Anda di halaman 1dari 81

Dr. KRT. MJ. Widijatmoko, SH, Sp.

PELAKSANAAN TUGAS & PELAYANAN


JABATAN NOTARIS – PPAT
DENGAN ELEKTRONIK DIGITAL & ON LINE
Konsep Gagasan Ide Pemikiran Praktisi Notaris – PPAT
Dalam Modernisasi Notaris – PPAT
Di Era Globalisasi Jaman Milenium Menghadapi Industri 4.0

Seminar Nasional
Ikatan Keluarga Alumni Notariat – Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran – Bandung
Graha Sanusi Hardjadinata - Unpad Bandung, 10 Oktober 2019
PELAKSANAAN TUGAS & PELAYANAN JABATAN NOTARIS – PPAT
DENGAN ELEKTRONIK DIGITAL & ON LINE
Konsep Gagasan Ide Pemikiran Praktisi Notaris – PPAT Dalam Modernisasi
Notaris – PPAT Di Era Globalisasi Jaman Milenium Menghadapi Industri 4.0

Dr. KRT. Michael Josef Widijatmoko, SH, Sp.N


Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UNS Sebelas Maret Surakarta
Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponogoro Semarang
Dosen Magister Hukum Fakultas Hukum Universtias Islam Djuanda Bogor
Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Jakarta
Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Pelita Harapan Jakarta
Notaris & PPAT Jakarta Timur
CEO MjWinstitute

Jalan Otto Iskandardinata No. 149 Jakarta Timur 13330


Telp. (021) 8193736, 08161129247, Fax. (021) 8570243
email : notarymjwidijatmoko@gmail.com

I. PENDAHULUAN

Notaris berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU 2/2014 diberi


kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik dan wajib menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, sepanjang hal tersebut mengenai pembuatan akta itu tidak
ditugaskan atau dikecualikan kepada pihak lain/orang lain yang ditetapkan
dalam suatu undang-undang, selain mengenai hal tersebut Notaris juga
diberi kewenangan untuk melakukan pengesahan tandatangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat dibawahtangan dengan mendaftar
dalam buku khusus (legalisasi), membukukan surat dibawahtangan dengan
mendaftar dalam buku khusus (waarmerking), membuat kopi dari surat
dibawahtangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis
digambarkan dalam surat yang bersangkutan (copie collationee),
melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (fotocopy
sesuai asli), dan juga memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan,
membuat akta risalah lelang dan kewenangan-kewenangan lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas
jabatan Notaris berdasarkan Pasal 20 UU 2/2014 Notaris dapat
menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata yang diatur
oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam
menjalan jabatan Notaris. Berdasarkan Pasal 19 UU 2/2014 Notaris wajib
mempunyai hanya satu kantor yaitu ditempat kedudukannya yaitu di
daerah kabupaten atau kota, termasuk apabila Notaris merangkap jabatan
sebagai PPAT wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris. Dalam
menjalankan jabatan Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan
tetap menjalankan jabatan Notaris di luar tempat kedudukannya, akan
tetapi Notaris mempunyai wilayah jabatan yang meliputi seluruh wilayah
provinsi dari tempat kedudukannya yang memungkinkan Notaris untuk
menjalankan jabatan Notaris selama berada di dalam wilayah jabatan
Notaris yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU 30/2004.

Sedangkan PPAT sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan


untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun,
berdasarkan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 mempunyai tugas pokok yaitu
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, yaitu jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),
pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas
tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, atau pemberian kuasa
membebankan hak tanggungan, mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum
tersebut, dan untuk melaksanakan tugas pokok PPAT tersebut, PPAT
mempunyai kewenangan membuat akta otentik terhadap semua perbuatan
hukum sebagaimana yang diuraikan di atas mengenai hak atas tanah dan
hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya,
kecuali untuk pembuatan akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam
perusahaan dan akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak
atas tanah dan/atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak
semuanya terletak di dalam daerah kerja PPAT yang bersangkutan, maka
dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang haknya menjadi obyek
perbuatan hukum dalam akta. Sedangkan PPAT Khusus hanya berwenang
membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus
dalam penunjukannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 dan Pasal 12A PP
24/2016 daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi dan PPAT
mempunyai tempat kedudukan di Kabupaten/kota di provinsi yang menjadi
bagian daerah kerja, sedangkan daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT
Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah menjadi
dasar penunjukannya.

Adapun peraturan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur


mengenai jabatan Notaris dan jabatan PPAT dapat digambarkan sebagai
berikut :

1. UU 40/2007 – Perseroan 1. UU 5/1960 – UUPA


Terbatas + PP 24/1997 + PMNA
2. UU 16/2001 jo UU 28/2014 - NOTARIS PPAT
3/1997 jo
Yayasan PM ATR 7/2019
3. S.1870-64 - Perkumpulan 2. UU 4/1996 – Hak
4. UU 25/1992 – Koperasi Tanggungan +
5. KUHPerdata + KUHD – UD, PP, UU 30/2004 UU 30/2004
PM ATR/BPN 9/2019
Fa, CV, Hipotik UU 2/2014 UU 2/2014
3. UU 20/2011 – Rumah
6. UU 2/2008 jo UU 2/2011 – Susun
Parpol 4. dll
7. UU 42/199 - Fidusia
8. UU 8/1995 - Pasar Modal
9. dll

1. PMKumham 19/2019 1. Perkaban 8/2012


2. PMKumham M.02.PR.08.10 Th 2004 jo 2. Perkaban 1/2006 jo Perkaban 23/2009
PMKumham 40/2015 3. PM ATR/BPN 20/2018
3. PMKumham 7/2016 4. PMNA 1/1998
4. PMKumham 27/2016 4. PM ATR/BPN 2/2018
4. PMKumham 61/2016 5. Kepmen ATR/BPN 112/KEP-4.1/IV/2017
5. PMKumham 9/2017 6. Kepmen ATR/BPN 354/Kep-100.17.3/VIII/2014
6. PMKumham M.03.HT.03.10 Th 2007 7. Kepmen ATR/BPN 208/Kep-173/VIII/2015
7. Kode Etik INI KLB 2015

Mengenai akta Notaris, bentuk dan sifat akta Notaris adalah sebagaimana
diatur dalam Pasal 381 UU 2/2014, sedangkan mengenai akta PPAT
adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 962 Perkaban 8/2012.
1
Pasal 38 UU 2/2014 : (1) Setiap Akta terdiri atas : a. awal Akta atau kepala Akta; b. badan Akta; dan c.
akhir atau penutup Akta. (2) Awal Akta atau kepala Akta memuat : a. judul Akta; b. nomor Akta; c. jam,
hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.(3) Badan Akta
Sebagaimana diuraikan di atas, kewenangan Notaris yang diatur
dalam Pasal 15 UU 2/2014 memungkinkan Notaris juga diberi kewenangan
lain selain kewenangan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
UU 2/2014 dengan suatu peraturan perundang-undangan yang
memberikan kewenangan kepada Notaris untuk menjalankan kewenangan
yang diberikan kepada Notaris. Kewenangan lain tersebut antara lain
terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai :
1. Jaminan fidusia, yang diatur dalam UU 42/1999, Permenkumham
8/2013, Permenkumham 9/2013 dan Permenkumham 10/2013, PP
21/2015;
2. Perseroan terbatas, yang diatur dalam UU 40/2007, PP 27/1998, PP
57/2010, PP 26/1998 yang diubah dengan PP 43/2011, PP 7/2016,
Permenkuhmam 24/2012, Permenkumham 4/2014 yang diubah
dengan Permenkumham 1/2016, Permenkumham 28/2016,
Permenkumham 17/2017, Permenkumham 11/2019;
3. Yayasan, yang diatur dalam UU 16/2001, UU 28/2014, PP 63/2008
diubah dengan PP 2/2013, Permenkumham 5/2014, Permenkumham
2/2016, Permenkumham 28/2016, Permenkumham 17/2017,

memuat : a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan,
tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan
bertindak penghadap; c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan,
dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau penutup Akta memuat : a. uraian tentang
pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b.
uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada; c.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap
saksi Akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau
uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta
jumlah perubahannya. (5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal
penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
2
Pasal 96 Perkaban 8/2012 : Bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) dan tata cara pengisian dibuat sesuai dengan Lampiran
Peraturan ini yang terdiri dari : a. Akta Jual Beli; b. Akta Tukar Menukar; c. Akta Hibah; d. Akta
Pemasukan Ke Dalam Perusahaan; e. Akta Pembagian Hak Bersama; f. Akta Pemberian Hak
Tanggungan; g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik. h. Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan; (2) dihapus (3) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) tidak dapat dilakukan berdasarkan akta yang
perbuatannya tidak sesuai dengan ketentuan pada ayat (1) (4) Penyiapan dan pembuatan akta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat
Pembuat Akta Tanah Khusus. (5) Kepala Kantor Pertanahan menolak pendaftaran akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1).
Permenkumham 18/2017, Permenkumham 13/2019, Permenkumham
11/2019;
4. Perkumpulan, yang diatur dalam Staatblad 1870-64, Permenkumham
6/2014, Permenkumham 28/2016, Permenkumham 17/2017,
Permenkumham 3/2016 diubah dengan Permenkumham 10/2019,
Permenkumham 11/2019;
5. Badan usaha non badan hukum (CV/Commanditaire Vennootschap
atau Persekutuan Komanditer, Firma, persekutuan
perdata/Maatschaap, dan perusahaan perorangan) yang diatur dalam
Permenkumham 17/2018;
6. Koperasi, yang diatur dalam UU 25/1992, PP 24/2018,
Permenkumham 14/2019;
dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas, Notaris selain
mempunyai kewenangan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
UU 2/2014 mempunyai dan diberi kewenangan untuk melakukan
permohonan, baik itu pengesahan, persetujuan dan pelaporan serta
mengajukan permohonan melalui sistem online yang menggunakan data
digital elektronik sesuai ketentuan UU 11/2008 (UU ITE).

