Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS

CAIRAN SENDI

KELOMPOK 1

I PUTU ADI WIRAMBAWA (P07134018 057)

I PUTU SINHUNATA UPADHANA (P07134018 058)

GUSTI AYU DITHA CANDRADEWI (P07134018 059)

I GUSTI AYU MADE WULAN DIANTARI (P07134018 060)

TRISNA BAGUS WIBAWA (P07134018 061)

NI KADEK WIDYA WIGUNA (P07134018 062)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2019
I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan cairan sendi.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cairan sendi.
b. Mahasiswa dapat menginterpretasika hasil pemeriksaan cairan sendi secara
makroskopis dan mikroskopis.
II. Metode
Metode yang digunakan adalah metode makroskopis dan mikroskopis.

III. Prinsip
Sampel cairan sendi di homogenkan lalu diperiksa secara makroskopis, cairan
sendi sebanyak 3 ml disentrifuge dan diambil endapannya dan diteteskan pada objek glass
dan ditutup dengan menggunakan cover glass kemudian diamati pada mikroskop dengan
pembesaran objektif 40x

IV. Dasar Teori


Cairan sinovial atau sering disebut cairan sendi merupakan cairan kental yang
ditemukan di dalam rongga sendi yang dapat digerakkan (diatrosis) atau sendi
sinovial.Tulang-tulang di sendi sinovial dilapisi oleh kartilago sendi halus dan dipisahkan
oleh rongga yang menggandung cairan sinovial. Sendi berada di dalam kapsula sendi
vibrosa yang dilapisi oleh membran sinovial. Membran sinovial mengandung sel khusus
yang disebut sinoviosit. Kartilago sendi yang halus dan cairan sinovial bersama
mengurangi gesekan antar tulang selama gerakan sendi. Selain menjadi pelumas bagi
sendi, cairan sinovial memberikan nustrisi pada kartilago sendi dan mengurangi syok
kompresi sendi yang terjadi selama aktifitas seperti berjalan dan berlari kecil.
Penyakit Akibat Kelainan Pada Sendi
Persendian dapat mengalami beberapa kelainan atau gangguan diantaranya
sebagai berikut :
1. Terkilir atau keseleo (sprain) adalah gangguan sendi akibat gerakan yang tidak
biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Terkilir dapat menyebabkan
memar, dan rasa sakit.
2. Dislokasi adalah pergeseran tulang penyusun sendin dari posisi normal.
3. Osteoartritis ( keropos sendi ) yaitu peradangan pada sendi yang disebabkan
rapuhnya kapsul di sehingga merusak lapisan tulang rawan yang menutup
permukaan ujung – ujung tulang. Umumnya menyerang usia lanjut pada bagian
sendi penopang tubuh seperti lutut pinggul dan tulang blakang.
4. Ankikolis adalah sendi tidak dapat digerakkan dan ujung – ujung antar tulang
terasa bersatu.
5. Artritis adalah peradangan pada sendi yang disertai bengkak, kaku, keterbatasan
bergerak dan rasa sakit. Adapun bentuk – bentuk artritis antara lain:
a. Artritis skudatif
Adalah terisinya rongga sendi oleh cairan yang disebut getah radang.
Penyakit ini terjadi karena serangan kuman.
b. Artritis sika
Adalah berkurangnya minyak sendi yang menyebabkan rasa nyeri saat
tulang digerakkan.
c. Artritis gout
Terjadi karena adanya timbunan asam urat pada sendi – sendi kecil
terutama jari – jari tangan. Sebagai akibatnya ruas jari – jari membesar.
d. Artritis reumatroid
Adalah penyakit yang timbul akibat sistem kekebalan tubuh
menyerang jaringan yang sehat sehingga menyebabkan peradangan
pada sendi.
e. Artritis septik
Adalah radang sendi yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Terdapat beberapa macam pemeriksaan yang dapat dilakukan terhadap cairan
sendi yaitu.
A. Tes Makroskopik
 Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan biasanya volume normal
tidak melebihi 2 ml. Volume yang melebihi 2 ml menandakan adanya kelainan,
makin besar volume itu, maka makin luas juga kelainan yang ada.
 Warna dan kejernihan
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai warna kekuning-kuningan
yang sangat muda. Jika terjadi warna merah karena adanya darah biasanya
disebabkan oleh trauma pungsi. Pada kejernihan cairan sendi, dalam keadaan
normal cairan sendi jernih. Proses patologis seperti radang dapat mengubah ciri-
ciri itu menjadi agak keruh sampai keruh sekali. Selain oleh peradangan
kekeruhan mungkin juga disebabkan proses-proses lain, yakni oleh adanya
beberapa macam kristal atau oleh sel-sel synovia yang terlepas. Nilai rujukan
untuk warna dan kejernihan cairan sendi yaitu tidak berwarna dan jernih.
Interpretasi hasil dari warna dan kejernihan:
a. Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis rematoid ringan.
b. Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena bertambahnya
lekosit.
c. Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik, pirai dengan
efusi akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
d. Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
e. Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis vilonodularis
hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma pada waktu aspirasi maka
