Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS CACAT PADA PEMBUATAN PRODUK D250

(Komponen DCA 25 Generator Denyo)


DI CV. SURYA PRATAMA LOGAM

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Pelaksanaan : 1 Juli s/d 30 Juli 2019

Oleh :

Irvan Dwi Cahyanto

NIM : 2111161124

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh :

Irvan Dwi Cahyanto

NIM : 2111161124

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik

Universitas Jenderal Achmad Yani

Laporan Praktek Kerja Lapangan ini telah diterima, disetujui, dan disahkan
menjadi syarat menyelesaikan mata kuliah praktek kerja lapangan

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II/ SPL

Drs. Bambang Santosa, ST., MT. Ahmad


NID. 4121 041 55 NIP. 090011624

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Wirawan Piseno,ST.,MT

NID. 4121 42964

NID. 4121 429 64


LEMBAR PERSEMBAHAN

Laporan PKL ini ku persembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta

Yang telah memberikan kasih sayang

Mendidik dan memberikan kesempatan kepadaku

Untuk belajar

Cinta

Yang menciptakan ketulusan kejujuran keberanian kepercayaan dan

Kesetiaan

Serta orang-orang yang membantu berjuang untuk menggapai

cita-citaku.
LEMBAR PERNYATAAN PENULISAN LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

ANALISA CACAT PADA PEMBUATAN PRODUK FA-5 DENGAN


PROSES PENGECORAN PASIR DI CV. SURYA PRATAMA LOGAM
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan Praktek Kerja
Lapangan ini adalah murni hasil pekerjaan saya sendiri tidak ada pekerjaan orang
lain yang saya gunakan tanpa menyebarkan sumbernya.

Materi dalam laporan Praktek Kerja Lapangan ini tidak/belum pernah disajikan/
digunakan sebagai bahan untuk makalah tugas akhir/ laporan Kerja Praktek
Lapangan lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya
menggunakannya.

Saya memahami bahwa laporan Praktek Kerja Lapangan yang saya kumpulkan ini
dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarism.

Cimahi, 12 Juli 2019

Yang menyatakan

Irvan Dwi Cahyanto


NIM. 2111161124

Mengetahui ,

Pembimbing I Pembimbing II/ SPL

Ahmad
Drs. Bambang Santosa, ST., MT.
NID. 4121 041 55 NIP. 090011623
ANALISA CACAT PEMBUATAN PRODUK FA-5 DENGAN PROSES
PENGECORAN PASIR DI CV. SURYA PRATAMA LOGAM

Oleh :
Irvan Dwi Cahyanto
NIM : 2111161124

Abstrak
Pengecoran merupakan proses yang digunakan dalam bidang manufacturing
dalam pembuatan suatu produk tertentu dengan meleburkan berbagai logam
diatas titik rekrealistasi kemudian dituangkan kedalam cetakan yang telah dibuat.

Kata kunci : Pengecoran


ANALISA CACAT PEMBUATAN PRODUK FA-5 DENGAN PROSES
PENGECORAN PASIR DI CV. SURYA PRATAMA LOGAM

Oleh :
Irvan Dwi Cahyanto
NIM : 2111161124

Abstract
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat kepada kita
sekalian, sehingga laporan Praktek kerja Lapangan dengan judul “Analisa Cacat
Pada Proses Pembuatan Produk FA5 di CV. Surya Pratama Logam”, dapat
diselesaikan dengan baik.

Didalam penyelesaiannya penulis banyak sekali dibantu oleh beberapa pihak,


oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih
kepada :

1. Bapak Wirawan Piseno, ST.,MT, sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin


UNJANI
2. Bapak Deny Bayu Saefudin, ST., MT, sebagai Pembimbing di Jurusan
Teknik Mesin UNJANI
3. Bapak Ahmad sebagai pembimbing di SPL (Surya Pratama Logam).
4. Segenap Staf dan Karyawan SPL (Surya Pratama Logam), khususnya
dibagian Produksi yang telah membantu dalam praktek kerja lapangan ini.
5. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu ikhlas dan penuh dengan kesabaran
membesarkan, mendoakan dan mendidik hingga saat ini. Bapak dan Ibu
semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik.
6. Teman-teman penulis yang telah membantu dan memberikan semangat
dalam penyusunan laporan ini.

Masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terdapat pada laporan ini, baik
dari segi penulisan maupun penyajiannya. Oleh karenanya saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangatlah di harapkan. Sehingga kesalahan dan kekurangan
tersebut dapat diperbaiki pada penyusunan berikutnya.

Cimahi, 12 Juli 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di zaman yang modern ini perkembangan teknologi yang semakin
berkembang dengan pesat dan semakin lama semakin maju, untuk itu sebagai
seorang yang akan berkerja diruang lingkup teknik mesin harus bisa
mengembangkan berbagai kemampuan dalam bidang teknik. Sehingga kita dapat
belajar dan terjun langsung kedunia kerja yang nyata, untuk mencetak tenaga
terampil tersebut, dibutuhkan tenaga pendidik yang mempunyai kemampuan
tinggi pula sehingga diharapkan dapat menghasilkan tenaga yang berkualitas.
Berkaitan dengan hal tesebut, maka Universitas Jenderal Achmad Yani
mewajibkan setiap mahasiswa untuk ikut melaksanakan praktek kerja industri
pada suatu perusahaan yang sesuai dengan program studi masing-masing. Hal ini
diharapkan agar nantinya setelah menyelesaikan program pendidikan dapat
beradaptasi dengan dunia kerja yang sesungguhnya disamping untuk menambah
ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Dari sekian banyak yang dipelajari didunia teknik mesin salah satu
diantaranya adalah pengecoran, dimana merupakan suatu proses pembentukan
yang telah mendukung pembuatan suatu benda yang baik, berkualitas dan
bermanfaat. Pengecoran logam merupakan industri hulu dalam bidang
manufaktur, pengertian dari pengecoran logam itu sendiri adalah suatu teknik
pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian
dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk
cor yang akan dibuat.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses pengecoran pada umumnya dari
mulai pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar, dan
membersihkan produk coran (finishing). Hampir semua benda-benda logam yang
berbentuk rumit baik logam ferro maupun logam non ferro mulai dari yang
berukuran kecil hingga besar dapat dibuat dengan proses pengecoran.
Dalam proses pengecoran terdapat beberapa cetakan yang digunakan,
cetakan tidak permanen, dan cetakan permanen. Contoh dari cetakan non
permanen yaitu cetakan pasir dimana proses pengecoran menggunakan pasir
sebagai bahan cetakan. Sedangkan untuk cetakan permanen biasa terbuat dari baja
yang memiliki titik lebur lebih tinggi dari material besi cor yang dituangkan.
Cetakan permanen (permanen mold) yaitu cetakan yang dapat digunakan
secara berulang-ulang untuk membuat suatu produk, coran yang dihasilkan
mempunyai bentuk yang tepat dengan permukaan licin sehingga perkerjaan
permesinan dapat dikurangi ketika proses finishing.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dalam laporan praktek kerja
industri ini dapat dirumuskan sebagai berikut antara lain :
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi pada proses pengecoran ?
2. Bagaimana proses pembuatan produk ?
3. Bahan-bahan apa saja yang digunakan dalam proses pengecoran?
4. Bagaimana keuntungan dan kerugian dalam pembuatan suatu produk
menggunakan proses pengecoran?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan umum dari pelaksaan kerja praktek antara lain :
1. Mengetahui proses pembuatan produk dengan metoda pengecoran
menggunakan cetakan non permanent di CV. Surya Pratama Logam.
2. Mengetahui berbagai faktor yang sering terjadi dalam proses pengecoran
suatu produk di CV. Surya Pratama Logam.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penulisan laporan agar tidak
melebar dari pembahasan topik yaitu :
1. Bahan yang dipakai yaitu Almunium paduan dengan kadar silicon 10-12%
2. Proses pengecoran menggunakan cetakan non permanent
3. Suhu peleburan kurang lebih sekitar 657℃
4. Pasir cetakan yang digunakan adalah pasir silica.
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Pelaksanaan praktek kerja industri ini dilakukan disalah satu badan usaha
milik pribadi yaitu industri pembuatan proses pengecoran tepatnya di CV. Surya
Pratama Logam yang berada di Jalan Raden Ganda No. 95, Sukaraja, Cicendo,
Kota Bandung, Jawa Barat.
Sedangkan untuk waktu pelaksanaan kegiatan praktek kerja industri ini telah
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jadwal perkuliahan yaitu
dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 30 Juli 2019.

