Anda di halaman 1dari 69

TERAPI BERMAIN “TRAUMA HEALING”

DENGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) BUATAN SENDIRI


PASCA GEMPA PADA PESERTA DIDIK KELOMPOK TK A
PAUD TERPADU PUTRA KAILI PERMATA BANGSA

Oleh :
Haryati, S.Pd. AUD
Guru PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa
Satuan Program Taman Kanak-Kanak

Disusun Untuk Mengikuti


Lomba Best Practice yang diselenggarakan oleh
LPMP Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2019
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa naskah karya inovasi pembelajaran
yang berjudul “Terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik Kelompok TK A PAUD Terpadu Putra
Kaili Permata Bangsa” adalah:
1. Best Practice ASLI yang dibuat sendiri
2. Sudah diimplementasikan dalam pembelajaran dan didiseminasikan kepada insan
pendidikan;
3. Tidak sedang diikutsertakan dalam lomba sejenis, baik ditingkat Provinsi, Nasional
maupun internasional. dan saya belum pernah menjadi juara I, juara II atau juara III
pada perlombaan tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dan
Instansi lain tiga tahun terakhir;
4. Tidak sedang diusulkan pada jabatan fungsional tertentu lainnya
Apabila pernyataan yang saya buat tidak benar, saya bersedia didiskualifikasi oleh panitia.

Palu, 22 April 2019

Mengetahui, Yang membuat pernyataan,


Kepala PAUD Terpadu
Putra Kaili Permata Bangsa

Titin Widartin Haryati, S.Pd. AUD


NIY. 6990 0876 010 NUPTK. 7451757658130113

ii
PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, mengesahkan Best


Practice berjudul:
“Terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE) buatan sendiri
pasca gempa pada peserta didik Kelompok TK A
PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa”
adalah karya asli yang dibuat oleh:
Haryati, S.Pd. AUD
Direkomendasikan untuk mengikuti Perlombaan Penulisan
Best Practice, Tahun 2019

Palu, 22 April 2019


Yang mengesahkan
Kepala PAUD Terpadu
Putra Kaili Permata Bangsa

Titin Widartin
NIY. 6990 0876 010

iii
iv
ABSTRAK

TERAPI BERMAIN “TRAUMA HEALING”


DENGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) BUATAN SENDIRI PASCA
GEMPA PADA PESERTA DIDIK KELOMPOK TK A
PAUD TERPADU PUTRA KAILI PERMATA BANGSA

Oleh : Hariyati, S.Pd. AUD


Pendidik PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa

Bencana alam yang terjadi hari jum‟at tanggal 28 September 2019 menyisakan
trauma khususnya pada anak-anak, melihat hal tersebut saya mulai mencari metode terapi
yang benar untuk anak agar peserta didik Kelompok TK A di PAUD Terpadu Putra Kaili
Permata Bangsa dapat kembali ceria seperti sedia kala.
Tujuan penulisan best practice ini adalah untuk menceritakan pengalaman terbaik
saya dalam pelaksanaan memberikan terapi bermain “trauma healing” dengan APE (Alat
Permainan Edukatif) buatan sendiri. Metode Beyond Centers and Circle Time (BCCT)
menjadi pilihan saya untuk melaksanakan terapi bermain “trauma healing” dengan APE
buatan sendiri. Karena dengan metode ini penekanan ke anak tidak ada, anak diberi
kesempatan berimajinasi dan berekspresi lebih leluasa selama tidak menyalahi aturan yang
sudah dibahas bersama sebelumnya. Media pembelajaran yang digunakan adalah APE
(Alat Permainan Edukatif) buatan sendiri, dirancang sesuai dengan sentra yang dibuka
yaitu sentra bahan alam, sentra bermain peran, dan sentra IMTAQ (Iman dan Taqwa). Di
sentra bahan alam ada APE sekop dan wadah dari jirigen bekas, di sentra bermain peran
ada APE rumput-rumputan dari kardus bekas dan bunga dari karton bekas, di sentra
IMTAQ ada puzzle huruf hijaiyah dan sepatu huruf hijaiyah. Penulis juga melampirkan
dokumentasi APE yang sudah pernah dibuat sebelum bencana alam seperti APE huruf,
angka dan bintang dengan masih menggunakan barang bekas yang sudah tidak dipakai
lagi.
Keberhasilan terapi ini sebesar 86% dapat memulihkan kondisi anak-anak tersebut
seperti semula. Sekarang semua peserta didik kelompok A dapat mengekspresikan
emosinya secara wajar , menceritakan pengalaman yang terjadi padanya, tidak murung dan
ceria kembali serta tetap mampu menjaga kebersihan dengan BAK dan BAB di WC.
Kata Kunci : Terapi Pasca Gempa, APE Kreatif, Trauma Healing

v
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ...................................................................................................... ii


PENGESAHAN.................................................................................................................... iii
BIODATA PESERTA .......................................................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................................... 3

BAB II KAJIAN TEORI


A. Trauma Healing Pasca Bencana .......................................................................... 4
B. Media Pembelajaran ........................................................................................... 6
B.1 Pengertian Media sebagai alat pembelajaran ............................................... 8
B.2 Hakikat Media dalam Pembelajaran ............................................................ 9
B.3 Media Pembelajaran PAUD ........................................................................ 9
B.4 Pengelolaan Media Pembelajaran Anak Usia Dini .................................... 10
C. Alat Permainan Edukatif (APE) ....................................................................... 11
C.1 Tujuan Alat Permainan Edukatif ............................................................... 12
C.2 Pembuatan Alat Permainan Edukatif Sebagai Media Pembelajaran Anak
Usia Dini .................................................................................................... 13
D. Konsep Bermain Anak Usia Dini ..................................................................... 15
D.1 Jenis Main Anak Usia Dini ........................................................................ 15
D.2 Jenis Hubungan Sosial Anak Main ............................................................ 21
D.3 Kontinum (Rangkaian) Pendampingan Guru Saat Anak Bermain ............ 21
D.4 Manfaat Main Bagi Anak Usia Dini .......................................................... 21

vi
E. Pembelajaran PAUD BCCT ............................................................................ 23
E.1. Landasan Utama Teori BCCT .................................................................. 24
E.2. Keunggulan BCCT .................................................................................... 26
E.3. Tujuan dari pendekatan BCCT ................................................................. 26
E.4. Pengenalan sentra dan lingkaran dalam kelas ........................................... 27
E.5. Langkah-Langkah Kegiatan dengan Metode BCCT ................................. 29

BAB III PEMBAHASAN


A. Perencanaan .................................................................................................. 34
B. Pengelolaan ................................................................................................... 36
C. Evaluasi ......................................................................................................... 52

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 54


A. Kesimpulan
B. Penutup

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 55

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan Awal Main Peran


Tabel 3.1. Indikator yang diinginkan terkait penanggulangan trauma pada anak
Tabel 3.2. Ketercapaian keberhasilan terapi bermain “trauma healing”

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman


Gambar 3.1 Denah Sekolah
Gambar 3.2 Lembar Pengamatan Perkembangan Anak
Gambar 3.3 APE Sekop dan wadah dari jirigen bekas
Gambar 3.4 Wadah berbagai macam ukuran dari botol bekas berbagai ukuran serta tutup
toples
Gambar 3.5 Dokumentasi Kegiatan Pijakan Saat Main
Gambar 3.6 Saat semua anak bergembira main pasir, ada anak yang masih belum tertarik
Gambar 3.7 Rumput-rumputan dari kardus bekas dan Roll Kain
Gambar 3.8 Topi ikan sapu-sapu dari kain sisa
Gambar 3.9 Bunga dari karton bekas jilid
Gambar 3.10 Pijakan Saat Main di Sentra Bermain Peran
Gambar 3.11 Berbagai cerita pada pelaksaan pijakan saat main di sentra bermain peran
Gambar 3.12 Bintang dari kertas sisa stiker sebagai reward /penghargaan
Gambar 3.13 Persiapan bahan pembuatan puzzle huruf hijaiyah
Gambar 3.14 APE Sepatu Huruf Hijaiyah
Gambar 3.15 Pijakan Saat Main Kegiatan Mewarnai
Gambar 3.16 Pijakan Saat Main Kegiatan Menempel
Gambar 3.17 Pijakan Saat Main membantu teman menempel
Gambar 3.18 Pijakan Saat Main Memperlihatkan hasil karya
Gambar 3.19 Kegiatan Transisi Menyimpan hasil karya puzzle huruf hijaiyah ke tas
Gambar 3.20 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mencocokkan Huruf Hijaiyah”
Gambar 3.21 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mengikat tali sepatu”
Gambar 3.22 Memperlihatkan bintang penghargaan keberhasilan selesai mengerjakan
semua kegiatan

ix
DAFTAR LAMPIRAN

APE Angka
APE Huruf
APE Bentuk Bintang
APE Pohon Persiapan Baca
Lembar catatan perkembangan anak

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah adalah wadah untuk mengasah perkembangan anak mulai dari usia TK
(4-6 tahun) hingga ke jenjang perguruan tinggi. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
merupakan pondasi awal untuk mengasah 6 aspek perkembangan anak yaitu nilai
agama dan moral, sosial emosional, kognitif, fisik motorik, bahasa, dan seni. Hal ini
dipaparkan dalam Permendikbud RI nomor 16 tahun 2014 tentang kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini pasal 5 ayat 1, yang menyebutkan bahwa struktur
kurikulum PAUD memuat program-program pengembangan yang mencakup (a) nilai
agama dan moral, (b) fisik motorik, (c) kognitif, (d) bahasa, (e) sosial-emosional dan (f)
seni.
PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa bangunannya merupakan satu
kesatuan dengan bangunan SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa. PAUD Terpadu
Putra Kaili Permata Bangsa ada dilantai satu sedangkan SD Unggulan Putra Kaili
Permata Bangsa berada dilantai dua. Pada hari jum‟at tanggal 28 September 2018 telah
terjadi bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di kota Palu Sulawesi Tengah,
Alhamdulillah hanya terdapat sedikit kerusakan pada pagar pembatas selatan, gedung
secara keseluruhan masih berdiri kokoh. Namun warga sekolah secara psikologis masih
trauma. Karena beberapa hari setelah terjadi bencana sekolah langsung kosong. Tidak
ada pembelajaran lagi. Hanya kepala sekolah SD, Bapak Irfan, S.Pt., M.Pd. yang tersisa
menjaga sekolah dengan beberapa orang tua siswa yang masih sayang dengan sekolah
tersebut.
Setelah beberapa minggu tepatnya hari sabtu tanggal 27 Oktober 2018
kemudian baru saya dan beberapa orang guru mulai berdatangan satu persatu melihat
kondisi sekolah dan gotong royong membersihkannya. Dua hari kemudian pada hari
senin tanggal 29 Oktober 2018, Peserta didik sudah mulai ada yang datang karena kami
mengumumkannya di group whatsapp khusus orang tua dan guru PAUD. Namun ada
juga yang masih ragu, karena adanya gempa-gempa susulan yang masih terasa.
Awal masuk saya melihat kondisi anak-anak yang masih terlihat trauma. Saya
mengambil kesimpulan demikian, karena masih ada beberapa anak yang tampak cemas,
tidak bisa bicara pada saat datang kesekolah. Pada saat jam tidur siang, tidak bisa tidur

