Anda di halaman 1dari 41

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN

MEDIKOLEGAL

IDENTIFIKASI KERANGKA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter

Disusun Oleh:
Ayu Fitria Rahmawati FK UNDIP
Estica Tiurmauli K. S. FK UNDIP
Husein Ahmad FK UNDIP
Monica Sari Gunawan FK UNDIP
Yuni Sri Herdiyani FK UNDIP
Fitri Nur Laeli FK TRISAKTI
Ita Indriani FK TRISAKTI
Kustian Pramudita FK TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG
PERIODE 13 JANUARI – 8 FEBRUARI 2014
LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI KERANGKA

Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Disusun oleh:

Ayu Fitria Rahmawati FK UNDIP


Estica Tiurmauli K. S. FK UNDIP
Husein Ahmad FK UNDIP
Monica Sari Gunawan FK UNDIP
Yuni Sri Herdiyani FK UNDIP
Fitri Nur Laeli FK TRISAKTI
Ita Indriani FK TRISAKTI
Kustian Pramudita FK TRISAKTI

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Ketua Penguji

dr. Abraham Soediro, SpF dr. Abdul Hakim, MH(Kes)


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………….….... i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………. ……. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………... ... iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………… …… v
DAFTAR GAMBAR...…………………………………………………… … vi
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………… ………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… …….. 2
1.3 Tujuan ………….…………………………………………………… 3
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………………………… 3
1.3.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………………………. 3
1.4 Manfaat ………… ………………………………………………….. 3
1.5 Metode Penulisan ………………………………………………….. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 5
2.1 Identifikasi ……………....... ……………………………………….. 5
2.1.1 Pengertian Identifikasi………………………… …………………… 5
2.1.2 Klasifikasi Identifikasi……………………………………………… 6
2.2 Menentukan Manusia atau Bukan ………………………………….. 10
2.3 Menentukan Jumlah Korban………………………………………. .. 14
2.4 Menentukan Ras Pada Pemeriksaan Kerangka……………………… 18
2.5 Menentukan Jenis Kelamin Pada Kerangka……………………....… 20
2.6 Menentukan Umur Pada Pemeriksaan Kerangka………………….... 22
2.7 Menentukan Tinggi Badan Pada Pemeriksaan Kerangka …………..
2.8 Menentukan Perkiraan Waktu Kematian ……………………………
2.8.1 Menentukan Umur Tulang ………………………………………….
2.8.2 Gambaran Fisik Tulang …………………………………………….
BAB 3 PENUTUP ………………………………………………………... … 23
3.1 Kesimpulan…..……………………………………………………… 23
3.2 Saran …………...…………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih dan karunia-Nya, referat ini dapat terselesaikan. Penulisan referat ini
dilakukan dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam
menempuh Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Kami
menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan referat ini tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bersama ini kami menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. dr. Abraham Soediro, SpF selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan
referat ini
2. dr. Abdul Hakim, MH(Kes) selaku residen pembimbing yang telah berkenan
memberikan masukan dalam penulisan referat ini
3. Segenap staf Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro dan RSUP Dr. Kariadi Semarang
4. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan dukungan
moral maupun material
5. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro dan RSUP Dr. Kariadi Semarang yang
telah memberikan bantuan bagi kami
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Semarang, 26 Januari 2014

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari sejarah perkembangannya, Indonesia merupakan

masyarakat multietnik. Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki

pola bentuk tengkorak dan rahang berbeda. Walaupun pola tersebut sering kali

dipengaruhi variasi individual. Ahli antropologi mempelajari ukuran dan

bentuk ragawi dengan metode antropometri. Antropometri ini berarti

mengukur manusia. Ukuran hanya memberikan informasi tentang besar-

kecilnya (size). Karena itu, untuk mengungkapkan bentuk (shape) diciptakan

proporsi antara ukuran-ukuran yang dinamakan indeks. Beberapa tahun

terakhir, pemeriksaan antropologi forensik semakin berkembang, Forensik

antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk

proses hukum, yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan

terapan menuju identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam

antropologi biologi1.

Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi

yang merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting.

Identifikasi diperuntukkan untuk kejelasan identitas seseorang, selain

identifikasi pada orang mati atau jenazah identifikasi diperlukan juga pada

orang hidup yang berusaha merubah identitas aslinya atau ketidak-tahuan akan

identitasnya misalnya pada tentara yang melarikan diri dari kesatuannya


(desersi), penjahat, pembunuh, pelaku penganiayaan atau perkosaan, bayi

yang tertukar, disputed partenity, orang yang merubah wajah dengan operasi

plastik, jenis kelamin yang diragukan, orang dewasa yang hilang ingatan1,2.

Data-data yang penting untuk didapatkan pada proses identifikasi

korban adalah: ras, jenis kelamin, gigi, pengukuran antropometri (tinggi dan

lebar badan, ukuran lingkar kepala), sidik jari, pakaian dan ornamen lain yang

dipakai korban1.

Di Indonesia sering terjadi berbagai kasus pidana yang mengharuskan

dokter forensik sebagai ahli untuk membantu dalam penyelidikan kasus

hukum. Diantaranya pada tahun 2008 telah mencuat sebuah kasus Very Idham

Henyansyah alias Ryan Jombang yang telah melakukan kasus pembunuhan

dan mutilasi pada 4 korban di Jombang Jawa Timur. Untuk kepentingan

penyidikan dan hukum peradilan, bagian penyidik Polda Metro Jaya meminta

bantuan dokter ahli forensik dalam mengidentifikasi temuan 4 kerangka

korban pembunuhan Ryan Jombang.