1.6 Jadwal Kegiatan dan Alokasi Waktu


Pada kerja praktik yang saya laksanakan dilakukan seminggu 2 kali dengan
waktu perharinya 8 jam

1.7 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika yang dipakai dalam penulisan laporan kerja praktek ini antara
lain:
BAB I Pendahuluan
Berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah,
waktu dan tempat kerja praktek, sistematika penulisan, dan metode pengumpulan
data.
BAB II Tinjauan Umum Objek Kerja Lapangan
Berisi tentang sejarah perusahaan, kegiatan instalasi, struktur organisasi, visi
dan misi perusahaan, sistematika dan tata kerja.
BAB III Tinjauan Pustaka
Berisi tentang materi-materi yang berkaitan dengan topik yang dibahas dari
bidang teknik yang diambil yaitu pengecoran logam.
BAB IV Kesimpulan dan Saran
1.8 Metoda Pengumpulan Data
Dalam penulisan laporan praktek kerja ini, memerlukan data-data yang akan
di lakukan adalah :
1. Observasi
Pengamatan langsung yang digunakan di dalam ruang lingkup CV Surya
Pratama Logam.
2. Wawancara
Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dan melakukan diskusi dengan
pembimbing dan pegawai CV. Surya Pratama Logam.
BAB II
TINJAUAN UMUM OBJEK KERJA LAPANGAN

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan


CV atau perseroan komanditer suatu perusahaan yang didirikan oleh satu
atau beberapa orang secara tanggung-menaggung, bertanggung jawab untuk
seluruhnya atau bertanggung jawab secara soldier, dengan satu orang atau lebih
sebagai pelepas uang.
CV. Surya Pratama Logam merupakan suatu badan usaha bisnis yang
bergerak di bidang Pengecoran Logam, Bengkel Bubut, dan Perdagangan umum,
yaitu suatu kegiatan bisnis yang berkaitan dalam soal peleburan logam,
pencetakan produk yang diinginkan, dan lain-lain. Dengan produk logam yang
dihasilkan baik dari bahan alumunium, kuningan, timah, tembaga, besi dan
lainnya.
CV. Surya Pratama Logam didirikan pada tahun 2005, bermodal
pengalaman kerja di bidang pengecoran logam dan spesialisasi permesinan.
Berkat kerja sama tim, kerja keras, disiplin dan tanggung jawab yang baik
sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dan seiring berjalannya
waktu menjadi perusahaan yang solid dan mampu menjalin hubungan kerja atau
mitra kerja dengan perusahaan-perusahaan besar.
Dengan sistem pengelolaan yang sangat efisien dan efektif terhadap waktu
maka CV. Surya Pratama Logam terus berusaha meningkatkan hasil-hasil produk
pengecoran yang berkualitas dengan waktu penyelesaian yang sepakati bersama.

2.2 Kegiatan Instalasi


Kegiatan perkerjaan yang ada pada CV. Surya Pratama Logam yaitu masuk
pada pukul 08.00 WIB sampai pada pukul 16.00 WIB dari hari senin hingga
sabtu, perkerjaan yang dapat dikerjakan bermacam-macam sesuai perkerjaan yang
harus dikerjakan salah satunya adalah proses peleburan (pengecoran), proses
permesinan, proses pengelasan, dan lain sebagainya. Bagi mahasiswa yang kerja
praktek dapat menekuni dan menyesuaikan perkerjaan apa yang akan di kerjakan/
laksanakan.
2.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan hubungan antara karyawan dan atasannya
juga menggambarkan pembagian perkerjaan dan tanggung jawab suatu kelompok
kerja. Struktur organisasi selalu tergantung pada luasnya bidang pekerjaan, dalam
struktur organisasi akan terlihat jelas karena digambarkan dalam badan organisasi
yang membuat kedudukan dan status fungsional.

DIREKTUR

WAKIL
DIREKTUR

SEKRETARIS

SEKSI SDM BENDAHARA

PRODUKSI

BAGIAN BAGIAN BAGIAN FRECE


PENEGECORAN PEMBUBUTAN
KARYAWAN KARYAWAN KARYAWAN

Gambar 2.1 Struktur Organisasi CV. Surya Pratama Logam


(Sumber : Seksi SDM CV. Surya Pratama Logam)

2.4 Deskripsi Tugas


Tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para pengurus CV. Surya Pratama
Logam antara lain :
1. Direktur
a. Mengawasi jalannya produksi
b. Menerima laporan keuangan juga laporan produksi
c. Bertanggung jawab sepenuhnya atas semua hal mengenaai pengurusan
dan pemilikan (penguasaan) perseroan.
2. Bendahara
a. Mengelola pemasukan dan pengeluaran keuangan perusahaan
3. Seksi SDM
a. Menyusun dan mengkoordinasi kegiatan perancanaan dan pengembangan
sumber daya manusia.
b. Mengolah data karyawan untuk kehadiran/ absensi kerja dan penggajian
karyawan.
c. Membuat laporan kehadiran kerja karyawan agar diketahui aktivitas dan
produktifitas karyawan diperusahaan.
d. Mengelola pengajian karyawan dan membuat laporan gaji karyawan.

