DINAMIKA KELOMPOK
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perkuliahan dalam Mata Kuliah Dinamika Kelompok yang
dibina Oleh Ibu Delfi ramadhini, M.Biomed.
Oleh :
Nama : Khoirunnisa Mardiah Sari
NIM : 17030014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat-Nya makalah
yang berjudul ” Dinamika Kelompok ” ini dapat selesai dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dinamika Kelompok,
dimana sumber materi diambil dari beberapa media pendidikan, dan media internet guna
menunjang keakuratan materi yang nantinya akan disampaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi pembaca khususnya
mahasiswa Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan dan bermanfaat untuk pembangunan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
4.9 Efektifitas Kelompok ................................................................................................ 25
iv
7.2.5 Contoh Kasus ..................................................................................................... 41
9.2 Hal-Hal yang Mempengaruhi Tingkat Ketertarikan dalam Kohesivitas Kelompok ..... 53
v
11.4 Keterampilan Pemimpin Kelompok .......................................................................... 68
vi
BAB I PENDAHULUAN
7
m. Bagaimana yang dimaksud outbound training?
n. Apa saja yang dimaksud dengan team building?
8
BAB II MEMAHAMI DASAR KELOMPOK
9
b. Ada hubungan timbal balik antar anggota yang satu dengan
yang lain
c. Minimal harus terdapat sesuatu faktor yang merupakan milik
bersama, sehingga mempererat hubungan antar anggora.
d. Mempunyai sistem dan berproses.
6. Motivasi
Kelompok dapat diartikan sebagai individu yang mencoba untuk
memuaskan beberapa kebutuhan pribadi melalui kebersamaan mereka.
7. Pengaruh yang menguntungkan
Kelompok dapat diartikan sebagai orang yang mempengaruhi satu sama
lain.
10
j. Conrol, yaitu tingkatan dimana kelompok membatasi kebebasan
tingkah laku para anggotanya.
11
(2003) menjelasakan perbedaan kelompok terbuka dan tertutup ada dalam empat
dimensi, yaitu :
Pertama, perubahan keanggotaan kelompok. Kelompok terbuka dengan
bebas menerima dan melepas anggotanya. Kelompok tertutup berusaha untuk
memelihara kestabilan keanggotaan kelompok, dengan sedikit sekali dapat
menerima dan melepaskan anggota secara bebas.
Kedua,kerangka referensi. Kelompok terbuka menerima ide-ide baru yang
dibawa oleh anggota baru umumnya dapat diterima organisasi. Kelompok tertutup
cenderung tidak bersedia menerima ide-ide baru dari anggota baru.
Ketiga, persfektif waktu. Kelompok terbuka banyak berfikir tentang masa
sekarang dan masa depan yang dekat. Karena sering menerima ide-ide baru untuk
pengembangan dan perubahan, sehingga perencanaan jangka pendek lebih efektif
untuk dipikirkan karena perencanaan jangka panjang akan menunggu perubahan
inovasi baru yang akan datang. Dan kelompok tertutup cenderung memikirkan
perencanaan jangka panjang.
Keempat, keseimbangan. Kelompok terbuka cenderung menunjukkan
ketidakseimbangan dibanding kelompok tertutup. Hal ini karena kelompok
terbuka sering mengadakan perubahan dan pengembangan organisasi.
d. Berdasarkan Produktivitas
Johnson (2012) membagi kelompok berdasarkan tingkat produktivitas :
a. Kelompok Pseudo, anggota telah memutuskan untuk bekerja sama
tapi tidak seorangpun menjalankannya. Contohnya persaingan antar
anggota.
b. Kelompok Tradisional, para anggota setuju untuk bekerja sama,
tetapi jika hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit maka
mereka menjalankan pekerjaan sendiri.
c. Kelompok Efektif, anggotanya bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan.
d. Kelompok Prestasi Tinggi, sebuah kelompok efektif yang telah
tercipta komitmen untuk saling percaya, menghargai, dan saling
peduli.
e. Kelompok yang Efektif
12
Kelompok yang efektif memiliki 3 aktivitas pokok (Sahertian, 1987) yaitu :
bekerja untuk mencapai tujuan, berlaku dalam mencapai tujuan, serta berkembang
dan berubah dalam cara mencapai tujuan.
Johnson (2012) memberikan pedoman untuk menciptakan kelompok yang
efektif, yaitu:
a. Tujuan kelompok harus jelas, dapat dijalankan dan berhubungan
b. Komunikasi dua arah yang efektif tercipta dengan baik
c. Kepemimpinan dan keikutsertaan merata anggota kelompok
d. Penggunaan kekuasaan dibagi antar anggota
e. Metode pengambilan keputusan, yang efektif dengan pengambilan
suara terbanyak
f. Mendorong perdebatan yang timbul ketika anggota kelompok
menyampaikan pendanga mereka
g. Anggota menghadapi konflik dengan menggunakan negosiasi dan
jalan tengah.
13
Perbandingan Kelompok Efektif dan Kelompok Tidak Efektif
No Kelompok Efektif Kelompok Tidak Efektif
1 Tujuan jelas, bersifat kooperatif, untuk Anggota tinggal menerima tujuan, kadang
kepentingan anggota, terdapat dipaksakan, kompetisi, saling bersaing.
musyawarah.
2 Komunikasi dua arah. Komunikasi satu arah.
9 Anggota diberi hak dan kesempatan Pimimpin yang berhak menulai hasil dan
untuk menilai tujuan, efektifitas dan proses kerja.
perkembangan kelompok.
10 Sangat dianjurkan keefektifan Organisasi personil yang mengkehendaki
hubungan antara pribadi, pernyataan perintah dan kestabilan.
diri dan pembaharuan.
14
BAB III HAKIKAT DINAMIKA KELOMPOK
15
penyelidikan menunjukkan bahwa dalam gerakan massa timbul sugesti,
mengakibatkan setiap individu kehilangan kontrol diri.
e. Zaman Psikolog Sosial
Permukaan abad ke-20 , Edward A Ross mengadakan penyelidikan
hubungan psikis antara individu dengan lingkungannya, dan situasi
tersebut adalah situasi yang mengakibatkan berkumpulnya sejumlah
individu pada saat tertentu.
f. Zaman Dinamika Kelompok
Erich Fromm mengawali kegiatan penyelidikan untuk
menunjukkan perlunya bekerja sama antara individu dengan individu
lain, sehingga timbul solidaritas dalam kehidupannya.
Morena mengemukakan bahwa diperlukan kelompok-kelompok
kecil, di dalam kelompok terdapat suasana saling menolong, sehingga
kohesi menjadi kuat. Kemudian Kurt Lewin menyimpulkan bahwa
tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh kelompok yang menjadi
anggotanya. Sehingga kelompok mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan individu.
16
mengenai tujuan, struktur, dan kepemimpinan dalam kelompok.
Sehingga para anggota peduli pada soal saling mengenal sifat dan
potensi. Ciri-ciri kelompok dalam tahap pembentukan adalah sebagai
berikut.
1) Hubungan antar anggota masih berjarak, kecuali yang sudah
kenal.
2) Pemahaman peran masih belum jelas dan tingkat kepercayaan
masih rendah.
3) Setiap orang (anggota) berfokus pada tujuaan dan masalahnya
sendiri.
4) Pengetahuan masih disimpan dan hanya dikeluarkan jika
menguntungkan.
5) Produk bersifat individual dan kinerja berfokus pada upaya
perseorangan.
6) Setiap anggota berusaha tidak mengungkapkan kritik secara
terbuka.
7) Kepemimpinan masih selalu diamati dan dinilai oleh para
anggota.
8) Pengambilan keputusan secara terfragmentasi atau tidak utuh.
b. Tahap Pancaroba (Storming)
Tahap ini bisa disebut juga tahap keributan, dimana mulai timbul
konflik internal mengenai klarifikasi peran dan sikap para anggota.
Beberapa ciri kelompok dalam tahap pancaroba adalah sebagai berikut.
1) Produk yang akan dihasilkan masih dipertikaikan.
2) Setiap orang mulai memperhatikan tujuan dan masalah orang
lain.
3) Tingkat kepercayaan masih berfokus pada pemimpin.
4) Masing-masing anggota mulai mengungkapkan kritik secara
terbuka.
5) Pengambilan keputusan dilakukan sangat evaluative.
6) Pemahaman peran masih ambigu, tetapititik terang sudah mulai
muncul.
17
7) Hubungan antar anggota diwarnai oleh konflik horizontal dan
vertical yang berakibat pada munculnya penolakan atau merasa
ditolak.
c. Tahap Pembentukan Norma (Norming)
Kerjasama adalah tema utama dari tahap ini yang mencakup
komunikasi terbuka menyangkut sasaran yang hendak dicapai, dan
memperbesar ras persatuan saat para anggota menetapkan pola tingkat
laku yang diharapkan bersama. Ciri kelompok dalam tahap
pembentukan norma adalah sebagai berikut.
1) Hubungan antar anggota diwarnai oleh dorongan untuk saling
memahami posisi masing-masing.
2) Anggota mulai focus dan menaruh kepercayaan pada proses
pelaksanaan tugas.
3) Anggota mengungkapkan pengetahuan dan kritik secara
konstruktif realistis.
4) Pemahaman peran telah jelas, sehingga setiap orang memikirkan
produk yang harus dihasilkan dan mulai beusaha keras untuk
berkinerja maksimal.
5) Pengambilan keputusan mulai dilakukan berdasarkan proses
yang logis, fleksibel, tidak formal, dan partisipasi anggota
dihargai.
d. Tahap Berkinerja (Performing)
Tahap ini disebut juga tahap penyelenggaraan tugas atau tahap
produktif dimana kelompok telah menetapkan norma interaksi.
