Anda di halaman 1dari 52

MANAJEMEN

FARMASI INDUSTRI

Oleh : Bambang Priyambodo

1
Silabus
Manajemen Farmasi Industri
1. Pengantar
2. CPOB: 2012 dan Peran Apoteker di Industri
Farmasi
3. Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi
4. Pengelolaan Limbah Industri Farmasi

http://priyambodo71.wo 2
rdpress.com
1.
Bahan Bacaan
Anonim, 2013, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, edisi tahun 2012, Badan
POM RI, Jakarta.
2. Anonim, 2009, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
2006, Badan POM RI, Jakarta
3. Anonim, 2013, Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi, Badan
POM RI, Jakarta
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1799/2010 tentang Industri Farmasi
5. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011
Tentang Tata Cara Sertifikasi CPOB.
6. Peraturan Kepada Badan POM RI No. HK.03.1.23.10.11.08481 tahun
2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
• Peraturan Kepada Badan POM No. 3 tahun 2013, tentang perubahan atas
peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi
Obat
7. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta
3
Pengantar Manajemen Farmasi
1. Pharma Industry Outlook (Global & Regional)
2. Indonesian Pharmaceutical Industry Outlook
3. ASEAN Harmonization & c-GMP Implementation
4. Pharmacist at Pharmaceutical Industry

http://priyambodo71.wo 4
rdpress.com
World Pharma Industry Outlook

The Strongly Science – Based Industry


The Most Research – intensive and
Innovative sector of manufacturing

Kompleks, dinamis, berdimensi


global, biaya R&D tinggi dan
Regulasi ketat

5
Pengantar
Persyaratan/Jaminan :
INDUSTRI FARMASI
• Khasiat (efficacy)
• Keamanan (safety)
• Mutu (quality)

6
Persyaratan Kualitas Obat
Persyaratan Kualias Obat, menurut Academy of Pharmaceutical
Science, USA :
 Mengandung kuantitas masing-masing bahan aktif sesuai dengan
persyaratan pada etiket, yang masih dalam nilai batas sesuai dengan
spesifikasinya
 Mengandung kuantitas bahan aktif yang sama, dalam setiap satuan
takaran obat. Tidak boleh mengandung bahan lain, yang tidak
dinyatakan secara jelas
 Sampai saat digunakan oleh penderita, tetap terjaga potensi,
penampilan dan ketersediaan terapeutikanya untuk tujuan
pengobatan
 Pada saat digunakan, melepaskan bahan aktif agar supaya tercapai
secara penuh ketersediaan biologisnya

PRODUK INDUSTRI FARMASI  DIATUR SECARA KETAT, BAIK


OLEH INDUSTRI FARMASI
MAUPUN OLEH PEMERINTAH

7
Ciri Industri Farmasi
Ciri-ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan :
1. Industri Farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat, baik secara
Nasional maupun Internasional (seperti registrasi obat, cara produksi obat yang
baik/CPOB, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan)
2. Industri farmasi, disamping menghasilkan obat untuk penderita, juga
merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan
(tidak hanya aspek sosial tapi juga ada aspek ekonomi)

3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena bukan tidak
mungkin kelak dikemudian hari kalau terbukti bahwa terjadi akibat yang tidak
diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi tersebut dituntut dan
membayar ganti rugi (contoh : Industri farmasi penghasil Thalidomide ditutup
karena tidak mampu lagi membayar tuntutan ganti rugi)
4. Industri Farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi,
karena usia hidup obat relatif singkat ( lebih kurang 25 tahun) dan sesudah itu
akan ditemukan obat generasi baru yang lebih baik, lebih aman dan lebih efektif
(fenomena merger beberapa perusahaan farmasi raksasa dunia , seperti Glaxo
SmithKline -Becheem, Aventis, Novartis Biochemie, Roche-Bayer, dll)

8
In 2014 Global Pharma Market More than 1 Trillion USD, Driven
largely by Pharmerging Markets
Top 5 Europe
Size :170 -200 Bio
US CAGR 09 -14 : 1-4 %
Size : 360 -390 Bio
CAGR 09 -14 : 3-6 %
Japan
Size : 100 -130 Bio
CAGR 09 -14 : 2-5 %