2.5 Visi dan Misi Perusahaan


Sejak awal berdirinya perusahaan ini dengan nama CV. Surya Pratama
Logam dan juga sebagai perusahaan yang ingin selalu berkembang maka CV.
Surya Pratama Logam ini tentunya memiliki visi dan misi untuk menjalankan
aktivitas usahanya, maka visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut :
2.5.1 Visi
Adapun visi yang dibuat oleh prusahaan CV. Surya Prtama Logam
antara lain :
1. Dapat menjadi perusahaan pengecoran dan pembubutan yang terbaik.
2. Dapat menjadi perusahaan yang dapat diandalkan oleh organisasi swasta
lainnya.
2.5.2 Misi
Adapun misi yang dibuat oleh perusahaan CV. Surya Pratama Logam
antara lain :
1. Selalu memberikan yang terbaik serta mempunyai nilai yang berkualitas
pada setiap produk yang dihasilkan.
2. Mengemban mutu SDM perusahaan agar tercipta SDM yang professional
yang menunjang mutu produk maupun pelayanan.

2.6 Sistem dan Tata Kerja


Secara garis besar proses produksi D250 menggunakan sistem pengecoran
mencangkup beberapa hal antara lain :
2.6.1 Production Planing
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan
produk
2. Mempersiapkan tungku pembakaran untuk meleburkan logam.
3. Penghalusan dengan proses grinding.
4. Proses Pengurdian (gurdi)
5. Proses Pendempulan
6. Proses Pengecetan
7. Pembuatan D250 dengan proses pengecoran

2.6.2 Order Material

Pengertian secara umum mengenai bahan baku merupakan bahan


mentah yang menjadi dasar pembuatan suatu produk dimana bahan tersebut
dapat diolah melalui proses tertentu untuk dijadikan sebuah produk yang
diinginkan.
BAB III

HASIL PELAKSANAAN

PRAKTEK KERJA

3.1. Pengertian pengecoran


Pengecoran (Casting) Adalah proses dimana logam cair mengalir dengan
gaya gravitasi atau gaya lain, kedalam cetakan, yang kemudian akan memadat atau
dibiarkan membeku di dalam cetakan dan mengikuti bentuk dari ruang cetakan
tersebut. Pengecoran dibuat untuk membuat sebuah komponen yang sangat
kompleks.
Ada faktor-faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses
pengecoran (casting) yaitu:
 Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetakan
 Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam
dalam cetakan
 Pengaruh material cetakan
 Pembekuan logam dari kondisi cair
Adapun keunggulan dari proses pengecoran logam ini antara lain:
 Mampu membuat benda dengan bentuk yang kompleks.
 Dapat mencetak bentuk luar dan bentuk dalam dari suatu benda
 Dapat membuat komponen yang sangat besar
 Beberapa proses dapat dilakukan untuk produksi masal.
 Hasil dapat berupa bentuk akhir, atau mendekati bentuk akhir

Setelah mengetahi keunggulan dari proses pengecoran (Casting) berikut ini


ada kekurangan dari proses pengecoran (Casting) diantaranya adalah:
 Ketelitian dimensi yang kurang baik pada beberapa proses.
 Tingkat bahaya bagi pekerja tinggi karna berhubungan dengan suhu dari
benda yang sangat tinggi.
 Tingkat bahaya bagi lingkungan
Pada umumnya proses pengecoran logam dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan cetakan
2. Persiapan dan peleburan logam
3. Penuangan logam cair kedalam cetakan:
 Untuk cetakan terbuka logam cair hanya dituang hingga
memenuhi rongga yang terbuka
 Untuk cetakan tertutup logam cair dituang hingga memenuhi
sistem saluran masuk
4. Setelah dingin benda cor dilepaskan dari cetakannya
5. Untuk beberapa metode pengecoran diperlukan proses pengerjaan
lanjutan seperti:
 Memotong logam yang berlebihan
 Membersihkan permukaan
 Memeriksa produk cor
 Memperbaiki sifat mekanik dengan perlakuan panas (heat
treatment)
 Penyesuaian ukuran dengan metode pemesinan

3.2. Proses pembuatan cetakan


Hal yang harus ada pada proses pengecoran logam ialah sebuah cetakan
yang merupakan suatu ruangan yang bentuknya menyerupai produk yang akan
dibuat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan suatu cetakan :
 Bentuk dan ukuran dari suatu cetakan harus sedikit lebih besar dari ukuran
produk yang sebenarnya, karena adanya proses pengkerutan yang terjadi
pada proses pengecoran logam.
 Setiap logam memiliki koefisien susut yang berbeda beda (dalam
merancang suatu cetakan biasanya digunakan mistar susut)
Bagian bagian dari cetakan adalah sebagai berikut:
o Rongga cetak/cavity sebagai ruang tempat logam cair, bentuknya
disesuaikan dengan pola
o Inti/Core digunakan untuk membuat rongga/lubang
o Saluran turun/sprue sebagai saluran yang dilalui logam cair dari cawan
tuang menuju pengalir dan saluran masuk
o Pengalir/runner sebagai saluran yang membawa logam cair dari saluran
turun ke bagian-bagian yang sesuai dengan cetakan
o Cawang tuang/pouring basin sebagai penampung pertama logam cair dari
penuang (ladle) yang berfungsi sebagai pencegah masuknya kotoran (pasir,
terak, dan lain-lain) dan dapat pula berfungsi sebagai penambah
o Penambah (riser) sebagai pengisi/cadangan logam cair bila terjadi
penyusutan atau penyumbatan.