Beberapa ciri kelompok dalam tahap ini ialah.
1) Setiap orang berfokus pada kinerja kelompok sehingga
hubungan antar anggota diwarnai oleh dorongan untuk
bersinergi dengan tingkat loyalitas tinggi.
2) Pemahaman peran sudah jelas dan telah terinternalisasi dengan
baik.
3) Setiap orang memikirkan produk yang harus dihasilkan secara
sistemik.
18
4) Anggota leluasa mengungkapkan kririk dalam suasana yang
kondusif.
5) Pengetahuan disampaikan sesuai kebutuhan.
6) Pengambilan kepuusan dilakuan berdasarkan proses alamiah.
7) Produktivitas adalah puncak dari tahap performing.
e. Tahap Pembubaran (Adjourning)
Tahap ini dapat terjadi dalam semua jenis kelompok. Tahap
pembubaran menjadi sangat penting bagi kelompok temporer (seperti
satuan tugas panitia, komite).
19
3.5 Pendekatan Dinamika Kelompok
Dalam pendekatan ini terdapat pandangan dari para ahli berikut.
a. Pendekatan oleh Bales dan Homans
Pendekatan ini berdasarkan konsep adanya aksi, interaksi, dan
situasi yang ada dalam kelompok. Selanjutnya Homans menjelaskan
dengan adanya interaksi dalam kelompok, maka kelompok itu
merupakan sistem interdepensi dengan beberapa sifat.
b. Pendekatan oleh Stogdill
Pendekatan ini menekankan pada sifat-sifat kepemimpinan dalam
bentuk organisasi formal. Stogdill menyatakan kepemimpinan
sebagai sesuatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok yang
terorganisir sebagai usaha untuk mencapai tujuan kelompok.
c. Pendekatan oleh Sigmund Freud dan Scheidlinger (Ahli Psycho
Analysis)
Scheidlinger berpendapat bahwa aspek-aspek motif dan emosional
sangat memegang peranan penting dalam kehidupan kelompok.
Kelompok akan dapat terbentuk apabila didasarkan pada kesamaan
motif antar anggota kelompok
Freud berpendapat di dalam setiap kelompok harus terdapat
kesatuan kelompok, agar kelompok tersebut dapat berkembang dan
bertahan lama.
d. Pendekatan dari Yennings dan Moreno
Yennings mengungkapkan konsep tentang pilihan bebas, spontan,
dan efektif dari anggota kelompok yang satu terhadap anggota
kelompok yang lain dalam rangka pembentukan ikatan kelompok.
Sedangkan Moreno membedakan antara psikhe group dan sosio
group. Psikhe group merupakan suatu kelompok yang terbentuk atas
dasar suka/tidak suka, simpati, atau antipasti antar anggota. Serta
sosio group merupakan kelompok yang terbentuk atas dasar tekanan
dari pihak luar.
20
BAB IV UNSUR – UNSUR DINAMIKA KELOMPOK
Ada bebrapa tujuan yang perlu kita ketahui yang salah satunya kelompok
memilki beberapa tujuan:
21
Pembagian tugas harus merata dengan memperhatikan kemampuan,
peranan, dan posisi masing-masing anggota. Dengan demikian
seluruh anggota kelompok ikut berpartisipasi dan terlibat, sehingga
dinamika kelompok harus semakin kuat.
c. Struktur Kekuasaan atau Pengambilan Keputusan
Kedinamisan kelompok sangat erat dengan kecepatan pengambilan
keputusan selain harus jelas siapa yang mengambil keputusan dan
ketidak cepatan (kelambatan) pengambilan keputusan menunjukkan
lemahnya struktur kelompok.
d. Sarana Terjadinya Interaksi
Interaksi di dalam kelompok sangat diperlukan sedangkan dalam
struktur kelompok harus menjamin kelancaran interaksi, kelancaran
interaksi memerlukan sarana (contoh ketersediaan ruang pertemuan
kelompok) dapat menjamin kelancaran interaksi antar anggota.
22
a. Koordinasi, yang memiliki fungsi sebgai korrdinasi untuk
menjembatani kesenjangan Antara anggota kelompok.
b. Informasi, berperan memberikan informasi kepada msing-masing
anggota.
c. Prakarsa, berperan menumbuhkan dan mengembangkan inisiatif
para anggota
d. Penyebaran, berperan menyebaran hal-hal yang dilakukan
kelompok kepada masyarakat atau lingkungannya
e. Kepuasan, berperan untuk memberikan kepuasan kepada anggota
f. Kejelasan, berperan menciptakan kejelasan kepada anggota,
seperti tujuan dan kebutuhan-kebutuhan anggota.
b. Tersedianya fasilitas
23
f. Berjalannya proses sosialisasi. Untuk mensosialisasikan adanya
anggota baru adanya norma kelompok adanya kesepakatan, dan
sebagainya.
24
f. Jumlah Anggota Kelompok, Pada umumnya, bila jumlah anggota
kelompok relatif kecil cenderung lebih mudah kompak, dibandingkan
dengan kelompok dengan jumlah anggota besar.
25
BAB V MENGANALISA PROSES PEMBENTUKAN KELOMPOK
26
Selain kedekatan geografis, pembentukan kelompok juga
tergantung pada kesamaan di antara anggota-anggotanya. Pada umumnya,
orang lebih nyaman berinteraksi dengan orang yang memiliki kesamaan
dengan dirinya. Kesamaan disini meliputi kesamaan latar belakang, minat,
kepercayaan, nilai, usia atau karakterpersonal lain.
27
Disebut juga teori AIS dari Homans dengan konsepsi dasar yang
berpijak pada dasar pemikiran sebagai berikut :
a. Semakin banyak seseorang melakukan kegiatan bersama orang
lain,maka semakin banyak interaksi yang dapat menumbuhkan
rasa kebersamaan.
b. Semakin sering seseorang melakukan interaksi, maka semakin
sering orang tersebut membagikan perasaan dengan orang lain.
c. Semakin seseorang memahami perasaan orang lain maka akan
semakin tinggi frekuensi interaksi dilakukan, berarti juga
semakin sering aktivitas dilakukan.
4. Practicality Theory
Teori dari Reitz ini menyatakan bahwa orang akan mengelompok
apabila ada alasan praktis. Kepentingan pribadi muncul menjadi tujuan
bersama karena adanya kepentingan bersama.
5. The-Principle of Complementary Theory
Pada dasarnya teori dari Winh ini membantah teori kesamaan
sikap. Teori ini mengatakan bahwadaya tarik interaksi itu ditemukan oleh
prinsip atau atas saling melengkapi ketidakadaan pada diri seseorang, guna
mendapatkan dari orang lain.
6. Exchage Theory
Teori ini sering diterjemahkan menjadi teori pertukaran. Dasar
teori ini ialah, interaksi itu terjadi karena adanya reward dan cost (imbalan
dan pengorbanan).
28
BAB VI ASPEK – ASPEK DINAMIKA KELOMPOK
29
c. Persuasi, seorang anggota berusaha mempersuasikan anggota kelompok
lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang diinginkannya.
d. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
30
kohesi adalah daya tarik kelompok, moral/tingkat motivasi dari masing-masing
anggota dan koordinasi pada usaha-usaha anggota kelompok.
Kohesi Kelompok menurut Collins dan Raven (1964) mendefinisikan
kohesivitas kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk
tetap tinggal didalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok merupakan perasaan bersama-sama dalam kelompok dan
merupakan kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam kelompok.
Taylor, Peplau & Sears (1997: 109) mendefinisikan kohesivitas sebagai kekuatan
(baik positif ataupun negatif) yang menyebabkan anggota menetap pada suatu
kelompok. Kohesivitas bergantung pada tingkat keterikatan individu yang dimiliki
setiap anggota kelompok. Daya tarik antar pribadi merupakan kekuatan pokok
yang positif.
31
6.7 Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode
dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai
masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok
untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha
– usaha untuk menyelesaikannya sampai menemukan penyelesaiannya. menurut
Syaiful Bahri Djamara (2006 : 103) bahwa:
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar
metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data
sampai kepada menarik kesimpulan.
1. Manfaat dan Tujuan dari Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving
Method)
Manfaat dari penggunaan metode problem solving pada proses belajar
mengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik.
Menurut Djahiri (1983:133) metode problem solving memberikan
beberapa manfaat antara lain :
a. Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan
permasalahan, serta dalam mengambil kepuutusan secara objektif
dan mandiri
b. Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang
menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila
pengetahuan makin bertambah
c. Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi
diproses dalam situasi atau keadaan yang bener – bener dihayati,
diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif
d. Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh)
dan cara berpikir objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara
individual maupun kelompok
Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115)
dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu: Penyelesaian masalah Menurut David
32
Johnson dan Johnson dapat dilakukan melalui kelompok dengan prosedur
penyelesaiannya dilakukan sebagai berikut (W.Gulo 2002 : 117):
1. Mendifinisikan Masalah
Mendefinisikan masalah di kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Kemukakan kepada siswa peristiwa yang bermasalah, baik melalui
bahan tertulis maupun secara lisan, kemudian minta pada siswa
untuk merumuskan masalahnya dalam satu kalimat sederhana (brain
stroming). Tampunglah setiap pendapat mereka dengan menulisnya
dipapan tulis tanpa mempersoalkan tepat atau tidaknya, benar atau
salah pendapat tersebut.
b. Setiap pendapat yang ditinjau dengan permintaan penjelasan dari
siswa yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dicoret beberapa
rumusan yang kurang relevan. Dipilih rumusan yang tepat, atau
dirumuskan kembali (rephrase, restate) perumusan – perumusan
yang kurang tepat. akhirnya di kelas memilih satu rumusan yang
paling tepat dipakai oleh semua.