Demikian pula PPAT, dengan terbitnya Peraturan Menteri ATR/BPN


5/2017 tentang Layanan Informasi Secara Elektronik, Peraturan Menteri
ATR/BPN 3/2019 tentang Penerapan Tandatangan Elektronik, Peraturan
Menteri ATR/BPN 7/2019 tentang Perubahan Kedua PMNA 3/1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah dan
Peraturan Menteri ATR/BPN 9/2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan
Terintegrasi Secara Elektornik, yang mana penerbitan peraturan-peraturan
tersebut terkait dengan telah terbitnya Permen ATR/BPN 15/2014 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang
Agraria Tata Ruang Dan Pertanahan Dalam Kegiatan Penanaman Modal,
Permen ATR/BPN 17/2015 ttg Standar Pelayanan Dan Pengaturan
Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan Dalam Kegiatan Penanaman Modal,
Permen ATR/BPN 8/2016 ttg Pelayanan Peralihan Hak Guna Bangunan
Tertentu Di Wilayah Tertentu, Kepmen ATR/BPN 537/KEP-7.1/XII/2004
tentang Penunjukan Pejabat Kementerian ATR/BPN Untuk Ditugaskan
Kepada PT SP BKPM, Kementerian ATR/BPN telah melakukan “revolusi
pelayanan pertanahan” dari sistem manual menjadi sistem on line secara
digital elektronik, pada pelayanan pertanahan pengurusan pengecekan
sertipikat, pengurusan ijin lokasi, pengecekan zona nilai tanah,
permohonan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dan pendaftaran
hak tanggungan elektronik pada 42 kantor pertanahan di 20 provinsi yang
ditetapkan sebagai kantor zona integritas yaitu :
1. Provinsi DI Aceh :
a. Kabupaten Aceh Timur
b. Kota Langsa
2. Provinsi Sumatera Utara :
a. Kota Medan
b. Kabupaten Deli Serdang
3. Sumatera Barat :
- Kota Padang
4. Provinsi Riau :
- Kota Pekanbaru
5. Provinsi Sumatera Selatan :
- Kota Palembang
6. Provinsi Lampung :
- Kota Bandar Lampung
7. Provinsi Kepulauan Riau :
- Kota Batam
8. Provinsi DKI Jakarta :
a. Kota Jakarta Pusat
b. Kota Jakarta Selatan
c. Kota Jakarta Timur
d. Kota Jakarta Barat
e. Kota JakartaUtara
9. Provinsi Banten :
a. Kota Tangerang
b. Kota Cilegon
c. Kota Tangerang Selatan
d. Kabupaten Tangerang
10. Provinsi Jawa Barat :
a. Kota Bogor
b. Kabupaten Bogor
c. Kabupaten Bandung
d. Kota Bandung
e. Kota Depok
f. Kabupaten Bekasi
g. Kota Bekasi
11. Provinsi Jawa Tengah :
a. Kota Semarang
b. Kota Surakarta
12. Provinsi DI Yogyakarta :
- Kota Yogyakarta
13. Provinsi Jawa Timur :
a. Kota Surabaya I
b. Kota Surabaya II
c. Kabupaten Gresik
d. Kabupaten Sidoarjo
e. Kabupaten Bojonegoro
14. Provinsi Bali :
a. Kota Denpasar
b. Kabupaten Badung
15. Provinsi Nusa Tengga Barat :
- Kota Mataram
16. Provinsi Kalimantan Barat :
- Kota Pontianak
17. Provinsi Kalimantan Timur :
a. Kota Samarinda
b. Kota Balikpapan
18. Provinsi Kalimantan Selatan
- Kota Banjarmasin
19. Provinsi Sulawesi Selatan
- Kota Makasar
Yang membawa dampak hukum terhadap PPAT diwajibkan menggunakan
layanan on line yang telah dimulai dengan pendataan PPAT secara on line
melalui portal “Mitra ATR/BPN” yang meregisterkan seluruh PPAT secara
nosional untuk dapat menggunakan layaan on line pada pelayanan
pendaftaran tanah secara on line yang diselenggarakan oleh Kementerian
ATR/BPN dan seluruh kantor pertanahan yang akan menggunakan
pelayanan on line tersebut di atas.

Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (4) UU ITE yang


menetapkan bahwa :
3
Pasal 5 UU ITE : (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya
merupakan alat bukti hukum yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia, (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini. (4) Ketentuan mengena Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : a. surat yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana
dimaksud ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk
akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Dan ketentuan Pasal 6 UU ITE yang menetapkan :

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi
Elektronik dan Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum
didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Di dalam Pasal 1 angka 1, s/d angka 22 memberikan definisi dari “istilah”


yang dipergunakan dalam pengaturan UU ITE sebagai berikut :

Pasal 1
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,
yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara
otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda
Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak
dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai
pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan
kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atauterkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem
yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri
sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di
antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem
Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara
asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat terlihat jelas bahwa akta Notaris
dan akta PPAT pembuatannya tidak masuk dalam ranah ketentuan UU ITE
untuk menjadi Dokumen Elektronik, akan tetapi tugas dan kewenangan
Notaris PPAT selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Peraturan Jabatan PPAT dimungkinkan untuk digunakan
dokumen elektronik dan menggunakan pelayanan on line, baik dalam
bentuk informasi elektronik, transaksi elektronik, dokumen elektronik,
sistem elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem
elektronik dan tandatangan elektronik. Sesuai dengan perkembangan
jaman di era globalisasi millennium dalam menghadapi era industri 4.0,
pada Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Wakil
Presiden Drs. H. Jusuf Kalla yang telah mencanangkan perubahan
pelayanan publik dengan menggunakan kemajuan teknologi secara digital
elektronik, maka Notaris PPAT harus siap menghadapi dan menjadi bagian
dalam perubahan jaman dan perubahan hukum dalam memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti otentik
yang menjadi kewenangan Notaris PPAT dengan tetap memperhatikan
kaidah hukum, teori hukum, asas hukum dan filsafat hukum dan turut serta
memberi warna pembangunan hukum dan perubahan hukum di Indonesia.

II. PELAKSANAAN TUGAS & PELAYANAN JABATAN NOTARIS –


PPAT DENGAN ELEKTRONIK DIGITAL & ON LINE

Notaris dan PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta otentik


yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, disamping itu
Notaris PPAT juga diberi kewenangan lain untuk melakukan dan membuat
hal-hal yang ditetapkan dan diatur dalam UUJN (UU 30/2004 jo UU 2/2014)
dan Peraturan Jabatan PPAT (PJPPAT = PP 37/1998 jo PP 24/2016) serta
melakukan dan membuat hal-hal lainya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas. Dalam pelaksanaan
fungsi, tugas, dan kewenangan Notaris dan PPAT berdasarkan UUJN dan
PJPPAT saat ini telah menggunakan alat kerja berupa komputer, baik
dalam pembuatan akta maupun tugas kewenangan lainnya dalam
pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris PPAT. Tanpa disadari sebenarnya
Notaris dan PPAT telah menggunakan digital dan elektronik dalam
pembuatan akta dan pelaksanaan tugas jabatan Notaris PPAT, khususnya
dalam Notaris sejak dicanangkannya Sisminbakum kemudian berubah
menjadi SABH dan kemudian disatukan dalam AHU On Line sejak tahun
sekitar 1999 telah diberi tugas dan kewenangan di dalam pendirian,
perubahan anggaran dasar dan perubahan data perseroan terbatas
menggunakan dokumen elektronik melalui sistem on line dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangan Notaris yang diatur dalam Pasal 15
ayat (3) UU 2/2014. Akan tetapi dalam dunia PPAT penggunaan digital
elektronik melalui sistem on line baru dimulai sekitar tahun 2017 mulai
dipaksakan menggunakan sistem digital elektronik dengan sistem on line
pada pendataan PPAT dan pengecekan sertipikat, yang kemudian di tahun
2019 ini Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan pendaftaran Hak
Tanggungan melalui portal HT elektronik (HT-el) terhadap PPAT untuk
melaksanakan kewajiban penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) yang wajib disampaikan/diserahkan PPAT kepada kantor
pertanahan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penandatanganan APHT
sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU 4/1996, Pasal 40 ayat (1) PP
24/1997, Pasal 103 ayat (7), Pasal 114 ayat (1), Pasal 115 ayat (1), Pasal
116 ayat (1), Pasal 117 ayat (1) PMNA 3/1997, apabila kreditur
menjalankan hak dan kewajibannya mendaftarkan hak tanggungan melalui
HT-el yang diatur dalam Permen ATR/BPN 9/2019.

Penggunaan digital elektronik dan layanan on line pada pelaksanaan


tugas jabatan Notaris pada kewajiban laporan bulanan Notaris pada
daerah tertentu telah pula dijalankan melalui sistem on line untuk
pelaporan bulanan Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD)
setempat. Sedangkan pada PPAT terhadap pembayaran BPHTB yang
merupakan kewajiban wajib pajak sebelum menandatangani akta peralihan
hak atas tanah (akta jual beli, akta tukar menukar, akta hibah, akta
pemasukan ke dalam perusahaan, akta pembagian hak bersama) telah
pula untuk daerah-daerah tertentu dilakukan melalui sistem on line.

Dengan demikian tanpa disadari sebenarnya dalam pelaksanaan


tugas dan jabatan Notaris PPAT maupun perbuatan-perbuatan hukum
lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris PPAT telah
menggunakan digital elektronik dan penggunaan layanan on line, baik yang
wajib dilakukan oleh Notaris PPAT secara langsung maupun yang wajib
dilakukan oleh pihak-pihak yang akan melakukan pembuatan akta dan
pendaftaran yang terkait dengan tugas dan kewenangan Notaris PPAT, hal
ini terlihat dalam beberapa undang-undang dan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang :
1. Permohonan Pengangkatan, cuti, Perpindahan dan perpanjangan
masa jabatan Notaris serta perubahan nama, penambahan gelar,
dan perubahan alamat kantor, sebagaimana diatur dalam
Permenkumham 19/2019 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan
Jasa Jabatan Notaris pada Pasal 34 yang mengatur tentang Tata Cara
4
Pasal 3 Permenkumham 19/2019 : (1) Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris
diajukan kepada Menteri dengan mengisi Format Isian pengangkatan Notaris secara elektronik
melalui laman resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. (2) Permohonan
Pengangkatan Notaris dalam ayat (1) menetapkan bahwa :

“Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris diajukan kepada Menteri dengan


mengisi format isian pengangkatan Notaris secara elektronik melalui laman resmi
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum”.

Demikian juga penyampaian Keputusan Menteri tentang


5
pengangkatan Notaris berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Permenkumham
19/2019 juga dilakukan secara elektronik. Dalam hal formasi jabatan
Notaris ditempat kedudukan dimohon tidak tersedia calon Notaris
berdasarkan Pasal 9 Permenkumham 19/2019 dapat mengajukan
permohonan pengangkatan Notaris dengan menggunakan daftar
tunggu dengan mengisi formulir secara elektronik, dan apabila calon
Notaris yang telah terdaftar dalam daftar tunggu tersebut hendak
membatalkannya berdasarkan Pasal 10 Permenkumham 19/2019
maka calon Notaris tersebut dapat mengajukan pembatalan daftar
tunggu secara elektronik.