Perancangan pembuatan cetakan terdiri dari pola, inti, cope and drag, gate
and raiser, Pola yaitu sebuah betuk dan ukuran benda yang menyerupai dengan
bentuk benda kerja asli, Inti yaitu merupakan bagian khusus yang berfungsi sebagai
bingkai untuk melindungi struktur model yang akan di bentuk dengan demikian
keadaan ketebalan dinding, lubang dan bentuk khusus dari benda tuangan tak akan
terjadi perubahan
Gate and raiser yaitu system aliran untuk mengalirkan logam cair kedalam
cetakan benda coran, gating sistem dibagi menjadi beberapa bagian seperti pada
gambar 3.1. yaitu :
 Cawan tuang
 saluran turun
 Saluran pengalir
 saluran masuk

Untuk jenis proses pengecoran (Casting) dapat dibagi menjadi 2 yaitu :


 Expendable mold
Proses pengecoran dengan menggunakan cetakan yang harus dihancurkan
saat akan mengeluarkan hasil pengecoran proses ini hanya dapat di gunakan sekali
saat pembuatan suatu produk dan harus membuat kembali cetakan jika ingin
membuat produk yang sama, biasanya di gunakan untuk membuat suatu produk
dengan jumlah yang sedikit. Bahan cetakan berupa pasir yang sering di gunakan
ialah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau,lalu semen, bahan lain yg sejenis, dan
bahan pengikat. Untuk bahan pengikat ataupun perekat antar butir-butir pasir dapat
digunakan, bentonit, resin, furan atau air gelas.
Cetakan pasir biasanya dibuat dengan bentuk persegi dengan lubang pada
kedua sisinya dan dapat dibuka pada salahsatu sisi cetakan agar dapat mengeluarkan
pasir cetaknya.
 Permanent mold
Proses pengecoran dengan cetakan ini menggunakan cetakan yang dapat
dipakai berulang-ulang dan biasanya di gunakan untuk memproduksi suatu produk
yang banyak dan terus menerus, ketelitian dari permanent mold ini lebih baik dan
untuk proses lanjutannya tidak terlalu banyak dari pada expendable mold bahan
cetakan yang di gunakan yaitu berupa logam dengan titik lebur yang lebih tinggi
dari logam yang akan di cor, keramik.
Untuk cetakan logam sendiri biasanya memiliki model tanam yaitu cairan
logam coran yang di masukan kedalam cetakan logam hanya memiliki satu buah
jalan masuk dan keluar dari cetakan dan cara melepaskan hasil coran dari cetakan
logam sendiri dengan cara didorong dari sisi luar untuk mengeluarkan hasil coran
tersebut.

Untuk proses cara pengecoran permanen di bagi menjadi beberapa bagian


antara lain:
 Pengecoran Gravitasi (Gravity Permanent Mold Casting) Pengecoran
gravitasi adalah pengecoran dimana logam cair yang dituangkan ke dalam
saluran masuk menggunakan gravitasi. Karena adanya tekanan gravitasi,
cairan logam mengisi ke seluruh ruang dalam rongga cetakan.
 Pengecoran Cetak Tekan (Pressure Die Casting) Pengecoran cetak
tekan/tekanan adalah pengecoran dimana logam cair yang dituangkan ke
dalam saluran masuk menggunakan bantuan tekanan dari luar.
 Pengecoran Sentrifugal (Centrifugal Die Casting) Pengecoran sentrifugal
adalah pengecoran yang menggunakan cetakan berputar, cetakan yang
berputar akan menghasilkan gaya sentrifugal yang akan mempengaruhi
kualitas coran. Coran yang dihasilkan akan memiliki bentuk padat,
permukaan halus dan sifat fisik struktur logam yang unggul. Pengecoran
sentrifugal biasanya digunakan untuk benda coran yang berbentuk simetris.

3.3. Persiapan dan peleburan logam


Persiapan meliputi APD yang digunakan saat melakukan pengecoran logam
seperti sarung tangan tahan panas baju pelindung atau apron juga bisa
menggunakan baju dengan lengan panjang untuk menghindari percikan api atau
logam cair, sepatu safety, dan lain sebagainya. Logam-logam dalam pengecoran.
 Besi cor
Paduan besi yang mengandung C >: 1,7 % dan 1-3 %Si. Unsur lain dapat
ditambahkan dengan maksud untuk meningkatkan sifat-sifat seperti kekuatan,
kekerasan atau ketahanan korosi. Unsur yang umumnya ditambahkan yaitu Cr, Cu,
Mo dan Ni. Besi cor memiliki selang temperature cair yang relaitf lebih rendah
daripada baja dan relatif lebih “encer” ketika cair. Sifat mekanik besi cor tergantung
pada jenis struktur mikronya yaitu bentuk dna distribusi elemen-elemen
penyusunnya. Salah satu elemen yang memiliki pengaruh yang berarti adalah grafit.
Jumlah ,ukuran dan bentuk grafit mempengaruhi kekuatan dan keuletan besi cor.
Selain grafit, matriks juga ikut mempengaruhi sifat mekaniknya. Ada lima jenis besi
cor :
 Besi cor kelabu (grey cast iron)
 Besi cor malleable (malleable cast iron
 Besi cor putih (white cast iron)
 Besi cor nodular (nodular/ductile cast iron)
 Compacted graphite cast iron (memiliki struktur mikro antara besi cor
kelabu dan besi cor nodular).

 Besi Cor Putih


Besi cor putih terbentuk ketika unsur karbon (C) tidak mengendap sebagai
grafit selama proses pembekuan, akan tetapi tetap berkaitan dengan unsur besi (Fe),
krom (Cr) atau molibden (Mo) membentuk karbida. Besi cor putih bersifat keras
dan getas dan memiliki tampilan patahn seperti kristal berwarna putih.
 Besi Cor Kelabu
Besi cor kelabu merupakan paduan dari unsur-unsur besi (Fe), karbon (C)
dan silicon (Si) yang mengandung “ karbon tak berkaitan” dalam bentuk grafit.
Nama besi cor kelabu didapat dari tampilan patahan berwarna kelabu. Besi cor
kelabu banyak digunakan untuk keperluan otomotif dan konstruksi umum lainnya
Kekuatan, kekerasan dan struktur mikro dari besi cor kelabu dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti komposisi kimia, desain, cetakan, karakteristik cetakan dan
laju pendinginan selama dan setelah pembekuan. Unsur Cu, Cr, Mo dan Ni
seringkali ditambahkan untuk mengatur struktur mikro matriks dan pembentukan
grafit. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi besi cor kelabu
pada beberapa media. Besi cor kelabu dapat dikeraskan dengan proses quenching
dan temperature sekitar 1600˚F (menjadi getas). Kombinasi dengan proses temper
akan meningkatakan ketangguhan dan menurunkan kekerasannya.
 Besi Cor Malleable
Besi cor ini dihasilkan dari proses perlakuan panas besi cor putih yang
memiliki komposisi tertentu. Proses terbentuknya besi cor putih dapat diakibatkan
sebagai berikut :
 Rendahnya kandungan karbon dan silikon
 Adanya unsur-unsur pembentuk karbida seperti Cr, Mo dan V
 Laju pendinginan dan pembekuan yang tinggi
Pada proses pembuatan besi cor malleable, besi cor putih dipanaskan hingga
temperatur diatas temperatur eutectoid (1700˚F) kemudian ditahan hingga beberapa
jam dan didinginkan dalam tungku. Proses tersebut menyebabkan unsur karbon
terlarut dalam austenit, mengendap dan membentuk grafit bulat tak beraturan
(irregular nodules of graphite) yang disebut korbon temper. Proses ini akan
menghasilkan besi cor malleable dengan matriks ferit.
 Besi Cor Nodular
Besi cor nodular memiliki komposisi unsur yang sama dengan besi cor
kelabu. Unsur tersebut yaitu karbon dan silikon. Perbedaan besi cor nodular dan
kelabu terletak pada bentuk grafit (untuk menghasilkan bentuk grafit yang berbeda,
digunakan proses yang berbeda pula) Pembulatan grafit dicapai karena
ditambahkan unsure Magnesium (Mg) dan Cerium (Ce).
 Baja (Baja Cor)
Salah satu jenis baja adalah baja karbon yaitu paduan besi-karbon yang
mengandung unsure karbon kurang dari 1,7 % (beberapa literature menyebutkan
kandungan karbon maksimum 2.0 %). Sebagai tambahan selain karbon, baja cor
mengandung
- Silikon (Si) : 0.20 – 0,70 %
- Mangan (Mn) : 0,50 – 1,00 %
- Fosfor (P) : <>
- Sulfur (S) : <>
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi
pengecoran karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Terdapat pula
Suhu lebur yang merupakan titik lebur atau mencairnya suatu bahan, jadi bila suatu
logam dipanaskan hingga temperatur lebur tersebut maka benda itu akan mencair.
Adapun logam yang sering diaplikasikan dalam proses pengecoran beserta dengan
suhu leburnya seperti Besi, Almunium dan lainnya yang dapat dilihat sebagai
berikut.
Tabel 3.1. Logam Pada Pengecoran Beserta Titik Leburnya

