Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi...................................................................................................................... 3

2.1.1 Imunitas ........................................................................................................... 3

2.1.2 Defisiensi Imun ............................................................................................... 3

2.2 Gambaran Umum Defisiensi Imun .......................................................................... 4

2.3 Pembagian Defisiensi Imun...................................................................................... 5

2.3.1 Defisiensi Imun Non Spesifik ....................................................................... 6

2.3.2 Defisiensi Imun Spesifik ............................................................................... 8

2.3.3 Defisiensi Imun Didapat atau Sekunder......................................................... 9

2.3.4 AIDS............................................................................................................... 10

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Penyakit Defisiensi Imun....................................................................................................................13

3.2 Prognosis..................................................................................................................................................13

3.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis.....................................................................................................14

Imunologi – Defisiensi Imun Page 1 of 19


3.4 Gejala Klinis Defisiensi Imun...........................................................................................................15

3.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................................16

3.6 Pengobatan..............................................................................................................................................16

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan..............................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... iv

BAB I
Imunologi – Defisiensi Imun Page 2 of 19
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, semakin banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit sistem imun
merupakan suatu penyakit yang sedang ramai dibahas. Defisiensi sistem imun yang
paling melekat di masyarakat adalah HIV/AIDS, padahal masih banyak penyakit
sistem imun yang terdapat di sekitar kita. Defisiensi imun disebabkan oleh berbagai
factor seperti oleh virus, mutasi, antigen, genetik dan lain sebagainya.
Pada tahun 1953 untuk pertama kali Bruton menemukan hipogamaglobulinemia
pada anak usua 8 tahun yang memiliki riwayat sepsis dan arthritis lutut sejak usia 4
tahun yang disertai dengan seranan-serangan otitis media, sepsis pneumokok dan
pneumonia. Analisis elektroforesis serum tidak menunjukkan fraksi globulin gama.
Anak tersebut tidak menunjukkan respon imun terhadap imunisasi dengan tifoid dan
difteri. Defisiensi imun tersebut merupakan salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid
yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh
faktor genetik atau timbul sekunder karena faktor lain.
Sistem Imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan
adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul dan jatuh pada 3 kategori yaitu:
Defisiensi Imun, Autoimunitas dan Hipersensitivitas. Namun dalam makalah ini
penulis hanya memberikan informasi mengenai Defisiensi Imun saja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan Defisiensi Imun?
b. Bagaimana meknisme terjadi Defisiensi Imun?
c. Apa saja jenis dari Defisiensi Imun?
d. Bagaimana terapi kelainan Defisiensi Imun?
e. Bagaimana pencegahan kelainan Defisiensi Imun?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk memahami tentang Defisiensi Imun.
b. Untuk mengetahui mekanisme terjadi Defisiensi Imun.
c. Untuk mengetahui jenis dari Defisiensi Imun.
d. Untuk mengetahui terapi kelainan Defisiensi Imun..
e. Untuk mengetahui pencegahan kelainan Defisiensi Imun.

Imunologi – Defisiensi Imun Page 3 of 19


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Imunitas
Imunitas atau kekebalan merupakan sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi dan

Imunologi – Defisiensi Imun Page 4 of 19


membunuh patogen serta sel tumor. Sistem imun dapat mendeteksi berbagai macam
pengaruh biologis luar yang luas, sehingga organisme akan melindungi tubuh dari
infeksi, bakteri, virus hingga cacing parasit serta menghancurkan zat-zat asing lain
dan memusnahkannya dari sel organisme yang sehat agar jaringan tetap dapat
berfungsi seperti biasa.

