TUGAS MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI
“PERDARAHAN POST PARTUM”
Dosen Pengajar
Disusun Oleh
KATA PENGANTAR
1
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
2
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih dari
500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi. Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama
dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi trombosit dan
trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua. Perdarahan postpartum dibagi atas dua
bagian yaitu perdarahan postpartum dini dan lanjut. Perdarahan postpartum dini adalah
perdarahan yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai,
3
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
sedangkan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan yang berlebihan selama masa
nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai. Di Indonesia,
Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin
di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat
datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai perdarahan post partum.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu mengetahui pengertian perdarahan post partum.
Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala perdarahan post partum.
Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan perdarahan post partum.
Mahasiswa mampu mengetahui penanganan perdarahan post partum.
1.3 Manfaat
Pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan tentang perdarahan post
partum.
BAB II
PEMBAHASAN
4
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH).
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan
pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak
baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
2.2 Tanda dan Gejala Perdarahan Post Partum
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
2.2.1 Atonia Uteri
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi
dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
Umur yang terlalu muda / tua
Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
Partus lama dan partus terlantar
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2.2.2 Retensio plasenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
b. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Penyebab retensio plasenta :
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
5
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Terapi :
Apabila plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala
perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta.
1. Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi
begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung
tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan
luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-
dapatnya diregangkan oleh asisten.
2. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
3. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara
bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan
dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
Plasenta akreta
Terapi :
Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta
akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat
menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus
diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan terlihat dengan spekulum.
c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Tingkatan robekan pada perineum:
Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan
otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang
dinding depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan
m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini
melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri
Penatalaksanaan :
7
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
e. Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum)
dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi pada rektum, sebagai
berikut:
Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan.
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa
menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter
ani. Jepit kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit
perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika
profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral). Terapi penuh
antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan
tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.
Pemeriksaan Penunjang
1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl.
Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil
4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partus
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Pencegahan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan
diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir,
dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
2.2.4 Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya
terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa
plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
8
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan
subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal
dari rongga rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila
kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta,
maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan
tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan
dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai
akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi
tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif
tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat
perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat
dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya
terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun
yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan
persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A
(carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura
trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi
ialah purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia.
a. Purpura trombositopenik Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang
terakhir disebabkan oleh keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula
9
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Pemeriksaan fisik secara umum penting dilakukan terutama untuk menilai derajat keparahan
hipovolemik akibat perdarahan postpartum.
Tabel Derajat Hipovolemia
11
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
subinvolusi uterus
Robekan jalan lahir Perdarahan mengalir segera setelah bayi lahir
12
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
13
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24
jam pertama setelah anak lahir12, atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio
sesarea.
Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) : Perdarahan yang
terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa
plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama. Perdarahan Post Partum
Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) : Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pertama
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Yusari, and Risneni. 2016. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Wahyuni, Sri, and Endang Surani. 2019. "Analisis determinan yang mempengaruhi kejadian perdarahan
postpartum di RS Sultan Agung Semarang."
Wardani, Psiari Kusuma. 2017. "Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan pasca salin."
ejournal.stikesaisyah.ac.id.
14
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
LAMPIRAN
15
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Email :sriwahyunijayus@gmail.com
ABSTRAK
Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 sebanyak 475 kasus dengan penyebab
kematian ibu yang terbesar kedua di Jawa Tengah sebesar 21,23 % karena perdarahan post partum. Tujuan
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian perdarahan postpartum di RSI Sultan
Agung Semarang tahun 2016-2017.Jenis penelitian ini desktiptif analitik dengan pendekatan case
control.Populasi yaitu semua ibu bersalin yang mengalami perdarahan dan tidak perdarahan. Sampel kasus
berjumlah 73 responden dengan teknik pengambilan sampel total sampling dan sampel kontrol berjumlah 73
responden dengan teknik pengambilan simple random sampling. Uji statistik yang digunakan Chi-Square, Odds
Ratio dan regresi berganda logistik. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur (p=0,000),anemia
(p=0,026), makrosomia (p= 0,026) dan polihidramnion (p= 0,000) terhadap kejadian perdarahan postpartum.