Pentingnya identifikasi kerangka manusia baik dalam kasus pidana

maupun perdata, maka dipilhlah judul “Identifikasi Kerangka” sebagai judul

referat kasus kelompok kami.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada referat ini adalah:

1. Apakah temuan berupa rangka manusia atau bukan?

2. Berapa jumlah individu?

3. Apa ras temuan kerangka?


4. Apa jenis kelamin temuan kerangka?

5. Berapa umur temuan kerangka?

6. Berapa tinggi badan temuan kerangka?

7. Berapa lama perkiraan waktu kematian?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi temuan kerangka

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui temuan berupa rangka manusia atau bukan

2. Mengetahui jumlah individu

3. Mengetahui ras temuan kerangka

4. Mengetahui jenis kelamin temuan kerangka

5. Mengetahui umur temuan kerangka

6. Mengetahui tinggi badan temuan kerangka

7. Mengetahui perkiraan waktu kematian

1.4 Manfaat

1. Bagi Mahasiswa.

a. Melatih kemampuan mahasiswa dalam penyusunan suatu referat.

b. Menambah pengetahuan mengenai cara identifikasi kerangka manusia.

c. Diharapkan dapat berlanjut untuk penulisan referat selanjutnya atau

yang sejenis yang memakai penulisan ini sebagai bahan acuannya


2. Bagi Instansi terkait (FK UNDIP)

Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam

memahami masalah identifikasi kerangka manusia.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan

kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi

2.1.1 Pengertian Identifikasi

Identifikasi dalam kedokteran forensik merupakan upaya membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identitas personal sering

merupakan masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Penentuan identitas

personal dalam kasus-kasus pidana atau perdata dengan tepat, amat penting

dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam

proses peradilan. Identifikasi seorang individu adalah pengenalan individu

berdasarkan cirinya atau sifat-sifat yang membedakannya dengan individu

lain, mencakup korban hidup dan korban mati.

Antropologi forensik adalah aplikasi dan cabang spesifik antropolgi

biologi yang berbasis pada studi populasi untuk mendapat data biologi variasi

normal. Antropologi forensik dapat didefinisikan sebagai identifikasi sisa

hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebagian atau seluruhnya

sehingga tinggal kerangka, dalam konteks hukum.

Identifikasi dilakukan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan

dari suatu tindakan, antara lain pada perkara-perkara sebagai berikut:

a. Perkara Pidana

 Identifikasi pada penjahat, pembunuh, pelaku penganiayaan,

perkosaan dan lain-lain


 Korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dikenal

 Identifikasi pada peristiwa panggilan jenazah, disini keadaan jenazah

sudah membusuk bahkan tinggal kerangka yang jumlahnya sudah

tidak lengkap lagi

 Korban yang tidak dikenal, tenggelam, hilang dan penentuan jenis

kelamin yang meragukan

b. Perkara perdata

 Asuransi

 Hak waris

 Dugaan ayah dari seseorang yang tidak legal

2.1.2 Klasifikasi Identifikasi

Identifikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Identifikasi untuk orang hidup

Identifikasi orang hidup pada dasarnya meliputi anatomi, odontologi dan

golongan darah. Pada identifikasi dilakukan pemeriksaan dan

pengamatan menyeluruh yang terdiri dari:

a. Pemeriksaan Fisik yang meliputi:

 Umur, jenis kelamin dan tinggi badan

 Deformitas

 Perut, tattoo

 Gigi, warna mata, kulit, rambut

 Ukuran sepatu dan topi

 Disabilitas (tuli, buta)


b. Pemeriksaan sidik jari

c. Penetuan golongan darah

d. Ciri tubuh tertentu (perawakan, cara berjalan)

e. Fotografi

f. Benda-benda milik pribadi (KTP, SIM, Ijazah, Cincin kawin)

2. Identifikasi untuk orang meninggal

Identifikasi pada korban mati dapat dilakukan terhadap:

a. Jenazah masih utuh dan baru

b. Jenazah yang sudah membusuk, ataupun tidak utuh

c. Bagian-bagian dari tubuh jenazah atau kerangka

Apabila identifikasi orang hidup sebagian besar adalah tugas polisi, maka

identifikasi jenazah atau sisa-sisa manusia atau potongan atau kerangka

adalah tugas kedokteran forensik.

Pemeriksaan pada identifikasi jenazah meliputi:

a. Umum:

1. Penetuan kerangka manusia atau bukan

2. Penetuan jumlah korban

3. Penetuan jenis kelamin

4. Perkiraan tinggi badan

5. Perkiraan umur

6. Penentuan ras

b. Khusus:

1. Pemeriksaan sidik jari


2. Pemeriksaan golongan darah

3. Tanda-tanda pekerjaan atau kebiasaan

4. Gigi-geligi

5. Warna kulit, mata, dan rambut

6. Cacat kelainan bawaan

7. Tattoo

8. Kelainan patologis atau parut

2.2 Menentukan Manusia atau Bukan

Bila bukti cukup banyak tidak menimbulkan kesukaran, namun untuk

membuktikan bahwa sisa-sisa korban atau kerangka manusia diperlukan

penyidikan terhadap segala benda-benda yang dijumpai sehubungan dengan

itu untuk kemudian dikumpulkan dan diperiksa.