warna merahnya akan berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika
bukan oleh trauma maka warna merah akan menetap.
f. Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama.
 Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi fibrinogen. Proses
peradangan dapat menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan sendi.
Semakin besar bekuan, maka semakin berat proses inflamasi.
Interpretasi :
Jika terdapat bekuan maka terjadi proses peradangan.
 Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa keadaan patologis
dapat mengurangi viskositas sehingga cairan itu seolah-olah menjadi encer. Untuk
menguji viskositas yaitu dengan menghisap cairan sendi kedalam semprit 2 ml,
kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari semprit (tanpa jarum) dan
perhatikan panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai saat cairan itu
jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm. Makin pendek
benang itu, maka makin abnormal, terkadang terdapat viskositas yang sangat
rendah sehingga menetes hanya seperti air. Jika panjangnya tanpa putus 4-6 cm
disebut viskositas tinggi.
B. Tes Mikroskopis
 Menghitung jumlah sel
Dalam keadaan normal jumlah sel dalam cairan sendi kurang dari 200 per µl.
Pertambahan cairan sendi oleh causa bukan radang dapat meningkatkan jumlah
itu sampai 2.000 per µl, sedangkan adanya radang mendorong angka itu sampai
lebih dari 2.000 per µl.
 Jumlah leukosit
Hasil hitung leukosit total maupun hitung jenis leukosit pada sendi dapat
membedakan inflammatory arthritis, non inflammatory arthritis dan
infectious arthrtis.
Interpretasi :
 Jumlah leukosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik (penyakit
degeneratif).
 Jumlah leukosit 2.000-100.000/mm3 menandakan inflamatorik akut.
 Artritis gout akut : jumlah leukosit 750-45.000/mm3, rata-rata
13.500/mm3.
 Faktor rematoid : jumlah leukosit 300-98.000/mm3, rata-rata
17.800/mm3
 Artritis rematoid : jumlah leukosit 300-75.000/mm3, rata-rata
15.500/mm3.
 Septik (infeksi) : jumlah leukosit 20.000-200.000/mm3
 Artritis TB : jumlah leukosit 2.500-105.000/mm3, rata-rata
23.500/mm3.
 Atritis gonore : jumlah leukosit 1.500-108.000/mm3, rata-rata
14.000/mm3.
 Atritis septik : jumlah leukosit 15.600-213.000/mm3, rata-rata
65.400/mm3.
 Hemoragik : jumlah leukosit 200-10.000/mm3
 Menghitung jenis sel
Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lain dengan cara membuat
sediaan apus yang dipulas Giemsa atau Wright. Dalam keadaan normal leukosit
berinti segment kurang dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.
Semakin tinggi angka tersebut, maka semakin akut keadaan patologis.
 Hitung jenis leukosit
Hitung jenis leukosit pada sendi dapat membedakan inflammatory
arthritis, non inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Interpretasi :
Jumlah netrofil < normal atau non inflamatorik25%
Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamatorik :
 Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 – 94%, rata-rata 83%.
 Faktor rematoid : jumlah netrofil 8 – 89%, rata-rata 46%.
 Artritis rematoid : jumlah netrofil 5 – 96%, rata-rata 65%.
 Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil 29 – 96%, rata-rata 67%.
 Artritis gonore : jumlah netrofil 2 - 96% , rata-rata 64%.
 Artritis septik : jumlah netrofil 75 – 100%, rata-rata 95%.
 Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik : <50
 Kristal-kristal
Interpretasi :
 Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis gout.
 Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang ditemukan pada kondro-
kalsinosis (pseudogout).
 Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific periarthritis dan
tendenitis.
 Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.
C. Tes Kimia
Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam cairan sendi. Mucin adalah satu
komplex yang tersusun dari asam hialuronat dan protein, mucin itu membeku
oleh pengarah asam acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang mucin “berkualitas baik” :
terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan jernih. Mucin “berkualitas lumayan”
menyusun bekuan yang kurang kuat, bekuan itu tidak mempunyai batas-batas
tegas dalam cairan jernih. Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada proses-proses
radang teristimewa pada radang oleh infeksi, bekuan yang terjadi itu berkeping-
keping dalam cairan keruh.
D. Tes Mikrobiologi
Tes ini dilakukan bila ada dugaan kelainan sendi disebabkan infeksi, misalnya
artritis gonoroika atau artritis tuberkulosa. Tabung penampung cairan sendi yang
berisi heparin dipusing, sendiment yang diperoleh dipakai untuk biakan - biakan
dengan menggunakan sedia yang ssuai dengan tujuan pemeriksaan seperti
Neiseria, Mycobacterium, kuman - kuman aerob dan anaerob.

