Anda di halaman 1dari 44

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus :Penatalaksaan Radioterapi Pada


Kasus Kanker Nasofaring Di
Instalasi Radioterapi RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang
Nama Kelompok : Kelompok I

Mengesahkan :
Pembimbing Kepala Ruang
Radioterapi RSUD Dr.Saiful
Anwar Malang

(------------------------------------------) (Andrian Sulistyawati, AMR)


NIP : NIP :

Mengetahui
Kepala Instalasi Radioterapi
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

(dr.Rafiq Sulistyo Nugroho,Sp.ONK.RAD)


NIP.197905232008121003

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmatNya, sehingga laporan kasus kami yang berjudul ”Penatalaksaan

Radioterapi Pada Kasus Kanker Nasofaring Di Instalasi Radioterapi RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang” dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini dibuat guna untuk menyelesaikan tugas Praktek Kerja

Lapangan (PKL III) di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

Laporan Kasus ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan semua pihak,

karena itu kami mengucapkan Terima Kasih kepada :

1. Kepala Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang,

dr.Rafiq, yang telah menerima dan membimbing kami selama

melakukan Praktek Kerja Lapangan.

2. Andrien selaku Clinical Instructure sekaligus pembimbing kami dalam

pembuatan laporan kasus ini.

3. Seluruh Pegawai dan Staff di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang yang sudah banyak membantu dan juga berbagi Ilmu

dengan kami selama melakukan Praktek Kerja Lapangan.

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna,

untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun serta memotivasi

dari pembaca demi penyempurnaan laporan kasus ini, semoga laporan ini mampu

memberikan manfaat dan berguna bagi pembaca.

ii
Malang, Desember 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Kanker Nasofaring ................................................................................... 4
2.2 Radioterapi ............................................................................................... 9
BAB III ................................................................................................................. 19
PEMBAHASAN .................................................................................................. 19
3.1 Paparan kasus ......................................................................................... 19
BAB IV ................................................................................................................. 37
PENUTUP ............................................................................................................ 37
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 37
4.2 Saran ....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3 1 Loket Pendaftaran Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang .... 20
Gambar 3 2 Poli Klinik Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang ................ 23
Gambar 3 3 Ruang Simulator RSUD Dr. Saiful Anwar Malang .......................... 24
Gambar 3 4 Ruang Moulding RSUD Dr. Saiful Anwar Malang .......................... 26
Gambar 3 5 Individual Blok 90 & 270 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang ............ 27
Gambar 3 6 Masker thermoplastic RSUD Dr. Saiful Anwar Malang .................. 29
Gambar 3 7 Ruang TPS (Treatment Planing System) RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang................................................................................................................... 31
Gambar 3 8 Pesawat Cobalt-60 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang ....................... 33

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


RSUD Dr. Saiful Anwar Malang adalah salah satu Layanan

Kesehatan milik Pemprop Kota Malang yang berwujud RSU, dikelola oleh

Pemda Propinsi dan termasuk kedalam Rumah Sakit Kelas A. Layanan

Kesehatan ini telah terdaftar mulai 15/01/2015 dengan Nomor Surat ijin

YM.02.04.3.1.1409 dan Tanggal Surat ijin 05/03/2007 dari Kemenkes RI

dengan Sifat Perpanjang. Sehabis melakukan Prosedur AKREDITASI

Rumah sakit Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan III (16

Pelayanan) akhirnya diberikan status Tingkat Paripurna Akreditasi Rumah

Sakit. RSUD Dr. Saiful Anwar Malang beralamat di Jl. Jaksa Agung

Suprapto No.2 Malang, Kota Malang, Indonesia.

Di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang mempunyai Instalasi untuk

melakukan terapi dengan memanfaatkan radiasi, yaitu radioterapi. Untuk

melakukan terapi radiasi eksterna (teleterapi) memanfaatkan bahan

radioaktif berupa cobalt-60, dan untuk radiasi interna memanfaatkan

brakhiterapi. Untuk melakukan perencanaan penyinaran di RSSA Malang

terdapat ruangan simulator dan TPS (Treatment Planning System). Dan

untuk pembuatan alat fiksasi dan pelindung organ sehat yang tidak perlu

diradiasi, ada ruangan moulding.

Radioterapi merupakan salah satu jenis terapi untuk penyakit tumor

atau kanker, pengobatan kanker dilakukan dengan menggunakan radiasi

pengion atau radionuklida, pembedahan maupun kemoterapi. Penggunaan

1
radiasi pengion dalam pengobatan ini dimulai setelah sinar-X ditemukan

oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Radioterapi dilakukan

untuk meradiasi tumor atau kanker dengan memberikan dosis radiasi yang

diperlukan secara tepat di daerah target yang akan diradiasi dan bertujuan

untuk menghambat dan melemahkan sel kanker dengan meminimalkan

kerusakan jaringan sehat yang berada di sekitar kanker (Yayuk ., 2003).

Radioterapi dimanfaatkan untuk membuat sel kanker atau tumor

menjadi mati dan agar supaya penderita dapat bertahan akan kanker atau

tumor. Banyak sekali kasus kanker atau tumor di RSSA Malang, salah

satunya adalah kanker nasofaring atau disebut kanker tenggorokan.