2. Mendiagnosis masalah
Setelah berhasil merumuskan masalah langkah berikutnya ialah
membentuk kelompok kecil, kelompok ini yang akan mendiskusikan sebab
– sebab timbulnya masalah
3. Merumuskan Altenatif Strategi
Pada tahap ini kelompok mencari dan menemukan berbagai altenatif
tentang cara penyelesaikan masalah. Untuk itu kelompok harus kreatif,
berpikir divergen, memahami pertentangan diantara berbagai ide, dan
memiliki daya temu yang tinggi
4. Menentukan dan menerapkan Strategi
Setelah berbagai altenatif ditemukan kelompok, maka dipilih altenatif
mana yang akan dipakai. Dalam tahap ini kelompok menggunakan
pertimbangan- pertimbangan yang cukup cukup kritis, selektif, dengan
berpikir kovergen
5. Mengevaluasi Keberhasilan Strategi
Dalam langkah terakhir ini kelompok mempelajari :
33
a. Apakah strategi itu berhasil (evaluasi proses)?
b. Apakah akibat dari penerapan strategi itu (evaluasi hasil) ?
34
BAB VII TIPE – TIPE KOMUNIKASI
35
Dengan demikian informasi massa adalah milik public, bukan individu. Misalnya
berita, iklan sinetron, film, dll.
Gatekeeper adalah penyeleksi informasi, sebagaimana diketahui bahwa
komunikasi massa dijalankan oleh beberapa orang organisasi media massa,
mereka inilah yang akan menyeleksi setiap informasi yang akan disebarkan
kepada masyarakat. Bahkan mereka memiliki kewenangan untuk memperluas atau
membatasi informasi yang akan disebarkan tersebut. Mereka adalah wartawan,
editor, sutradara, dll.
Public adalah massa yang menjadi tujuan dari penyebaran informasi dari
media massa. Mereka bersifat heterogen dan luas.
7.1.2 Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut :
a. Menggunakan media massa dengan organisasi yang jelas.
b. Komunikator memiliki keahlian tertentu.
c. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan
terencana.
d. Khalayak yang dituju heterogen dan anonym.
e. Kegiatan media massa teratur dan berkesinambungan.
f. Ada pengaruh yang dikehendaki
g. Dalam konteks social terjadi saling mempengaruhi antara media
dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
h. Hubungan antara komunikator dan komunikan tidak bersifat
pribadi.
7.1.3 Proses Komunikasi Massa
Komunikasi massa dalam prosesnya melibatkan banyak orang yang bersifat
kompleks dan rumit. Menurut McQuail (1999) proses komunikasi massa terlihat
berproses dalam bentuk :
a. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar. Jadi
proses komunikasi massa melakukan distribusi informasi kemasyarakatan
dalam skala yang besar, sekali siaran atau pemberitaan jumlah dan
lingkupnya sangat luas dan besar.
36
b. Proses komunikasi massa cenderung dilakukan melalui model satu arah
yaitu dari komunikator kepada komunikan atau media kepada khalayak.
Interaksi yang terjadi sifatnya terbatas.
c. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris antara komunikator
dengan komunikan. Ini menyebabkan komunikasi antara mereka
berlangsung datar dan bersifat sementara. Kalau terjadi sensasi emosional
sifatnya sementara.
d. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal dan anonym.
e. Proses komunikasi massa juga berlangsung didasarkan pada hubungan
kebutuhan-kebutuhan di masyarakat. misalnya program akan ditentukan
oleh apa yang dibutuhkan pemirsa. Dengan demikian media massa juga
ditentukan oleh rating, yaitu ukuran dimana suatu program di jam yang
sama ditonton oleh sejumlah orang.
7.1.4 Fungsi Komunikasi Massa
Adapun fungsi komunikasi massa adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Pengawasan.
b. Fungsi Social Learning.
c. Fungsi Penyampaian Informasi.
d. Fungsi Transformasi Budaya.
e. Hiburan
7.1.5 Contoh Kasus
a. Contoh komunikasi massa : Penyebaran berita online
b. Judul : Telah Terjadi Kebakaran di Sadabuan dan Menewaskan 3
Orang
c. Konflik : berita tidak sesuai dengan fakta sebenarnya karena berita
dipublikasi hanya berdasarkan opini.
d. Penyebab terjadinya konflik : berita tidak sesuai dengan fakta.
e. Pemecahan masalah : penulis mengeluarkan berita sekali lagi sesuai
fakta dari narasumber yang benar-benar mengetahui kejadian tersebut.
f. Kekuatan kelompok : walaupun penyebaran berita tidak beradsarkan
fakta, si penulis masih bisa mewawancarai narasumber.
37
7.2 Komunikasi Organisasi
7.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi
Pace & Faules, (2001: 31-33) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi
merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang
terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi.
Pengertian komunikasi organisasi yang lebih sederhana dikemukakan Arnold &
Feldman (1986: 154) bahwa komunikasi organisasi adalah pertukaran informasi
diantara orang-orang di dalam organisasi, dimana prosesnya secara umum
meliputi tahapan-tahapan: attention, comprehension, acceptance as true, dan
retention.
Wiryanto juga mengungkapakan bahwa Komunikasi organisasi adalah
pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal
maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi
yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan
organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan
berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo,
kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada
organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
organisasi adalah suatu perilaku yang dilakukan di dalam organisasi untuk
pertukaran informasi seperti pengiriman dan penerimaan pesan di antara orang-
orang yang berada di dalam organisasi.
7.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Lesikar menguraikan adanya empat faktor yang mempengaruhi keefektifan
komunikasi organisasi yaitu meliputi :
a. Saluran komunikasi formal. Merupakan cara komunikasi yang
didukung, dan mungkin dikendalikan oleh manajer. Contohnya adalah
newsletter, memo reguler, laporan, rapat staf, dan lain-lain.
b. Struktur wewenang. Perbedaan status dan kekuasaan dalam organisasi
membantu menentukan siapa yang akan berkomunikasi dengan enak
38
kepada siapa. Selain itu, isi dan akurasi komunikasi juga dipengaruhi
oleh perbedaan wewenang.
c. Spesialisasi pekerjaan. Biasanya akan mempermudah komunikasi
dalam kelompok yang berbeda-beda. Anggota suatu kelompok kerja
biasanya memiliki jagron, pandangan mengenai waktu, sasaran, tugas
dan gaya pribadi yang sama.
d. Kepemilikan informasi, Setiap individu mempunyai informasi yang
unik dan pengetahuan mengenai pekerjaan mereka, yang merupakan
semacam kekuasaan bagi individu-individu yang memilikinya.
7.2.3 Klasifikasi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam komunikasi organisasi terdapat beberapa klasifikasi komunikasi
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi dilihat dari segi sifatnya
a. Komunikasi Lisan yaitu menyampaikan informasi dan tanggapan
secara langsung dengan berbicara.
b. Komunikasi Tertulis yaitu menyampaikan informasi dan tanggapan
secara tertulis dengan menuliskan sebuah surat baik kepada
penerima maupun pengirim pesan.
2. Komunikasi dilihat dari segi arahnya
a. Komunikasi ke atas yaitu komunikasi yang dilakukan dari bawahan
ke atasan dalam sebuah organisasi.
b. Komunikasi ke bawah yaitu komunikasi yang dilakukan dari atasan
ke bawahan dalam sebuah organisasi.
c. Komunikasi setingkat yaitu komunikasi yang dilalakukan setara
atau sesama anggota organisasi
d. Komunikasi searah yaitu komunikasi yang hanya dilakukan satu
arah saja tanpa danya feed bak atau timbal balik, biasanya
komunikasi ini bersifat perintah.
e. Komunikasi dua arah yaitu komunikasi yang dilakukan 2 arah dan
mengakibatkan adanya feed back atau tumbal balik.
3. Komunikasi menurut keresmiannya
39
a. Komunikasi Formal yaitu komunikasi yang dilakukan secara resmi,
contohnya adalah pada saat rapat.
b. Komunikasi Informal yaitu komunikasi yang dilakukan antar
teman dan besifat biasa saja.
7.2.4 Aspek-Aspek Komunikasi Organisasi
1. Kualitas media informasi
Kualitas media informasi berkaitan dengan penerbitan, petunjuk
tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), video conferencing, voice
messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang
dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut dinilai
menarik, tepat, efisien, dan dapat dipercaya, lazimnya para pegawai
cenderung menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas output
organisasi.
2. Aksesibilitas informasi
Aksesibilitas informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi
tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai sumber dalam
organisasi. Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud
menurut Pace dan Faules seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan
langsung atau tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia
langsung, dan juga dari informasi tertulis.
3. Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi
disebarkan keseluruh bagian dalam organisasi dan bagaimana pula
menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Montana
mengemukakan bagi organisasi yang berskala kecil yang hanya
memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi dapat
dilakukan secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi
organisasi yang berskala besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan
pegawai, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan
suatu pekerjaan yang cukup rumit yang pada pelaksanaannya akan
membentuk suatu pola yang disebut pola komunikasi (patterns of
communications). Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke dalam
40
saluran komunikasi formal (.formal communications channel) dan
saluran komunikasi non formal (informal communications channel).
