Makalah Otonomi Daerah PDF
Makalah Otonomi Daerah PDF
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyusun makalah dari tugas Hukum Perikanan dengan judul “Otonomi
Daerah” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
1. Orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moral
maupun moril, demi mencapai cita – cita yang penulis harapkan.
2. Dosen mata kuliah Hukum Perikanan yang telah banyak memberikan materi secara
teoritik.
3. Teman – teman yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis sadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kejanggalan dan
kekurangan baik dalam segi penulisan maupun penempatan kata-kata, untuk itu penulis
mohon masukan yang sifatnya membangun agar bisa memperbaiki penulisan – penulisan
makalah maupun laporan yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
Otonomi berasal dari dua kata : auto berarti sendiri, nomos berarti rumah tangga
atau urusan pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga
sendiri. Dengan mendampingkan kata otonomi dengan kata Daerah, maka istilah
“mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat
dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Berdasarkan Keputusan Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000 tentang
Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi menjadi dasar
pengelolaan semua potensi daerah yang ada dan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh
daerah yang mendapatkan hak otonomi dari daerah pusat. Kesempatan ini sangat
menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki potensi alam yang besar untuk dapat
mengelola daerah sendiri secara mandiri, dengan peraturan pemerintah yang dulunya
mengalokasikan hasil hasil daerah 75% untuk pusat dan 25% untuk dikembalikan
kedaerah membuat daerah-daerah baik tingkat I maupun daerah tingkat II sulit untuk
mengembangkan potensi daerahnya baik secara ekonomi maupun budaya dan pariwisata.
Dengan adanya otonami daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingakat II mampu
mengelola daerahnya sendiri. Untuk kepentingan rakyat demi untuk meningkatkan dan
mensejahtrakan rakyat secara sosial ekonomi.
1.2 Tujuan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdiri pada tanggal 7 Desember 1959 dengan
landasan pendirian berdasarkan UU No. 24 Tahun 1956 yang beribukota Banda aceh.
Luas wilayah provinsi ini ± 57.365,57 km2 dengan posisi ( letak geografis ) 2 derajat – 6
derajat lintang utara dan 95 derajat -98 derajat bujur timur dan berada dalam pulau
sumatra dan memiliki 21 kabupaten. Lambang dari provinsi Nanggroe aceh Darussalam
adalah pancacita. Provinsi ini mempunyai potensi yang sangat besar baik itu dari segi
perikanan, pertanian dan perkebunan, industri, peternakan, pertambangan, dan kehutanan.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu provinsi yang telah
menerapkan otonomi daerah dengan landasan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
dan prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 yaitu Penyelengaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah
didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang mempunyai potensi
perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hasil perikanan di Aceh terdiri dari perikanan
darat dan laut. Potensi perikanan laut di daerah Aceh cukup potensial, tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal. Data tahun 1997 menunjukkan bahwa hasil perikanan laut
mencapai 110.817,1 ton dan perikanan darat mencapai 24.436,7 ton. Sedangkan pada
tahun 1998 hasil produksi perikanan laut mencapai 114.778,4 ton dan perikanan darat
mencapai 23.228,4 ton. Hasil potensi perikanan di Aceh akan lebih banyak lagi jika
perikanan tersebut dikembangkan dengan menggunakan peralatan yang modern dan
canggih. Potensi perikanan, termasuk perikanan laut di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) belum dimanfaatkan secara optimal. Sekitar 60% dari total potensi perikanan
yang dimiliki oleh provinsi Nanggroe aceh Darussalam belum termanfaatkan an 40%
lainnya juga belum termanfaatkan secaa optimal.
Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1999 telah menerapkan otonomi daerah
dal kepemerintahannya. Secara filosofis, ada dua tujuan utama yang ingin dicapai dari
penerapan kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah yaitu tujuan demokrasi dan
tujuan kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan pemerintah daerah sebagai
instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang
terhadap pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar dalam menciptakan
kesatuan dan persatuan bangsa dan negara serta mempercepat terwujudnya masyarakat
madani atau civil society. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan pemerintahan daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyediaan pelayanan
publik secara efektif, efesien.
Otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam
mengelola potensi yang dimiliki dan pembangunan. Selain itu pendapatan yang
didapatkan oleh pemerintah daerah 80% kembali ke daerah yang digunakan sebagai kas
daerah, pembangunan dan lain sebagainya dan 20% di salurkan kepemerintahan pusat.
Hal ini akan membuat pemerintah daerah merasa diberlakukan dengan adil tanpa harus
ada terjadinya kesenjangan-kesenjangan dengan pemerintah pusat. Salah satu aspek yang
mempunyai potensi di Nanggroe Aceh Darussalam adalah perikanan dan kelautan
yangterdiri dari perikanan darat yang meliputi budidaya dan perikanan laut yang meliputi
pengangkapan dan juga budidaya. Peraturan yang mengatur perikanan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam bersumber pada 2 hal yaitu hukum adat dan perda (
peraturan daerah ) yang mana hal ini dikarenakan otonomi daerah sehingga daerah
mempunyai wewenang untuk mengeluarkan peraturan yang menyangkut dengan
daerahnya. Peraturan adat yang berlaku di Aceh di dikenal dengan nama hukom laot.