Nasofaring merupakan salah satu bagian pada tenggorokan bagian atas

yang terletak di belakang hidung dan di balik langit-langit rongga mulut.

Di RSSA Malang, jumlah kasus kanker nasofaring adalah 62 kasus dengan

jenis kelamain yang paling banyak yaitu pria yakni 45 kasus sedangkan

wanita 17 kasus, dan menjadikan kanker nasofaring menjadi penyakit

kanker paling tinggi ke-3 diberi terapi setelah kanker payudara dan kanker

serviks. Pada tahun 2012 terjadi sekitar 87.000 kasus kanker nasofaring,

jenis kelamin yang paling banyak menderita kanker nasofaring yaitu pria

sekitar 61.000 kasus, dan 26.000 kasus pada wanita. . Di Indonesia, kanker

nasofaring merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara,

kanker leher rahim, dan kanker paru.

Hal ini membuat penulis ingin mengangkat tentang pemeriksaan

kanker nasofaring di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar

2
Malang dengan judul “Penatalaksaan Radioterapi Pada Kasus Kanker

Nasofaring Di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana penatalaksaan radioterapi pada kasus kanker nasofaring

di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui penatalaksaan radioterapi pada kasus kanker

nasofaring di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi

Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang

penatalaksaan radioterapi pada kasus kanker nasofaring

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa Akademi Teknik

Radiodiagnostik Dan Radioterapi Bali.

1.4.3 Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai penatalaksaan

radioterapi pada kasus kanker nasofaring di Instalasi Radioterapi

RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Nasofaring


2.1.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang terletak

di antara basis cranii dan palatum molle, menghubungkan rongga

hidung dan orofaring. Rongga nasofaring menyerupai sebuah kubus

yang tidak beraturan, diameter atas bawah dan kiri kanan masing-

masing sekitar 3 cm, diameter depan belakang 2-3 cm, dapat dibagi

anterior, superior, posterior, inferior dan 2 dinding lateral yang simetris

bilateral (Susanti,2014).

Gambar 2.1 Anatomi Nasofaring (Susanti,2014)

2.1.2 Patofisilogi Nasofaring

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang

muncul pada daerah nasofaring. Lokasi predileksi karsinoma nasofaring

adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesus faringeus atau

4
lebih dikenal dengan sebutan fossa Rossenmuler) dan dinding

superoposterior.

Di Indonesia karsinoma nasofaring (KNF) berada pada urutan ke-

4 terbanyak setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker

paru. Namun, penanggulangannya sampai saat ini masih menjadi

masalah yaitu keterlambatan pasien untuk datang berobat sehingga

diagnosis sering terlambat dan sebagian besar pasien datang berobat

ketika sudah dalam stadium lanjut. Penyebab karsinoma nasofaring

sampai sekarang masih belum jelas, namun beberapa faktor yang

meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring diantaranya Epstein

Berr Virus (EBV) yang hidup bebas di udara kemudian masuk ke dalam

tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa gejala, jenis kelamin (lebih

sering ditemukan pada laki-laki), faktor ras dan keturunan (Asia dan

Afrika), umur (rentang umur 30-50 tahun), makanan yang diawetkan,

letak geografis (Asroel,2012)

2.1.3 Epidemiologi Kanker Nasofaring

Di Indonesia, kanker nasofaring merupakan keganasan terbanyak

ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru.

Pada tahun 2012 terjadi sekitar 87.000 kasus kanker nasofaring, jenis

kelamin yang paling banyak menderita kanker nasofaring yaitu pria

sekitar 61.000 kasus, dan 26.000 kasus pada wanita. . Survei yang

dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara

“pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring

5
4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per

tahun di seluruh Indonesia (Asroel,2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis Karsinoma nasofaring (KNF)

Nasofaring merupakan organ bagian dalam tubuh. Tidak ada

gejala yang jelas pada Karsinoma Nasofaring stadium awal. Namun,

ketika tumor berkembang dan menyebar ke jaringan di sekitarnya,

gejala-gejala berikut bisa saja timbul, seperti :

a) Air liur yang mengandung darah.

b) Terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening yang

mengakibatkan timbulnya benjolan di leher.

c) Mengalami hidung tersumbat.

d) Keluarnya darah dari lubang hidung.

e) Terjadinya gangguan pendengaran.

f) Sering mengalami sakit kepala.

g) Kerap terkena infeksi pada telinga.

h) Gejala mata & saraf: pandangan mata kabur, terdapat benjolan di

bawah telinga kanan dan kiri, serta telinga sering tersasa

berdenging.

i) Gejala lanjut

- Limfadenopati servikal

- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar

- Gejala akibat metastase jauh ( Asroel,2012).

6
2.1.4 Stadium Karsinoma nasofaring (KNF)

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan

antara UICC (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992

adalah sebagai berikut :

T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan

perluasannya.

T0 : Tidak tampak tumor

T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring

T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga

nasofaring

T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring

T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat

digerakkan

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih

dapat

digerakkan

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau

bilateral,

yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

7
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1,T2,T3 N1 M0

Stadium IV : T4 N0,N1 M0

Tiap T N2,N3 M0

Tiap T Tiap N M12,3,9-13

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging

dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang

tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.