2.1.2 Defisiensi Imun


Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun menurun atau
tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau lebih komponen sistem
imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang
baik pada anak-anak maupun dewasa karena respon imun dapat berkurang pada usia
50 tahun. Respon imun yang kurang baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol
dan narkoba. Namun kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang
menyebabkan defisiensi imun terjadi di negara berkembang. Diet yang kekurangan
cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen,
fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan produksi sitokin. Defisiensi nutrisi
seperti Zinc, Selenium, Zat besi, Tembaga, Vitamin A, C, E, B6 dan Asam folik
(Vitamin B9) juga mengurangi respon imun.
Defisiensi imun juga dapat didapat dari Chronic Granulomatus Disease
(penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit
berkurang), misalnya seperti AIDS dan beberapa tipe kanker.
Secara garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
Defisiensi Imun Kongenital Atau Defisiensi Imun Primer
Defisiensi imun Kongenital atau defisiensi imun primer disebabkan oleh kelainan
respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari sistem fagosit dan
komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi limfosit.
Defisiensi Imun Dapatan
Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain infeksi virus
yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obat sitotoksik dan
kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker seperti pengakit Hodgkin, Leukemia,
Myeloma, dan Limfositik kronik.
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan dari berbagai penyakit yang
karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, sehingga terjadi
peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi imun primer tidak berhubungan
Imunologi – Defisiensi Imun Page 5 of 19
dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan kebanyakan merupakan
akibat kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi
sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.

2.2 Gambaran Umum Defisiensi Imun


Gambaran umum defisiensi imun, dapat ditandai dengan ditemukannya tanda-
tanda klinik sebagai berikut :
a. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis infeksinya tergantung
dari komponen sistem imun yang defektif;
b. Penderita dengan defisiensi imun juga rentan terhadap jenis kanker
tertentu;
c. Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek pematangan limfosit atau aktivitas
atau dalam mekanisme efektor imunitas non-spesifik dan spesifik;
d. Yang merupakan paradoks adalah bahwa imunodefisiensi tertentu
berhubungan dengan peningkatan insidens autoimunitas. Mekanismenya
tidak jelas, diduga berhubungan dengan defisiensi sel Tr.

Gangguan fungsi sistem imun yang umum yang biasanya ditemukan dalam keadaan difesiensi
imun diantara adalah :

Gangguan Fungsi Sistem Penyakit Yang Menyertai


Imun
Defisiensi
Sel B Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media, pneumonia
rekuren
Sel T Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan
protozoa
Fagosit Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan biasa
mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri piogenik
Komplemen Infeksi bakteri, autoimunitas
Disfungsi
Sel B Gamopati monoclonal
Sel T Peningkatan sel Ts yang menimbulkan infeksi dan
penyakit limpoproliferatif
Fagosit Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Komplemen Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor
esterase C1

Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifik
defisiensi imun atau aktivitas yang berlebihan.

2.3 Pembagian Defisiensi Imun


Imunologi – Defisiensi Imun Page 6 of 19
Defisiensi imun adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, ketika sistem
kekebalan tidak berfungsi secara kuat, maka infeksi lebih sering terjadi, lebih sering
berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi
terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa),
serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya
terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan
kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa.
Imunodefisiensi atau defisiensi imun dapat dibagi 2 (dua), yaitu :
Defesiensi Imun Non Spesifik yang meliputi Defesiensi Komplemen,
Interferon Dan Lisozim, Sel NK dan Sistem Fagositosit.
Defesiensi Imun Spesifik yang meliputi Defisiensi kongenital atau primer,
Defisiensi imun spesifik fisologik, dan Defesiensi imun yang didapat atau
sekunder.

2.3.1 Defisiensi Imun Non Spesifik


2.3.1.1 Defisiensi Komplemen
Defisiensi komponen atau fungsi komplemen berhubungan dengan
peningkatan insidens infeksi dan penyakit autiomun seperti LES. Komponen
komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis,
pencegah penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibodi.
Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat seperti infeksi
bakteri yang rekuren dan peningkatan sensitivitas terhadap penyakit autoimun.
Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter.
Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen yang
kurang. Defisiensi C2 tidak begitu berbahaya. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh karena mekanisme jalur alternatif tidak terganggu. Defisiensi
C3 biasanya menimbulkan infeksi rekuren bakteri piogenik dan negatif-Gram
yang mungkin disebabkan oleh karena tidak adanya faktor kemotaktik,
opsonisasi dan aktivitas bakterisidal.
Pada defisiensi komplemen terdapat beberapa macam, diantaranya
adalah :
a. Defisiensi Komplemen Kongenital
Defisiensi komplemen biasanya menimbulkan infeksi yang berulang atau
penyakit kompleks imun seperti LES dan glomerulonefritis. Seperti :
Defisiensi inhibitor esterase C1; Defisiensi C2 dan C4; Defisiensi C3;
Defisiensi C5; Defisiensi C6, C7 dan C8.
b. Defisiensi Komplemen Fisiologik