Adapun peraturan daerah yang mengatur perikanan dan kelautan di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam di sesuaikan dengan keadaan provinsi tersebut sehingga tidak
bertentangan dengan hukum adat. Dengan adanya peraturan daerah yang dibuat
diharapkan pemerintah dan segenap komponen masyarakat di Nanggroe Aceh
Darussalam dapat memanfaatkan potensi yang ada dengan optimal tanpa harus
mengakibatkan ekploitasi yang berlebihan .
Hukum adat yang ada diketuai oleh panglima laot. Panglima Laot merupakan
suatu struktur adat di kalangan masyarakat nelayan di propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukôm Adat Laôt.
Hukôm Adat Laôt dikembangkan berbasis syariah Islam dan mengatur tata cara
penangkapan ikan di laut (meupayang), menetapkan waktu penangkapan ikan di laut,
melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adat
kenelayanan, menyelesaikan perselisihan antar nelayan serta menjadi penghubung antara
nelayan dengan penguasa (dulu uleebalang, sekarang pemerintah daerah.
Struktur adat ini mulai diakui keberadaannya dalam tatanan kepemerintahan daerah
sebagai organisasi kepemerintahan tingkat desa di Kabupaten Aceh Besar pada tahun
1977 (Surat Keputusan Bupati Aceh Besar No. 1/1977 tentang Struktur Organisasi
Pemerintahan di Daerah Pedesaan Aceh Besar). Akan tetapi, fungsi dan kedudukannya
belum dijelaskan secara detail. Pada tahun 1990, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa
Aceh menerbitkan Peraturan Daerah No. 2/1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat beserta Lembaga Adat, yang
menyebutkan bahwa Panglima Laôt adalah orang yang memimpin adat istiadat,
kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut. Dengan adanya hukom laot
ini dapat meminimalisir terjadinya ekploitasi yang berlebihan terhadap penangkapan ikan
dan mencegah terjadi kepunahan ikan karena tata cara dalam menangkap ikan sudah
diatur dalam hukom laot ini.
Pada sesi ini akan kita bahas potensi alam yang ada di beberapa kabupaten NAD
yaitu Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Biereun dan Kabupaten Aceh Singkil.
3) Peternakan
Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu lumbung ternak di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, dan masih memungkinkan untuk dikembangkan di masa
mendatang. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan peternakan, sampai dengan tahun
2002 telah dilakukan berbagai upaya seperti penyebaran bibit ternak, pengendalian
penyakit hewan, penyebaran makanan ternak dan penyuluhan kepada masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Aceh Timur membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada
investor yang ingin menanamkan modalnya di bidang ini.
4) Perikanan
Pesisir pantai Aceh Timur yang menghadap ke Selat Malaka merupakan kawasan
penangkapan ikan laut yang sangat strategis. Disamping itu, daerah ini juga memiliki
lahan yang ditumbuhi rawa-rawa yang sangat potensial untuk pertambakan udang dan
ikan bandeng. Sektor perikanan Aceh Timur merupakan harapan baik, karena selama ini
warga setempat masih berkonsentrasi pada pengolahan tambak semata.
5) Kehutanan
Pohon-pohon yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti meranti, cengal, damar
laut, semantok, merbau, keruing dan sebagainya banyak terdapat di Aceh Timur.Terdapat
pula berbagai flora yang dilindungi seperti Rafflesia dan Daun Sang. Adapun di kawasan
rawa-rawa dipenuhi oleh hutan bakau sebagai bahan baku arang maupun untuk bahan
bangunan. Selain itu, terdapat juga berbagai jenis hewan liar yang menghuni rimba di
AcehTimur.
6) Perindustrian
Aktivitas perindustrian di Aceh Timur telah mampu membawa perubahan dalam
struktur ekonomi daerah. Di Kabupaten Aceh Timur telah tumbuh industri kertas yang
telah mampu menembus pangsa pasar ekspor antara lain ke Singapura, Malaysia,
Hongkong, China, Korea Selatan, Jepang, Saudi Arabia dan Kuwait. Disamping itu,
Pemerintah Kabupaten juga mengupayakan pembangunan industri kecil yang diarahkan
untuk menciptakan struktur ekonomi yang berimbang terutama antara desa dan kota.
Upaya untuk memacu pengembangan industri kecil melalui pembinaan termasuk wajib
uji produksi industri kecil, serta pelatihan peningkatan mutu. Hasil produksi industri kecil
tersebut berupa bahan sulaman dan bordiran dalam bentuk dompet, tas, keranjang kain,
kopiah, aneka hiasan dan gantungan kunci. Selain itu terdapat juga anyaman pandan dan
berbagai bentuk sulaman kasab, yang kesemuanya dapat dijadikan cenderamata oleh para
wisatawan.