Pengaturan secara lengkap dalam Permenkumham 19/2019 tentang


Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan,
Pemberhentian, dan Perpanjangan Jasa Jabatan Notaris sebagai
berikut :
a. Pengangkatan Notaris, diatur dalam Pasal 2
Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
1) Syarat Pengangkatan Notaris, diatur dalam Pasal 2
Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Notaris, calon Notaris harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;

sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) hanya untuk 1 (satu) tempat kedudukan di


kabupaten/kota atau dengan memperhatikan formasi jabatan Notaris sesuai dengan ketentua
perundang-undangan (3) Permohonan Pengisian Format Isian pengangkatan Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar biaya
akses pengangkatan jabatan Notaris sesuai dengan ketentua peraturan perundang-undangan di
bidang penerimaan negara bukan pajak di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
5Pasal 6 Permenkumham 19/2019 : (1) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri (2) Penyampaian Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik.
b. bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua
kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau
atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua
kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undang
dilarang untuk dirangkap denganjabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dibuktikan
dengan kelengkapan dokumen pendukung yang meliputi :
a. fotokopi kartu tanda penduduk;
b. fotokopi akta lahir yang telah dilegalisasi;
c. asli surat keterangan sehat jasmani dari dokter rumah sakit;
d. asli surat keterangan sehat rohani dari psikiater atau dokter
spesialis kejiwaan rumah sakit yang masih berlaku atau paling lama
1 (satu) tahun sejak tanggal dikeluarkan;
e. fotokopi ijazah pendidikan sarjana hukum dan pendidikan magister
kenotariatan atau pendidikan spesialis notariat yang telah
dilegalisasi;
f. asli surat keterangan magang di kantor Notaris yang diketahui oleh
Organisasi Notaris atau keterangan telah bekerja sebagai karyawan
Notaris yang telah mendapatkan rekomendasi dari Organisasi
Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan
berturut-turut setelah lulus strata dua kenotariatan atau penclidikan
spesialis notariat;
g. surat pernyataan tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat
negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang
oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan
Notaris; dan
h. asli surat keterangan catatan kepolisian setempat.
(3) Selain kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), calon Notaris harus melampirkan :
a. fotokopi sertifikat pelatihan peningkatan kualitas jabatan notaris
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum
Umum;
b. fotokopi sertifikat kode etik yang dikeluarkan oleh Organisasi
Notaris yang dilegalisasi oleh Organisasi Notaris;
c. asli surat penyataan kesediaan sebagai pemegang protokol;dan
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah dilegalisasi.
(4) Kantor Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan ayat (2)
huruf f mempunyai masa kerja paling singkat 5 (lima) tahun dan telah
menerbitkan paling sedikit 100 (seratus) akta.

2) Tata Cara Pengangkatan Notaris, diatur dalam Pasal 3 s/d


Pasal 16 Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 3
(1) Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris diajukan kepada Menteri
dengan mengisi Format Isian pengangkatan Notaris secara elektronik
melalui laman resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) hanya untuk 1 (satu)
tempat kedudukan di kabupaten/kota atau dengan memperhatikan
formasi jabatan Notaris sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Permohonan Pengisian Format Isian pengangkatan Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar
biaya akses pengangkatan jabatan Notaris sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan
pajak di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 4
(1) Pengisian Format Isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
diumumkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(2) Pengisian Format Isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari sejak diumumkan oleh
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(3) Setelah mengisi format isian lengkap pemohon wajib mengirimkan
berkas fisik paling lambat 20 (dua puluh) Hari sejak ditutupnya
pendaftaran.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pemohon tidak mengirimkan dokumen pendukung, permohonan
pengangkatan dianggap gugur.

Pasal 5
(1) Permohonan pengangkatan jabatan Notaris dan dokumen pendukung
diperiksa oleh 2 (dua) orang korektor dan 1 (satu) orang verifikator
dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari terhitung sejak
hari terakhir penerimaan berkas.
(2) Dalam hal permohonan pengangkatan Notaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan lengkap, pemohon wajib membayar
penerimaaan negara bukan pajak pengangkatan Notaris sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Pembayaran penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
Hari terhitung sejak Hari terakhir diverifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Dalam hal pemohon telah melakukan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Menteri menyetujui permohonan pengangkatan.

Pasal 6
(1) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Penyampaian Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dilakukan secara elektronik.

Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pengangkatan Notaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, permohonan ditolak.
(2) Dalam hal pengangkatan Notaris ditolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pemohon dapat mengajukan permohonan kembali sesuai dengan
tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 8
(1) Dalam hal permohonan pengangkatan Notaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) tidak membayar penerimaan negara bukan pajak,
Menteri tidak menerbitkan surat keputusan.
(2) Dalam hal Menteri tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemohon dapat mengajukan permohonan
kembali sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 9
(1) Jika Formasi Jabatan Notaris di tempat kedudukan yang dimohonkan
tidak tersedia, calon Notaris dapat mengajukan permohonan
pengangkatan menggunakan daftar tunggu dengan mengisi formulir
secara elektronik.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengisi format
isian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat :
a. nama pemohon;
b. tanggal lahir;
c. tempat kedudukan yang dimohonkan;
d. tanggal ijazah strata dua kenotariatan; dan
e. tanggal mulai dan berakhirnya magang.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
sampai dengan Pasal 8 berlaku secara mutatis mutandis terhadap daftar
tunggu.
(5) Permohonan pengangkatan dengan menggunakan daftar tunggu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi paling banyak 5 (lima)
permohonan.

Pasal 10
(1) Dalam hal calon Notaris telah terdaftar dalam daftar tunggu, calon
Notaris dapat mengajukan pembatalan daftar tunggu secara elektronik.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat
pemyataan.
(3) Setelah melakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
calon Notaris dapat mengajukan permohonan pengangkatan pada
tempat kedudukan di kabupaten/kota lain yang masih tersedia formasi
jabatan Notaris.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan Pasal 4 berlaku secara Mutatis Mutandis terhadap permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 11
(1) Jika Formasi Jabatan Notaris ditempat kedudukan yang dimohonkan
telah tersedia, calon Notaris yang masuk dalam daftar tunggu wajib
melengkapi Format Isian.
(2) Dalam hal Format Isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
lengkap calon Notaris wajib mengirimkan dokumen pendukung.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan pengangkatan
Notaris sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 8
berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara permohonan
pengangkatan pada daftar tunggu.

Pasal 12
(1) Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
(2) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan,
sumpah/janji jabatan Notaris dilakukan di hadapan Kepala Divisi
Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(4) Lafal sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)berbunyi sebagai berikut :
"Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, serta peraturan
perundang-undangan lainnya.
bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggungjawab saya sebagai Notaris.
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya.
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun,
tidak pemah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu
kepada siapa pun".

Pasal 13
(1) Pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua)
bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan Notaris.
(2) Dalam hal Notaris tidak melakukan pengucapan sumpah/janji dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat keputusan
pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
(3) Menteri menerbitkan surat keputusan pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terhitung sejak tanggal berakhirnya masa
pengambilan sumpah jabatan notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tentang
pembatalan surat keputusan pengangkatan Notaris disampaikan secara
elektronik.

Pasal 14
(1) Calon Notaris dapat mengajukan permohonan pengangkatan kembali.
(2) Permohonan pengangkatan kembali dapat diajukan 1 (satu) tahun sejak
diterbitkannya surat keputusan Menteri tentang pembatalan atas surat
keputusan pengangkatan Notaris.
(3) Permohonan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
secara mutatis mutandis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai
dengan Pasal 8.

Pasal 15
(1) Dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak
tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan, Notaris wajib :
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada
Menteri, Organisasi Notaris, dan MPD;dan
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta
teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada
Menteri, dan pejabat lain yang bertanggung jawab dibidang
pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, MPD,
serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat dikenai sanksi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
(3) Tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
(1) Notaris yang telah melakukan sumpah/janji jabatan Notaris dapat
melakukan aktivasi secara elektronik untuk mendapatkan akses ke sistem
aplikasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(2) Kelengkapan dokumen pendukung aktivasi meliputi :
a. fotokopi keputusan pengangkatan atau perpindahan Notaris yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. contoh tanda tangan dan paraf, serta teraan cap atau stempel
jabatan Notaris berwarna merah dan alamat kantor; dan
d. foto copy tanda pemberitahuan penerimaan registrasi Gathering
Reports and Infonnation Processing Sistem (GRIPS) melalui surat
elektronik dari PPATK.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim
kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

b. Perubahan Nama, Penambahan Gelar Dan Perubahan


Alamat Kantor Notaris, diatur dalam Pasal 17 s/d Pasal 20
Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan terhadap :
a. Perubahan nama; dan/atau
b. Penambahan gelar akademik atau nonakademik.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri
dengan mengisi Format Isian.

Pasal 18
Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal pengisian
Format Isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Notaris wajib
membayar biaya permohonan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian
hukum dan hak asasi manusia dan mengirimkan dokumen pendukung kepada
Menteri.

Pasal 19
(1) Dokumen pendukung permohonan perubahan nama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 7 ayat (1) huruf a, meliputi :
a. fotokopi akta kelahiran yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi keputusan pengangkatan atau perpindahan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. fotokopi salinan Penetapan Pengadilan Negeri yang telah dilegalisasi,
kecuali nama tambahannya tertera dalam akta kelahirannya; dan
d. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang dilegalisasi.
(2) Dokumen pendukung permohonan penambahan gelar akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, meliputi :
a. fotokopi ijazah gelar akademik yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi keputusan pengangkatan atau perpindahan notaris yang telah
dilegalisasi; dan
c. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi.
(3) Dokumen pendukung permohonan penambahan gelar non akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, meliputi :
a. fotokopi keputusan pengangkatan atau perpindahan notaris yang telah
dilegalisasi; dan
b. bukti penambahan gelar non akademik lainnya yang diketahui oleh kepada
desa/lurah, camat, atau pejabat yangberwenang.

Pasal 20
(1) Dalam hal permohonan perubahan nama dan/atau penambahan gelar
disetujui, Notaris dapat mencetak surat persetujuan tersebut.
(2) Dalam hal adanya perubahan alamat kantor, Notaris wajib memberitahukan
kepada Menteri dengan mengisi Format Isian.
(3) Setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
mengunggah laporan perubahan alamat kantor yang telah dikirimkan dengan
surat tercatat kepada Majelis Pengawas Daerah disertai dengan mengunggah
bukti pengiriman.

c. Cuti Notaris, diatur dalam Pasal 21 s/d Pasal 36


Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 21
Notaris dapat mengajukan permohonan cuti dengan syarat :
a. telah menjalani masajabatan selama 2 (dua) tahun;
b. belum memenuhi jumlah waktu cuti keseluruhan paling lama 12 (dua belas)
tahun; dan
c. menunjuk seorang Notaris Pengganti.

