Oleh :
Haryati, S.Pd. AUD
Guru PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa
Satuan Program Taman Kanak-Kanak
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa naskah karya inovasi pembelajaran
yang berjudul “Terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik Kelompok TK A PAUD Terpadu Putra
Kaili Permata Bangsa” adalah:
1. Best Practice ASLI yang dibuat sendiri
2. Sudah diimplementasikan dalam pembelajaran dan didiseminasikan kepada insan
pendidikan;
3. Tidak sedang diikutsertakan dalam lomba sejenis, baik ditingkat Provinsi, Nasional
maupun internasional. dan saya belum pernah menjadi juara I, juara II atau juara III
pada perlombaan tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dan
Instansi lain tiga tahun terakhir;
4. Tidak sedang diusulkan pada jabatan fungsional tertentu lainnya
Apabila pernyataan yang saya buat tidak benar, saya bersedia didiskualifikasi oleh panitia.
ii
PENGESAHAN
Titin Widartin
NIY. 6990 0876 010
iii
iv
ABSTRAK
Bencana alam yang terjadi hari jum‟at tanggal 28 September 2019 menyisakan
trauma khususnya pada anak-anak, melihat hal tersebut saya mulai mencari metode terapi
yang benar untuk anak agar peserta didik Kelompok TK A di PAUD Terpadu Putra Kaili
Permata Bangsa dapat kembali ceria seperti sedia kala.
Tujuan penulisan best practice ini adalah untuk menceritakan pengalaman terbaik
saya dalam pelaksanaan memberikan terapi bermain “trauma healing” dengan APE (Alat
Permainan Edukatif) buatan sendiri. Metode Beyond Centers and Circle Time (BCCT)
menjadi pilihan saya untuk melaksanakan terapi bermain “trauma healing” dengan APE
buatan sendiri. Karena dengan metode ini penekanan ke anak tidak ada, anak diberi
kesempatan berimajinasi dan berekspresi lebih leluasa selama tidak menyalahi aturan yang
sudah dibahas bersama sebelumnya. Media pembelajaran yang digunakan adalah APE
(Alat Permainan Edukatif) buatan sendiri, dirancang sesuai dengan sentra yang dibuka
yaitu sentra bahan alam, sentra bermain peran, dan sentra IMTAQ (Iman dan Taqwa). Di
sentra bahan alam ada APE sekop dan wadah dari jirigen bekas, di sentra bermain peran
ada APE rumput-rumputan dari kardus bekas dan bunga dari karton bekas, di sentra
IMTAQ ada puzzle huruf hijaiyah dan sepatu huruf hijaiyah. Penulis juga melampirkan
dokumentasi APE yang sudah pernah dibuat sebelum bencana alam seperti APE huruf,
angka dan bintang dengan masih menggunakan barang bekas yang sudah tidak dipakai
lagi.
Keberhasilan terapi ini sebesar 86% dapat memulihkan kondisi anak-anak tersebut
seperti semula. Sekarang semua peserta didik kelompok A dapat mengekspresikan
emosinya secara wajar , menceritakan pengalaman yang terjadi padanya, tidak murung dan
ceria kembali serta tetap mampu menjaga kebersihan dengan BAK dan BAB di WC.
Kata Kunci : Terapi Pasca Gempa, APE Kreatif, Trauma Healing
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................................... 3
vi
E. Pembelajaran PAUD BCCT ............................................................................ 23
E.1. Landasan Utama Teori BCCT .................................................................. 24
E.2. Keunggulan BCCT .................................................................................... 26
E.3. Tujuan dari pendekatan BCCT ................................................................. 26
E.4. Pengenalan sentra dan lingkaran dalam kelas ........................................... 27
E.5. Langkah-Langkah Kegiatan dengan Metode BCCT ................................. 29
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
APE Angka
APE Huruf
APE Bentuk Bintang
APE Pohon Persiapan Baca
Lembar catatan perkembangan anak
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah adalah wadah untuk mengasah perkembangan anak mulai dari usia TK
(4-6 tahun) hingga ke jenjang perguruan tinggi. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
merupakan pondasi awal untuk mengasah 6 aspek perkembangan anak yaitu nilai
agama dan moral, sosial emosional, kognitif, fisik motorik, bahasa, dan seni. Hal ini
dipaparkan dalam Permendikbud RI nomor 16 tahun 2014 tentang kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini pasal 5 ayat 1, yang menyebutkan bahwa struktur
kurikulum PAUD memuat program-program pengembangan yang mencakup (a) nilai
agama dan moral, (b) fisik motorik, (c) kognitif, (d) bahasa, (e) sosial-emosional dan (f)
seni.
PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa bangunannya merupakan satu
kesatuan dengan bangunan SD Unggulan Putra Kaili Permata Bangsa. PAUD Terpadu
Putra Kaili Permata Bangsa ada dilantai satu sedangkan SD Unggulan Putra Kaili
Permata Bangsa berada dilantai dua. Pada hari jum‟at tanggal 28 September 2018 telah
terjadi bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di kota Palu Sulawesi Tengah,
Alhamdulillah hanya terdapat sedikit kerusakan pada pagar pembatas selatan, gedung
secara keseluruhan masih berdiri kokoh. Namun warga sekolah secara psikologis masih
trauma. Karena beberapa hari setelah terjadi bencana sekolah langsung kosong. Tidak
ada pembelajaran lagi. Hanya kepala sekolah SD, Bapak Irfan, S.Pt., M.Pd. yang tersisa
menjaga sekolah dengan beberapa orang tua siswa yang masih sayang dengan sekolah
tersebut.