Tidak ada pengaruh oksitosin dripp (p=0,613), paritas (p=0,613), PEB (p=0,613) dengan kejadian perdarahan
post partum. Berdasarkan analisis multivariate dengan regresi logistic didapatkan polihidramnion merupakan
faktor dominan terhadap perdarahan postpartum. Polihidramnion berpengaruh secara positif dan signifikan
(p=0,04) terhadap kejadian perdarahan post partum.Anemia berpengaruh secara negative dan signifikan
(p=0,04) terhadap kejadian perdarahan post partum. Disarankan ibu hamil rutin memeriksakan kehamilannya
16
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
agar segera terdeteksi apabila mengalami polihidramnion. Disarankan ibu hamil rutin meminum tablet Fe dan
makan dengan menu seimbang agar mencegah terjadinya anemia.
ABSTRACT
The number of cases of maternal deaths in the province of Central Java in the year 2017 a number of 475 cases
with causes of maternal deaths are the second biggest in Central Java of 21.23% due to post partum
haemorrhage.This research was aimed to know the factors that influence the incidence of postpartum
haemorrhagic in RSI Sultan Agung Semarang year 2016-2017.This study was designed with analytic descriptive
approach with case control and sampling technique were total sampling and simple random sampling. The
statistical test used Chi-Square, Odds Ratio and multiple regressions logistic. The result showed that there was a
correlation between age (p = 0.000), anemia (p = 0,026), makrosomia (p = 0.026) and polihidramnion (p =
0.000) with post partum haemorrhage. There was no correlation of oxytocin dripp (p = 0,613), parity (p =
0,613), PEB (p = 0,613) and the incidence of post partum haemorrhage. Based on the analysis of multivariate
logistic regression, polihidramnion was the dominant factor against postpartum haemorrhage. Polihidramnion
effect in a positive and significant (p = 0.04), anemia are negative and significant (p = 0.04) against of post
partum haemorrhage. Advised expectant mothers regularly checked her pregnancy in order to be detected
immediately when experiencing polihidramnion. Recommended pregnant women routinely drank tablet Fe and
eating a well balanced menu in order to prevent the incidense of anemia.
17
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap
100.0 kelahiran hidup. AKI pada tahun 2007 sebesar 228 namun pada tahun 2012
menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Kemenkes RI,
2017).
Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 sebanyak 475
kasus, mengalami penurunan dibandingkan jumlah kasus kematian ibu tahun 2016 yang
sebanyak 602 kasus. Angka kematian ibu di Kota Semarang pada tahun 2016 terbanyak
yaitu sebanyak 32 kasus dan menjadi nomor ke 3 dari 35 di Provinsi Jawa Tengah. Penyebab
angka kematian ibu tertinggi kedua di Jawa Tengah adalah dikarenakan perdarahan yaitu
sebanyak 21, 23 % (Dinkes Provinsi Jateng, 2018).
Peran bidan dalam mencegah perdarahan postpartum yaitu mengurangi faktor resiko
dengan melakukan deteksi dini faktor resiko, memberi konseling kepada ibu untuk mengatur
umur reproduksi sehat ibu (20-35 tahun), paritas (2-3 anak), jarak kehamilan ≥2-5 tahun,
mengendalikan kadar Hb pada saat kehamilan (≥ 11 gr%), dan memberikan pemeriksaan
18
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
ANC minimal 4 kali (TM I = 1 kali, TM II = 1 kali, dan TM III= 2 kali), akan tetapi masih
banyak ibu hamil yang kurang memanfaatkan pelayanan pra-persalinan, khususnya di daerah
pedesaan (Kemenkes RI, 2015).