Pasal 22
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengeluarkan sertifikat cuti.
(2) Untuk memperoleh sertifikat cuti Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Notaris mengajukan permohonan kepada Menteri dengan mengisi Format
Isian sertifikat cuti secara elektronik.
(3) Permohonan sertifikat cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
setelah yang bersangkutan disumpah sebagai Notaris.
(4) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) cuti Notaris dapat langsung
dicetak oleh Notaris.

Pasal 23
Permohonan penerbitan seftifikat cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
dikenai biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian hukum dan hak
asasi manusia.

Pasal 24
(1) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diajukan secara
tertulis kepada :
a. MPD, dalam hal jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. MPW,dalam hal jangka waktu cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai
dengan 1 (satu) tahun; atau
c. MPP,dalam hal jangka waktu cuti lebih dari 1 (satu) tahun.
(2) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan
dokumen pendukung :
a. fotokopi Keputusan Pengangkatan atau Perpindahan Notaris yang telah
dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. surat penunjukan Notaris pengganti; dan
d. asli sertifikat cuti Notaris.

Pasal 25
( 1) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) sudah harus
diterima oleh MPD, MPW,atau MPP dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) Hari sebelum cuti dilaksanakan, kecuali ada alasan lain yang sah.
(2) Dalam hal pengajuan cuti disetujui, MPD, MPW, atau MPP menandatangani
sertifikat cuti yang memuat data pengambilan cuti.
(3) MPD, MPW,atau MPP mencatat data pengambilan cuti dalam buku register
cuti Notaris.

Pasal 26
( 1) MPD, MPW, atau MPP dapat menolak permohonan cuti yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25.
(2) Terhadap penolakan permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1),
MPD, MPW, atau MPP mengeluarkan surat penolakan cu ti disertai dengan
alasan penolakan.

Pasal 27
(1) Notaris yang mengambil cuti wajib menunjuk Notaris Pengganti dengan
mengajukan surat permohonan kepada MPD, MPW, atau MPP.
(2) Penunjukan Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diajukan
bersamaan dengan surat permohonan cuti.
(3) Notaris Pengganti yang ditunjuk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. berijazah sarjana hukum; dan
c. telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan berturut-turut.
(4) Penunjukan Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
melampirkan dokumen pendukung :
a. fotokopi ijazah sarjana hukum yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi kartu tanda penduduk yang dilegalisasi;
c. asli surat keterangan catatan kepolisian setempat;
d. asli surat keterangan sehat jasmani dari dokter rumah sakit dan asli surat
keterangan sehat rohani dari psikiater rumah sakit;
e. pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
f. daftar riwayat hidup; dan
g. surat keterangan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling
singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut.

Pasal 28
Dalam hal pengajuan cuti disetujui, MPD, MPW, atau MPP mengeluarkan surat
penetapan cuti dan penunjukan Notaris Pengganti dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 29
Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris Pengganti wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk
yang lafal sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30
(1) Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti dengan
mengajukan permohonan secara tertulis kepada MPP.
(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku
jabatan sebagai pejabat negara.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan :
a. fotokopi Keputusan Pengangkatan atau Perpindahan Notaris yang telah
dilegalisasi;
b. fotokopi Keputusan Pengangkatan sebagai pejabat negara yang telah
dilegalisasi;
c. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
d. asli sertifikat cuti Notaris; dan
e. surat penunjukan notaris
(4) Permohonan cuti sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) sudah harus diterirna
oleh MPP dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung
sejak tanggal Keputusan sebagai Pejabat Negara ditetapkan.
(5) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menunjuk
notaris pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 31
Dalam hal pengajuan cuti disetujui, Majelis Pengawas Pusat mengeluarkan surat
penetapan cuti dan penunjukan Notaris Pengganti dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengajuan permohonan.

Pasal 32
Dalam halmenjalankan jabatannya, Notaris Pengganti wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk
yang lafal sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
(1) Dalam hal permohonan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 belum
memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Pasal 21, Majelis Pengawas Pusat
dapat mempertimbangkan permohonan Notaris yang diangkat menjadi pejabat
negara.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghindari
rangkap jabatan yang dilakukan oleh Notaris

Pasal 34
Dalam hal keadaan mendesak, suami/isteri, atau keluarga sedarah dalam garis lurus
dari Notaris dapat mengajukan permohonan cuti kepada Majelis Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris .

Pasal 35
(1) Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada
Notaris Pengganti pada saat dimulainya cuti.
(2) Notaris Pengganti menyerahkan kembali Prokotol Notaris kepada Notaris,(1)
satu hari setelah cuti berakhir.
(3) Serah terima Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat
(2) dibuatkan berita acara yang disampaikan ke MPD,MPWdan MPP.

Pasal 36
Notaris yang mengajukan permohonan cuti wajib menyampaikan laporan cuti
kepada Menteri dengan mengisi Format Isian laporan cuti.

d. Perpindahan Notaris, diatur dalam Pasal 37 s/d Pasal 54


Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 37
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan notaris
kepada Menteri secara elektronik melalui laman resmi Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum.
(2) Perpindahan Wilayah Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. pindah tempat kedudukan dalam 1 (satu) Wilayah Jabatan Notaris; dan
b. pindah tempat kedudukan ke Wilayah Jabatan Notaris lain.
(3) Permohonan pindah wilayah Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya untuk 1 (satu) tempat kedudukan di kabupaten/kota.

Pasal 38
(1) Permohonan pindah Wilayah Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 diajukan dengan syarat telah melaksanakan tugas jabatan pada
kabupaten/kota tertentu tempat kedudukan Notaris selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut.
(2) Ketentuan mengenai waktu pelaksanaan tugas jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan oleh Notaris yang
bersangkutan.

Pasal 39
(1) Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris diajukan kepada Menteri dengan
mengisi Format Isian perpindahan Notaris secara elektronik melalui laman
resmi direktoratjenderal Administrasi Hukum Umum.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk 1 (satu)
tempat kedudukan di kabupaten/kota atau dengan memperhatikan formasi
jabatan Notaris dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Pengisian Format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(4) Permohonan Pengisian Format isian pengangkatan Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 40
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) wajib membayar
biaya akses perpindahan jabatan Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak yang berlaku
pada kementerian hukum dan hak asasi manusia.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (3) dilakukan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari sejak diumumkan oleh Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(3) Setelah mengisi format isian lengkap pemohon wajib mengirimkan dokumen
pendukung paling lambat 20 (dua puluh) Hari sejak ditutupnya pendaftaran.
(4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. fotokopi Keputusan Pengangkatan sebagai Notaris yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang dilegalisasi;
c.asli surat keterangan dari MPD, MPW, atau MPP tentang konduite
Notaris;
d. asli surat keterangan dari MPD, MPW, atau MPP tentang cuti Notaris
e. fotokopisertifikat cuti;
f. asli surat rekomendasi dari pengurus daerah, pengurus wilayah, dan
pengurus pusat Organisasi Notaris;
g. asli surat keterangan dari MPD, yang menyatakan bahwa Notaris yang
bersangkutan telah menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagai Notaris
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai jabatan Notaris;dan
h. asli surat penunjukan dari MPDkepada Notaris lain sebagai pemegang
protokol dari notaris yang akan pindah.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pemohontidak mengirimkan dokumen pendukung, permohonan pengangkatan
dianggap gugur.

Pasal 41
(1) Permohonan perpindahan jabatan Notaris dan dokumen pendukung diperiksa
oleh 2 (dua) orang korektor dan 1 (satu) orang verifikator dalam jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) Hari terhitung sejak hari terakhir penerimaan
berkas.
(2) Dalam hal permohonan pengangkatan Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan lengkap, pemohon wajib membayar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara
bukan pajak yang berlaku pada kementerian hukum dan hak asasi manusia.
(3) Pembayaran penenmaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak hari terakhir diverifikasi sebagimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal pemohon telah melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 (tiga), Menteri menyetujui permohonan perpindahan.

Pasal 42
(1) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4)
ditetapkan dalam surat keputusan Menteri.
(2) Penyampaian surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara elektronik.

Pasal 43
( 1) Dalam hal permohonan perpindahan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, permohonan ditolak.
(2) Dalam hal perpindahan Notaris ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pemohon dapat mengajukan permohonan kembali sesuai dengan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 42.
Pasal 44
(1) Dalam hal permohonan perpindahan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (3) tidak membayar penerimaan negara bukan pajak, Menteri
tidak menerbitkan surat keputusan.
(2) Dalam hal Menteri tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) pemohon dapat mengajukan permohonan kembali sesuai dengan
tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 42.

Pasal 45
(1) Jika Formasi Jabatan Notaris di tempat kedudukan yang dimohonkan tidak
tersedia, calon Notaris dapat mengajukan permohonan perpindahan
menggunakan daftar tunggu dengan mengisi formulir secara elektronik.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengisi format isian
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.
(3) Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat :
a. nama pemohon;
b. tanggal lahir;
c. tempat kedudukan yang dimohonkan;
d. tanggal ijazah strata dua kenotariatan; dan
e. sk pengangkatan/sk terakhir dan berita acara sumpah.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
berlaku secara mutatis mutandis terhadap daftar tunggu.
(5) Permohonan perpindahan dengan menggunakan daftar tunggu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibatasi paling banyak 5 (lima) permohonan.

Pasal 46
(1) Dalam hal calon Notaris telah terdaftar dalam daftar tunggu, calon Notaris
dapat mengajukan pembatalan daftar tunggu secara elektronik.
(2) Setelah melakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon
Notaris dapat mengajukan permohonan perpindahan pada tempat kedudukan
di kabupaten/kota lain yang masih tersedia formasi jabatan Notaris
(3) Ketentuan mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
sampai dengan Pasal 8 berlaku secara Mutatis Mutandis terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 47
(1) Jika Formasi Jabatan Notaris ditempat kedudukan yang di mohonkan telah
tersedia, calon Notaris yang masuk dalam daftar tunggu wajib melengkapi
Format Isian.
(2) Dalam hal Format Isian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lengkap
calon Notaris wajib mengirimkan dokumen pendukung.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan perpindahan Notaris
sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 sampai dengan Pasal 42 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap permohonan tata cara perpindahan pada daftar
tunggu.
Pasal 48
(1) Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri
dapat memindahkan seorang Notaris dari satu Wilayah Jabatan Notaris ke
Wilayah Jabatan Notaris lain.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. bencana alam;
b. situasi keamanan yang tidak terkendali; atau
c. pertimbangan kemanusiaan lainnya.
(3) Permohonan diajukan dengan melampirkan surat keterangan masing-masing
kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 49
Dalam hal memindahkan seorang Notaris dari satu Wilayah Jabatan ke Wilayah
Jabatan lain, Menteri dapat meminta pertimbangan dari Organisasi Notaris dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 50
Ketentuan mengenai tata cara permohonan pindah Wilayah Jabatan Notaris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 43 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap tata cara permohonan pindah Wilayah Jabatan Notaris
dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47.