Pharmerging Market
Size : 260 -290 Bio
Global CAGR 09 -14 : 14-17 % ROW
Size : 1.130 -1.160 Bio
Size : 180 -210 Bio
CAGR 09 -14 : 5-8 %
CAGR 09 -14 : 4-7 %
Alur Proses Penemuan Senyawa Obat Baru
Sintesis Senyawa Baru
• Uji efek zat kimia yg paling menguntungkan
(pada 3 jenis hewan yg berbeda)
Screening • Uji mikrobiologi
• Uji teratogenis, mutagenesis, karsinogenesis
• LD50, toksisitas akut dan kronis
• LD50, toksisitas akut dan kronis
(organ khusus: mata, hati & otak)
• Studi efek pada manusia
Uji Praklinis
merupakan pengenalan awal obat pd
(khasiat, takaran & efek samping) manusia untuk penetapan toksisitas,
absorbsi metabolisme, eliminasi, kisaran
Uji Klinis Fase I dosis, dan kerja farmakologis lainnya

Mencakup pengujian awal thd efek


terapeutik khusus dan dilaksanakan
Uji Klinis Fase II secara terbatas thd sejumlah pasien
Uji klinis yg sebenarnya, bertujuan
Uji Klinis Fase III untuk menilai keamanan &
Post Marketing kemanjuran pd satu atau lebih
Survaillence indikasi tertentu
Registrasi
(Clinical Trial
Fase IV)
10
New Drug Development Cost
 Approximately 800 million ($ 800.000.000) US dollars per approved
new drug
 Costs are rapidly increasing
802
U.S. year 2000 $ in millions
1970s approvals
1980s approvals
2000s approvals
467

335
318

214

138
104
84
54

Preclinical Clinical Total


(Source: Tufts University, U.S.A., 2002)
11
12
Research & Development (R&D)
100,000 molecules in laboratories

1 registered drugs at pharmacy

development costs of 4 registered


drugs are recovered

1 blockbuster
(mega-seller)

13
ISU STRATEGIS
DI BIDANG OBAT

Ekspektasi masy
thdp perlindungan
kesehatan
meningkat

Era globalisasi
FOKUS
Tipisnya entry
barier antar PENGAWASAN OBAT DAN
negara MAKANAN
Perubahan gaya
hidup masyarakat
Harmonisasi
Semakin canggihnya
teknologi, deteksi dan
managemen bahaya
ROADMAP ASEAN Community
2009-2015
ASEAN Single Market
2015

Peluang Pengembangan Ekspor

Ancaman Produk Impor pada Pasar Domestik

Lanskap Persaingan Industri Farmasi


Berubah dengan Dinamika yang Tinggi

16
ASEAN Single Market
Harmonisasi ASEAN Single
Harmonisasi
Standar & Market on
Regulasi
Keseragaman Pharmaceutical
Farmasi ASEAN
Teknis Products
(ACTD)
(ACTR)

ACTD = ASEAN Common Technical Dossier


ACTR = ASEAN Common Technical Requirement Tidak Ada
(c-GMP) Barrier
Regional

17
http://priyambodo71.wo 18
rdpress.com
http://priyambodo71.wo 19
rdpress.com
Asean Pharmaceutical Market
http://priyambodo71.wo 21
rdpress.com
HARMONISASI ASEAN
 Di Bidang Obat :  PPWG
- ACTR/ACTD (standar dan persyaratan registrasi obat)
- ASEAN Guidelines (Stability; validasi proses/MA ; BA/BE)
- MRA on GMP Inspection (signed 2009)
- MRA on BE Study Report Format (tahap awal)
- PMAs (Post Market Alert System)
 Di Bidang Kosmetika;  CPWG  ACC
- ASEAN Cosmetic Directive (ACD  signed 2003)
standar dan persyaratan, sistem notifikasi
 Di Bidang Traditional Medicines and Health Suplement
(TMHS):  TMHSPWG
- Pembahasan awal standar dan persyaratan
 Di Bidang Keamanan Pangan  PFPWG
- Pembahasan standar dan persyaratan
WHY PIC/S??
 Roadmap Indonesia dalam harmonisasi
ASEAN
 MRA on GMP Inspection :
 PIC/S requirements sebagai standar

 Keanggotaan pada PIC/S merupakan persyaratan


untuk implementasi MRA on GMP Inspection
 Sejalan dengan Visi & Misi Badan POM:
 Menjadi institusi Pengawas Obat dan Makanan yang
inovatif dan terpercaya secara global untuk melindungi
masyarakat
KEANGGOTAAN PIC/S
Health Canada,
Canada