V. Alat dan Bahan

Alat :

- Centrifuge

- Objek glass

- Cover glass

- Pipet tetes

- Mikroskop

- Tabung centrifuge
Bahan :

- Sampel cairan sendi

- pH stick

- Aquadest

- Giemsa

Cara Kerja

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Cairan sendi diperiksa secara mikroskopis meliputi:

a. Warna

b. pH

c. bekuan

d. viskositas

3. sampel cairan sendi sebanyak 3 ml dimasukan kedalam tabung sentrifuge.

4. disentrifuge dengan kecepatan 1600 rpm selama 5 menit.

5. supernatan dibuang dan diambil bagian pellet (endapan).

6. diteteskan pada objek glass lalu ditutup dengan cover glass.

7. diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 10x untuk mencari
lapang pandang, kemudian diganti kepembesaran objektif 40x.

8. Dibaca hasil.

Pewarnaan:

1. Diteteskan pewarna giemsa pada pallet sebanyak 1 tetes.

2. Diteteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass.

3. Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 40x.

4. Interpretasikan hasilnya.
VI. Hasil Pengamatan

1. Makroskopis

No. Hasil pengamatan Keterangan


1. Volume 9 ml
2. Warna Kuning keruh
3. Bekuan Tidak ada
4. Viskositas Kental (normal)
5. Darah Tidak ditemukan darah dalam cairan
sinovial

2. Mikroskopis

Pada hasil pengamatan mikroskopis ditemukan adanya kristal


monosodium urate ekstrasel.

Kristal
monosodium urate
VII. Pembahasan

A. Definisi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak
dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas
tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih
tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan
dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan
sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong
oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis
dan simpisis
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh
kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium
menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku,
dan mengandung leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas
cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial
mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
(1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
(2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
(3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
(4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi
tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan
gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan
kembali ke belakang.
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel
kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang
terbenam di dalam bahan dasar amorf.

Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi
sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi
membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian
luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-
kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan. Rawan sendi yang
melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi
baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.

B. Patofisiologi

Inflamasii mula – mula mengenai sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, teutama pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulas
membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago. Panus masuk ketulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
artilago artikuler. Kartilag menjadi nekrosis.
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan
bisa menimbulkan subluksasi atau disiokasi dari persendian.
Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim dalam sendi. Enzim – enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial,
dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan
mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.