Pasal 51
(1) Sebelum menj alankan j abatannya di temp at kedudukan yang baru, Notaris
wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya sesuai dengan lafal
sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4)
di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pelaksanaan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal
Keputusan pindah Wilayah Jabatan Notaris.
(3) Pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak perlu dilakukan dalarn hal Notaris pindah tempat kedudukan dalarn
1 (satu) Wilayah Jabatan Notaris.

Pasal 52
(1) Notaris sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat
(2) melakukan aktivasi secara elektronik untuk mendapatkan akses ke sistem
aplikasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan syarat :
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri,
Organisasi Notaris, dan MPD;dan
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta
teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri
dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang pertanahan,
Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, MPD, serta
Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
(2) Notaris sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (3) melakukan aktivasi
secara elektronik untuk mendapatkan akses ke sistem aplikasi Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan syarat :
a. menjalankan jabatannya dengan nyata; dan
b. menyarnpaikan alamat kantor, contoh tandatangan, dan paraf, serta
teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri
dan pejabat lain yang bertanggung j awab di bidang pertanahan,
Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, MPD, serta
Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
(3) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan (2) disampaikan dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari.

Pasal 53
(1) Dalam hal terjadi pemekaran kabupaten/kota, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tempat kedudukan Notaris maka tempat kedudukan yang tercantum
dalam keputusan pengangkatan Notaris atau keputusan perpindahan Notaris
yang bersangku tan dapat diu bah sesuai dengan permohonan.
(2) Notaris yang bersangkutan wajib memberitahukan secara elektronik kepada
Menteri mengenai perubahan tempat kedudukan Notaris karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Undang-Undang mengenai
pemekaran wilayah diundangkan.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan
melampirkan dokumen pendukung :
a. fotokopi keputusan pengangkatan Notaris atau perpindahan Notaris yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/ janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. fotokopi peta wilayah pemekaran provinsi atau kabupaten/kota; dan
d. alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau
stampel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan Pejabat lain
yang bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua
Pengadilan Negeri, MPD, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris
diangkat.
(4) Terhadap pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri
mengeluarkan Keputusan penyesuaian tempat kedudukan.
(5) Apabila dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) Notaris tidak memberitahukan kepada Menteri mengenai
perubahan tempat kedudukan Notaris, Notaris wajib mengajukan perpindahan
tempat kedudukan dan/atau wilayah jabatan Notaris sesuai dengan syarat dan
tata cara perpindahan Notaris.
Pasal 54
(1) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah kota/kabupaten yang mengakibatkan
terjadinya perubahan wilayah kerja Notaris, maka wilayah kerja yang
tercantum dalam pengangkatan Notaris yang bersangkutan secara hukum
beralih ke wilayah kerja yang baru, tanpa merubah surat keputusan yang telah
dikeluarkan.
(2) Beralihnya wilayah kerja yang baru sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1)
dibuktikan dengan dokumen sebagai berikut :
a. surat permohonan dari Notaris;
b. surat pernyataan Notaris yang menyatakan bahwa selama diangkat sampa
dengan terjadinya pemekaran, Notaris tidak pernah pindah alamat kantor;
c. surat pernyataan dari kelurahan/kecamatan yang menyatakan alamat
kantor tersebut adalah benar merupakan hasil pemekaran;
d. surat pernyataan Notaris yang menyatakan bahwa selama alamat kantor
dinyatakan sebagai wilayah pemekaran Notaris telah mengikuti tempat
kedudukan hasil pemekaran yang telah dicantumkan dalam akta.
e. fotokopi keputusan pengangkatan Notaris atau perpindahan Notaris yang
telah dilegalisasi;
f. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
g. fotokopi peta wilayah pemekaran provinsi atau kabupaten/kota; dan
h. alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau
stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain
yang bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua
Pengadilan Negeri, MPD, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris
diangkat.
(3) Menteri tidak dapat menetapkan wilayah kerja yang baru jika Notaris tidak
dapat membuktikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4) Menteri menetapkan wilayah kerja Notaris yang baru sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dengan menyesuaikan tempat kedudukan pada layanan online
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

e. Pemberhentian Notaris, diatur dalam Pasal 55 s/d


Pasal 95 Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
1) Pemberhentian dengan hormat, diatur dalam Pasal
55 s/d Pasal 85 Permenkumham 19/2019 sebagai
berikut :
Pasal 55
Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat, karena :
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun atau telah berumur 67 (enam
puluh tujuh) tahun bagi Notaris yang telah diperpanjang masajabatan;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara jasmani dan/atau rohani untuk melaksanakan tugas
jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e. merangkap jabatan sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang
untuk dirangkap denganjabatan Notaris;

Pasal 56
(1) Dalam hal Notaris berhenti karena meninggal dunia dalam menjalankan
jabatan, Ahli Waris wajib memberitahukan secara manual atau
elektronik kepada MPD dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak Notaris meninggal dunia, untuk selanjutnya dalam
kesempatan pertama MPD melaporkan atau memberitahukan kepada
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
(2) Dalam hal Notaris tidak memiliki Ahli Waris, pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh karyawan Notaris
atau rekan Notaris;
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
melampirkan dokumen pendukung:
a. fotokopi kutipan akta kematian/surat keterangan kematian yang
telah dilegalisasi; dan/ atau
b. surat keterangan dari kerabat terdekat dari Notaris yang meninggal
dunia tidak mempunyai AhliWaris;

Pasal 57
Setelah merierrma pemberitahuan dan kelengkapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) MPD menunjuk Pejabat Sementara Notaris sebagai
pemegang protocol sementara dalam jangka waktu paling lama 14(empat
belas) hari terhitung sejak tanggal surat atau pemberitahuan diterima.

Pasal 58
(1) Pejabat Sementara Notaris yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 harus memenuhi persyaratan :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehatjasmani dan rohani;
d. berijazah sarjana hukum atau lulusan lenjang strata dua
kenotariatan;
e. telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling singkat 24
(dua puluh empat) bulan berturut-turut; dan
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen pendukung :
a. fotokopi ijazah sarjana hukum yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi kartu tanda penduduk yang telah dilegalisasi;
c. asli surat keterangan catatan kepolisian setempat;
d. asli surat keterangan sehat j asmani dari dokter rumah sakit dan asli
surat keterangan sehat rohani dari psikiater rumah sakit;
e. pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
f. daftar riwayat hidup; dan
g. surat pernyataan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut.

Pasal 59
Dalam hal MPD tidak menunjuk Pejabat sementara Notaris sesuai dengan
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ( 1) dan ayat (2),MPD
menunjuk dan menetapkan Notaris lain sebagai pemegang Protokol.

Pasal 60
Sebelum menjalankan jabatannya, Pejabat Sementara Notaris wajib
mengucapkan sumpah/janji jabatan Notaris dengan lafal sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) dihadapan Menteri
atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 61
(1) Dalam hal MPD telah menunjuk Pejabat Sementara Notaris sebagai
pemegang protokol sementara sebagaimana dimaksud pasal 59, MPD
menunjuk Pejabat Sementara Notaris tersebut sebagai pemegang
protokol sementara dalam jangka waktu paling lama 60 (enam pulu)
hari.
(2) MPD menetapkan Notaris lain sebagai pemegang Protokol Notaris
sebelum berakhirnya masa Jabatan Pejabat Sementara Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) MPD menyampaikan secara manual atau elektronik penunjukan dan
penetapan Notaris sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan Notaris dimaksud
dengan disertai dokumen pendukung yang meliputi :
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan atau perpindahan Notaris
Pemegang Protokol yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi kutipan akta kematian/surat keterangan kematian yang
telah dilegalisasi;
c. asli surat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol dari
MPD; dan
d. asli surat pernyataan kesediaan sebagai pemegang Protokol.
(4) Penetapan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Menteri secara manual atau elektronik dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut :
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan atau perpindahan Notaris
Pemegang Protokol yang telah dilegalisasi;
b. fotokopi kutipan akta kematian/surat keterangan kematian yang
telah dilegalisasi;
c. asli surat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol dari
MPD; dan
d. asli surat pernyataan kesediaan sebagai pemegang Protokol.
(5) Menteri menerbitkan Surat Keputusan pemberhentian dan penunjukan
pemegang Protokol Notaris.
(6) Setelah penerbitan Surat Keputusan pemberhentian dan penunjukan
Protokol Notaris, Pejabat Sementara Notariswajib menyerahkan
Protokol Notaris kepada Notaris pemegang Protokol Notaris yang telah
ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak Surat Keputusan.

Pasal 62
(1) Dalam hal Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas
jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat
Sementara Notaris dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari
terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(2) Pejabat sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris
yang meninggal dunia kepada MPD dalam jangka waktu paling lama 60
(enampuluh) hari terhitung sejak masa jabatan sebagai Pejabat
Sementara Notaris berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) MPD menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikan surat penunjukan secara manual atau elektronik kepada
Menteri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal penyampaian usulan dari ahli waris.
(4) Penyampaian penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol oleh
MPD dengan melampirkan :
a. surat permohonan;
b. fotokopi Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang telah
dilegalisasi;
c. fotokopi kutipan akta kematian/surat keterangan dan kematian yang
telah dilegalisasi;
d. asli surat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol.

Pasal 63
(1) Menteri menetapkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat
penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diterima secara
lengkap.
(2) MPD menyerahkan protokol Notaris yang meninggal dunia kepada
Notaris yang ditunjuk sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 64
Dalam hal Notaris yang ditunjuk sebagai pemegang protokol tidak bersedia
melakukan serah terima protocol dengan alasan yang tidak dapat diterima
oleh Menteri, Notaris yang bersangkutan dapat dijatuhkan sanksi oleh MPW,
MPP, atau Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 65
(1) Notaris yang telah berumur :
a. 65 (enam puluh lima) tahun dan tidak memperpanjang masa
jabatannya; atau
b. telah berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun harus memberitahukan
secara manual atau elektronik kepada MPD mengenai berakhirnya
masa jabatan dan sekaligus mengusulkan Notaris lain sebagai
pemegang protokol.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus
disampaikan dalam waktu paling cepat 180 (seratus delapan puluh) hari
atau paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum Notaris yang
bersangkutan mencapai umur 65 (enam puluh lima) tahun.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus
disampaikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
Notaris yang bersangkutan mencapai umur 67 (enam puluh lima) tahun.
( 4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
disertai dengan dokumen pendukung :
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan atau perpindahan yang telah
dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat pemberhentian
sebagai Notaris;
d. surat usulan Notaris lain sebagai pemegang protokol; dan
e. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(5) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), MPD
menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
(6) Surat penunjukan MPD disampaikan kepada Menteri melalui Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan.

