CAIRAN SENDI
KELOMPOK 1
III. Prinsip
Sampel cairan sendi di homogenkan lalu diperiksa secara makroskopis, cairan
sendi sebanyak 3 ml disentrifuge dan diambil endapannya dan diteteskan pada objek glass
dan ditutup dengan menggunakan cover glass kemudian diamati pada mikroskop dengan
pembesaran objektif 40x
Alat :
- Centrifuge
- Objek glass
- Cover glass
- Pipet tetes
- Mikroskop
- Tabung centrifuge
Bahan :
- pH stick
- Aquadest
- Giemsa
Cara Kerja
a. Warna
b. pH
c. bekuan
d. viskositas
7. diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 10x untuk mencari
lapang pandang, kemudian diganti kepembesaran objektif 40x.
8. Dibaca hasil.
Pewarnaan:
4. Interpretasikan hasilnya.
VI. Hasil Pengamatan
1. Makroskopis
2. Mikroskopis
Kristal
monosodium urate
VII. Pembahasan
A. Definisi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak
dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas
tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih
tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan
dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan
sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong
oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis
dan simpisis
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh
kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium
menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku,
dan mengandung leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas
cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial
mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
(1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
(2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
(3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
(4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi
tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan
gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan
kembali ke belakang.
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel
kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang
terbenam di dalam bahan dasar amorf.
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi
sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi
membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian
luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-
kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan. Rawan sendi yang
melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi
baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
B. Patofisiologi
Inflamasii mula – mula mengenai sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, teutama pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulas
membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago. Panus masuk ketulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
artilago artikuler. Kartilag menjadi nekrosis.
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan
bisa menimbulkan subluksasi atau disiokasi dari persendian.
Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim dalam sendi. Enzim – enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial,
dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan
mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Pemeriksaan ini dikenal dengan nama formal yaitu: analisis cairan sinovial, tetapi
mempunyai nama lain berupa analisis cairan sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan
untuk membantu mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada
sendi. Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk ke dalam cairan itu berada
(area diantara tulang pada sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi pelumas dalam sendi.
Cairan sinovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan sehingga tidak dapat aus
selama penggunaan (gesekan dalam pergerakan sendi).
Analisis cairan sendi terdiri dari serangkaian uji yang dilakukan untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi akibat dari penyakit tertentu. Ada beberapa karakteristik cairan
sinovial yang patut dikaji antara lain:
1. Karakteristik fisik
Evaluasi dari penampilan secara umum dari cairan sinovial, meliputi kekentalan
(viskositas). Karakteristik fisik yang normal berupa: cairan bening, berwarna
jernih hingga kekuningan, dan kental (viskositas tinggi akibat kandungan asam
hialuronat, ketika mengambilnya dengan jarum membentuk ‘string’ beberapa
inchi layaknya cairan kental pada umumnya). Perubahan yang terkait pada aspek
fisik ini yaitu: cairan keputihan (berawan) disebabkan oleh hadirnya
mikroorganisme dan sel darah putih) dan berwarna kemerahan akibat hadirnya sel
darah merah. Antara cairan sinovial berawan dan kemerahan dapat terjadi dalam
satu spesimen.
2. Karakteristik kimia
Mendeteksi perubahan zat kimia tertentu pada cairan sinovial, meliputi: glukosa
(level glukosa di dalam cairan ini lebih rendah daripada level glukosa darah dan
dapat menurun lebih signifikan lagi pada inflamasi dan infeksi sendi, protein
(kandungan protein meningkat akibat peradangan infeksi), asam urat yang
meningkat (pada Gout).
3. Karakteristik mikroskopik
Menghitung sel-sel yang terdapat pada cairan sinovial (terutama untuk
menghitung leukosit) meliputi: hitung leukosit (batas normal yaitu <200 sel /
mm3, leukosit yang berlebihan menandakan adanya inflamasi seperti pada Gout
dan rheumatoid artritis, neutrofilia menandakan infeksi bakteri, dan eosinifilia
menandakan penyakit Lyme), dan melewati cairan sinovial ke sinar polarisasi
untuk melihat adanya kristal asam urat (kristal jarum) pada penyakit Gout.
4. Karakteristik infeksius
Menemukan agen infeksius (bakteri atau jamur) dalam cairan sinovial meliputi:
pewarnaan gram (untuk melihat tipe agen infeksius), pembiakan, uji kerentanan
terhadap antibiotik (sebagai panduan dalam memilih antibiotik), dan uji BTA jika
dikhatirkan adanya mikrobakterium.
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis rematoid ringan.
Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena bertambahnya
lekosit.
Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik, pirai dengan efusi
akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis vilonodularis hemoragik.
Bila darah terjadi karena trauma pada waktu aspirasi maka warna merahnya
akan berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan oleh trauma
maka warna merah akan menetap.
Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama (Gandasoebrata,2006).
Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi fibrinogen.
Proses peradangan dapat menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam
cairan sendi. Kalau ada bekuan laporkanlah besarnya bekuan itu, semakin besar
bekuan itu, maka semakin berat proses inflamasi. Dalam praktikum yang telah
dilakukan tidak ditemukan adanya bekuan.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan (Gandasoebrata,2006).
Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa keadaan
patologis dapat mengurangi viskositas sehingga cairan itu seolah-olah menjadi
encer.Untuk menguji viskositas isaplah cairan sendi kedalam semprit 2 ml,
kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari semprit (tanpa jarum) dan
perhatikan panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai saat cairan
itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm. Makin
pendek benang itu, maka makin abnormal, kadang-kadang viskositas itu rendah
sekali sehingga menetesnya seperti air saja. Dalam praktikum yang telah
dilakukan nilai viskositasnya yaitu kental.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari telunjuk,
direntangkan antara jari telunjuk dan ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik) hemoragik Viskositas
bervariasi (Gandasoebrata,2006).
b. Mikroskopis
Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lain dengan cara membuat
sediaan apus yang dipulas Giemsa atau Wright. Dalam keadaan normal leukosit
berinti segment kurang dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.
Semakin tinggi angka itu, maka semakin akut keadaan patologis. Dalam praktikum
ini hanya dilakukan pengamatan terhadap Kristal-kristal yang terdapat dalam cairan
sendi tersebut.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang telah disentrifus diatas
objek glass dan ditutup dengan cover glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan 40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi.
Pasca analitik
Interpretasi :
Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis gout.
Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang ditemukan pada kondro-
kalsinosis (pseudogout).
Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific periarthritis dan tendenitis.
Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.
Dalam praktikum yang dilakukan ditemukan Kristal monosodium urat.
Kristal ini biasanya ditemukan pada penyakit Gout artritis. Gout artritis yaitu
gangguan persendian akibat kegagalan metabolisme asam urat. Asam urat yang
tinggi dalam darah diangkut dan ditimbun dalam sendi yang kecil, biasanya pada jari-
jari tangan. Akibatnya ujung-ujung ruas jari tangan membesar.
VIII. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pemeriksaan
makroskopis, kimia dan mikroskopis cairan sendi diperoleh hasi yaitu ditemukannya
kristal monosodium urate pada pemeriksaan mikroskopis. Jadi, sesuai dengan sampel
cairan sendi yang diperiksa, pasien kemungkinan mengalami atritis gout.
DAFTAR PUSTAKA
DGD. DHARMA SANTHI DAP. RASMIKA DEWI AAN. SANTA AP. 2016. Penuntun
praktikum kimia klinik urinalisis dan cairan tubuh. Fakultas Kedokteran Udayana
Zier, B., Erb, G., Berman A, Synder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.
zier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.
Sloane et all. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner&
Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.