Dalam kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari pimpinan
kepada bawahan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk
komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas,
komunikasi horizontal, dan komunikasi diagonal.
4. Beban Informasi
Menurut Pace dan Faules beban informasi berkaitan dengan seberapa
jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka menerima informasi
lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani atau yang
mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif.
5. Ketepatan Informasi
Menurut Pace dan Faules ketepatan informasi berkaitan dengan
seberapa jauh (berapa bit) informasi yang diketahui anggota organisasi
tentang suatu informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah bit
informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi. Ketepatan informasi
(information fidelity) dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan
kecermatan. Artinya, sejauhmana para anggota organisasi memahami
jumlah informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan
jumlah informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu.
7.2.5 Contoh Kasus
a. Contoh kasus komunikasi organisasi : Sulis dan Tirto merupakan
pegawai marketing dari Perusahaan Z.
b. Konflik : Adanya ketidaksesuaian pandangan mengenai cara pemasaran
produk baru yang akan dilakukan oleh perusahaan. Sulis menyatakan
pendapatnya bahwa proses pemasaran sebaiknya dipromosikan terlebih
dahulu melalui iklan di media social dan pemasangan billboard. Namun
Tirto memiliki pendapat lain, ia berpendapat bahwa produk baru tersebut
harusnya dipasarkan seperti biasa dengan melakukan promosi di pasaran
dengan mendirikan stan khusus. Sehingga orang bisa langsung melihat
barang yang akan diperjual belikan.
c. Penyebab terjadinya konflik : perbedaan pandangan.
41
d. Kohesi : manager memberikan pendapat mengenai pandangan Sulis dan
Tirto bahwa ide mereka berdua sama bagusnya. Kedua ide tersebut
memiliki kelebihannya masing-masing dan tentunya juga akan menarik
perhatian konsumen.
e. Kekuatan dalam kelompok : mereka mencoba untuk saling mendukung
terhadap pernyataan satu sama lain, mereka tidak lagi memperdebatkan
ide siapa yang akan digunakan untuk proses pemasaran. Ide mereka
berdua memiliki sisi menguntungkannya masing-masing. Lagipula
mereka berdua sudah menjadi partner di bagian marketing dalam waktu
yang lama.
Pemecahan masalah : manager meminta pendapat kepada anggota
marketing yang lain dengan cara mendiskusikan cara mana yang lebih efektif
dilaksanakan untuk proses pemasaran mereka terhadap produk baru.
42
BAB VIII KONFLIK DALAM KELOMPOK
43
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Menurut minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi
antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan
saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena
konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti
konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam
persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang
mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah
menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-
cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah
konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa
permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada
dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif
akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan
ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi
organisasi.
44
c. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak
selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik.
d. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam,
yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa
lalu yang tidak diselesaikan.
e. Teori Kesalahpahaman Antar Budaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-
cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
f. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial,
budaya dan ekonomi.
45
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan
orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini
sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang
kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika
yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam
ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi
yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
3. Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan
individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan
individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu
karyawan lainnya.
4. Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan
kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kelompok
pimpinan.
5. Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan,
kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam
berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan
kelompok karyawan yang lain.
46
a. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya,pemikiran dan pendirian yang berbeda itu
pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
b. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki pendirian, logika dan perasaan yang berbeda maupun
latarbelakang budaya yang berbeda. Oleh sebab itu,dalam waktu yang
bersamaan,masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama,tetapi untuk tujuan yang berbeda.
c. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah suatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada
masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industi.Nilai-nilai yang berubah
itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
47
prevention". Namun akhirnya istilah "resolusi konflik" seringkali digunakan oleh
berbagai kalangan baik pada tataran akademik maupun praktis.
Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan
kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi
proses penyelesaian konflik ke dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika
siklus konflik. Lund (1996), misalnya, berupaya untuk menempatkan resolusi
konflik sebagai salah satu bagian dari proses perdamaian. Bagi Lund, usaha untuk
menciptakan perdamaian tidak harus diawali saat perang terjadi dan juga tidak
harus berakhir saat kekerasan bersenjata telah berakhir. Perdamaian harus dilihat
sebagai sebuah proses yang berupaya untuk membongkar sumber-sumber
kekerasan yang ada dalam struktur sosial. Dengan demikian upaya resolusi
konflik harus di tempatkan dalam ruang gerak siklus konflik agar mendapatkan
gambaran yang komprehensif tentang eskalasi konflik dan mendapatkan solusi
yang tepat untuk mengatasi dinamika-dinamika konflik yang spesifik.
Resolusi konflik menurut Nicole Ball memiliki dua tahap yaitu negosiasi dan
penandatanganan perjanjian formal penghentian permusuhan (Cessation of
Holisties). Dari tahap pertama yaitu negosiasi, konflik yang terjadi masih diwarnai
oleh pertikaian bersenjata yang memakan korban jiwa sehingga pengusung
resolusi konflik berupaya untuk menemukan waktu yang tepat untuk memulai
(entry point) proses resolusi konflik. Karena ini masih berurusan dengan adanya
konflik bersenjata, proses resolusi konflik harus bergandengan tangan dengan
orientasi-orientasi militer. Proses resolusi konflik dapat dimulai jika didapat
indikasi bahwa pihak-pihak yang bertikai akan menurunkan tingkat eskalasi
konflik. Intervensi militer mendapat pengakuan dari sisi politik dan legal, artinya
bahwa penggunaan kekuatan militer hanya bisa dilakukan jika ada persetujuan
politik dari lembaga-lembaga pemerintahan yang berwenang. Persetujuan ini
penting didapat agar operasi-operasi militer dapat dievaluasi melalui mekanisme
politik yang ada dan dapat dijadikan bagian dari suatu strategi perdamaian yang
lebih komprehensif.
Operasi militer untuk menurunkan eskalasi konflik merupakan tugas berat.
Oleh karena itu hal ini mendapat perhatian dari beberapa lembaga internasional,
termasuk UNHCR dengan cara menerbitkan panduan operasi militer pada tahun
48
1995, yang berjudul “A UNHCR Handbook For The Military On Humanitarian
Operations”. Panduan yang sama juga di publikasikan oleh Institute for
International Studies, Brown University pada tahun 1997 dengan judul “A Guide
to Peace Support Operations”.
Tahap kedua dari proses resolusi konflik adalah Cessation of Holisties yang
memiliki nilai strategis terhadap transformasi terwujudnya perdamaian antara
kedua belah pihak. Tahap ini dapat dimulai bersamaan dengan penerapan
intervensi kemanusiaan untuk meringankan beban penderitaan korban-korban
konflik, dengan cara mendekat secara langsung ke titik sentral peperangan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa korban sipil dan potensi pelanggaran HAM
terbesar ada di pusat peperangan dan di lokasi tersebut tidak ada yang dapat
melakukan operasi penyelamatan selain pihak ketiga.
Tahap ini kental dengan orientasi politik yang bertujuan untuk mencari
kesepakatan politik (political settlement) antara aktor-aktor dalam konflik.
Kegiatan negosiasi ini kemudian diikuti dengan problem-solving yang memiliki
orientasi sosial. Kegiatan ini diarahkan menciptakan suatu kondisi yang kondusif
bagi pihak-pihak antagonis untuk melakukan transformasi suatu konflik yang
spesifik ke arah resolusi (Jabri: 1996, 149)
49
3. Mengembangkan alternative yang baik : Bisa saja dengan adanya
konflik yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang
berpikir dia harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan
misalnya bekerja sama dengan orang lain mungkin.
Dampak negatif dari konflik yakni :
a. Menghambat kerjasama : Sejatinya konflik langsung atau tidak
langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang
dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan
direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
b. Apriori : Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak
meneliti benar tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari
persoalan adalah dari lawan konflik kita.
c. Saling menjatuhkan : Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik
yang terjadi diantara esame orang di dalam suatu organisasi, akan
selalu muncul tindakaan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu
sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan
penuh dengan masalah.
50
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok
dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima
sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi
memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.
Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving
approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini
menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan
kelompok lain.
51
BAB IX KOHESI DALAM KELOMPOK
52
9.2 Hal-Hal yang Mempengaruhi Tingkat Ketertarikan dalam
Kohesivitas Kelompok
Ketertarikan pada kelompok ditentukan oleh kejelasan tujuan kelompok,
kejelasan keberhasilan pencapaian tujuan, karakteristik kelompok yang
mempunyai hubungan dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi, kerjasama antara
anggota kelompok dan memandang kelompok tersebut lebih menguntungkan
dibandingkan kelompok lainnya (Hartinah, 2009:72).
Kohesivitas bergantung pada tingkat ketertarikan individu yang dimiliki
setiap anggota kelompok. Daya tarik antar pribadi merupakan kekuatan pokok
yang positif. Adapun ketertarikan itu sendiri dipengaruhi oleh tiga hal yaitu :
a. Tingkat rasa suka satu sama lain diantara anggota kelompok. Apabila
anggota kelompok saling menyukai satu sama lain dan dieratkan
dengan ikatan persahabatan, kohesivitasnya akan tinggi.
b. Tujuan instrumental kelompok. Kelompok seringkali digunakan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan, sebagai cara untuk memperoleh
pendapatan atau untuk melakukan pekerjaan yang kita sukai.