Pasal 66
Dalam hal Notaris tidak menyampaikan usulan Notaris lain sebagai pemegang
protokol, MPD menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empatbelas)
hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(2) dan ayat (3) terlampaui.
Pasal 67
(1) Berdasarkan surat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (5), Notaris mengajukan permohonan pemberhentian dari
jabatannya kepada Menteri dengan mengisi Format Isian pemberhentian
Notaris.
(2) Permohonan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan melampirkan dokumen pendukung :
a. surat penunjukan pemberhentian dan protokol; dan dari MPD
tentang penunjukan pemegang
b. surat pernyataan kesediaan sebagai pemegang protokol.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat
diajukan secara elektronik atau dalam keadaan tertentu dapat diajukan
secara manual.
(4) Permohonan pemberhentian Notaris diperiksa oleh 2 (dua) orang
korektor dan 1 (satu) orang verifikator.

Pasal 68
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67,
Menteri menetapkan Keputusan pemberhentian jabatan Notaris dan
menetapkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengisian Format Isian pemberhentian.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara elektronik kepada pemohon dan dapat langsung dicetak oleh
Notaris dengan menggunakan kertas putih ukuran F4 atau folio dengan
berat 80 (delapan puluh) gram.

Pasal 69
(1) Notaris yang berhenti karena telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun
tidak berwenang melaksanakan jabatannya terhitung sejak berumur 65
(enam puluh lima) tahun.
(2) Notaris yang diberhentikan dan Notaris lain sebagai pemegang protokol
wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan pemberhentian Notaris ditetapkan.

Pasal 70
(1) Dalam hal Notaris yang telah berumur 65 tahun dan 67 tahun
sebagaimana dimaksud Pasal 65 ayat (1) huruf a dan b tidak
memberitahukan secara manual atau elektronik kepada MPD mengenai
berakhimya masa jabatan Notaris, maka Menteri akan memberhentikan
Notaris yang dimaksud secara otamatis melalui sistem.
(2) Dalam hal memberhentikan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri menerbitkan surat keterangan yang ditujukan kepada MPD.
(3) MPD menetapkan Notaris lain sebagai pemegang Protokol Notaris.
(4) MPD menyampaikan secara manual atau elektronik penunjukan dan
penetapan Notaris sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam
jangka waktu 14 (empatbelas) hari setelah penetapan Notaris dimaksud
dengan disertai dokumen pendukung yang meliputi :
a. asli surat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol dari
MPD;dan
b. Asli surat pemyataan kesediaan sebagai pemegang Protokol.
(5) Penetapan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Menteri secara manual atau elektronik dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut :
a. asli surat penunjukan Notaris lain sebagai pemegang protokol dari
MPD;dan
b. Asli surat pernyataan kesediaan sebagai pemegang Protokol.
(6) Menteri menerbitkan Surat Keputusan pemberhentian dan penunjukan
pemegang Protokol Notaris.
(7) Setelah penerbitan Surat Keputusan pemberhentian dan penunjukan
pemegang Protokol Notaris, MPD wajib mengambil Protokol Notaris
dari Notaris yang diberhentikan dan menyerahkan kepada pemegang
Protokol Notaris yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keputusan.

Pasal 71
(1) Notaris yang berhenti dari jabatannya karena permintaan sendiri, wajib
memberitahukan secara manual atau elektronik kepada MPD dalam
jangka waktu paling lam.bat 30 (tiga puluh) hari sebelum mengajukan
permohonan berhenti kepada Menteri.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan dokumen pendukung :
a. fotokopi surat Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat pemberhentian
sebagai Notaris;
d. surat usulan Notaris lain sebagai pemegang protokol; dan
e. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, MPD
menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
(4) Surat penunjukan MPD disampaikan kepada Menteri melalui Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan.
Pasal 72
Dalam hal Notaris tidak menyampaikan usulan Notaris lain sebagai pemegang
protokol, MPDmenunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikan kepada Menteri melalui Notaris dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (1) terlampaui.

Pasal 73
(1) Berdasarkan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3), Notaris mengajukan permohonan pemberhentian dari jabatannya
kepada Menteri dengan mengisi Format Isian pemberhentian Notaris.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dengan melampirkan
dokumen pendukung secara elektronik :
a. surat penunjukan dari MPD yang memuat rekomendasi
pemberhentian dan penunjukan Notaris lain sebagai pemegang
protokol; dan
b. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(3) Permohonan pemberhentian Notaris diperiksa oleh 2 (dua) orang
korektor dan 1 (satu) orang verifikator.

Pasal 74
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (3), Menteri menetapkan keputusan pemberhentian jabatan Notaris
dan menetapkan Notaris lam sebagai pemegang protokol dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen
diterima.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara elektronik kepada pemohon dan dapat langsung dicetak sendiri
dengan menggunakan kertas putih ukuran F4 atau folio dengan berat 80
(delapan puluh) gram.

Pasal 75
(1) Notaris yang berhenti. atas permintaan sendiri tidak berwenang
melaksanakan jabatannya terhitung sejak tanggal keputusan
pemberhentian Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1)
ditetapkan.
(2) Notaris yang berhenti dan Notaris lam sebagai pemegang protokol wajib
melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan
Pember hentian Notaris ditetapkan.

Pasal 76
(1) Notaris yang berhenti karena alasan tidak mampu secara jasmani
dan/atau rohani dalam melaksanakan jabatan Notaris lebih dari 3 (tiga)
tahun secara terus-menerus wajib memberitahukan secara manual atau
elektronik kepada MPD dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak Notaris dinyatakan tidak mampu
melaksanakan jabatannya secara terus menerus.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan
oleh Notaris yang bersangkutan, suami/istri atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas dan/ atau ke bawah, dalam garis ke samping
sampai derajat ketiga, atau keluarga semenda sampai derajat ketiga.
(3) Dalam hal Notaris yang bersangkutan, suami/istri atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas dan/ atau ke bawah, dalam garis ke samping
sampai derajat ketiga, atau keluarga semenda sampai derajat ketiga,
tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka pemberitahuan dilakukan oleh karyawan Notaris.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan dokumen pendukung :
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan atau perpindahan yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat pemberhentian
sebagai Notaris;
d. surat keterangan dari dokter rumah sakit yang menyatakan Notaris
tidak mampu melaksanakan jabatannya secara terus menerus;
e. surat usulan Notaris lain sebagai pemegang protokol; dan
f. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(5) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, MPD
menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
(6) Surat penunjukan MPD disampaikan kepada Menteri melalui Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan.

Pasal 77
Dalam hal Notaris tidak menyampaikan usulan Notaris lain sebagai pemegang
protokol, MPDmenunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikan kepada Menteri melalui Notaris dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 terlampaui.

Pasal 78
(1) Berdasarkan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat
(5), Notaris mengajukan permohonan pemberhentian dari jabatannya
kepada Menteri dengan mengisi Format Isian pemberhentian Notaris.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan
dokumen pendukung secara elektronik:
a. fotokopi surat Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan notaris yang telah
dilegalisasi;
c. surat pernyataan bermeterai cukup dari Notaris yang bersangkutan
atau dari MPD yang memuat ketidakmampuan Notaris dalam
menjalankan jabatannya; dan
d. surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(3) Permohonan pemberhentian Notaris diperiksa oleh 2 (dua) orang
korektor dan 1 (satu) orang verifikator.

Pasal 79
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (3), Menteri menetapkan keputusan pemberhentian jabatan Notaris
dan menetapkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitungsejak tanggal pengisian Format Isian
pemberhentian.
(2) Keptusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disampaikan
secara elektronik kepada pemohon dan dapat langsung dicetak sendiri
dengan menggunakan kertas putih ukuran F4 atau folio dengan berat 80
(delapan puluh) gram.

Pasal 80
(1) Notaris yang berhenti karena alasan tidak mampu secara j asmani dan/
atau rohani dalam melaksanakan jabatan Notaris lebih dari 3 (tiga)
tahun secara terus-menerus, tidak berwenang melaksanakan jabatannya
terhitung sejak tanggal keputusan pemberhentian Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ditetapkan.
(2) Notaris yang berhenti dan Notaris lain sebagai pemegang protokol wajib
melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan
Pember hen ti.an Notaris ditetapkan.

Pasal 81
(1) Notaris yang berhenti karena alasan merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri, advokat, atau memangku jabatan lain yang oleh
Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris
harus memberitahukan secara manual atau elektronik kepada
MPDmengenai berakhirnya masa jabatan dan sekaligus mengusulkan
Notaris lain sebagai pemegang protokol.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus
disampaikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal Notaris diangkat sebagai pegawai negeri, advokat, atau
memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk
dirangkap denganjabatan Notaris.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan dokumen pendukung :
a. fotokopi surat Keputusan Pengangkatan atau perpindahan yang
telah dilegalisasi;
b. fotokopi berita acara sumpah/janji jabatan Notaris yang telah
dilegalisasi;
c. asli surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat alasan
pemberhentian sebagai Notaris;
d. Keputusan Pengangkatan sebagai pegawai negeri, advokat atau
jabatan lain yang telah dilegalisasi;
e. surat usulan Notaris lain sebagai pemegang protokol; dan
f. asli surat pernyataan kesediaan dari Notaris lain sebagai pemegang
protokol.
(4) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), MPD
menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
(5) Surat penunjukan MPD disampaikan kepada Menteri melalui Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan.

Pasal 82
Dalam hal Notaris tidak menyampaikan usulan Notaris lain sebagai pemegang
protokol, MPD menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol dan
menyampaikankepada Menteri melalui Notaris dalam waktu paling lam.bat 14
(empat belas) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (2) terlampaui.

Pasal 83
(1) Berdasarkan surat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (4), Notaris mengajukan permohonan pemberhentian dari
jabatannya kepada Menteri dengan mengisi Format Isian pemberhentian
Notaris.
(2) Permohonan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan melampirkan dokumen pendukung secara elektronik :
a. surat penunjukan Daerah yang dari Majelis Pengawas memuat
rekomendasi pemberhentian dan penunjukan pemegang protokol;
dan
b. surat pernyataan kesediaaan sebagai pemegang protokol.
(3) Permohonan pemberhentian Notaris diperiksa oleh 2 (dua) orang
korektor dan 1 (satu) orang verifikator.

Pasal 84
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
ayat (3), Menteri menetapkan keputusan pemberhentian jabatan Notaris
dan menetapkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam jangka
waktu paling lam.bat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengisian Format Isian pemberhentian.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disampaikan
secara elektronik kepada pemohon dan dapat langsung dicetak oleh
Notaris dengan menggunakan kertas putih ukuran F4 atau folio dengan
berat 80 (delapan puluh) gram.