Kesulitan akan timbul apabila korban tidak utuh. Dalam hal ini

diperlukan pengetahuan anatomi seoarang ahli terlatih yang dapat

mengidentifikasi sebagian tulang/organ. Fragmen yang tidak mungkin

diidentifikasi secara anatomi dapat diidentifikasi dengan cara beberapa

pemeriksaan-pemeriksaan antara lain:

 Pemeriksaan histopatologis (mikroskopis): dilihat jumlah dan

diameter kanal-kanal havers

 Test precipitin (Serologis)


Tes ini sangat peka, diperlukan hanya sedikit jaringan pemeriksaan.

Tes ini berdasarkan ikatan Ag-Ab yang membentuk presipitat putih

(awan).

 Tes inhibisi Anti-globulin

Cara ini memakai metode indirect. Dalam jaringan/bercak darah

yang kering sel-selnya pecah sehingga, tidaklah mungkin

memperhatikan adanya aglutinasi. Antigen-antigennya tidaklah

hilang, tapi disebarkan diseluruh jaringan/bercak tersebut.

Apabila antigen bereaksi dengan antibodi yang berlawanan dengan

antigennya lebih banyak maka antibodinya akan diserap dan tidak

ada lagi, sehingga tidak terjadi aglutinasi.

2.3 Menentukan Jumlah Korban

Beberapa parameter untuk mengidentifikasi adanya korban lebih dari satu


adalah sebagai berikut:
1. Ada tidaknya duplikasi dari tulang sejenis
2. Perbedaan yang jelas dari ukurannya
3. Perbedaan usia tulang
4. Asimetris
5. Kontur sendi tidak sama
6. Xray trabecular pattern yang tidak sama
7. Perlekatan otot tidak sama
2.4 Menentukan Ras pada Pemeriksaan Kerangka

Cara menentukan ras berdasarkan pemeriksaan kerangka memang

agak sukar dan diperlukan pengalaman serta pengetahuan antropologi yang

cukup. Walaupun demikian hal ini penting sekali di negara kita, mengingat

indonesia termasuk negara yang banyak dikunjungi turis mancanegara.

Pembagian ras dibedakan atas Eropa (Kaukasoid), Mongol, Negro.

Ada 2 tulang yang dipercaya dapat membedakan ras manusia, yaitu tulang

tengkorak dan pelvis. Menurut penelitian tulang tengkorak dapat

membedakan ras hingga 85-90% kasus, sedangkan pelvis hingga 70-75%.

Tabel 1. Perbedaan ras berdasarkan tulang tengkorak


No Ciri-ciri Eropa Monggol Negro

1 Tulang hidung Panjang-sempit Lebar-pendek Lebar-pendek

2 Tinggi tulang hidung L lengkung, Antara eropa- Rendah

tidak lebar negro

3 Tulang pipi Segitiga Antara eropa- Datar lebar

negro

4 Tulang langit-langit Tidak Tapak kuda Segi empat

5 Gigi seri Tidak Tidak Mirip sekop

6 Rasio tibia-femur Kecil Kecil Agak besar

7 Rasio radius-femur Kecil Kecil Agak besar

8 Lengk.femuralis menonjol menonjol Kurang menonjol

Tabel 2. Penentuan ras dari tulang tengkorak


No Tulang Tengkorak kaukasoid Negroid mongoloid

1 Penampakan umum Masif, kasar, oval Masif,halus Kecil, halus,

ovoid bulat

2 Sagital coronarius Bulat Rata Berupa busur

3 Rongga hidung Sempit Luas Sempit

4 Rongga mata Angular Rectangular Bulat

5 Rongga palatum sempit luas sedang

Tabel 3. Pengukuran tengkorak (Craniometri) untuk menentuan ras


No Tulang tengkorak Kaukasoid Negroid Monggoloid

1 Panjang tengkorak Panjang Panjang Panjang

2 Lebar tengkorak Sempit Sempit Luas

3 Tinggi tengkorak Tinggi Rendah Sedang

4 Lebar muka Sempit Sempit Luas

5 Tinggi muka tinggi Rendah tinggi

Perbedaan tengkorak kaukasoid dan mongoloid yakni pada kaukasoid batas

apertura nasalis berbatas tajam dan jelas. Menurut Amar Sighh, penentuan ras

dapat ditentukan dari :

 Indeks Cephalicus

 Brachii indeks

 Crural indeks (tibio-femoral index)

 Intermembrak index
 Humerofemoral index
Lebar Max. Tengkorak kepala X 100
Indeks Cephalicus =
Panjang max. Tengkorak kepala

Keterangan:

