Anda di halaman 1dari 14

DIAGNOSIS KLINIS DAN LAB

1. Arthritis sepsis

GAMBARAN KLINIS
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal
pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang
lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Demam
dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-
40% kasus sampai lebih dari 39 0C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri
berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif. 1,2
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi,
mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia,
infeksi saluran kemih, adanya tindakan- tindakan invasiv, pemakai obat suntik, dll),
mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai sendi atau adanya trauma

sendi.3,4,5
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada dewasa maupun
anak-anak berkisar 45%- 56%, diikuti oleh sendi panggul 16-38%. Artritis septik
poliartikular, yang khasnya melibatkan dua atau tiga sendi terjadi pada 10%-20%
kasus dan sering dihubungkan dengan artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare
pada artritis reumatoid maka perlu dipikirkan kemungkinan artritis septik.1,2
Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda- tanda eritema, pembengkakan
(90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan tanda penting untuk
mendiaganosis infeksi. Efusi biasanya sangat jelas/ban- yak, dan berhubungan dengan
keterbatasan ruang lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini
menjadi kurang jelas bila infeksi mengenai sendi tulang belakang, panggul, dan sendi
bahu. 1,2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi


Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental,
peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi
sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam diagnosis khususnya pada
kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah memberikan hasil yang positif pada
50-70% kasus. 6,7

Pemeriksaan cairan sendi


Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis
septik, bila sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat
pemandu radiologi. Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi

lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada
penderita dengan malignansi, mendapatkan terapi kortikosteroid, dan pemakai obat
suntik sering dengan leukosit kurang dari 30.000 sel/mm3 . Leukosit cairan sendi yang

lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada inflamasi akibat penumpukan kristal atau
inflamasi lainnya seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
cairan sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk mencari
adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak menyingkirkan
adanya artritis septic yang terjadi bersamaan.1,8
Pengecatan gram cairan sinovial harus dilakukan, dan menunjukkan hasil
positif pada 75% kasus artritis positif kultur stafilokokus dan 50% pada artritis positif
kultur basil gram negatif. Pengecatan gram ini dapat menuntun dalam terapi
antibiotika awal sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi
dilakukan terhadap kuman aerobik, anaerobik, dan bila ada indikasi untuk jamur dan
mikobakterium. Kul- tur cairan sinovial positif pada 90% pada artritis septik
nongonokokal 4,9

Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)


Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi
adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifisitas
hampir 100%. Beberapa keuntungan menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya

infeksi antara lain : 10,11


1. mendeteksi bakteri dengan cepat,
2. dapat mendeteksi bakteri yang mengalami pertumbuhan lambat,
3. mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
4. mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi,
5. mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab.
Tapi PCR juga mengalami kelemahan yaitu hasil positif palsu bila bahan
maupun reagen yang mengalami kontaminasi selama proses pemeriksaan. 1,10

Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan
gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa
pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran
bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi. Osteoporosis periartikular terjadi pada
minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi
difus dan erosi karena destruksi kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak
mendapatkan terapi adekuat, gambaran radiologi nampak destruksi sendi,
osteomyelitis, ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang
subkondral diikuti dengan sclerosis reaktif. 10
Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun
ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitif untuk
mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL), termasuk sendi-sendi yang dalam
seperti pada sendi panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul
sendi merupakan gambaran karakteristik artritis septic. 12
Pemeriksaan lain yang digunakan pada artritis septik dimana sendi sulit
dievaluasi secara klinik atau untuk menentukan luasnya tulang dan jaringan
mengalami infeksi yaitu mengunakan CT, MRI , atau radio nuklead. 13

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis artritis septik bila ditemukan adanya sendi yang mengalami
nyeri, pembengkakan, hangat disertai demam yang terjadi secara akut disertai dengan

pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah lekosit >50.000 sel/mm 3 dan dipastikan
dengan ditemukannya kuman pathogen dalam cairan sendi.1
2. Arthritis Reumatoid
Pengkajian
Pada anamnesis sering didapatkan adanya keluhan nyeri, pembengkakan, dan
kekakuan sendi yang mengalami rematik. Keluhan tersebut bisa diikuti keluhan lain
seperti malaise, demam, mudah lelah, penurunan berat badan, dan mialgia. Pasien
mungkin mengeluh adanya kesulitan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (misalnya
berdiri, berjalan, dan kebersihan pribadi dengan menggunakan tangan mereka).

Kebanyakan pasien dengan AR memiliki onset cepat. Hal itu dapat dimulai
dengan fitur sistemis, seperti demam, malaise, artralgia, dan kelemahan sebelum
munculnya peradangan sendi terbuka dan pembengkakan. Sebagian kecil pasien
dengan AR (sekitar 10%) memiliki onset mendadak dengan perkembangan akut
sinovitis dan manifestasi ekstra-artikular. Remisi spontan jarang terjadi, terutama
setelah 3–6 bulan pertama.

Tabel dibawah merupakan kriteria yang disepakati menurut ARA sebagai pedoman
dalam melakukan anamnesis pada pasien dengan artritis rematik.

Tabel Kriteria artritis rematoid menurut American Reumatism Association(ARA).


Pemeriksaan Fisik
Secara umum, sendi tangan dan kaki akan terpengaruh dalam distribusi yang
relatif simetris. Sendi menunjukkan peradangan dengan pembengkakan, kelembutan,
kehangatan, dan penurunan rentang gerak. Atrofi otot-otot interoseus tangan
merupakan temuan awal yang khas.

Gambar Klinis artritis rematik dengan tanda peradangan dengan manifestasi


pembengkakan pada sendi tangan.

Manifestasi gangguan muskuloskeletal lainnya antara lain: tenosinovitis dan


gangguan tendon terkait (paling sering melibatkan digital tendon ekstensor kelima dan
keempat di pergelangan tangan), periartikular osteoporosis karena peradangan lokal,
osteoporosis umum karena peradangan kronis sistemis, imobilisasi terkait perubahan
atau terapi kortikosteroid, dan carpal tunnel syndrome.
Pada pemeriksaaan fisik mungkin ditemukan tenosinositis pada daerah
ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya sendi
lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan, nyeri serta tanda-tanda efusi
sendi. Kurang lebih 25% dari klien akan mengalami masa remisi, tetapi serangan akan
timbul kembali seperti semula.
Pada stadium lanjut terjadi kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat
permanen. Selanjutnya timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendon atau ligamen
yang menyebabkan deformitas rematoid yang khas, berupa deviasi ulnar jari-jari
pergelangan tangan (Gambar 6.16), serta valgus lutut dan kaki.
Gambar Klinis kelainan pada klien artritis rematoid yaitu adanya subkutaneus nodul
yang banyak pada jari tangan disertai deviasi ke arah ulna.

Pengaruh pada sistem lainnya dari AR dapat dilihat pada tabel dibawah

Tabel Pengaruh artritis rematoid terhadap sistem lainnya.

American College of Rheumatology telah mengembangkan kriteria untuk membantu


dalam menentukan perkembangan, remisi, dan status fungsional pasien dengan AR.

Tabel Perkembangan artritis rematoid (klinik dan radiologis).


Gambar 6.20 Radiologis artritis rematik. Kanan: osteoporosis periartikular. Kiri:
terlihat destruksi pada tulang rawan sendi dan adanya erosi tulang subkondral.

Gambar 6.21 Radiologis artritis rematik dengan penyempitan ruang antarsendi serta
deviasi jari-jari ke arah ulnar.

Status fungsional pasien dengan RA dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu sebagai
berikut.
1. Tipe I: mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara komplet.
2. Tipe II: mampu melakukan aktivitas perawatan diri dan kegiatan pekerjaan
tapi
terbatas pada kegiatan hobi.
3. Tipe III: mampu melakukan aktivitas perawatan diri sendiri tapi terbatas pada
kegiatan pekerjaan dan hobi.
4. TipeIV:kemampuanterbatasuntukmelakukanaktivitasperawatandiri,pekerjaan,
dan hobi.

Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Tidak ada tes patognomonik tersedia untuk mengonfirmasikan diagnosis AR,
melainkan diagnosis dibuat menggunakan klinis, laboratorium, dan fitur imaging.
1. Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit. Selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan
kemajuan radiografi.
2. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan sinovia.
a. Profil sel darah lengkap: anemia, trombositosis, trombositopenia,
leukositosis, dan leukopenia.
b. Analisis cairan sinovia: inflamasi cairan sinovia, dan dominasi
neutrofil (60– 80%).
c. WBC count (>2000/μL) hadir dengan jumlah WBC umumnya dari
5.000- 50.000/uL.
d. Parameter imunologi : faktor rematoid hadir pada sekitar 60-80%
pasien dengan AR.

Imaging
1. Radiografi: perhatikan bahwa erosi mungkin ada pada kaki, bahkan tanpa
adanya rasa sakit dan tidak adanya erosi di tangan.
2. MRI:modalitasinidigunakanterutamapadapasiendengankelainantulangbelakang
leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI telah cukup divalidasi.
3. Ultrasonografi:halinimemungkinkanpengakuanefusipadasendiyangtidakmudah
diakses (misalnya: sendi pinggul dan sendi bahu pada pasien obesitas) dan
kista (kista Baker).
4. Bonescanning:temuandapatmembantumembedakaninflamasidariperubahanyan
g bisa menyebabkan peradangan pada pasien dengan minimal pembengkakan.
5. Densitometri: temuan yang berguna untuk membantu mendiagnosis perubahan
dalam kepadatan mineral tulang mengindikasikan osteoporosis.

Pengujian Lain
HLA-DR4 (shared epitop) dapat merupakan penanda yang dapat membantu
membedakan artritis di awal.

Prosedur
Bersama aspirasi, artroskopi diagnostik (histologi) dan biopsi (misalnya, kulit, saraf,
lemak, rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika vaskulitis atau amiloidosis
ditemukan.
Temuan Histologis
Infiltrasi limfoplasmasistik dari sinovium dengan neovaskularisasi dilihat di AR mirip
dengan yang terlihat pada kondisi lain dan ditandai dengan sinovitis. Rematoid nodul
awal ditandai dengan vaskulitis kecil dan kemudian oleh peradangan granulomatosa.

3. Osteomyelitis

Manifestasi klinis
Anak-anak mungkin menunjukkan tanda-tanda infeksi akut seperti demam,
mudah tersinggung, lesu, dan tanda-tanda peradangan lokal. Pada anak-anak dengan
osteomielitis yang ditularkan melalui darah, jaringan lunak yang mengelilingi tulang
yang terinfeksi biasanya tidak terjadi karena respons efektif terhadap infeksi. 14,15
Biasanya, pasien mungkin mengalami nyeri, bengkak, eritema, dan drainase di area
yang terkena. 16 Osteomielitis hematogen primer atau rekuren dewasa biasanya
menunjukkan laporan samar nyeri nonspesifik dan demam ringan, dan kadang-
kadang manifestasi klinis akut pada anak-anak. 17
Pada osteomielitis infeksius, pasien mungkin menunjukkan tanda bakteremia,
seperti demam, menggigil, dan keringat malam, terutama pada fase akut. Nyeri
tulang dan sendi lokal serta tanda-tanda peradangan di sekitar area yang terinfeksi
juga dapat muncul pada fase akut, tetapi tidak pada fase kronis. Fase kronis dapat
berkembang dari osteomielitis yang ditularkan melalui darah atau menular. Pada
osteomielitis kronis, sering terjadi kehilangan tulang lokal, pembentukan
sequestrum, dan sklerosis tulang. Abses lokal dan / atau infeksi jaringan lunak akut
dapat menunjukkan tanda obstruksi sinus. 16