C. Pemeriksaan Cairan Sendi

Pemeriksaan ini dikenal dengan nama formal yaitu: analisis cairan sinovial, tetapi
mempunyai nama lain berupa analisis cairan sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan
untuk membantu mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada
sendi. Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk ke dalam cairan itu berada
(area diantara tulang pada sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi pelumas dalam sendi.
Cairan sinovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan sehingga tidak dapat aus
selama penggunaan (gesekan dalam pergerakan sendi).
Analisis cairan sendi terdiri dari serangkaian uji yang dilakukan untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi akibat dari penyakit tertentu. Ada beberapa karakteristik cairan
sinovial yang patut dikaji antara lain:
1. Karakteristik fisik
Evaluasi dari penampilan secara umum dari cairan sinovial, meliputi kekentalan
(viskositas). Karakteristik fisik yang normal berupa: cairan bening, berwarna
jernih hingga kekuningan, dan kental (viskositas tinggi akibat kandungan asam
hialuronat, ketika mengambilnya dengan jarum membentuk ‘string’ beberapa
inchi layaknya cairan kental pada umumnya). Perubahan yang terkait pada aspek
fisik ini yaitu: cairan keputihan (berawan) disebabkan oleh hadirnya
mikroorganisme dan sel darah putih) dan berwarna kemerahan akibat hadirnya sel
darah merah. Antara cairan sinovial berawan dan kemerahan dapat terjadi dalam
satu spesimen.
2. Karakteristik kimia
Mendeteksi perubahan zat kimia tertentu pada cairan sinovial, meliputi: glukosa
(level glukosa di dalam cairan ini lebih rendah daripada level glukosa darah dan
dapat menurun lebih signifikan lagi pada inflamasi dan infeksi sendi, protein
(kandungan protein meningkat akibat peradangan infeksi), asam urat yang
meningkat (pada Gout).
3. Karakteristik mikroskopik
Menghitung sel-sel yang terdapat pada cairan sinovial (terutama untuk
menghitung leukosit) meliputi: hitung leukosit (batas normal yaitu <200 sel /
mm3, leukosit yang berlebihan menandakan adanya inflamasi seperti pada Gout
dan rheumatoid artritis, neutrofilia menandakan infeksi bakteri, dan eosinifilia
menandakan penyakit Lyme), dan melewati cairan sinovial ke sinar polarisasi
untuk melihat adanya kristal asam urat (kristal jarum) pada penyakit Gout.
4. Karakteristik infeksius
Menemukan agen infeksius (bakteri atau jamur) dalam cairan sinovial meliputi:
pewarnaan gram (untuk melihat tipe agen infeksius), pembiakan, uji kerentanan
terhadap antibiotik (sebagai panduan dalam memilih antibiotik), dan uji BTA jika
dikhatirkan adanya mikrobakterium.

Analisis cairan sendi dilakukan jika menemukan sesuatu yang mencurigakan di


daerah persendian, berupa:
(1) nyeri di daerah persendian
(2) eritema meliputi daerah persendian dan sekitarnya
(3) inflamasi di daerah persendian
(4) akumulasi cairan sinovial.

Prosedur dalam pengambilan cairan sinovial dikenal dengan arthrocentesis.


Setelah dianastesi lokal, dokter akan melakukan penyuntikan hinga masuk ke tempat
cairan sinovial berada (area diantara tulang). Selain untuk mengambil spesimen cairan
sinovial, prosedur ini dilakukan juga dalam:

1. Pengambilan cairan sinovial berlebihan untuk mengurangi tekanan yang


berlebihan.
2. Injeksi kortikosteroid ke dalam cairan sinovial yang mengalami inflamasi.

D. Macam – macam pemerisaan


a. Tes Makroskopik
 Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan biasanya volume
normal tidak melebihi 2 ml. Volume yang melebihi 2 ml menandakan adanya
kelainan, makin besar volume itu, maka makin luas juga kelainan yang ada.
Dalam praktikum yang telah dilakukan diperoleh volume cairan sendi
sebanyak 9ml.
 Warna dan kejernihan :
Warna
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai warna kekuning-
kuningan yang sangat muda.Jika terjadi warna merah karena adanya darah
biasanya disebabkan oleh trauma pungsi. Dalam praktikum yang telah
dilakukan diperoleh warna cairan sendi berwarna kuning.
Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi jernih. Proses patologis seperti
radang dapat mengubah ciri-ciri itu menjadi agak keruh sampai keruh sekali.
Selain oleh peradangan kekeruhan mungkin juga disebabkan proses-proses
lain, yakni oleh adanya beberapa macam Kristal atau oleh sel-sel synovia yang
terlepas. Dalam praktikum yang telah dilakukan, cairan sendi keruh yang
berarti terjadi peradangan dan terdapat beberapa Kristal.

Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
 Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis rematoid ringan.
 Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena bertambahnya
lekosit.
 Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik, pirai dengan efusi
akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
 Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
 Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis vilonodularis hemoragik.
Bila darah terjadi karena trauma pada waktu aspirasi maka warna merahnya
akan berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan oleh trauma
maka warna merah akan menetap.
 Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama (Gandasoebrata,2006).
 Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi fibrinogen.
Proses peradangan dapat menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam
cairan sendi. Kalau ada bekuan laporkanlah besarnya bekuan itu, semakin besar
bekuan itu, maka semakin berat proses inflamasi. Dalam praktikum yang telah
dilakukan tidak ditemukan adanya bekuan.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan (Gandasoebrata,2006).
 Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa keadaan
patologis dapat mengurangi viskositas sehingga cairan itu seolah-olah menjadi
encer.Untuk menguji viskositas isaplah cairan sendi kedalam semprit 2 ml,
kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari semprit (tanpa jarum) dan
perhatikan panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai saat cairan
itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm. Makin
pendek benang itu, maka makin abnormal, kadang-kadang viskositas itu rendah
sekali sehingga menetesnya seperti air saja. Dalam praktikum yang telah
dilakukan nilai viskositasnya yaitu kental.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari telunjuk,
direntangkan antara jari telunjuk dan ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik  Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik) hemoragik Viskositas
bervariasi (Gandasoebrata,2006).

b. Mikroskopis
Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lain dengan cara membuat
sediaan apus yang dipulas Giemsa atau Wright. Dalam keadaan normal leukosit
berinti segment kurang dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.
Semakin tinggi angka itu, maka semakin akut keadaan patologis. Dalam praktikum
ini hanya dilakukan pengamatan terhadap Kristal-kristal yang terdapat dalam cairan
sendi tersebut.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang telah disentrifus diatas
objek glass dan ditutup dengan cover glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan 40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi.
Pasca analitik
Interpretasi :
 Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis gout.
 Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang ditemukan pada kondro-
kalsinosis (pseudogout).
 Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific periarthritis dan tendenitis.
 Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.
Dalam praktikum yang dilakukan ditemukan Kristal monosodium urat.
Kristal ini biasanya ditemukan pada penyakit Gout artritis. Gout artritis yaitu
gangguan persendian akibat kegagalan metabolisme asam urat. Asam urat yang
tinggi dalam darah diangkut dan ditimbun dalam sendi yang kecil, biasanya pada jari-
jari tangan. Akibatnya ujung-ujung ruas jari tangan membesar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel:


1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan hemostasis.
2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk selalu steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa kelaboratoium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi maka pasien
dipuasakan 6-8 jam terebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.
6. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk menampung
cairan sendi harus steril.

VIII. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pemeriksaan
makroskopis, kimia dan mikroskopis cairan sendi diperoleh hasi yaitu ditemukannya
kristal monosodium urate pada pemeriksaan mikroskopis. Jadi, sesuai dengan sampel
cairan sendi yang diperiksa, pasien kemungkinan mengalami atritis gout.
DAFTAR PUSTAKA

DGD. DHARMA SANTHI DAP. RASMIKA DEWI AAN. SANTA AP. 2016. Penuntun
praktikum kimia klinik urinalisis dan cairan tubuh. Fakultas Kedokteran Udayana

Gandasoebrata R. 2016. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Diterbitkan oleh Dian


Rakyat - Jakarta. Dikutip tanggal 15 November 2019

Zier, B., Erb, G., Berman A, Synder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.

zier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.

Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.

Sloane et all. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.

Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner&
Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.

Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai