sowden, 2002).

2.9 Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui.
Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha
mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan
member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan
penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan
tersedia dari The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang
dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar
pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi
HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan
mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama
beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24
jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan
selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada
26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat
bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin
pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-
1 positif, hamil dengan masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 +
200/mm atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan
infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada

17
semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus
mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8
jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus
dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung
kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak
diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan
dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat
ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita
hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran
cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit
yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan
banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

2.10 PATOFISIOLOGI

HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yitu secara vertical,
horizontal, dan transeksual. HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung di perantarai
benda tajam yang mampu menemebus dinding pembuluh darah.Secara tidak langsung, HIV
masuk melalui kulit dan mukosa yang tidak intake seperti pada kontak seksual.Ketika berada
dalam sirkulasi sistemik yaiut 4-11 hari sejak pertama terkena HIV dapat di deteksi di dalam
darah.Selama sirkulasi sistemik terjadi viremia disertai dengan gejala dan tanda infeksi virus
akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot. Mual, muntah, sulit
tidur , batuk-pilek dan lain lain. Keadaan seperti ini disebut sindrom retroviral akut.Pada fase ini
mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV –RNA Viral Load. Viral load akan
meningkat dengan cepat pada awal infeksi, dan akan turun sampai pada titik tertentu.

Semakin berlanjutnya infeksi viral load secara perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan
tersebut akan diikuti penurunan CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun, dengan laju
penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5 – 2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke
stadium AIDS.

18
Orang yang terinfeski HIV diperlukan waktu 5 – 10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Pertama
kali virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia yaitu selama 2-4 minggu.Keberadaan virus
tersebut belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.jumlah CD4 lebih dari 500 sel maka
disebut tahap periode jendela. Tahap HIV positif melalui pemeriksaan darah terdapat virus HIV
tetapi secara fisik penderita belum menunjukkan adanya gejala atau kelainan khas. Kondisi
tersebut dapat menularkan virus ke orang lain.

Human Immunodificiency Virus ( HIV ) merupakan etiologi dari infeksi HIV AIDS ,
penderita AIDS adalah seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200 meskipun
tanpa adanya gejala yang terlihat atau juga tanpa infeksi oportunistik . HIV dapat ditularkan
melalui paparan darah yang terinfeksi atau secret dari kulit yang terluka , kontak seksual dan
ditularkan oleh ibu ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya atau melalui laktasi.

Molekul resepeptor membran CD4 pada sel sasaran akan di ikat oleh HIV dalam tahap infeksi.
HIV akan menyerang limfosit CD4.

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS sejalan dengan penurunan
derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang
kronis.Penurunan imunitas biasanya di ikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan
infeksi oprtunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama , 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun
, dan hampir 100% pasien HIV menunnjukan gejala AIDS setelah 13 tahun . perjalanan klinis
HIV / AIDS digambarkan pada gambar berikut :

Masa Laten, Tanpa gejala


( 3 bulan – 8 tahun )

Infeksi akut Window periode Gejala penurunan imunitas Kematian (


( 3 – 6 bulan ) ( 3 – 6 bulan ) tubuh sampai AIDS infeksi 10 – 11 tahun)
oprtunistik ( 9 – 10 tahun )

Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien. Dengan
demikian orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi, sebagian pasien

19
memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar
getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3 – 6 minggu setelah infeksi .kondisi ini dikenal
dengan infeksi primer.

Ineksi primer berkaitan dengan periode waktu, yakni HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh.
Pada fase awal proses infeksi ( imunokompeten ) akan terjadi respons imun berupa peningkatan
aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler serum atau humoral dan antibody upregulation. Induksi
sel T helper dan sel sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel sel factor sisitem imun
agar tetap berfungsi baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel – sel T, sehingga T-Helper tidak
dapat memberikan indukasi kepada sel – sel efektor system imun. Dengan tidak adanya T-Helper
,sel-sel efektor system imun seperti sitotoksik, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara
baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh kedalam stadium lebih lanjut, ( Albercht
dkk,2007 )

Saat ni darah pasien meunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain
di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai satu
juta.Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan
gejala dari sindrom retroviral akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah,
diare, berkeringat dimalam hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala
tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun stelah
beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis .

Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus
ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan timus selama waktu tersebut, yang membuat
individu yang terinfeksi HIV akan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi
kemampuan timus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV menggunakan Enzym
linked imunoabsorbent assay ( ELISA ) yang akan menunjukkan hasil positif .

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik ( tanpa gejala ). Masa tanpa gejala ini
bisa berlangsung selama 8-10 tahun. Akan tetapi, ada sekelompok orang yang perjalanan
penyakitnya sangat cepat hanya sekitar dua tahun , dan ada pula yang perjalanan penyakitnya
sangat lambat. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi oprtunistik ( penurunan berat badan, demam lama,

20
pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, dan herpes. Pada fase ini
disebut dengan immunodifisensi, dalam serum pasien yang yang terinfeksi HIV ditemukan
adanya factor supresif berupa antibody terhadap proliferasi sel T, adanya supresif pada
proliferasi sel T tersebut dapat menekan sinstesis dan sekresi limfokin. Sel T tidak mampu
memberikan respons terhadap mitogen, terjadi disfungsi imunyang ditandai dengan penurunan
kadar CD4+, sitokin, dan antibody down regulation.Perjalanan penyakit lebih progresif pada
pengguna narkoba.Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi
pneumonia dean tuberculosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih
cepat. Selain itu, dapat mengakibatkan reaktivasi virus di dalam limfosit T sehingga perjalanan
penyakit bisa lebih progresif.( sudoyo dkk., 2009 )