No Logam dan Oksida Logam Suhu Lebur(0C)

1 Alumunium 657

2 Alumunium Oxide 2020-2050

3 Besi 1535

4 Besi Tuang Kelabu 1200

5 Baja Karbon Rendah 1500

6 Baja Karbon Tinggi 1300-1400

7 Tembaga 1083

9 Zinc 419

10 Oksida Zinc 1800

11 Oksida Tembaga 1236

12 Tin Bronze 850-950

13 FeO 1370

14 Fe2O3 1565

15 Fe3O4 1527

Untuk Tanur pelebur atau biasa disebut tungku ini menjadi bagian penting
dalam proses pengecoran logam. Tanur pelebur dalam pengecoran logam
digunakan untuk memasak ataupun mencairkan bahan baku yang digunakan untuk
membuat produk-produk coran yang akan dibuat ada 5 macam tanur pelebur yang
sering di gunakan hingga saat ini antara lain:
 Tanur besalen
Tanur basalen merupakan tanur yang digunakan ratusan tahun yang
lalu pada awal mula industry pengecoran logam. Tungku ini
berbentuk pipa yang dibuat dari batu bata dan dilapisi tanah agar
tahann terhadap api tanah yang digunakan untuk membuat tungku
ini berasal dari bayat, bahan bakar tungku besalen adalah kayu
yang baranya dihembuskan dengan menggunakan blower.
 Tanur Tukik
Kemudian sebagian pengusaha cor logam beralih menggunakan
tanur tukik. Tanur tukik ini memiliki kapasitas yang lebih besar dari
tanur besalen, tanur ini menggunakan bahan bakar kayu dan blower
yang digunakan menggunakan tenaga diesel. Aliran cairan logam
yang dihasilkan tanur tukik tidak bisa kontinyu
 Tanur Kupola
Tanur kupola menggunakan bahan bakar batu bara yang
menggunakan blower untuk menghembuskan baranya, dalam
pengoprasiannya tanur kupola ini tidak memerlukan sumber daya
manusia yang banyak. Tungku ini terdiri dari suatu saluran/bejana
baja vertical yang didalamnya terdapat susunan bata tahan api,
Muatannya terdiri dari susunan atau lapisan logam, kokas dan fluks,
Kupola dapat beroperasi secara kontinu, menghasilkan logam cair
dalam jumlah besar dan laju peleburan tinggi.
Ketiga tanur diatas yaitu tanur besalen, tanur tukik dan kupola
digunakan untuk pengecoran logam dengan skala yang besar
sehingga tidak setiap hari dapat dilakukan pengecoran logam
 Tanur Induksi
Tanur induksi muncul berkat adanya kemajuan teknologi dalam
pengecoran logam dan dapat disebut sebagai generasi baru teknologi
peleburan logam tanur induksi ini menggunakan bahan bakar
beruapa daya listrik dalam pengoprasiannya, sehingga lebih ramah
lingkungan. Dengan menggunakan tanur induksi pengusaha
pengecoran logam dapat membuat berbagai varian baru
dariproduknya hal ini terjadi karena tungku induksi mampu
melebur berbagai macam jenis logam seperti besi dan baja selain
itu dapat juga di gunakan untuk peleburan bersekala kecil dan
dapat kapan saja melakukan pengecoran logam, juga mampu
mengatur komposisi kimia pada skala peleburan kecil namun tanur
jenis ini masih memiliki kekurangan dengan harga yang relatif
tinggi.
 Tanur Krusibel
Tanur krusibel merupakan tanur yang digunakan untuk peleburan
logam non ferro seperti almunium bahan bakar yang di gunakan
pada tungku ini adalah minyak kemudian api yang dihasilkan akan
dihembuskan dengan menggunakan blower, Tungku ini bisa dalam
keadaan diam, dimiringkan atau juga dapat dipindah-pindahkan dan
dapat diaplikasikan pada logam-logam ferro dan non-ferro

3.4. Cacat coran


Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Cacat pada Coran Proses pengecoran
dilakukan dengan beberapa tahapan mulai dari pembuatan cetakan, proses
peleburan, penuangan dan pembongkaran. Untuk menghasilkan coran yang baik
maka semuanya harus direncanakan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun
hasil coran sering terjadi ketidak sempurnaan atau cacat. Cacat yang terjadi pada
coran dipengaruhi oleh bebrapa faktor yaitu :
1. Desain pengecoran dan pola
2. Pasir cetak dan desain cetakan dan inti
3. Komposisi muatan logam
4. Proses peleburan dan penuangan
5. Sistim saluran masuk dan penambah.
Komisi pengecoran internasional telah membuat penggolongan cacat-cacat
coran dan dibagi menjadi 9 macam, yaitu :
1. Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas
2. Lubang-lubang
3. Retakan
4. Permukaan kasar
5. Salah alir
6. Kesalahan ukuran
7. Inklusi dan struktur tak seragam
8. Deformasi
9. Cacat-cacat tak nampak

