Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PADA IBU DENGAN MENOMETRORAGI
Di RSUD Dr. SOEDOMO TRENGGALEK

Disusun oleh :

Binti Wasi’atul Aziizah


NIM :1402460024

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-IV KEBIDANAN KEDIRI
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang datang ke poliklinik
ginekologis dan menoragia merupakan salah satu diantaranya yang tersering. Hampir semua wanita
pernah mengalami gangguan haid selama hidupnya bahkan banyak diantaranya harus mengalami
gangguan ini setiap bulannya. Gangguan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menarche dan
menopause. Gangguan haid atau perdarahan abnormal menjadi masalah menarik sehubungan dengan
makin meningkatnya usia harapan hidup perempuan.
Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30% wanita premenopause
mengeluhkan menstruasi yang berlebihan. World Health Organizations (WHO) baru-baru ini
melaporkan bahwa 18 juta wanita golongan usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan dalam
menstruasinya berlebihan. Menorrhagia harus dapat dibedakan dari diagnosis ginekologis lainnya,
termasuk metroragia, menometroragia, polimenorea dan perdarahan karena disfungsi uterus
(dysfunctional uterine bleeding).
Menometroragia adalah suatu penyakit yang sering ditemukan pada wanita-wanita usia subur
dan menjelang menopause. Menometrorhagia ini bisa disebabkan oleh penyebab organik yaitu adanya
kelainan pada organ reproduksi. Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan disfungsional mengingat
akibat perdarahan ini sangat bisa membahayakan bagi nyawa pasien, maka diperlukan penanganan
dan pengobatan yang cepat dan tepat agar tidak lebih membahayakan bagi pasien. (Irwanto, 2010).
Berdasarkan fenomena tersebut, penyaji membuat laporan pendahuluan dan askeb komprehensif
pada Ny. S di Ruang Sakura RSUD. Dr. Soedomo Trenggalek.
1.2 Tujuan
1) Tujuan umum
Untuk Mengetahui Asuhan Kebidanan Secara Komprehensif pada ibu dengan masalah kesehatan
reproduksi Menometroragia
2) Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada klien dengan Menometroragia
b. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa pada klien dengan Menometroragia
c. Mahasiswa mampu mengetahui intervensi pada klien dengan Menometroragia
d. Mahasiswa mampu mengetahui implemnetasi pada klien dengan Menometroragia
e. Mahasiswa mampu mengetahui evaluasi keperawatan pada klien dengan Menometroragia

1.3 Metode Pengumpulan Data


Manajemen Kebidanan Komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara : tanya jawab secara langsung (anamnesa) kepada pasien
b. Observasi : melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi, perkusi maupun auskultasi.
c. Studi dokumentasi : dengan melihat data dan riwayat ibu dalam rekam medik
d. Studi kepustakaan : menggunakan buku untuk sumber teori.
Literatur yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :
e. Pemeriksaan : pemeriksaan umum (tanda-tanda vital), pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus,
pemeriksaan penunjang

1.4 Sistematika Penulisan :


Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Format Laporan Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Gambaran Klinik
2.1.5 Diagnosis
2.1.6 Penanganan
2.2 Konsep Manajemen Kebidanan
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Menometroragia
2.1.1 Definisi
Menometrorhagia adalah hipermenorhea atau menoragia adalah perdarahan haid yang lebih
banyak dari normal/lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).
(Prawirohardjo, 2005)
Menometroragia adalah perdarahan yang banyak, di luar siklus haid dan biasanya terjadi
dalam masa antara 2 haid, perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi 1 yang pertama dinamakan metroragia yang kedua menometroragia.
(Widjarnako, 2009)
Menometroragia adalah perdarahan rahim yang berlebihan dalam jumlah dan lamanya
perdarahan, dapat terjadi dalam periode menstruasi maupun di antara periode menstruasi.
(Rika, 2009)
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi antara masa 2 haid yang dapat disebabkan
oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.
(Prawirohardjo, 2007)
Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus / panjang dan
dengan jumlah darah yang lebih banyak.
(Manuaba, 2010)
2.1.2 Etiologi
Prawirohardjo (2007), etiologi dari menometroragia antara lain:
1. Sebab – sebab Organik
Perdarahan dari uterus,tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada :
a. Servik uteri : Karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip servik, erosi pada portio, ulkus
portio uteri.
b. Vagina : Varices pecah, metostase kario, karsinoma keganasan vagina, karsinoma vagina.
c. Rahim : polip endometrium, karsinoma korpus uteri, submukosa mioma uteri.
d. Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium
e. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
2. Sebab – sebab disfungsional
Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik.
Perdarahan disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk :
a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction bleeding).
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tanpa ada sebab -
sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologi.
Korpus lutheum persistens dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan
dengan ovarium yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan.
Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual spotting, menorhagia dan
polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh
gangguan LH releasing factor. Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat
terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. Kelainan darah seperti anemia, gangguan
pembekuan darah purpura trombosit openik.
b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond bleeding).
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium dengan menurunnya
kadar estrogen dibawah tingkat tertentu. Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat
siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovario
pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan
metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi
ovulasi dan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus menerus. Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan
bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif,
dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium
jenis nonsekresi dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan
perdarahan anovulatori dari perdarahan ovulatoar.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini
mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada
perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor
neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti,
sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.
(Prawirohardjo, 2007)