Imunologi – Defisiensi Imun Page 7 of 19


Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada neonatus yang
disebabkan kadar C3, C5 dab faktor B yang masih rendah.
c. Defisiensi Komplemen didapat
Defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya
pada sirosis hati dan malnutrisi protein atau kalori. Pada anemia sel
sabitditemukan gangguan aktivitas komplemen yang meningkatkan risiko
infeksi Salmonela dan Pneumokok. Seperti : Defisiensi Clq,r,s; Defisiensi
C4; Defisiensi C2; Defisiensi C3; Defisiensi C5-C8; dan Defisiensi C9.
2.3.1.2 Defisiensi Interferon dan Lisozim
a. Defisiensi Interferon Kongenital
Defisiensi interferon congenital dapat menimbulkan infeksi mononukleosis
yang fatal.
b. Defisiensi Interferon Dan Lisozim Didapat
Defisiensi interferon dan lisozim didapat dapat ditemukan pada malnutrisi
protein atau kalori.
2.3.1.3 Defisiensi sel NK
a. Defisiensi Kongenital
Defisiensi kongenital telah ditemukan pada penderita dengan osteopetrosis
(defek osteoklas dan monosit). Kadar IgG, IgA dan kekerapan autoimun
biasanya meningkat.
b. Defisiensi Didapat
Defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.
2.3.1.4 Defisiensi Sistem Fagosit
Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Kerentanan
terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang
menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai di bawah
500/mm3.
a. Defisiensi Kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh penurunan
produksi neutropil yang diakibatkan karena pemberian depresan sumsum
tulang (kemoterapi pada kanker), leukemia, kondisi genetik yang
menimbulkan defek dalam perkembangan semua sel progenitordalam
sumsum tulang termasuk precursor myeloid dan peningkatan destruksi
neutropil dapat merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat
tertentu seperti kuinidin dan oksasilin.

b. Defisiensi Kualitatif
Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/ memakan dan membunuh mikroba intraseluler. Seperti : Chronic
Granulomatous Disease (CGD); Defisiensi Glucose – 6 – phosphate
Imunologi – Defisiensi Imun Page 8 of 19
dehydrogenase (G6PD); Defisiensi Mieloperoksidase (DMP); Sindrom
Chediak – Higashi (SCH); Sindrom Job; Sindrom Leukosit Malas (Lazy
Leucocyte); Defisiensi Adhesi Leukosit.
2.3.2 Defisiensi Imun Spesifik
Gangguan dalam system imun spesifik dapat terjadi kongenital, fisiologik
dan didapat.
2.3.2.1 Defisiensi Imun Kongenital atau Primer
Defisiensi imun spesifik kongenital atau primer sangat jarang terjadi.
a. Defisiensi Imun Primer Sel B
Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B serta ditandai
dengan infeksi sekuren oleh bakteri. Seperti : X – linked
hypogamaglobulinemia; Hipogamablobulinemia sementara; Common
variable Hypogamaglobulinemia; Defisiensi Imunoglobulin yang Selektif
(Disgamablobulinemia).
b. Defisiensi Imun Primer Sel T
Penderita defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus,
jamur dan protozoa. Seperti : Aplasi Timun Kongenital (Sindrom
DigGeorge); Kandidiasis Mukokutan Kronik.
c. Defisiensi Kombinasi Sel B dan Sel T yang Berat
Defisisensi kombinasi sel B dan sel T yang berat (Severe Combined
Immonodeficiency Disease); Sindrom Nezelop; Sindrom Wiskott-Aldrich;
Ataksia Telangiektasi.
2.3.2.2 Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik
a. Kehamilan
Defisiensi dapat terjadi pada wanita hamil karena terjadinya peningkatan
aktivitas sel Ts atau efek supresi faktor humoral yang dibentuk trofoblas
yang mungkin diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang
merupakan allografi dengan antigen paternal. Wanita hamil memproduksi
Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen.
b. Usia Tahun Pertama
Sistem imun pada anak usia 1-5 tahun pertama masih belum matang.
Meskipun jumlah sel T pada neonatus tinggi, namun kemampuan sel T
masih belum sempurna sehingga tidak memberikan respon adekuat
terhadap antigen.
c. Usia Lanjut
Golongan usis lanjut lebih sering mendapat infeksi dibanding usia muda
karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun. Pada usia lanjut,
imunitas humoral menurun sehingga terjadi perubahan dalam kualitas
respon antibody mengenai :
Imunologi – Defisiensi Imun Page 9 of 19
Spesifisitas antibody dari autoantigen asing;
Isotipe antibody dari IgG dan IgM;
Afinitas antibody dari tinggi menjadi rendah.
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kemampaun sel T untuk
menginduksi kematangan sel B.
2.3.3 Defisiensi Imun Didapat atau Sekunder
Faktor – faktor yang dapat menimbulkan defisiensi imun sekunder,
diantaranya adalah :
Faktor Komponen yang Terkena
Proses penuaan Infeksi meningkat, penurunanrespon terhadap vaksinasi,
penurunan respon terhadap sel T dan B serta perubahan
dalam kualitas respon imun.
Malnutrisi Malnutrisi protein – kalori dan kekurangan elemen gizi
tertentu (Besi, seng/ Zn); sebab tersering defisiensi imun
sekunder.
Mikroba Contohnya : Malaria, virus, campak, terutama HIV;
imunosupresif mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T dan
APC.
Obat imunosupresif Steroid
Obat sitotoksik/ Obat yang banyak digunakan terhadap tumor, juga
Iradiasi membunuh sel penting dari system imun termasuk sel
induk, progenitor neutrofil dan limfosit yang cepat
membelah dalam organ limfoid.
Tumor Efek direk dari tumor terhadap sistem imun melalui
penglepasan molekul imunoregulator imunosupresif
(TNF – β).
Trauma Infeksi meningkat, diduga berhubungan dengan
penglepasan molekul imunosupresif seperti
glukokortikoid.
Penyakit lain Diabetes sering berhubungan dengan infeksi.
seperti Diabetes
Lain-lain Depresi, penyakit Alzheimer, penyakit celiac,
sarkoidosis, penyakit limpoproliferatif,
makroglobulinemia Waldenstrom, anemia aplastik,
neoplasia.