7) Pertambangan
Berdasarkan hasil penelitian, di Aceh Timur terdapat berbagai jenis potensi energi
dan bahan mineral yang tersebar di berbagai kecamatan seperti minyak bumi, gas alam,
panas bumi dan sebagainya. Minyak bumi terdapat di beberapa lokasi seperti pada aliran
Krueng Peureulak, Krueng Idi, sebelah selatan Peureulak, sebelah barat Bayeun, dan di
pesisir utara - timur. Gas alam terdapat di Kecamatan Julok yang diperkirakan
cadangannya lebih besar dari yang ada di Arun Aceh Utara. Sumber panas bumi terdapat
di Alue Siwah Kecamatan Idi Rayeuk. Sedangkan timah hitam, dolomit, dan batu
gamping terdapat di Kecamatan Serba Jadi.
8) Pariwisata
Kabupaten Aceh Timur memiliki potensi pariwisata berupa wisata budaya, wisata
sejarah, dan wisata alam. Wisata budaya meliputi Tarian Seudati, Tari Ranub Sigapu,
Tari Bines, Tari Saman, Rapaii Daboih, Tari Laweut, Tari Ranub Lam Puan, dan Tari
Tarek Pukat. Wisata sejarah terdiri dari beberpa bekas Kerajaan Islam dan makam-
makam bersejarah. Sedangkan obyek wisata alam yang dapat dikembangkan antara lain
Bekas Kerajaan Islam Peureulak, Pantai Kuala Beukah, Pantai Idi Cut, Pantai Kuala
Parek, Pantai Ujung Perling, Air Terjun Paya Bili, Pantai Kuala Simpang Ulim, Pantai
Kuala Gelumpang, Pantai Kuala Matang Ulim, Pantai Alur Dua Muka, Pantai Aramia,
dan Air Terjun Terujak.
Unggulan /
No Sektor / Komoditi Deskripsi
Tidak
1 Primer-Perkebunan:Kelapa Unggulan
Sawit Produksi Tahun Terakhir (2006) :
4,462.00 Ton
2 Primer-Perkebunan:Kakao Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
2,394.00 Ton
3 Primer-Perkebunan:Karet Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
953.00 Ton
4 Primer-Perkebunan:Tebu Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
8.00 Ton
5 Primer-Perkebunan:Kopi Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
461.00 Ton
6 Primer-Perkebunan:Kelapa Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
17,562.00 Ton
7 Primer-Perkebunan:Cengkeh Non Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
91.00 Ton
8 Primer-Perkebunan:Jambu Non Unggulan
Mete Produksi Tahun Terakhir (2006) :
9.00 Ton
9 Primer-Perkebunan:Lada Non Unggulan
Produksi Tahun Terakhir (2006) :
31.00 Ton
2.1.3 Kabupaten Aceh Singkil
Usia Kabupaten Aceh Singkil tergolong muda. Empat tahun. Kabupaten ini hasil
pemekaran Kabupaten Aceh Selatan. Sejak "melepaskan diri" dari kabupaten induk tahun
1999, Aceh Singkil berbenah diri. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah
kabupaten adalah pengeluaran untuk bidang transportasi.
1. Pembangunan
Pada realisasi pengeluaran pembangunan dalam anggaran 2000 yang hanya
sembilan bulan terhitung bulan April sampai Desember pengeluaran untuk transportasi
Rp 9,8 miliar. Jumlah ini merupakan pengeluaran terbesar dibandingkan dengan 20 jenis
pengeluaran pembangunan lainnya. Nilainya setara dengan 38 persen dari seluruh
pengeluaran pembangunan Rp 25,7 miliar. Dana untuk sektor transportasi antara lain
untuk pembuatan marka jalan seperti rambu lalu lintas.
Sampai dua tahun kemudian, transportasi masih menjadi perhatian pemerintah setempat.
Jumlah pengeluaran sektor ini terbesar kedua setelah sektor aparatur pemerintah dan
pengawasan. Pada anggaran tahun 2002, dengan pengeluaran pembangunan tidak kurang
dari Rp 108 miliar, Aceh Singkil mengalokasikan Rp 20,7 miliar untuk transportasi. Nilai
ini selisih sekitar Rp 3,2 miliar dari sektor aparatur pemerintah dan pengawasan, Rp 23,9
miliar.
2. letak geografis
Aceh Singkil berada pada 20.02’-30.0’ Lintang Utara dan 970.04’-980.12’ Bujur
Timur. Sebagian besar jalan yang menghubungkan Singkil, ibu kota Aceh Singkil dengan
Banda Aceh, ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berjarak 710 kilometer,
sudah beraspal hotmix. Kondisi serupa dijumpai pada jalan yang menghubungkan Singkil
dengan Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Melalui jalan yang lumayan halus itu,
jarak tempuh kedua daerah ini sekitar 7 jam.
Berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah Selatan membuat kabupaten ini
memiliki potensi perikanan dan kelautan. Perairan di Aceh Singkil merupakan sarang
ikan, udang, rumput laut, dan terumbu karang. Salah satu daerah produsen ikan laut
adalah Pulau Banyak. Rata-rata per tahun daerah ini menghasilkan 6.500 ton ikan laut.
Sedangkan produk ikan laut seluruh kabupaten 17.400 ton. Hasil tangkapan para nelayan
ini antara lain dipasarkan ke Sibolga dan Medan. Ikan-ikan itu dikapalkan melalui
Pelabuhan Balai dengan waktu tempuh sekitar 18 jam. Ikan dari Aceh Singkil itu
digunakan untuk mencukupi kebutuhan restoran atau warung-warung makan pada kedua
kota di Provinsi Sumut itu.
3. Potensi Wilayah Aceh Singkil
Meskipun jauh dari pusat kendali pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) di Banda Aceh, kami tidak ingin terkucil. Oleh karena itu,
pemerintah kabupaten didukung masyarakat Aceh Singkil, di era otonomi ini akan
menggali optimal semua potensi daerah. Ini tidak muluk- muluk, karena Aceh Singkil
memiliki potensi untuk itu, terutama sumber daya alam yang lumayan menjanjikan,"
tegas Wakil Bupati Aceh Singkil Mu’adz Vohry dengan nada optimis, ketika ditemui
Kompas di Singkil, kota kabupaten yang tepat berada di depan Samudera Indonesia.
Tekad untuk tidak terkucil dalam gerak pembangunan di NAD, wajar menjadi
target masyarakat dan pelaksana pemerintahan di Aceh Singkil. Ada dua faktor yang
dirasakan sebagai tantangan dalam membangun fisik, kemasyarakatan dan perekonomian
daerah. Keduanya yakni, usianya yang baru empat tahun berdiri sebagai kabupaten, dan
posisi geografis yang tidak terlalu menguntungkan. Aceh Singkil resmi menjadi
kabupaten pada 27 April 1999. Berdasarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1999,
Aceh Singkil lepas dari induknya Kabupaten Aceh Selatan. Adapun letak geografis,
wilayah Singkil persis di pantai barat Sumatera, sekitar 680 km dari kota Banda Aceh,
ibu kota Provinsi NAD. Untuk koordinasi pembangunan ke pusat dan provinsi serta akses
ekonomi, jalur transportasi yang ditempuh penuh tantangan. Karena hanya mengandalkan
satu-satunya jalan darat atau harus memutar ke Medan sejauh 300-an kilometer,
kemudian menggunakan penerbangan ke Banda Aceh atau Jakarta.
Beberapa faktor yang tidak menguntungkan ini, memberi inspirasi dan
memotivasi masyarakat dan jajaran pemerintahan di daerah ini agar bisa secepatnya
mandiri. Kemandirian Aceh Singkil diartikan secara konkret, yakni bagaimana bisa lepas
dari bayang-bayang induknya Aceh Selatan, dan hidup dengan pendapatan sendiri. Dari
kerangka itu, kita sepakat lima tahun pertama Aceh Singkil harus bangkit mengejar
ketertinggalan dari kabupaten-kabupaten lain di NAD
Dari segi potensi alam yang dimiliki daerah kabupaten aceh singkil keinginan
untuk mengejar ketertinggalan tersebut tidak sukar diwujudkan. Selain situasi keamanan
yang relatif tenang tanpa konflik, Singkil memiliki potensi di sektor perkebunan dan
perikanan yang lumayan besar.
Di sektor perkebunan misalnya, di daerah ini tercatat sekitar 22 perusahaan besar
perkebunan, sebagian sudah menanam modalnya dan sebagian lagi masih mengantongi
izin prinsip. Komoditas yang dikembangkan adalah kelapa sawit. Hingga kini sedikitnya
hampir 200.000 hektar (ha) areal kebun kelapa sawit yang sudah produktif di Aceh
Singkil.
Selain milik perusahaan besar, kebun sawit juga dimiliki rakyat (petani). Luas
lahan kebun sawit milik rakyat ini mulai 5 ha hingga di atas 100 ha. Kepemilikan sawit
rakyat tersebut semata-mata untuk mengurangi ekses, terutama menghindari kesenjangan
dengan adanya perusahaan besar di daerah ini. Jadi, rakyat Singkil tak sekadar menonton,
tapi juga ikut berkiprah dan memetik hasil langsung di sektor perkebunan, Tentang
potensi perikanan di daerah kabupaten aceh singkil tidak terbantah lagi karena kabupaten
ini memiliki wilayah perairan potensial. selama ini kekayaan perikanan tersebut dikuras
oleh nelayan-nelayan asing. Justru itu agar dominasi nelayan asing bisa dihentikan,
tengah diupayakan pembangunan industri perikanan terpadu skala besar yang akan
memberdayakan sekitar 500 keluarga nelayan lokal.