FDA, USA
32 Participating Authorities Thai FDA,
(Eropa) Thailand

BFAD, Filipina

Badan POM,
NPCB, Indonesia
Malaysia

Anmat, HSA, Singapura TGA, Australia


Argentina

MCC, Afrika
Selatan

Applicant ASEAN Countries (In


Negara Anggota (January 2010) : 39 Process):
•Thai FDA, Thailand
(Negara ASEAN: Malaysia, Singapura) •Badan POM, Indonesia
•BFAD Philippines
KEANGGOTAAN PIC/S (s/d Jan 2011)
 Jumlah anggota saat ini 39
 US FDA menjadi anggota ke-38 per 1 Januari 2011 (proses
aplikasi sejak September 2005).
 Anggota terakhir (ke-39) adalah Ukrainian SIQCM (proses
aplikasi sejak 2004)
 Indonesia 2012 menjadi anggota PIC/S ke-40

 Masih dalam proses:


- Thailand (sejak 2007)
- Philipina (sejak 2009)
- Taiwan (re-apply sejak June 2010)
- Brazil (July 2010)
- Slovenia (sejak 2008)
- New Zealand (April 2010)
- Hongkong (Intention May 2010
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI………………………..
Sumber: www.picscheme.org
 Memiliki peraturan perundang-undangan di
bidang obat.
 Inspektorat CPOB harus memenuhi sistem
mutu sesuai dengan persyaratan PIC/S.
 Pedoman CPOB harus setara dengan PIC/S
atau GMP Guideline di Eropa atau WHO.
 Memiliki sistem mutu inspeksi yang setara
dengan anggota PIC/S lain.
 Memiliki inspektur CPOB yang kompeten dan
berpengalaman.
Sumber: www.picscheme.org
ROADMAP KEANGGOTAAN Badan POM pada
PIC/S
2004 - 2007
2002 2003
2006

Penjajakan Pembuatan dan Penyampaian Letter of


Kunjungan Bob Intent
keanggotan PIC/S Tribe (PIC/S Sosisalisasi Sistem
dengan Bob Tribe Chairman)  Mutu untuk Kunjungan PIC/S
(PIC/S Chairman) BPOM dan IF Inspektorat CPOB Chairman, Mr. Jacques
Morenas

2010 2011 2012


2008 2009

Pengiriman Preliminary report Training dan


Simulasi Observed Penyusunan & Indonesia
Aplikasi terhadap Aplikasi Penyampaian
Indonesia oleh Inspection oleh Menjadi Anggota
Kunjungan Mr. Seer Pharma dan CAPA (1st quarter) PIC/s ke-40 (1st
Rapporteur dan
Ian Thrussel Andrzej Wozniak PIC/S Follow up quarter)
Respons terhadap
(Rapporteur) visit (2nd quarter)
Preliminary Report
1st PIC/S On Site
Asistensi oleh Bob Assessment
Tribe Badan Pengawas Obat dan Makanan RI………………
Profil Industri Farmasi di Indonesia
28
Profil Industri Farmasi Indonesia
Market Size
+ Rp. 20 Trilyun + 0,44 % GLOBAL MARKET

(US $ 2,2 bil) Total Pop. : 205 juta

(2004) Drug Consump per-cap < US $ 6,0

Market Share :
Growth 13,5 % Top 20 (10 %)  54 % SOM
 2005 : 23,598 T (+13,7 %)
Top 60 (29 %)  84 % SOM
 2006 : 26,0 T (+ 10,17 %) Rest 145 (70 %)  16 % SOM
 2007 : 28,0 T (+ 7,69 %)
2012 : 47,3 T, naik 15% vs 2011
 2008 : 30,0 T (+ 7,14 %)
PHARM. INDUSTRY PATTERN :
• > 16.000 Products (>60% branded generic) • FRAGMENTED
only 12 % Generics (in value) • Unhealthy against free market
• 205 Manufacturer/33 MNC
Sumber : IIMS, 2005-2009
• 1600 wholesaler
http://priyambodo71.wo 29
rdpress.com
KETIKA
KETIKAPDB
PDBPER PERKAPITA
KAPITA
USUS
$ 15.000
$ 15.000
DIPREDIKSIKAN
DIPREDIKSIKAN
KONSUMSI
KONSUMSI
OBAT
OBATPER
PER KAPITA
KAPITAINDONESIA
INDONESIASEKITAR
SEKITARUSUS
$ 50
$ 50
DENGAN
DENGAN
MARKET
MARKET
SIZE
SIZEUS
US$ $1515MM
INDUSTRI FARMASI INDONESIA
INDUSTRI FARMASI INDONESIA
Pasar Farmasi RI
Data Industri Farmasi Saat Ini
90