2.3.4 AIDS
Beberapa jenis virus dapat mengganggu respon imun dengan menekan
fungsi sistem imun atau dengan meninfeksi sel sistem imun.
Imunologi – Defisiensi Imun Page 10 of 19
Contoh – contoh virus yang meninfeksi sel sistem imun, diantaranya
adalah :
Sel Virus Akibat
Sel B Virus Epstein - Barr Transformasi dan aktivasi sel B
poliklonal.
Campak Replikasi sel T yang diaktifkan
Sel T Virus – 1 sel leukemi Limfoma sel T atau leukemi
manusia
HIV AIDS
Makrofag Dengue
Lassa Virus demam berdarah
Marburg – Ebola
Perjalanan penyakit pada HIV, diantaranya melalui berbagai tahapan

sebagai berikut :
1) Transmisi virus;
2) Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 2 – 6 minggu;
3) Serokonversi;
4) Infeksi kronik asimptomatik (5 – 10 tahun);
5) Infeksi kronik simptomatik;
6) AIDS (CD4+ <200/mm3), infeksi oportunistik;
7) Infeksi HIV lanjut (CD4+ <50mm3).

Ciri – ciri klinis dari infeksi HIV dapat dilihat dari beberapa fase sebagai
berikut :

Fase Penyakit Ciri Klinis


Demam, sakit kepala, sakit tenggorok dengan
Penyakit HIV akut
faringitis, limfadenopati umum, ruam.
Periode klinis latel Jumlah sel CD4+ menurun.
Infeksi oportunistik;
Protozoa (T. kriptospodium);
Bakteri (M. avium,nokardia, salmonella)
Jamur (kandida, K. neoformans, H. kapsulatum,
pneumocystis)
AIDS Virus (CMV, Herpes simpleks, Verisela – zoster)
Tumor :
Limfoma (EBV – limfoma yang berhubungan
dengan sel B),
Sarkoma Kaposi,
Ensefalopati,
Wasting syndrome.