Sektor perikanan Aceh Singkil, kini tampak memiliki prospek yang cukup
menjanjikan. Salah satu pemodal besar di Tanah Air sudah menyatakan kesediaan
membangun industri perikanan terpadu di daerah ini.
4. Pendapatan Daerah
Seperti telah dijelaskan diatas setelah bupati aceh singkil mencoba untuk pisah
yang sebelumnya masih ketergantungan pada aceh pusat (NAD) yang bertujuan untuk
mencoba mendapatkan penghasilan dari kemandirian masyarakat tanpa ada bantuan dari
pemerintah pusat maupun NAD. Dimana dapat kita ketahui potensi-potensi didaerah
kabupaten aceh singkil tersebut, pendapatan penghasilan bagi masyarakat adalah
dominasi dari hasil pertanian yang berupa tanaman kelapa sawit, dan penangkapan ikan
juga budidaya sekala rumah tangga. Namun sampai saat ini masih kurangnya pendapatan
terutama dari sumberdaya perikanannya, karena masih kurangnya perhatian dari PEMDA
setempat. Sehinga penghasilan maupun pendapatan masyarakat kabupaten aceh singkil
saat ini hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak lebih dari itu khusus para
nelayan dan petani.
1. Gambaran Umum
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara,
Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional.
Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai
barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota /
negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain.
Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar
barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif
besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga
secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder,
Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
regional/nasional.
5. Keuangan Daerah
Diberlakukannya Undang-Undang No : 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang
Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah tersebut berkonsekuensi, masing- masing daerah harus memiliki penghasilan
yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul
tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan
masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif.
Untuk mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan tanggung
jawabnya. Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber pendapatan pokok, yaitu :
(1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4)
Lain- lain penerimaan yang sah. Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat
didominasi sektor sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar
diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota Medan, pungutan
pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan kesejahteraan umum (redistribusi
pendapatan) dari pada sekedar budgeter.
3. Potensi Daerah
1) Kelautan
Sebagai Provinsi Kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini sangat
mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usaha pembenihan
sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkapan. Di Kabupaten Karimun
terdapat budidaya Ikan kakap, budidaya rumput laut, keramba jaring apung. Kota Batam,
Kabupaten Bintan, Lingga dan Natuna juga memiliki potensi yang cukup besar dibidang
perikanan. Selain perikanan tangkap di keempat Kabupaten tersebut, juga dikembangkan
budidaya perikanan air laut dan air tawar. Di kota Batam tepatnya di Pulau Setoko,
bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang mampu menghasilkan lebih dari 1
juta benih setahunnya.
2) Peternakan
Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam
dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.
3) Pertanian
Hampir diseluruh wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau berpotensi
untuk diolah menjadi lahan pertanian dan peternakan mengingat tanahnya subur. Sektor
pertanian merupakan sektor yang strategis terutama di Kabupaten Bintan, Kabupaten
Karimun, dan Kota Batam. Disamping palawija dan holtikultura, tanaman lain seperti
kelapa, kopi, gambir, nenas, cengkeh sangat baik untuk dikembangkan. Demikian juga di
Kabupaten Kepulauan Riau dan Lingga sangat cocok untuk ditanami buah-buahan dan
sayuran. Di beberapa pulau sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit.
4) Pariwisata
Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata dari mancanegara kedua
setelah Pulau Bali. Jumlah wisatawan asing yang datang berkunjung mencapai 1,5 juta
orang pada tahun 2005. Objek wisata di Provinsi Kepulauan Riau antara lain adalah
wisata pantai yang terletak di berbagai kabupaten dan kota. Pantai Melur, Pulau Abang
dan Pantai Nongsa di kota Batam, Pantai Pelawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi,
Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di kabupaten Bintan.
Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling.
Selain wisata pantai dan bahari, provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek
wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional
serta event-event khas daerah. Di kota Tanjung Pinang terdapat pulau Penyengat sebagai
pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat masjid bersejarah dan makam-makam Raja
Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.
4. Perekonomian Daerah
Dalam periode lima tahun terakhir (2001-2005) Perekonomian Provinsi
Kepulauan Riau didominasi oleh sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi
(share) rata-rata sebesar 65,65% terhadap pembentukan PDRB (Atas Dasar Harga
Konstan). Sedangkan pada tahun 2005 sektor industri pengolahan memberikan
kontribusi (share) sebesar Rp.20,249 triliun atau sebesar 67,24% terhadap pembentukan
PDRB Provinsi Kepulauan Riau.
Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2005
merupakan sektor kedua terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap pembentukan
PDRB yaitu sebesar Rp.2,491 triliun atau sebesar 8,20%. Kontribusi sektor perdagangan,
hotel dan restoran dalam lima tahun terakhir menunjukkan trend yang menaik dengan
kontribusi rata-rata sebesar 7,99%.
Sektor ketiga yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB
adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp.2,082 triliun atau sebesar
6,86%. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dalam lima tahun terakhir
cenderung mengalami penurunan, karena pada tahun 2001 sektor ini memberikan
kontribusi sebesar 13,68% dan pada tahun 2004 kontribusinya menurun sehingga
menjadi 7,40% terhadap pembentukan PDRB Provinsi Kepulauan Riau.
Sedangkan sektor keempat yaitu sektor pertanian, pada tahun 2005 memberikan
kontribusi (share) sebesar Rp.1,46 triliun atau sebesar 4,82%. Sub sektor perikanan
merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukan sektor ini yaitu sebesar Rp.1,056
triliun dan memberikan kontribusi sebesar 3,48% terhadap pembentukan PDRB.
Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2005 ini menurun apabila dibandingkan tahun
2004. Selama periode tahun 2001-2004 kontribusi sektor pertanian cenderung menaik
dimana pada tahun 2001 adalah sebesar 4,72% dan pada tahun 2004 kontribusi adalah
sebesar 4,87%.
Sektor kelima yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap PDRB
daerah ini adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dimana pada tahun
2005 memberikan kontribusi (share) sebesar Rp.1,335 triliun atau sebesar 4,40%.
Kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dalam lima tahun terakhir
menunjukkan trend yang menaik dimana pada tahun 2001 kontribusi sektor ini baru
mencapai 3,93%.
5. Perekonomian yang Berkembang di Provinsi Kepulauan riau
Berdasarkan perekonomian yang telah berkembang di Provinsi Kepulauan Riau
telah memberikan dana APBD untuk perkembangan daerah. Adapun perekonomian
daerahnya meliputi:
1) Perikanan
Sebagai Provinsi Kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini
sangat mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai
usahapembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkapan. Di
Kabupaten Karimun terdapat budidaya Ikan kakap, budidaya rumput laut, kerambah
jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga dan Natuna juga memiliki potensi
yang cukup besar dibidang perikanan. Selain perikanan tangkap di keempat Kabupaten
tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut dan air tawar. Di kota Batam
tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang mampu
menghasilkan lebih dari 1 juta benih setahunnya.
Jenis Komoditas yang dikembangkan di Loka Budidaya Laut Batam
Produksi Teknologi yang Daerah
No Jenis Produksi
(benih) dihasilkan Distribusi
Propinsi
1 Kakap Putih 500.000 Produksi Massal
Riau
Propinsi
2 Kakap Macan 80.000 Produksi Massal Kepulauan
Riau
Propinsi
Peningkatan SR,
3 Bawal Bintang 60.000 Sumatera
saat SR -nya 5%
Barat
Peningkatan Propinsi
4 Kerapu Bebek 120.000 SR, saat SR -nya Kalimantan
1,25% Selatan
Pemeliharaan larva Propinsi
5 Gonggong - dan identifikasi Kalimantan
pakan Barat
Pemeliharaan larva
dan peningkatan Propinsi DKI
6 Kakap Merah -
SR, saat ini SR- Jakarta
nya0,001%
Propinsi
7 Kakap Mata Kucing 100.000 Produksi Massal Sumatera
Utara
8 Kerapu Lumpur - Pemijahan
9 Kerapu Kertang - Pemijahan
10 Kerapu Sunu - Kegiatan TA 2006
11 Rumput Laut - Kegiatan TA 2006
12 Abalone - Kegiatan TA 2006
Sampai akhir 2004, jumlah rumah tangga perikanan (RTP) tangkap sebesar
33.670 RTP. Sedangkan untuk perikanan budidaya jumlah RTP sebesar 6.126 RTP.
2) Industri
Industri manufaktur yang berskala kecil sampai sedang dan industri besar,
terutama industri perkapalan, agroindustri dan perikanan. Saat ini industri yang paling
banyak di Kepulauan Riau adalah industri elektronik seperti PCB, komponen komputer,
peralatan audio dan video dan bagian otomotif. Industri ringan lainnya seperti industri
barang-barang, garmen, mainan anak – anak, peralatan rumah tangga. Industri lainnya
fabrikasi baja, penguliran pipa, peralatan eksplorasi minyak, pra-fabrikasi minyak, jacket
lepas pantai dan alat berat terdapat di Bintan, Batam dan Karimun.
Disamping itu, kegiatan perdagangan di Kepulauan Riau difokuskan pada ekspor
dan impor dengan total nilai ekspor di tahun 2004 mencapai USD 4.910 milyar dan impor
USD 4.175 milyar yang berasal dari kegiatan ekspor 95 perusahaan ke 60 negara. Nilai
Ekspor melampaui nilai impor.