T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior

dan dinding lateral.

T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.

8
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf

kranial (atau keduanya) (Asroel,2012).

2.2 Radioterapi
2.2.1 Pengertian Radioterapi

Radioterapi adalah suatu tindakan medis terapi radiasi yang

dilakukan pada pasien dengan kasus keganasan (kanker) dengan

memanfaatkan radiasi pengion untuk mematikan dan

menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Tujuan radioterapi

dibagi menjadi dua yaitu radioterapi kuratif dan radioterapi paliatif.

Radioterapi kuratif adalah bentuk terapi radiasi yang ditujukan

untuk menyembuhkan/menghilangkan tumor, sedangkan

radioterapi paliatif adalah bentuk terapi radiasi pada penderita

kanker dengan stadium lanjut (stadium III dan IV) yang ditujukan

pada pasien dimana tidak ada lagi harapan hidup dalam jangka

panjang, sehingga diberikan dengan maksud meningkatkan kualitas

hidup pasien, menghilangkan, mengurangi keluhan rasa sakit,

menghentikan pendarahan serta gejala lain agar pasien dapat hidup

dengan nyaman disisa umurnya. Adapun prinsip metode pemberian

radiasi (radioterapi) berupa radiasi eksterna (teleterapi),

brakhiterapi atau kombinasi keduanya (Khatamzi,2018)

2.2.1.1 Radiasi Eksterna (Teleterapi)

Radiasi eksterna adalah bentuk pengobatan radiasi

dengan sumber radiasi mempunyai jarak dengan target yang

9
dituju atau berada di luar tubuh. Sumber radiasi yang dipakai

adalah cobalt-60. Adapun teknik pemberian radiasi eksterna

dibagi atas 2, yaitu :

a. Souce Surface Distance (SSD)

Teknik penyinaran ini menggunakan Percentage of

Depth Dose dimana kedudukan sumber terhadap kulit

pasien dipertahankan selalu tetap. Untuk Itu kedudukan

pasien yang harus digeser

b. Souce Axis Distance (SAD)

Teknik ini menggunakan Tissue-Air Ratio dimana

kedudukan sumber terhadap target, dalam hal ini adalah

tumor atau kanker, yang diper- tahankan tetap. Teknik ini

tidak bergantung pada kedalaman target seperti halnya pada

teknik SSD

2.2.1.2 Radiasi Interna

Radiasi Interna merupakan metode pengobatan dengan

radiasi dimana sumber radiasi diletakkan dalam tubuh

penderita berdekatan dengan tumor, bisa dengan aplikator

maupun secara implantasi.

Ada beberapa jenis radiasi interna :

a. Interstitial Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke

dalam tumor, misalnya jarum radium atau jarum irridium.

b. Intracavitair Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :

10
- After loading Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam

rongga tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator letaknya tepat,

baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu.

- Instalasi Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga

tubuh, misal : pleura atau peritoneum.

c. Intravena Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena.

Misalnya I131 yang disuntikkan IV akan diserap oleh tiroid

untuk mengobati kanker tiroid.

2.2.2 Cobalt-60

Cobalt-60 menggunakan sumber tertutup dari zat Radioaktif

Cobalt-60. Pesawat teleterapi Cobalt-60 memiliki aktivitas sumber 2500

– 12.500 Ci dengan waktu paruh 5.4 tahun yang memancarkan sinar

gamma dengan energy 1.17 MeV dan 1.33 MeV.

2.2.2.1 Komponen Cobalt-60

a. Gantry stand: merupakan suatu tempat sumber radioaktif dan

yang menjamin perputaran isocentric dari wadah sumber atau

peralatan pembatas berkas.

b. Source head: merupakan wadah dari sumber radioaktif yang

terbuat dari baja dan diberi pelindung timbal ( Pb ) + depleted

uranium. Head tersebut dilengkapi dengan sistem beam On /

Off dan pembatas lapangan radiasi.

c. Collimator: adalah alat pengatur pembatas ukuran lapangan

radiasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

11
d. Distance indicator: adalah suatu penunjuk jarak secara optik

yang ditempatkan pada sudut 45 terhadap sumbu kontrol di

dalam gantry yang menunjukkan jarak 65 – 130 cm.

e. Control consule: merupakan sistem kontrol yang dilengkapi

dengan berbagai tombol dan ditempatkan di ruang operator.

f. Source (sumber): berada di dalam kapsul stainless steel

( welded ) dengan memenuhi standar yang telah ditetapkan

oleh IAEA. Diameter sumber Cobalt-60 (Susanti,2014).

2.2.3 Perencanaan Radioterapi Kanker Nasofaring (KNF)

Pengobatan KNF dengan radiasi atau radioterapi adalah

pengobatan dengan menggunakan sinar pengion untuk membunuh atau

menghilangkan (eradikasi) seluruh sel kanker yang ada di nasofaring

dan metastasisnya di kelenjar getah bening leher.