1. Cacat ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas


Cacat ekor tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat dilihat dengan
mata. Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus, yang diakibatkan dari pasir
permukaan cetakan yang mengembang dan logam masuk kepermukaan tersebut.
Kekasaran yang meluas merupakan cacat pada permukaan yang diakibatkan oleh
pasir cetak yang tererosi. Bentuk cacat ekor tikus dan kekasaran yang meluas dapat
dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Cacat Ekor Tikus

Penyebab cacat ekor tikus atau kekasaran yang meluas disebabkan oleh :
 Kecepatan penuangan terlalu lambat
 Temperatur penuangan terlalu tinggi
 Ketahanan panas pasir cetak rendah
 Terjadi pemanasan setempat akibat letak saluran turun yang salah
 Pasir cetak banyak mengandung unsure kental atau lumpur
 Perbaikan cetakan yang tidak sempurna
 Pelapisan cetakan yang terlalu tebal
 Kepadatan cetakan pasir yang kurang
 Lubang angin pada cetakan kurang
Untuk mencegah timbulnya cacat di atas dapat dilakukan dengan merencanakan
pembuatan cetakan, peleburan dan penuangan yang baik. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah :
 Menggunakan pasir cetak yang berkualitas, tahan panas dan tidak banyak
mengandung unsur lumpur.
 Pembuatan cetakan yang teliti baik pemadatan yang cukup, lubang angin
yang cukup dan pelapisan tipis yang merata.
 Membuat saluran turun yang tepat, sesuai bentuk coran,
 Mengecek temperatur logam sebelum penuangan, temperatur tuang harus
sesuai yang disyaratkan.
 Melakukan penuangan dengan kecepatan yang cukup dan kontinyu.

2. Cacat lubang-lubang
Cacat lubang-lubang memiliki bentuk dan akibat yang beragam. Berikut
bentuk cacat lubang-lubangbeserta penyebab dan pencegahannya dapat dibedakan
menjadi :
Tabel 3.2. Cacat Lubang-lubang
3. Cacat Retakan

Cacat retakan dapat disebabkan oleh penyusutan atau akibat tegangan sisa.
Keduanya dikarenakan proses pendingan yang tidak seimbang selama pembekuan.
Bentuk cacat retakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.2. Cacat Retakan


Penyebab cacat reakan adalah :

 Perencanaan coran yang tidak memperhitungkan proses pembekuan,


seperti perbedaan tebal dinding coran yang tidak seragam
 Pemuaian cetakan, dan inti menahan pemuaian dari coran.
 Ukuran saluran turun da penambah yang tidak memadahi

.Upaya untuk mencegah cacat retakan adalah sebagai berikut:

 Menyeragamkan proses pembekuan logam dengan memanfaatkan cil bila


perlu.
 Pengisian logam cair dari beberapa tempat
 Waktu penuangan harus sesingkat mungkin
 Menghindakan coran yang memiliki sudut-sudut tajam
 Menghindarkan perubahan mendadak pada dinding coran.
4. Cacat Permukaan Kasar

Cacat permukaan kasar menghasilkan coran yang permukaannya kasar.


Cacat ini dikarenakan oleh beberapa factor seperti : cetakan rontok, kup terdorong
ke atas, pelekat, penyinteran dan penetrasi logam. Bentuk, penyebab dan
pencegahan cacat permukaan kasar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Cacat Permukaan Kasar


5. Cacat salah alir

Cacat salah alir dikarenakan logam cair tidak cukup mengisi rongga
cetakan. Umumnya terjadi penyumbatan akibat logam cair terburu membeku
sebelum mengisi rongga cetak secara keseluruhan. Bentuk cacat salah alir dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3. Cacat Salah Alir


Penyebab cacat salah alir yaitu :

 Coran terlalu tipis


 Temperature penuangan terlalu rendah
 Laju penuangan terlalu lambat
 Aliran logam cair tidak seragam akibat sistim saluran yang jelek.
 Lubang angin pada cetakan kurang
 Sistim penambah yang tidak sempurna

Pencegahannya adalah sebagai berikut :

 Temperatur tuang harus cukup tinggi


 Kecepatan penuangan harus cukup tinggi
 Perencanaan sistim saluran yang baik
 Lubang angin harus ditambah
 Menyempurnakan sistim penambah

6. Cacat kesalahan ukuran

Cacat kesalahan ukuran terjdi akibat kesalahan dalam pembuatan pola. Pola
yang di buat untuk memeuat cetaka ukuranya tidak sesuai dengan ukuran coran
yang diharapkan. Selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan yang
mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan. Pencegahn
kesalah ukuran adalah membuat pola dengan teliti dan cermat. Menjaga cetakan
tidak mengembang dan memperhitungkan penyusutan logam dengan cermat,
sehingga penambahan ukuran pola sesuai dengan penyuutan logam yang terjadi saat
pembekuan.

7. Cacat Inklusi dan struktur tak seragam

Cacat inklusi terjadi karena masuknya terak atau bahan bukan logam ke
dalam cairan logam akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau
pembekuan. Cacat struktur tidak seragam akan membentuk sebagian struktur coran
berupa struktur cil. Bentuk, penyebab dan pencegahan cacat inklusi dan struktur
tidak seragam dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 3.4. Cacat Inklusi Dan Struktur Tak Seragam

8. Deformasi

Cacat deformasi dikarenakan perubahan bentuk coran selama pembekuan


akibat gaya yang timbul selama penuangan dan pembekuan. Bentuk, penyebab dan
pencegahan cacat deformasi dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Cacat Deformasi

9. Cacat-cacat tak tampak

Cacat-cacat tak tampak merupakan cacat coran yang tidak dapat dilihat oleh
mata. Cacat-cacat ini berada dalam coran sehingga tidak kelihatan dari permukaan
coran. Salah satu bentuk cacat tak tampak adalah cacat struktur butir terbuka. Cacat
ini akan membentuk seperti pori-pori dan kelihatan setelah dikerjakan dengan
mesin. Bentuk cacat struktur butir terbuka dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.4. Cacat Tak Tampak


Penyebab cacat ini adalah komposisi kadar C, Si dan P yang tidak sesuai.
Pencegahan cacat ini adalah dengan merencanakan logam coran dengan kadar C,
Si dan P yang sesuai.