Pemeriksaan Laboratorium
Mencerminkan peradangan kronis dan biasanya meningkatkan laju
sedimentasi sel darah merah. Namun, jumlah sel darah putih biasanya berada dalam
kisaran normal. Pada kasus osteomielitis akut, jumlah sel darah putih dapat
meningkat. Setelah pengobatan yang memadai, laju sedimentasi eritrosit biasanya
akan kembali normal. Oleh karena itu, secara umum dianggap sebagai pertanda baik
bahwa laju sedimentasi sel darah merah terus meningkat selama pengobatan. 18-22
Namun, laju sedimentasi eritrosit tidak sensitif terhadap diagnosis osteomielitis
akut, karena pada beberapa orang, terutama yang memiliki kekebalan yang lemah,
laju sedimentasi eritrosit dapat berubah karena beberapa alasan. 23,24 Indikator
peradangan lain yang meningkat pada osteomielitis akut dan kronis adalah protein
C-reaktif (CRP). Ini juga mengurangi Lebih cepat dari presipitasi sel darah merah
Rasio pengobatan antibiotik selama tiga hari. 22 Jumlah sel darah putih pasien, laju
sedimentasi eritrosit, dan kadar CRP harus dipantau selama masuk dan selama
pengobatan, dan tindak lanjut kira-kira sekali seminggu, terutama pada osteomielitis
akut. Tidak ada informasi dari literatur tentang frekuensi pengujian parameter
inflamasi tersebut pada osteomielitis kronis. Uji laboratorium lain juga harus
dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas obat selama pengobatan, seperti uji fungsi
ginjal (uji kadar kreatinin serum dan fungsi hati), albumin serum dan kapasitas
pengikatan zat besi total, untuk mengamati status gizi dan komorbiditas, kadar gula
darah pasien seperti diabetes. 22

Mikrobiologi
Kultur spesimen dari lesi tulang serta darah atau cairan sendi dilakukan untuk
mengetahui etiologi osteomielitis dan menentukan diagnosisnya. Pada osteomielitis
stadium 1 (hematogen) berdasarkan Cierny-Mader, bila ada bukti radiografik dari
osteomielitis, dan hasil positif dalam kultur darah atau cairan sendi, kebutuhan untuk
biopsi tulang dapat dihilangkan. Pada jenis osteomielitis lainnya, pengobatan
antibiotik harus didasarkan pada kultur tulang yang diambil pada saat debridemen
atau biopsi tulang dalam.25,26 Biakan disarankan untuk dilakukan sebelum antibiotik
dimulai. Antibiotik yang dipilih secara empiris biasanya diberikan sebagai terapi lini
pertama. Namun, sebelum pengambilan sampel untuk kultur, antibiotik empiris harus
dihentikan setidaknya selama tiga hari untuk menghindari bias. Tidak dapat
diandalkan untuk mengambil sampel dari saluran sinus, meskipun S. aureus yang
tumbuh di saluran sinus dan di tulang memiliki korelasi positif.27,28