Radioterapi sampai sekarang masih merupakan pengobatan

pilihan utama (treatment of choice) untuk penderita KNF. Hal ini

dikarenakan Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga

radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Radiasi pada jaringan

dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik

intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang

sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam

kromosom, sehingga dapat terjadi pecahnya rantai ganda DNA,

perubahan cross-linkage dalam rantai DNA dan perubahan base yang

menyebabkan degenerasi atau kematian sel (Santoso,2009)

12
Perencanaan Radioterapi merupakan langkah yang terpenting

untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran

meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya serta kelenjar-kelenjar

getah bening regional. Untuk menentukan batas-batas lapangan radiasi

serta perhitungan dosis karsinoma nasofaring, maka perlu adanya

persiapan penyinaran. Adapun persiapan tersebut meliputi :

2.2.3.1 Dosis dan Teknik Radioterapi

Radioterapi pada penderita KNF dapat diberikan dengan 2 cara,

yaitu :

a. Radiasi Eksterna (Teletherapy)

Pesawat radiasi yang digunakan adalah pesawat

berenergi tinggi, yaitu Cobalt-60 atau akselerator limer 4-6

MV. Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung

dari :

a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi

b. Jarak antara sumber energi dan tumor

c. Kepadatan massa tumor

Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional

dengan dosis 150-250 rad per kali, dalam 2-3 seri. Diantara

seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu (Asroel,2002)

b. Radiasi Interna (Brachytherapy)

Brachytherapy merupakan metode pengobatan dengan

radiasi dimana sumber radiasi diletakkan dalam tubuh

13
penderita berdekatan dengan tumor, bisa dengan aplikator

maupun secara implantasi. Pada KNF, brachytherapy

dilakukan dengan tujuan memberikan dosis tinggi pada

regio nasofaring tetapi jaringan sehat maupun kelenjar di

sekitarnya tidak terkena ( Santoso,2009).

2.2.3.2 Penentuan Batas-Batas Lapangan Radiasi

Penentuan Batas-Batas Lapangan Radiasi merupakan

suatu tindakan yang menjadi salah satu langkah yang terpenting

untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan

penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya serta

kelenjar-kelenjar getah bening. Secara garis besar, batas-batas

lapangan penyinaran pada Karsinoma Nasofaring (KNF)

adalahsebagai berikut :

1. Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam

lapangan radiasi.

2. Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana -

Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus

eksterna, kecuali bila terdapat pembesaran kelenjar maka

batas belakang harus terletak 1 cm dibelakang kelenjar

yang teraba.

3. Batas bawah : terletak pada tepi atas kartilago tiroidea,

batas ini berubah bila didapatkan pembesaran kelenjar

14
leher, yaitu 1 cm lebih rendah dari kelenjar yang teraba.

Lapangan ini mendapat radiasi dari kiri dan kanan penderita

Pada penderita dengan kelenjar leher yang sangat besar

sehingga metode radiasi di atas tidak dapat dilakukan, maka

radiasi diberikan dengan lapangan depan dan belakang. Batas

atas mencakup seluruh basis kranii. Batas bawah adalah tepi

bawah klavikula, batas kiri dan kanan adalah 2/3 distal

klavikula atau mengikuti besarnya kelenjar. Kelenjar supra

klavikula serta leher bagian bawah mendapat radiasi dari

lapangan depan, batas atas lapangan radiasi ini berimpit dengan

batas bawah lapangan radiasi untuk tumor primer (Abdul

Rasyid, 2000).

2.2.3.3 Simulasi

Simulasi adalah proses di mana bidang pengobatan

radiasi didefinisikan, difilmkan dan ditandai pada kulit.

Simulator sebenarnya adalah alat yang digunakan untuk

menggambar kontur tubuh Gambar kemudian dikirim ke

Departemen Fisika di mana mereka-bersama dengan dokter

Anda-mengatur balok radiasi dan membuat rencana

disesuaikan.Di sinilah perawatan khusus diambil untuk

membuat posisi senyaman mungkin sambil memastikan

perawatan dapat diberikan secara konsisten pada setiap janji.

Karena orang datang dalam segala bentuk dan ukuran,

15
pengukuran pasien sangat spesifik perlu diperoleh. Alat

simulasi dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Computer Tomografi (CT) Simulator

CT Scan/CT Planning penting untuk perencanaan terapi

dan merupakan kebutuhan utama data imajing untuk

3 Dimention Radiation Therapy Treatment Planning (3D

RTTP/Perencanaan Terapi Tiga Dimensi). Perencanaan

CT Scan ádalah melokalisasi tumor dengan jumlah irisan

yang sangat banyak dan ketebalan 2–10 mm. Semakin

tipis irisan maka jumlah irisan akan semakin banyak

dengan demikian kualitas pencitraan dapat meningkat

(Susanti,2014)

b. Simulasi dengan fluoroskopi

Simulasi penyinaran menggunakan fluoroskopi dilakukan

seolah-olah sedang melakukan teknik penyinaran seperti

dengan pesawat terapi yang sesungguhnya. Hal ini

diperlukan agar teknik penyinaran yang akan diberikan

pada pasien benar-benar mencapai sasaran secara optimal

dan akurat.

2.2.3.4 Treatment Planning sistem (TPS)

Treatment Planning System atau dapat pula disebut

dengan sistem perencanaan radiasi merupakan suatu proses

yang sistematik dalam membuat rencana strategi terapi radiasi.

16
Meliputi sekumpulan instruksi dari prosedur radioterapi dan

mengandung deskripsi fisik, serta distribusi dosis berdasar

pada informasi geometrik/topografi yang ada pada pencitraan

(imajing) agar terapi radiasi dapat diberikan secara tepat. TPS

ini dalam tampilannya bisa 2D bisa juga 3D.