3.5. Penuangan logam cair pada cetakan

Setelah pemanasan, logam siap untuk dituangkan melalui sistem saluran


masuk kedalam rongga cetakan, hal ini merupakan suatu tahapan yang kritis dalam
proses penuangan. Agar tahapan ini dapat berhasil, logam cair harus mengalir ke
semua bagian dari rongga cetakan. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam oprasi
penuangan adalah:

 Temperatur penuangan (pouring temperatur) adalah temperatur logam cair


pada saat dituangkan kedalam cetakan, hal penting yang haraus di
perhatikan disini adalah perbedaan temperatur antara temperatur
penuangan dengan temperatur logam cair mulai membeku (titik lebur untuk
logam murni dan temperatur liquidus untuk logam paduan/alloy)
perbedaan temperatur tersebut dikenal dengan istilah super heat. Istilah
super heat juga digunakan untuk menyatakan jumlah panas yang harus
dihilangkan dari logam cair antara penuangan hingga pembekuan mulai
terjadi.
 Laju penuangan (pouring rate) adalah volume logam yang dituangkan
kedalam cetakan dalam waktu tertentu, bila laju penuangan terlalu rendah
maka logam akan menjadi dingin dan membeku sebelum pengisian seluruh
rongga cetakan selesai dan sebaliknya bila laju penuangan terlalu tinggi
maka akan terjadi turbulensi yang mengakibatkan cacat coran.
 Turbulensi dalam aliran cairan adalah kecepatan aliran cairan yang tidak
menentu arah dan besar (magnitude)nya, turbulensi harus dihindarkan
karena:
 Dapat mempercepat pembentukan oksida logam, yang dapat
mengganggu proses pembekuan sehingga kualitas coran kurang
baik
 Dapat menyebabkan terjadinya pengikisan pada cetakan karena
adanya benturan aliran logam cair, sehingga hasil coran kurang
baik

3.6. Pembekuan (Solidifikasi) dalam Pengecoran Logam

Pembekuan (solidifikasi) adalah transformasi logam cair kembali ke bentuk


padatnya. Pembekuan (Solidifikasi) logam murni, logam murni membeku pada
temperatur konstan yaitu sama dengan temperatur pembekuannya atau temperatur
leburnya, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut.

Gambar 3.5. Transformasi Logam Cair Ke Padat Pada Logam Murni

 Waktu solidifikasi lokal adalah waktu pembekuan sebenarnya


 Waktu solidifikasi total adalah waktu antara penuangan sampai proses
pembekuan berakhir. Setelah pembekuan berakhir temperatur turun hingga
temperatur kamar.

Solidifikasi logam paduan (alloy), logam paduan umumnya membeku pada


daerah temperatur tertentu.
Gambar 3.6. Transformasi Logam Cair Ke Padat Pada Logam Paduan

Garis awal terjadinya pembekuan disebut garis liquidus, dan garis akhir
pembekuan disebut garis solidus. Suatu paduan dengan komposisi tertentu bila
didinginkan dalam waktu yang sangat lambat, maka pembekuan akan mulai terjadi
pada saat temperatur mencapai garis liquidus, dan pembekuan berakhir bila telah
mencapai garis solidus. Setelah itu pendinginan akan berjalan terus hingga
mencapai temperatur kamar.

Solidifikasi logam paduan eutektik suatu paduan yang memiliki komposisi


tertentu (komposisi eutektik) bila mengalami pendinginan sangat lambat, maka
pembekuan akan berlangsung pada temperatur konstan (sama seperti logam murni).

Adapun penggunaan fluks dalam proses pengecoran logam adalah bahan


yang digunakan untuk membantu penggabungan logam atau mineral tertentu.
Bahan tersebut diterapkan pada sisi atau permukaan cairan coran, penambahan
fluks berguna untuk mencegah, melarutkan atau memudahkan penghilangan
pengotor (oksida tertentu atau zat-zat lainnya).
3.7. Data dan Pembahaasan
3.7.1. Data

D250 adalah suatu produk yang digunakan untuk menyatukan kabel- kabel
yang memiliki diameter yang besar ataupun banyak agar dapat tersusun rapih
menjadi satu sehingga kabel dapat terkunci dan tidak terjadinya pergerakan pada
kabel, produk ini di umumnya gunakan untuk kabel-kabel PLN yang memiliki
diameter-diameter yang besar dan banyak. Adapun proses pembuatan Fan FA-5
ini yaitu:

 Persiapan alat dan bahan


Alat dan bahan yang di gunakan antara lain:
o Tungku (tanur) kupola
o Almunium paduan dengan kadar silicon 10-12%
o Cetakan non permanent
o Cawan Tuang
o Sarung tangan tahan panas
o Palu
o Sepatu safety
o Kacamata safety
o Baju lengan panjang
 Proses pemanasan tungku (tanur)
Tungku yang digunakan adalah jenis tungku kupola berkapasitas 30 kg dimana
bentuknya dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3.7 Tungku Peleburan


Gambar 3.8 Proses Peleburan

 Proses peleburan
Almunium paduan dengan kadar silicon 10-12% yang telah di siapkan
kemudian dileburkan didalam tungku hingga mencapai suhu 700˚ keatas.
Peleburan dilakukan selama ± 3 jam.
Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena
oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian
dipanaskan. jika bahan sudah mencair, fluks harus ditaburkan untuk mencegah
oksidasi dan absorsi gas. Selama pencairan, permukaan harus ditutup dengan
fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi
(perubahan komposisi pada tiap bagian specimen).

Sebagai contoh, campuran fluks dapat ditunjukan dalam daftar dibawah.


Penggunaan fluks 1% sampai 3% dapat mengurangi gas dan mencegah
gelembung udara serta lubang jarum, disamping itu juga memperbaiki sifat-sifat
mekaniknya, Dalam proses pembuatan clambelt ini jika fluks tidak ada maka di
gantikan dengan serbuk batu batrei (karbon) sebanyak 30 gram.

 Proses persiapan cetakan


Pada saat kerja praktek cetakan yang dibuat telah ada dan tidak dilakukan
pembuatan cetakan, gating sistemnya menggunakan sistem saluran tegak dan
memiliki model tanam yaitu cairan logam yang dimasukan kedalam cetakan
logam hanya memiliki satu buah jalan masuk dan keluar, dimana raiser di
satukan dengan saluran masuk, kemudian cetakan yang telah ada di panaskan
di atas tungku hingga suhu cetakan mencapai sekitar 300˚C-400˚C ini bertujuan
supaya temperatur cairan tidak turun ataupun tekejut karena cetakan yang
dingin, jika cetakan dingin maka cairan coran akan cepat membeku sehingga
akan tertahan di atas dan tidak mengalir ke sudut-sudut produk yang akan
dibuat.