Lebar max. Tengkorak kepala : sepanjang sutura parieto sqamosa kanan dan kiri

Panjang max. Tengkorak kepala: Glabella ke eminentia protuberantia occipital

Tabel 4. Perbedaan Ras Menurut Index Cephalicus


Index cephalicus Bangsa

Dolicochepalic <75 Negro, australia, eskimo

Mesocephalic 75-80 Cina, indoeropa, indopolinesia

Brachicephalic >80 Burma, melayu, india

Length of radius X 100


Brachi Index (Radio-humeral index): Length of humerus

Length of tibia X 100


Crural Index (tibio-Femoral index) :
Length of femur

Length of Humerus + Length of radius X 100


Intermembran index :
Length of femur + length of tibia

Humero-femoral index Length


: of humerus X 100
Length of femur

Tabel 5. Perbedaan Ras Berdasarkan Perhitungan Index


India Eropa Negro

Brachii index 76,49 74,5 78,5

Crural index 86,49 83,8 86,2


Intermembran index 67,27 70,4 70,8

Humerofemoral index 71,11 69,0 72,4

2.5 Menentukan Jenis Kelamin dari Kerangka

Bila korban masih utuh mudah membedakannya dengan melihat

tanda-tanda seks primer (alat kelamin) dan tanda-tanda seks sekunder. Selain

itu terdapat pula perbedaan secara global antara pria dan wanita yaitu :

1. Tubuh pria keseluruhan lebih besar daripada wanita.

2. Pria : bahu lebih lebar daripada pinggul

3. Pria : pinggang tidak nyata seperti pada wanita,

4. Pria : gluteus lebih datar, pada wanita lebih berisi.

5. Wanita : tungkai lebih bulat, pergelangan tangan , pergelangan kaki dan

kuku lebih halus/kecil.

6. Wanita : rambut hanya di mons pubis, sedangkan pada pria sampai ke

pubis, bahkan kadang kadang sampai ke abdomen dan dada.

7. Wanita larynx kurang menonjol.

8. Wanita pinggul lebih lebar dari bahu.

Jika korban sudah membusuk kadang kadang masih dapat dilihat dari

alat kelamin dalam yaitu rahim pada wanita dan kelenjar prostat pada laki laki

karena kedua organ tersebut mempunyai tendensi paling tahan terhadap

pembusukan. Kalau korban sudah sangat membusuk sekali sehingga semua

organ tidak dapat dikenali lagiatau yang diperiksa sepenggal bagian tubuh/

tulang tulang maka barulah timbul kesulitan dalam menentukan jenis


kelaminnya. Dalam hal ini penentuan jenis kelamin dapat dilakukan dengan

dasar pemeriksaan perbedaan seks dari tulang tengkorak, tulang pelvis dan

tulang panjang.

Cara menentukan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

1. Cara Histologi

Prinsip penentuan secara histology ini berdasarkan pada kromosom. Bahan

pemeriksaan dapat diambil dari : kulit, leukosit, sel sel selaput lender bagian

dalam, sel sel tulang rawan dan cortex kelenjar suprarenalis.

2. Kerangka

a. Non metric

Penentuan jenis kelamin didasarkan pada ciri yang mudah dikenali pada

tulang tulang seperti tulang panggul, tengkorak tulang panjang. Yang

mempunyai nilai tinggi adalah tulang pangul dan baru kemudian tulang

tengkorak.

Dismorfisme sex pada pelvis lebih jelas, beberapa yang perlu diketahui :

- Panggul wanita lebih lebar, khususnya tulang pubis dan ishoo

- Sudut incisura ischiadica mayor pada wanita lebih terbuka

- Foramen obturator mendekati bentuk segitiga

Tabel 6. Perbedaan pelvis pria dan wanita

Ciri-ciri Pria Wanita

Pelvis Keseluruhan Berat, kasar, bekas otot Tidak berat, bekas otot

jelas tidak prominent, halus


Bentuk tepi Jantung Circular
True pelvis Relatif kecil Luas, dangkal
Ilium Tinggi tegak Rendah, divergen ke
lateral
Sendi Sacroiliaca Besar Kecil,oblique
Sulcus preauricular Tidak sering Sering
Greater sciatic Kecil, dalam Besar, lebar
notch
Acetabulum Besar Kecil
Ichiopubic rami Bagian atas convex Bagian atas concave
Foramen obturator Besar, oval Kecil, triangular
Os. Pubis corpus Trianguler Quadrangular
Symphisis Tinggi Rendah
Sudut sub pubic Sempit, Vshape Lebar, u shape
Sacrum Panjang, sempit, dapat Pendek,lebar, S1,S2,S3
terdiri ≥5 segmean dan S5 melengkung, 5
segmen
Promontorium Lebih menonjol Kurang menonjol
Pelvic outlet Tidak dapat dilewati Dapat dilewati kepalan
kepalan tangan tangan

Tbael 7. Perbedaan Tengkorak Pria dan Wanita


Ciri cirri Pria Wanita
Ukuran, volume Besar Kecil
endokranial
Arsitektur Kasar Halus
Tonjolan supra Besar Kecil/tipis
orbital
Prossesus mastoid Besar, kasar, tumpul Kecil, halus, runcing
Daerah oksipital, Tidak jelas Jelas/menonjol
linea muskulares
dan protuberensia
Eminensia frontalis Kecil Besar
Eminensia parietalis Kecil Besar
Orbita Persegi empat, tepi Bundar, tepi tajam,
tumpul, rendah relative tinggi relative besar
kecil
Dahi Curam, kurang Bulat, penuh
membundar
Tulang pipi Berat, arkus lebih ke Ringan, lebih memusat
lateral
Mandibula Besar, sympisisnya Kecil, dengan ukuran
tinggi, ramus korpus dan ramus lebih
ascendingnya lebar kecil
Palatum Besar dan lebar , bentuk Kecil, bentuk V
U
Foramen magnum Besar Kecil