Tujuan sistem perencanaan radiasi 2D dan 3D adalah

untuk menyesuaikan dosis pada volume target dan mengurangi

dosis untuk jaringan normal atau organ beresiko yang ada di

sekitarnya (Susanti,2014)

2.2.3.5 Ruang cetak (Mould room)

Di ruang cetak ini dilakukan pembuatan berbagai

peralatan bantu, seperti pembuatan masker sebagai alat fiksasi

pada saat radiasi ekterna kepala dan leher. Dilakukan pula

pembuatan kompensator (bolus) yang terbuat dari lilin atau

wax (Susworo R, 2007).

2.2.4 Komplikasi radioterapi

Komplikasi radioterapi dapat berupa :

a. Komplikasi dini

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi,

seperti:

- Xerostomia

- Mual-muntah

- Mukositis

17
- Anoreksi

- Dermatitis

- Eritema

b. Komplikasi lanjut

Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :

- Kontraktur

- Gangguan pertumbuhan, dll (Asroel,2002)

18
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Paparan kasus


3.1.1 Identitas Pasien

a. Nama : B

b. Tanggal lahir : 03-08-1959

c. Umur : 63 tahun

d. Nomor Rekam Medik :11396391

e. Jenis Kelamin : Laki-laki

f. Alamat : Dusun Cangkru’an Klopo Kuning RT030/008

Kromengan, Malang

g. Agama : Islam

3.1.2 Riwayat Pasien

Pasien atas nama Tuan B. dating ke poli THT dengan keluhan

benjolan di leher bagian bawah kanan kurang lebih 1 tahun lalu, lalu

membesar. Setelah melakukan serangkaian tes, baik itu dari periksa

darah, pemeriksaan CT-Scan dan USG, serta telah melakukan biopsi.

Maka dapat disimpulkan Tn B. menderita kanker nasofaring, maka dari

poli THT membuat rujukan untuk melakukan terapi paliatif yaitu

radioterapi terhadap Tn B.

19
3.1.3 Tata Laksana Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

3.1.3.1 Loket Pendaftaran Radioterapi

Gambar 3 1Loket Pendaftaran Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar


Malang

Loket pendaftaran merupakan pelaksana pengelolaan data

rekam medik pasien di instalasi radioterapi, mulai dari

pembuatan, pendistribusian, sampai penyimpanan data pasien

radioterapi yang dilakukan oleh petugas administrasi. Loket

administrasi bertujuan sebagai tempat utama penerimaan pasien

yang akan melakukan pemeriksaan radioterapi. Berikut prosedur

yang harus di lakukan petugas administrasi di loket pendaftaran:

20
A. Pembuatan

Saat pendaftaran awal radioterapi petugas membuat

status/rekam medik pasien kedalam map rekam medik

Radioterapi. Isi dari rekam medik antara lain:

a) Isi form status pasien yang meliputi:

 Identitas pasien

 Form Perjanjian tindakan

 Mengisi identitas pasien

 Pas foto pada lembar konsultasi awal

b) Lengkapi di buku rekam medik antara lain:

 Lembar pengantar dari dokter yang merujuk

 fotokopi hasil patologi anatomi (bila ada)

 fotokopi hasil bacaan foto diagnose (Thorax, USG,

CT-Scan, MRI)

 Fotokopi KTP

B. Pendistribusian

a) Distribusikan rekam medik pasien baru ke poliklinik

untuk konsultasi.

b) Serahkan rekam medik kepada petugas simulator untuk

pelaksanaan tindakan simulator, apabila pasien

memerlukan tindakan radioterapi CITO.

21
c) Buat perjanjian tindakan simulator/CT simulator dan

dicatat tanggal pelaksanaan pada form perjanjian

tindakan, apabila pasien memerlukan tidakan radioterapi.

d) Serahkan rekam medik ke ruang fisika medis setelah

proses simulator/CT simulator, diserahkan oleh petugas

simulator ke ruang fisika medis untuk dilakukan proses

penghitungan dosis/ Treatment Planing System oleh

fisika medis.

e) Serahkan rekam medi ke bagian penyinaran setelah

selesai melakukan perhitungan dosis.

f) Serahkan rekam medik ke poliklinik apabila pasien

memerlukan konsultasi.

g) Kembalikan status rekam medik pasien ke gudang arsip

atau dikembalikan ke ruang sinar sesuai dengan hasil

evaluasi dokter onkologi radiasi.

C. Penyinaran

a) Simpan dalam amplop dan tulis untuk nama pasien, nomor

rekam medis, alamat dan umur pasien.

b) Simpan dilemari rekam medik sesuai dengan nomor rekam

medic radioterapi secara berurutan.

c) Lakukan penitipan berkas rekam medik pasien ke gudang

arsip RSUD Dr. Saiful Anwar Malang atau penghapusan

rekam medik apabila sudah melewati batas waktu yang

22
telah ditentukan maksimal 5 tahun sesuai dengan kondisi

rekam medis pasien aktif atau non aktif.