Ketertarikan kita terhadap suatu kelompok bergantung pada kesesuaian
antara kebutuhan dan tujuan kita sendiri dengan kegiatan dan tujuan
kelompok.
c. Keefektifan dan keselarasan interaksi dalam kelompok. Semua orang
akan lebih suka bergabung dalam kelompok yang bekerja secara efisien
daripada dengan kelompok yang menghabiskan waktu dan
menyalahgunakan keterampilan kita. Segala sesuatu yang
meningkatkan kepuasaan dan semangat kelompok akan meningkatkan
kohesi kelompok.
53
a. Sejumlah usaha yang diperlukan untuk masuk kelompok, biaya yang
besar untuk masuk kelompok menyebabkan ketertarikan anggota
menjadi lebih besar.
b. Adanya ancaman dari luar atau kompetensi.
c. Besarnya kelompok, pada kelompok yang kecil lebih cenderung
kohesif.
Selanjutnya, Gibson (1997) menjelaskan bahwa kelompok yang rendah
kohesivitasnya tidak memiliki keterikatan interpersonal di antara anggotanya.
Kelompok dapat menarik individu disebabkan oleh adanya :
1) Tujuan kelompok dan anggota saling mengisi dan spesifikasi yang
jelas
2) Kelompok memiliki pemimpin yang kharismatik
3) Reputasi kelompok tampak yaitu keberhasilan mencapai tujuan
4) Jumlah anggota kelompok kecil, sehingga memungkinkan anggota
berpendapat, mendengar, dan evaluasi
5) Anggota saling mendukung dan menolong satu sama lain untuk
mengatasi rintangan dan hambatan
Kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi biasanya terdiri atas individu-
individu yang termotivasi untuk membangun kebersamaan dan cendrung memiliki
kinerja kelompok yang efektif.
54
BAB X KEKUATAN/PENGARUH DALAM KELOMPOK
55
Langkah keempat adalah melakukan kontrak, baik secara formal maupun
tidak formal. Anggota kelompok menyusun rencana untuk mencapai tujuan.
Sebaiknya, kontrak tersebut ditulis sehingga semua anggota kelompok dapat
membacanya dan selanjutnya pada langkah ke lima semua yang disepakati dapat
dilaksanakan.
56
banyak orang untuk memilihnya menjadi presiden Amerika Serikat sebanyak
empat kali. Apabila seorang pemimpin menggunakan kekuasaannya melebihi
batas atau terlalu kuat, maka kewibawaannya akan menurun dan masyarakat tidak
mau memilih pemimpin tersebut lagi. Tidak hanya Franklin D. Roosevelt saja, ada
beberapa pemimpin lain yang mendapat dukungan yang banyak dari masyarakat
seperti Lyndon Johnson dan Richard Neon. Penelitian mengenai pemimpin yang
dipilih oleh kelompok pada saat mereka diminta untuk menyelesaikan masalah
mengenai ruangan yang berbau tidak sedap. Dari fenomena tersebut peneliti
memprediksi bahwa individu lebih merasa mendapat dukungan yang besar sekali
dari kelompok yang mereka pilih sendiri dibandingkan dengan mayoritas tunggal
dengan kondisi terkontrol.
57
Salah satu faktor dari mayoritas adalah karena jumlah anggota grup yang
banyak. Seiring dengan bertambah banyaknya anggota, maka social influence
group tersebut semakin besar. Kebanyakan kaum minoritas sering mengalami
kesulitan atau hambatan saat berhadapan dengan kaum mayoritas. Faktor yang
mempengaruhi adanya hambatan tersebut menurut Purwasito (2003, dalam
Reslawati) antara lain prasangka histories, diskriminasi, dan perasaan superioritas
in-group feeling yang berlebihan. Sebagai contoh, penelitian Pasurdi (dalam
Reslawati) menunjukkan bahwa orang-orang Jawa yang menetap di Bandung
cenderung untuk berlaku seperti layaknya orang Sunda dan menaati semua
peraturan di tempat-tempat umum, hal ini terjadi terutama pada masyarakat Jawa
menegah kebawah.
Namun, tidak selalu kaum mayoritas yang memegang pengaruh kuat, kaum
minoritas pun dapat berpengaruh meskipun dengan jumlah anggota yang lebih
sedikit dibandingkan dengan kaum mayoritas. Clark (1990, dalam Forysth)
mengatakan bahwa kaum minoritas yang mengajukan pendapat yang bertentangan
dengan mayoritas cenderung lebih berpengaruh daripada minoritas yang gagal
untuk membantah mayoritas. Bagan adanya mayoritas dan minoritas:
Keterangan:
a. Mayoritas mutlak terjadi ketika jumlah anggota tsb lebih banyak dan
kekuatan kelompok tsb juga lebih besar.
b. Conversion terjadi ketika jumlah anggota tsb lebih sedikit, namun
memiliki kekuatan lebih besar. Misalnya para petinggi Negara. Jumlah
mereka lebih sedikit daripada jumlah rakyat yang mereka pimpin, namun
mereka memiliki keuatan untuk menjadi kelompok mayoritas yakni dari
jabatan yang mereka miliki.
c. Silent majority terjadi ketika jumlah anggota kelompok lebih banyak,
namun kekuatannya tidak besar. Misalnya rakyat. Secara kuantitas rakyat
berjumlah lebih besar dari petinggi negara, namun berjalannya negara ini
tetap berjalan sesuai keputusan dari para petinggi negara. Disini rakyat
merupakan kelompok dengan silent majority.
58
d. Minoritas mutlak terjadi ketika jumlah anggota kelompok lebih sedikit
dan kekuatan kelompok ini juga rendah. Jadi kelompok ini sering
terpengaruh oleh kelompok lain yang mayoritas.
Mayoritas dan minoritas dapat berdampak negative bagi masyarakat baik
bagi kaum minoritas maupun pada kaum mayoritas itu sendiri. Hal ini disebabkan
adanya perilaku diskriminatif yang muncul karena menganggap kelompok lain
sebagai out-group yang merupakan lawan bagi mereka terutama bagi kaum
minoritas yang dianggap asing oleh kaum mayoritas. Adanya perilaku
diskriminatif ini menimbulkan konflik social dimana salah satu pihak kelompok
merasa dirugikan dan ditindas (Griffiths, 2006).
Mayoritas bisa terjadi baik dalam minoritas maupun mayoritas. Mayoritas
dalam minoritas yaitu dimana kaum minoritas mempunyai kekuasaan yang lebih
besar dibandingkan dengan kaum mayoritas. Digambarkan dalam tindakan
penjajahan (expansion). Dimana kaum minoritas yang lebih tangguh, lebih
depresif, lebih expansif bisa untuk menundukan kaum mayoritas yang masih
terbelakang dalam hal ilmu, pemikiran, dan tindakan.Sedangkan, mayoritas dalam
mayoritas adalah dimana kaum mayoritas mempunyai kekuasaan absolut dimana
kaum minoritas tidak diperbolehkan untuk memprotes, menjatuhkan, menduduki
jabatan dalam pemerintahan ataupun strata sosial. Kaum mayoritas menjadi lebih
depresif dan agresif dimana ada sedikit saja kaum minoritas yang melakukan
protes maka akan ditindak dengan hukum maksimum. Seperti Negara Amerika
Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan China (Fazio, 2001).
Kelompok minoritas adalah kelompok individu yang tidak dominan dengan
ciri khas bangsa, suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari
mayoritas penduduk. Minoritas sebagai ‘kelompok’ yang dilihat dari jumlahnya
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari negara
bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan. Keanggotaannya memiliki
karakteristik etnis, agama, maupun bahasa yang berbeda dengan populasi lainnya
dan menunjukkan setidaknya secara implisit sikap solidaritas yang ditujukan pada
melestarikan budaya, tradisi, agama dan bahasa. Definisi minoritas umumnya
hanya menyangkut jumlah. Suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila
jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada
59
kelompok lain di dalam komunitas. Dari sudut pandang ilmu sosial pengertian
minoritas tidak selalu terkait dengan jumlah anggota. Suatu kelompok akan
dianggap kelompok minoritas apabila anggota-anggotanya memiliki kekuasaan,
kontrol dan pengaruh yang lemah terhadap kehidupannya sendiri dibanding
anggota-anggota kelompok dominan. Jadi, bisa saja suatu kelompok secara
jumlah anggota merupakan mayoritas tetapi dikatakan sebagai kelompok
minoritas karena kekuasan, kontrol, dan pengaruh yang dimiliki lebih kecil
daripada kelompok yang jumlah anggotanya lebih sedikit. Menurut Brehm &
Kassim (1994), loyalitas terhadap kelompok, demikian juga prasangka rasial
(etnik) lebih intens pada kelompok minoritas daripada kelompok mayoritas karena
identitas sosial mereka selalu terancam oleh kelompok mayoritas. Ancaman
terhadap etnik minoritas tidak hanya datang dari besarnya kemungkinan menjadi
sasaran kekerasan tetapi juga terhadap identitas kultur mereka.
60
keunggulan individu terdiri dari: Kekuasaan keahlian (expert power), Kekuasaan
kesetiaan (referent power), dan Kekuasaan karisma.
1) Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang
bersumber dari keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas
penting. Semakin tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang,
semakin bertambah kekuasaan keahlian (expert power) orang tersebut.
2) Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan potensi seseorang
yang menyebabkan orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan
orang tersebut. Referent power terkait dengan keterampilan interaksi
antar pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan empati.
3) Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari seseorang yang
mencakup penampilan, karakter dan kepribadian yang mampu
mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu.