Tabel 8. Perbedaan jenis kelamin berdasarkan tulang panjang


Ciri-ciri Pria Wanita
Panjang Lebih panjang Lebih pendek
Tempat perlekatan otot Prominen Kurang prominen
Diameter caput femur Lebih lebar Lebih kecil
Diameter caput Lebih lebar Lebih kecil
humerus
Condylus humerus Lebih lebar Lebih kecil

Tabel 9. Penentuan jenis kelamin pada panggul menurut Aesadi dan


Nemeskeri(1970) dan Ferembach (1979) dan Martin Knussmannt (1988)
Ciri Bobot Hiperfemini Feminim Netral Maskulin Hipermaskuli
W m -2 -1 0 +1 n
+2
Sulcus 3 Dalam, batas Dangkal, Hanya Hampir Tidak ada
preauricularis jelas tapi jelas bekas tak
kentara
Incisura 3 Sangat Terbuka, Bentuk Bentuk Sempit, jelas
ischiadica terbuka, bentuk v peraliha U berbentuk U
mayor bentuk V n
Angulus 2 >100 90-100 60-90 45-60 < 45
subpubicus
Os coxae 2 Rendah Ciri Bentuk Cirri Tinggi sempit
lebar, sayap feminism, peraliha maskulin relief otot
luas, relief kurang n kurang sangat
otot kurang jelas jelas kentara
jelas
Arc compose 2 Dua Dua Satu Satu
lengkung lengkung lengkung lengkung
Foramen 2 Segitiga Segitiga Tidak Oval Oval dengan
obturator sudut jelas sudut bulat
runcing
Corpus ossis 2 Sempit, Sempit Sedang Lebar Sangat lebar
ischii tuber dengan tuber
ischiadicum ischiadicum
kurang jelas sangat kuat
Crista iliaca 1 Bentuk s nya Bentuk s Sedang Jelas, Sangat jelas
sangat nya berbentu berbentuk S
dangkal dangkal ks
Fossa iliaca 1 Sangat Rendah, Tinggi, Tinggi, Sangat tinggi
rendah, lebar lebar lebarnya sempit
sedang
Pelvis mayor 1 Sangat lebar Lebar Sedang Sempit Sangat sempit
Pelvis minor 1 Sangat lebar, Lebar, Lebarny Sempit, Sangat sempit
oval oval a berbentuk
sedang, harten
bulat
Keterangan : nilai bobot dikalikan dengan nilai dimorfis (-2 s/d +2 ) ; hasil
perkalian ditambah, kemudian dibagi dengan jumlah cirri yang
dipergunakan. Jika hasilnya > 0, maka panggul dianggap maskulin, jika <
0 maka panggul bercorak feminism.

Pada tulang sternum dapat juga dibedakan dalam penentuan jenis

kelamin, pada wanita manubrium sterni melebihi separuh corpus sterni.

b. Metrik

Perbedaan jenis kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang pelvis.

Setelah masa pubertas tulang pubis pada perempuan lebih besar

daripada tulang pubis laki laki.

- Os Pubis

Perbandingan panjang tulang pubis terhadap tulang panjang, tulang

ischium dengan mengukur titik titik pertemuan tulang tulang tersebut

di asetabulum. Perbandingan ini disebut Ischia Pubic Index(IP) dengan

rumus :

IP = panjang tulang ischium (mm) x 100

Panjang tulang pubis (mm)

Keterangan: Index IP Pria 72-94 dan wanita 91- 115

Apabila ditarik garis sejajar dengan ramus superior dan inferior, maka

sudut yang dibentuk dari perpotongan dua garis tersebut pada pria

lebih besar.

- Os Sacrum
Pasa pria relatif lebih sempit yang bila dibandingkan antara lebar dan

panjang didapatkan nilai indeks pada pria kurang dari 112 pada wanita

lebih dari 116.

IP = lebar dasar sacrum x 100

Panjang longitudinal sacrum

- Os Ileum

Bentuk arcus compose pada pria, lengkung dari pinggir cranial

ventral- facies auricularis dapat dilanjutkan pada pinggir cranial dari

ventral ischiadica mayor, sedangkan pada wanita terdapat dua

lengkungan yang terpisah.

2.6 Menentukan Umur Pada Pemeriksaan Kerangka

Pada pemeriksaan luar korban hanya dapat memberikan usia

seseorang dan kemungkinan dapat terjadi kesalahan bila korban adalah orang

dewasa. Untuk menentukan umur dari pemeriksaan kerangka dapat dilakukan

dengan melihat :

- Wajah

- Gigi

- Perubahan tulang dan osifikasi

- Berat badan dan tinggi badan

Untuk memudahkan penentuan umur maka pemeriksaan kerangka

dibagi beberapa bagian sebagai berikut:


1. Penentuan umur berdasarkan Erupsi gigi tetap

Tabel 10. Penentuan umur berdasarkan erupsi gigi tetap

GIGI ATAS DAN BAWAH

Incisivus I 7 tahun

Incisivus II 8 tahun

Caninus 11 tahun

Premolar I 9 tahun

Premolar II 10 tahun

Molar I 8 tahun

Molar II 12- 13 tahun

Molar III 17-25 tahun

Pada umur muda penentuan umur dapat diperkirakan dengan

ketepatan yang cukup dengan melihat erupsi gigi seperti skema diatas dan

dengan memeriksa fusion dari center ossifikasi. Dengan ketentuan pada

wanita kira kira satu tahun lebih dahulu maturitas nya.