Pasal 85
(1) Notaris yang berhenti karena alasan merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri, advokat, atau memangku jabatan lain yang oleh
Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris tidak
berwenang melaksanakan jabatannya terhitung sejak tanggal keputusan
pemberhentian Notaris ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
83.
(2) Notaris yang diberhentikan dan Notaris lain sebagai pemegang protokol
wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan ditetapkan.

2) Pemberhentian Sementara, diatur dalam Pasal 86 s/d


Pasal 88 Permenkumham 19/2019 sebagai berikut :
Pasal 86
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena :
a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b. berada di bawah pengampuan;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta
kode etik Notaris; atau
e. sedang menjalani masa penahanan.

Pasal 87
(1) Dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 86, MPP menyampaikan secara
manual atau elektronik permintaan Notaris pemegang Protokol kepada
MPD dalam jangka waktu paling lam.bat 30 (tiga puluh) hari sejak
putusan diucapkan.
(2) Setelah permintaan Notaris Pemegang Protokol sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima, MPP menyampaikan kepada Menteri untuk
diterbitkan surat keputusan pemberhentian sementara dalam jangka
waktu paling lam.bat 30 Hari sejak usulan diterima secara manual atau
elektronik.

Pasal 88
(1) Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 wajib melakukan serah terima protokol di hadapan MPD dalam
jangka waktu paling lam.bat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
keputusan diterima.
(2) Dalam hal jangka waktu pemberhentian sementara Notaris berakhir,
Notaris pemegang protokol wajib melakukan serah terima kembali
protokol kepada Notaris yang diberhentikan sementara, dihadapan MPD
dalam jangka paling lam.bat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal pemberhentian sementara berakhir.

3) Pemberhentian dengan tidak hormat, diatur dalam


Pasal 89 s/d Pasal 95 Permenkumham 19/2019
sebagai berikut :
Pasal 89
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas
usul MPP apabila :
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga)
tahun;
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan, martabat dan
jabatan Notaris;
d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan
Notaris; dan/ atau
e. tidak melaksanakan serah terima protokol tanpa alasan yang sah dalam
jangka waktu yang ditentukan.

Pasal 90
(1) Dalam hal Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, MPP
menyampaikan secara manual atau elektronik permintaan Notaris
Pemegang Protokol kepada MPD dalam jangka waktu paling lambat 30
Hari sejak putusan diucapkan.
(2) Setelah permintaan Notaris Pemegang Protokol sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima, MPP menyampaikan kepada Menteri untuk
diterbitkan surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat dalam
jangka waktu paling lambat 30 Hari sejak usulan diterima secara
manual atau elektronik.

Pasal 91
(1) Notaris yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 wajib melakukan serah terima
protokol di hadapan MPD dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak keputusan diterima.
(2) Dalam hal serah terima protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dilaksanakan, MPD dapat mengambil Protokol Notaris yang
berada dalam penguasaan Notaris yang diberhentikan dengan tidak
hormat untuk diserahkan kepada Notaris pemegang protokol.

Pasal 92
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pasal 93
(1) Dalam hal Notaris diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92, MPP menyampaikan secara manual atau
elektronik permintaan Notaris Pemegang Protokol kepada MPD dalam
jangka waktu paling lambat 30 Hari sejakputusan diucapkan.
(2) Setelah permintaan Notaris Pemegang Protokol sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima, MPP menyampaikan kepada Menteri untuk
diterbitkan surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat dalam
jangka waktu paling lambat 30 Hari sejak usulan diterima secara
manual atau elektronik.

Pasal 94
(1) Notaris yang diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 wajib melakukan serah terima protokol dihadapan MPD
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
keputusan diterima.
(2) Dalam hal serah terima protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dilaksanakan, MPD dapat mengambil Protokol Notaris yang
berada dalam penguasaan Notaris yang diberhentikan dengan tidak
hormat untuk diserahkan kepada Notaris pemegang protokol.

Pasal 95
(1) Pemberhentian Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal
89 dan Pasal 92, MPP dapat menerima laporan dari masyarakat atau
atas usul Organisasi Notaris serta rekomendasi MPD dan MPW.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
bertanggungjawab dan tata cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, diatur dalam


Pasal 96 s/d Pasal 100 Permenkumham 19/2019 sebagai
berikut :

Pasal 96
Menteri dapat memperpanjang masa jabatan Notaris sampai dengan usia 67 (enam
puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan Notaris yang
bersangkutan.
Pasal 97
(1) Permohonan perpanjangan masa jabatan Notaris diajukan kepada Menteri
dengan mengisi Format Isian perpanjangan masa jabatan.
(2) Permohonan perpanjangan masa jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling singkat 180 (seratus delapan
puluh) hari atau paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum Notaris yang
bersangkutan mencapai umur 65 (enam puluh lima) tahun.
(3) Pemohon wajib membayar biaya permohonan perpanjangan masa jabatan
Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penerimaan negara bukan pajak yang berlaku padakementerian hukum dan
hak asasi manusia dan mengirimkan dokumen pendukung dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejaktanggal pengisian Format Isian
perpanjangan masa jabatan.
(4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)terdiri atas :
a. asli surat keterangan sehat berisi hasil pemeriksaan kesehatan fisik secara
keseluruhan dari dokter rumah sakit;
b. asli surat keterangan sehat rohani dari dokter jiwa atau psikiater rumah
sakit;
c. asli rekomendasi dari MPD, MPW,atau MPP;
d. asli rekomendasi dari Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, dan Pengurus
Pusat Organisasi Notaris; dan e. asli surat penunjukan MPD kepada
Notaris sebagai pemegang protokol.
(5) Bukti pengiriman dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan secara elektronik kepada Menteri.
(6) Apabila dalamjangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon
tidak mengirimkan dokumen pendukung, permohonan dianggap gugur.

Pasal 98
(1) Dalam hal perrnohonan perpanjangan masajabatan Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 diajukan kurang dari 30 (tiga puluh) hari sebelum
Notaris yang bersangkutan mencapai umur 65 ( enam puluh lima) tahun maka
perrnohonan ditolak.
(2) Pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksudpada ayat ( 1) disampaikan
secara elektronik.

Pasal 99
(1) Perrnohonan perpanjangan masa jabatan Notaris dan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 diperiksa dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal dokumen pendukung
diterima.
(2) Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan lengkap, pemohon menerima pemberitahuan secara elektronik
mengenai jadwal wawancara dengan Direktur Perdata atau pejabat yang
ditunjuk.
(3) Wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebagai bahan
pertimbangan Menteri untuk menyetujui atau menolak permohonan
perpanjangan masajabatan Notaris.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil wawancara perrnohonan dinyatakan disetujui,
pemohon membayar biaya permohonan perpanjangan masa jabatan Notaris
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penenmaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian hukum dan
hak asasi manusia.
(5) Berdasarkan bukti pembayaran biaya pembayaran biaya permohonan
perpanjangan masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemohon
dapat mencetak sendiri Keputusan Menteri tentang Perpanjangan Masa
JabatanNotaris.
(6) Dalam hal permohonan perpanjangan masa jabatan Notaris ditolak, pemohon
menerima pemberitahuan untuk mengajukan permohonan pemberhentian
Notaris secara elektronik.

Pasal 100
(1) Notaris yang telah diperpanjang masa jabatannya dalam jangka waktu paling
lama 270 (dua ratustujuh puluh) Hari sebelum berakhir masa jabatannya
wajib mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang protocol kepada MPD.
(2) MPD menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protocol sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari sejak usulan diterima.
(3) Dalam hal MPD tidak menerima usulan penunjukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), MPD wajib menunjuk Notaris lain sebagai pemegang protokol
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tenggang waktu yang telah ditentukan pada ayat (2)terlampaui.

2. Pengaturan secara lengkap Tata Cara Ujian, Magang, Pengangkatan,


Pengangkatan Kembali, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah di atur dalam Permen ATR/BPN 20/2018
tentang Tata Cara Ujian, Magang, Pengangkatan, Pengangkatan
Kembali, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah sebagai berikut :
a. Ujian PPAT, diatur dalam Pasal 4 s/d Pasal 14 Permen
ATR/BPN 20/2018 sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Ujian dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam menyelenggarakan Ujian, Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mendelegasikan kepada Direktur Jenderal.
(3) Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menetapkan Panitia
Pelaksana Ujian untuk menyelenggarakan ujian.
Pasal 5
(1) Seseorang yang akan mengikuti Ujian, harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Warga Negara Indonesia;
b. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang Program Pendidikan
Spesialis Notariat atau Strata Dua Hukum Bidang Kenotariatan, atau
berijazah S-1 (strata-satu) dan lulusan program Pendidikan Khusus
PPAT; dan
c. tidak berstatus tersangka maupun terdakwa atas tindak pidana.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
kelengkapan dokumen administrasi, meliputi:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
b. Pasfoto berwarna dengan ukuran 4x6 (empat kali enam), sebanyak 4
(empat) lembar;
c. fotokopi surat keputusan pengangkatan dan penunjukan tempat kedudukan
Notaris serta berita acara sumpah jabatan Notaris yang terakhir, bagi
calon peserta Ujian yang sudah menjabat sebagai Notaris;
d. fotokopi ijazah Sarjana Hukum dan fotokopi ijazah Program Pendidikan
Spesialis Notariat atau Strata Dua Hukum Bidang Kenotariatan yang
dilegalisir oleh Rektor/ Dekan/Pembantu Dekan Bidang Akademik, atau
fotokopi ijazah S-1 (strata-satu) dan Program Pendidikan Khusus PPAT
yang diselenggarakan oleh Kementerian yang dilegalisir oleh Ketua
Program Pendidikan Khusus;
e. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang;
f. surat pernyataan bermeterai cukup mengenai kesediaan ditempatkan di
daerah kerja sesuai dengan pilihan saat pendaftaran ujian apabila
dinyatakan lulus seleksi ujian; dan
g. surat pernyataan bahwa dokumen yang disampaikan yaitu benar dan
apabila ditemukan data yang tidak benar hasil Ujian dapat dibatalkan.
(3) Dokumen yang berupa fotokopi harus dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 6
Tahapan penyelenggaraan Ujian, meliputi:
a. pengumuman pendaftaran Ujian;
b. pendaftaran Ujian;
c. seleksi administrasi;
d. Ujian; dan
e. pengumuman hasil Ujian.

Pasal 7
(1) Pengumuman pendaftaran Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a, dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana Ujian melalui situs web Kementerian.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a. syarat pendaftaran Ujian;
b. tata cara pendaftaran Ujian; dan
c. jadwal pendaftaran Ujian.

Pasal 8
(1) Pendaftaran Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilakukan
secara online melalui situs web Kementerian.
(2) Pendaftaran Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan biaya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melakukan pendaftaran ujian, dokumen persyaratan administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat disampaikan secara online
melalui situs web Kementerian atau dikirimkan kepada Panitia Pelaksana
Ujian.