Imunologi – Defisiensi Imun Page 11 of 19


Kelainan khas dari imun yang dapat ditemukan pada infeksi HIV,
diantaranya adalah sebagai berikut :

Tahap Kelainan khas yang ditemukan


Struktur Kelenjar Limfoid
Dini Infeksi dan destruksi SD; kerusakan beberapa struktur
Lambat Kerusakan luas dan nekrosis jaringan; SD folikular dan senter
germinal hilang; tidak mampu menangkap antigen atau menolong
aktivasi sel T dan sel B.
Th
Dini Tidak ada respons proliferasi in vitro terhadap antigen spesifik.
Lambat Jumlah sel Th menurun dan berhubungan dengan aktivasinya;
tidak ada respons terhadap mitogen sel T atau alloantigen.
Produksi Antibodi
Dini Peningkatan produksi IgG dan IgA nonspesifik; tetapi penurunan
sintesis IgM.
Lambat Tidak ada proliferasi sel B spesifik untuh HIV – 1; tidak
ditemukan antibodi terhadap anti HIV pada beberapa penderita;
peningkatan jumlah sel B dengan CD21 yang rendah dan
peningkatan sekresi immunoglobulin.
Produksi Sitokin
Dini Peningkatan ambang beberapa sitokin.
Lambat Pengalihan produksi sitokin dari Th1 ke Th2
Hipersensitivitas lambat
Dini Penurunan kapasitas proliferasi Th1 yang sangant bermakna dan
penurunan reaktivitas tes kulit.
Lambat Respons DHT dieliminasi; reaktivasi tes kulit sama sekali tidak
ada.
Tc
Dini Reaktivitas normal.
Lambat Penurunan tetapi bukan hilangnya aktivitas CTL yang disebabkan
oleh gangguan kemampuan untuk menghasilkan CTL dari sel Tc.

Imunologi – Defisiensi Imun Page 12 of 19


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyakit Defisiensi Imun


Beberapa jenis penyakit yang berkaitan dengan defisiensi imun, diantaranya
adalah sebagai berikut :

Penyakit Sel yang berkaitan

Acquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS) sel T


Selective IgA immunodeficiency sel B dan sel T

Common variable hypogammaglobulinemia sel B dan sel T

Reticular dysgenesis sel B, sel T, dan sel batang (stem cell)

Severe combined immunodeficiency sel B, sel T, dan sel batang (stem cell)

Thymic aplasia (DiGeorge syndrome) sel T

Wiskott-Aldrich syndrome sel B dan sel T


X-linked infantile (Bruton’s) agammaglobulinemia sel B

3.2 Prognosis
Prognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek dipengaruhi oleh
seberapa berat komplikasi infeksi. Sedangkan untuk jangka panjang sangat tergantung
dari jenis dan penyebab defek sistem imun. Akan tetapi, pada umumnya dapat
dikatakan bahwa perjalanan penyakit defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal,
seperti pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS) diperkirakan 1/3 dari
penderita defisiensi imun meninggal pada usia muda karena komplikasi infeksi.

Imunologi – Defisiensi Imun Page 13 of 19


Mortalitas penderita defisiensi imun humoral adalah sekitar 29%. Namun pada
beberapa penderita defisiensi IgA selektif dilaporkan sembuh spontan Sedangkan
hampir semua penderita defisiensi imun berat gabungan akan meninggal pada usia
dini.
Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan fisiologik
(pertumbuhan atau kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat diatasi dengan baik
bila belum disertai defek imunologik yang menetap.

3.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Dalam penegakan diagnosis defisiensi imun, hal penting yang harus diketahui
adalah riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, yaitu sejak masa kehamilan,
persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara detail. Walaupun
penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis sesuai dengan
gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat diarahkan terhadap kemungkinan penyakit
defisiensi imun.
Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan
dengan yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk
defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan
sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3 –
4 bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui
autosom resesif atau X-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi
dibandingkan dengan defek primer.
Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran
imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar.
Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi,
bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat
dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti
IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi
antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel
B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B.
Pada darah normal, sel – sel tersebut sebanyak 5 – 15 % dari populasi limfosit total.
Sel B matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakan
infantile X-linked agamaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer
dengan kadar sel B normal atau rendah.