61
c. Sebagai referensi. Apabila anggota kelompok mengindentifikasikan
dirinya atau menghendaki untuk seperti seseorang, seseorang tersebut
mempunyai kekuatan di dalam kelompok tersebut. Makin senang anggota
kelompok tersebut pada orang itu, makin kuat untuk
mengidentifikasinya.
d. Mempunyai keahlian. Seseorang yang mempunyai pengetahuan atau
ketermpilan tertentu dan dipercaya dalam hal tersebut, mempunyai
kekuatan dalam kekuatan tersebut. Anggota kelompok memandang
bahwa keahliannya dipergunakan untuk kemajuan bersama, bukan untuk
dirinya sendiri. Kahlian yang dimanfaatkan seperti itu dapat
menimbulkan kekuatan pada dirinya. Apabila keahlian tersebut
dipandang tidak bermanfaat oleh anggota kelompok, walaupun dia sangat
ahli, tidak akan muncul kekuatan pada dirinya.
e. Apalagi seseorang mempunyai informasi yang dipandang bermanfaat
guna mencapai tujuan kelompok, orang tersebut mempunyai kekuatan.
Hal yang termasuk informasi adalah argumentasi-argumentasi logis dan
pengetahuannya. Oleh karena itu, informasi hampir serupa dengan
keahlian di dalam basis kekuatan.
62
Definisi masalah digunakan agar semua anggota kelompok memiliki
pengertian yang sama tentang tujuan rapat, yang akan menciptakan
produktivitas dan kepuasan. Untuk mengetahui asalah dibuatlah
pertanyaan-pertanyaan dengan kategori fakta, nilai, dan kebijakan.
Pertanyaan mengenai fakta digunakan untuk menemukan informasi
mengenai kejadian atau peristiwa. Contoh : Kapan sosiasi pelajar
didirikan? Pertanyaan mengenai nilai digunakan untuk mengetahui hal
yang iinginkan. Contoh : Apakah memasukkan bahasa asing ke dalam
program studi universitas bermanfaat? pertanyaan tentang kebijakan
biasanya menanyakan tentang apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi masalah. Contoh : Apa yang harus dilakukan untuk
mengurangi kasus perkosaan di kota ini?
b. Menganalisis masalah
Analisis melibatkan penyelidikan berbagai sebab, akibat, gejala,
riwayat masalah. Contoh pertanyaan analisis : Siapa yang dirugikan.
Untuk mendapatkan suatu pemecahan yang baik diperlutkan standar
pengukuran / tujuan yang sering disebut dengan kriteria. Kriteria
meliputi faktor-faktor berikut :
1) Pemecahan harus dilakukan secepat-cepatnya
2) Pemecahan harus dapat dicapai dengan anggaran yang
ditentukan
3) Pemecahan harus disetujui oleh seluruh anggota
4) Pemecahan harus menyelesaikan masalah
Pemecahan Masalah terdiri dari empat tahap, yaitu :
c. Menghasilkan pemecahan yang memungkinkan
Caranya adalah dengan brainstorming, Brainstorming adalah satu alat
kreatif yang membantu menaruh gagasan-gagasan pada pemecahan
yang memungkinkan untuk suatu masalah. Berikut adalah panduan
untuk melakukan brainstorming :
1) Menunda penilaian; Tidak seorang pun diizinkan untuk
mengkritik saran atau mengabsahkan suatu pemecahan sampai
sesi brainstorming berakhir. Kritik mengganggu kreativitas.
63
Anggota bisa memberikan evaluasi atau saran dari suatu
pemecahan masalah yang disarankan melalui tulisan di kertas.
2) Pemikiran liar; gagasan seekstrim apapun harus didengar.
Terkadang ada gagasan baru yang muncul dari pemikiran orang
lain. Kombinasi antara gagasan-gagasan ini terkadang
menghasilkan pemecahan yang baik.
3) Mempraktekkan saling mendukung; saling mendukung
merupakan proses penghubungan 2 gagasan dari diri sendiri dan
orang lain dengan cara modifikasi, perluasan atau
pernggabungan.
4) Menekankan kuantitas gagasan bukan kualitas. Kualitas gagasan
bisa didapatkan setelah mengevaluasi lagi semua gagasan yang
sudah dikeluarkan. Jika menekankan pada kualitas sejak awal,
gagasan yang berkualitas acak kali tidak muncul.
5) Membuat daftar. Daftar tersebut digunakan sebagai pengingat
nyata bahwa setiap gagasan diperlakukan sama, dihargai selama
sesi brainstorming.
d. Menilai pemecahan yang disarankan
Pada tahap ini mungkin kelompok menemukan kebutuhan untuk
memodifikasi kriteria. Pertanyaan bantuan : bagaimana pemecahan
yang diusulkan berhubungan dengan criteria yang ditetapkan? Sejauh
mana solusi mampu memecahkan masalah? Apa kelebihan dan
kekurangan solusi tersebut? Apa akibat jangka panjang dan jangka
pendek dari pelaksanaan solusi tersebut?
e. Memilih pemecahan yang terbaik
Jika seluruh anggota kelompok sudah setuju tentang pilihan solusi, pasti
akan terdapat consensus/persetujuan bersama. Terkadang consensus
tidak tercapai, jika hal ini terjadi maka diperlukan pengambilan suara
mayoritas.
64
BAB XI KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK
65
Tugas-tugas kepemimpinan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok tugas yang mengarah proses ke tujuan yang ingin dicapai (task
functions) dan kelompok tugas yang membina kesatuan dan persatuan kelompok
(maintenencee functions).
1. Tugas untuk mengarah meliputi, memberi informasi yang relevan,
menyumbangkan pandangan dalam kelompok, memadukan berbagai
sudut pandangan dalam suatu pandangan yang lebih luas, mengadakan
diagnosis dan memberi evaluasi.
2. Tugas untuk membina meliputi, mengajak dan mengimbau untuk
berpartisipasi, memperjelas apa yang dimaksudkan oleh pembicara
tertentu, mengajak untuk mengatasi perbedaan pandangan secara
konstruktif, mrnunjukkan kepercayaan terhadap maksud baik orang lain,
melepaskan ketegangan dan mengajak tertawa atau menghentikan acara
sebentar, mencegah timbulnya perpecahan dalam kelompok dan
mengingatkan akan norma dasar yang telah disepakati bersama\
66
d. Expert power merupakan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang yang
karena keahliannya dan atau pengetahuannya, diakui oleh orang lain
sehingga orang tersebut dapat dipengaruhi olehnya.
e. Referent power adalah kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, dimana
ia selalu digunakan sebagai tempat acuan.
67
11.4 Keterampilan Pemimpin Kelompok
Dalam setiap kelompok, peranan pemimpin kelompok sangat penting dan
menentukan. Peranan pemimpin tersebut disesuaikan dengan sifat dan tujuan
kelompok. Meskipun peranan tersebut bissa berbeda-beda, jelaslah bahwa setiap
pemimpin kelompok (dalam hal ini9 konselor) harus menguasai dan
mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan sikap memandai untuk
terselenggaranya proses kegiatan kelompok secara efektif. Keterampilan dan sikap
tersebut meliputi:
68
BAB XII PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK
12.1 Pengertian Konsensus
Konsensus adalah proses pengambilan keputusan kelompok dimana hasil
akhir memerlukan kesepakatan dari semua pihak yang terlibat. Untuk
mendapatkan konsensus, Anda mengundang beragam perspektif sehingga
kelompok dapat mengeksplorasi isu ini dari berbagai sudut. Konsensus menambah
nilai dengan membangun dukungan dan komitmen untuk implementasi keputusan
dan rencana aksi. Ini adalah kesempatan untuk secara kolektif memeriksa dan
memprediksi konsekuensinya dalam jangka pendek dan panjang.
Secara efektif menggunakan model konsensus mengharuskan semua peserta
berbagi gambaran umum tentang arah dan visi yang sedang mereka jalani. Ini
tidak berarti bahwa setiap orang menyanyikan nada yang sama persis bersamaan
atau setiap orang terpaku pada strategi satu arah yang tepat untuk mencapai
tujuan.
12.2 Strategi Mencapai Tujuan
1. Menghadapi Perbedaan Pendapat dan Perspektif
Dalam model pembangunan konsensus yang efektif, perbedaan perspektif
diberikan waktu udara; mereka tidak diterima sebagai iritasi atau penghalang
pandang namun dipandang sebagai nilai penawaran bagi proses tersebut.
Menyadari proses berpikir dan arus bawah emosi yang terjadi dalam
kelompok membantu menciptakan pengalaman membangun konsensus yang lebih
baik. Dengan melakukan hal itu, biarkan kelompok mengidentifikasi dan segera
menangani masalah yang mungkin muncul. Pertimbangkan untuk menunjuk
seseorang untuk mengawasi dinamika. Proses konsensus berantakan saat
perbedaan pendapat jatuh ke dalam kamp "Saya benar," yang benar-benar berarti
"mereka salah. "
Pemesanan atau perhatian serius perlu disajikan agar bisa ditangani.
Sebenarnya, menyelidik dan terkadang pertanyaan sulit bisa mengungkapkan
wawasan yang Anda butuhkan. Keputusan terobosan sering kali datang dengan
mendengarkan orang yang bersangkutan dengan sesuatu yang tidak pernah
dirasakan nyaman oleh orang. Ingat hal-hal berikut:
69
b. Lingkungan kerja atau tim yang menghargai keharmonisan di atas
segalanya cenderung menekan orang untuk menyesuaikan diri dengan
apa yang mayoritas anggap sebagai keputusan terbaik daripada secara
aktif mengejar titik keberatan. Alih-alih menekan anggota kelompok
untuk menyesuaikan diri, jelajahi isu-isu mendasar dan dorong anggota
tim untuk mengajukan pertanyaan karena rasa ingin tahu yang tulus.