Setelah beberapa minggu tepatnya hari sabtu tanggal 27 Oktober 2018
kemudian baru saya dan beberapa orang guru mulai berdatangan satu persatu melihat
kondisi sekolah dan gotong royong membersihkannya. Dua hari kemudian pada hari
senin tanggal 29 Oktober 2018, Peserta didik sudah mulai ada yang datang karena kami
mengumumkannya di group whatsapp khusus orang tua dan guru PAUD. Namun ada
juga yang masih ragu, karena adanya gempa-gempa susulan yang masih terasa.
Awal masuk saya melihat kondisi anak-anak yang masih terlihat trauma. Saya
mengambil kesimpulan demikian, karena masih ada beberapa anak yang tampak cemas,
tidak bisa bicara pada saat datang kesekolah. Pada saat jam tidur siang, tidak bisa tidur
1
2
siang. Saya pun tidak dapat membiarkan begitu saja. Beberapa hari setelah melihat
kondisi demikian saya memulai menjelajah internet bagaimana terapi agar dapat
memulihkan anak pasca bencana. Dengan kata kunci “terapi pasca gempa pada anak”.
Saya menemukan satu artikel menarik yang berjudul “Terapi Bermain, 'Trauma
Healing' untuk Anak pasca gempa” pada situs https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20180806134142-277-319896/terapi-bermain-trauma-healing-untuk-anak-
pascagempa dikatakan bahwa menurut psikolog anak dan keluarga, Ratih Zulhaqqi,
trauma healing bertujuan untuk mengantisipasi post-traumatic syndrome disorder
(PTSD). PTSD adalah gangguan stres pascatrauma. Trauma healing untuk anak, kata
Ratih, cenderung agak sulit sebab anak seringkali sulit bercerita perihal kecemasannya
seperti orang dewasa. Ia berkata, bermain menjadi metode trauma healing yang tepat
buat anak. "(Kalau bermain), mereka enggak merasa sedang diobati, enggak merasakan
situasi yang mencekam. Dan yang mendampingi tidak boleh selalu mengungkit cerita
(tentang gempa),".
Mengajak anak bermain dengan cara biasa tentu tidak menarik, biasanya
menggunakan media pembelajaran namun media pembelajaran yang biasa saya
gunakan sudah banyak yang rusak akibat tertimpa lemari dan kursi. Sedangkan secara
teknis media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Dalam kalimat “sumber
belajar” ini tersirat makna keaktifan, yaitu sebagai penyalur, penyampai, penghubung,
dan lain-lain. Dalam kondisi demikian saya sebagai guru TK, dengan media
pembelajaran yang terbatas mulai memanfaatkan barang bekas yang ada disekitar
sekolah dan rumah saya. Seperti jirigen minyak goreng, bekas botol sampo, dan barang
bekas lainnya.
Atas dasar minimnya media pembelajaran yang tersedia pasca bencana, saya
mengambil inisiatif memanfaatkan barang bekas tersebut untuk membuat berbagai
macam media pembelajaran, agar dapat tetap bisa mengasah 6 (enam) aspek
perkembangan anak usia dini ini setelah pasca bencana yang tentu saja masih
mengalami trauma lahir dan batin.
Terapi bermain ini lalu saya padukan dengan kreatifitas saya yang mempunyai
kemampuan membuat berbagai macam media pembelajaran dari barang bekas. Karena
terus terang dalam kondisi kota yang belum stabil. Semua barang susah didapatkan dan
mahal, dan kondisi keuangan sekolah yang belum terkondisikan. Memicu saya untuk
melakukan terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
3
buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik PAUD Terpadu Putra Kaili Permata
Bangsa.
Dengan barang bekas yang dikreasikan menjadi berbagai bentuk mainan
setidaknya langkah awal menarik perhatian anak untuk dapat berbicara, karena
berdasarkan pengalaman saya selama mengajar biasanya kalau anak tertarik dengan
sesuatu, anak tersebut dengan sendirinya akan mendekat menandakan ketertarikannya,
lalu mengamati dan akhirnya bertanya. Dan biasanya ketertarikan anak pada sesuatu
yang unik dan yang baru dilihatnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penulisan
ini, apakah terapi bermain “trauma healing” dengan alat permainan edukatif (APE)
buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik PAUD Terpadu Putra Kaili Permata
Bangsa dapat memulihkan kondisi anak-anak tersebut seperti semula?
C. Tujuan
Dengan memaparkan best practice yang saya alami dapat menginspirasi guru-guru TK
dalam memanfaatkan barang bekas yang tersedia dilingkungan sekolah dengan
membuat media pembelajaran untuk mengasah enam aspek perkembangan anak.
D. Manfaat
- Bagi penulis dapat belajar menulis karya ilmiah dan menyampaikan pengalaman
terbaik yang pernah dialami.
- Menambah wawasan penulis dalam mendalami metode pembelajaran BCCT
- Bagi guru TK, menambah wawasan bagi sesama guru dalam menyampaikan
pengalaman terbaiknya, dengan harapan para pendidik/ guru TK dapat mencontoh
dan mengikuti apa yang saya lakukan.