80 77
Jumlah Total
70
: 215 IF
60

50

41
40 Jumlah IF
35

30 28

22
20

9
10

1 1 1
0
Sumatera Sumatera Sumatera DKI Jawa Barat Jawa DI Jawa Timur Banten
Utara Barat Selatan Jakarta Tengah Yogyakarta

Penambahan jumlah IF karena adanya IF baru ditambah dengan IF yang memutuskan untuk
melanjutkan produksi dan mengikuti CPOB Terkini
Profil Industri Farmasi Indonesia

http://priyambodo71.wo 34
rdpress.com
Profil Industri Farmasi Indonesia
3
1
4

Formulation
Biological
Active Ingredient
Quasi Drugs
200

Sumber : Badan POM 2004

http://priyambodo71.wo 35
rdpress.com
Profil Industri Farmasi Indonesia

http://priyambodo71.wo 36
rdpress.com
Profil Industri Farmasi Indonesia

Peta Penyebaran Industri Farmasi


Berdasarkan Lokasi
S umatera, 15 IF
7% Bali, 1 IF
0%

Jawa, 189 IF
93%

Sumber : Badan POM 2004

http://priyambodo71.wo 37
rdpress.com
38
Data Industri Farmasi Saat Ini
90

80 77
Jumlah Total
70
: 215 IF
60

50

41
40 Jumlah IF
35

30 28

22
20

9
10

1 1 1
0
Sumatera Sumatera Sumatera DKI Jawa Barat Jawa DI Jawa Timur Banten
Utara Barat Selatan Jakarta Tengah Yogyakarta

Penambahan jumlah IF karena adanya IF baru ditambah dengan IF yang memutuskan untuk
melanjutkan produksi dan mengikuti CPOB Terkini
Profil Industri Farmasi Indonesia
Peta Penyebaran Industri Farmasi
Berdasarkan Sertifikat CPOB
55
9 193
19 Non Antibiotik

Antibiotik Non
Betalaktam
AB Betalaktam
(penisillin)
64 AB Betalaktam
(sefalosporin)
Hormon

Steril
137

Sumber : Badan POM 2004

http://priyambodo71.wo 40
rdpress.com
Data Resertifikasi dengan Jumlah IF Berdasarkan
Baseline Data

250

202
200

150
122

100
80

50

0
Jumlah IF IF dengan Sertifikat CPOB Terkini IF belum memiliki Sertifikat
CPOB Terkini
Peta sertifikasi CPOB tiap Propinsi
Profil IF yang Belum Resertifikasi
35

30
30

25
25

20

16
15 Jumlah IF

10 9

0
Sedang Renovasi Sudah Renovasi, Proses evaluasi Lain-Lain
CAPA TMS CAPA
Maturity of GMP Attitude and Compliance
5. GENERATIVE 9
Compliance is just part of how we do business
here (CAPA, QMS, QRM, MAI and CI)
Continuous Improvement (CI)
4. PROACTIVE
We work sensibly on the problems that
18
we still find (CAPA, QMS, QRM, MAI?? and
CI?? )

3. CALCULATIVE
93
We have systems in place to manage
most compliance risks (CAPA, QMS and
QRM??)

2. REACTIVE
Compliance is important, so we do a lot 60
every time we have a problem (CA and PA??,
QMS?? No QRM)
Monitoring,
Assessment and
1. PATHOLOGICAL Improvement (MAI)
We haven’t ever been caught, so we
must be doing pretty good (No CAPA, 35
NO QMS and No QRM)
Pertanyaan Pemenuhan Persyaratan CPOB sebagai Indikator
Kematangan Sikap CPOB

 Patologis  Generatif
 Tindakan paling minimum apa yang  Kita memperbaiki dan mencegah
harus kita ambil sehingga setidaknya (CAPA)
kita masih bisa bertahan dari  Bagaimana kita dapat memastikan
inspeksi BPOM dan bisa menjual kualitas produk (QMS)
produk kita?  Apakah asumsi dalam model risiko
saya tepat? (QRS)
 Bagaimana cara kita
 Apakah kita menempatkan sumber
menyembunyikan ini dari inspektur daya yang tepat dan memadai untuk
BPOM karena kita tak akan sanggup secara efektif melakukan monitoring
menerima konsekuensi bila ini dan menghilangkan risiko untuk
diketahui? meningkatkan sistem yang kita miliki?
( MAI)
 Apa yang dilakukan oleh IF lainnya?
 Pelajaran apa yang dapat kita ambil
 Jika sebelumnya tidak bermasalah,
dari risk assessment terakhir; apakah
kenapa kita harus merubahnya asumsi yang diambil perlu diupdate?
sekarang? Bagaimana kita dapat melakukan
 Tidak ada CAPA, QMS, QRS, MAI continuous improvement?
dan CI  Ada CAPA, QMS, QRS, MAI dan CI
Grafik Maturity of GMP Attitude and Compliance