1. Penentuan umur berdasarkan fusi dari inti penulangan (center

ossifikasi)

Pada penentuan umur berdasar fusi dari inti penulangan pada tulang

bisa digunakan pada orang yang berumur 1 -25 tahun. Pada wanita,

fusi dari inti penulangan ini satu tahun lebih dahulu maturitasnya.

Tabel 11. Penentuan umur berdasarkan inti penulangannya

Umur (tahun) Inti penulangan


1 Caput femoris, humerus dan tibia

2 Tibia bagian bawah, radius bagian bawah

3 Patella

4 Fibula bagian atas, trochanter mayor dari femur

5 Fibula bagian bawah

6 Caput radii, ulna bagian bawah

7 Scaphoid dari tangan, rami ischii dan pubis

8 Epicondylus internus ari humerus, olecranon

9 Trochanter minor dari femur, epiphysis dari os calcis

11 Trochlea humeri

12 Y cartilage dari acetabulum bersatu

13 Epcandylus lateralis dari humerus muncul dan bersatu

14 Coracoid bersatu dengan scapula

16 Olecranon bersatu dengan ulna

18 Caput radiik dan corpus femuris

20 Radius bagian bawah, ulna , corpus femuris dan crista iliaca

21 Clavicula permukaan dalam

22-24 Fusi dari epiphysis sekunder permukaan dalam clavisula

dan permukaan articular costae

Penentuan umur pada usia lebih dari 25 tahun lebih sukar dan nilai

ketepatannya kurang. Dalam hal ini bisa dipakai pedoman pedoman dibawah

ini :
1. Bila epiphyse dan diaphyse tulang tulang ekstremitas sudah bersatu

maka umur kurang lebih 25 tahun

2. Bila sutura sutura tengkorak belum ada yang menutup, berarti

berumur kurang dari 30 tahun

3. Sutura tengkorak biasanya mulai menutup pada umur 35-40 tahun

4. Bila corpus mayus telah bersatu dengan corpus os hyoid dan ada

penulangan os hyoid dari cartilage larynx berarti berumur antara

40-60 tahun

5. Sesudah berumur 60 -65 tahun sudut rahang bawah mulai melebar

dan alveolar ridges berkurang . Berangsur angsur tulang menjadi

tipis karena mengalami atropi senilis.

2. Penentuan umur berdasarkan obliterasi sutura

Tabel 12. Penentuan umur berdasarkan obliterasi sutura

Umur Sutura sagitalis Sutura sagitalis Sutura


lamboidea
18-30 Pars obleica Pars temporalis
(awal)
30-40 Pars bregmatica Pars temporalis Pars lamboidea
(akhir)
Pars complicate
(awal)
40-50 Hampir Pars bregma (awal) Pars media
sempurna Pars
complicate(akhir)
50-60 Sempurna Pars bregmatica Hampir semua
60-70 Sempurna (akhir) Hampir semua
>70 tahun sempurna Hampir semua sempurna
sempurna

2.7 Menentukan Tinggi Badan pada Pemeriksaan Kerangka

Apabila seluruh tubuh atau bagian bagian tubuh dapat seluruhnya

ditemukan maka tidaklah terlalu sulit untuk menentukan tinggi badannya,

yaitu dengan menghimpun kembali dan mengukur langsung tinggi badannya.

Tetapi kadang kadang hanya sebagian tubuh saja yang dapat ditemukan atau

sebagian kerangka saja. Dalam hal ini ada beberapa rumus yang dapat dipakai

untuk memperkirakan tinggi badan antara lain :

1. Panjang kepala ialah kira kira 1/8 panjang badan

2. Pertengahan panjang kepala adalah garis tepat dibawah mata

3. Dari dagu ke lubang hidung = lubang hidung kebawah mata = ¼

panjang kepala

4. Pubis membagi tinggi badan menjadi 2 sama panjang

5. Tinggi badan kira kira sama dengan jarak ujung jari ke ujung jari

apabila kedua lengan direntangkan

6. Panjang tangan = ½ panjang lengan bawah = ½ panjang lengan atas

7. ½ panjang tangan = phalang = metacarpal + carpal

Dalam hal keadaan dimana hanya sebagian tulang saja yang didapat,

maka dengan mengukur panjang tulang humerus, radius, ulna femur, tibia,
dan fibula dan memasukan dalam suatu rumus yang dapat dipakai antara lain

1. Karl Pearson

2. Trotter dan Gleser

3. Dupertuis dan Hadden

4. Regresion Formula

5. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa ( Jawa)

6. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia oleh Djaja S.A

Pengukuran tinggi badan dengan memakai rumus rumus tersebut

dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur panjang maksimum dari tulang

humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang yang diukur dalam

keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang segar , sehingga

dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan. Panjang dari femur dan

tibia harus diukur dalam posisi oblique sedangkan panjang tulang tulang

panjang lainnya diperoleh dengan mengukur tinggi vertical maksimum.