Rumah Sakit Islam Sultan Agung semarang adalah salah satu rumah sakit swasta
terbesar di Kota Semarang dengan akreditasi paripurna dan merupakan rumah sakit syariah
pertama di Indonesia. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di rumah sakit
islam sultan agung jumlah persalinan dari 2016-2017 adalah sejumlah 3217 persalinan. Angka
kejadian perdarahan post partum pada tahun tersebut sejumlah 73 kejadian perdarahan post
partum dengan penyebab perdarahan post partum terbanyak dikarenakan retensio plasenta.
Kebaruan dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel yang diteliti dan jumlah sampel karena
lebih banyak sehingga mengintrepetasikan hasil yang lebih baik. Tempat penelitian yang
digunakan juga berbeda.
Tinjauan Teoritis
Penyebab kematian ibu yang terbanyak disebabkan karena perdarahan dan faktor dari
penyebab perdarahan postpartum yaitu: paritas, umur, jarak hamil kurang dari 2 tahun, dan
anemia (Manuaba, 2007).
Perdarahan post partum merupakan salah satu masalah penting karena berhubungan
dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan kematian. Walaupun angka kematian maternal
telah menurun dari tahun ke tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan,
persalinan di rumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih tetap
merupakan faktor utama dalam kematian ibu. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup
setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan
(Kemenkes RI, 2015).
Faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum yaitu umur ibu, paritas, janin yang
berukuran besar, riwayat buruk pada persalinan sebelumnya, anemia berat pada ibu,
kehamilan kembar atau gemelli, polihidramnion, partus yang lama, partus presipitatus,
penolong persalinan, penanganan yang salah pada kala III, penyakit hipertensi pada masa
kehamilan, adanya kelainan pada uterus, adanya infeksi pada uterus dan tindakan operatif
dengan anastesi yang terlalu dalam. Dampak yang bisa ditimbulkan dari perdarahan
19
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
postpartum adalah anemia, syok hemorrhage dan sindrom Sheehan. Perdarahan postpartum
dapat berupa perdarahan yang hebat sehingga dalam waktu singkat ibu dapat mengalami syok
atau terkadang berupa perdarahan yang hanya merembes perlahan namun secara terus
menerus sehingga tanpa disadari perdarahan telah fatal dan menyebabkan ibu lemas dan
mengalami syok. Pada perdarahan yang fatal akan menimbulkan gejala tekanan darah
menurun, extrimitas dingin, tampak pucat, nadi dan napas cepat. Apabila tidak ditangani
dengan cepat dan tepat akan menyebabkan kematian ibu (Mochtar, 2012).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini desktiptif analitik dengan pendekatan case control. Populasi yaitu
semua ibu bersalin yang mengalami perdarahan dan tidak perdarahan. Sampel kasus
berjumlah 73 responden dengan teknik pengambilan sampel total samplingdan sampel kontrol
berjumlah 73 responden dengan teknik pengambilan sampel random sampling. Uji statistik
yang digunakan Chi-Square, Odds Ratio dan regresi berganda logistik. Teknik pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan penelusuran dokumen berupa rekam medis di RSI
Sultan Agung Semarang tahun 2016-2017.
Hasil Penelitian
Analisis Determinan yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Post Partum secara
bivariat dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Hasil Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Postpartum di RSI
Sultan Agung Semarang
Tidak anemia 21 39
20
VOL.5 NO.2 DES 2019 ISSN:2503 - 0388
Oksitosin dripp
21
No Faktor-faktor yang
Tidak
mempengaruhi Perdaraha
perdaraha OR
n P Value
n
(Kelompok
(Kelompok
Kasus) Kontrol)
5. Polihidramnion 27 59 0,000 0,191
Tidak Polihidramnion 46 14
6. Makrosomia 52 26 0,026 0,191
Tidak Makrosomia 21 47
7. PEB 42 45 0,613 0,562
Tidak PEB 31 28
Pada Variabel PEB menunjukkan bahwa terdapat 42 responden yang PEB mengalami
perdarahan post partum, Sebanyak 31 responden yang tidak PEB juga mengalami perdarahan
post partum. Nilai p value setelah dianalisis menggunakan chi square sebesar 0,613 (>0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa PEB tidak mempengaruhi kejadian perdarahan post partum.