3.1.3.2 Poli Klinik Radioterap

Gambar 3 2Poli Klinik Radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang


Poli klinik radioterapi merupakan ruang konsultasi pasien,

untuk dilakukan anamnese penyakit yang di derita pasien terapi

yang selanjutnya akan dilakukan penyinaran sesuai arahan dokter

spesialis onkologi radiasi, pasien akan di periksa sesuai prosedur di

bawah ini:

A. Ambil rekam medis dari loket pendaftaran/ pesawat ke ruangan

yang memerkukan oleh perawat.

B. Siapkan pasien yang akan dilakukan pemeriksaan

a) Untuk pasien yang perlu pemeriksaan dada dan leher.

Pemeriksaan inspeksi dan palpasi maka persilahkan pasien

23
untuk berbaring di tempat tidur, bantu pasien untuk

melepas pakaian dan posisikan pasien.

C. Catat dan dokumentasikan data pasien dan hasil pemeriksaan

pasien yang dating ke poliklinik.

D. Buat laporan kegiatan poliklinik radioterapi.

E. Rapikan poliklinik serta bersihkan dan cuci alat-alat yang telah

digunakan.

F. Siapkan lembar konsul, lembar foto, lab, dll.

G. Buat jadwal pasien poli yang akan melakukan tindakan sinar.

3.1.3.3 Simulator

Gambar 3 3Ruang Simulator RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Simulator dilakukan untuk mensimulasi dan menentukan

area/lapangan penyinaran radioterapi, proses simulator juga

berfungsi untuk menentukan aksesoris apa saja yang dipakai dan

24
memperoleh parameter-parameter yang nantinya akan digunakan

pada saat pasien melakukan penyinaran radioterapi, hasil dari

simulator juga akan berfungsi sebagai acuan fisikawan medis

dalam perhitungan di TPS. Tahapan pelaksanaan pada ruang

simulator yaitu sebagai berikut:

A. Lakukan identifikasi pasien

B. Berikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan

dilakukan.

C. Baca lembar status pasien untuk melihat kasus penyakit, teknik

penyinaran, dosis yang direncanakan,dan alat bantu yang

diperlukan.

D. Persiapan pasien memakai baju ganti dan menaiki meja

simulator. Bantu pasien apabila mengalami kesulitan.

E. Beri selimut agar pasientidak kedinginan.

F. Atur pasien sehingga mid sagittal plane berada di tengah,

sehingga tubuh pasien simetris kanan dan kiri.

G. Gunakan alat bantu (masker, bantal kepala, dll) bila diperlukan.

H. Atur meja simulator sehingga SSD pada jarak 80 cm.

I. Tentukan area yang akan di sinar bersama dengan dokter.

J. Lakukan fluoroskopi untuk mengidentifikasi batas batas

lapangan penyinaran. Beri marker pada kulit pasien atau

masker kemudian simpan gambar fluoroskopi apabila area

sudah selesai.

25
K. Apabila seluruh lapangan sudah selesai, cetak dan

dokumentasikan hasil simulator baik gambar dikulit atau

masker dan gambar fluoroskopibeserta semua parameternya.

L. Bantu pasien turun dari meja simulator.

M. Informasikan kepada pasien tentang planning/ gambar dan

markernya harus dijaga selama radiasi.

N. Buat rincian tindakan untuk proses billing dan buat janji kapan

harus mulai penyinaran.

3.1.3.4 Moulding

Gambar 3 4Ruang Moulding RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Moulding merupakan ruang pembuatan alat bantu radiasi

berupa blok maupun masker radiasi oleh teknisi moulding. Masker

yang di gunakan merupakan salah satu alat fiksasi dalam

penyinaran untuk meminimalisasikan pergerakan pasien saat

penyinaran, dan blok yang digunakan berfungsi untuk melindungi

organ sehat yang terdapat di area radiasi agar tidak mendapatkan

26
paparan radiasi yang berlebih, adapun tahapan pembuatan masker

dan blok sebagai berikut:

A. Pembuatan Individual Blok

Gambar 3 5Individual Blok 90 & 270 RSUD Dr. Saiful Anwar


Malang

a) Tentukan gambar foto blok pada foto simulator oleh dokter.

b) Perhatikan data-data simulasi foto yang diperlukan untuk

proses pembuatan individu blok.

c) Nyalakan computer dengan program R & D Styrofoam

Cutting.

d) Letakkan foto simulator diatas meja lightning input

digitizer, tandai lapangan sinar dan blok-blok yang hendak

dibuat dengan cursor digitizer.

e) Masukan data-data penunjang yang diminta computer

(Source Tray Distance <56, SAD = 80 cm, SFD = 130 cm.

f) Simpan data-data yang telah masuk baik gambar maupun

identitas dalam program R & D Styrofoam Cutting.

27
g) Buatlah cetakan penggencer alloy dengan bahan utama

Styrofoam dengan cara memotong dialat R & D Styrofoam

Cutting.

h) Cetakan Styrofoam yang berbentuk blok, berkas

potongannya di ruang simulator.

i) Apabila hasil cektakan baik, cetakan siap diisi dengan alloy

cair.

j) Letakkan cetakan Styrofoam diatas tatakan pendingin yang

dialirkan air dibawahnya.

k) Nyalakan melting alloy secukupnya dan dilebur, setelah

cair tuangkan kedalam cetakan Styrofoam.

l) Setelah dingin, blok dilepas dari cetakan.

m) Tray sebagai tatakan blok digambar di atas plotting

computer. Kemudian letakkan, rekatkan blok yang sudah

didinginkan sesuai bentuk gambar pada tatakan tray.