BAB II
KAJIAN TEORI
4
5
SEFT merupakan pengembangan dari EFT dari Hale Downskin, dimana dalam
teknik SEFT ditambahkan dengan sugesti spiritual kepada penyitas. Teknik ini
mengkombinasikan teknik relaksasi-meditatif dan akunpuntur. Kegiatan SELF
ini dilakukan sekitar 3-5 menit.
d. Terapi Memasak Memasak pada prinsipnya adalah proses atau pemberian panas
pada bahan makanan sehingga bahan itu menjadi mudah dicerna, aman dan lezat
serta mengubah bentuk penyajian. Terapi memasak ini dilakukan oleh
masyarakat dengan cara memasak secara bersama-sama sehingga ada interaksi
artar individu, dan masing-masing individu tidak berlarut-larut dalam kesedihan
mereka masing-masing. Pada terapi ini masyarakat saling berusaha membantu
teman atau saudaranya dengan menyediakan masakan untuk dimakan bersama-
sama.
e. Relaksasi Relaksasi adalah upaya menjadi rilaks, bukan hanya tubuh fisik, tetapi
juga batin kita. Namun relaksasi bukanlah meditasi. Relaksasi adalah anak
tangga menuju meditasi Relaksasi ini dapat dilakukan dengan tujuan untuk
menenangkan diri, menyelaraskan apa yang ada pada diri individu, dan
menghilangkan beban yang ada, sehingga lebih rilaks dan merasa nyaman.
(https://www.scribd.com/document/340684746/Pengertian-trauma-healing-
docx)
B. Media Pembelajaran
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah merupakan alat bantu yang
dipergunakan oleh seorang guru untuk menerangkan pelajaran, alat bantu yang mula-
mula digunakan adalah alat bantu visual, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan
pengalaman visual kepada siswa, antara lain untuk mendorong motivasi belajar,
memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap
atau retensi belajar.
Dalam usaha memanfaatkan medaia sebagai alat bantu, Edgar Dale
mengadakan klasifikasi menurut tingkat dari yang paling kongkrit ke yang paling
abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “kerucut pengalaman” dari
Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu yang
paling sesuai untuk pengalaman belajar.
7
Menurut Gerlach dan Eli (1971), bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Sedangkan
menurut Heinich dkk. (1982), mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang
mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, radio, video, gambar
yang memproyeksikan media cetak dan sejenisnya disebut media komunikasi, apabila
media itu membawa pesan-pesan yang mengandung maksud-maksud pengajaran
maka media itu disebut media pembelajaran.
B.2. Hakikat Media dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu
lembaga pendidikan agar dapat memengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa
menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral, maupun
sosial anak agar dapat hidup mandiri sebagai individul dan makhluk sosial. Dalam
mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur
guru melalui proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencakup tujuan pembelajaran,
bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Secara
khusus terkait metodologi pembelajaran, aspek ini terkait dengan dua hal yang saling
menonjol, yaitu metode dan media pembelajaran. Media memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
Media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa
dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil
belajar yang dicapainya. Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan
media dalam pembelajaran sampai pada kesimpulan, bahwa proses dan hasil belajar
pada siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pembelajaran tanpa media
dan pembelajaran menggunakan media. Oleh karena itu, penggunaan media
pembelajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran.
belajar bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu
telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin
disebabkan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
Untuk menunjang terjadinya keberhasilan dalam belajar mengajar dibutuhkan
beberapa alat yaitu di antaranya adalah media. Dan lebih sangat penting lagi ketika
objeknya adalah anak usia 0-6 tahun yang membutuhkan kerja keras. Media
merupakan unsur pendukung untuk menyalurkan ilmu pengetahuan yang disalurkan
pendidik kepada peserta didik. Disamping pendidik menguasai materi pembelajaran,
pendidik harus profesional mengolah media agar bisa maksimal pada kegiatan belajar
mengajar.
Ketika seorang pendidik kurang menguasai, bukan tidak mungkin kegiatan
belajar mengajar akan belum maksimal. Melihat realita tersebut media pembelajaran
sangat penting.
B.4 Pengelolaan Media Pembelajaran Anak Usia Dini
1. Perencanaan Media Pembelajaran
Perencanaan media pembelajaran dimulai dengan mengadakan identifikasi
kebutuhan media di suatu lingkungan pendidikan anak usia dini. Kebutuhan-
kebutuhan ini dirumuskan melalui observasi atau pengamatan, wawancara atau
diskusi tentang masalah pendidikan khususnya masalah yang berkenaan dengan
proses pembelajaran serta penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil pembelajaran anak usia dini.
Berdasarkan identifikasi kebutuhan tersebut guru atau calon guru
memperoleh data tentang jenis-jenis media pembelajaran yang dibutuhkan untuk
program pemb elajaran anak usia dini. Jenis-jenis media yang di identifikasi
tersebut harus disesuaikan dengan tema, kemampuan dan tujuan yang diinginkan.
Data kebutuhan ini diperinsi untuk bahan pertimbangan dalam rencana pengadaan
media pembelajaran.
2. Pengadaan Media Pembelajaran
Pengadaan sumber belajar merupakan kelanjutan langkah perencanaan.