Untuk analisis menggunakan OR didapatkan nilai OR untuk PEB yaitu 0,562. Ini sudah tidak
berarti lagi karena nilai p value untuk PEB >0,05.
Dari hasil analisi bivariate yang dapat dimasukkan ke dalam analisis multivariate dengan
logistic berganda adalah yang p value<0,25 yaitu variabel umur, anemia, polihidramnion,
makrosomia, PEB. Setelah dianalisis dengan analisis regresi logistik didapatkan sampai step
2a yang dieliminasi adalah makrosomia dan PEB.
Adapun hasil analisis multivariate dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Hasil Analisis Multivariat Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Post Partum
di RSI Sultan Agung Semarang
No Variabel independent B EXP (B) sig
1. Umur -21, 639 0,000 0,998
2. Anemia -1, 244 0,288 0,04
3. Polihidramnion 1,885 6,587 0,000
Dari hasil diatas, maka dapat dilihat bahwa kekuatan hubungan terbesar adalah
polihidramnion (OR/Exp(B)=6,587) dan kekuatan hubungan terkecil adalah anemia (OR/
(Exp(B)=0,288). Meskipun secara bivariate variabel umur, makrosomia, PEB, dan anemia
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan post partum, ternyata setelah dianalisis
menggunakan multivariate dengan regresi logistic secara bersama-sama didapatkan hasil
bahwa umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian perdarahan post
partum (p value 0,998 >0,05). Polihidramnion berpengaruh secara positif dan signifikan
(p value 0,04, nilai B 1,885) terhadap kejadian perdarahan post partum. Anemia
berpengaruh secara negative dan signifikan (p value 0,04, nilai B - 1,244) terhadap
kejadian perdarahan post partum.
Pembahasan
Hasil penelitian menurut analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistic
didapatkan bahwa polihidramnion merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap
kejadian perdarahan post partum dan anemia juga berpengaruh secara signifikan terhadap
kejadian perdarahan post partum. Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan
polihidramnion memiliki 3-4 kali kemungkinan untuk mengalami Perdarahan post partum
(Anderson, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Elmeida dan Ayu (2014) yang
menjelaskan bahwa peregangan uterus yang berlebihan seperti polihidramnion maupun
kehamilan ganda, maupun makrosomia mempengaruhi kejadian perdarahan post partum.
Polihidramnion adalah jumlah air ketuban yang berlebihan, dimana jumlahnya lebih dari 2
liter. Jika mengalami polihidramnion maka akan terjadi peregangan uterus yang berlebihan
yang mana ini merupakan salah satu faktor terjadinya perdarahan post partum. Dengan
bertambahnya peregangan uterus yang berlebihan, akan semakin banyak jaringan ikat pada
uterus sehingga kemampuan untuk berkontraksi semakin menurun akibatnya sulit melakukan
penekanan pada pembuluh pembuluh darah yang terbuka setelah terlepasnya plasenta. Selain
itu, juga terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya
fibrosis pada bekas implantasi plasenta sehingga vaskularisasi dapat berkurang. Untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta mengadakan perluasan implantasi dan vili
khorialis menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga dapat terjadi retensio plasenta
adesiva hingga perkreta.Selain itu, sering terjadi solusio plasenta jika ibu mengalami
polihidramnion (Rustam, 2012).