Temuan Pemeriksaan Radiologi


Hanya jika setidaknya 50% hingga 75% dari matriks tulang dihancurkan,
perubahan kata dalam radiografi akan muncul. 29 Relevansi klinis yang cermat
diperlukan untuk mencapai relevansi klinis. Tomografi aksial terkomputerisasi dapat
mendeteksi peningkatan kepadatan sumsum tulang pada tahap awal infeksi. Pada
pasien osteomielitis yang ditularkan melalui darah, gas intrameduler telah
dilaporkan.30,31 Untuk membuktikan terjadinya infeksi jaringan lunak, computed
tomography juga dapat mengidentifikasi area nekrosis tulang. Fenomena hamburan
merupakan kekurangan dari penelitian ini, hamburan terjadi ketika logam di dekat
area tulang yang terinfeksi mempengaruhi proses pemindaian dan resolusi gambar
sangat berkurang.
Metode bermanfaat yang telah dikenal untuk mendiagnosis keberadaan dan
tingkat infeksi muskuloskeletal disebut magnetic resonance imaging. 31-33 Ini berguna
untuk membedakan antara infeksi tulang dan infeksi jaringan lunak. Namun, implan
logam di dekat area target dapat menghasilkan artefak pemfokusan dan mengurangi
kualitas gambar. 34 Jika diagnosisnya adalah osteomielitis, pemindaian radionuklida
dapat dilakukan. Namun, biasanya tidak perlu melakukan tes. 23,24
Tidak ada pendapat yang membimbing untuk radiografi dalam diagnosis
klinis osteomielitis. Namun demikian, fotografi fotografi disarankan karena
biasanya efektif, ekonomis, dan sederhana. Jika diagnosis tidak pasti, sebanyak
mungkin pencitraan resonansi magnetik dianjurkan. Untuk membantu
merencanakan pembedahan, computed tomography dapat digunakan. 23

DAFTAR PUSTAKA

1. Shirtliff ME, Mader JT. Acute septic arthritis. Clinical microbiology reviews
2002:15;527-44.
2. Hultgren O, Kopf M, Tarkowski A. Staphylococ- cus aureus-induced septic arthritis
and septic : death is decreased in IL-4-deficient mice: role of IL-4 as promoter for
bacterial growth. Journal of Immunology 1998;160:5082-7.

3. Gupta MN, Sturrock RD, Field M. A prospective 2-year study of 75 patients with
adult-onset sep- tic arthritis. J Rheumatology 2001;40:24-30.
4. Kaandorp CJE, Dinant HJ, van de Laar MAFJ, Moens HJB, Prins APA, Dijkmans
BAC. Inci- dence and source of native and prosthetic joint infection: a community
based prospective survey. Ann Rheum Dis 1997;56:470-5.
5. Morgan DS, Fisher D, Merianos A,Currie BJ. An 18 year clinical review of septic
arthritis from tropical Australia. Epidemiol Infect 1996;117 (3):423-8.
6. Klein RS. Joint infection, with consideration of under- lying disease and sources of
bacteremia in hematog- enous infection. Clin Geriatr Med 1988;4(2):375-94.
7. Ryan MJ, Kavanagh R, Wall PG, Hazleman BL. Bacterial joint infections in England
and Wales: analysis of bacterial isolates over a four year pe- riod. Br. J. Rheumatol
1997;36:370-3.
8. McCutchan HJ, Fisher RC AU. Synovial leuko- cytosis in infectious arthritis. Clin
Orthop Relat Res 1990;257:226-30.

9. Weitoft T, Mäkitalo S.Bacterial arthritis in a Swed- ish health district. Scand J Infect
Dis 1999;31(6):559-61.
10. Hughes LB. Infectious Arthritis. In: Koopman WJ, Moreland LW, Ed. Arthritis and

allied conditions- a text book of rheumatology. 15th ed. Philadelpia: Lippincott


William & Wilkins, 2005.p.2577-2601.
11. Yang S, Ramachandran P, Hardick A, Hsieh Y, Quianzon S, et al. Rapid PCR-based
diagnosis of septic arthritis by early gram-type classifica- tion and pathogen
identification. Journal of Clini- cal Microbiology 2008;46(4):1386-90.
12. Burreu NJ, Cheem RK, Cardinal E. Musculoskeletal infections: US manifestations.
Radiographics 1999;211(2):1585-92.
13. Erdman WA, Tamburro F, Jayson HT, Weatherall PT, Ferry KB, Peshock RM.
Osteomyelltis: Characteristics and pitfalls of diagnosis with MR im- aging. Radiology
1991;180:533-9.