70
65

60

50
46

PATHOLOGICAL
40
REACTIVE
CALCULATIVE
29
30
PROACTIVE
GENERATIVE
20
16

9 10 8 9
10
4 4 4
2 2 1 2
0 0 1 1 1 0 0 0 0 0
0
BUMN PMA PMDN SN Lain-lain

Sebagian besar IF di Indonesia berada pada :


 tingkat 3 “Calculative” (belum sepenuhmya menerapkan QRM dan Continouse
Improvement) sebanyak 93 IF, dan
 tingkat 2 “Reactive” (belum menerapkan QMS dan QRM serta Continouse
Improvement) sebanyak 60 IF.
Jumlah IF yang mendapat sanksi sejak 3 tahun terakhir

60 57

50

40

32
2010
30 27 2011
2012 (s.d Juni)
20

13

10 8
6
4
2 1 2
0 0
0
Peringatan PK PSK Rekom Pencabutan IIF
Prinsip penerapan CPOB
 Pertama: jaminan konsistensi produksi yang
dapat menghasilkan produk dengan jaminan mutu
sepanjang ‘masa hidup’ produk tersebut,
 Kedua: adanya standar dan persyaratan
berdasarkan kajian risiko yang harus dipenuhi
mulai dari bahan awal, selama proses dan akhir
produksi serta sesudah dipasarkan, dan,
 Ketiga: adanya komitmen dan persamaan
persepsi dari semua pihak yang terkait, baik dari
sisi profesional dan pimpinan industri farmasi,
maupun dari sisi regulator.
Potensi langkah ke depan:
1. Komunikasi yang efektif antara industri dan regulator
baik di pusat dan di provinsi, dalam rangka
implementasi CPOB di masa awal industri dan ketika
merencanakan perubahan .
2. Konsolidasi Industri Farmasi untuk perkuatan kapasitas
Nasional (BBO, Riset, Toll manufacturing).
3. Kerjasama Asosiasi dan profesi dalam rangka Edukasi
untuk peningkatan kompetensi SDM Industri Farmasi
Tantangan Perguruan Tinggi Farmasi ke depan :

1. Industri jasa pendidikan harus memperhatikan kebutuhan


market :
• Mengetahui konsep-konsep Accounting, Keuangan yang penting,
Standard beaya, Inventory Management, beaya produksi (COP)
dan lain-lain.
• Perubahan paradigma Akademisi ke Akademisi praktisi
• Pengetahuan yang lebih “ applicable “
2. Membangun Kompetensi Farmasis dari lembaga pendidikan sesuai
dengan bentuk pelayanan Kefarmasian :
• RS, Farmasi komunitas, Industri, Lembaga Riset/Pendidikan
• Memenuhi peran farmasis sesuai dengan WHO “seven star
pharmacist“
3. Pendidikan yang mengedepankan Pharmaceutical care secara luas
4. Menghasilkan output qualified Pharmacists yang competitive,
mampu bersaing secara global.
50
Kesimpulan
 Industri Farmasi merupakan salah satu industri yang sangat dinamis dan berbasis pada
riset (knowledge based industry).
 Penemuan obat baru (NCE/NBE) semakin sulit dilakukan dengan biaya yang semakin
mahal, sehingga perkembangan industri farmasi saat ini mengarah kepada penemuan
sistem penghantaran obat baru (New Drug Delivery System).
 Kegiatan Industri Farmasi di Indonesia pada saat ini baru pada tahap melakukan Re-
Processing, belum sampai pada tahap penemuan senyawa obat baru
 Untuk dapat bersaing dalam skala global, diperlukan daya saing (competitive
advantage) industri farmasi nasional, terutama dalam hal product, cost, quality dan
delivery.
 Perlu dilakukan upaya-upaya strategis yang bersifat sinergis untuk menciptakan
keunggulan bidang farmasi / obat di era globalisasi
 Dalam rangka penerapan harmonisasi ASEAN dibidang farmasi, diperlukan dukungan
regulasi yang kuat dan komitmen dari berbagai pihak terkait termasuk pemerintah
dan industri
 Diperlukan kesiapan Perguruan Tinggi Farmasi sebagai “penyedia” Sumber Daya
Manusia agar mampu bersaing secara global

51
Thank You
http://priyambodo71.wo 52
rdpress.com

Anda mungkin juga menyukai