2.1.4 Gambaran klinik


1. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk mendiagnosis perdarahan ovulatoar
perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid jika sudah di pastikan bahwa perdarahan
berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologinya:
a. Korpus luteum persistens ; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang – kadang bersamaan
dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena
riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat
pada waktunya, yakni menurut Prawirohardjo (2007) pada hari ke-4 mulainya perdarahan.
Pada waktu ini dijumpai adanya endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe non sekresi.
b. Insufusiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya adalah kurang produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
(Luteiniozing hormon) releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi endometrial
dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat dari
hari siklus yang bersangkutan.
c. Appoleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.
2. Perdarahan anavulator
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan kadar
estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang tidak teratur sama
sekali. Fluktuasi kadar estrogen pada sangkut pautnya dengan jumlah yang pada suatu waktu
fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan
kemudian diganti dengan folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh
terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sedian yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anavulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan
menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan masa
pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche , perdarahan tidak normal disebabkan
oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan realising factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa
pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali ada harapan bahwa lambat laun
keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi avulatoar, pada seorang wanita dewasa dan
terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan
untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.perdarahan disfungsioanl dapat dijumpai pada
penderit-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah penyakit
umum yang menahun, tumor – tumor ovarium, dan sebagainya.
Akan tetapi disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional
tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini sters yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian-kejadian yang
mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian
obat penenang terlalu lama, dan lain-lain dapat menyebabkan perdrahan anavulatoar.
(Prawirohardjo, 2007)
2.1.5 Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis.perlu ditanyakan bagaimana
mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenore,
sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan
penyakit metabolik, penyakit endokrin,penyakit menahun dan lain-lain.kecurigaan terhadap salah
satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke
arah penyakit yang bersangkutan.
Pada pemeriksaan ginekologi perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang
menyebabkan perdarahan abnormal (seperti: polip,ulkus,tumor). Pada wanita pubertas umumnya
tidak perlu dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40
tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma, submukosum dan sebagainya.
Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu
kehamilan yang masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause
dorongan untuk dilakukan kerokan adalah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.
(Prawirohardjo, 2007)
2.1.6 Penanganan
Menurut Prawirohardjo (2005), kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan
disfungsional sangat banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi tranfusi darah.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada
abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.
Dapat diberikan
a) Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat perdarahan berhenti.
Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5
mg, atau valeras estradiol 120 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan,
perdarahan timbul lagi.
b) Progesteron: pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat
anovulator, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap
endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125mg, secara intramuskular, atau
dapat diberikan per os sehari norethindrone 15mg atau aseras medroksi-progester (Provera) 10
mg, yang dapat dilindungi, terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.
Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endometrium.
Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan
proprionas testoteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian
metiltesteron per os kurang cepat efeknya.
Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan.
Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun untuk diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus
perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan
lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi dapat diusahakan terapi
hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional
disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara
endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron
dalam kombinasi dapat dianjurkan untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini
dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus ntuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron utuk 7
hari, mulai hari ke-21 siklus haid.
Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang berulang.
Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5
mg, sehari dalil dalam terapi dengan androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan
sependek mungkin.
Terapi dengan klomfien, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan
anovulator, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada intertilitas dengan
siklus anovulator sebagai sebab.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus
(walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah
histerektomi. Untuk mereka yang sangat keberatan atau ada kontraindikasi terhadap operasi, dan sudah
lanjut umur (45 tahun ke atas ) terapi radiaso ovarium dapat dipertimbangkan.
2.2 Konsep Manajemen Kebidanan
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap melalui data subjektif dan
objektif dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan
dengan cara anamnesis, Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital, riwayat kesehatan sebelumnya dan riwayat kesehatan terbaru, serta Pemeriksaan penunjang.
1. Pengkajian Data
1) Data Subjektif terdiri dari :
a. Biodata / Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama
Nyeri abdomen dan perdarahan pervaginam adalah dua gejala terlazim dari masalah
kedaruratan ginekologi. Perdarahan per vaginam abnormal dapat tak teratur dan asiklik
(metroragia), haid banyak atau berkepanjangan (menoragia), atau perdarahan banyak tak
teratur selama haid dan diantara siklus haid (menometroragia).
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit diderita sekarang, riwayat penyakit sekarang yang menyertai, riwayat
kesehatan lalu, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat pertumbuhan dan
perkembangan, riwayat pemenuhan nurtisi, riwayat kesehatan keluarga, data psikologis
klien, data sosial, data spiritual, pola eliminasi, serta pola tidur/istiahat.
d. Metode kontrasepsi
Metode kontrasepsi mungkin juga mengubah siklus haid. Kontrasepsi oral dapat
bertanggung jawab bagi oligomenorea atau amenore, sedangkan alat kontrasepsi dalam
rahim dapat disertai oleh hipermenorea.
2) Data Objektif meliputi :
a. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum yang harus diperhatikan yaitu keadaan umum dan tanda-tanda vital :
tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu. Pada menometroragia akan
didapatkan kegelisahan dan kekhawatiran dari klien.
Tekanan darah : hipotensi dan hipertensi, keduanya potensial serius. Interpretasi harus
mempertimbangkan pemeriksaan fisik keseluruhan, maupun tes laboratorium yang tepat.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik.
Observasi dan pemeriksaan fisik merupakan metode pengumpulan data yang tidak dapat
dipisahkan, observasi adalah melihat, memperhatikan sesuatu pada pemeriksaan fisik.
Pada saat observasi dilakukan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pemeriksaan
fisik yang di lakukan pada klien dengan menometroragia yaitu pemeriksaan
kepala/rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan bibir, leher, abdomen, kulit,
genitalia, dan ekstremitas.
c. Melakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium)
2. Interpretasi Data Dasar
a. Diagnosa : P..A..H.. dengan menometroragia
b. Masalah : Anemia

3. Mengidentifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial


a. Diagnosa Potensial : syok
b. Masalah potensial : anemia akibat perdarahan

4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang meerlukan penanganan segera


a. Terapi medikamentosa
b. Terapi medikamentosa nonhormon
c. Terapi bedah

5. Intervensi
Tujuan :
- Menjaga kondisi ibu agar tetap stabil
- Dapat dilakukan tindakan segera
- Mengatasi anemia

Kriteria Hasil :
1. Keadaan umum ibu
2. Hb 11-12 g/dl

No. Intervensi Rasional


1. Jalin komunikasi terapeutik dengan klien Dengan menjalin komunikasi
terapeutik akan menumbuhkan
kepercayaan klien terhadap
tenaga kesehatan dan
memudahkan pemberian
intervensi

2. Beritahukan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga dan Dengan memberi tahu klien dan
rencana tindakan yang akan dilakukan pada klien keluarga tentang hasil
pemeriksaan dan rencana yang
akan dilakukan akan mengurangi
kecemasan klien

3. Motivasi pasien untuk istirahat total Dengan istirahat total akan


mengurangi aktifitas pasien

4. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam pemberian terapi Dengan berkolaborasi dengan
antinyeri dokter Sp.OG akan dapat
dilakukan tindakan dan terapi
yang tepat

5. Observasi TTV dan perdarahan Dengan memantau TTV dan


perdarahan diharapkan kondisi
ibu akan stabil

6. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk melakukan terapi : Dengan berkolaborasi dengan
- medikamentosa hormon dr.SpOG dapat dilakukan
- medikamentosa non hormon tindakan yang tepat untuk
- Terapi bedah mengatasi menometroragia

6. Implementasi
o Memeriksa tanda-tanda vital dan perdarahan
o Menganjurkan ibu untuk tirah baring
o Memberikan cairan IV atau tranfusi darah sesuai kebutuhan
o Melakukan kolaborasi dengan dr. SpOG dalam pemberian terapi
o Memberikan informasi kepada klien dan keluarga
o Memberikan dukungan emosional pada ibu dan keluarga

7. Evaluasi
- Kondisi ibu tetap stabil atau perdarahan dapat di deteksi dengan tepat , serta terapi mulai di
berikan.
- Ibu dan bayinya menjalani persalinan dan kelahiran yang aman.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, Ida Bagus. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Widjanarko, Bambang. 2009. Pendidikan Klinik Obstetri Ginekologi.blogspot.com diakses tanggal 23-
11-2016
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Irwanto (2010). http://irwanfarmasi.blogspot.com/2010/12/asuhan-kebidanan-menometroragia.html.


diakses tanggal 23 November 2016

Safitri, Yunita (2009). http://missluthan.blogspot.com/2009/02/menometrorrhagia_05.html. diakses


tanggal 23 November 2016
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.
Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma
serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah
kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
Menometroragia, yaitu perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak teratur disertai perdarahan
yang banyak dan lama.
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional belum diketahui secara pasti.
Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain: Kegemukan
(obesitas), Faktor kejiwaan,Alat kontrasepsi hormonal Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine
devices),Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim, misalnya: trombositopenia
(kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-
lai• Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium
(polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain lain
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi). Penegakan
diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga
90 %. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan
hasil baik.

5.2 Saran
Dalam membuat laporan pendahuluan dan askeb komprehensif ini penyaji banyak melakukan
kesalahan, maka dari itu penyaji menerima kritik dan saran untuk selanjutnya agar lebih baik.
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini diuraikan tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dan fakta yang
terdapat pada pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan pada Ny”S” dengan menometroragia di
ruang sakura RSUD dr. Soedomo Trenggalek.
Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus / panjang dan
dengan jumlah darah yang lebih banyak (Manuaba, Ida Bagus. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC). Perdarahan
menometroragia merupakan perdarahan disfungsional dengan siklus panjang yang di jumpai pada
seorang wanita dewasa dan terutama pada masa premenopause yang merupakan terhentinya fungsi
ovarium dengan turunnya kadar estrogen di bawah tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-
kadang bersifat siklis atau tidak teratur.
Pada kasus ini, Ny “S” umur 53 tahun datang dengan keluhan perdarahan pervagina selama
3 bulan pada tanggal 17 november 2016 darah keluar banyak bergumpal disertai nyeri perut bagian
bawah. Ibu mengatakan siklus haid tidak teratur, lama haid juga memanjang pernah sampai 18 hari.
Ibu pernah menggunakan KB spiral/IUD dan sudah dilepas sejak 14 tahun yang lalu. Ibu pernah
kuretase tanggal 24 september 2016. Ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi, memiliki alergi
dengan kaptopril. Ibu mengatakan melahirkan kedua anaknya di dukun. Ibu mengonsumsi
amlodiphine 1x sehari. Pada pemeriksaan fisik diperoleh hasil tekanan darah 150/90 mmHg, nadi
83x/menit, suhu 36,7 0C, pernafasan 21x/menit, konjungtiva merah muda, nyeri abdomen bagian
bawah, tidak teraba massa, ada pengeluaran darah pervagina, tanggal 18 November 2016 kadar Hb
7,2 g/dl, tanggal 21 november 2016 Hb 11,4 g/dl. Dalam buku Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri
dan Ginekologi, Nyeri abdomen dan perdarahan pervaginam adalah dua gejala terlazim dari
masalah kedaruratan ginekologi. Perdarahan per vaginam abnormal dapat tak teratur dan asiklik
(metroragia), haid banyak atau berkepanjangan (menoragia), atau perdarahan banyak tak teratur
selama haid dan diantara siklus haid (menometroragia). Riwayat kontrasepsi juga dapat
mempengaruhi haid karena alat kontrasepsi dalam rahim dapat disertai oleh hipermenorea. Pada
tahap pengkajian data tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan praktek di lahan.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Menometrorhagia adalah hipermenorhea atau menoragia
adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal/lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).
Sedangkan dalam kasus ini ibu mengalami haid yang tidak teratur, lama haid memanjang sampai 18
hari. Diagnosa yang ditegakkan adalah Ny “S” P2A0H2 dengan menometroragia , dalam hal ini tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktek di lahan.
Penanganan menometroragi menurut Prawirohardjo (2005), kadang-kadang pengeluaran
darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring
dan diberi tranfusi darah. 1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat menaikkan
hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal (Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, WHO). Penanganan dengan
medikamentosa non hormon bertujuan untuk mengurangi jumlah darah yang keluar, menurunkan
risiko anemia, dan meningkatkan kualitas hidup. Salah satu medikamentosa yang dapat digunakan
Asam traneksamat (Antifibrinolisis). Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara
reversibel dan bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50%. (Buku Ilmu
Kandungan Edisi 3 oleh Sarwono Prawirohardjo. 2011). Sebagai tindakan yang terakhir pada
wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan
beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi. Histerektomi merupakan
prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan terapi medikamentosa. Untuk mereka yang
sangat keberatan atau ada kontraindikasi terhadap operasi, dan sudah lanjut umur (45 tahun ke atas )
terapi radiaso ovarium dapat dipertimbangkan. Dalam penatalaksanaan yang diberikan pada Ny.
“S”, terapi yang sudah didapat antara lain, tranfusi darah 4 kolf, injeksi asam traneksamat, injeksi
vitamin K, injeksi cefuroxim, amlodiphine, dan injeksi Ca Glukonas. Terapi bedah histerektomi
dilakukan karena ibu berumur >45 tahun dan sudah memiliki anak. Maka penatalaksanaan yang
diberikan kepada Ny. “S” sesuai dengan teori dan tidak terdapat kesenjangan.

Anda mungkin juga menyukai