28
B. Pembuatan Masker thermoplastic

Gambar 3 6Masker thermoplastic RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

a) Lakukan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien.

b) Lakukan identifikasi pasien.

c) Bacalah instruksi permintaan dokter.

d) Siapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan.

e) Berikan identitas sesuai identitas pasien beserta tanggal

pelaksanaan misalnya nama os, tanggal pembuatan dan

keterangan lainnya yang diperlukan.

f) Nyalakan puspan Water Bath dan regulatornya diatur pada

posisi 65-75 derajat celcius.

g) Posisi pasien terlentang dan tengkurap tergantung teknik

yang digunakan pada bantalan dab tatakan fiksasi yang

sesuai diatas meja pemeriksaan.

29
h) Masukkan bahan Thermoplamemastkedalam air yang sudah

cukup panas di water bath.

i) setelah kurang lebih 2-5 menit bahan orfit tampak

melembek/melentur ditandai dengan perubahan warna

fisiknya yang agak transparan, angkat bahan masker

tersebut, tiriskan airnya, keringkan dengan lap dan segera di

letakkan/ditempelkan pada bagian tubuh tubuh yang akan

di fiksasi.

j) Bentuklah daerah lekukan dengan memijat halus pada

daerah tersebut, biarkan kaku agar jarak antar kulit dan

masker seminimal mungkin.

k) Setelah kurang lebih 10-15 menit,masker akan mengeras.

l) Pembuatan masker selesai.

30
3.1.3.5 TPS (Treatment Planing System)

Gambar 3 7Ruang TPS (Treatment Planing System) RSUD Dr.


Saiful Anwar Malang

TPS (Treatment Planing System) merupakan tempat proses

planning dan penghitungan dosis dilakukan oleh fisikawan medis.

Proses planning 2D yang dilakukan yaitu meliputi penghitungan

ekuivalent luas lapangan dengan memperhatikan jumlah blok atau

luas blok di dalam area penyinaran, kemudian hasil ekuivalent luas

lapangan penyinaran beserta data-data hasil simulator. Berikut

prosedur di ruangan TPS:

A. Tekan tombol power pada computer TPS Oncentra.

B. Klik Oncentra pada layar desktop.

C. Masukkan username = rssa dan password = FISIKA

D. Masukkan CD pada CD Room.

E. Klik import.

31
F. Pilih irisan yang akan diimport dan hasil CT Scan.

G. Isi data pasien pada format “new patien” dan identitas pasien

dan kemudian klik “simpan”.

H. Klik Close.

I. Buka File pasien yang akan di planning.

J. Kontur kulit pasien dan kontur juga daerah GTV,CTV dan PTV

( untuk daerah GTV, CTV dan PTV kontur dilakukan oleh

dokter Onkologi Radiasi).

K. Atur ROI dipertemuan 3 marker dari hasil CT-Scan.

L. Atur “Blam” lapangan yang akan di radiasi.

M. Hitung dosis yang akan diberikan pada pasien.

N. Lakukan evaluasi dari hasil peritungan yang diperoleh.

O. Konsultasikan dan minta persetujuan dari dokter onkologi

radiasi.

P. Cetak hasil perecanaan dan perhitungan yang telah di acc

dokter onkologi radiasi.

Q. Kirim hasil planning ke simulator untuk dilakukan

penggambaran.

32
3.1.3.6 Penyinaran Cobalt-60

Gambar 3 8Pesawat Cobalt-60 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Penyinaran Cobalt-60 merupakan bagian yang

melaksanakan terapi penyinaran menggunakan radiasi terhadap

pasien dengan keganasan pada nasofaring baikuntuk terapi pre-

oprasi, maupun adjuvant radiasi ataupun sebagai terapi kuratif dan

paliatif. tujuan dari pemberian terapi radiasi terhadap penderita

kanker nasofaring pada stadium dini maupun local lanjut agar

mendapat hasil yang optimal. Adapun prosedur yang dilakukan

untuk penyinaran radiasi pada pasien di ruang cobalt-60 yaitu:

A. Sebelum melakukan teknik penyinaran, petugas radioterapi

harus mempelajari dengan seksama identitas dan status pasien

sebelum pasien dipersilahkan masuk ke ruang penyinaran.