Gambar 3.9 Cetakan Pasir Fan FA-5


 Proses Penuangan
Proses penuangan menggunakan cawan tuang, suhu penuangan kurang lebih
680˚C, proses pengecoran menggunakan grafity permanent mold casting,
dilakukan hingga cairan almunium keluar sedikit dari cetakan dan di diamkan
hingga terjadi proses pembekuan.

 Proses pelepasan logam coran dari cetakan


Logam cair yang telah didinginkan sesaat kemudian dilepaskan dengan cara
dipukul manual dengan palu hingga terlepas dari cetakannya, kemudian
dilakukan pengerjaan selanjutnya seperti pemotongan dan proses pemesinan.

3.7.2. Pembahasan

Gating system

Perhitungan berat tuang

 Berat Tuang………………………..Tata Surdia (teknik Pengecoran


Logam),2006 hal 167
0,5 kg x 2
G = 1 kg
 Waktu Tuang……….Tata Surdia (Teknik Pengecoran Logam),2006
hal 71

tp =1.25 x √2. 𝐺
Dimana : tp = waktu tuang (detik)
G = berat tuang (kg)

= 1.25 X √2 𝑋 1
= 1,76 detik
 Faktor hambat alir = 0.7 ᶓ (bentuk agak sulit)
Untuk saluran turun di buat seperti gambar di bawah ini dimana h=a dengan jarak
a=2cm

Dengan memperhatikan faktor hambatan alir maka rumus luas saluran masuk menjadi

 Luas Penampang saluran masuk…… Tata Surdia (Teknik Pengecoran


Logam, 2006 hal 74)
22.6 𝑥 𝐺𝑡𝑢𝑎𝑛𝑔𝑐𝑎𝑖𝑟
Asm = …………..
ᶓ x ρ x t x √Hℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑙𝑖𝑠

Dimana :
Asm = Luas penampang saluran masuk (cm2)
G = Berat benda (kg)

ρ = Berat jenis coran (alumunium) (kg/dm3)


t = Waktu penuangan (detik)

h = Tinggi penuangan (cm)

ᶓ = Faktor hambat air


22.6 𝑥 1 22,6
Asm = = = 4,8 cm2
0,7 x 2,7 x 1,76x √2 4,704
 Penampang Saluran turun………….Tata Surdia (Teknik Pengecoran
Logam),2006 hal 75

Ast= 4/2. Asm

= 4/2 x 4,8 cm
= 9,6 cm
D
4 𝑋 𝐴𝑠𝑡
D=√
𝜋

4 𝑋 9,6
=√
3.14

= 3,49 cm ≈ 34,9 mm

Dalam pembuatan FA-5 ini terdapat cacat coran berupa shrinkage (penyusutan)
yaitu suatu fenomena fisik yang terjadi pada benda saat mengalami pendinginan. Bila
benda dalam keadaan cair maka penyusutan hanya akan mengurangi volume tanpa
mengubah bentuk. Bila benda dalam keadaan padat maka susut akan mengubah volume
sekaligus ukuran (benda mengecil), kemudian jika benda tersebut masih dalam keadaan
sebagian masih cair dan sedang mengalami pembekuan maka penyusutan tersebut akan
meninggalkan rongga dimana terjadi pembekuan paling akhir (daerah yang menyimpan
panas paling lama), rongga tersebut lah yang dinamakan shrinkage.

Untuk pembuatan FA-5 ini adanya proses shrinkage dikarenakan adanya


konsentrasi panas pada daerah tertentu, cara penanggulangannya jika tidak terlalu dalam
maka dapat dilakukan proses penggerindaan hingga permukaan rata atau pendempulan, jika
parah maka benda dikatakan NG (not good) dan tidak dilakukan proses lanjutan.
Gambar 3.10. Proses Pendempulan

Adapun cacat lain yang di temukan saat proses pembuatan FA-5 ini ialah cacat
ekor tikus yang merupakan cacat yang terdapat diluar yang dapat dilihat dengan kasat mata
bentuk cacat seperti ekor tikus ini dikarenakan ikatan antar cetakan yang kurang kuat dan
masih terdapat rongga sehingga cairan coran melebar masuk ke dalam rongga tersebut. Ini
dapat diatasi dengan proses pemotongan dengan mesin cutting dan gerinda jika terdapat
pada bagian sisi coran, jika pada bagian tengah maka di lakukan proses penggetokan
dengan menggunakan palu dan pahat hingga rata.

Gambar 3.11. Proses Pengetukan Cacat Ekor Tikus Pada Produk Fan FA-5
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Proses pembuatan Fan FA-5 dengan menggunakan cetakan non permanent
dapat diurutkan sebagai berikut :
1. Almunium di panaskan di dalam tungku sumuran (kupola) sampai
dengan suhu antara 660˚C-700˚C.
2. Almunium cair tadi di masukan ke dalam cetakan permanen dengan
pengecoran gravity lalu di diamkan sejenak hingga membeku.
3. Lakukan proses pembongkaran cetakan, lalu pukul dengan palu
hingga benda kerja terlepas dari cetakan.
Adapun proses finishing pada pembuatan Fan FA-5 seperti berikut:
1. Lakukan proses cutting untuk cacat ekor tikus dan bagian yang tidak
rata pada sisi coran.
2. Lakukan proses penghalusan permukaan dengan menggunakan
gerinda halus.
3. Lakukan proses pendrillan dengan pahat 8mm pada bagian tengah
benda untuk tempat baut dan murnya.
4. Lakukan proses pengecatan menggunakan pilox dengan warna silver
untuk pengecatan dilakukan dengan jarak pilox dan benda kurang
lebih 20 cm agar cepat kering lalu panaskan menggunakan panas
matahari.
Cacat coran atau kerusakan yang sering terjadi pada proses pembuatan Fan
FA-5 yaitu :
4. Cacat ekor tikus
5. Penyusutan
4.2. Saran
1. Universitas Jenderal Achmad Yani Dapat menjalin kerja sama dengan
beberapa perusahaan agar mahasiswa dapat tersalurkan dan tidak telat
mendapatkan tempat praktek kerja industri.
2. Peralatan yang digunakan beserta alat safety di perusahaan lebih di
perbanyak dan digunakan berdasarkan keperuntukannya.
DAFTAR PUSTAKA

 http://indonesia-mekanikal.blogspot.com/2008/03/teknik-pengecoran-
logam.html
 https://www.pengelasan.net/titik-lebur-logam/
 https://logamceper.com/cacat-coran-dan-pencegahaanya/
 http://staffnew.uny.ac.id/upload/132048523/pendidikan/11.+Cacat+cora
n+dan+p encegahannya.pdf
 https://logamceper.com/5-macam-tanur-pelebur-dalam-pengecoran-logam/
Tata Surdia,Teknik Pengecoran Logam,P

Anda mungkin juga menyukai