Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberian cairan infus merupakan salah satu tindakan untuk mengatasi masalah
atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan
melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian cairan intravena (infus)
yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam
jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005).
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh dan
memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat
inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau
setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan
lain (Lachman, 2008).
Dukungan nutrisi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan terutama untuk pasien
yang sakit kritis oleh karena tindakan bedah ataupun non bedah. Nutrisi seperti halnya
oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan
atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa
nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi
alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi
normal kembali (Ramli, 2009).
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi
bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit
memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi
parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih
membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita
kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas
seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga
membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang
kebutuhan nutrisinya normal. Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus
mendapatkan dukungan nutrisi 7-14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat
sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam
kurun waktu 5-10 hari (Ramli, 2009).
Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan juga harga yang relatif mahal
tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat
dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal
dirumah sakit. Berdasarkan uraian diatas makalah ini akan membahas mengenai standar
operasional prosedur pemberian cairan infus dan nutrisi parenteral dengan baik dan
benar.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana cara atau standar
operasional pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral feeding (nutrisi
parenteral)
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui dan memahami cara atau standar operasional
pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral feeding (nutrisi parenteral). 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cairan Elektrolit
1. Pengertian Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan tubuh agar tetap terjaga dalam kondisi
yang sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air (perlarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan.
Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (iv) dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit
kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya (Tamsuri, 2009).
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Cairan Intraseluler adalah cairan yang berada didalam sel seluruh tubuh.
b. Cairan Ekstravaskuler adalah cairan yang berada diluar sel. Cairan ini dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Cairan Intravaskuler (plasma) adalah cairan yang ada didalam sistem vaskuler.
2. Cairan Interstisial adalah cairan yang terletak diantara sel.
3. Cairan Transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,
cairan intraokuler dan sekresi saluran cerna.
2. Fungsi Cairan Tubuh
a. Memberi bentuk pada tubuh
b. Berperan dalam pengaturan suhu tubuh
c. Beperan dlaam berbagai fungsi pelumasan
d. Sebagai bantalan
e. Sebagai pelarut danm transportasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
f. Media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
g. Sebagai performa kerja fisik.

B. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1. Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan
keseimbangan isotonis dan osmolar. Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika
sejumlah cairan dan elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang.
Sedangkan ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika kehilangan cairan tidak
diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam proporsi yang seimbang sehingga
menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan osmolalitas serum. Berdasarkan hal
tersebut, terdapat empat kategori ketidakseimbangan cairan, yaitu (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b. Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c. Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d. Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)

2. Deficit volume cairan


Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti in disebut
juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan
intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler.
Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan
cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk
mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat).
Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti
pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisitertentu, seperti
terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi
saluran pencernaan (Tamsuri, 2009):
3. Deficit cairan
Faktor resiko yang menyebabkan defisit cairan adalah (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung) tanda klinis :
kehilangan berat badan
b. Ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan dan
depresi konfusi) tanda klinis : penurunan tekanan darah
4. Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat
kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah
proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan
kadarnatrium, peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari
sel dan kompartemen interstitial menuju ruang vascular. Kondisi ini menybabkan
gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko mengalami dehidrasi
salah satunya adalah individu lansia. Mereka mengalami penurunan respons haus atau
pemekatan urine. Di samping itu lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar
sehingga beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam
tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik sering
mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan hipertonik juga
meningkatkan jumlah solute dalam aliran darah (Tamsuri, 2009).
5. Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan elektrolit dalam
kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi
cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan
tubuh hampir selalu disebabkan oleh penungkatan jumlah natrium dalam serum.
Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme
homeostatispada proses regulasi keseimbangan cairan. Penyebab spesifik kelebihan
cairan, antara lain (Tamsuri, 2009).
a. Asupan natrium yang berlebihan
b. Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada klien
dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c. Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung (gagal
ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing
d. Kelebihan steroid.
e. Kelebihan Volume Cairan
Faktor risiko
1. Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi intravena Tanda klinis :
penambahan berat badan
2. Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau obat-obatan Tanda klinis :
edema perifer dan nadi kuat
C. Infus
1. Pengertian infus
Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan (khususnya obat)
atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh. Infus adalah tindakan
memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian`
makanan.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 dalam Senja, 2014)
2. Tujuan Pemberian Infus
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan (Setyorini, 2006
dalam Senja, 2015).
3. Macam-macam cairan infus
a. Cairan Kristaloid
1. Normal Saline adalah cairan infus yang lebih disukai untuk alkalosis
metabolik hipokloremik dan untuk melarutkan packed red blood cells sebelum
tranfusi.
2. Ringer Laktat (RL) adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida,
natrium klorida dan natrium laktat dalam air untuk injeksi.
3. Dekstrosa Salah satu jenis monosakarida yang merupakan kelompok glukosa
yang paling murni. Dekstrosa merupakan sumber energi yang ditemukan pada
tubuh setelah, metabolisme karbohidrat dan berguna untuk menjaga kestabilan
tubuh dan otak.
4. Ringer Asetat (RA) memiliki profil yang serupa dengan ringer laktat.
Penggunaan ringer asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
b. Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), merupakan larutan yang
terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler,
digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih
kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan
lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga
cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh
darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh
karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah
volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan
tekanan osmose plasma. Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Albumin: Jenis protein terbanyak didalam plasma yang mencapai kadar 60%.
Berfungsi mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
2. HES (Hydroxyetyl Starches): merupakan golongan koloid sintesis yang paling
umum digunakan.
3. Dextran: banyak digunakan untuk operasi atau pengobatan darurat terhadap
shock, untuk meningkatkan volume plasma darah, profilaksis trombosis,
menaikkan volume dan memperbaiki reologika

4. Macam-macam ukuran jarum infus


Menurut Potter (1999) dalam Darwis (2013) ukuran jarum infus adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran 16G warna abu-abu untuk orang dewasa, digunakan untuk bedah mayor
dan trauma.
b. Ukuran 18G warna hijau untuk anak-anak dan dewasa, digunakan untuk darah,
komponen darah dan infus kental lainnya.
c. Ukuran 20G warna merah muda untuk anak-anak dan dewasa, digunakan
kebanyakan untuk cairan infus, darah, dan infus kental lainnya.
d. Ukuran 22G warna biru untuk bayi, anak-anak dan dewasa (lansia), digunakan
untuk sebagaian besar cairan infus.
e. Ukuran 24G warna kuning dan 26G warna putih untuk neonatus, bayi, anak-anak
dewasa (lansia), digunakan untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan
tetesan lebih lambat.

5. Komplikasi pemasangan infus


a. Hematoma, yaitu darah menggumpal dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum atau tusukan yang berulang pada pembuluh darah.
b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
c. Tromboflebitis, yaitu bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat
infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
d. Emboli, yaitu masuknya udara kedalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
D. Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
1. Pengertian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
Nutrisi parenteral (PN) adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan. Nutrisi
parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena sesuatu hal, misalnya:
Malformasi Kongenital Intestinal, Enterokolitis Nekrotikans, dan Distres Respirasi
Berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan (Senja,
2014).
2. Tujuan Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
b. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,pancreatitis,
inflammatory bowel syndrome,inflammatory bowel disease, ulcerative colitis,
acute renalfailure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan cancer.
c. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan
katabolisme energi.
3. Jenis-jenis Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Lipids (fat emulsions)
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui venaperifer.
Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam lemak. Sebagian
besar berasal dari minyak kacang kedelai yang komponen utamanya adalah
linoleic, oleic, palmitic, linolenic, dan stearic acids. Jangan menambah sesuatu ke
dalam larutan emulsi lemak. Periksa botol terhadap emulsi yang terpisah menjadi
lapisan lapisan atau berbuih, jika ditemukan,jangan digunakan, dan kembalikan ke
farmasi. Jangan menggunakan IV filter karena partikel di emulsi lemak terlalu
besar untuk mampu melewati filter.
Filter 1.2 μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan emulsi lemak
lewat melalui filter. Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam
kemasan botol kaca. Berikan TPN ini pada awalnya 1 ml/menit, monitor vital sign
setiap 10 menit dan observasi efek samping pada 30 menit pertama pemberian.
Jika ada reaksi yang tidak diharapkan, segera hentikan pemberian dan beritahu
dokter. Jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan
pemberian sesuai resep.
Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian. Monitor terhadap tes
fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati dan ketidak mampuan hati
melakukan metabolism lemak.
b. Karbohidrat
Terutama dalam bentuk glukosa dari 5% (peripheral)sampai dengan 50% -70%
(Centralvenous parenteral).
c. Vitamin
d. Mineral
e. Elektrolit

4. Penghentian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)


Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah
terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang kami anjurkan adalah melangkah mundur
menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan
subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan
energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan (Ramli M, 2009). 
BAB III
STUDI KASUS
A. Data Subjektif
Identitas
Nama : Ny. N Nama : Tn. R
Umur : 23 tahun Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku : Sunda Suku : Jawa
Alamat : Gg. Masjid 3/4 Alamat : Gg. Masjid 3/4

Keluhan utama : ibu mengatakan pusing, lemas dan mules-mules.

HPHT : 03-02-2020

TP : 10-11-2020

B. Data Objektif :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : composmentis

TTV : TD 100/60 mmHg, Nadi 77 x/menit, Pernafasan20 x/menit, suhu 36,8 oC.

BB : 62 kg, TB : 161 cm, Lila : 25 cm.

Pemeriksaan head to toe dengan hasil batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak
didapati lesi atau luka operasi, palpasi abdonmen:

Leopold 1 : pada fundus uteri teraba besar, padat, tidak melenting.

Leopold 2 : pada sisi kanan perut ibu teraba bagian kecil-kecil janin, pada sisi kiri perut ibu
teraba keras, panjang seperti papan.
Leopold 3 : pada segmen bawah uterus teraba bulat, keras, tidak dapat digoyangkan.

Leopold :4 : divergen 3/5

TFU : 32 cm

DJJ : 148 x/menit dan teratur.

Pada pemeriksaan ekstermitas simetris, tdak pucat dan tidak oedema.

Pemeriksaan dalam : vulva vagina tidak ada kelainan, portio tebal lunak, pembukaan 3 cm,
presentasi kepala, penurunan HII, posisi UUK kiri depan, ketuban positif, penyusupan
tidak ada.

C. Analisa :

Ny. N G2P1A0 Hamil 39 minggu 6 hari partus kala I fase laten, Janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala

D. Penatalaksanaan :
1. Memfasilitasi ibu informed consent
2. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu lemah dan tekanan darah ibu
rendah maka akan dilakukan pemasangan infus
3. Menyiapkan alat seperti infus set, cairan infus, abocath no. 20G, tourniquet, kapas
alcohol, plester, bengkok dan tiang infus
4. Melakukan pemasangan infus dengan cairan RL 500ml yang telah digantungkan di
tiang infus dan mengisi selang infus set, mengecek adanya udara dalam selang,
memilih posisi dan vena yang tepat, memasang tourniquet, melakukan desinfeksi vena,
menusukan jarum pada vena yang dipilih, masukan canul perlahan-lahan, tourniquet
dilepas, menyambungkan cairan infus, memberi plester dengan benar dan mengatur
tetesan infus sebanyak 20 tpm.
5. Mengecek kembali kelancaran dan keamanan infus, infus telah terpasang dengan
benar.

Anda mungkin juga menyukai