3.4 Gejala Klinis Defisiensi Imun

Imunologi – Defisiensi Imun Page 14 of 19


3.4.1 Gejala Yang Biasanya Dijumpai
Infeksi saluran napas atas berulang; Infeksi bakteri yang berat; Penyembuhan
inkomplit antar episode infeksi atau respons pengobatan inkomplit.
3.4.2 Gejala Yang Sering Dijumpai
Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh; Jarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang
membesar; Infeksi oleh mikroorganisme yang tidak lazim; Lesi kulit (rash,
ketombe, pioderma, abses nekrotik atau noma, alopesia, eksim, teleangiektasi,
warts yang hebat).
Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan;

Jari tabuh;

Diare dan malabsorpsi;

Mastoiditis dan otitis persisten;

Pneumonia atau bronkitis berulang;

Penyakit autoimun;

Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia,


trombositopenia).

3.4.3 Gejala Yang Jarang Dijumpai


Berat badan turun; DemamPeriodontitis.
Limfadenopati Hepatitis kronik (virus
Hepatosplenomegali atau autoimun)

Penyakit virus yang Reaksi simpang


terhadap vaksinasi
berat
Artritis atau artralgia Bronkiektasis

Ensefalitis kronik Infeksi saluran kemih

Meningitis berulang Lepas/puput tali pusat


terlambat (> 30 hari)
Pioderma gangrenosa
Stomatitis kronik
Kolangitis sklerosis
Granuloma

Keganasan limfoid

Imunologi – Defisiensi Imun Page 15 of 19


3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk
mengetahui penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus
dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap
pertama dapat dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:
3.5.1 Pemeriksaan darah tepi
Hemoglobin
Leukosit total
Hitung jenis leukosit (persentasi)
Morfologi limfosit
Hitung trombosit
3.5.2 Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)
3.5.3 Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
Titer antibodi Tetatus, Difteri
Titer antibodi H.influenzae
3.5.4 Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
3.5.5 Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang
sesuai)

3.6 Pengobatan
Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya
maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya
pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.
Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi
kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa,
kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan
terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit,
plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin
spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya,
sesuai dengan kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa
memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara
lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG),
produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik
seperti inosipleks dan levamisol.
Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi
imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi,

Imunologi – Defisiensi Imun Page 16 of 19


pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati
dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun menurun atau
tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau lebih komponen sistem
imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang
baik pada anak-anak maupun dewasa karena respon imun dapat berkurang pada usia
50 tahun. Respon imun yang kurang baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol
dan narkoba. Namun kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang
menyebabkan defisiensi imun terjadi di negara berkembang.

Secara garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
Defisiensi Imun Kongenital Atau Defisiensi Imun Primer

Imunologi – Defisiensi Imun Page 17 of 19


Defisiensi imun Kongenital atau defisiensi imun primer disebabkan oleh kelainan
respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari sistem fagosit dan
komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi limfosit.
Defisiensi Imun Dapatan
Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain infeksi virus
yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obat sitotoksik dan
kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker seperti pengakit Hodgkin, Leukemia,
Myeloma, dan Limfositik kronik.
Imunodefisiensi atau defisiensi imun secara khusus dapat dibagi 2 (dua),
diantaranya adalah :
Defesiensi Imun Non Spesifik yang meliputi Defesiensi Komplemen, Interferon
Dan Lisozim, Sel NK dan Sistem Fagositosit.
Defesiensi Imun Spesifik yang meliputi Defisiensi kongenital atau primer,
Defisiensi imun spesifik fisologik, dan Defesiensi imun yang didapat atau
sekunder.
Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui
penyakit defisiensi imun diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan
imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE), pemeriksaan kadar antibodi terhadap
imunisasi sebelumnya (fungsi IgG), penilaian komplemen (komplemen hemolisis
total = CH50), evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan
yang sesuai)
Pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi, pada dasarnya pengobatan
tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.

Imunologi – Defisiensi Imun Page 18 of 19


DAFTAR PUSTAKA

1) Baratawidjaja K.G, Rengganis Iris.2012.Imunologi Dasar edisi X.Jakarta:Badan Penerbit


FKUI

2) http://temankuyangsempurna.wordpress.com/2012/06/04/57/

3) http://mimetakamine.blogspot.com/2012/12/1-mekanisme-imunodefisiensi.html

4) http://dwiandrianti.blogspot.com/p/hal2-defisiensi-imun-dan-peradangan_22.html

5) http://murwatifadlilah.blogspot.com/2013/04/makalah-penyakit-defisiensi-imun.html

Imunologi – Defisiensi Imun Page 19 of 19

Anda mungkin juga menyukai