21
2.11 Pathway

- Kontak dengan
darah HIV masuk kedalam HIV berikatan limfosit
- Kontak seks tubuh T, monosit, makrofag
- Kontak ibu bayi

Neutropenia Netrofil HIV berdifusi dengan


CD4+
Integrasi DNA Virus + prot. RNA Virus DNA Inti Virus masuk kedalam
Pada T4 ( provirus ) sitiplasma

RNA genom dilepas MRNA ditranslasi


ke sitoplasma
Prot.Virus

Tunas Virus

Virion HIV baru terbentuk (di


limfoid ) - CD 8
- Rangsangan
pembentukan sel
AIDS Infeksi Sel T lain B

Respon imun Defisiensi Pengetahuan Penurunan IL-2

Humoral Seluler

Sel B dihasilkan antibody Intoleransi aktivitas APC aktifkan CD4+


spesifik
Deferensiasi dalam plasma Intoleransi aktivitas APC aktifkan CD4+

Deferensiasi dalam plasma Penurunan aktivitas Terinfeksi virus ( sel T


helper)

Penurunan IGM dan IGG Penurunan IL - 12 Interferon gamma

22
Lawan CD4+ yang terinfeksi Pengaruh ikatan pada tes Tidak mengintensifkan
ELISA system imun
CD4+

System kekebalan Mudahnya transimisi Isolasi social


penularan

Sel rentan Rentan infeksi Gangguan Harga diri

Mutasi gen Pengeluaran mediator kimia Aktifkan flora normal

Pembelahan sel berlebihan Peningkatan sitokinin Resiko infeksi

Picu sel kanker Pirogenindogen

Demam Sel suhu tubuh


oleh hipotalamus anterior
Ketidakefektifan
termoregulasi Menginfeksi paru - paru Saluran pencernaan

Eksudat Mukosa teriritasi

Gangguan jalan nafas Inhalasi dan ekhalasi Pelepasan asam amino


terganggu

Suplai O2 turun MK : Ketidak efektifan Metabolism protein


bersihan jalan nafas BB < dari normal

MK :Ketidak seimbangan
Difusi O2 terganggu Metabolisme sel nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Hipoksia ATP kelemahan Bakteri mudah masuk


imun tak ada

Sesak nafas Intoleransi aktivitas Peristaltic

Ketidakefektifan pola nafas MK : Resiko keseimbangan Absorbs air


elektrolit Absorbs nutrisi
23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS
1. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
c. Pengkajian Respiratori
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas
pendek waktu istirahat, gagal napas.
d. Pengkajian Neurologik
Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis,
keterlambatan perkembangan.
e. Pengkajian Gastrointestinal
Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut,
selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis,
pembesaran limfa.

24
f. Pengkajaian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
4. Kaji status nutrisi
a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

2. Dapatkan riwayat imunisasi


 Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak:
exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya
anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
 Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
 Infeksi bakteri berulang
 Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial
limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
 Diare kronis
 Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,
kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
 Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder
terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
5. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen

25
6. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi, stigma
sosial terhadap HIV
9. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal:
ensefalopati, pengobatan).
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
mengancam hidup.

4.Intervensi Keperawatan
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat terhadap anak dan ibu
yang sudah menderita infeksi HIV antara lain :
1. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari orang
ke orang tidak menularkan HIV
2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh lain
dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau cairan
tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat aerosolisasi
atau terkena percikan darah atau cairan tubuh, cuci tangan setelah terpajan darah atau
cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi
darah dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah khusus.
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara
lakukan skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi
pengunjung dengan penyakit infeksi.
4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi badan,
berat badan, lingkar kepala
5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan
terhadap perencanaan pengobatan

26
6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat tanda-
tanda dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu dokter tentang
adanya efek samping
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut : nama
dan nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai, tanggal dan waktu
serta tujuan kunjungan pemeriksaan tindak lanjut

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum terinfeksi HIV
antara lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama secara
bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan spontan/normal
sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak sosial),
berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan atau
menggunakan peralatan makan bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang
bersama, dan memakai toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular
HIV.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan Acquired Immunodificiency Syndrome


(AIDS) jika tidak diobati.tidak seperti beberapa virus lain, tubuh manusia tidak dapat
menyingkirkan HIV sepenuhnya , bahkan dengan pengobatan sekalipun. Jika seseorang sudah
terinfeksi HIV maka HIV tersebut akan selamanya ( seumur hidup ) berda didalam tubuh
manusia.

HIV menyerang system kekebalan tubuh khususnya sel CD4 yang membantu system
kekebalan melawan infeksi. Jika tidak diobati HIV akan mengurangi jumlah sel CD4 dalam
tubuh sehingga membuat seseorang lebih mungkin untuk terkena infeksi lain atau kanker terkait
infeksi. Seiring berjalannya waktu HIV dapat menghancurkan sel-sel tersebut sehingga tubuh
tidak dapat melawan infeksi dan penyakit.

Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis
normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului
gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa
factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8
memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal
masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama.

Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.

28
3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan pedoman pada banyak
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapakan kritik
dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A., Lichtman,A., dan pillai, S.2010. Cellular and Molecular Immunology. 6th
ed.Philadelphia:Saunders Elsevier

Agung nugroho. Pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan HIV/AIDS pada keadaan
sumber daya terbatas.Divisi peny.Tropik & infeksi. Bagian / amf ilmu penyakit dalam fk-unsrat
/ rsup.prof.DR.R.d,kondou manado,2000.

https://www.academia.edu/34884395/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_DENGAN
_HIV_AIDS

30

Anda mungkin juga menyukai