Pertanyaan semacam itu dapat mengungkap masalah tersembunyi dan
wawasan yang sangat berharga .
c. Jika Anda berurusan dengan orang-orang sinis, maka ingatlah bahwa
nilai sinisme adalah menambahkan pemikiran kritis ke titik-titik di
mana anggota tim tergoda untuk terus melanjutkan, dengan asumsi
tidak ada yang salah . Jika kelompok tersebut tidak termasuk orang-
orang sinis, maka pastikan untuk menambahkan sedikit sinisme
sebagai cek yang diperlukan.Melakukan hal ini memastikan bahwa
masalah potensial diidentifikasi dan ditangani sebelum beralih.
Tetapi waspadalah terhadap terlalu banyak sinisme, yang dapat menghambat
kemajuan pembuatan keputusan Anda dan mengurangi pembicaraan dalam hal
negatif.
2. Membuat Keputusan yang Dapat Diterima Bersama-Sama
Dalam pembuatan keputusan secara konsensus, para peserta harus berfokus
untuk membuat keputusan dengan cara yang dapat diterima semua orang.
Konsensus tidak bekerja bila hak veto diperbolehkan. Dalam proses konsensus
tradisional, hak veto diperbolehkan, namun memberi hak veto kepada seseorang
dapat mengubah pengalaman menjadi permainan kekuasaan yang ditujukan untuk
melayani kepentingan diri sendiri daripada kepentingan bersama, sehingga
meniadakan keseluruhan nilai dari sebuah proses konsensus.
3. Mencurahkan Jumlah Waktu yang Tepat untuk Membuat Keputusan
Mengambil keputusan dengan benar di tempat pertama bisa memakan
waktu, namun jika prosesnya berjalan terlalu lama, orang kehilangan minat, dan
Anda kehilangan momentum berharga. Untuk mengimbangi risiko itu, menyusun
kerangka waktu Anda namun memungkinkan adanya jendela fleksibilitas. Rasa
timing intuitif Anda bisa membantu Anda mendapatkan timing yang tepat.
70
Tempat kerja yang memberi nilai tindakan cepat lebih dari sekadar
pengambilan keputusan yang tepat cenderung memiliki toleransi yang lebih tinggi
untuk melakukan pekerjaan itu dua kali alih-alih memikirkan keputusan di tempat
pertama. Bila Anda berada di bawah tekanan untuk memutuskan, Anda mungkin
tergoda untuk mengambil jalan pintas, seperti melewati saran profesional yang
dibutuhkan dan atau tidak menginterpretasikan masukan yang berguna.
Mengabaikan data kunci karena Anda berada di bawah tekanan untuk melakukan
tindakan dapat menyebabkan kesalahan dan keputusan yang kurang optimal.
12.3 Langkah-Langkah Konsensus Berorientasi Pengambilan
Keputusan (Model Harnet)
Dengan menggunakan model ini, kita bisa mendapatkan semua orang dalam
kelompok yang terlibat dalam mengembangkan solusi, sehingga setiap orang
merasa kepemilikan keputusan akhir. Ini akan membantu Anda membangun lebih
produktif, tim berkomitmen.
Model ini juga mendorong orang untuk datang dengan ide-ide kreatif tanpa
takut dihakimi. Ini membantu kelompok mengembangkan solusi yang lebih baik
dan membuat keputusan yang lebih baik.
Model ini menggunakan proses tujuh langkah. Langkah-langkahnya adalah:
2. Framing masalah.
Pada langkah pertama ini, Anda perlu memastikan bahwa Anda
memiliki orang yang tepat yang terlibat dalam proses, dan bahwa
setiap orang memiliki informasi, peralatan, dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk datang dengan ide-ide bagus. Sebagai bagian dari
hal ini, mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah yang Anda
butuhkan untuk mengatasi, jika perlu menggunakan alat-alat seperti
Penyebab dan Analisis Pengaruh dan Root Cause Analysis .
3. Memiliki diskusi terbuka.
Selanjutnya, bertemu dengan kelompok, ada masalah lagi, dan
mendorong diskusi terbuka. Tujuan Anda di sini adalah untuk
menghasilkan ide awal atau solusi untuk masalah mungkin. .
4. Mengidentifikasi masalah yang mendasari.
71
Langkah berikutnya adalah untuk mengidentifikasi apa Hartnett
sebut "kekhawatiran yang mendasari" - ini adalah kendala-kendala
yang Anda butuhkan untuk memenuhi, dan masalah yang Anda ingin
memecahkan, setelah Anda membuat keputusan. Anda kemudian akan
menggunakan analisis ini untuk datang dengan dan meningkatkan
solusi dalam langkah berikutnya dari proses. Mulailah dengan
mengeksplorasi apa masalah ini dengan kelompok Anda.
Kemudian, mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci
(termasuk orang-orang di luar organisasi Anda) yang terpengaruh oleh
keputusan tersebut. (Tergantung pada situasi Anda, Anda dapat
melakukan ini dengan hanya curah pendapat stakeholder, atau Anda
dapat melakukan formal analisis stakeholder .)
Berbicara dengan para pemangku kepentingan tersebut, atau
bertukar pikiran dan daftar keprihatinan yang mendasari yang
mungkin untuk masing-masing, sekali lagi memastikan bahwa setiap
orang dalam kelompok berpartisipasi dalam diskusi.
5. Mengembangkan proposal. .
Untuk melakukan hal ini, pergi melalui setiap gagasan pada
gilirannya, dan mendorong semua orang dalam kelompok untuk
berkontribusi untuk mengembangkan menjadi sebuah solusi yang
mungkin. Sekali lagi, penting bahwa setiap orang berpikiran terbuka
tentang diskusi, bahwa setiap orang berfokus pada satu ide pada suatu
waktu.
Pada akhir langkah ini, Anda akan mengembangkan ide-ide awal
dalam proposal yang lebih rinci yang dapat Anda lakukan ke depan.
Jangan remehkan setiap proposal belum.
6. Memilih arah.
7. Mengembangkan solusi pilihan.
8. Penutup.
12.4 Contoh Kasus
Anda baru saja membawa tim Anda bersama-sama untuk kick-off proyek
baru. Namun, Anda dengan cepat mengalami masalah setuju dengan cara yang
72
benar maju. Juan, anggota yang paling dominan tim Anda, segera membuat saran
dan mulai berbicara tentang manfaat. Katherine mulai berdebat dengan dia,
mengklaim bahwa idenya lebih efisien. Kerry, yang sering memiliki ide-ide
cemerlang, terlalu kewalahan oleh Juan dan Katherine untuk berbicara. Anda
segera siap untuk meninggalkan pertemuan!
Jika Anda bekerja dalam sebuah tim, maka skenario ini mungkin terdengar
asing. Ini bisa sulit untuk mendapatkan sekelompok orang untuk mencapai
konsensus tentang keputusan, terutama ketika kepribadian, sudut pandang, dan
sikap bentrokan. Dalam beberapa situasi, Anda dapat memotong melalui masalah
ini dengan kepemimpinan yang tegas (artikel saya pada Vroom-Yetton-Jago
Keputusan Model membantu Anda pikirkan saat ini sesuai). Dalam situasi lain,
Anda perlu menemukan cara lain ke depan.
Di sinilah Konsensus Berorientasi Pengambilan Keputusan (CODM) Model
Hartnett adalah berguna. Pada artikel ini, kita akan melihat model CODM, dan
kita akan mempelajari bagaimana Anda dapat menerapkannya ketika Anda harus
membuat keputusan kelompok yang baik.
73
BAB XIII PERMAINAN DALAM DINAMIKA KELOMPOK
13.1 Pengertian
Pada awalnya orang dewasa seperti juga anak-anak harus diberi pelajaran,
kuliah ceramah, untuk mengenal kekuatan dan kekurangan dirinya dengan segala
akibatnya terhadap kelompok. Hasilnya dapat diterapkan dan dihayati sebelum
memperoleh pengalaman langsung dalam hidupnya. Sebaliknya apabila manusia.
belajar tanpa harus mengenal teori apa-apa, bagaikan orang yang dilempar dalam
air untuik belajar berenang, mungkin lambat laun akan dapat jug. berenang akan
lain halnya jika cara tersebut menjadi cara yang tepat dan efisien untuk mengajari
berenang. Kegiatan - kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa permainan
peran, pengamatan, diskusi yang dirancang agar para peserta dapat mengalami
sendiri bagaimana ia dipengaruhi kelompok dan bagaimana tingkah lakunya
mempengaruhi orang lain dalam kelompok bersama-sama. Demikian pula dengan
pendapat umpang balik dari sesama anggota kelompok akan diketahui sifat
kelompok, suasana kelompok serta arti keberadaan dirinya dan setiap anggota
dalam kelompok, serta mendapat pandangan dan kematangan kepribadian yang
lebih tepat untuk bergerak dan bekerja secara lebih efesien dan efektif.