Sedangkan hasil penelitian ini secara bivariat didapatkan hasil bahwa variabel oksitosin
dripp, paritas, Pre eklamsia berat (PEB) tidak mempengaruhi kejadian perdarahan post
partum. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian menurut Satriyandari dan Heriyati (2017) yang
menyebutkan bahwa oksitosin dripp merupakan faktor risiko kejadian perdarahan post partum
yaitu sebesar 8,222 kali lebih berisiko daripada yang tidak menggunakan oksitosin dripp(p-
value = 0.002, OR = 8.222). Hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian menurut Emailda dan
Ayu (2014) yang menjelaskan bahwa Paritas berisiko memiliki peluang sebesar 4,975 kali
untuk mengalami perdarahan postpartum dibandingkan dengan paritas tidak berisiko. Hal ini
tidak sejalan menurut Manuaba (2007) yang menjelaskan bahwa paritas merupakan faktor
risiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas
1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil
tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan
nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih
dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan. Hal ini
disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi
atonia uteri. Sedangkan untuk PEB, penelitianini sejalan dengan penelitian menurut
Mahmudah dan Warsiti (2010) yang menyebutkan bahwa kejadian pre eklampsia tidak
mempengaruhi perdarahan post partum dengan nilai p value 0,446 yang artinya > 0,05. Hal
ini berarti tidak ada hubungan antara PEB dengan kejadian perdarahan post partum.
Kesimpulan
Polihidramnion merupakan faktor dominan dan berpengaruh positif terhadap perdarahan
postpartum. Polihidramnion berpengaruh secara positif dan signifikan (p=0,04) terhadap
kejadian perdarahan post partum. Anemia berpengaruh secara negative dan signifikan
(p=0,04) terhadap kejadian perdarahan post partum.
Saran
Bidan harus bekerja sama dengan SpOG jika menemukan TFU lebih besar dari usia
kehamilannya untuk melakukan USG dikarenakan polihidramnion merupakan faktor risiko
terbesar dari perdarahan post partum. Diharapkan ibu lebih aktif dalam mencari informasi
tentang perdarahan postpartum pada ibu bersalin, sehingga ibu dapat mengerti sebab
perdarahan postpartum dan menjaga kesehatan pada saat kehamilan serta rutin dalam
mengkonsumsi tablet Fe dan memperhatikan menu seimbang yang banyak mengandung
Fe karena dapat mencegah terjadinya anemia yang meningkatkan resiko perdarahan
postpartum karena dalam penelitian ini anemia merupakan faktor yang penyebab
perdarahan postpartum.
Daftar Pustaka
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Elmeida, Ayu Mirah W. (2014). Analisis Determinan Perdarahan Post Partum di Rumah
Sakit. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
Vo 10 No 2.
Faisal. (2008). Perdarahan Pasca Persalinan. http://www.scribd.com/doc/8649214.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2016
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI:2015.
Mahmudah S dan Warsiti (2010). Hubungan riwayat pre eklampsia dengan kejdian
perdarahan post partum di RSUP dr, Sardjito Yogyakarta 2010.
http://digilib.unisayogya.ac.id/1612/1/Naskah%20Publikasi.pdf
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC. Saifuddin, A.B. (2009). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.
Jakarta:EGC
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian perdarahan pasca
persalinan. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan case control. Populasi penelitian
adalah ibu yang melahirkan selama tahun 2014 yaitu 1.511. Sampel penelitian diambil secara purposive
sampling dengan jumlah sampel kasus 71 dan sampel kontrol 71. Analisis bivariat menggunakan chi square
sedangkan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan variabel
yang berhubungan dengan kejadian perdarahan postpartum adalah partus lama (OR=9,598), paritas
(OR=4,264), usia (OR=3,589), jarak persalinan (OR=3,972), riwayat perdarahan postpartum (OR=6,569),
anemia (OR=17,654). Sedangkan variabel riwayat seksio sesaria dan makrosomia ternyata tidak berhubungan.
Selanjutnya dilakukan analisis mutivariat didapatkan ibu hamil dengan anemia memiliki peluang sebesar
16,972 kali lebih besar untuk mengalami perdarahan postpartum dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Saran dalam penelitian ini adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu hamil mengenai pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali selama hamil, memberikan motivasi kepada ibu bersalin untuk mengikuti program
keluarga berencana, melakukan penanganan anemia dengan baik sesuai standar pengelolaan anemia serta
menerapkan penatalaksanaan manajemen aktif kala tiga untuk mengurangi perdarahan pasca persalinan.