Selanjutnya, untuk menyongsong Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam,
Bintan, dan Karimun, nilai investasi asing yang telah ditanam mencapai US$
543.200.000.
b. Industri Kelautan
Industri Kelautan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, diantaranya adalah:
1. Industri pembuatan dan perawatan kapal
2. Industri penunjang kegiatan perkapalan , terdapat 105 industri perkapalan di
seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
3) Peternakan
Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak
ayam dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.
Potensi Ternak di Provinsi Kepulauan Riau
Jumlah
No. Jenis Populasi Pemotongan Daging
(ekor) (Ekor) (Kg)
1 Sapi 9.910 7.689 10.021.351
2 Kerbau 19.704 18 3.397
3 Kambing 351 7.646 94.239
4 Babi 680.380 201.465 8.426.640
5 Ayam Beras 904.417 745.110 904.593
6 Ayam Petelur 258.390 219.191 492.335
7 Ayam Pedaging 442.636 1.134.132 1.508.394
8 Itik 70.275 120.670 136.652
4) Pertambangan
Potensi sumber daya alam mineral dan energi yang relatif cukup besar dan
bervariasi baik berupa bahan galian A (strategis); bahan galian B (vital) maupun bahan
galian golongan C yang dapat dilihat sebagai berikut:
Jumlah Cadangan Bahan Galian di Provinsi Kepulauan Riau
No Jenis Bahan Galian Kabupaten/Kota Jumlah Cadangan
1 Minyak Bumi Natuna 298,81 MMBO
2 Gas Alam Natuna 55,3 TSCF
3 Timah Karimun 11.360.500 m3
Lingga -
4 Bauksit Bintan -
Karimun 3.832.500 m3
Lingga -
T. Pinang 1.150.000 m3
5 Pasir Besi Lingga -
Natuna -
6 Zircon Lingga -
7 Antimon Natuna -
8 Granit Karimun 4.204.840 ton
Bintan -
Natuna 19.662.288.605 m3
Lingga -
9 Pasir Darat Karimun 16.800.000 m3
Lingga -
Bintan -
10 Pasir Laut Karimun - 7.164.348.267 ton
Bintan
11 Kuarsa Karimun 84.930.000 m3
Natuna -
Lingga -
12 Granulit Natuna -
13 Diorit Natuna 882.000.000
Lingga -
14 Andesit Natuna -
Karimun 20.000.000 m3
15 Rijang Natuna 78.013.300.931 m3
16 Feldspar Lingga -
17 Kaolin Lingga -
18 Batu setengah permata Lingga -
19 Hornfels Natuna 43.240.000 m3
20 Batuan Ultrafamic Natuna 36.555.921.955 m
5) Pertanian
Hampir diseluruh wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
berpotensi untuk diolah menjadi lahan pertanian dan peternakan mengingat tanahnya
subur. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis terutama di Kabupaten
Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kota Batam. Disamping palawija dan holtikultura,
tanaman lain seperti kelapa, kopi, gambir, nenas, cengkeh sangat baik untuk
dikembangkan. Demikian juga di Kabupaten Kepulauan Riau dan Lingga sangat cocok
untuk ditanami buah-buahan dan sayuran. Di beberapa pulau sangat cocok untuk
perkebunan kelapa sawit.
Luas Lahan menurut Jenis Lahan Tahun 2006
Potensi Komoditas (Ha)
Kab/Kota
Lahan (Ha) Perkebunan Buah Sayuran
Bintan 17.379 6.652 8.707 2.020
Karimun 4.637,4 805,5 3.377,8 454,1
Natuna 21.117 5.386 8.308 7.423
Batam 8.553,98 355,04 6.906,6 1.292,34
Tg.Pinang 7.382 363 6.766 253
Lingga 14.361 500 13.426 435
Total 73.430,38 14.061,54 47.491,4 11.877,44
2) Sektor Perikanan.
Sedangkan di sektor perikanan Pemkab Bengkulu Selatan antara lain melakukan
pembinaan kepada nelayan tradisional. Pembinaan bukan hanya dalam bentuk
peningkatkan pengetahuan, tapi juga dalam bentuk pemberian bantuan alat tangkap
berupa jaring, kapal tempel, dan berbagai jenis alat tangkap lainnya.
Khusus bantauan kapal motor tempel diberikan dalam bentuk kredit yang
disalurkan melalui kelompok nelayan. Pembayaran kredit secara mencicil setiap bulan
oleh masing-masing kelompok nelayan. Dengan bantuan tersebut diharapkan semua
nelayan tradisional memiliki kapal motor tempel.
Menurut Bupati, jika hasil tangkapan nelayan tradisional meningkat maka
pelelangan ikan di Pusat Pelelangan Ikan (PPI) bisa berjalan lancar. Itu juga berarti
retribusi hasil pelelangan dapat ditarik pemkab. Upaya lainnya yang dilakukan pemkab
untuk meningkatkan hasil perikanan dengan memberikan kesempatan kepada para
investor menggarap sektor ini.