14. Trobs R, Moritz R, Buhligen U, Bennek J, Handrick W, Hormann D, Meier T.


Changing pattern of osteomyelitis in infants and children. Pediatr Surg Int.
1999;15:363-72.
15. Rissing JP, Buxton TB, Fisher J, Harris R, Shockley RK. Arachidonic acid facil-
itates experimental chronic osteomyelitis in rats. Infect Immun. 1985;49:141-4.
16. Beronius M, Bergman B, Anderson R. Vertebral osteomyelitis in Goteborg, Sweden:
a retrospective study of patients during 1990-95. Scand J Infect Dis 2001; 33:527–532
17. Schulak DJ, Rayhack JM, Lippert FG 3rd, Convery FR. The erythrocyte sedimenta
tion rate in orthopaedic patients. Clin Orthop. 1982;167:197-202.
18. Carragee EJ, Kim D, van der Vlugt T, Vittum D. The clinical use of the erythrocyte
sedimentation rate in pyogenic vertebral osteomyelitis. Spine. 1997;22:2089-93.
19. Perry M. Erythrocyte sedimentation rate and C reactive protein in the assessment of
suspected bone infection—are they reliable indices? J R Coll Surg Edinb.
1996;41:116-8.
20. Roine I, Faingezicht I, Arguedas A, Herrera JF, Rodriguez F. Serial serum Creactive
protein to monitor recovery from acute hematogenous osteomyelitis in children.
Pediatr Infect Dis J. 1995; 14:40-4.
21. Unkila-Kallio L, Kallio MJ, Eskola J, Peltola H. Serum C-reactive protein,
erythrocyte sedimentation rate, and white blood cell count in acute hematogenous
osteomyelitis of children. Pediatrics. 1994;93:59-62.
22. Cierny G 3rd, Mader JT. Adult chronic osteomyelitis. Orthopedics. 1984;7:1557- 64.
23. Lazzarini L, Mader JT, Calhoun JH. Osteomyelitis in long bones. J Bone Joint Surg
Am. 2004;86:2305-18.
24. Calhoun JH, Manring MM, Shirtliff M. Osteomyelitis of the long bones. Semin Plast
Surg. 2009;23:59-72.
25. Ericsson HM, Sherris JC. Antibiotic sensitivity testing. Report of an international
collaborative study. Acta Pathol Microbiol Scand [B] Microbiol Immunol.
1971;217(Suppl 217):1-90.
26. Mackowiak PA, Jones SR, Smith JW. Diagnostic value of sinus-tract cultures in
chronic osteomyelitis. JAMA. 1978; 239:2772-5.
27. Perry CR, Pearson RL, Miller GA. Accuracy of cultures of material from swabbing of
the superficial aspect of the wound and needle biopsy in the preoperative assessment
of osteomyelitis. J Bone Joint Surg Am. 1991;73:745-9.
28. Butt WP. The radiology of infection. Clin Orthop. 1973;96:20-30.
29. Kuhn JP, Berger PE. Computed tomo- graphic diagnosis of osteomyelitis. Radiology.
1979;130:503-6.
30. Ma LD, Frassica FJ, Bluemke DA, Fishman EK. CT and MRI evaluation of
musculoskeletal infection. Crit Rev Diagn Imaging. 1997;38:535-68.
31. Erdman WA, Tamburro F, Jayson HT, Weatherall PT, Ferry KB, Peshock RM.
Osteomyelitis: characteristics and pitfalls of diagnosis with MR imaging. Radiology.
1991;180:533-9.
32. Tehranzadeh J, Wang F, Mesgarzadeh M. Magnetic resonance imaging of osteo-
myelitis. Crit Rev Diagn Imaging. 1992; 33:495-534.
33. Modic MT, Pflanze W, Feiglin DH, Belhobek G. Magnetic resonance imaging of
musculoskeletal infections. Radiol Clin North Am. 1986;24:247-58.
34. Norden CW, Dickens DR. Experimental osteomyelitis. 3. Treatment with cephalo-
ridine. J Infect Dis. 1973;127:525-8.

Anda mungkin juga menyukai