ABSTRACT
Type of study is analytical survey with case control approach. The population is the mothers who birthing
within a period during 2014 as many as 1.511. In the taking the number of samples is using purposive
sampling. the number of sample 71 cases and 71 control. Bivariate analysis using chi square while multivariate
analysis using
multiple logistic regression. The results showed the variables related with the incidence of hemorrhage
postpartum is prolonged labor (OR=9,598), parity (OR=4,264, age (OR = 3.589), distance of childbirth ( OR =
3.972), a history of postpartum haemorrage (OR = 6.569), anemia (OR = 17.654). While variable a history of
section cesarean was not related with p = 0.121 and macrosomia with p = 0.185. Furthermore, multivariate
analysis found pregnant women with anemia have the opportunity of 16,972 times greater to experience
hemorrhage postpartum compared to women who are not anemia.Suggestions in this research is to provide
health education to pregnant women about antenatal care (ANC) at least four times during pregnancy, to
provide motivation to maternal for follow the birth control program, handling anemia with standardized
management of anemia and applying the active management of third stage to accelerating the the release of
the placenta, and reduce hemorrhage postpartum.
How to Cite: Wardani, P. K. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perdarahan Pasca
Persalinan. Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (1), 51 – 60.
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, –
52
(72 kasus)
perdarahan
postpartum dari
1511 ibu bersalin
(RSUD Dr. A.
Dadi Tjokrodipo
Kota Bandar
Lampung, 2014).
RSUD Dr.
A. Dadi
Tjokrodipo Kota
Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan
ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, –
55
Tabel 1
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan
Kasus Kontrol
Partus p-value OR (95% CI)
N % N %
Tabel 2
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Paritas dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan
Kasus Kontrol
Paritas p-value OR (95% CI)
N % N %
Tabel 3
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Umur dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan
Kasus Kontrol
Umur p-value OR (95% CI)
N % N %
Tabel4
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Jarak Persalinan dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan Jarak
Kasus Kontrol
Persalinan N % N % p-value OR (95% CI)
Tabel 5
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Perdarahan Pasca Persalinan dengan Kejadian Perdarahan Pasca
Persalinan
Riwayat
Kasus Kontrol
Postpartum N % N %
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Seksia Sesaria dengan Perdarahan Pasca Persalinan
Kasus Kontrol
Riwayat Seksio Sesaria N % N % p-value
Tabel 7
Kasus Kontrol
Makrosomia N % N % p-
value
Makrosomia 11 15,5 5 7,0
Tabel 8
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Anemia dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan
Kasus Kontrol
Anemia p-value OR (95% CI)
N % N %
Lower Upper
Tabel 9 Lama
Partus 2.277 13.144 0.000 9.749 2.846 33.387
Jarak Persalinan
Model Akhir Analisis Multivariat2.319 12.522 0.000 10.162 2.813 36.705
Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Champman, Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Alih Bahasa: Y.
Kuncara. Jakarta: ECG.
Cuningham, F Gary, Et Al. (2006). Obstetri William. Alih Bahasa: Andry Hartono, Joko Suyono,
Brahm U. Pendit. Jakarta: ECG.
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. (2013). Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bandar
Lampung
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Lampung.
Dorland, Kamus Saku Kedokteran. (1998). Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Jakarta: ECG.
Frazer, Diane M., Cooper, Margaret A. (2011). Buku Ajar Bidan Mayles. diterjemahkan oleh:
Pamilih Eko Karyuni. Jakarta: ECG.
Hidayat, A Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
JNPK-KR. (2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana.
Jakarta: ECG.
Maria, Jenie. (2013). Hubungan Partus Lama dan Riwayat Seksio Sesaria Dengan Kejadian
Perdarahan Postpartum Di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2013. (Skripsi tidak
dipublikasikan). DIV Kebidanan Poltekkes Tanjung Karang.