1
2

siang. Saya pun tidak dapat membiarkan begitu saja. Beberapa hari setelah melihat
kondisi demikian saya memulai menjelajah internet bagaimana terapi agar dapat
memulihkan anak pasca bencana. Dengan kata kunci “terapi pasca gempa pada anak”.
Saya menemukan satu artikel menarik yang berjudul “Terapi Bermain, 'Trauma
Healing' untuk Anak pasca gempa” pada situs https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20180806134142-277-319896/terapi-bermain-trauma-healing-untuk-anak-
pascagempa dikatakan bahwa menurut psikolog anak dan keluarga, Ratih Zulhaqqi,
trauma healing bertujuan untuk mengantisipasi post-traumatic syndrome disorder
(PTSD). PTSD adalah gangguan stres pascatrauma. Trauma healing untuk anak, kata
Ratih, cenderung agak sulit sebab anak seringkali sulit bercerita perihal kecemasannya
seperti orang dewasa. Ia berkata, bermain menjadi metode trauma healing yang tepat
buat anak. "(Kalau bermain), mereka enggak merasa sedang diobati, enggak merasakan
situasi yang mencekam. Dan yang mendampingi tidak boleh selalu mengungkit cerita
(tentang gempa),".
Mengajak anak bermain dengan cara biasa tentu tidak menarik, biasanya
menggunakan media pembelajaran namun media pembelajaran yang biasa saya
gunakan sudah banyak yang rusak akibat tertimpa lemari dan kursi. Sedangkan secara
teknis media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Dalam kalimat “sumber
belajar” ini tersirat makna keaktifan, yaitu sebagai penyalur, penyampai, penghubung,
dan lain-lain. Dalam kondisi demikian saya sebagai guru TK, dengan media
pembelajaran yang terbatas mulai memanfaatkan barang bekas yang ada disekitar
sekolah dan rumah saya. Seperti jirigen minyak goreng, bekas botol sampo, dan barang
bekas lainnya.
Atas dasar minimnya media pembelajaran yang tersedia pasca bencana, saya
mengambil inisiatif memanfaatkan barang bekas tersebut untuk membuat berbagai
macam media pembelajaran, agar dapat tetap bisa mengasah 6 (enam) aspek
perkembangan anak usia dini ini setelah pasca bencana yang tentu saja masih
mengalami trauma lahir dan batin.
Terapi bermain ini lalu saya padukan dengan kreatifitas saya yang mempunyai
kemampuan membuat berbagai macam media pembelajaran dari barang bekas. Karena
terus terang dalam kondisi kota yang belum stabil. Semua barang susah didapatkan dan
mahal, dan kondisi keuangan sekolah yang belum terkondisikan. Memicu saya untuk
melakukan terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
3

buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik PAUD Terpadu Putra Kaili Permata
Bangsa.
Dengan barang bekas yang dikreasikan menjadi berbagai bentuk mainan
setidaknya langkah awal menarik perhatian anak untuk dapat berbicara, karena
berdasarkan pengalaman saya selama mengajar biasanya kalau anak tertarik dengan
sesuatu, anak tersebut dengan sendirinya akan mendekat menandakan ketertarikannya,
lalu mengamati dan akhirnya bertanya. Dan biasanya ketertarikan anak pada sesuatu
yang unik dan yang baru dilihatnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penulisan
ini, apakah terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik PAUD Terpadu Putra Kaili Permata
Bangsa dapat memulihkan kondisi anak-anak tersebut seperti semula?

C. Tujuan
Dengan memaparkan best practice yang saya alami dapat menginspirasi guru-guru TK
dalam memanfaatkan barang bekas yang tersedia dilingkungan sekolah dengan
membuat media pembelajaran untuk mengasah enam aspek perkembangan anak.

D. Manfaat
- Bagi penulis dapat belajar menulis karya ilmiah dan menyampaikan pengalaman
terbaik yang pernah dialami.
- Menambah wawasan penulis dalam mendalami metode pembelajaran BCCT
- Bagi guru TK, menambah wawasan bagi sesama guru dalam menyampaikan
pengalaman terbaiknya, dengan harapan para pendidik/ guru TK dapat mencontoh
dan mengikuti apa yang saya lakukan.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Trauma Healing Pasca Bencana


1. Pengertian trauma healing
Trauma dalam istilah psikologis menunjukkan kondisi yang syok dan tertekan oleh
suatu peristiwa yang membekas relatif lama pada korban. Beberapa kondisi yang
dapat potensial menjadi peristiwa traumatis menurut Taylor (2000) antara lain
bencana, menjadi korban kriminal, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
harta benda. Parkinson (2000). menjelaskan bahwa peristiwa traumatis dapat terjadi
pada saat bencana terjadi hingga bencana telah berlalu, dalam kondisi terakhir ini
yang disebut post traumatic stress disorder (PTSD) Trauma healing adalah suatu
kegiatan atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
trauma yang ada. Di sisi lain, trauma healing adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk membantu orang lain yang sedang mengalami gangguan dalam psikologisnya
yang diakibatkan syok atau trauma.
Trauma healing adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membantu
orang lain untuk mengurangi bahkan menghilangkan gangguan psikologis yang
sedang dialami yang diakibatkan syok atau trauma. Mahasiswa keperawatan harus
peka dengan lingkungan sekitar, memberikan pengabdian yang seutuhnya kepada
masyarakat. Ketika ada bencana alam pun, kita sebaiknya menolong sesama.

2. Manfaat trauma healing


Kegiatan trauma healing mempunyai banyak manfaat bagi masyarat yang
menjalani trauma healing ini. berikut ini merupakan manfaat dari trauma healing :
a. Menghilangkan beban di pikiran.
b. Membuat bahagia.
c. Menjadi pribadi yang lebih ikhlas.
d. Menjadi semangat kembali.
e. Membuat hati tenang dan tentram.
f. Lebih peka untuk menyikapi keadaan yang ada.

4
5

3. Kegiatan trauma healing


Banyak cara atau teknik yang dapat dilakukan sebagai bentuk upaya trauma
healing, ini berbagai cara yang dapat dilakukan ketika mahasiswa keperawatan
akan melakukan trauma healing di tempat bencana :
a. Terapi bermain
Bermain adalah merupakan suatu aktifitas yang dilakukan dengan sukarela atas
dasar rasa senang dan menumbuhkan aktifitas yang dilakukan secara spontan
Terapi bermain merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dimana
saja, kapan saja, dan dengan siapa saja, karena dari anak kecil sampai dewasa
suka dengan yang namanya bermain. Permainan yang dapat dilakukan dalam
terapi ini tergantung situasi dan kondisi yang ada. Contohnya ketika di suatu
tempat bencana disana tidak ada apa-apa, kita sebagai mahasiswa juga tidak
mempunyai perlengkapan yang cukup untuk melakukan suatu permainan yang
besar, tapi semua itu tidak membatasi kita untuk melakukan terapi bermain ini,
kita bisa menggunakan permainan klasik yang adik-adik di tenda penampungan
biasa mainkan, kita harus bisa meyakinkan mereka untuk bangkit, untuk
melakukan aktifitas seperti biasa, dan mensyukuri apa yang masih ada. Dengan
terapi bermain ini, pelakunya mampu menghilangkan beban dihati, bisa
tersenyum dan bahagia walaupun kondisinya saat ini lagi kurang beruntung.
b. Terapi Aktifitas Kelompok TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) adalah salah satu
terapi modalitas yang dilakukan oleh perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai
terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Sehingga di dalam
kelompok tersebut terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru
yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive (Budi Anna
Keliat dan Akemat, 2005).
Terapi Aktifitas Kelompok dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti
menggambar, mendengarkan musik, mendengarkan lagu dan lain-lain. Dalam
terapi ini, masyarakat dibentuk dalam sebuah kelompok dan masing-masing
kelompok terdapat sekitar sepuluh orang. Di dalam kelompok tersebut kita
sebagai mahasiswa yang memimpin dan sebagai fasilitator.
c. SEFT (spiritual emotional freedom technique)
6

SEFT merupakan pengembangan dari EFT dari Hale Downskin, dimana dalam
teknik SEFT ditambahkan dengan sugesti spiritual kepada penyitas. Teknik ini
mengkombinasikan teknik relaksasi-meditatif dan akunpuntur. Kegiatan SELF
ini dilakukan sekitar 3-5 menit.
d. Terapi Memasak Memasak pada prinsipnya adalah proses atau pemberian panas
pada bahan makanan sehingga bahan itu menjadi mudah dicerna, aman dan lezat
serta mengubah bentuk penyajian. Terapi memasak ini dilakukan oleh
masyarakat dengan cara memasak secara bersama-sama sehingga ada interaksi
artar individu, dan masing-masing individu tidak berlarut-larut dalam kesedihan
mereka masing-masing. Pada terapi ini masyarakat saling berusaha membantu
teman atau saudaranya dengan menyediakan masakan untuk dimakan bersama-
sama.
e. Relaksasi Relaksasi adalah upaya menjadi rilaks, bukan hanya tubuh fisik, tetapi
juga batin kita. Namun relaksasi bukanlah meditasi. Relaksasi adalah anak
tangga menuju meditasi Relaksasi ini dapat dilakukan dengan tujuan untuk
menenangkan diri, menyelaraskan apa yang ada pada diri individu, dan
menghilangkan beban yang ada, sehingga lebih rilaks dan merasa nyaman.
(https://www.scribd.com/document/340684746/Pengertian-trauma-healing-
docx)

B. Media Pembelajaran
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah merupakan alat bantu yang
dipergunakan oleh seorang guru untuk menerangkan pelajaran, alat bantu yang mula-
mula digunakan adalah alat bantu visual, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan
pengalaman visual kepada siswa, antara lain untuk mendorong motivasi belajar,
memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap
atau retensi belajar.
Dalam usaha memanfaatkan medaia sebagai alat bantu, Edgar Dale
mengadakan klasifikasi menurut tingkat dari yang paling kongkrit ke yang paling
abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “kerucut pengalaman” dari
Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu yang
paling sesuai untuk pengalaman belajar.
7

Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman

Dengan konsepsi yang makin mantap, fungsi media dalam kegiatan


pembelajaran tidak hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa
informasi atau pesan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Secara umum media mempunyai kegunanaan:
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera
3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetiknya.
5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
8

Dalam kaitannya dengan fungsi media pembelajaran, dapat ditekankan beberapa


hal berikut ini :
1. Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi
memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi
pembelajaran yang lebih efektif.
2. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan proses
pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa media pembelajaran
sebagai salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri tetapi saling
berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi
belajar yang diharapkan.
3. Media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan dengan kompetensi
yang ingin dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri. Fungsi ini mengandung
makna bahwa penggunaan media dalam pembelajaran harus selalu melihat
kepada kompetensi dan bahan ajar.
4. Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai alat hiburan, dengan demikian
tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekedar untuk permainan atau
memancing perhatian siswa semata.
5. Media pembelajaran bisa berfungsi untuk mempercepat proses belajar. Fungsi
ini mengandung arti bahwa dengan media pembelajaran siswa dapat
menangkap tujuan dan bahan ajar lebih mudah dan lebih cepat.
6. Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar. Pada umumnya hasil belajar siswa dengan menggunakan media
pembelajaran akan tahan lama mengendap sehingga kualitas pembelajaran
memiliki nilai yang tinggi.
7. Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar konkret untuk berfikir, oleh
karena itu dapat mengurangi terjadinya penyakit verbalisme. (Riyana Cepi,
Susilana Rudi, 2017 :7-9)

B.1. Pengertian Media sebagai alat pembelajaran


Kata “media” berasal dari bahasa Latin, medius yang secara harfiah berarti
„tengah‟, „perantara‟. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
9

Menurut Gerlach dan Eli (1971), bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Sedangkan
menurut Heinich dkk. (1982), mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang
mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, radio, video, gambar
yang memproyeksikan media cetak dan sejenisnya disebut media komunikasi, apabila
media itu membawa pesan-pesan yang mengandung maksud-maksud pengajaran
maka media itu disebut media pembelajaran.
B.2. Hakikat Media dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu
lembaga pendidikan agar dapat memengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa
menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral, maupun
sosial anak agar dapat hidup mandiri sebagai individul dan makhluk sosial. Dalam
mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur
guru melalui proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencakup tujuan pembelajaran,
bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Secara
khusus terkait metodologi pembelajaran, aspek ini terkait dengan dua hal yang saling
menonjol, yaitu metode dan media pembelajaran. Media memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
Media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa
dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil
belajar yang dicapainya. Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan
media dalam pembelajaran sampai pada kesimpulan, bahwa proses dan hasil belajar
pada siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pembelajaran tanpa media
dan pembelajaran menggunakan media. Oleh karena itu, penggunaan media
pembelajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran.

B.3 Media Pembelajaran PAUD


(Mursid, 2016 :39-42, 44-46) Belajar adalah suatu proses yang kompleks
yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi
karena aadanya interaksi antara seseorang dan lingkungannya. Oleh karena itu,
10

belajar bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu
telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin
disebabkan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
Untuk menunjang terjadinya keberhasilan dalam belajar mengajar dibutuhkan
beberapa alat yaitu di antaranya adalah media. Dan lebih sangat penting lagi ketika
objeknya adalah anak usia 0-6 tahun yang membutuhkan kerja keras. Media
merupakan unsur pendukung untuk menyalurkan ilmu pengetahuan yang disalurkan
pendidik kepada peserta didik. Disamping pendidik menguasai materi pembelajaran,
pendidik harus profesional mengolah media agar bisa maksimal pada kegiatan belajar
mengajar.
Ketika seorang pendidik kurang menguasai, bukan tidak mungkin kegiatan
belajar mengajar akan belum maksimal. Melihat realita tersebut media pembelajaran
sangat penting.
B.4 Pengelolaan Media Pembelajaran Anak Usia Dini
1. Perencanaan Media Pembelajaran
Perencanaan media pembelajaran dimulai dengan mengadakan identifikasi
kebutuhan media di suatu lingkungan pendidikan anak usia dini. Kebutuhan-
kebutuhan ini dirumuskan melalui observasi atau pengamatan, wawancara atau
diskusi tentang masalah pendidikan khususnya masalah yang berkenaan dengan
proses pembelajaran serta penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil pembelajaran anak usia dini.
Berdasarkan identifikasi kebutuhan tersebut guru atau calon guru
memperoleh data tentang jenis-jenis media pembelajaran yang dibutuhkan untuk
program pemb elajaran anak usia dini. Jenis-jenis media yang di identifikasi
tersebut harus disesuaikan dengan tema, kemampuan dan tujuan yang diinginkan.
Data kebutuhan ini diperinsi untuk bahan pertimbangan dalam rencana pengadaan
media pembelajaran.
2. Pengadaan Media Pembelajaran
Pengadaan sumber belajar merupakan kelanjutan langkah perencanaan.
Langkah ini merupakan langkah guru atau pihak sekolah mewujudkan
perencanaan media pembelajaran yangtelah dibuat. Sebaik apa pun perencanan
media pembelajaran yang dibuat guru, jika tidak diwujudkan dan realisasikan
dalam bentuk kegiatan selanjutnya yaitu pengadaan, maka perencanaan tersebut
11

hanya merupakan daftar keinginan atau dokumen tertulis. Oleh sebab itu, proses
pengadaan menjadi sangat penting dilakukan sebagai proses selanjutnya sehingga
kegiatan pembelajaran akan ditunjang dengan ketersediaan berbagai media
pembelajaran pengadaan sumber belajar dapat ditempuh melalui beberapa cara
antara lain kegiatan pembelian, menerima sumbangan atau hadiah dan yang paling
penting mampu membuat atau produksi sendiri.

C. Alat Permainan Edukatif (APE)


(Barnawi & Wiyani Novan Ardy, 2016:149-153) Alat permainan edukatif
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran anak di TK.
Ketersediaan alat permainan tersebut menunjang terselenggaranya pembelajaran anak
secara efektif dan menyenangkan sehingga anak-anak dapat mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya secara optimal.
Mayke Sugianto mengemukakan bahwa Alat Permainan Edukatif (APE) adalah
alat permainan yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan.
Pengertian alat permainan edukatif tersebut menunjukkan bahwa pada pengembangan
dan pemanfaatannya tidak semua alat pemainan yang digunakan anak di TK itu
dirancang khusus untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Sebagai
contoh, bola sepak yang dibuat dari plastik yang dibeli langsung dari toko mainan.
Dalam hal ukurannya, seringkali susah untuk dipegang secara nyaman oleh anak, jika
mau saling melempar dengan teman-temannya, akan terasasakit di telapak tangan.
Warnanya pun sering menggunakan satu warna saja sehingga tidak menarik bagi anak
karena anak biasanya menyenangi benda-benda yang berwarna-warni.
Tidak terlalu jauh berbeda dengan pengertian atau definisi alat permainan
edukatif di atas, Direktorat PAUD mendefinisikan alat permainan edukatif sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain yang
mengandung nilai edukatif (pendidikan) dan dapat mengembangkan seluruh
kemampuan anak.
Apabila kita menelaah pengertian tersebut, tampak rumusannya tidak terlalu
jauh berbeda dengan pengertian sebelumnya. Kedua pengertian tersebut
menggarisbawahi bahwa perbedaan antara alat permainan yang biasa dan alat
permainan edukatif adalah bahwa pada alat permainan edukatif terdapat unsur
perencanaan pembuatan secara mendalam dengan mempertimbangkan karakteristik
12

anak dan mengaitkannya pada pengembangan berbagai aspek perkembangan anak.


Sedangkan, alat permainan biasa dibuat dengan tujuan yang berbeda, mungkin saja
hanya dalam rangka memenuhi kepentingan bisnis semata tanpa adanya kajian ssecara
mendalam tentang aspek-aspek perkembangan anak apa saja yang dapat dikembangkan
melalui alat permainan tersebut.
Untuk dapat melihat dan memahami secara lebih mendalam mengenai apakah
suatu alat permainan dapat dikategorikan sebagai alat permainan edukatif untuk anak
TK atau tidak, terdapat beberapa ciri yang harus dipenuhinya, yaitu sebagai berikut.
a. Alat permainan tersebut ditujukan untuk anak TK
b. difungsikan untuk mengembangkan berbagai perkembangan anak TK
c. Dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk, dan untuk bermacam tujuan aspek
pengembangan atau bermanfaat mutiguna.
d. Aman atau tidak berbahaya bagi anak
e. Dirancang untuk mendorong aktivitas dan kreativitas anak
f. Bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan
g. Mengandung nilai pendidikan
C.1. Tujuan Alat Permainan Edukatif
Adanya berbagai alat permainan edukatif, pada intinya diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.
a. Memperjelas materi yang diberikan
Pemanfaatan alat permainan edukatif dalam kegiatan belajar anak diharapkan
dapat memperjelas materi yang disampaikan oleh guru.
b. Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangannya.
Motivasi dan minat anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen merupakan faktor
penting yang menunjang keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, harus
dilakukan berbagai upaya sehingga motivasi dan minat anak bisa tumbuh dengan
baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi hal tersebut adalah
dengan memanfaatkan alat permainan edukatif.
c. Memberikan kesenangan pada anak dalam bermain.
Apabila kita mengamati anak-anak TK yang sedang memainkan alat permainan
tertentu dan mereka sangat tertarik untuk memainkannya, mereka tampak sangat
serius dan terkadang susah untuk diganggu dan dialihkan perhatiannya pada benda
13

atau kegiatan yang lain. Kondisi tersebut terjadi karena anak-anak merasa senang
dan nyaman dengan alat permainan yang mereka gunakan. Alat permainan yang
dirancang secara khusus dan dibuat dengan baik akan menumbuhkan perasaan
senang anak dalam melakukan aktivitas belajarnya. Jika anak sudah merasa senang
dengan kegiatannya, belajar tidak lagi dianggap sebagai beban yang ditimpakan
guru dipundaknya. Anak mengartikan belajar dengan baik bahwa belajar ternyata
tidak selalu dikesankan sebagai kegiatan yang membosankan, bahkan
menyebalkan, tapi justru bermakna dan menyenangkan.
C.2. Pembuatan Alat Permainan Edukatif Sebagai Media Pembelajaran Anak Usia
Dini
(Barnawi & Wiyani Novan Ardy, 2016:153-156) Pembuatan APE merupakan suatu
kegiatan yang memerlukan bekal kemampuan yang memadai. Bekal kemampuan yang
dimaksdu adalah pengetahuan dan keterampilan bagaimana melakukannya sesuai dengan
persyaratan-persyaratan tertentu sehingga alat permainan edukatif yang dibuat betul-betul
efektif dalam mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.

C.2.1. Syarat-syarat Alat Permainan Edukatif


a. Mudah dibongkar pasang
Alat permainan yang mudah dibongkar pasang dan dapat diperbaiki sendiri
lebih ideal daripada mobil-mobilan yang dapat bergerak sendiri. Alat-alat
permainan yang dijual ditoko-toko lebih banyak menjadi bahan tontonan
daripada berfungsi sebagai alat permainan. Anak –anak tidak tertarik oleh bagus
dan sempurnanya alat-alat permainan yang diproduksi oleh pabrik tersebut.
b. Mengembangkan daya fantasi
Alat permainan yang sifatnya mudah dibentuk dan dapat diubah-ubah sangat
sesuai untuk mengembangkan daya fantasi, yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk mencoba dan melatih daya-daya fantasinya.
c. Tidak berbahaya
Para ahli yang telah meneliti jenis alat-alat permainan sependapat tentang alat
permainan yang sering mendatangkan bahaya bagi anak-anak antara lain tangga,
sepeda beroda tiga dan jungkit-jungkitan. Selain itu, masih ada lagi alat-alat
yang tergolong berbahaya, seperti gunting yang runcing ujungnya, pisau yang
tajam, kompor, dan lain sebagainya.
14

C.2.2. Fungsi Alat Permainan Edukatif


Alat-alat permainan yang dikembangkan memiliki berbagai fungsi dalam
mendukung penyelenggaraan proses belajar anak sehingga kegiatan dapat
berlangsung dengan baik dan bermakna serta menyenangkan bagi anak. Fungsi-
fungsi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Menciptakan situasi bermain (belajar) yang menyenangkan bagi anak dalam
proses pemberian perangsangan indikator kemampuan anak.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kegiatan
bermain itu ada yang menggunakan alat, ada pula yang tidak menggunakan alat.
Khusus dalam permainan yang menggunakan alat, dengan penggunaan alat-alat
permainan tersebut, anak-anak tampak sangat menikmati kegiatan belajar
karena banyak hal yang mereka peroleh melalui kegiatan belajar tersebut.
b. Membentuk rasa percaya diri dan membentuk citra diri anak yang positif
Dalam suasana yang menyenangkan, anak akan mencoba melakukan
berbagai kegiatan yang mereka sukai dengan cara menggali dan menemukan
sesuai yang ingin mereka ketahui. Kondisi tersebut sangat mendukung anak
dalam mengembangkan rasa percaya diri mereka dalam melakukan kegiatan.
Alat permainan eduatif memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari kegiatan anak dalam melakukan kegiatan-
kegiatannya sehingga rasa percaya diri dan citra diri berkembang secara wajar.
Pada kegiatan ini, anak memainkan suatu alat permainan dengan tingkat
kesulitan tertentu, misalnya menyusun balok-balok menjadi suatu bentuk
bangunan tertentu, pada saat tersebut ada suatu proses yang dilalui anak
sehingga anak mengalami suatu kepuasan setelah melampaui suatu tahap
kesulitan tertentu yang terdapat dalam alat permainan tersebut. Proses-proses
seperti itu akan dapat mengembangkan rasa percaya secara wajar ketika anak
merasakan bahwa tiada suatu kesulitan yang tidak ditemukan penyelesaiannya.
c. Memberikan stimulus dalam pembentukan perilaku dan pengembangan
kemampuan dasar.
Pembentukan perilaku melalui pembiasaan dan pengembangan
kemampuan dasar merupakan fokus pengembangan pada anak usia dini. Alat
permainan eukkatif diranacang dan dikembangkan untuk memfasilitasi kedua
aspek pengembangan tersebut. Sebagai contoh, pengembangan alat permainan
15

dalam bentuk boneka tangan akan dapat mengembangkan kemampuan


berbahasa anak karena ada dialog. Dari dialog tokoh-tokoh yang diperankan
boneka tersebut, anak memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal yang
disampaikan melalui tokoh-tokoh boneka tersebut, dan pada saat yang sama
anak-anak memperoleh pelajaran berharga mengenai karakteristik dan sifat
yang dimiliki oleh para tokoh yang disimbolkan oleh boneka-boneka tersebut.
d. Memberikan kesempatan anak bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman
sebaya
Alat permainan edukatif berfungsi memfasilitasi anak-anak
mengembangkan hubungan yang harmonis dan komunikatif dengan lingkungan
di sekitar, misalnya dengan teman-temannya. Ada alat-alat permainan yang
dapat digunakan bersama-sama antara satu anak dan anak yang lain, misalnya
anak-anak menggunakan botol suara secara bersama-sama dengan suara yang
berbeda sehingga dihasilkan suatu irama yang merdu dengan perbedaan botol-
botol suara tersebut, perlu kerja sama, komunikasi dan harmonisasi antar-anak
sehingga dihasilkan suara yang merdu.