3) Sektor Pertambangan
Demikian juga di sektor pertambangan Pemkab Bengkulu Selatan memberikan
kesempatan kepada investor luar untuk menggarap pertambangan batu bara, koalin, batu
granit, gas, dan emas. Hingga saat ini belum ada pengusaha besar yang menggarap
sumber daya alam pertambangan tersebut.
Menurut Bupati, memang sudah ada investor yang berminat menggarap potensi
pertambangan ini, tapi itu baru sebatas penjajakan. Pengusaha dari India itu berminat
membangun pabrik semen. Namun, hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya.
Demikian juga rencana pengusaha asal Bengkulu yang berminat menggarap tambang
emas di Muara Saung belum ditindaklanjuti, meskipun sudah beberapa kali melakukan
survei di lapangan. Padahal, Pemkab Bengkulu Selatan berharap kedua investor itu
merealisasikan rencana investasinya. Sebab, jika kedua investor tersebut benar-benar
merealisasikan rencananya selain dapat menyerap tenaga kerja yang besar juga
mempercepat pertumbuhan ekonomi Bengkulu Selatan. Tidak hanya itu, kata Bupati
Iskandar, jika cadangan emas di Muara Saung digarap maka PAD daari sektor
pertambangan akan meningkat pesat.
5. Pendapatan Daerah
Menurut Bupati, PAD belum dapat diharapkan untuk membiayai berbagai
pembangunan. Oleh karena itu meskipun Otda sudah untuk tahun yang ketiga bergulir,
namun pembiayaan pembangunan di Bengkulu Selatan masih mengharapkan dana
bantuan dari Pemerintah Pusat dan sumber-sumber lainnya.
Jika semua potensi yang dimiliki daerah ini digarap secara maksimal oleh investor dapat
dipastikan ketergantungan dana pembangunan dari Pemerintah Pusat dan lembaga
keuangan internasional secara pelan-pelan berkurang.
Berkaitan dengan ketiga program unggulan itu, Bupati Bengkulu Selatan mengharapkan
dukungan dari DPRD dan masyarakat. Tanpa dukungan semua program pembangunan
tidak akan dapat direalisasikan dengan baik. Dukungan DPRD terutama dalam hal
mengalokasikan dana pembangunan pada APBD.
2.5 Provinsi Lampung
Tepat 18 Maret 2009, Provinsi Lampung berusia 45 tahun. Tentu saja, masih
banyak yang diharapkan masyarakat terhadap kemajuan daerah ini. Pada akhir tahun
2004 Provinsi Lampung masih menyandang gelar provinsi miskin nomor tiga si
Indonesia. Namun, dengan kegigihan gubernur Provinsi Lampung pada masa preode itu
maka provinsi Lampung berhasil naik menjadi menjadi provinsi berdaya saing nasional
dengan provinsi yang sudah berkembang.
1. Potensi daerah
Dalam rangka menarik investor asing maupun dalam negeri di bidang pariwisata,
Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan program jangka pendek dan jangka panjang,
yaitu menginventarisasi peluang investasi di sektor pariwisata dan jasa. Selanjutnya,
menjadikan data potensi tersebut dalam bentuk peluang investasi.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Lampung memiliki dokumen/blue print rencana
induk pengembangan pariwisata Lampung dengan melibatkan sektor swasta dalam
pelaksanaan pembangunan maupun pengelolaannya seperti Taman Wisata Alam Bumi
Kedaton, wisata alam Pulau Krakatau, dan wisata alam di Way Kambas yang bekerja
sama dengan Taman Safari Indonesia.
Sedangkan wisata bahari berupa selancar di Pulau Pisang, Lampung Barat, dan
wisata alam di Tampak Belimbing. Program jangka menengah akan dibangun Menara
Siger di Bakauheni, Lampung Selatan.
Selain itu pemerintah menata peruntukan wilayah yang terbagi menjadi
peruntukan zone industri, perdagangan, dan lain sebagainya. Dalam hal pengembangan
pariwisata di Provinsi Lampung tahun 2004 telah ada 8 PMA yang menanamkan
modalnya di Lampung dengan investasi 280 juta dolar Amerika Serikat. Tahun 2005
sampai Maret, ada 4 PMA dengan nilai investasi 37 juta dolar AS.
Berkaitan jaminan keamanan, pemerintah pusat melalui Tim Pengendali
Pelaksanan Penanaman Modal di bawah koordinasi Menko Perekonomian membentuk
Tim Peningkatan Ekspor dan Perlindungan Investasi dengan tugas utama mengatasi
hambatan investasi dan pemecahan permasalahan. Sedangkan yang menjadi tugas
pemerintah daerah menciptakan iklim investasi yang kondusif, kepastian hukum, dan
ketenangan berusaha bagi para investor.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Aceh. 2005. Dalam Angka .
Banda Aceh.