74
Tujuan kegiatan harus jelas dan terus diingat oleh pembimbing
(fasilitator), segi apa yang penting yang hendak dicapai, mungkin satu
mungkin lebih dari satu, misalnya mengkompakkan kelompok,
meningkatkan kemahiran berkomunikasi, menajamkan kepekaan diri atau
mengenalkan kelompok, mengurangi rasa rendah diri, mengurangi
kepempinan otoriter, mengefektifkan kerja sama dan sebagainya.
c. Waktu
Hal ini berkaitan dengan berapa lama waktu yang tersedia apa satu, dua,
atau tiga jam terus menerus ataukah, seminggu sekali selama dua jam.
d. Peran Pembimbing
Pembimbing harus mempunyai kepekaan untuk mengetahui seberapa jauh
boleh mencapuri proses belajar pesertas. Setelah pembimbing (fasilitator)
menjelaskan cara, menjalankan latihan, sejauh mungkin biarkan peserta
melakukannya dan menganalisis pengalamannya, jangan mengatur bila
tidak perlu, terutama jangan memaksakan.
e. Peralatan
Peralatan untuk kegiatan pelatihan harus lengkap sesuai kebutuhan latihan
dan juga harus selalu dalam keadaan siap. Peralatan yang kurang atau
tidak sempurna akan mengurangi keberhasilan kegiatan.
75
BAB XIV OUTBOUND TRAINING
76
b. Instalasi jembatan tali (High Roof), berjalan di atas jembatan yang
terbuat dari tambang ataupun bilahan bambu, tujuan:
1) Melatih keberanian mengambil resiko.
2) Meningkatkan rasa percaya diri.
3) Melatih kegigihan dalam mencapai tujuan.
4) Kemandirian.
c. Truss fall, tujuan: Membangun rasa percaya terhadap rekan kerja
dan diri sendiri
d. Flying Fox, tujuan:
1) Melatih keberanian mengambil resiko.
2) Meningkatkan rasa percaya diri.
e. Rappeling.
f. Kayak yaitu mendayung sendiri perahu kecil (kayak), tujuannya :
1) Untuk melatih kemandirian
2) Yakin kepada diri sendiri
g. Panjat dinding yaitu memanjat dinding ataupun jalinan
tambang yang dibentangkan dengan tegak seperti dinding,
tujuannya :
1) Melatih keberanian
2) Melatih mental
3) Melatih kekuatan yang ada pada diri sendiri
77
lebih baik Sikap dan perilaku profesionalisme Menurut Sastrohadiwiryo (2002)
Ini meliputi :
1. Terbentuknya suatu komitmen yang utuh dari setiap peserta melalui 4C,
yaitu :
a. Peningkatan kompetensi (competency),
b. Pembentukan kosepsi (conception) pemikiran yang komprehensif,
c. Terjadinya hubungan (connection) yang semakin erat diantara para
bawahan dan atasan, serta
d. Munculnya keyakinan akan kepercayaan (confidence) diri akan
kemampuan masing-masing pesera yang akan berpengaruh dalam
membangun rasa memiliki dan bukan sekedar menjadi orang.
Perubahan ini akan terlihat dari bertumbuh kembangnya rasa
tanggung-jawab dalam melakukan tugas di unit kerjanya
masingmasing.
2. Pola perilaku yang berkarakter dalam melakukan tugas-tugas
kehidupan, berdisiplin, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan,
mengutamakan tugas pengabdian, memiliki sikap, etika dan etos kerja
yang tinggi.
3. Meningkatkan semangat kerja dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab masing-masing, serta meningkatkan keberanian
peserta dalam mengambil setiap resiko (risk taking) dari setiap
tantangan yang dihadapi.
4. Team building yang solid yang didasarkan pada saling pengertian,
kerja sama, koordinasi, menghargai perbedaan, sikap mengutamakan
tugas daripada
5. Kepentingan pribadi. Dan meyakini bahwa keberhasilan merupakan
buah dari kerjasama dan kebersamaan.
6. Peningkatan kematangan Emotional Question (EQ) melalui program
Olah Rasa yang menjadi porsi perhatian outbound bahkan perhatiannya
kepada pengembangan Spiritual Quotion (SQ) akan sangat membantu
peserta dalam meningkatkan kematangan kemampuan menghadapi
78
berbagai tantangan dan hambatan dalam setiap penyelesaian tugas-
tugas yang dihadapi.
3. Manfaat edukasional
a. Mengembangkan pengetahuan tentang pendidikan outdoor
b. Meningkatkan pengetahuan tentang konservasi alam
c. Meningkatkan kesadaran pentingnya daya dukung
lingkungan dalam kehidupan
d. Meningkatkan tanggungjawab dalam melestarikan lingkungan
e. Mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah
f. Mengembangkan penguasaan akademis
g. Meningkatkan kesadaran dan klarifikasi nilai kehidupan
4. Manfaat phisikal
a. Meningkatkan kesegaran jasmani
b. Mengembangkan ketrampilan organ tubuh
79
c. Mengembangkan kekuatan tubuh
d. Melatih kemampuan koordinasi gerak tubuh
e. Memberikan porsi latihan tambahan
f. Mengembangkan keseimbangan tubuh
5. Manfaat spiritual
80
perenungan tentang pengalaman pribadi yang dirasakan disaat kegiatan
berlangsung. Apa yang dirasakan secara intelektual, emosional dan
fisikal. Dalam tahapan ini, fasilitator berusaha untuk merangsang para
peserta untuk menyampaikan pengalaman pribadi masing-masing setelah
terlibat di dalam kegiatan outbound tahap pertama. Dalam kegiatan
perenungan outbound, peserta biasanya menceritakan pengalaman
pribadinya masing-masing dalam berbagai tingkatan belajar.
81
tujuan. Ada dua dimensi penting dalam kekompakan, yaitu social cohesion dan
task cohesion. Social cohesion adalah dimensi kekompakan yang terkait dengan
kesukaan antar anggota kelompok dan kesenangan antara anggota kelompok
dengan kelompok yang dimiliki.
Dimensi ini lebih bersifat ketertarikan interpersonal (interpersonal
attraction). Sedangkan task cohesion adalah dimensi kekompakan yang tercermin
pada kerjasama anggota kelompok untuk melaksanakan tugas tertentu yang
spesifik. Dimensi ini biasanya terkait dengan tujuan atau sasaran yang telah
ditentukan.
Kedua dimensi tersebut harus berjalan seimbang untuk dapat menghasilkan
kekompakan yang optimal. Penonjolan atau kepincangan di satu dimensi pada
gilirannya akan menyebabkan produktivitas tim terganggu. Sebuah tim yang
semata-mata memfokuskan pada tugas, akan mudah menimbulkan kejenuhan bagi
anggotanya. Demikian sebaliknya, jika sebuah tim lebih banyak menonjolkan
dimensi sosial, maka sulit dibayangkan tim tersebut menunjukkan kinerja yang
optimal.
82
83
BAB XV TEAM BUILDING
84
c. Para anggota akan saling masuk ke daerah anggota lain, dan hal ini
akan mengganggu
85
Pembentukan, Curah gagasan, Penormaan dan kemudian Bekerja, tahap
akhir dalam pengembangan tim. Tim yang bekerja adalah tim unit yang sangat
efektif dalam memecahkan masalah, yang bisa meraih solusi dengan cepat dan
bahkan bisa mendahului memecahkan isu-isu sebelum berubah menjadi masalah.
Tahap ini hanya bisa dimulai ketika kelompok sudah merasa dan berpikir bahwa
beberapa hal bisa diprediksikan, bahwa aturan hubungan antar anggota kelompok
telah disetujui dan bahwa kelompok tersebut tidak perlu menegosiasikan apa yang
sudah dibangun.
86
15.5 Kerja Tim
87
88
DAFTAR PUSTAKA
Zulkarnain, Wildan. 2014. Dinamika Kelompok : latihan kepemimpinan. Jakarta : Bumi
Aksara.
Razi, Fahrur.2011. Modul Kunjungan Pembinaan Kepada Pelaku Utama dan Pelaku
Usaha Oleh Penyuluh Kepada Sasaran Perseorangan/Anjangsana dan
Kelompok. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Abu Hurairah, Purwanto, Dinamika Kelompok, (Bandung: Rifka Aditama, 2010), hlm. 34.
Astuti., Aini Nur. 2010. Analisis Efektivitas Kelompok Tani di Kecamatan Gatak Kabupaten
Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
https://www.lalaukan.com/2013/11/unsur-unsur-dinamika-kelompok.html
https://yogiabdulaziz.blogspot.com/2014/04/pengertian-dinamika-kelompok-asfek.html
Zulkarnain, Wildan. 2014. Dinamika Kelompok : latihan kepemimpinan. Jakarta : Bumi
Aksara.
http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/05/perilaku-organisasi.ttml?m=1
www.google.com/amp/s/blog.ruangguru.com/proses-terbentuknya-kelompok-
sosial%3fhs_amp=true
http://www.universitaspsikologi.com/2018/07/pengertian-dan-proses-pembentukan-
kelompok.html?m=1
Hartinah, Sitti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung:PT. Refika Aditama
Ajidedim. 2008. Kohesivitas Koperasi Bagian 2, (online),
(http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-psikologi-koperasi-
kohesivitas-koperasi-bagian-dua/), diakses 24 November 2012.
A.J. 2011. Kohesi Kelompok, (online), (http://psikologila.blogspot.com/2011/10/kohesi-
kelompok.html), diakses 24 Oktober 2011.
Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987), hlm.
230. Yang dikutip oleh Khotneeda
Artikel. 2013. Dinamika Konflik Dalam Organisasi. [online] Tersedia
http://mazzeko.wordpress.com/2012/06/27/dinamika-konflik-dalam-organisasi-
4.html [18 September 2013
Hartinah, Sitti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Reflika Utama
Mila, Destri. (2013) Dinamika Kelompok. [online]. Tersedia
http://destrimila.blogspot.com/2013/03/pengertian-dinamika-kelompok.html. [18
September 2013]
1
Media.2013.Bimbingan Kelompok. [online] Tersedia : http/mozakki-wordpress/bimbingan-
kelompok.html. [19 September 2013