D. Konsep Bermain Anak Usia Dini


Irawati berpendapat bahwa bermain adalah kebutuhan semua anak, terlebih lagi
bagi anak-anak yang berada direntang usia 3-6 tahun. Bermain adalah suatu kegiatan
yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan
pengertian dan memberikan informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan
imajinasi anak spontan dan tanpa beban. Pada saat kegiatan bermain berlangsung
hampir semua aspek perkembangan anak dapat terstimulasi dan berkembang dengan
baik termasuk di dalamnya perkembangan kreativitas. Pernyataan ini sejalan dengan
Catron dan Allen (1999:21) yang mengemukakan bahwa bermain dapat meberikan
pengaruh secara langsung terhadap area perkembangan. Anak-anak dapat mengambil
kesempatan untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. Selain
itu, kegiatan bermain juga memberikan kebebasan pada anak berimajinasi,
bereksplorasi, dan menciptakan suatu bentuk kreativitas. Anak-anak memiliki motovasi
dari dalam dirinya untuk bermain, memadukan sesuatu yang baru dengan apa yang
telah diketahui. (Sujiono, Bambang, Yuliani Nurani, 2010 : 35)
16

Pada Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan Dan KebudayaanRepublik


Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 TentangKurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia
Dini Pedoman Pembelajaran bagian II Pembelajaran menjelaskan beberapa hal yaitu “
1) Pengertian
Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik dengan anak
melalui kegiatan bermain pada lingkungan belajar yang aman dan
menyenangkan dengan menggunakan berbagai sumber belajar.
2) Konsep Pembelajaran
Pembelajaran anak usia dini berpusat pada anak. Pendekatan
pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik yang
mencakup rangkaian proses mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Keseluruhan proses
tersebut dilakukan dengan menggunakan seluruh indera serta
berbagai sumber dan media pembelajaran.
3) Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini
sebagai berikut.
a. Belajar melalui bermain
Anak di bawah usia 6 tahun berada pada masa bermain.Pemberian rangsangan
pendidikan dengan cara yang tepatmelalui bermain, dapat memberikan
pembelajaran yangbermakna pada anak.
b. Berorientasi pada perkembangan anak
Pendidik harus mampu mengembangkan semua aspekperkembangan sesuai
dengan tahapan usia anak.
c. Berorientasi pada kebutuhan anak
Pendidik harus mampu memberi rangsangan pendidikan ataustimulasi sesuai
dengan kebutuhan anak, termasuk anak-anak yang mempunyai kebutuhan
khusus.
d. Berpusat pada anak
Pendidik harus menciptakan suasana yang bisa mendorong
semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi,
inovasi, dan kemandirian sesuai dengan karakteristik, minat,
potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.
17

e. Pembelajaran aktif
Pendidik harus mampu menciptakan suasana yang mendorong
anak aktif mencari, menemukan, menentukan pilihan,
mengemukakan pendapat, dan melakukan serta mengalami
sendiri.
f. Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter
Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter yang
positif pada anak. Pengembangan nilai-nilai karakter tidak
dengan pembelajaran langsung, akan tetapi melalui
pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan
dan keterampilan serta melalui pembiasaan dan keteladanan.
g. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup
Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan kemandirian anak. Pengembangan kecakapan
hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembelajaran
untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan maupun melalui pembiasaan dan keteladanan.
h. Didukung oleh lingkungan yang kondusif
Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar
menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak.
Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh,
dan anak lain.
i. Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis
Pembelajaran yang demokratis sangat diperlukan untuk
mengembangkan rasa saling menghargai antara anak dengan
pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
j. Pemanfaatan media belajar, sumber belajar, dan narasumber
Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber
yang ada di lingkungan PAUD bertujuan agar pembelajaran
lebih kontekstual dan bermakna. Termasuk narasumber adalah
orang-orang dengan profesi tertentu yang dilibatkan sesuai
18

dengan tema, misalnya dokter, polisi, nelayan, dan petugas


pemadam kebakaran.
4) Lingkup
Lingkup pembelajaran meliputi seluruh Kompetensi Dasar yang
memadukan semua program pengembangan yaitu nilai agama dan
moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.
D.1. Jenis Main Anak Usia Dini
Berikut penjelasan mengenai jenis main apa saja yang dilakukan oleh anak usia dini,
berikut penjelasan dari Afandi Muhammad, dkk (2013).
D.1.1. Pengertian Jenis Main Anak Usia Dini (AUD)
Bermain merupakan kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak
sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang sehingga semua kegiatan bermain
yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.
Dalam kegiatan main anak hendaklah mendukung :
1. Tiga jenis main, yaitu : sensorimotor, peran, dan pembangunan.
2. Sejumlah bahan main : bahan main terdiri dari banyak jenis dan bermacam-
macam. Misalnya disediakan bahan main yang membuat anak dapat
membedakan kasar dan halus, besar dan kecil, berat dan ringan, tebal dan tipis,
dan sebagainya.
3. Penataan bahan main : ditata dengan direncanakan terlebih dahulu dan
keseriusan, sehingga anak yang baru mulai bergabung dapat belajar melalui
melihat.
4. Hubungan sosial : main yang disiapkan dan ditata dengan perencanaan yang
baik dapat menimbulkan interaksi sosial dengan temannya.

D.1.1.1. Tahap Perkembangan Main Sensorimotor


Sensorimotor 1
Anak mengulang gerakan beberapa kali untuk melanjutkan pancaindera, reaksi perputaran
pertama : anak hanya terlibat dengan badannya tanpa melibatkan mainan atau
menggunakan benda lain.
Contoh : memercikkan air dengan tangan, menepuk pasir, bertepuk, atau melambaikan
tangan.
19

Sensorimotor 2
Anak mengulang-ulang gerakan dengan satu benda, atau beberapa benda; merupakan
gerakan perputaran yang kedua.
Contoh : memukul-mukul sekop dalam pasir, menuang air dari wadah melalui tangan,
memercikkan sebuah mainan kedalam air.
Sensorimotor 3
Mengulang-ulang urutan sebab akibat sederhana yang menjadi tujuan pertama yang
dipilihnya, kemudian memilih cara mencapainya, mengosongkan/mengisi, menyembunyi-
kan/menemukan, membangun/merobohkan.
Contoh :
 Mengisi keranjang atau wadah lainnya menggunakan sekop dan/ atau tangan (anak
terlibat memiliki tujuan mengisi wadah dan menggunakan urutan sebab/akibat yang
sederhana, misalnya mengisi mangkuk dan menuangkannya ke dalam wadah untuk
mencapai tujuan.
 Menuangkan air ke dalam teko dengan tujuan mengisi penuh teko tersebut.
 Menyembunyikan dan menemukan benda di dalam pasir atau di bawah bantal.
 Menyusun balok-balok ke atas, kemudian merobohkannya kembali.
Sensorimotor 4
Percobaan coba-coba dan salah. Tema atau tujuan umum main dipertahankan, tetapi
perilaku untuk mencapai tujuan sifatnya luwes, cara yang dilakukan oleh anak selama
pengulangan berubah-ubah. Perilaku itu ditujukan untuk anak memiliki perasaan “saya
sedang mencoba mengerti ini”
Contoh : anak mengisi keranjang dengan pasir menggunakan sekop, tetapi sekop
digunakann dengan berbagai cara selama bermain. Anak mengosongkan teko air dengan
cara menuangkan dengan berbagai cara sambil mengamati air yang dituang.
D.1.1.2. Main Peran
Afandi Muhammad, dkk (2013:207) menuliskan bahwa menurut Erik Erikson, ada dua
jenis main peran, yaitu: Main Peran Mikro dan Main Peran Makro.
a. Main Peran Mikro
Anak memainkan peran melalui alat bermain atau benda yang berukuran kecil.Contoh :
 Rumah Boneka; perabotan dan ruang
 Kereta api; rel lokomotif, gerbong-gerbongnya.
 Bandar udara; pesawat, boneka, dan truk-truk.
20

 Kebun binatang; boneka-boneka binatang liar, boneka pengunjung.


 Jalan-jalan kota ; jalan, orang, kota, mobil
b. Main Peran Makro
Anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran seperti sesungguhnya yang
digunakan anak untuk menciptakan dan memainkan peran-peran. Contoh :
 Rumah sakit : dokter, perawat, pengunjung, apoteker.
 Kantor polisi : polisi, penjahat.
 Kantor pos : pengantar surat, pegawai kantor pos.
 Kantor : direktur, sekretaris, pegawai biasa, cleaning service.
Menurut Erik Erikson, main adalah suatu cara bagi anak untuk mengembangkan
pengendalian diri dan memahami tuntutan dari luar yang datang setiap hari, dengan
main peran anak dapat membongkar pengalaman emosinya.
Afandi Muhammad, dkk (2013:211) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap
perkembangan bermain peran. Seperti tertulis pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Perkembangan Awal Main Peran


21

D.2. Jenis Hubungan Sosial Anak Main


Menurut Afandi Muhammad, dkk (2013:213) ada enam jenis hubungan sosial anak
main, antara lain :
a. Tidak peduli
b. Penonton
c. Main Sendiri
d. Main berdampingan
e. Main bersama
f. Main kerja sama
D.3. Kontinum (Rangkaian) Pendampingan Guru Saat Anak Bermain
Afandi Muhammad, dkk (2013:214) menyebutkan ada lima kontinum pendampingan
guru saat anak bermain.
a. Pengamatan (visually looking on) : di mana guru mengamati anak bermain dengan
bahan-bahan yang sudah ditata dan mendukung anak untuk menggunakan alat secara
bebas dan kreatif.
b. Pernyataan tidak langsung (non directive statement) : dengan berbicara secara tidak
langsung sebagai motivasi kepada anak.
c. Pertanyaan (question) : dengan menggunakan pertanyaan yang bersifat fakta,
pertanyaan yang bersifat konvergen (pertanyaan dengan hanya satu jawaban),
pertanyaan yang bersifat divergen (pertanyaan dengan jawaban yang lebih dari satu)
serta pertanyaan yang bersifat evaluasi (misalnya : bagaimana perasaan kita jika sedang
naik kapal di laut ?)
d. Directive statement : Guru menolong anak yang mempunyai kesulitan bermain dengan
bicara yang memberikan informasi (misalnya bila melihat anak memukul-mukulkan
kuas ke papan lukis, guru akan berbicara, “ kuas untuk menggambar”)
e. Intervesi fisik (physical intervention) : membantu anak yang mendapat kesulitan dalam
bermain dengan cara guru melibatkan diri dan ikut bermain sementara dengan anak.
D.4. Manfaat Main Bagi Anak Usia Dini
Afandi Muhammad, dkk (2013:225-228) menyatakan bahwa main mempunyai
manfaat yang sangat penting bagi anak khususnya anak usia dini diantaranya :
a. Aspek fisik
Anak berkesempatan melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh
yang membuat tubuh anak sehat dan otot-otot tubuh menjadi kuat, sehingga akan
22

b. Aspek Sosial Emosional


Anak merasa senang karena ada teman bermainnya. Di tahun-tahun pertama
kehidupan, orang tua merupakan teman bermain yang utama bagi anak. Disini akan
terbangun kecerdasan interpersonal dan intrapersonal anak.
c. Aspek Kognitif (Berhubungan dengan Berpikir/Kecerdasan)
Anak belajar mengenal akan pengalaman mengenai objek-objek tertentu seperti : benda
dengan permukaan kasar halus, rasa asam, manis, dan asin. Anak belajar bahasa dan
berkomunikasi timbal balik. Ia pun memerhatikan sesuatu, memusatkan perhatian
mengamati dan melakukan, sesering mungkin diperlihatkan buku-buku bergambar. Di
sini akan terbangun kecerdasan linguistik, spatial visual dan logic mathematic.
d. Aspek Seni
Kemampuan dan kepekaan anak untuk mengikuti irama, anada berbagai bunyi, gerak
serta menghargai hasil karya yang kreatif. Di sini akan terbangun kecerdasan musical,
linguistik, dan bodly kinestetic.
e. Mengasah Ketajaman Pengindraan
Pengindraan anak perlu diasah agar anak menjadi lebih peka terhadap hal-hal yang
terjadi dilingkungannya. Anak menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif. Di sini akan
terbangun kecerdasan Spatial Visual dan Intrapersonal.
f. Media Terapi
Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena selama bermain perilaku anak
lebih bebas. Untuk melakukan terapi perlu dilaksanakan oleh ahlinya dan tidak
dilakukan sembarangan.
g. Media Intervensi
Bermain dapat digunakan untuk melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada
tugas tertentu. Contohnya pada hambatan perkembangan bahasa, sosial, komunikasi.
Menurut Sylvia Ashton Warner (1963) dalam Soendari & Wismiarti (2010), “ kata
pertama harus bermakna bagi anak. Kata itu harus merupakan bagian dari dirinya,
harus kata yang sudah menjadi bagian dari dirinya. Saya masuk kedalam otak anak,
membawa keluar apa yang saya temukan di sana dan menggunakannya sebagai bahan
kerja pertama. Ini adalah kosakata penting bagi mereka.”
23

E. Pembelajaran PAUD BCCT


Berdasarkan http://www.teoripendidikan.com/2014/10/contoh-makalah-paud-
sejarah-bcct-beyond.html memaparkan sejarah BCCT bahwa Metode pembelajaran
anak usia dini melalui pendektatan BCCT (beyond centers and circle times=
sistem sentra & saat lingkaran ) merupakan pendekatan yang dikembangkan melalui
hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik yang merupakan pengembangan diri dari
pendekatan mentossori, high scope, head star, dan Reggio Emilia yang dikembangkan
oleh cretive for childhood research and training ( CCCRT) Florida, USA dan sudah
dilaksanakan selama 35 tahun, baik untuk anak normal maupun anak yang
berkebutuhan khusus. Pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD)
dengan metode BCCT (beyond centers & circle) ini lahir di Florida, amerika Serikat,
dan diyakini mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak (multiple intelligent)
melalui bermaian yang terarah. Seting pembelajaranya mampu merangsang anak untuk
saling aktif, kreatif, dan terus berfikir dengan menggali pengalaman sendiri.
Hal ini berbeda dengan paradigma pendidikan lama yang menghedaki murid mengikuti
perintah, meniru atau menghafal. Kegiatan pembelajaran bermain sambil belajar
integrasi agama melalui pendekatan BCCT yang dimaksud adalah pola pengajaran
yang diterapkan dengan menggunakan kegiatan belajar yang menyenangkan dengan
pendekatan sentra dan saat lingkaran.
Pendekatan sentra dan lingkaran adalah pendekatan penyelenggaraan PAUD yang
berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan
saat dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk
mendukung perkembangan anak. Empat pijakan tersebut adalah :
1. Pijakan lingkungan main
2. Pijakan sebelum main
3. Pijakan selama main
4. Pijakan setelah main
Pijakan adalah dukungan yang berubah-ubah yang disesuaikan dengan
perkembangan yang dicapai anak yang diberikan sebagai pijakan untuk mencapai
perkembangan yang lebih tinggi.
Sentra main adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat
alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk
24

mendukung perkembangan anak dalam 3 jenis main yaitu : (1). Main sensorimotor atau
fungsional, (2). Main peran, dan (3) main pembangunan.
Saat lingkaran adalah dimana pendidik (Guru/Kader/Pamong) duduk bersama
anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan anak yang dilakukan sebelum
dan sesudah main
Dalam https://www.referensimakalah.com/2012/12/pendekatan-beyond-centers-
and-circle.html menjelaskan bahwa :
Bermain Sensorimotor : Anak belajar melalui panca indera dan melalui hubungan fisik
dengan lingkungannya. Kebutuhan sensori motor anak didukung ketika mereka
diberikan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat
perbermainan di dalam dan di luar ruangan.
Bermain Peran (Mikro dan Makro) Disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi,
imajinasi atau bermain drama. Bermain peran sangat penting untuk perkembangan
kognisi, sosial dan emosi anak.
Bermain Pembangunan. Ada 2 jenis bermain pembangunan; Bermain pembangunan
sifat cair/ bahan alam, yaitu dengan menggunakan air, cat dengan kuas, krayon, spidol,
pensil, pulpen, playdough, tanah liat, lumpur, pasir, ublegh, beras, biji-bijian, dan lain-
lain. Serta bermain pembangunan terstruktur, yaitu dengan bermain menggunakan
balok unit, balok berrongga, balok berwarna, lego, puzzle, dan lain-lain.

E.1. Landasan Utama Teori BCCT


Masih dalam http://www.teoripendidikan.com/2014/10/contoh-makalah-paud-
sejarah-bcct-beyond.html menjelaskan bahwa aliran filsafat Konstruktivisme merupakan
aliran filsafat yang sesuai bagi metode BCCT, sebab konstruktivisme adalah suatu posisi
filosofis dan psikologis yang banyak berperan dari belajar dan mengerti individu yang di
konstruksi oleh individu itu sendiri (Graves & Graves, 1994). Konstruktivisme merupakan
pandangan filsafat yang pertama kali dikemukaan oleh sejarawan Italia yang bernama
Giambatista Vico pada tahun 1710. Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena
dan lingkungan. Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005:70) dalam
Adisusilo (2006:1), bahwa konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan
dan rekonstruksi pengetahuan.
Rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki
25

sebelumnya setelah berinteraksi dengan lingkungannya. Aliran konstruktivisme ini cocok


diterapkan dalam dunia pendidikan terutama dalam model pembelajaran BCCT karena
tidak hanya menekankan pada hasil tetapi juga menitikberatkan pada proses pembelajaran
siswa. Proses pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang cukup sehingga
siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Interaksi dengan lingkungan
belajar akan menambah kekayaan pengetahuan, pengalaman serta sosialnya. Beberapa
Filsafat yang mendukung Filsafat Konstruktivisme yaitu Naturalisme Romantic dan
Idealisme. Menurut Aliran filsafat Naturalisme Romantic, Setiap anak dilahirkan
membawa bakat yang baik. maka pendidikan adalah pengembangan bakat anak secara
maksimal melalui pembiasaan, pelatihan, permainan, partisipasi dalam kehidupan sehari-
hari serta penyediaan kesempatan belajar selaras dengan tahaptahap perkembangan anak.
Sedangkan menurut aliran filsafat Idealisme, manusia merupakan makhluk individu
sekaligus mahluk sosial. Maka pendidikan harus ditujukan pada pembentukan karakter,
watak manusia yang berbudi luhur,berbakat insani dan kebajikan sosial.
Selain itu, model ini pun didukung oleh beberapa teori yaitu Maslow, Anna Freud,
Erick Ericson, Lev Vygotsky dan Jean Piaget.
1) Maslow :
kebutuhan dasar harus terpenuhi sebelum meningkat pada kebutuhan yang lebih
tinggi
2) Anna Freud :
Mengemukakan garis perkembangan berisi urutan tahap perkembangan anak dari
ketergantungan menjadi mandiri, dari irrasional menjadi rasional, dari hubungan
yang pasif menjadi aktif dalam realita. Salah satu dari enam garis perkembangan
Anna Freud yang digunakan sebagai dasar teori BCCT ini adalah garis
perkembangan yang menunjukkan bahwa anak belajar mulai dengan badan,
mainan, dan bermain.
3) Erick Erickson :
Anak perlu dikembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan lingkungannya,
kemandirian, inisiatif, dan ketekunannya.
4) Lev Vygotsky :
Anak perlu mendapatkan bimbingan sesuai dengan kebutuhannya. Vygotsky pun
mencetuskan teori belajar Scaffolding yaitu Tingkat pengetahuan atau pengetahuan
berjenjang
26

5) Jean Piaget :
anak belajar menemukan dengan menggali segala sesuatu sesuia tahap masing-
masing anak untuk membangun pengetahuannya.
E.2. Keunggulan BCCT
Kurikulum BCCT diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali
oleh anak itu sendiri. Anak didorong untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Sedangkan
pendidik berperan sebagai perancang, pendukung dan penilai kegiatan anak. Pembelajaran
bersifat individual, sehingga rancangan, dukungan , dan penilaianya pun disesuaikan
dengan tingkatan perkembangan dikebutuhan tiap anak.
Semua tahapan perkembangan anak dirumuskan dengan rinci dan jelas, sehingga
guru memiliki panduan dalam penilaian perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran
tertata dalam urutan yang jelas. Dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian
pijakan-pijakan.
Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil
keputusan sendiri tanpa mesti tahu membuat kesalahan. Setiap tahap perkembangan
bermain anak dirumuskan secara jelas, sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik
melakukan penilaian perkembangan anak.
Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara bertahap, sesuai
situas dan kondisi setempat.
E.3. Tujuan dari pendekatan BCCT
Tujuan dari pendekatan BCCT ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa. STRATEGI
pembelajaran lebih dipentingkan dari pada HASIL
2. Siswa dapat mengerti apa makan belajar, apa manfaatnya, dan bagaiman mencapainya.
Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti
3. Memposisikan guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing atau inspirator, bukan
sebagai center, dan penceramah dalam strategi belajar.
4. Meletakkan pendidikan dasar keimanan, ketakwaan serta seluruh aspek keperibadian
(ESQ) yang diperlukan anak didik dalam menyesuikan diri dengan lingkungan untuk
pertumbuh kembangan selanjutnya
5. Terjalin kerja sama, saling menunjang antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan
guru, sehingga menyebabkan siswa kritis dan guru kreatif.
27

6. Membuat situasi belajar lebih menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa
dapat belajar sampai tingkatan “Joy Of Discovery”, tertantang untuk dapat
memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.
E.4. Pengenalan sentra dan lingkaran dalam kelas
Model pendekatan sentra menitik beratkan pada pandangan ahli pendidikan.
Kegiatan pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang
mempunyai tempat dan irama perkembangan berbeda satu dengan yang lainya.
Menurut Helen Parkhust (1807) seorang ahli pendidikan di Amerika,
mengemukakan bahwa kegiatan pengajaran harus memberikan kemungkinan kepada murid
untuk berintraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan murid lain dalam mengerjakan
tugas tertentu secara mandiri. Pandangan ini tidak mementingkan aspek individu, tetapi
juga aspek sosial. Bentuk pengajarannya memadukan model klasikal dan individual.
Pendekatan sentra berfokus pada anak. Pembelajaran berpusat di sentra main dan
saat anak dalam lingkaran . Sentra main yang berfungsi sebagai Area main yang dilengkapi
seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk
mendukung perkembangan anak.
Sedangkan saat lingkaran adalah saat pendidikan duduk bersama anak dengan
posisi melingkar untuk memberi pijakan pada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah
main. Ruang kelas dapat dimodifikasikan menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan
atau sentra-sentra .
Tiap sentra terdiri dari satu bidang pengembangan. Ada sentra Ibadah, sentra
Bahan Alam, sentra main / sentra Seni dan sentra Main Peran Mikro, Sentra Balok, sentra
Persiapan sentra Seni dan Kreatifitas, sentra Musik dan Oleh Tubuh, sentra Memasak.
Seorang guru betanggung jawab pada 7-12 siswa saja dengan moving class (kelas
berpindah-pindah) setiap hari dari satu sentra ke sentra lain.
Untuk menerapkan metode ini, guru harus mengikuti pijakan-pijakan guna
membentuk keteraturan bermain dan belajar. Pijakan pijakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pijakan lingkungan
Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan intersitas dan densitas
Menurut https://www.nomifrod.com/2016/08/jenis-model-pembelajaran-
sentra-paud-tk-ra.html Intensitas adalah sejumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk
pengalaman tiga jenis main sepanjang hari dan sepanjang tahun. Sedangkan densitas
28

adalah berbagai macam cara setiap jenis main yang disediakan untuk mendukung
pengalaman anak.
Dalam https://www.referensimakalah.com/2014/11/langkah-penerapan-
pendekatan-bcct-dalam-pembelajaran.html menjelaskan bahwa pada pijakan ini
sebelum anak datang, terlebih dahulu pendidik (orang tua) menyiapkan serta menata
alat dan bahan main sesuai dengan rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun.
Menurut https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/06/cara-langkah-
langkah-pelaksanaan-bcct.html Sebelum mengelola bahan main yang tepat, seorang
pendidik harus mengenali kecendrungan perilaku anak selama main. Dalam hal ini
anak diklasifikasikan menjadi 3 jenis anak dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Ciri Anak Pasif
 Terlihat cape letih tidak semangat
 Ekpresi datar, perilaku monoton
 Jarang tertawa atau tersenyum, tidak gembira
 Kurang focus dan jarang bicara
 Menolak main dengan bahan yang menuntut ekspresif
 Tidak dapat bekerjasama baik dengan guru maupun dengan sesama temannya
 Dapat berlaku merusak
b. Ciri-ciri Anak Verbal Agresi
 Menyerang dengan kata-kata
 Sering membantah, penolakan dengan kata-kata
 Menangis menjerit-jerit
c. Ciri-ciri Anak Agresi Fisik
 Anak terlihat banyak bergerak
 Cenderung melakukan gerakan yang membahayakan
 Tidak menyukai kegiatan yang menuntut diam dan rapi
 Berlari, jika diminta berjalan dengan gerakan seperti robot
 Tertarik pada kegiatan secara ekspresif, namun cepat berubah ke kegiatan baru
 Dapat menyerang temannya dengan fisik
 Sering kehilangan kontrol saat menggunakan alat dan bahan main
 Makan dengan rakus
 Tidak mau menatap mata guru atau orang tuanya
 Mudah menyakiti orang lain terutama teman (menendang, menjambak)
29

2. Pijakan sebelum bermain


a. Guru meminta siswa untuk membentuk lingkaran
b. Guru ada diantara siswa sambil bernyanyi
c. Guru meminta para siswa untuk duduk melingkar
d. Guru meminta para siswa berdo‟a bersama
e. Guru menanyakan siswa kesiapan mendengar cerita dan memasuki sentra
f. Guru memulai bercerita menggunakan media yang sesuai tema
g. Guru menginformasikan jenis main yang ada dan menyampaikan aturan bermain
h. Guru meminta siswa untuk masuk ke arena sentra
3. Pijakan saat bermain
a. Guru mempersiapkan catatan perkembangan siswa
b. Guru mencatat perilaku, kemampuan dan celetukan sisiwa
c. Guru membantu siswa jika dibutuhkan
d. Guru mengingatkan siswa bila ada yang lupa atau melanggar aturan
4. Pijakan setelah bermain
a. Guru meminta siswa untuk membereskan mainn dan alat yang dipakai
b. Guru meminta siswa menceritakan pengalaman bermainnya sambil menghitung
jumlah kegiatan yang dilakukan
c. Guru menutup kegiatan dengan berdo‟a bersama
d. Guru membagikan buku komunikasi sebelum pulang.
E.5. Langkah-Langkah Kegiatan dengan Metode BCCT
a) Penataan Lingkungan Bermain
Sebelum anak datang, guru menyiapkan bahan dan alat bermain yang digunakan
sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk kelompok yang
dibimbingnya. Guru menempatkan alat dan bahan bermain yang akan digunakan
yang mencerminkan rencana pembelajaran yang telah dibuat sehingga tujuan anak
selama bermain dengan alat tersebut dapat dicapai.
b) Kegiatan Sebelum Masuk kelas/Penyambutan Anak (10 menit)
Guru menyambut kedatangan anak dengan tegur sapa, senyum dan salam. Anak
anak langsung diarahkan untuk bermain bebas bersama teman teman sambil
menunggu kegiatan dimulai. Kondisi awal yang harus diketahui oleh guru dan
peserta didik saat datang adalah ekspresi emosi yang menunjukkan rasa nyaman
berada di sekolah. Bila kondisi ekspresi emosi anak saat datang menunjukkan
30

kesedihan/murung, maka guru perlu menetralisir emosi anak terlebih dahulu


dengan kegiatan transisi, seperti membaca buku cerita, puzzle, dan sebagainya.
c) Pembukaan/Pengalaman Gerakan Kasar (20 menit)
Guru menyiapkan seluruh anak dalam lingkaran, lalu menyebutkan kegiatan
pembuka yang akan dilaksanakan. Kegiatan pembuka dapat berupa gerak musik,
permainan, dan jurnal, dan sebagainya. Satu guru yang memimpin, guru lainnya
menjadi peserta bersama anak (mencontohkan). Anak dikondisikan duduk
melingkar (circle time). Dalam setiap kelompok melakukan kegiatan berdoa,
diskusi tema, membacakan buku cerita yang berhubungan dengan tema pada hari
itu.
d) Transisi (10 Menit)
Selesai pembukaan, anak anak diberi waktu untuk "pendinginan" dengan cara
bernyanyi dalam lingkaran, atau membuat permainan tebak tebakan. Tujuannya
agar anak kembali tenang. Setelah tenang, anak secara bergiliran dipersilahkan
untuk minum atau ke kamar kecil. Gunakan kesempatan ini untuk melatih
kebersihan diri anak. Kegiatannya dapat berupa cuci tangan, cuci muka, cuci kaki
maupun buang air kecil. Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil,
masing masing guru siap di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk
kelompoknya masing masing.
e) Kegiatan Inti (90 menit)
1. Pijakan pengalaman Sebelum Bermain (15 menit)
Guru dan anak duduk melingkar, guru memberi salam pada anak anak, kabar
anak anak, dan dilanjutkan dengan kegiatan:
a. Guru meminta anak untuk memperhatikan siapa teman yang tidak hadir.
Minta anak mengambil "nametag" dan menempelkan ke papan absen,
membalik, atau menunjukkan.
b. Berdoa bersama, anak secara bergilir memimpin doa.
c. Guru menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan anak.
d. Guru membacakan buku yang terkait dengan tema. Setelah selesai,
menyanyakan kembali isi cerita.
e. Guru mengatkan isi cerita dengan kegiatan bermain yang dilakukan anak.
f. Guru mengenalkan semua tempat dan alat bermain yang suclah disiapkan.
g. Dalam memberi pijakan, guru harus mengaitkan kemampuan apa yang
31

diharapkan muncul pada anak, sesuai rencana pembelajaran yang telah


disusun.
h. Guru menyampaikan bagaimana aturan bermain (digali dari anak), memilih
ternan bermain, memilih alat bermain, cara menggunakan alat alat, kapan
memulai dan mengakhiri bermain, serta merapikan kembali alat yang sudah
dimainkan.
i. Guru mengatur teman lain dengan memberi kesempatan kepada anak untuk
memilih teman mainnya. Apabila ada anak yang hanya memilih anak
tertentu sebagai teman mainnya, maka guru agar menawarkan untuk
menukar teman mainnya.
j. Setelah anak siap bermain, guru mempersilahkan anak untuk mulai
bermain. Agar tidak berebut serta lebih tertib, guru dapat menggilir
kesempatan setiap anak untuk mulai bermain, misalnya berdasarkan warna
baju, usia anak, huruf depan nama anak, atau cara lainnya agar lebih teratur.
2. Pijakan Pengalaman Selama Bermain (60 menit)
a. Guru mengamati dan memastikan semua anak melakukan kegiatan bermain.
b. Memberi contoh cara bermain pada anak yang belum bisa menggunakan
bahan alat.
c. Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekerjaan yang
dilakukan anak.
d. Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara bermain
anak Pertanyaan terbuka artinya pertanyaan yang tidak cukup dengan
dijawab ya atau tidak saja, tetapi banyak kemungkinan jawaban yang dapat
diberikan anak.
e. Memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan.
f. Mendorong anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak memilik
pengalaman bermain yang kaya.
g. Mencatat yang dilakukan anak jenis bermain, tahap perkembangan, tahap
sosial).
h. Mengumpulkan hasil kerja anak. Jangan lupa mencatat nama dan tanggal
lembar kerja anak.
i. Bila waktu tinggal 5 menit, guru memberitahukan pada anak-anak untuk
bersiap-siap menyelesaikan kegiatan mainnya.
32

3. Pijakan Pengalaman Setelah Bermain (15 menit)


a. Apabila waktu bermain selesai, guru memberitahukan saatnya
membereskan alat dan bahan yang sudah digunakan melibatkan anak-anak.
b. Bila anak belum terbiasa untuk membereskan, guru dapat membuat
permainan yang menarik agar anak ikut membereskan.
c. Saat membereskan, guru menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap
jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat bermain sesuai
dengan tempatnya
d. Bila bahan mainan sudah dirapikan kembali, satu guru membantu anak
membereskan baju anak (menggantinya bila basah), sedangkan guru lainnya
dibantu orang tua membereskan semua mainan hingga semua rapi di
tempatnya.
e. Bila anak sudah rapi mereka diminta duduk melingkar bersama guru.
Setelah semua anak duduk dalam lingkaan, guru menanyakan pada setiap
anak kegiatan bermain yang telah dilakukan pada hari itu. Kegiatan
menanyakan kembali (recalling) melatih daya ingat anak mengemukakan
gagasan dan pengalaman mainnya (memperluas perbendaharaan kata anak).
f. Makan Bersama (10 menit)
Usahakan setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama. Jenis makanan
berupa kue atau makanan lainnya yang disiapkan sekolah atau yang dibawa
oleh masing-masing anak. Sekali dalam satu bulan diupayakan ada
makanan yang disediakan untuk perbaikan gizi.
f) Kegiatan Penutup (10 menit)
1. Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran, guru dapat mengajak
anak menyanyi atau membaca puisi. Guru menyampaikan rencana kegiatan hari
berikutnya, dan menganjurkan anak untuk bermain yang sama di rumah
masing-masing.
2. Guru memberi kesempatan kepada anak secara bergiliran untuk memimpin doa
penutup.
3. Untuk menghindari berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan warna
baju, usia, atau cara lain untuk keluar dan bersalaman lebih dahulu.
33

g) Penilaian
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mencatat segala
hal yang terjadi, baik terhadap program kegiatan maupun terhadap perkembangan
peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan masukan bagi
keperluan penilaian. Setiap semester, hasil laporan perkembangan anak dilaporkan
kepada orang tua secara lisan dan tertulis berupa rapor dalam bentuk narasi.
BAB III
PEMBAHASAN

Sebelum bencana gempa peserta didik kelompok TK A PAUD Terpadu Putra Kaili
Permata Bangsa berjumlah 8 (delapan) anak. Terdiri dari 4 anak laki-laki dan 4 anak
perempuan dengan kelompok usia 4-5 tahun.
Terapi bermain “Trauma healing” yang saya lakukan pada peserta didik kelompok
TK A PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa pada saat itu hanya berjumlah 4 anak. 2
orang anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Jumlah peserta didik bertambah hingga 7
(tujuh) anak setelah 2 minggu hingga saat ini.
Strategi pemecahan yang saya terapkan untuk mengatasi trauma menggunakan terapi
bermain dengan alat permainan edukatif (APE) yang saya buat sendiri. Melihat manfaat
trauma healing pada kajian teori diatas maka kompetensi dan indikator yang saya harapkan
dari kegiatan-kegiatan yang saya terapkan dalam kegiatan bermain dengan model BCCT
yaitu :
Aspek
Kompetensi yang diharapkan Indikator
Perkembangan
1.2 Menghargai diri sendiri, orang Nilai Agama Mampu menjaga
lain, dan lingkungan sekitar dan Moral kebersihan
sebagai rasa syukur kepada - BAK dan BAB di WC
Tuhan

1.13 Mengenal emosi diri dan orang Sosial Mampu menenangkan diri
lain secara wajar Emosional

4.13 Menunjukkan reaksi emosi diri


secara wajar
1.11 Memahami bahasa ekspresif Bahasa - Mampu menceritakan
(mengungkapkan bahasa secara diri, keluarga, orang-
verbal dan nonverbal) orang yang dikenal
- Mampu menceritakan
4.11 Menunjukkan kemampuan peristiwa yang
berbahasa ekspresif dialaminya
(Mengungkapkan bahasa
secara verbal dan nonverbal)
Tabel 3.1. Indikator yang diinginkan terkait penanggulangan trauma pada anak

Berdasarkan https://www.duniapaud.com/langkah-langkah-pembelajaran-beyond-
center-and-circle-time/ Ada tiga langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran

34
35

Beyond Center and Circle Times yaitu perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi. Maka saya
menyusun langkah-langkah pelaksanaan BCCT sebagai berikut :
A. Perencanaan
1. Membagi tiga sudut bermain yaitu sentra bermain peran, sentra imtaq dan sentra
bahan alam.
2. Penyiapan tempat sesuai dengan fasilitas sekolah, dapat saya gambar seperti
dibawah ini:

Gambar 3.1 Denah Sekolah

a. Sentra bermain peran : APE rumput-rumput dari bahan kardus bekas dan roll
kain, Ikan sapu-sapu dari sisa kain.
b. Sentra Imtaq : membuat APE puzzle huruf hijaiyah, bermain sepatu huruf
hijaiyah
c. Sentra Bahan Alam : APE penampung pasir dari jirigen dan botol bekas bekas
berbagai ukuran, sekop dari jirigen bekas

3. Sebagai bahan evaluasi saya menyiapkan administrasi pencatatan perkembangan


anak berdasarkan Tabel 3.1. Indikator yang diinginkan terkait penanggulangan
trauma pada anak maka dalam tiga kali pertemuan terapi saya mengamati hanya
pada perkembangan Nilai Agama dan Moral, sosial emosional dan bahasa anak
saja.

Berdasarkan indikator tersebut saya membuat lembar pengamatan sebagai berikut :


36

Gambar 3.2 Lembar Pengamatan Perkembangan Anak

B. Pengelolaan

Penerapan BCCT pada Pembelajaran di Sentra Bahan Alam

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN


PAUD TERPADU PUTRA KAILI PERMATA BANGSA
Satuan Program Taman Kanak-Kanak
Kelompok TK A

SENTRA BAHAN ALAM

Kelompok Usia : 4 -5 tahun Tema : Tanaman


Jumlah Anak : 4 anak Sub Tema : cara memelihara tanaman
WAKTU KEGIATAN
- Menanti dan menyambut kedatangan anak serta menanyakan
kabarnya
- Mengingatkan anak untuk salam dan salim kepada orang tua yang
mengantarnya.
07.00 – 07.30 - Memberitahukan ke anak, siapa yang mau pipis atau e-ek ayo ke
toilet.
- Sambil menunggu semua anak mengajak anak menyanyi lagu
“Pohon”
37

WAKTU KEGIATAN
- Berdoa dan bercerita tentang “Bunga”

- Bernyanyi lagu “Pohon” Cipt. Sinung


Biji ditanam tumbuh tunas
Tunas disiram tumbuh akar
Akar disiram tubuh batang
Batang disiram tumbuh daun
07.30- 08.00 Pohon dipupuk dengan teratur
Akan tumbuh berkembang
Makin lama makin besar
Tumbuh bunga menjadi buah

Lagu dinyanyikan dengan mengajak anak berdiri dengan


mencontohkan gerakan tangan
Kegiatan Inti
1. Pijakan lingkungan
Setting Kegiatan :
- Menyediakan sekop dan wadah dari jiregen dan botol bekas
- Mengisi wadah berbagai ukuran dengan pasir
- Mengisi wadah dengan berbagai cara
Penataan : Menata sekop dan wadah dari jirigen di sentra bahan alam

2. Pijakan Sebelum Main


 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
 Mendiskusikan cara bermain bahwa tidak menaruh pasir
dirumput, karena rumputnya nanti bisa mati.
 Merancang transisi urutan main:
Menuang kembali pasir yang sudah ditampung dijirigen, yang
pertama selesai boleh mengisi air.
08.0 – 10.00
3. Pijakan Saat Main
 Mengobservasi dan mendokumentasikan perilaku kegiatan anak
 Memperluas bahasa anak dengan menanyakan beberapa hal
tentang kegiatan main yang sedang dilakukan
 Mendukung dan mempertinggi kemampuan anak secara
individu melalui pertanyaan-pertanyaan yang dibangun anak.
 Memberi motivasi / dorongan dengan memberi penghargaan
berupa bintang kepada anak yang selesai mengerjakan
kegiatannya

4. Pijakan Setelah Main


 Bersama anak mengembalikan mainan ke tempat semula
 Mengulas kembali kegiatan main
 Berbagi cerita
 Memperkuat perilaku anak yang positif

10.00 – 10.30 Makan tambahan bersama diresto sekolah


38

APE yang dibuat disentra bahan alam :

Gambar 3.3 APE Sekop dan wadah dari jirigen bekas

Gambar 3.4 Wadah berbagai macam ukuran dari botol bekas


berbagai ukuran serta tutup toples
39

Gambar 3.5 Dokumentasi Kegiatan Pijakan Saat Main

Hasil Pelaksanaan di Sentra Bahan Alam :


Saat pelaksanaan kegiatan ternyata yang hadir hanya tiga anak, namun dari kelas
TK B juga ingin ikut bergabung maka saya ijinkan ikut bergabung karena guru dikelas TK
B belum pulang dari mengungsi. Saat kegiatan anak-anak mulai mengambil APE yang
saya sediakan, Rencananya APE yang saya sediakan cuma untuk 4 (empat) anak, dan
ternyata sekarang menjadi 6 (enam) anak. Hal ini dapat teratasi, anak-anak lebih besar mau
berbagi dan mengerti.
Kegiatan berpindah tempat dari di pasir yang basah dekat pohon anggur ke area
pasir yang kering, atas usul orang tua murid yang masih menemani anaknya. Saya
mengiyakan. Anak-anak tampak gembira, hanya satu anak yang tampak masih murung
walaupun saya sudah mengajak dan menyemangatinya.
Setelah 20 menit tiba-tiba gerimis, maka kegiatan langsung dimajukan ke kegiatan
pijakan setelah main. Mengajak anak kepanggung untuk menceritakan kegiatan yang baru
saja dilakukan.
40

Gambar 3.6 Saat semua anak bergembira main pasir, ada anak yang masih belum tertarik

Penerapan BCCT pada Pembelajaran di Sentra Bermain Peran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN


PAUD TERPADU PUTRA KAILI PERMATA BANGSA
Satuan Program Taman Kanak-Kanak
Kelompok TK A

SENTRA BERMAIN PERAN

Kelompok Usia : 4 -5 tahun Tema : Tanaman


Jumlah Anak : 4 anak Sub Tema : Bunga
WAKTU KEGIATAN
- Menanti dan menyambut kedatangan anak serta menanyakan
kabarnya
- Mengingatkan anak untuk salam dan salim kepada orang tua yang
mengantarnya.
07.00 – 07.30 - Sambil menunggu semua anak mengajak anak melipat bentuk
pesawat dan perahu dari kertas bekas
- Memberitahukan ke anak, siapa yang mau pipis atau e-ek ayo ke
toilet.
41

WAKTU KEGIATAN
- Berdoa dan bercerita tentang Bunga
- Bernyanyi lagu “Bunga”
Lihat kebunku penuh dengan bunga
Ada yang putih dan ada yang merah
07.30 - 08.00 Setiap hari kusiram semua
Mawar melati semuanya indah

Lagu dinyanyikan dengan mengajak anak berdiri dan memperagakan


gerakan tangan.
Kegiatan Inti
1. Pijakan lingkungan
Setting : Taman Bunga
Penataan rumput-rumputan dari kardus bekas, Bunga dari karton
bekas jilid, topi ikan sapu-sapu dari kain sisa.

Peran : Ikan Sapu-sapu dan anak

2. Pijakan Sebelum Main


 Menata Kebun
 Kosakata : Kebun, Tanam, Siram
 Alur Cerita : Anak menata rumputan-rumputan dan membuat
kebun atau halaman rumah dan cerita sesuai berkembang sesuai
imajinasi anak.

 Mendiskusikan Aturan Main


- Mengangkat rumput-rumputannya dengan hati-hati
- Berbagi alat main dengan teman
08.00 - 10.00 - Membereskan mainan setelah selesai bermain
 Merancang transisi urutan main:
Memerankan sebagai ikan sapu-sapu dan anak secara
bergantian.

3. Pijakan Saat Main


 Mengobservasi dan mendokumentasikan perilaku bermain anak
 Memperluas bahasa anak dengan menanyakan beberapa hal
tentang kegiatan main yang sedang dilakukan
 Mendukung dan mempertinggi kemampuan anak secara
individu melalui pertanyaan-pertanyaan yang dibangun anak.
 Memberi motivasi / dorongan terutama pada anak yang
cenderung pasif

4. Pijakan Setelah Main


 Bersama anak mengembalikan mainan ke tempat semula
 Mengulas kembali kegiatan main
 Berbagi cerita
 Memperkuat perilaku anak yang positif

10.00 – 10.30 Makan tambahan bersama diresto sekolah


42

APE yang dibuat disentra bermain peran :

Gambar 3.7 Rumput-rumputan dari kardus bekas dan Roll Kain

Gambar 3.8 Topi ikan sapu-sapu dari kain sisa

Gambar 3.9 Bunga dari karton bekas jilid


43

Gambar 3.10 Pijakan Saat Main di Sentra Bermain Peran

Gambar 3.11 Berbagai cerita pada pelaksaan pijakan saat main di sentra bermain peran

Hasil Pelaksanaan di Sentra Bermain Peran :


Anak awalnya memindahkan bunga-bunga yang sudah dipasang dan
memasangnya kembali dengan mengatakan kita sedang menanam bunga. Alif sibuk
dengan topi ikan sapu-sapu. Anak-anak mulai sibuk memindahkan rumput-rumputan
kardus dan mencobanya dengan berbagai posisi. Dan mengatakan ini kebun, setelah ±5
44

menit setelah bosan mulai menindahkan lagi posisi kardus dan bunga-bunganya. Dan
bergantian berperan sebagai ikan sapu-sapu dan anak. Tidak lama mereka mengatakan
disini kolam renang disana kamar tidur. Lalu saya sebagai guru mengatakan wah kalau
begitu basah dong nanti kamarnya. Deenara nyeletuk “kan ditutup begini bu, jadi tidak
basah”.
Saya mengajak anak menyanyi lihat kebunku saat anak mengatakan ini kebun Bu.
Dan ketika menyebutkan syair “ada yang putih”. Wah dikebunnya ada bunga warna putih
tidak ya…. Mereka melihat, dan salah satu anak berkata “tidak ada Bu, adanya merah”.
Setelah selesai kegiatan pijakan setelah main, kembali membentuk lingkaran dan
menannyakan kegiatan apa saja yang dilakukan dan memberi jempol atas bermainnya yang
baik dan tidak rebutan.

Penerapan BCCT pada Pembelajaran di Sentra Imtaq (Iman dan Taqwa)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN


PAUD TERPADU PUTRA KAILI PERMATA BANGSA
Satuan Program Taman Kanak-Kanak
Kelompok TK A

SENTRA IMTAQ

Kelompok Usia : 4 -5 tahun Tema : Tanaman


Jumlah Anak : 4 anak Sub Tema : Pohon
WAKTU KEGIATAN
- Menanti dan menyambut kedatangan anak serta menanyakan
kabarnya
- Mengingatkan anak untuk salam dan salim kepada orang tua yang
07.00 – 07.30 mengantarnya.
- Memberitahukan ke anak, siapa yang mau pipis atau e-ek ayo ke
toilet.
- Sambil menunggu semua anak mengajak menyanyi lagu “Pohon”
- Berdoa dan bercerita tentang “Pohon”
- Bernyanyi lagu “Pohon” Cipt. Sinung
Biji ditanam tumbuh tunas
Tunas disiram tumbuh akar
Akar disiram tubuh batang
07.31- 08.00 Batang disiram tumbuh daun
Pohon dipupuk dengan teratur
Akan tumbuh berkembang
Makin lama makin besar
Tumbuh bunga menjadi buah
45

WAKTU KEGIATAN
Lagu dinyanyikan dengan mengajak anak berdiri dengan
mencontohkan gerakan tangan
Kegiatan Inti
1. Pijakan lingkungan

Setting Kegiatan :
- Anak mewarnai huruf hijaiyah, lalu ditempelkan dikardus
- Guru memotong bagian huruf hijaiyah dan
- Anak menempelkan sisa kardusnya di kardus lainnya.
- Bermain sepatu hijaiyah

Penataan : kardus persegi yang bagian ujungnya bulat, huruf hijaiyah


yang diprint dan sudah digunting, Bentuk bintang dari
sisa stiker, menghubungkan huruf hijaiyah dari jiregen
bekas.

2. Pijakan Sebelum Main


 Menjelaskan urutan kegiatan yang akan dilakukan
 Mendiskusikan cara mewarnai, menempelkan huruf hijaiyah
yang sudah diwarnai, dan menempelkan sisa kardus
 Memberitahukan acara selanjutnya bermain sepatu hijaiyah dan
bagaiman cara bermainnya
09.0 - 10.00  Merancang transisi urutan main:
Foto dengan hasil karya masing-masing, menyimpan hasil karya
ditas untuk dibawa pulang

3. Pijakan Saat Main


 Mengobservasi dan mendokumentasikan perilaku kegiatan anak
saat mewarnai, menempel dan bermain sepatu huruf hijaiyah
 Memperluas bahasa anak dengan menanyakan beberapa hal
tentang kegiatan main yang sedang dilakukan
 Mendukung dan mempertinggi kemampuan anak secara
individu melalui pertanyaan-pertanyaan yang dibangun anak.
 Memberi motivasi / dorongan dengan memberi penghargaan
berupa bintang kepada anak yang selesai mengerjakan
kegiatannya

4. Pijakan Setelah Main


 Bersama anak mengembalikan mainan ke tempat semula
 Mengulas kembali kegiatan main
 Berbagi cerita
 Memperkuat perilaku anak yang positif

10.00 – 10.30 Makan tambahan bersama diresto sekolah


46

Gambar 3.12 Bintang dari kertas sisa stiker sebagai reward /penghargaan

Gambar 3.13 Persiapan bahan pembuatan puzzle huruf hijaiyah


47

Gambar 3.14 APE Sepatu Huruf Hijaiyah

Gambar 3.15 Pijakan Saat Main Kegiatan Mewarnai

Gambar 3.16 Pijakan Saat Main Kegiatan Menempel


48

Gambar 3.17 Pijakan Saat Main membantu teman menempel

Gambar 3.18 Pijakan Saat Main Memperlihatkan hasil karya


49

Gambar 3.19 Kegiatan Transisi Menyimpan hasil karya puzzle huruf hijaiyah ke tas

Gambar 3.20 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mencocokkan Huruf Hijaiyah”
50

Gambar 3.21 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mengikat tali sepatu”
51

3.22
Memperlihatkan
bintang
penghargaan
keberhasilan
selesai
mengerjakan
semua kegiatan

Hasil Pelaksanaan di Sentra IMTAQ :


Sebelum kegiatan anak diajak melingkar dan mendiskusikan kegiatan yang akan
dilakukan, menjelaskan aturan dalam melakukan kegiatan. Anak melakukan kegiatan,
sesekali ada yang bertanya mau dikasih warna apa Bu ? saya menjawab silahkan mau
dikasih warna apa saja yang kalian sukai. Saat kegiatan menempel, anak kebanyakan
memberi lem kertas huruf hijaiyahnya, dan saya memberi arahan cara meratakan lemnya.
Semua anak antusias menyelesaikan mewarnai karena ingin menempelkan hasil
mewarnainya di kardus dan saya memberitahukan setelah ditempel, dipotong dulu kardus
sekitar huruf hijaiyahnya (dipotong membentuk daun) lalu ditempel kembali sisa potongan
kardusnya. Sehingga membentuk puzzle huruf hijaiyah. Kemudian sebelum lanjut ke
kegiatan sepatu huruf hijaiyah, anak-anak foto dengan hasil karyanya masing-masing dan
menyimpan ke tas.
Saat bermain sepatu huruf hijaiyah, anak-anak saya ajak fokus dengan tiba-tiba
memberi perintah “tepuk tiga”. Setelahnya anak saya arahkan jika yang saya sebut
namanya maka itu yang mengambil tutup botol dan mencocokannya ke sepatu yang
dibagian dalamnya juga terdapat huruf-huruf hijaiyah. Secara bergiliran saya menyebutkan
namanya, pas tinggal satu anak yang belum saya sebutkan namanya, saya memberi
52

pertanyaan, “hayo siapa yang belum saya sebutkan nama nya”. Dan mereka menyebutkan
nama anak yang belum disebutkan namanya. Selesai anak-anak bekerja sama mengikat tali
dengan memasukkan tali (yang dibuat dari jirigen juga) kelubang-lubang dibagian pinggir
APE Sepatu Huruf Hijaiyah.
Setelah itu anak-anak saya ajak duduk melingkar dan memberikan penghargaan
berupa bintang dari sisa stiker. Dan menanyakan kegiatan apa dilakukan tadi, bentuk apa
potongan kardusnya. Apa yang bisa kita lakukan agar pohon subur. Kalau dirumah, yang
senang menyiram tanaman siapa hayo? Dan sekali lagi mengajak anak menyanyikan lagu
“Pohon”. Semua anak tampak bergembira dengan semua kegiatan yang dilakukan.

C. Evaluasi
Setelah melakukan terapi bermain “trauma healing” dengan tiga kali pertemuan
pada jangka waktu ±5 hari setiap kali pertemuannya. Hal ini tidak saya lakukan setiap hari
karena pada hari lainnya saya merancang APE untuk pertemuan selanjutnya.
Alhamdulillah pada hari berikutnya setelah hari pertama, guru pendamping saya yang biasa
menemani saya mengajar sudah pulang dari mengungsi dengan menggabungkan metode
pembelajaran seperti biasanya yang melibatkan kegiatan pembuka, kegiatan inti dan
kegiatan penutup di dalam ruangan dan di luar ruangan. Media pembelajaran yang saya
gunakan masih APE buatan sendiri seperti angka dari botol sampo dan menjahit huruf dari
jirigen minyak goreng. Saya melakukan penilaian setiap kali pertemuan dengan ceklis
lembar catatan pengamatan dan direkap setelah 2 minggu, saya mengobservasi pola
tingkah laku anak dan kerjasama serta komunikasi yang baik dengan guru pendamping.
Selama ±2 minggu, dapat saya katakan trauma healing dengan terapi bermain
berhasil 86% karena pada awal terapi dengan penggabungan tingkat usia berbeda dan
kelompok besar sekitar 6 anak masih ada 1 anak yang tidak dapat saya taklukkan. Dan
terapi tidak dapat saya lanjutkan pada anak tersebut disebabkan kelas yang berbeda pada
pertemuan selanjutnya. Selang beberapa hari kemudian pada dua pertemuan sisanya, anak-
anak sangat antusias, menanti kapan lagi diajak bermain.
Pada pertemuan kedua di sentra bermain peran, saya memberi nilai keberhasilan
sebanyak 75% karena di saat melakukan pijakan setelah main, ada satu anak yang tiba-tiba
pipis dicelana. Dan ini menandakan indikator ketidakmampuan anak dalam menjaga
kebersihan BAK dan BAB di WC.
53

Setelah pertemuan ketiga di sentra IMTAQ, semua anak dapat menyelesaikan


semua kegiatan, dan indikator dari kompetensi yang diharapkan dapat tercapai 100%.
Keberhasilan terapi ini dapat saya jabarkan sebagai berikut:
No Pertemuan Jumlah Anak Keberhasilan
1. Pertama di Sentra Bahan Alam 6 orang 83 %
2. Kedua di Sentra Bermain Peran 4 orang 75%
3. Ketiga di Sentra IMTAQ 4 orang 100%
Rata-rata keberhasilan 86%
Tabel 3.2. Ketercapaian keberhasilan terapi bermain “trauma healing”

Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan kebenaran dari ulasan artikel
“Terapi Bermain, 'Trauma Healing' untuk Anak pasca gempa” pada situs
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180806134142-277-319896/terapi-
bermain-trauma-healing-untuk-anak-pascagempa yang mengatakan bahwa bermain
menjadi metode trauma healing yang tepat buat anak. "(Kalau bermain), mereka enggak
merasa sedang diobati, enggak merasakan situasi yang mencekam. Dan yang
mendampingi tidak boleh selalu mengungkit cerita (tentang gempa),".
Dan ketercapaian dari pertanyaan apakah terapi bermain “trauma healing”
dengan alat permainan edukatif (APE) buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik
PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa dapat memulihkan kondisi anak-anak
tersebut seperti semula? Maka dapat saya simpulkan 94,4% dapat berhasil dengan
kondisi anak trauma ringan. Walaupun seiring waktu trauma ringan ini dapat berlalu
dengan sendirinya. Namun dengan terapi bermain ini dapat mempercepat prosesnya.
Anak sangat tertarik dengan bermain APE yang saya buat sendiri, dan
memainkannya dengan berbagai cara. Mereka tidak mengenal adanya sentra. Yang
mereka tahu, mereka diberi kesempatan bermain bebas mengeluarkan imajinasinya.
Dan saya sebagai guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator diluar dari kebiasaan
mengajar saya sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peristiwa bencana alam gempa dan tsunami hari jum‟at tanggal 28 September
2018 pasti menyisakan trauma pada anak-anak kita dikota Palu dan sekitarnya. Namun
kita harus bangkit dan kuat, apalagi sebagai pendidik khususnya guru TK karena anak
usia TK 4-6 tahun adalah masa emas anak yang tidak boleh disia-siakan hanya karena
trauma, perkembangan mentalnya jadi terhambat.
Melalui terapi bermain “trauma healing” dengan Alat Permainan Edukatif (APE)
buatan sendiri pendidik mencoba menghadapi trauma yang dialami oleh peserta didik
kelompok TK A PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa.
Dengan metode BCCT (Beyond Centers and Circle Time ) dan penggunaan APE
yang saya buat sendiri, terapi bermain ini dapat dikatakan berhasil karena mencapai
86%. Walaupun target terapi trauma ini hanya berjumlah 4 anak. Metode Pembelajaran
BCCT hanya salah satu metode dari berbagai macam metode yang ada di PAUD,
namun apapun itu tetap pendidiklah sebagai kunci utama dalam penyajiannya.
Bagaimana pendidik dapat menerapkan metode-metode tersebut secara tepat dan benar.

B. Saran
- Sebagai pendidik kita haruslah terus belajar dan belajar, jangan pernah cepat puas
dengan apa yang diraih. Perkaya wawasan dengan berbagai macam metode
pembelajaran agar dapat dipraktekkan ke peserta didik kita.
- Jangan pernah putus asa dengan keterbatasan media pembelajaran, terus berinovasi
dan menciptakan karya-karya baru demi mewujudkan generasi penerus yang
unggul (dari segala sisi terutama akhlaknya) dan berwawasan lingkungan di masa
depan.
- Anak adalah peniru ulung, maka disekolah maupun dirumah hendaklah kita berlaku
sabagai seorang pendidik yang selalu menginspirasi mereka membangun dan
mengembangkan 6 aspek perkembangannya yaitu Aspek Nilai Moral dan Agama,
Aspek Sosial Emosional, Aspek Kognitif, Aspek Fisik Motorik, Aspek Bahasa, dan
terakhir Aspek Seni.

54
DAFTAR PUSTAKA

Afandi Muhammad, dkk, 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Teori dan
Aplikasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta
Barnawi & Wiyani Novan Ardy, 2016, FORMAT PAUD : Konsep, Karakteristik, &
Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta
Mursid, 2016, Pengembangan Pembelajaran PAUD, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Riyana Cepi, Susilana Rudi, M, 2017, Media Pembelajaran, Hakikat, Pengembangan,
Pemanfaatn dan Penilaian, CV. Wacana Prima, Bandung.
Sujiono, Bambang, Yuliani Nurani, 2010, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak,
PT. Indeks, Jakarta.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180806134142-277-319896/terapi-bermain-
trauma-healing-untuk-anak-pascagempa
https://www.scribd.com/document/340684746/Pengertian-trauma-healing-docx
http://www.teoripendidikan.com/2014/10/contoh-makalah-paud-sejarah-bcct-beyond.html
https://www.referensimakalah.com/2012/12/pendekatan-beyond-centers-and-circle.html
https://www.referensimakalah.com/2014/11/langkah-penerapan-pendekatan-bcct-dalam-
pembelajaran.html
https://www.nomifrod.com/2016/08/jenis-model-pembelajaran-sentra-paud-tk-ra.html
https://www.duniapaud.com/langkah-langkah-pembelajaran-beyond-center-and-circle-time
https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/06/cara-langkah-langkah-
pelaksanaan-bcct.html

55
LAMPIRAN

APE Angka
APE Bentuk Bintang

APE di Sentra Bermain Peran


APE Pohon Kehadiran

Anda mungkin juga menyukai