Dibawah ini diberikan rumus rumus dalam menentukan tinggi badan:

1. Rumus dari Karl Pearson

Laki laki :

Tinggi badan = 81,306 + 1,88 F

Tinggi badan = 70,641 + 2,894 H

Tinggi badan = 78,664 + 2,376 T

Tinggi badan =85,925 + 3,271 R


Tinggi badan =71, 272 + 1,159 (F+T)

Tinggi badan = 71,443 + 1,22 F + 1.08 T

Tinggi badan = 69, 855 + 1,73 (H+R)

Tinggi badan = 69, 788 + 2,769 H + 0,195 R

Tinggi badan = 68,397 + 1,03 F + 1,557 H

Tinggi badan = 67, 049 + 0,913 F + 0,6 T + 1,225 H – 0,187 R

Wanita :

Tinggi badan = 72,844 + 1,945F

Tinggi badan = 71,475 + 2,754 H

Tinggi badan = 74,774 + 2,352 T

Tinggi badan =81,224 + 3,343 R

Tinggi badan =69,154 + 1,126 (F+T)

Tinggi badan = 69,154 + 1,126 F + 1,126 T

Tinggi badan = 69, 911+ 1,628 (H+R)

Tinggi badan = 70,542 + 2,582H + 0,281 R

Tinggi badan = 67,435 + 1,339 F + 1,027 H

Tinggi badan = 67, 469 + 0,782F + 1,12 T + 1,059 H – 0,711 R

2. Rumus dari Trotter dan Gleser ( untuk laki laki ras mongoloid)

Tinggi badan = 2,68 H + 83,2 ± 4,3

Tinggi badan = 3,54 R + 82,0 ± 4,6

Tinggi badan = 3,48 U + 77,5 ±4,8

Tinggi badan =2,15 F + 72,6 ±3,9


Tinggi badan =2,39 T + 81,5 ±3,3

Tinggi badan = 2.40 Fi + 80,6 ± 3,2

Tinggi badan = 1,67 (H+R) + 74,8 ± 4,2

Tinggi badan = 1,68 ( H+U) + 71,2 ±4,1

Tinggi badan = 1,22 (F+T)+ 70,4 ± 3,2

Tinggi badan = 1,22 (F+Fi)+70,2 ± 3,2

3. Rumus Antrolpologi Ragawi UGM untuk pria dewasa ( jawa)

Tinggi badan = 89,7 + 1,74 (F kanan )

Tinggi badan = 82,2 + 1,90 (f kiri)

Tinggi badan = 87,9 +2,12 ( Tkanan)

Tinggi badan =84,7 + 2,22 ( Tkiri )

Tinggi badan =86,7 + 2,19 (Fi kanan)

Tinggi badan = 88,3 + 2,14 ( Fi kiri)

Tinggi badan = 84,7 + 2,60 ( H kanan)

Tinggi badan = 80,5 + 2,74 ( Hkiri)

Tinggi badan = 84,2 +3,45 (Rkanan)

Tinggi badan = 86,2 + 3,40 (Rkiri)

Tinggi badan = 81,9 + 3,15 (Ukanan)

Tinggi badan = 84,7+ 3,06(Ukiri)

4. Rumus dari Djaja S.A

Pria :
-TB= 72,9912 + 1, 7227T + 0,7545 F( ±4,2961)

TB = 75,9800 + 2,3922T ( ±4,3572)

TB = 80,8078 + 2,2788F(±4,6186)

Wanita

TB = 71,2817 + 1,3346T+1,0459 (±4,8684)

TB = 77,4717 + 2,1889T (±4,9526)

TB= 76,2772 + 2,2522F (±5,0226)

Keterangan :

± adalah nilai standar error (SE) yang dapat dikurangi atau ditambahkan

pada nilai yang diterima dari kalkulasi , makin kecil SE makin tepat

taksiran menurut rumus regresi

F = panjang maksimal femur

H = Panjang maksimal humerus

U = Panjang maksimal ulna

T = Panjang maksimal Tibia

R = panjang maksimal radius

Fi = panjang maksimal Fibula

Ukuran untuk semua rumus tinggi badan diatas adalah sentimeter.

2.8 Menentukan Perkiraan Waktu Kematian

2.8.1 Menentukan Umur Tulang

1. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya

ultra violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang

tulang dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya

ultra violet, tulang-tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak

kebiruan pada tempat pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran bagian

luar tidak berfluorosensi sampai ke bagian tengah. Dengan pengamatan yang

baik akan terlihat bahwa daerah tersebut akan membentuk jalan keluar dari

rongga sumsum tulang. Jalan ini kemudian pecah dan bahkan lenyap, maka

semua permukaan pemotongan menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk

terjadinya proses ini berubah-ubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra

violet akan hilang dengan sempurna kira-kira 100-150 tahun. Tes Fisika yang

lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang, pemanasan secara

ultrasonik dan pengamatan terhadap sifat-sifat yang timbul akibat pemanasan

pada kondisi tertentu. Semua kriteria ini bergantung pada berkurangnya stroma

organik dan pembentukan dari kalsifikasi tulang seperti pengoroposannya.