Langkah ini merupakan langkah guru atau pihak sekolah mewujudkan
perencanaan media pembelajaran yangtelah dibuat. Sebaik apa pun perencanan
media pembelajaran yang dibuat guru, jika tidak diwujudkan dan realisasikan
dalam bentuk kegiatan selanjutnya yaitu pengadaan, maka perencanaan tersebut
11
hanya merupakan daftar keinginan atau dokumen tertulis. Oleh sebab itu, proses
pengadaan menjadi sangat penting dilakukan sebagai proses selanjutnya sehingga
kegiatan pembelajaran akan ditunjang dengan ketersediaan berbagai media
pembelajaran pengadaan sumber belajar dapat ditempuh melalui beberapa cara
antara lain kegiatan pembelian, menerima sumbangan atau hadiah dan yang paling
penting mampu membuat atau produksi sendiri.
atau kegiatan yang lain. Kondisi tersebut terjadi karena anak-anak merasa senang
dan nyaman dengan alat permainan yang mereka gunakan. Alat permainan yang
dirancang secara khusus dan dibuat dengan baik akan menumbuhkan perasaan
senang anak dalam melakukan aktivitas belajarnya. Jika anak sudah merasa senang
dengan kegiatannya, belajar tidak lagi dianggap sebagai beban yang ditimpakan
guru dipundaknya. Anak mengartikan belajar dengan baik bahwa belajar ternyata
tidak selalu dikesankan sebagai kegiatan yang membosankan, bahkan
menyebalkan, tapi justru bermakna dan menyenangkan.
C.2. Pembuatan Alat Permainan Edukatif Sebagai Media Pembelajaran Anak Usia
Dini
(Barnawi & Wiyani Novan Ardy, 2016:153-156) Pembuatan APE merupakan suatu
kegiatan yang memerlukan bekal kemampuan yang memadai. Bekal kemampuan yang
dimaksdu adalah pengetahuan dan keterampilan bagaimana melakukannya sesuai dengan
persyaratan-persyaratan tertentu sehingga alat permainan edukatif yang dibuat betul-betul
efektif dalam mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.
e. Pembelajaran aktif
Pendidik harus mampu menciptakan suasana yang mendorong
anak aktif mencari, menemukan, menentukan pilihan,
mengemukakan pendapat, dan melakukan serta mengalami
sendiri.
f. Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter
Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter yang
positif pada anak. Pengembangan nilai-nilai karakter tidak
dengan pembelajaran langsung, akan tetapi melalui
pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan
dan keterampilan serta melalui pembiasaan dan keteladanan.
g. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup
Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan kemandirian anak. Pengembangan kecakapan
hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembelajaran
untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan maupun melalui pembiasaan dan keteladanan.
h. Didukung oleh lingkungan yang kondusif
Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar
menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak.
Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh,
dan anak lain.
i. Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis
Pembelajaran yang demokratis sangat diperlukan untuk
mengembangkan rasa saling menghargai antara anak dengan
pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
j. Pemanfaatan media belajar, sumber belajar, dan narasumber
Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber
yang ada di lingkungan PAUD bertujuan agar pembelajaran
lebih kontekstual dan bermakna. Termasuk narasumber adalah
orang-orang dengan profesi tertentu yang dilibatkan sesuai
18
Sensorimotor 2
Anak mengulang-ulang gerakan dengan satu benda, atau beberapa benda; merupakan
gerakan perputaran yang kedua.
Contoh : memukul-mukul sekop dalam pasir, menuang air dari wadah melalui tangan,
memercikkan sebuah mainan kedalam air.
Sensorimotor 3
Mengulang-ulang urutan sebab akibat sederhana yang menjadi tujuan pertama yang
dipilihnya, kemudian memilih cara mencapainya, mengosongkan/mengisi, menyembunyi-
kan/menemukan, membangun/merobohkan.
Contoh :
Mengisi keranjang atau wadah lainnya menggunakan sekop dan/ atau tangan (anak
terlibat memiliki tujuan mengisi wadah dan menggunakan urutan sebab/akibat yang
sederhana, misalnya mengisi mangkuk dan menuangkannya ke dalam wadah untuk
mencapai tujuan.
Menuangkan air ke dalam teko dengan tujuan mengisi penuh teko tersebut.
Menyembunyikan dan menemukan benda di dalam pasir atau di bawah bantal.
Menyusun balok-balok ke atas, kemudian merobohkannya kembali.
Sensorimotor 4
Percobaan coba-coba dan salah. Tema atau tujuan umum main dipertahankan, tetapi
perilaku untuk mencapai tujuan sifatnya luwes, cara yang dilakukan oleh anak selama
pengulangan berubah-ubah. Perilaku itu ditujukan untuk anak memiliki perasaan “saya
sedang mencoba mengerti ini”
Contoh : anak mengisi keranjang dengan pasir menggunakan sekop, tetapi sekop
digunakann dengan berbagai cara selama bermain. Anak mengosongkan teko air dengan
cara menuangkan dengan berbagai cara sambil mengamati air yang dituang.
D.1.1.2. Main Peran
Afandi Muhammad, dkk (2013:207) menuliskan bahwa menurut Erik Erikson, ada dua
jenis main peran, yaitu: Main Peran Mikro dan Main Peran Makro.
a. Main Peran Mikro
Anak memainkan peran melalui alat bermain atau benda yang berukuran kecil.Contoh :
Rumah Boneka; perabotan dan ruang
Kereta api; rel lokomotif, gerbong-gerbongnya.
Bandar udara; pesawat, boneka, dan truk-truk.
20
mendukung perkembangan anak dalam 3 jenis main yaitu : (1). Main sensorimotor atau
fungsional, (2). Main peran, dan (3) main pembangunan.
Saat lingkaran adalah dimana pendidik (Guru/Kader/Pamong) duduk bersama
anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan anak yang dilakukan sebelum
dan sesudah main
Dalam https://www.referensimakalah.com/2012/12/pendekatan-beyond-centers-
and-circle.html menjelaskan bahwa :
Bermain Sensorimotor : Anak belajar melalui panca indera dan melalui hubungan fisik
dengan lingkungannya. Kebutuhan sensori motor anak didukung ketika mereka
diberikan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat
perbermainan di dalam dan di luar ruangan.
Bermain Peran (Mikro dan Makro) Disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi,
imajinasi atau bermain drama. Bermain peran sangat penting untuk perkembangan
kognisi, sosial dan emosi anak.
Bermain Pembangunan. Ada 2 jenis bermain pembangunan; Bermain pembangunan
sifat cair/ bahan alam, yaitu dengan menggunakan air, cat dengan kuas, krayon, spidol,
pensil, pulpen, playdough, tanah liat, lumpur, pasir, ublegh, beras, biji-bijian, dan lain-
lain. Serta bermain pembangunan terstruktur, yaitu dengan bermain menggunakan
balok unit, balok berrongga, balok berwarna, lego, puzzle, dan lain-lain.
5) Jean Piaget :
anak belajar menemukan dengan menggali segala sesuatu sesuia tahap masing-
masing anak untuk membangun pengetahuannya.
E.2. Keunggulan BCCT
Kurikulum BCCT diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali
oleh anak itu sendiri. Anak didorong untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Sedangkan
pendidik berperan sebagai perancang, pendukung dan penilai kegiatan anak. Pembelajaran
bersifat individual, sehingga rancangan, dukungan , dan penilaianya pun disesuaikan
dengan tingkatan perkembangan dikebutuhan tiap anak.
Semua tahapan perkembangan anak dirumuskan dengan rinci dan jelas, sehingga
guru memiliki panduan dalam penilaian perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran
tertata dalam urutan yang jelas. Dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian
pijakan-pijakan.
Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil
keputusan sendiri tanpa mesti tahu membuat kesalahan. Setiap tahap perkembangan
bermain anak dirumuskan secara jelas, sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik
melakukan penilaian perkembangan anak.
Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara bertahap, sesuai
situas dan kondisi setempat.
E.3. Tujuan dari pendekatan BCCT
Tujuan dari pendekatan BCCT ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa. STRATEGI
pembelajaran lebih dipentingkan dari pada HASIL
2. Siswa dapat mengerti apa makan belajar, apa manfaatnya, dan bagaiman mencapainya.
Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti
3. Memposisikan guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing atau inspirator, bukan
sebagai center, dan penceramah dalam strategi belajar.
4. Meletakkan pendidikan dasar keimanan, ketakwaan serta seluruh aspek keperibadian
(ESQ) yang diperlukan anak didik dalam menyesuikan diri dengan lingkungan untuk
pertumbuh kembangan selanjutnya
5. Terjalin kerja sama, saling menunjang antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan
guru, sehingga menyebabkan siswa kritis dan guru kreatif.
27
6. Membuat situasi belajar lebih menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa
dapat belajar sampai tingkatan “Joy Of Discovery”, tertantang untuk dapat
memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.
E.4. Pengenalan sentra dan lingkaran dalam kelas
Model pendekatan sentra menitik beratkan pada pandangan ahli pendidikan.
Kegiatan pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang
mempunyai tempat dan irama perkembangan berbeda satu dengan yang lainya.
Menurut Helen Parkhust (1807) seorang ahli pendidikan di Amerika,
mengemukakan bahwa kegiatan pengajaran harus memberikan kemungkinan kepada murid
untuk berintraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan murid lain dalam mengerjakan
tugas tertentu secara mandiri. Pandangan ini tidak mementingkan aspek individu, tetapi
juga aspek sosial. Bentuk pengajarannya memadukan model klasikal dan individual.
Pendekatan sentra berfokus pada anak. Pembelajaran berpusat di sentra main dan
saat anak dalam lingkaran . Sentra main yang berfungsi sebagai Area main yang dilengkapi
seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk
mendukung perkembangan anak.
Sedangkan saat lingkaran adalah saat pendidikan duduk bersama anak dengan
posisi melingkar untuk memberi pijakan pada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah
main. Ruang kelas dapat dimodifikasikan menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan
atau sentra-sentra .
Tiap sentra terdiri dari satu bidang pengembangan. Ada sentra Ibadah, sentra
Bahan Alam, sentra main / sentra Seni dan sentra Main Peran Mikro, Sentra Balok, sentra
Persiapan sentra Seni dan Kreatifitas, sentra Musik dan Oleh Tubuh, sentra Memasak.
Seorang guru betanggung jawab pada 7-12 siswa saja dengan moving class (kelas
berpindah-pindah) setiap hari dari satu sentra ke sentra lain.
Untuk menerapkan metode ini, guru harus mengikuti pijakan-pijakan guna
membentuk keteraturan bermain dan belajar. Pijakan pijakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pijakan lingkungan
Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan intersitas dan densitas
Menurut https://www.nomifrod.com/2016/08/jenis-model-pembelajaran-
sentra-paud-tk-ra.html Intensitas adalah sejumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk
pengalaman tiga jenis main sepanjang hari dan sepanjang tahun. Sedangkan densitas
28
adalah berbagai macam cara setiap jenis main yang disediakan untuk mendukung
pengalaman anak.
Dalam https://www.referensimakalah.com/2014/11/langkah-penerapan-
pendekatan-bcct-dalam-pembelajaran.html menjelaskan bahwa pada pijakan ini
sebelum anak datang, terlebih dahulu pendidik (orang tua) menyiapkan serta menata
alat dan bahan main sesuai dengan rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun.
Menurut https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/06/cara-langkah-
langkah-pelaksanaan-bcct.html Sebelum mengelola bahan main yang tepat, seorang
pendidik harus mengenali kecendrungan perilaku anak selama main. Dalam hal ini
anak diklasifikasikan menjadi 3 jenis anak dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Ciri Anak Pasif
Terlihat cape letih tidak semangat
Ekpresi datar, perilaku monoton
Jarang tertawa atau tersenyum, tidak gembira
Kurang focus dan jarang bicara
Menolak main dengan bahan yang menuntut ekspresif
Tidak dapat bekerjasama baik dengan guru maupun dengan sesama temannya
Dapat berlaku merusak
b. Ciri-ciri Anak Verbal Agresi
Menyerang dengan kata-kata
Sering membantah, penolakan dengan kata-kata
Menangis menjerit-jerit
c. Ciri-ciri Anak Agresi Fisik
Anak terlihat banyak bergerak
Cenderung melakukan gerakan yang membahayakan
Tidak menyukai kegiatan yang menuntut diam dan rapi
Berlari, jika diminta berjalan dengan gerakan seperti robot
Tertarik pada kegiatan secara ekspresif, namun cepat berubah ke kegiatan baru
Dapat menyerang temannya dengan fisik
Sering kehilangan kontrol saat menggunakan alat dan bahan main
Makan dengan rakus
Tidak mau menatap mata guru atau orang tuanya
Mudah menyakiti orang lain terutama teman (menendang, menjambak)
29
g) Penilaian
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mencatat segala
hal yang terjadi, baik terhadap program kegiatan maupun terhadap perkembangan
peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan masukan bagi
keperluan penilaian. Setiap semester, hasil laporan perkembangan anak dilaporkan
kepada orang tua secara lisan dan tertulis berupa rapor dalam bentuk narasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum bencana gempa peserta didik kelompok TK A PAUD Terpadu Putra Kaili
Permata Bangsa berjumlah 8 (delapan) anak. Terdiri dari 4 anak laki-laki dan 4 anak
perempuan dengan kelompok usia 4-5 tahun.
Terapi bermain “Trauma healing” yang saya lakukan pada peserta didik kelompok
TK A PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa pada saat itu hanya berjumlah 4 anak. 2
orang anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Jumlah peserta didik bertambah hingga 7
(tujuh) anak setelah 2 minggu hingga saat ini.
Strategi pemecahan yang saya terapkan untuk mengatasi trauma menggunakan terapi
bermain dengan alat permainan edukatif (APE) yang saya buat sendiri. Melihat manfaat
trauma healing pada kajian teori diatas maka kompetensi dan indikator yang saya harapkan
dari kegiatan-kegiatan yang saya terapkan dalam kegiatan bermain dengan model BCCT
yaitu :
Aspek
Kompetensi yang diharapkan Indikator
Perkembangan
1.2 Menghargai diri sendiri, orang Nilai Agama Mampu menjaga
lain, dan lingkungan sekitar dan Moral kebersihan
sebagai rasa syukur kepada - BAK dan BAB di WC
Tuhan
1.13 Mengenal emosi diri dan orang Sosial Mampu menenangkan diri
lain secara wajar Emosional
Berdasarkan https://www.duniapaud.com/langkah-langkah-pembelajaran-beyond-
center-and-circle-time/ Ada tiga langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran
34
35
Beyond Center and Circle Times yaitu perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi. Maka saya
menyusun langkah-langkah pelaksanaan BCCT sebagai berikut :
A. Perencanaan
1. Membagi tiga sudut bermain yaitu sentra bermain peran, sentra imtaq dan sentra
bahan alam.
2. Penyiapan tempat sesuai dengan fasilitas sekolah, dapat saya gambar seperti
dibawah ini:
a. Sentra bermain peran : APE rumput-rumput dari bahan kardus bekas dan roll
kain, Ikan sapu-sapu dari sisa kain.
b. Sentra Imtaq : membuat APE puzzle huruf hijaiyah, bermain sepatu huruf
hijaiyah
c. Sentra Bahan Alam : APE penampung pasir dari jirigen dan botol bekas bekas
berbagai ukuran, sekop dari jirigen bekas
B. Pengelolaan
WAKTU KEGIATAN
- Berdoa dan bercerita tentang “Bunga”
Gambar 3.6 Saat semua anak bergembira main pasir, ada anak yang masih belum tertarik
WAKTU KEGIATAN
- Berdoa dan bercerita tentang Bunga
- Bernyanyi lagu “Bunga”
Lihat kebunku penuh dengan bunga
Ada yang putih dan ada yang merah
07.30 - 08.00 Setiap hari kusiram semua
Mawar melati semuanya indah
Gambar 3.11 Berbagai cerita pada pelaksaan pijakan saat main di sentra bermain peran
menit setelah bosan mulai menindahkan lagi posisi kardus dan bunga-bunganya. Dan
bergantian berperan sebagai ikan sapu-sapu dan anak. Tidak lama mereka mengatakan
disini kolam renang disana kamar tidur. Lalu saya sebagai guru mengatakan wah kalau
begitu basah dong nanti kamarnya. Deenara nyeletuk “kan ditutup begini bu, jadi tidak
basah”.
Saya mengajak anak menyanyi lihat kebunku saat anak mengatakan ini kebun Bu.
Dan ketika menyebutkan syair “ada yang putih”. Wah dikebunnya ada bunga warna putih
tidak ya…. Mereka melihat, dan salah satu anak berkata “tidak ada Bu, adanya merah”.
Setelah selesai kegiatan pijakan setelah main, kembali membentuk lingkaran dan
menannyakan kegiatan apa saja yang dilakukan dan memberi jempol atas bermainnya yang
baik dan tidak rebutan.
SENTRA IMTAQ
WAKTU KEGIATAN
Lagu dinyanyikan dengan mengajak anak berdiri dengan
mencontohkan gerakan tangan
Kegiatan Inti
1. Pijakan lingkungan
Setting Kegiatan :
- Anak mewarnai huruf hijaiyah, lalu ditempelkan dikardus
- Guru memotong bagian huruf hijaiyah dan
- Anak menempelkan sisa kardusnya di kardus lainnya.
- Bermain sepatu hijaiyah
Gambar 3.12 Bintang dari kertas sisa stiker sebagai reward /penghargaan
Gambar 3.19 Kegiatan Transisi Menyimpan hasil karya puzzle huruf hijaiyah ke tas
Gambar 3.20 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mencocokkan Huruf Hijaiyah”
50
Gambar 3.21 Pijakan Saat bermain Sepatu Huruf Hijaiyah “Mengikat tali sepatu”
51
3.22
Memperlihatkan
bintang
penghargaan
keberhasilan
selesai
mengerjakan
semua kegiatan
pertanyaan, “hayo siapa yang belum saya sebutkan nama nya”. Dan mereka menyebutkan
nama anak yang belum disebutkan namanya. Selesai anak-anak bekerja sama mengikat tali
dengan memasukkan tali (yang dibuat dari jirigen juga) kelubang-lubang dibagian pinggir
APE Sepatu Huruf Hijaiyah.
Setelah itu anak-anak saya ajak duduk melingkar dan memberikan penghargaan
berupa bintang dari sisa stiker. Dan menanyakan kegiatan apa dilakukan tadi, bentuk apa
potongan kardusnya. Apa yang bisa kita lakukan agar pohon subur. Kalau dirumah, yang
senang menyiram tanaman siapa hayo? Dan sekali lagi mengajak anak menyanyikan lagu
“Pohon”. Semua anak tampak bergembira dengan semua kegiatan yang dilakukan.
C. Evaluasi
Setelah melakukan terapi bermain “trauma healing” dengan tiga kali pertemuan
pada jangka waktu ±5 hari setiap kali pertemuannya. Hal ini tidak saya lakukan setiap hari
karena pada hari lainnya saya merancang APE untuk pertemuan selanjutnya.
Alhamdulillah pada hari berikutnya setelah hari pertama, guru pendamping saya yang biasa
menemani saya mengajar sudah pulang dari mengungsi dengan menggabungkan metode
pembelajaran seperti biasanya yang melibatkan kegiatan pembuka, kegiatan inti dan
kegiatan penutup di dalam ruangan dan di luar ruangan. Media pembelajaran yang saya
gunakan masih APE buatan sendiri seperti angka dari botol sampo dan menjahit huruf dari
jirigen minyak goreng. Saya melakukan penilaian setiap kali pertemuan dengan ceklis
lembar catatan pengamatan dan direkap setelah 2 minggu, saya mengobservasi pola
tingkah laku anak dan kerjasama serta komunikasi yang baik dengan guru pendamping.
Selama ±2 minggu, dapat saya katakan trauma healing dengan terapi bermain
berhasil 86% karena pada awal terapi dengan penggabungan tingkat usia berbeda dan
kelompok besar sekitar 6 anak masih ada 1 anak yang tidak dapat saya taklukkan. Dan
terapi tidak dapat saya lanjutkan pada anak tersebut disebabkan kelas yang berbeda pada
pertemuan selanjutnya. Selang beberapa hari kemudian pada dua pertemuan sisanya, anak-
anak sangat antusias, menanti kapan lagi diajak bermain.
Pada pertemuan kedua di sentra bermain peran, saya memberi nilai keberhasilan
sebanyak 75% karena di saat melakukan pijakan setelah main, ada satu anak yang tiba-tiba
pipis dicelana. Dan ini menandakan indikator ketidakmampuan anak dalam menjaga
kebersihan BAK dan BAB di WC.
53
Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan kebenaran dari ulasan artikel
“Terapi Bermain, 'Trauma Healing' untuk Anak pasca gempa” pada situs
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180806134142-277-319896/terapi-
bermain-trauma-healing-untuk-anak-pascagempa yang mengatakan bahwa bermain
menjadi metode trauma healing yang tepat buat anak. "(Kalau bermain), mereka enggak
merasa sedang diobati, enggak merasakan situasi yang mencekam. Dan yang
mendampingi tidak boleh selalu mengungkit cerita (tentang gempa),".
Dan ketercapaian dari pertanyaan apakah terapi bermain “trauma healing”
dengan alat permainan edukatif (APE) buatan sendiri pasca gempa pada peserta didik
PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa dapat memulihkan kondisi anak-anak
tersebut seperti semula? Maka dapat saya simpulkan 94,4% dapat berhasil dengan
kondisi anak trauma ringan. Walaupun seiring waktu trauma ringan ini dapat berlalu
dengan sendirinya. Namun dengan terapi bermain ini dapat mempercepat prosesnya.
Anak sangat tertarik dengan bermain APE yang saya buat sendiri, dan
memainkannya dengan berbagai cara. Mereka tidak mengenal adanya sentra. Yang
mereka tahu, mereka diberi kesempatan bermain bebas mengeluarkan imajinasinya.
Dan saya sebagai guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator diluar dari kebiasaan
mengajar saya sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peristiwa bencana alam gempa dan tsunami hari jum‟at tanggal 28 September
2018 pasti menyisakan trauma pada anak-anak kita dikota Palu dan sekitarnya. Namun
kita harus bangkit dan kuat, apalagi sebagai pendidik khususnya guru TK karena anak
usia TK 4-6 tahun adalah masa emas anak yang tidak boleh disia-siakan hanya karena
trauma, perkembangan mentalnya jadi terhambat.
Melalui terapi bermain “trauma healing” dengan Alat Permainan Edukatif (APE)
buatan sendiri pendidik mencoba menghadapi trauma yang dialami oleh peserta didik
kelompok TK A PAUD Terpadu Putra Kaili Permata Bangsa.
Dengan metode BCCT (Beyond Centers and Circle Time ) dan penggunaan APE
yang saya buat sendiri, terapi bermain ini dapat dikatakan berhasil karena mencapai
86%. Walaupun target terapi trauma ini hanya berjumlah 4 anak. Metode Pembelajaran
BCCT hanya salah satu metode dari berbagai macam metode yang ada di PAUD,
namun apapun itu tetap pendidiklah sebagai kunci utama dalam penyajiannya.
Bagaimana pendidik dapat menerapkan metode-metode tersebut secara tepat dan benar.
B. Saran
- Sebagai pendidik kita haruslah terus belajar dan belajar, jangan pernah cepat puas
dengan apa yang diraih. Perkaya wawasan dengan berbagai macam metode
pembelajaran agar dapat dipraktekkan ke peserta didik kita.
- Jangan pernah putus asa dengan keterbatasan media pembelajaran, terus berinovasi
dan menciptakan karya-karya baru demi mewujudkan generasi penerus yang
unggul (dari segala sisi terutama akhlaknya) dan berwawasan lingkungan di masa
depan.
- Anak adalah peniru ulung, maka disekolah maupun dirumah hendaklah kita berlaku
sabagai seorang pendidik yang selalu menginspirasi mereka membangun dan
mengembangkan 6 aspek perkembangannya yaitu Aspek Nilai Moral dan Agama,
Aspek Sosial Emosional, Aspek Kognitif, Aspek Fisik Motorik, Aspek Bahasa, dan
terakhir Aspek Seni.
54
DAFTAR PUSTAKA
Afandi Muhammad, dkk, 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Teori dan
Aplikasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta
Barnawi & Wiyani Novan Ardy, 2016, FORMAT PAUD : Konsep, Karakteristik, &
Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta
Mursid, 2016, Pengembangan Pembelajaran PAUD, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Riyana Cepi, Susilana Rudi, M, 2017, Media Pembelajaran, Hakikat, Pengembangan,
Pemanfaatn dan Penilaian, CV. Wacana Prima, Bandung.
Sujiono, Bambang, Yuliani Nurani, 2010, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak,
PT. Indeks, Jakarta.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180806134142-277-319896/terapi-bermain-
trauma-healing-untuk-anak-pascagempa
https://www.scribd.com/document/340684746/Pengertian-trauma-healing-docx
http://www.teoripendidikan.com/2014/10/contoh-makalah-paud-sejarah-bcct-beyond.html
https://www.referensimakalah.com/2012/12/pendekatan-beyond-centers-and-circle.html
https://www.referensimakalah.com/2014/11/langkah-penerapan-pendekatan-bcct-dalam-
pembelajaran.html
https://www.nomifrod.com/2016/08/jenis-model-pembelajaran-sentra-paud-tk-ra.html
https://www.duniapaud.com/langkah-langkah-pembelajaran-beyond-center-and-circle-time
https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/06/cara-langkah-langkah-
pelaksanaan-bcct.html
55
LAMPIRAN
APE Angka
APE Bentuk Bintang