Anda di halaman 1dari 38

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA

SEKOLAH

Disusun Oleh :

Shinta Salsabila P1337420618051


Maulina Ayu Meidiastuti P1337420618065
Heny Tri Suryani P1337420618010
Ari Nur Wicaksono P1337420618044
Tajudin Hudaiby Nizar P1337420618057

SARJANA TERAPAN NERS KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah
menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mula
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua
mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri
pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. Selama usia
sekolah, pertumbuhan dan perkembangan anak relative stabil dibandingkan
masa bayi atau remaja yang sedang mengalami pertumbuhan cepat.
Kecepatan pertumbuhan anak wanita dan laki-laki hampir sama pada
usia 9 tahun. Selanjutnya, antara usia 10-12 tahun, pertumbuhan anak wanita
mengalami percepatan lebih dulu karena tubuhnya memerlukan persiapan
menjelang usia reproduksi. Sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua
tahun kemudian. Pertumbuhan fisik anak usia Sekolah Dasar (SD) cenderung
stabil, tetapi perkembangan kognitif, emosional dan social berkembang sangat
pesat. Anak usia 6-12 tahun mulai berhubungan tidak hanya dengan keluarga,
tetapi juga dengan teman, guru, pelatih, pengasuh dan lain sebagainya. Orang
di luar keluarga tersebut turut memengaruhi.
BAB II

ISI

A. Konsep Anak Usia Sekolah


Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu
golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya
anak yang berusia 7-12 tahun. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak
pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak.
Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya
sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang
lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar
pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
memperoleh keterampilan tertentu.
B. Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bias
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 2002). Pertumbuhan adalah proses normal
dari pembesaran ukuran organisme yang disebabkan oleh accretion
(pertumbuhan) jaringan tubuh (Anderson, 2007).
2. Pertumbuuhan Fisik Anak Usia Sekolah
Usia Laki-laki Perempuan
Berat Badan Tinggi Badan Berat Tinggi Badan
Badan
6 Tahun 21 kg 116 cm 20 kg 115 cm
7 Tahun 23 kg 122 cm 23 kg 122 cm
8 Tahun 26 kg 128 cm 26 kg 128 cm
9 Tahun 29 kg 134 cm 29 kg 133 cm
10 32 kg 139 cm 33 kg 138 cm
Tahun
11 36 kg 144 cm 37 kg 144 cm
Tahun
12 41 kg 149 cm 42 kg 152 cm
Tahun

Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6 cm atau 2,5 inchi per
tahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini,
menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi
sudah sempurna pada usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
Anak laki-laki usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg,
kurang lebih 1 kg lebih berat dari pada anak perumpuan. Rata-rata kenaikan
berat badan anak usia sekolah 6-12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per
tahun. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan berat badan disebabkan
oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik
laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang
lebih 115 cm. setelah usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm (
Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Habitus tubuh (endomorfi,
mesomorfi atau ektomorfi) cenderung secara relatif tetap stabil selama masa
anak pertengahan.

(pengukuran berat badan) (pengukuran tinggi badan)


Pertumbuhan wajah bagian tengah dan bawah terjadi secara bertahap.
Kehilangan gigi desidua (bayi) merupakan tanda maturasi yang lebih
dramatis, mulai sekitar usia 6 tahun setelah tumbuhnya gigi-gigi molar
pertama. Penggantian dengan gigi dewasa terjadi pada kecepatan sekitar
4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul tonsil adenoid yang
mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Behrman, Kliegman,
& Arvin, 2000; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, &
Schwartz, 2009; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
3. Kekuatan otot
Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-
menerus. Kemampuan menampilkan pola gerakan-gerakan yang rumit seperti
menari, melempar bola, atau bermain alat musik. Kemampuan perintah
motorik yang lebih tinggi adalah hasil dari kedewasaan maupun latihan;
derajat penyelesaian mencerminkan keanekaragaman yang luas dalam bakat,
minat dan progresif sampai pada pubertas (Behrman, Kliegman, & Arvin,
2000)
4. Peralihan Pertumbuhan Gigi Susu dan Permanen pada Masa Sekolah Usia 6-
12 tahun
Gigi susu mememiliki peran yang sangat penting saat pertumbuhan gigi
permanen anak, yaitu sebagai penahan ruang agar gigi permanen bisa
mendapatkan tempat untuk tumbuh. Jika gigi susu copot sebelum waktunya,
maka ruang atau celah antara gigi akan menyempit karena gigi cenderung
bergerak keruang yang kosong. Akibatnya gigi permanen akan tumbuh secara
tidak normal. Susunan gigi tetap juga akan menjadi tumpeng tindih dan
terlihat berantakan.
Gigi susu anak mulai tanggal untuk pertama kali biasanya pada umur 6
atau 7 tahun. Setelah itu gigi susu yang tanggal akan diganti dengan gigi
permanen atau gigi tetap. Waktu tumbuh gigi tetap yang pertama bisa
berbeda-beda pada tiap anak. Umumnya gigi permanen pertama anak muncul
di usia 6-7 tahun.
Berikut urutan pertumbuhan gigi permanen pada anak:
1. Gigi molar atau gigi geraham rahang bawah ( tumbuh usia 6-7 tahun)
2. Gigi geraham rahang atas ( tumbuh usia 6-7 tahun)
3. Gigi seri depan rahang bawah ( tumbuh usia 6-7 tahun)
4. Gigi seri rahang atas ( tumbuh usia 7-8 tahun)
5. Gigi taring rahang bawah (tumbuh usia 9-10 tahun)
6. Gigi geraham kecil ke-1 atau premolar 1 (tumbuh usia 10-11 tahun)
7. Gigi geraham kecil ke-3 atau premolar 2 rahang atas dan rahang bawah (
tumbuh usia 10-12 tahun)
8. Gigi taring (tumbuh usia 11-12 tahun)
Gigi geraham ke-2 ( tumbuh usia 12-13 tahun)
C. Perkembangan Anak Usia Sekolah
Dalam tahap perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak
mengembangkan kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai
moral dan budaya dari keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian
peran dalam kelompoknya. Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul
dalam tahap ini seperti perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar
untuk menghargai lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2005).
 Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar,
sebagaian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat
badan dan perkembangan anak secara fisik. Contoh kemampuan motorik
kasar adalah menendang, duduk, berdiri, berjalan berlari, dan naik turun naik
tangga. meliputi :
– Usia 7-10 tahun  aktifitas motorik kasar berada dibawah kendali ketr.
kognitif & kesadaran secara bertahap
– Antusias dalam kegiatan fisik
– Pada usia 10-12 tahun terjadi peningkatan energy, peningakatan arah, dan
kendali dalam kemampuan fisik.
 Perkembangan Motorik Halus
Kemampuan motorik halus adalah keterampilan fisik yang melibatkan otot
kecil dengan koordinasi antara mata dengan tangan. Kemampuan motorik ini
membantu anak menjadi lebih mandiri untuk melakukan berbagai hal, seperti
menggunting, tepuk tangan, membuka kancing, atau menarik resleting.
– Terjadi peningkatan ketrampilan motorik halus
– Menunjukkan perbaikan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan.
– usia 8 tahun Dapat menulis daripada mengucapkan kata-kata
– usia 12 tahun  Menunjukan peningkatan kemampuan motorik halus seperti
usia dewasa
– Menujukkan peningkatan kemampuan untuk mengungkapkan secara individu
dan ketrampilan khusus seperti menjahit membuat model dan bermain alat
musik.
Terdapat tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori tumbuh
kembang, yaitu:
1. Psychosocial Development: Developing a Sense of Industry (Erikson)
Freud described middle childhood as the latency period, a time of
tranquility between the oedipal phase of early childhood and the eroticism of
adolescence. During this time, children experience relationships with same-
sex peers following the indifference of earlier years and preceding the
heterosexual fascination that occurs for most boys and girls in puberty.
A sense of industry, or a sense of accomplishment, occurs somewhere
between 6 years old and adolescence. School-age children are eager to
develop skills and participate in meaningful and socially useful work.
Interests expand in the middle years, and with a growing sense of
independence, children want to engage in tasks that can be carried through to
completion. Failure to develop a sense of accomplishment may result in a
sense of inferiority.
A sense of accomplishment also involves the ability to cooperate, to
compete with others, and to cope effectively with people. Middle childhood is
the time when children learn the value of doing things with others and the
benefits derived from division of labor in the accomplishment of goals. Peer
approval is a strong motivating power.
The danger inherent in this period of development is the occurrence of
situations that might result in a sense of inadequacy or inferiority. This may
happen if the previous stages have not been successfully mastered or if a child
is incapable of or unprepared to assume responsibilities associated with
developing sense of accomplishment. Children with physical and mental
limitations may be at a disadvantage in the acquisition of certain skills. When
the reward structure is based on evidence of mastery, children who are
incapable of developing these skills risk feeling inadequate and inferior.
Even children without chronic disabilities may experience feelings of
inadequacy in some areas. No child is able to do everything well, and children
must learn that they will not be able to master every skill that they attempt.
All children, even children who usually have positive attitudes toward work
and their own abilities, will feel some degree of inferiority when they
encounter specific skills that they cannot master.
Children need and want real achievement. Children achieve a sense of
industry when they have access to tasks that need to be done and they are able
to complete the tasks well despite individual differences in their innate
capacities and emotional development.

2. Cognitive Development (Piaget)


When children enter the school years, they begin to acquire the ability to
relate a series of events to mental representations that can be expressed both
verbally and symbolically. This is the stage Piaget describes as concrete
operations, when children are able to use thought processes to experience
events and actions. The rigid, egocentric view of the preschool years is
replaced by thought processes that allow children to see things from another's
point of view. Their steady reduction in egocentricity helps form the basis for
logical thought and the development and maturation of morality.
During this stage, children develop an understanding of relationships
between things and ideas. They progress from making judgments based on
what they see (perceptual thinking) to making judgments based on what they
reason (conceptual thinking). They are increasingly able to master symbols
and to use their memories of past experiences to evaluate and interpret the
present.
One of the major cognitive tasks of school-age children is mastering the
concept of conservation. There is a developmental sequence in children's
capacity to understand conservation. Children usually grasp the conservation
of numbers (ages 5 to 6) before conservation of substance. For example, they
first recognize that 7 remains 7 whether it is represented by 3 + 4, 2 + 5, 7
buttons, or 7 stars. Conservation of liquids, mass, and length usually is
accomplished at about ages 6 to 7. At this time, they recognize that changing
the shape of a substance, such as a lump of clay, does not alter its total mass.
They learn conservation of weight sometime later (ages 9 to 10) and
conservation of volume or displacement last (ages 9 to 12).
School-age children also develop classification skills. They can group
and sort objects according to the attributes that they share, place things in a
sensible and logical order, and hold a concept in mind while making decisions
based on that concept. In middle childhood, children derive a great deal of
enjoyment from classifying and ordering their environment. They become
occupied with collections of objects, such as stickers, shells, dolls, cars, cards,
and stuffed animals. They may even begin to order friends and relationships
(e.g., best friend, second best friend).
They develop the ability to understand relational terms and concepts,
such as bigger and smaller, darker and paler, heavier and lighter, to the right
of and to the left of, and more than and less than. They view family
relationships in terms of reciprocal roles (e.g., to be a brother, one must have a
sibling).
School-age children learn the alphabet and the world of symbols called
words, which can be arranged in terms of structure and their relationship to
the alphabet. They learn to tell time, to see the relationship of events in time
(history) and places in space (geography), and to combine time and space
relationships (geology and astronomy).
The ability to read is acquired during the school years and becomes the
most significant and valuable tool for independent inquiry. Children's capacity
to explore, imagine, and expand their knowledge is enhanced by reading.

3. Moral Development (Kohlberg)


As children move from egocentrism to more logical patterns of thought,
they also move through stages in the development of conscience and moral
standards. Young children do not believe that standards of behavior come
from within themselves but that rules are established and set down by others.
During the preschool years, children perceive rules as definite and require no
reason or explanation. They learn standards for acceptable behavior, act
according to these standards, and feel guilty when they violate them.
Although children 6 or 7 years old know the rules and behaviors expected of
them, they do not understand the reasons behind them. Rewards and
punishments guide their judgment; a “bad act” is one that breaks a rule or
causes harm. Young children believe that what other people tell them to do is
right and that what they themselves think is wrong. Consequently, children 6
or 7 years old may interpret accidents or misfortunes as punishment for “bad”
acts.
Older school-age children are able to judge an act by the intentions that
prompted it rather than just its consequences. Rules and judgments become
less absolute and authoritarian and begin to be founded on the needs and
desires of others. For older children, a rule violation is likely to be viewed in
relation to the total context in which it appears. The situation, as well as the
morality of the rule itself, influences reactions. Although younger children
judge an act only according to whether it is right or wrong, older children take
into account different points of view. They are able to understand and accept
the concept of treating others as they would like to be treated.
4. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6-12 tahun) masuk
dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada
aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah
ditekan (Kozier, Erb, Berman, & S nyder, 2011)
Fase Laten
Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya
melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten anak perempuan
lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan
laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi,
mengarah pada system reproduksi. Orang tua harus bijaksana dalam merespon
pertanyaan-pertanyaan anak yaitu, menjawab dengan jujur dan hangat.
Jawaban orang tua harus sesuai dengan maturasi anak. Anak mungkin
bertindak coba-coba dengan teman sepermainan karena seringkali begitu
penasaran dengan seks. Orang tua sebaiknya waspada apabila anak tidak
pertanya mengenai seks. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan
pendekatan dengan anak, termasuk mempelajari apa yang sebenarnya sedang
dipikirkan anak berkaitan dengan seks.

D. Bermain
Pada saat anak-anak memasuki masa sekolah, permainan anak menggunakan
dimensi baru yang merefleksikan tingkat perkembangan anak yang baru.
Bermain tidak hanya meningkatkan keterampilan fisik, kemampuan intelektual,
dan fantasi anak tetapi juga mengembangkan rasa memiliki terhadap tim atau
klubnya pada saat mereka membentuk kelompok atau klik. Rasa memiliki
kelompok merupakan bagian yang sangat penting. klub, perkumpulan rahasia,
dan organisasi seperti pramuka adalah bagian budaya pada masa kanak-kanak.
Kebutuhan untuk konformitas pada masa kanak-kanak pertengahan yang
dimanifestasikan dengan sangat kuat dalam aktivitas dan permainan sangat
penting untuk kehidupan anak-anak usia sekolah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, mereka bermain permainan, baik permainan yang dilakukan oleh mereka
sendiri maupun bermain dengan ditemani oleh seorang teman atau orang dewasa,
dan peraturan-peraturan kurang atau lebih dikembangkan dalam permainan. Pada
masa ini anak mulai melihat kebutuhan terhadap peraturan, dan permainan yang
dimainkan memiliki peraturan tertentu dan tidak bervariasi yang mungkin
tampak aneh dan sangat kaku (terutama peraturan yang dibuat oleh kelompok).
Konformitas dan ritual terserap ke dalam permainan anak-anak usia sekolah.
Tidak hanya tampak dalam permainan, tetapi juga terbukti pada banyak perilaku
dan bahasa anak. Masa kanak-kanak penuh dengan nyanyian dan ejekan. Anak-
anak memperoleh kesenangan dan kekuasaan dari aktivitas tersebut, yang telah
diturunkan dengan beberapa perubahan pada setiap generasi. Permainan tim.
Bentuk permainan yang lebih kompleksyang berkembang dari kebutuhan untuk
berinteraksi dengan teman sebayaadalah permainan tim dan olah raga yang
merupakan bagian awal masa sekolah. Peraturan seperti dalam permainan
mungkin memerlukan kehadiran seorang pengawas, wasit, atau individu yang
berwenang sehingga peraturan dapat diikuti secara lebih akurat.
Permainan tim mengajarkan anak untuk memodifikasi atau mengubah tujuan
pribadi menjadi tujuan kelompok dan bahwa konsep pembagian kerja merupakan
strategi yang efektif untuk mencapai tujuan. Permainan tim juga dapat berperan
terhadap pertumbuhan hubungan sosial, intelektual, dan keterampilan anak.
Permainan tim membantu menstimulasi pertumbuhan kognitif karena anak terpanggl
untuk mempelajari banyaknya peraturan yang komplek membuat penilaian tentang
peraturan tersebut, merencanakan strategi, dan mengkaji kekuatan dan kelemahan
para anggota tim dan anggota tim lawan mereka. Permainan dan aktivitas yang
tenang. Walaupun permainan anak-anak usia sekolah sangat aktif mereka juga
menikmati banyak aktivitas yang tenang dan dilakukan seorang diri.
Tahun-tahun pertengahan adalah waktu untuk mengoleksi, yang merupakan
bentuk lain ritual. Koleksi anak usia sekolah yang lebih kecil adalah bermacam-
macam benda aneh yang tidak saling berhubungam ditumpuk secara tidak teratur dan
berantakan. Koleksi anak pada tahun-tahun akhir masa sekolah menjadi lebih rapi dan
selektif, dan teratur dengan rapi dalam buku tempel, pada rak, atau dalam kotak.
Anak- anak usia sekolah tidak pernah bosan membaca cerita, mereka senang
dibacakan cerita dengan suara keras. Menjahit, memasak, memahat, berkebun, dan
aktivitas kreatif lainnya seperti melukis adalah aktivitas lain yang dinikmati anak.
Banyak keterampilan kreatif, seperti musik dan seni, juga keterampilan olah raga
seperti berenang, mengendarai kuda, menari, dan skating, dipelajari dan terus
dinikmati sampai masa remaja dan masa dewasa.
Menguasai ego. Permainan juga memberikan anak cara untuk memperoleh
gambaran kekuasaan mereka pada dirinya, lingkungannya, dan orang lain. Melalui
permainan mereka dapat merasa sebesar, sekuat, dan seterampil yang mereka
bayangkan, dan mereka seolah-olah memperoleh kekuasaan dan kekuatan
siapapundan apa pun yang mereka inginkan. Mereka perlu merasa terkendali dalam
permainan mereka, Anak usia sekolah masih membutuhkan kesempatan untuk
menggunakan otot-otot besar dalam permainan yang menggembirakan di lapangan
kebebasan untuk menggunakan autonomi dan inisiatif yang baru mereka dapatkan.
Mereka memerlukan ruang untuk melatih otot-otot besar dan melepas ketegangan,
frustasi dan permusuhan. Keterampilan fisik yang dipraktikkan dan dikuasai dalam
permainan membantu mereka mengem- bangkan perasaan kompetensi pribadi, yang
menambah fasa pencapaian dan membantu menyediakan posisi status dalam
kelompok teman sebaya.

E. Fisik dan motorik, mental, adaptif


1. Anak Usia 6 Tahun
a. Fisik dan motoric
 Pertambahan berat badan dan pertumbuhan berlanjut dengan lambat
 Berat badan : 16 – 23,6 kg dan Tinggi badan : 106,6 – 123,5 cm
 Permunculan gigi incisor mandibular tengah
 Kehilangan gigi pertama
 Peningkatan terhadap dalam ketangkasan
 Usia aktivitas ; aktivitas kontan
 Sering kembali menggigit jari
 Lebih menyadari tangan sebagai alat
 Suka menggambar, mewarnai dan menulis walau kadang menulis dengan
terbalik
 Penglihatan mencapai maturitas
b. Mental
 Kemampuan konsentrasi mulai membaik, yaitu 7-10 menit untuk belajar
 Mengembangkan konsep angka
 Mengitung 13 uang logam
 Mengetahui pagi atau siang
 Mendefinisikan objek umum seperti garpu dan kursi dalam istilah
penggunaanya
 Mematuhi tiga macam perintah sekaligus
 Mengetahui tangan kanan dan kiri
 Mengatakan bagaimana yang cantik dan mana yang jelek dari segi gambar
wajah
 Diusia ini anak meyakini bahwa mereka mempunyai imajinasi dan fantasi
kuat sehingga terkadang muncul pertanyaan seperti kapan ibu akan
meninggal? Apa yang terjadi jika dunia akan kiamat?
 Menggambarkan objek dalam gambar daripada menyebutkannya satu per
satu
 Masuk kelas 1
c. Adaptif
 Dimeja, menggunakan pisau untuk mengoleskan mentega atau selai diatas
roti
 Pada saat bermain, memotong, melipat, memotong mainan kertas,
menjahit dengan kasar bila diberi jarum
 Mandi tanpa pengawasan
 Membaca dari ingatan
 Menikmati permainan mengeja
 Menyukai permainan dimeja
 Banyak tertawa terkikik kikik
 Kadang kadang mencuri uang atau barang barang yang menarik
 Mengalami kesulitan mengakui kesalahannya yang buruk
 Mencoba kemampuan diri
d. Personal Social
 Dapat berbagi dan bekerja sama dengan baik
 Akan curang untuk menang
 Sering masuk dalam permainan kasar
 Sering cemburu terhadap adik
 Melakukan apa yang orang dewasa lakukan
 Kadang mengalami tempertantrum (Tantrum adalah keadaan ketika anak
meluapkan emosinya dengan cara menangis kencang, berguling-guling di
lantai, hingga melempar barang)
 Bermulut besar
 Lebih mandiri, kemungkinan pengaruh sekolah
 Mempunyai cara sendiri untuk melakukan sesuatu
 Meningkatkan sosialisasi

2. Anak Usia 7 Tahun


a. Fisik dan Motorik
 Mulai bertumbuh sedikitnya 5 cm setahun
 BB : 17,7 – 30 kg dan TB : 111,8 – 129,7 cm
 Gigi insisi maksilar dan insisi mandibular lateral muncul
 Mata makin membesar
 Warna rambut semakin intens
 Lebih waspada pada pendekatan penampilan baru
 Rahang mulai lebar untuk mengakomodasi gigi permanen
b. Mental
 Memperhatikan bahwa bagian tertentu hilang dari gambar
 Dapat meniru gambar permata
 Ulangi tiga angka ke belakang
 Mengulang konsep waktu : membaca jam dengan benar sampai
seperempat jam terdekat, menggunakan jam untuk tujuan praktis
 Masuk kelas 2
 Lebih mekanis dalam membaca, sering tidak berhenti pada akhir
kalimat, meloncati kata seperti ia, sebuah.
c. Adaptive
 Menggunakan pisau meja untuk memotong daging; memerlukan
bantuan dengan belajar atau bagia sulit
 Menyikat dan menyisir rambut dengan pantas tanpa bantuan
 Mungkin mencuri
 Energy anak naik turun, kadang sangat bersemangat, anak usia 7 tahun
sudah mampu membuat perencanaan, meski masih sulit membuat
perkiraan seperti “ sesudah mandi aku akan membuat jus lalu aku akan
mengerjakan PR sesudah ini”
 Menyukai membantu dan membuat pilihan
 Penolakan berkurang dan keras kepala
d. Personal Sosial
 Mengambil bagian dalam kelompok bermain
 Kritis terhadap orang lain dan diri sendiri
 Anak laki laki lebih suka bermain dengan anak laki laki, dan anak
perempuan lebih suka bermain dengan anak perempuan

3. Anak Usia 8-9 Tahun


a. Fisik dan Motorik
 Melanjutkan pertumbuhan 5 cm dalam 1 tahun
 BB : 19,6 – 39,6 kg dan TB : 117 – 141,8 cm
 Gigi insisi lateran (maksilar) dan kaninus mandibular muncul
 Aliran gerak : sering, lemah lembut dan tenang
 Selalu terburu buru: melompat, lari, meloncat
 Peningkatan kehalusan dan kecepatan dalam control motoric halus :
menggunakan tulisan sambung
 Berpakaian lengkap sendiri
 Suka melakukan sesuatu secara berlebihan: sukar diam setelah
istirahat
 Lebih lentur: tulang tumbuh lebih cepat daripada ligament
 Daya tahan tubuh membaik, anak jarang sakit diusia ini
b. Mental
 Memberi kemiripan dan perbedaan antara dua hal dari memori
 Mengihitung mundur dari 20 sampai 1 : memahami konsep kebalikan
 Mengulang dari dalam seminggu dan bulan berurutan: mengetahui
tanggal
 Menggambarkan objek umum dengan mendetail, tidak semata mata
penggunaanya.
 Membuat perubahan lebih dari seperempatnya
 Masuk kelas tiga dan kelas empat
 Lebih banyak membaca: berencana untuk mudah terbangun hanya
untuk membaca
 Membaca buku klasik, tetapi juga menyukai komik
 Lebih menyadari waktu: dapat dipercaya untuk pergi kesekolah tepat
waktu
 Dapat menangkap konsep bagian dan keseluruhan (fraksi)
 Memahami konsep ruang, penyebab dan efek, menggabungkan
(puzzle), konservasi (masa dan volume permannen)
 Mengklarifikasikan objek lebih dari satu kualitas; mempunyai koleksi
 Menghasilkan gambar atau lukisan sederhana.
c. Adaptif
 Menggunakan alat alat umum seperti palu, jarum, atau sekrup
 Menggunakan alat rumah tangga dan alat menjahit
 Membantu tugas rumah tangga rutin seperti mengelap. Menyapu
 Menjalankan tanggung jawab untuk berbagi tugas tugas rumah tangga
 Mencari semua kebutuhan sendiri dimeja
 Menyukai buku atau majalah bergambar
 Menyukai sekolah: ingin menjawab semua pertanyaan
 Takut tidak naik kelas; dipermalukan karena bodoh
 Lebih kritis tentang diri sendiri
 Mengambil pelajaran music dan olahraga
d. Personal Sosial
 Lebih senang berada dirumah
 Menyukai sistem penghargaan
 Lebih dapat bersosialisasi
 Lebih sopan
 Tertarik pada hubungan laki laki – perempuan tetapi tidak terikat
 Pergi ke rumah dan masyarakat dengan bebas, sendiri atau dengan
teman.
 Menyukai kompetisi dan permainan
 Menunjukan kesukaan dalam berteman dan berkelompok
 Bermain paling banyak dalam kelompok dengan jenis kelamin yang
sama tetapi mulai campur
 Mengembangkan kerendahan hati
 Membandingkan diri sendiri dengan orang lain
 Menikmati kelompok olahraga

4. Anak Usia 10-12 Tahun


a. Fisik dan motoric
 Anak laki laki
Tumbuh lambat dalam tinggi dan penambahan berat badan cepat,
dapat terjadi kegemukan dalam periode ini.
BB : 24,3-58 kg dan TB : 127,5 – 162,3 cm
Postur lebih serupa dengan orang dewasa; akan mengalami lordosis
 Anak perempuan
Perubahan daerah pubis mulai tampak; garis tubuh menghalus dan
menonjol
Sisa gigi akan muncul dan kecenderungan kearah perkembangan
penuh (kecuali gigi geraham)
b. Mental
 Menulis cerita singkat
 Masuk kelas lima sampai enam
 Menuliskan surat pendek kepada teman atau saudara dengan inisiatif
sendiri
 Menggunakan telepon untuk tujuan praktis
 Berespon terhadap majalah, radio atau iklan lainnya
 Membaca untuk mendapatkan informasi praktis atau kenikmatan
sendiri (buku cerita atau buku perpustakaan tentang petualangan atau
cerita binatang)
c. Adaptive
 Membuat artikel bermanfaan atau melakukan pekerjaan perbaikan
yang mudah
 Memasak atau menjahit dalam cara sederhana
 Memelihara binatang peliharaan
 Mencuci dan mengeringkan rambut sendiri
d. Personal Sosial
 Menyukai teman teman
 Memilih teman dengan lebih elektif, dapat mempunyai sahabat
 Menyukai percakapan
 Mengembangkan minat awal terhadap lawan jenis
 Menyukai keluarga: keluarga memiliki banyak makna
 Menyukai ibu dan ingin menyenangkannya dengan berbagai cara dan
menyukai ayah, ayah dicintai dan diidolakan
 Menunjukan kasih sayang
 Menghormati orang tua
 Mencintai teman; bicara tentang mereka secara terus menerus
F. Pedoman Orang Tua untuk Anak Usia Sekolah
1. Anak Usia 6 Tahun
a) Orang tua dapat mendukung dan memberikan strategi beljar seperti
mengenalkan strategi belajar yang beragam, melatih membaca dan
berhitung jangan menggunakan alat itu itu saja, gunakan seperti pasir
atau gunakan alat yang dibuat sendiri untuk media belajar
b) Sering mengajak anak berdiskusi tentang apa yang jadi imajinasi dan
kekhawatirannya. Kosakata anak diusia ini sudah mulai banyak,
sekitar 10.000-11.000 kosa kata
c) Kemampuan anak untuk berekspresi dan menimpali sudah bisa
dilatihkan, misal mengajak anak bercakap cakap tentang agama,
keyakinan atau memecahkan suatu masalah.
d) Anak usia 6 tahun suka meniru apa yang dilihat baik secara langsung
atau melalui media masa
e) Diusia ini orang tua adalah teldan yang luar biasa, anak bukan Cuma
mengamati tapi sudah mulai bisa memprotes apabila orang tua
mengatakan kata kata yang kasar.
f) Orang tua harus bisa menghadapi pilihan makanan yang disukai anak
dan penolakan terhadap makanan tertentu dan juga nafsu makan anak.
g) Orang tua secara emosional harus bisa menghadapi anak yang dalam
keadaan perubahan perasaan yang tidak tentu.
h) Ajarkan orang tua untuk menghargai kebutuhan anak akan privasi dan
memberikan ruang tidur terpisah untuk anak.
i) Orang tua harus bisa menghadapi peningkatan minat anak di luar
rumah
j) Orang tua harus memahami kebutuhan untuk mendorong interaksi
anak dengan sebaya.
2. Anak Usia 7-10 Tahun
a) Orang tua harus paham saat menghadapi perbaikan dalam kesehatan
anak mislanya menurunnya penyakit yang dialami anak, dan
beritahukan kepada orang tua bahwa alergi justru sebaliknya, dapat
meningkat atau menjadilebih parah
b) Orang tua harus paham untuk menghadapi perkiraan peningkatan
cedera minor
c) Tekankan keaspadaan dalam memilih dan pemeliharaan alat olahraga
dan tekankan kembali tentang keamanan
d) Orang tua harus siap menghadapi peningkatan keterlibatan dengan
sebaya dan minat dalam aktivitas diluar rumah
e) Tekankan kebutuhan untuk mendorong kemandirian sambil
mempertahankan pembatasan lingkungan dan disiplin
f) Orang tua harus siap untuk menghadapi prapubertas pada anak

3. Anak Usia 11-12 Tahun


a) Bantu orang tua menyiapkan anak untuk menghadapi perubahan
tubuh bila terjadi masa prabubertas
b) Orang tua harus siap memghadapi ledakan pertumbuhan pada anak
perempua
c) Anak harus tau akan pendidikan seks tertentu yang bersifat adekuat
dengan informasi yang akurat.
d) Orang tua harus bisa menghadapi perkiraan perilaku yang energik
tapi berbahaya pada usia 11 tahun dan perilaku yang menjadilebih
berwatak pada usia 12 tahun
e) Anjurkan orangtua untuk mendukung keinginan anak untuk “
tumbuh” tetapi memungkinkan perilaku regresif bila diperlukan
f) Instrusikan pada orang tua bahwa jumlah istirahat anak perlu
ditambahkan
g) Bantu orang tua mendidik anka berkaitan dengan percobaan
percobaan untuk melakukan aktivitas aktivitas yang berpotensi
bahaya.
G. Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)
Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit
atau masa selama di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
Perawatana anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya
dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontro juga terjadi akibat dirawat
dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol
tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia bisa melakukan kegiatan bermain atau
pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi
terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik
secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu
mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol
perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir atau menggigit
dan memegang sesuatu dengan erat.
1. Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak
adalah :
a. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang
baru bagidirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
b. Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian,
jauh darikeluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
c. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan
oleh perawatatau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir
akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
d. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak
merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat
dapat mengurangi stress akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan
perkembangan anak kearah yang normal.(Whaley & Wong’s, 1999).
2. Reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit
a. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat
dirumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang
informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya
terhadap masa depan anak. Orang tua bereaksi dengan tidak percaya
terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena
tidak mampu merawat anak sehingga anak menjadi sakit
b. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit
adalah marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali
mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit
dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan
perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.
3. Pencegahan dampak hospitalisasi
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahandari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini
akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-
hatidalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada
dalam segala hal. Serta pendidikan yterhadap kemampuan dan
ketrampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak
psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri seringf tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
Teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung
lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang
sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak
dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian
kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada
anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi lingkungan fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan
anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya (aziz, 2005)
4. Manfaat hospitalisasi anak:
a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua
untuk belajar
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit
anak
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
e. Memberi support kepada anggota keluarga.
5. Pengalaman hospitalisasi pada anak sekolah:
a. Terbatasnya melakukan aktivitas rutin sehari-hari
Keterbatasan beraktivitas yang dialami oleh anak meliputi
keterbatasanmelakukan aktivitas rutin dengan keluarga, teman, dan
aktivitas sekolah. Dirawat di rumah sakit membuat anak tidak dapat
melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan bersama anggota
keluarganya.
Selain itu hospitalisasi juga membuat anak kehilangan kesempatan
untuk melakukan aktivitas yang biasa anak lakukan sehari-hari, seperti
pergi ke sekolah dan belajar. Hal ini membuat anak mengalami
kekhawatiran terhadap prestasi belajarnya, terutama pada anak yang
berada di kelas enam.
Tetapi, beberapa anak tidak merasakan dampak dari hospitalisasi.
Mereka mengatakan masih dapat melakukan aktivitas sehari hari seperti
bermain, belajar, mewarnai, menulis dll, bahkan mereka mengatakan
memiliki teman di rumah sakit. Pengalaman berbeda yang dialami anak
ini disebabkan oleh ia sering mengalami hospitalisasi. Selain itu, anak
tersebut termasuk anak yang ceria dan senang berinteraksi dengan orang
lain.
b. Suasana ruang rawat tidak nyaman
Ketidaknyamanan yang anak rasakan meliputi kebisingan suara dari
pasien lain yang menangis atau suara orang mengobrol, ruang rawat
yang panas, ruang perawatan intensif yang sangat dingin, serta sarana
perawatan, seperti tempat tidur yang keras dan perlak pelapis yang
menimbulkan rasa gatal. Suasana ruang rawat yang tidak nyaman
membuat anak terbangun-saat tidur.
c. Tidak bebas menentukan keinginan
Anak mengalami keterbatasan melakukan aktivitas. Keterbatasan
ini disebabkan oleh pemasangan infus dan kurangnya jenis aktivitas dan
peralatan untuk bermain. Anak mengatakan bahwa pemasangan infus
membatasi pergerakannya. Anak juga mengatakan bosan karena dia
lebih banyak tidur dan tidak ada aktivitas lainnya.
Anak juga mengalami kehilangan kontrol untuk memenuhi
kebutuhannya, seperti tidur dan makan. Mereka mengatakan tidak bisa
tidur saat mengantuk karena adanya anak lain yang menangis, atau
dibangunkan karena harus mendapatkan suntikan antibiotik. Anak juga
tidak dapat mengontrol menu makan yang sesuai dengan selera
makannya. Porsi makan anak berkurang karena nasi terlalu lembek atau
jenis lauk yang tidak mereka sukai.
d. Mengalami nyeri selama peraatan
Rasa nyeri ini bisa disebabkan oleh proses perjalanan penyakit dan
tindakan perawatan seperti pemasangan infus atau pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium, sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan pada anak
e. Menemukan cara mengatasi masalah selama dirawat
Mengalami sakit dan menjalani prosedur pengobatan mengajarkan
anak memiliki kemampuan untuk mengatasi stresor yang dihadapinya.
Anak mengatakan bahwa ia tidur-tiduran atau bermain game dapat
mengurangi rasa mual saat makan. Anak mengakui strategi itu ia
dapatkan sendiri dan bukan dari orang tuanya.
6. Peran perawat dalam mengurangi stres akibat hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi
keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol
dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada
keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan
memberikan informasi :
a. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada
anak usia kurang dari 5 tahun.
1) Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa, sebaiknya
orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan
kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
2) Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang
sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal :
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan
pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai Health
Educator terhadap keluarga
3) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan
mendekorasi dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga
anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
4) Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-
teman sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.
b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
1) Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk
mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif.
Untuk bayi dan toddler, kontak orang tua – anak mempunyai arti
penting untuk mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau
prosedur yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk
membantu, mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada
beberapa kasus pasien yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan
menempatkan tempat tidur didekat pintu atau jendela, memberi
musik, dll.
2) Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat
dilihat dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian,
mandi, toileting dan interaksi social.
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang
telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual
kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur pengobatan,
latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat
dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
3) Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa
nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat
menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh
anak jika dia merasa takut, dll. Memanipulasi prosedur juga dapat
mengurangi ketakutan akibat perlukaan tubuh, misal : jika anak takut
diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan melalui
ketiak atau axilla.
4) Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan
keluarga, tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif
antara anak dan anggota keluarga :
a) Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk
belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua
tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka
mereka dapat memberi support dan juga akan memperluas pandangan
orang tua dalam merawat anak yang sakit.
b) Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota
keluarga belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.

c) Meningkatkan Self – Mastery


Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau
hospitalisasi akan memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak
pada usianya lebih mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi
atau realita.Anak yang usianya lebih besar, punya kesempatan untuk
membuat keputusan, tidak tergantung dan percaya diri perawat dan
memfasilitasi perasaan self-mastery dengan menekan kemampuan
personal anak.
d) Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya
maka akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka.
Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu
orang tua juga memperoleh kelompok social baru dengan orang tua
anak yang punya masalah yang sama.
c. Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang
kebutuhan anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an
spesifik dari perasaan dan responnya terhadap stress memberi
kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
1) Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah
memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan,
serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat,
serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit
dan dirawat.
2) Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress
pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit
(kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara
teratur, dll.

H. Teknik Komunikasi Kreatif dengan Anak

TEKNIK VERBAL

1. Pesan “Saya”

Nyatakan perasaan tentang perilaku dalam istilah “Saya.” Gambarkan efek perilaku
yang dimiliki seseorang. Hindari penggunaan “Anda” (kamu). Pesan “Anda” adalah
perlawanan yang menghakimi dan menghasut.

Contoh : “anda sangat tidak kooperatif dalam menjalankan pengobatan Anda.” “Saya
sangat memperhatikan jalannya pengobatan karena saya ingin melihat
Anda menjadi lebih baik.”

2. Teknik orang ketiga


Libatkan pengungkapan perasaan dalam istilah orang ketiga (“ia”, “mereka”). Teknik
ini kurang mengancam dibandingkan dengan menanyakan pada anak secara langsung
bagaimana perasaannya, karena hal ini memberi kesempatan pada mereka untuk
setuju atau tidak setuju tanpa merasa dibantah.

Contoh : “Terkadang bila seseorang mengalami sakit parah, ia merasa marah dan
sedih karena tidak bias melakukan yang orang lain lakukan”. Juga tunggu
dengan diam untuk mendapatkan respons. Berikan anak tiga pilihan: (1)
untuk setuju dan, dengan berharap, mengekspresikan apa yang mereka
rasakan; (2) untuk tidak setuju; atau (3) untuk tetap diam, dimana mungkin
mereka mengalami perasaan yang tidak dapat diekspresikannya pada saat
itu.

3. Saling Bercerita

Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubah persepsi anak atau rasa
takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita yang berbeda. Mulailah dengan
meminta anak menceritakan sebuah cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain
yang diceritakan perawat yang hamper sama dengan cerita anak tetapi dengan
perbedaan yang membantu anak dalam area masalah.

Contoh : cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak pernah melihat
orangtua mereka lagi. Cerita si perawat juga tentang anak (dengan
menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya serupa) di rumah sakit
yang orangtuanya berkunjung setiap hari (pada sore hari setelah bekerja),
sampai anak tersebut merasa lebih baik dan akhirnya pulang kerumah
bersama mereka.

4. Biblioterapi

Menggunakan buku-buku dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan pada
anak untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan mereka sendiri tetapi cukup
berbeda untuk memungkinkan mereka memberi jarak dari dirinya dan tetap berada
dalam kendali. Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah sebagai
berikut:

1. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk kesiapan memahami pesan
dari buku.
2. Kenali isi buku dan usia yang sesuai untuk buku itu.
3. Bacakan buku tersebut apabila anak tidak dapat membaca.
4. Gali makna buku out bersama anak dengan meminta anak untuk melakukan
hal-hal berikut :
 Menceritakan kembali cerita buku itu.
 Membaca bagian khusus dengan perawat atau orang tua.
 Melukiskan gambar yang berhubungan dengan cerita dan
mendiskusikan gambar tersebut.
 Membicarakan tentang karakter.
 Meringkas moral atau arti dari cerita.
TEKNIK NONVERBAL

1. Menulis

Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang lebih besar dan orang
dewasa. Saran khusus mencakup projek penulisan ini :

1. Menyimpan jurnal atau buku harian.


2. Menuliskan perasaan atau pikiran yang sulit untuk diekspresikan.
3. Menulis “surat” yang tidak pernah dikirimkan (suatu variasi membuat
“sahabat pena” untuk disurati).
4. Meenyimpan sejumlah kemajuan anak dari titik pandang fisik dan emosional.

2. Menggambar

Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling dapat diterima baik nonverbal (dari
melihat gambar) dan verbal (dari cerita anak tentang gambar). Gambar anak
menceritakan semua tentang mereka, karena gambar ini adalah projeksi diri mereka
dari dalam. Menggambar spontan mencakup memberi anak bahan seni yang
bervariasi dan memberikan kesempatan untuk menggambar. Menggambar dengan
arahan mencakup arahan yang lebih spresifik, seperti “menggambar orang” atau
pendekatan “tiga tema” (menyatakan tiga hal tentang anak dan meminta anak untuk
memilih salah satu dan melukis gambar).

3. Pedoman Mengevaluasi Gambar

Gunakan gambar spontan dan evaluasi lebih dari satu gambar bila mungkin.
Interpretasi gambar dalam pandangan informasi lain yang tersedia tentang anak dan
keluarga. Interpretasi gambar sebagai keseluruhan, bukan memfokuskan pada detil
khusus pada gambar. Pertimbangkan elemen individual dari gambar yang mungkin
bermakna :
1. Jenis kelamin figure yang digambar pertama, biasanya berhubungan dengan
persepsi anak tentang peran seksnya sendiri.
2. Ukuran figure individu, mengekspresikan kepentingan, kekuatan atau
kekuasaan.
3. Peran dimana figure digambarkan, mengekspresikan prioritas dalam hal
kepentingan.
4. Posisi anak dalam hubungannya dengan anggota keluarga, mengekspresikan
perasaan tentang status atau kelompok.
BAB III
PENUTUP

Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan


untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh
keterampilan tertentu. Dalam tahap perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih
banyak mengembangkan kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai
moral dan budaya dari keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran
dalam kelompoknya.
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori tumbuh
kembang, yaitu: Perkembangan Kognitif, Perkembangan Psikoseksual,
Perkembangan Psikososial.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat digunakan pada anak antara lain:
Teknik Verbal: Pesan “Pesan Saya”, Teknik orang ketiga, saling bercerita,
Biblioterapi ; Teknik non Verbal : Menulis, Menggambar, Pedoman mengevaluasi
gambar.
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Nelson. 1988. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: ECG.


Nining, Yuliasti. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta : Kemenkes

Anda mungkin juga menyukai