Gambar 1. Potongan Tulang Melintang

Gambar 1:

a. Tulang berumur 3 -80 tahun. Kelihatan permukaan


b. Pemotongan tulang meman carkan warna perak kebiruan pada seluruh

pemotongan.

c. Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi mengerut ke pusat sumsum

tulang.

d. Sebelum fluoresensi menghilang dengan sempurna pada abad berikutnya.

2. Tes Serologi

Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada

pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan

memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung pada

kepekaan dari tehnik yang dilakukan. Penggunaan metode cairan peroksida yang

hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas

serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang yang terdapat di

daerah berhawa panas.

Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai

campuran Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih berarti. Jika

reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi positif,

diperkirakan umur tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini dapat

dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun pada tulang yang telah menjadi

serbuk.

Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion

technique dengan anti human serum. Serbuk tulang yang diolesi dengan amoniak

yang konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang positif dengan
serum anti human seperti reagen coombs, lama kematian kira-kira 5-10 tahun,

dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.

3. Tes Kimia

Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara

mengukur pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang

yang baru mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang dengan

cepat. Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 % Nitrogen,

diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika tulang

mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih dari 350 tahun. Penulis

lain menyatakan jika nitrogen lebih besar dari 3,5 gram percentimeter berarti

umur tulang saat kematian kurang dari 50 tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5

per centimeter berarti umur tulang atau saat kematian kurang dari 350 tahun.

Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun

dengan Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15 asam

amino, terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin

adalah yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang

spesifik jika yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada pemeriksaan Fralin dan

Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar 50 tahun.

Bila hanya didapatkan Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat

kematian kurang dari 500 tahun. Asam amino yang lain akan lenyap setelah

beratus tahun, sehingga jika diamati tulang-tulang dari jaman purbakala akan

hanya mengandung 4 atau 5 asam amino saja. Sementara itu ditemukan bahwa

Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat kematian
kurang dari 70 -100 tahun, akan didapatkan 7 jenis

asam amino atau lebih.

2.8.2 Gambaran Fisik

Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat

pada tendon dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi. Periosteum kelihatan

berserat, melekat erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin

masih ada dijumpai pada permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada

tulang adalah berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang

terletak. Mikroba mungkin dengan cepat merubah seluruh jaringan lunak dan

tulang rawan, kadang dalam beberapa hari ataupun beberapa minggu. Jika mayat

dikubur pada tempat atau bangunan yang tertutup, jaringan yang kering dapat

bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak pada

tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun-tahun

pertama, walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai

lima tahun atau lebih.

Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan

tulang seperti :

1. Dari Bau Tulang

Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5

bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.

2. Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian

kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan

diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.

3. Kekompakan Kepadatan Tulang

Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin masih

dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan dan

keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori,

diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai

poripori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi

penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu

misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan

sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.

Gambar 2. Penentuan Lama Kematian dari Identifikasi Tulang

Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang

lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya
tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang

hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar

seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali akan

kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich akan kelihatan pada sentral

lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan terjadi dalam

waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang terpapar

cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya

kelihatan pertama sekali pada ujung tulang-tulang panjang, tulang yang

berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal

ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung tulang

dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga lebih mudah mendapat paparan

dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak

terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi

setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan

keropos, yang benar-benar sudah tua mudah diremukkan ataupun dapat dilobangi

dengan kuku jari.

Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang,

disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang tebal dan

padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-abad,

sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat.

Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan, jari-

jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti juga yang

dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.


BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Identifikasi seorang individu adalah pengenalan individu berdasarkan


cirinya atau sifat-sifat yang membedakannya dengan individu lain,
mencakup korban hidup dan korban mati.
- Identifikasi dilakukan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan dari
suatu tindakan,pada perkara perdata maupun pidana.
- Identifikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu Identifikasi untuk
orang hidup yang pada dasarnya meliputi anatomi, odontologi dan
golongan darah dan identifikasi pada korban mati.
- Pemeriksaan pada identifikasi jenazah meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus dimana pemeriksaan umum antara lain terdiri dari
penetuan kerangka manusia atau bukan, penentuan jumlah korban,
penentuan jenis kelamin, perkiraan tinggi badan, perkiraan umur,
penentuan ras sedangkan pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan sidik
jari, pemeriksaan golongan darah, tanda-tanda pekerjaan atau kebiasaan,
gigi-geligi, warna kulit, mata, dan rambut, cacat kelainan bawaan, tattoo,
kelainan patologis atau parut.
- Penentuan umur pada pemeriksaan kerangka dapat dilakukan dengan
melihat erupsi gigi tetap, berdasarkan fusi dari inti penulangan dan
berdasarkan obliterasi sutura.
- Penentuan jenis kelamin dapat dilakukan dengan dasar pemeriksaan
perbedaan seks dari tulang tengkorak, tulang pelvis, tulang panjang dan
lain lain.
- Penentuan ras menjadi eropa, mongol dan negro pada pemeriksaan
kerangka dapat menggunakan tulang tengkorak dan tulang pelvis.
- Untuk menentukan perkiraan waktu kematian dapat dilakukan dengan cara
menentukan umur tulang dan dari keadaan tulang seperti bau tulang,
warna tulang, kekompakan kepadatan tulang.

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai