Referat Radiologi Revisi
Referat Radiologi Revisi
CTEV
Disusun Oleh:
Lahvanya Seykaran 1310314004
Rian Rizki Ananda 1840312201
Yeni Novi Yanti 1840312277
Adika Azaria 1840312225
Preseptor :
dr.Dina Arfiani Rusjdi, Sp.Rad
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat -Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “CTEV”. Referat ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi pada CTEV. Referat ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di RSUP Dr. Mdjamil
Padang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Dina Arfiani Rusjdi, Sp.Rad, khususnya sebagai pembimbing dan semua staff pengajar di
SMF Ilmu Radiologi di RSUP Dr. Mdjamil Padang serta teman-teman di kepaniteraan
klinik atas bantuan dan dukungannya sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan
yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yangmembangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penulis dalam ruang lingkup
ilmu radiologi khususnya yang berhubungan dengan referat ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
3
2.10 Prognosis -------------------------------------------------------------------- 34
BAB 3 : Kesimpulan --------------------------------------------------------------------- 35
4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Anatomi os pedis 9
Gambar 2 Anatomi musculus pada cruris dan pedis 12
Gambar 3 Anatomi perdarahan pedis 12
Gambar 4 Foto polos AP dan lateral pedis normal 13
Gambar 5 Penggunaan papan untuk memposisikan kaki dorsofleksi
pada anak yang tidak kooperatif 18
Gambar 6 Gambaran lateral tallipes equinovarus menunjukkan elevasi
sudut tibiocalcaneal yang abnormal 19
Gambar 7 Gambaran lateral CTEV menunjukkan talus dan calcaneus
yang hampir paralel 19
Gambar 8 Gambaran AP pedis 20
Gambar 9 Gambar pengukuran AP talocalcaneal angle 20
Gambar 10: Gambar pengukuran AP Calcaneo-5th metatarsal angle 21
Gambar 11: Gambar pengukuran AP talo-1st metatarsal angle 21
Gambar 12: Gambar pengukuran Lateral talocalcaneal angle 21
Gambar 13: Gambar pengukuran Lateral tibio-calcaneal angle 22
Gambar 14: Gambar pengukuran Lateral tibio-talar angle 22
Gambar 15: Gambar pengukuran Latero talo-1st metatarsal angle 23
Gambar 16: Gambar pengukuran Latero talo-horizontal angle 23
Gambar 17: Gambar pengukuran Maximum dorsofleksi
lateral talo-calcaneal angle 23
Gambar 18: Gambar pengukuran Maximum dorsofleksi
lateral tibio-calcaneal angle 24
Gambar 19: Gambar pengukuran Talo calcaneal index 24
Gambar 20: A: CT-scan 27
Gambar 21: Hasil USG dari aspek medial kaki normal 29
Gambar 22: Jarak antara malleolus medial (M) dannavicular (N) 29
Gambar 23: Abduksi dari kaki normal 30
5
Gambar 24: USG menunjukkan CTEV 30
Gambar 25: Gambaran CTEV pada posisi abduksi 30
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
2. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, faktor resiko, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Pedis
Pedis pada manusia terdiri dari 26 tulang, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
7 tulang tarsal
5 tulang metatarsal
14 tulang phalanges
Pedis atau kaki, dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: kaki belakang (hindfoot),
kaki tengah (midfoot), dan kaki depan (forefoot). Kaki belakang terdiri dari 2 tulang
dari 7 tulang tarsal yaitu tulang kalkaneus dan talus dan kelima sisa tulangnya yaiu
cuboidea, naviculare dan 3 tulang cuneiforme, termasuk dalam kaki tengah,
sedangkan kaki depan terdiri dari tulang metatarsal dan phalanges.1,5
9
a. Tulang Calcaneus
Tulang calcaneus adalah tulang yang terbesar yang terdapat di region pedis,
tulang ini berada di daerah tumit dan berfungsi untuk menopang badan ketika
tumit kita menyentuh permukaan. Tulang ini menjorok keluar pada kaki bagian
belakang, merupakan tempat melekatnya ligament calcaneus. Tulang ini
memiliki 3 dimensi dan berbentuk persegi panjang dan memiliki 6 permukaan.
Tulang calcaneus memiliki 2 artikulasi yaitu dengan tulang cuboid dan talus.
b. Tulang Talus
Talus adalah tulang kedua terbesar pada tulang tarsal dan berada diatas tulang
calcaneus pada bagian belakang kaki. 2 dari tiga permukaan tulang ditutupi oleh
artikulasi kartilago dan tulang ini tidak memilki insersio. Tulang ini memiliki 5
permukaan sendi yang berperan untuk menahan berat badan. Tulang ini terbagi
menjadi 3 bagian yaitu kepala, leher dan badan.
c. Tulang Cuboid
Tulang cuboid terletak di sisi lateral kaki, didepan dari tulang calcaneus dan
dibelakang tulang ke empat dan kelima dari metatarsal.
d. Tulang Naviculare
Tulang naviculare terletak pada medial pada kaki tengah diantara talus dan 3
tulang cuneiforme.
e. Tulang Cuneiforme
Tulang cuneiforme terdiri dari 3 tulang yaitu cuneiforme medial, tengah dan
lateral.
10
f. Tulang Metatarsal
Tulang metatarsal terdiri dari tulang kesatu sampai kelima dihitung dari medial
ke lateral masing-masing memiliki kepala, leher dan basis. Tulang metatarsal
secara kasar berbentuk silinder. Bentuknya mengecil dari ujung proksimal ke
ujung distal. Tulang ini melengkung di sumbu panjang, pada permukaan plantar
berbentuk cekung dan permukaan dorsal cembung.
Pada pedis, juga terdapat struktur yang berjalan melalui retinaculum extensorum
(selaput pembungkus) dari medial kelateral, yaitu :
Tendon m. tibialis anterior
Tendon m. ekstensor hallucis longus
a. tibialis anterior
n. peroneus profundus
Tendon m. ekstensor digitorum longus
m. peroneus tertius
Tendon- tendon diatas dikelilingi oleh selubung synovial.
Struktur yang berjalan dibelakang malleolus medialis dari medial kelateral adalah:
Tendon m. tibialis posterior
m. flexor digitorum longus
a. tibialis posterior
Arteri ini mendarahi plantar pedis melalui cabang terminalnya. Arteri ini
mencaoai plantar pedis melalui maleolus medialis. Setelah mencapai plantar
pedis, arteri ini bercabang menjadi arteri plantaris medialis dan arteri lateralis
n. tibialis
11
m. flexor hallucis longus
n. suralis
12
2.2 Radioanatomi
Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos.
Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang
terlibat dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat
disimulasikan dengan pemberian stress dorsal flexi.3,6
Gambaran radiologi normal kaki dan pergelengan kaki, pada
gambar di bawah ini :
13
pada beberapa tulang yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan lainnya.
Pada neonatus, hanya talus dan calcaneus yang terosifikasi. Navikular tidak
terosifikasi sampai anak berusia 2-3 tahun.6
2.4 Epidemiologi
Angka kejadian CTEV adalah 1 kasus per 1000 kelahiran hidup di Amerika
Serikat. Angka kejadian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yaitu etnis, jenis
kelamin, genetik, ras. Angka kejadian CTEV dilaporkan hampir 75 kasus per 1000
kelahiran hidup di kepulauan Polinesia pada etnis Tonga. Berdasarkan jenis kelamin,
perbandingan angka kejadian CTEV pada pria : wanita yaitu 2:1, namun
perbandingan ini tidak mempengaruhi tingkat keparahan.2
Risiko berikutnya yaitu peningkatan risiko 10% pada anak selanjutnya, jika
orang tua sudah memiliki anak sebelumnya dengan CTEV. Berdasarkan ras, dari 1,29
per 1000 kelahiran hidup, 1,38 diantaranya merupakan orang kulit putih non hispanik
dan 1,30 diantaranya merupakan orang kulit hitam. Faktor risiko lain yang berperan
14
pada angka kejadian CTEV diantaranya adalah usia ibu, paritas, pendidikan, dan ibu
yang merokok.2
2.5 Etiologi
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. akan tetapi
banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :1,8
a. Faktor mekanik intra uteri
Merupakan teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan
bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna
uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakn bahwa adanya
oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena
keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan
adanya kelainan histologis dan eektromiografik.
c. Defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV
dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus
selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.
Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari
plasma sel primer.
d. Perkembangan fetus yang terhambat
e. Herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik
mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksterna (infeksi Rubella,
penggunaan Talidomide).
f. Hipotesis vaskular
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-
kasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis.
15
Pada bayi dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian
ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi
arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.
2.6 Patogenesis
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:1,9
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. Faktor neurogenik
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot
peroneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan
inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini
didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan
ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen
yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur
tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan
kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan
adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron.
Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban
kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada
insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini
dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat
tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.
f. Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden
epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang
16
serupa pada insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan
merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini
didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-
bayi tersebut.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Gambaran Klinis
Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi
supinasi (varus) serta adduksi. Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih
medial. Terjadi kontraktur pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang
kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya
mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian
posteriornya.1,8
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut
(seperti pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali
dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu). Karena
bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba pada
sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus.
Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular.
Jarak yang normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia
sering mengalami rotasi internal.1,8
2.7.2 Penunjang
2.7.2.1 Foto polos (X-ray)
Pada CTEV, pemeriksaan foto polos dibutuhkan untuk sebuah pemeriksaan
yang akurat. Posisi kaki saat pengambilan x- ray sangat penting. Pada anak yang
belum bisa berjalan standar roentgenogram proyeksi AP plantar flexi 100 dan lateral
dengan stress dorsiflexion. Pada anak yang lebih tua dengan proyeksi AP dan lateral
dengan berdiri (weight bearing). Untuk melakukan foto proyeksi lateral dengan stress
dorsofleksi, jika anak tidak kooperatif, dilakukan dengan menggunakan semacam
17
papan yang tembus pada pemeriksaan X-ray, untuk menekan plantar pedis untuk
dorsofleksi. 3,6
Gambar 5: Penggunaan papan untuk memposisikan kaki dorsofleksi pada anak yang
tidak kooperatif
18
Gambar 6: Gambaran lateral tallipes equinovarus menunjukkan elevasi sudut
tibiocalcaneal yang abnormal. Sudut yang normal adalah 60-900
2. Varus
Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relative terhadap
tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (kearah garis
tengah). Pada gambaran lateral sudut axis panjang talus dan axis panjang
calcaneus (sudut tolacalcaneal) kurang dari 250, dan kedua tulang tersebut lebih
parallel dibanding kondisi normal
Gambar 7:Gambaran lateral CTEV emenunjukkan talus dan calcaneus yang hampir
parallel, dengan sudut talocalcaneal kurang dari 250
3. Gambaran dorsoplantar
Pada gambaran dorsoplantar, sudut talocalcaneus kurang dari 150, dan dua tulang
terlihat lebih tumpang tindih daripada kaki normal. Selain itu, axis longitudinal
yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral kearah
dasar metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial.
19
Gambar 8: Gambaran AP pedis, ditemukan sudut talocalcaneal kurang dari 150
20
Gambar 10: Gambar pengukuran AP Calcaneo-5th metatarsal angle
3. AP talo-1st metatarsal angle
21
5. Lateral tibio-calcaneal angle
Sudut ini bertambah jika terdapat angulasi equinos atau plantar fleksi tulang-tulang
posterior pedis dan berkurang jika terdapat angulasi calcaneus atau dorsofleksi
tulang-tulang posterior pedis.
22
Gambar 15: Gambar pengukuran Latero talo-1st metatarsal angle
8. Latero talo-horizontal angle
Dengan pengukuran ini didapatkan posisi talus yang terletak lebih vertical pada
nak-anak dibandingkan dewasa.
23
10. Maximum dorsofleksi lateral tibio-calcaneal angle
Sudut ini mengukur kedudukan calcaneus saat kaki didorsofleksi. Pada clubfoot,
gerakan calcaneus akan terbatas pada dorsofleksi sehingga sudut menjadi lebih
besar.
24
Pengukuran radiografi pedis pediatri
Tabel 1: Normal Angular Relationship of the Hindfoot & Forefoot
View Angle Newborn 2 years 4 years Birth to 9
42o 40o 34o
AP Talocalcaneal 15o-56o
(27o-56o) (26o-50o) (24o-44o)
Calcaneal-fifth
AP 3o 0o -1o -10o to 14o
metatarsal
Talar-first
AP 20o 13o 10 o -9 o to 31 o
metatarsal
39o 41o 44o
Lateral Talocalcaneal 23o to 56o
(23o-55o) (27o-56o) (31o-57o)
Talocalcaneal w/
45o 44o 33o
Lateral maximum 25o to 55o
(35o-56o) (33o-54o) (32o-52o)
corsiflexion
Lateral Ticiocalcaneal 77o 71o 67o 56o to 95o
Ticiocalcaneal
Lateral w/ maximum 42o 46o 50o 25o to 73o
corsiflexion
Lateral Ticiotalar 115o 114o 113o 86o to 145o
Talar-first
Lateral 19o 21o 9o -7o to 39o
metatarsal
Lateral Talar-horizontal 34o 31o 30o 14o to 55o
Talocalcaneal
76o 76o 76o 45o to 103o
index
25
Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3 dimensi,
Johnsten et al menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat ditentukan di
sekitar pusat massa dengan 3 bidang perpendikuler untuk setiap tulang yang terlibat.
Kawat ini dapat dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas dan
kelainan susunan tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto polos.
Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan
cara ini, karena gambaran dari kaki bagian bawah tidak saling berhimpit
(overlapping). Begitu pula halnya denga aksis vertical dari talus dan lubang
kalkaneus dapat dibandingkan denga garis acuan perpendikuler terhadap dasar pada
rekonstruksi koronal dari tumit. Gambaran ini hanya dapat diperoleh dengan CT scan.
Analisis diatas menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik talus maupun
kalkaneus relative terotasi secara medial terhadap garis perpendicular pada lubang di
bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus sangat kecil. Perbedaan ini merupakan
divergensi normal dari aksis panjang 2 tulang. Pada CTEV, talus terotasi secara
lateral dan kalkaneus terotasi lebih medial daripada kaki normal; rotasi ini
menyebabkan terjadinya konvergensi dari aksis panjang.11,12
Sebagai tambahan, peneliti mengamati pronasi ringan dari talus dan kalkaneus
di bidang koronal pada CTEV, berlawanan dengan supinasi ringan pada kaki normal.
Penemuan ini mengindikasikan bahwa koreksi operasi harus meliputi supinasi dan
rotasi medial dari talus pada lubangnya dan supinasi dan lateral rotasi dari kalkaneus.
A B C D
26
Gambar 20: A: Ct-scan 3 dimensi poyeksi transversal normal
B: Ct-scan sendi calcaneocuboid normal
C: Ct-scan sendi subtalar pada artikulasi posterior normal
D: Ct-scan sendi talonavicular normal
2.7.2.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Saat ini MRI tidak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi CTEV, dan
terbatasnya pengalaman penggunaan MRI telah dipublikasikan dalam literature.
Penggunaan MRI terbatas karena berbagai kerugian, diantaranya dibutuhkan alat
khusus dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang digunakan,
hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik dari alat fiksasi, dan waktu
tambahan yang dibutuhkan untuk transfer data dan postprocessing. Di sisi lain,
keuntungan dari MRI jika dibandingkan dengan foto polos dan CT adalah kapabilitas
imaging multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi,
kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.3
Hasil dari penelitian mandiri terhadap MRI dan penelitian pendahuluan
mengenai resonansi magnetic rekonstruksi multiplanar menunjukkan bahwa metode
ini dapat digunakan untuk menjelaskan patoanatomi kompleks pada kelainan
ini. Gambaran intermediate dan multiplanar menunjukkan bahwa metode ini dapat
digunakan untuk menjelaskan patoanatomi kompleks pada kelainan ini. Gambaran
intermediate dan gambaran T2- weighted spin-echo dapat menggambarkan secara
jelas anlage (primordium) kartilago dan permukaan articular secara berurutan. Ketika
akusisi gradient-echo 3 dimensi digunakan untuk membentuk rekonstruksi
multiplanar, pusat dari massa dan axis utama dari inersia tiap tulang atau struktur
kartilago dapat ditentukan. Axis ini dapat dibandingkan satu sama lain atau dapat
dirumuskan standar referensi mengenai pengukuran objektif dari deformitas ini yang
dapat digunakan secara menyeluruh.6
Deformitas talus, yang oleh banyak ilmuwan dipercaya sebagai kelainan
primer pada CTEV, tidak dapat ditentukan dengan tepat jika dilakukan dengan
modalitas lain. Bagaimanapun juga, dengan metode yang dideskripsikan diatas,
27
MRI dengan rekonstruksi multiplanar dapat menggambarkan deformitas intraoseus
dari talus yang didefinisikan dengan elevasi sudut body- neck talus.
Hubungan talonavicular dapat didefinisikan dengan baik, yang tidak terlihat
pada radiograf pada anak kecil karena kurangnya osifikasi pada navicular. Pada
sebagian besar pasien, terjadi dislokasi navicular secara medial.13
2.7.2.4 Ultrasonografi (USG)
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai temuan USG pada CTEV,
namun modalitas ini masih jarang digunakan. Kekurangna terbesar dari USG adalah
ketidakmampuan gelombang suara untuk menembus seluruh tulang, terutama jika
terdapat bekas luka post operasi. Keuntungan USG yaitu kuragnya radiasi pengion,
mampu menggambarkan bagian tulang yang tidak terosifikasi, dan kapasitasnya
dalam hal imaging dynamics. Pada USG, dapat dinilai secara objektif dari beberapa
hubungan antartulang (interosseus) pada CTEV. USG mungkin dapat digunakan
dalam operasi tertuntun dan terapi konservatif untuk CTEV dalam menilai hasilnya.3
Transduser linear 7.5 MHz dan tempat meletakkan kaki digunakan untuk
menghasilkan gambaran yang berguna dan reproducible. Gambaran posterior-sagital
didapatkan dengan cara transduser disejajarkan dengan pertengahan bidang sagital
dan ditempatkan pada bagian posterior atas tumit. Gambaran anteromedial didapatkan
dari posisi pertemuan pergelangan kaki dan telapak kaki, dengan kaki dalam keadaan
plantar flexi. Transduser disejajarkan dengan tibia distal, talus, navicular. Gambaran
medial transversal yaitu dalam posisi transversal di kaki ke arah medial. Gambaran
transversal lateral kaki juga dapat berguna. Selain itu, gambaran-gambaran ini dapat
didapatkan dengan menggerakkan transduser secara dinamis.6
Tendon achilles dapat diukur dengan menggunakan gambaran posterior-
sagital. Umumnya tendon achilles ini memendek pada CTEV dan deformitas spastik.
Pada gambaran posterior sagital ini, tibia distal, talus dan kalkaneus sejajar
sepenuhnya. Jarak antara tibia distal yang terosifikasi dan calcaneus superior yang
terosifikasi dapat diukur. Dalam keadaan plantar fleksi, pada kaki normal jarak ini
akan berkurang, tapi tidak pada CTEV. Gambaran ini memungkinkan evaluasi dari
28
hubungan talonavicular pada bidang DP, yang seringnya tetap abnormal bahkan
setelah pemotongan subtalar komplit.13
Pada gambaran anterior-medial, malleolus medial, talus, navicular dan
cuneiformis medial dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 21: Hasil USG dari aspek medial kaki normal, menggambarkan hubungan
antara kartilago malleolus medial (M), talus terosifikasi (T), dan navicular yang tidak
terosifikasi (N), metatarsal pertama juga telah terosifikasi.
Hubungan talonavicular yang penting dan sukar ditangkap dapat dihitung
dengan mengukur jarak atau sudut. Jarak antara epifisis malleolus medial dan
kartilago navicular dapat diukur. Dengan adanya displacement medial dari navicular
pada CTEV, ukurannya akan menjadi lebih pendek dari pada kaki normal. Hal ini
terlihat pada gambar ini :
Gambar 22: Jarak antara malleolus medial (M) dan navicular (N) dapat diukur dengan
menggerakkan transduser secara dinamis.
29
Gambar 23: Dengan abduksi dari kaki normal, jarak antara malleolus medial dan
navicular akan bertambah.
30
2.8 Diagnosis Banding
Postural clubfoot – disebabkan karena posisi fetus dalam uterus. Jenis
abnormalitas kaki seperti ini dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa.
Postural clubfoot memberi respon baik dengan pemasangan gips serial dan
jarang relaps.1,8
Metatarsus adductus (atau varus) – adalah suatu deformitas dari tulang
metatarsal saja. Forefoot mengarah pada garis tengah tubuh, atau berada pad
aposisi addkutus. Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan
pemasangan gips serial.1,8
2.9 Tatalaksana
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada dan
mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan
tulang.
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :1,4
CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata laksanaan
dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat walaupun sepertinya berhasil
dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.
Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr. Shafiq
Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan The Pirani Scoring
System. Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat mengidentifikasi tingkat
keparahan dan memonitor perkembangan suatu kasus CTEV selama koreksi
dilakukan.
Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot.
Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC),
kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi yang
terjadi/degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi
menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di
31
sisi medial/medial crease (MC) dan tereksposnya kepala lateral talus/uncovering of
the lateral head of the talus (LHT)
32
Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa jalan, antara
lain :
o Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
o Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateral
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif di semua
kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :
Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen
plantaris panjang dan pendek
Medial : struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavicular
dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDL
Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan
ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen kalkaneofibular
Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian
kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar
Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan yang adekuat.
Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah sebagai berikut :
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.
Ligamen tibiofibular inferior
Ligamen fibulocalcaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik
Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20° dari
proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan
pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya.
Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi yang terjadi
tidak boleh ditutup dengan paksa. Luka tersebut dapat dibiarkan terbuka agar
membentuk jaringan granulasi atau bahkan nantinya dapat dilakukan cangkok kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari pasien :
33
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya melalui
prosedur jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan pembentukan
ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian
kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang kalkaneus
untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi
lateralis atau arthrodesis.).
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit
paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka
agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya
penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit
untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.
2.10 Prognosis
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif. Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki
tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan
sebesar 10-35%. 1
Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi
penampilan maupun fungsi kaki. Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih
81% kasus. Faktor utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang
gerakan pergerakan kaki, yang dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang
talus. 1,9
Tiga puluh delapan persen pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif
lebih lanjut (hampir dua pertiganya adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil
terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan
(biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm)
34
BAB 3
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
2004.
2. Wang H, Barisic I, Loane M, Addor MC, Bailey LM, Gatt M, et al. Congenital
clubfoot in Europe: A population-based study. Am J Med Genet A. 179 (4):595-
601. 2019 Apr.
3. Chen, Michael Y M. Basic Radiology. New York: McGraw-Hill. 2004.
4. Soule, R. E. Treatment of Congenital Talipes Equinovarus in Infancy and Early
Chlidhood. 2008.
5. Snell S. Richard; Anatomi Klinik Bagian 2. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2007.
6. Clubfoot imaging. Taken from http://emedicine.medscape.com/article/1237077-
overvie. On October 27, 2019.
7. Crenshaw A H. Campbell’s Operative Orthopaedics.7th ed. Missouri:Mosby Co,
1987.
8. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 2. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003.
9. Cahyono B.C. 2012. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV). 178. Kol. 2-3. 4
Maret 2012.
10. Vanderwilde R, Staheli LT, Chew DE. Malagon V; Measurements on
radiographs of the foot in normal infants and children. J Bone Joint Surg
70A;407,1988.
11. Farsetti P, De Maio F, Russolillo L, Ippolito E. Ct Study on the Effect of
Different Treatment Protocols for Clubfoot Pathology. Clinical Orthopaedics and
Related Research. 467:1243-9. 2009.
12. Clubfoot Imaging. Dikutip dari http://emedicine.medscape.com/article/407294-
overview pada tanggal 29 Oktober 2019.
13. Moeller, Torsten B. Pockets Atlas of Radiographic Anatomy. 2nd ed. New
York:Thieme;2000.
14. Stahell, Lynn. Kaki Pengkor;penanganan dengan metode poensetti. Ed 3. Global
Help Organization;2008.
36