B. Petugas memanggilpasien untuk masuk ke ruang penyinaran

dan mencari data status pasien di dalam komputer

33
C. Petugas mempersiapkan alat dan bahan serta alat fiksasi

seperti masker thermoplastic, tray dan blok, serta aksesoris

lainnya berupa base plate dan bantal kepala

D. Petugas mempersilakan pasien untuk masuk ruang penyinaran

dan memposisikan pasien supine di atas meja pemeriksaan

tangan di samping badan dan kaki di ekstensikan dengan posisi

head-first

E. Petugas memasangkan masker thermoplastic yang dipasang

sesuai dengan nama pasien pada daerah yang akan disinar

dengan menempatkan posisi kepala pasien hiperekstensi di

diatas base plate dan diberi bantal C kemudian mengunci

masker dengan alat pengunci agar masker tidak lepas. Posisi

pasien diatur dan set up posisi pasien agar true AP sesuai apa

yang dilakukan di Simulator

F. Teknik Radioterapi Karsinoma Nasofaring (KNF) :

a) Opposing Dextra/Sinistra

Untuk posisi Opposing Dextra/Sinistra petugas

radioterapi mengatur meja pasien agar ketiga laser berada

pada satu titik yaitu titik tengah penyinaran, dengan cara

geser meja ke kanan atau ke kiri supaya laser berada pada

permukaan kulit pasien, atau bisa menggunakan ODI

(Optical Distance Image) untuk mengetahui apakah jarak

dari source ke kulit sudah tepat yaitu 80 cm. Kemudian atur

34
arah gantry ke posisi 90o atau 270o, area, serta luas

lapangan kolimasi sesuai dengan parameter yang telah

ditentukan.Kemudian Petugas memasang blok sesuai nama

pasien dan arah sudut gantry. Setelah semua selesai,

kemudian petugas radioterapi keluar dan menutup pintu

ruang penyinaran lalu melakukan treatment penyinaran.

a) Supraclavicular

Untuk posisi Supraclavicular petugas radioterapi

memutar arah gantry ke posisi 0° untuk penyinaran

supraclavikula. Pengaturan ketiga laser supaya berada pada

satu titik yang sesuai dengan titik yang sudah diperoleh

pada simulator dengan menggeser meja penyinaran,

sehingga titik temu laser berada pada area sternum.

Kemudian atur area serta luas lapangan kolimasi sesuai

dengan parameter yang telah ditentukan. Pasang Blok

trachea dipasang pada tengah leher dan blok klavikula

untuk melindungi apek paru.

G. Setelah penyinaran selesai, lepaskan masker thermoplastic dan

aksesoris lainnya dari tubuh pasien dan persilakan pasien untuk

meninggalkan ruangan penyinaran

H. Pasien diberi kartu penyinaran yang telah diberi tanggal dan

paraf sebagai bukti bahwa pasien tersebut sudah melakukan

35
penyinaran pada hari tersebut tidak lupa pasien di edukasi

untuk menjaga area sinar

I. tidak lupa petugas radioterapi mencatat di buku registrasi dan

di buku rekam medis pasien radioterapi

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Radioterapi merupakan tindakan medis yang dilakukan pada pasien

yang mengalami kanker atau tumor dimana radiasi pengion digunakan untuk

mengobati penyakit keganasan dengan maksud mematikan ata u

menghambat pertumbuhan sel tumor atau kanker, seperti kasus Ca

Nashopharing.

Berdasarkan sumbernya radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu Radiasi

Eksterna (Teleterapi) dan Radiasi Interna (Brakhiterapi). Pelaksanaan

radioterapi di RSUD Dr. Saiful Anwar pada kasus kanker nasofaring dimulai

dari pendaftaran dan registrasi pasien kemudian dilanjutkan ke Poli utama

lalu dilanjutkan ke simulator untuk menentukan luas lapangan penyinaran,

menandai bagaian yang akan disinari, kemudian pembuatan blok setekah itu

ke TPS (Treatment Planing System) dan selanjutnya dilakukan penyinaran

tentunya dengan teknik-teknik tertentu dilakukan berkali-kali tergantung

perhitungan dosisya. Dan pemeriksaan ini menggunakan dua proyeksi, yaitu;

AP dan Lateral. Setelah selesai penyinaran dengan radiasi ekterna (teleterapi)

biasanya dilanjutkan dengan radiasi interna (Brakhiterapi), tetapi

Brakhiterapi dilakukan jika ada permintaan dari dokter. Pelaksanaan

radiasinya didukung beberapa alat yang memilik peranan penting selama

masa terapi berlangsung.

37
4.2 Saran
Dengan laporan PKL ini penulis berharap agar pelaksanaan

penyinaran radioterapi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan

prinsip radioterapi dan proteksi radiasi. Semoga laporan PKL ini dapat

memberikan gambaran pelaksanaan penyinaran radioterapi dengan klinis Ca

Nasopharing dengan menggunakan Pesawat Cobalt-60.

38
DAFTAR PUSTAKA
Asroel, Harry A. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma

Nasofaring. Sumatera Utara: USU digital library.

Susworo, R. 2007. Radioterapi : Dasar-Dasar Radioterapi, Tata laksana

Radioterapi Penyakit Kanker. Jakarta: UI-Press.

Treatment of Radiotheraphy Monoisocentric technique in cases of

nashopharageal cancer at unit Radiotheraphy installation Radiology RSUP DR.

Sarjito Yogyakarta 2018.

Hafsi Afrizun Khatamsi1, Rini Indrati2, Emi Murniati 3

1,2,3) Poltekkes Kemenkes Semarang JImeD, Vol. 4, No. 1

Steven CR and Rassekh C., 1998, ‘Nasopharyngeal carcinoms’, Departement of

Otolaryngology. UTMB. Galveston.

Abdul Rasyid, 2000, ’Karsinoma nasofaring : penatalaksanaan radioterapi’,

dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. XXXIII No.1, Medan, FK USU, hal

52-8.

39

Anda mungkin juga menyukai