Pasal 9

(1) Panitia pelaksana Ujian melakukan seleksi administrasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, dengan memeriksa kelengkapan berkas
pendaftaran terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Hasil pemeriksaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa daftar
calon peserta Ujian yang dinyatakan lulus administrasi.
(3) Ketua Panitia Pelaksana Ujian mengumumkan daftar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) melalui situs web Kementerian.

Pasal 10
(1) Calon peserta Ujian yang dinyatakan lulus administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 diwajibkan membayar biaya layanan pelaksanaan
Ujian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepada Calon Peserta Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
Kartu Ujian yang wajib dibawa pada saat pelaksanaan Ujian.

Pasal 11
(1) Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d diselenggarakan dengan
cara manual (paper based test) atau berbasis komputer (computer based test).
(2) Materi Ujian, meliputi :
a. organisasi kelembagaan kementerian;
b. hukum pertanahan nasional;
c. hak tanah dan pendaftaran tanah;
d. peraturan jabatan PPAT;
e. pembuatan akta PPAT; dan
f. kode etik profesi PPAT.
(3) Panitia Pelaksana Ujian menyiapkan bahan materi Ujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).

Pasal 12
(1) Panitia Pelaksana Ujian mengumumkan Peserta yang dinyatakan lulus Ujian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e melalui situs web Kementerian.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Surat Keterangan
Lulus Ujian sebagai syarat Pengangkatan PPAT yang berlaku selama 5 (lima)
tahun.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta
yang telah lulus Ujian tidak mengajukan permohonan Pengangkatan PPAT,
maka peserta dimaksud wajib mengikuti Ujian kembali.

Pasal 13
(1) Dalam hal ditemukan dokumen persyaratan yang disampaikan tidak benar
atau palsu, Direktur Jenderal berwenang untuk membatalkan Surat
Keterangan Lulus Ujian.
(2) Direktur Jenderal menghapus data kelulusan dalam pangkalan data dan
memblokir data peserta yang telah dibatalkan kelulusannya.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada peserta
yang telah dibatalkan kelulusannya disertai dengan alasan pembatalan.

Pasal 14
Biaya penyelenggaraan Ujian dibebankan pada Anggaran Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian.

b. Peningkatan Kualitas PPAT, diatur dalam Pasal 15


Permen ATR/BPN 20/2018 sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Peningkatan Kualitas diselenggarakan oleh Kementerian untuk:
a. menghasilkan PPAT yang berkualitas dan profesional;
b. meningkatkan kemampuan dan pengetahuan seseorang di bidang
pertanahan;
c. meningkatkan kualitas pembuatan akta dalam melayani masyarakat;
d. meningkatkan pemahaman dasar hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
e. pembinaan dan pengawasan administrasi keagrariaan/pertanahan, dan
pelaksanaan jabatan PPAT.
(2) Peningkatan Kualitas diperuntukkan:
a. bagi calon PPAT telah lulus Ujian PPAT dan belum diangkat sebagai
PPAT;
b. bagi yang telah menjabat sebagai PPAT dalam waktu tertentu; dan
c. bagi camat sebelum dilantik/menjalankan tugas sebagai PPAT
sementara.
(3) Penyelenggaraan Peningkatan Kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
(4) Penyelenggaraan Peningkatan Kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau
Kantor Pertanahan.
(5) Peserta Peningkatan Kualitas dikenakan biaya layanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Peserta Peningkatan Kualitas diberikan Sertifikat Peningkatan Kualitas.

c. Magang PPAT, diatur dalam Pasal 16 s/d Pasal 20


Permen ATR/BPN 20/2018 sebagai berikut :

Pasal 16
(1) Magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada kantor PPAT
dan Kantor Pertanahan merupakan syarat untuk diangkat menjadi PPAT.
(2) Magang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diikuti oleh orang
yang telah lulus program pendidikan spesialis notariat atau S-2 (strata-dua)
hukum bidang kenotariatan.
(3) Ketentuan Magang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi :
a. peserta yang lulus Ujian dan telah menjabat sebagai Notaris;
b. lulusan Program Pendidikan Khusus yang diselenggarakan oleh
Kementerian; atau
c. pernah menduduki jabatan struktural di bidang hubungan hukum
keagrariaan atau yang setara dengan itu, paling rendah pejabat pengawas
di lingkungan Kementerian.

Pasal 17
(1) Pelaksanaan magang dilakukan :
a. sebelum mengikuti Ujian; atau
b. setelah lulus Ujian dan sebelum diangkat sebagai PPAT.
(2) Magang dilaksanakan selama 1 (satu) tahun pada Kantor Pertanahan dan
Kantor PPAT, dengan pembagian waktu:
a. 6 (enam) bulan di Kantor Pertanahan; dan
b. 6 (enam) bulan di Kantor PPAT.
(3) Peserta magang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan
honorarium.
(4) Permohonan magang diajukan secara tertulis kepada:
a. Kepala Kantor Pertanahan, apabila magang dilaksanakan di Kantor
Pertanahan; atau
b. PPAT dengan tembusan Ketua Pengurus Daerah IPPAT sesuai dengan
lokasi permohonan Magang, apabila magang dilaksanakan di Kantor
PPAT.
(5) Permohonan magang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi
dengan :
a. fotokopi KTP pemohon;
b. fotokopi ijazah Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Strata Dua
Hukum Bidang Kenotariatan;
c. Surat Keterangan Lulus Ujian, apabila telah lulus Ujian; dan
d. Surat Pernyataan bermeterai cukup dari pemohon yang menerangkan
bahwa bersedia Magang di Kantor Pertanahan atau Kantor PPAT dengan
sukarela tanpa meminta imbalan jasa serta menaati tata tertib magang
sesuai dengan ketentuan.
(6) Permohonan magang dan pernyataan bersedia menjalani magang dibuat
sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I A dan Lampiran I B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18
(1) Kantor Pertanahan menerima permohonan magang yang diajukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) huruf a dan mengatur jadwal
pelaksanaan magang.
(2) Kantor PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) huruf b yang
menjadi tempat Magang mempunyai kriteria meliputi:
a. PPAT dengan masa kerja paling sedikit 5 (lima) tahun; atau
b. telah menerbitkan paling sedikit 60 (enam puluh) akta.

Pasal 19
(1) Dalam hal Magang dilaksanakan pada Kantor Pertanahan, Peserta Magang
wajib memahami dan membantu :
a. proses kegiatan dan pelayanan pertanahan;
b. proses penerimaan dan pemeriksaan akta yang didaftar; dan
c. proses pemeriksaan data yuridis permohonan Hak atas Tanah.
(2) Dalam hal Magang dilaksanakan pada Kantor PPAT, Peserta Magang wajib
membantu dalam pelaksanaan kegiatan:
a. pembuatan akta perbuatan hukum Hak atas Tanah atau Hak Milik atas
Satuan Rumah Susun paling sedikit 7 (tujuh) akta; dan
b. proses penatausahaan dan pengelolaan Protokol PPAT.
(3) Peserta Magang wajib merahasiakan dan dilarang menggandakan dokumen
pelaksanaan kegiatan dan pelayanan Kantor Pertanahan dan pelaksanaan
jabatan PPAT.

Pasal 20
(1) Kantor Pertanahan dan Kantor PPAT menerbitkan Surat Keterangan Magang
bagi peserta Magang yang telah melaksanakan Magang sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Kantor Pertanahan menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali pada awal bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal melalui
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
(3) Surat Keterangan Magang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran I C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

d. Pengangkatan PPAT, diatur dalam Pasal 21 s/d Pasal


22 Permen ATR/BPN 20/2018 sebagai berikut :
Pasal 21
(1) Seseorang yang telah lulus Ujian PPAT, mengajukan permohonan
pengangkatan sebagai PPAT pada tempat kedudukan sesuai dengan yang
tercantum dalam Surat Keterangan Lulus Ujian PPAT.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diubah
untuk menyesuaikan dengan tempat kedudukan sebagai Notaris, dalam hal
calon PPAT telah menjabat sebagai Notaris.
(3) Permohonan pengangkatan sebagai PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditujukan kepada Menteri dan dilengkapi dengan persyaratan administrasi
sesuai dengan syarat pendaftaran Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2).
(4) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Permohonan
pengangkatan sebagai PPAT dilengkapi juga dengan:
a. daftar riwayat hidup;
b. Surat Keterangan Lulus Ujian;
c. Sertifikat Peningkatan Kualitas atau tanda lulus Program Pendidikan
Khusus PPAT;
d. Surat Keterangan Magang yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan dan
Kantor PPAT;
e. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang;
f. surat keterangan sehat jasmani dan rohani serta bebas narkoba dari
dokter rumah sakit pemerintah;
g. surat pernyataan tidak rangkap jabatan bermeterai cukup;
h. fotokopi surat keputusan pengangkatan dan penunjukan tempat kedudukan
Notaris serta berita acara sumpah jabatan Notaris yang terakhir, bagi
calon PPAT yang sudah menjabat sebagai Notaris;
i. surat pernyataan kesediaan ditunjuk sebagai penerima protokol dari
PPAT lain dan bermeterai cukup; dan
j. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa dokumen
yang disampaikan adalah benar dan apabila ditemukan dokumen tidak
benar maka hasil Ujian dan keputusan pengangkatannya sebagai PPAT
dibatalkan.
(5) Dokumen yang berupa fotokopi harus dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
(6) Permohonan pengangkatan sebagai PPAT dan seluruh dokumen persyaratan
disampaikan melalui website Kementerian (online) atau dikirimkan secara
manual melalui jasa pengiriman resmi.
(7) Permohonan Pengangkatan sebagai PPAT dibuat sesuai dengan format
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 22
(1) Pengangkatan sebagai PPAT dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Keputusan Pengangkatan,
yang memuat tempat kedudukan dan daerah kerja PPAT.

e. Pengangkatan kembali sebagai PPAT, diatur dalam


Pasal 23 Permen ATR/BPN 20/2018 sebagai berikut :
Pasal 23
(1) Pengangkatan Kembali sebagai PPAT dapat diberikan kepada:
a. PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris yang pindah daerah kerja
lain untuk penyesuaian dengan kedudukannya sebagai Notaris;
b. PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dengan maksud untuk pindah
daerah kerja lain, dengan syarat telah melaksanakan tugasnya paling
singkat 3 (tiga) tahun;
c. PPAT yang daerah kerjanya berubah dalam hal terjadi pemekaran
wilayah; dan
d. PPAT yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri.
(2) PPAT dapat mengajukan permohonan pindah ke daerah kerja lain, setelah
yang bersangkutan mengajukan permohonan berhenti sebagai PPAT di daerah
kerja semula.
(3) Permohonan pengangkatan kembali sebagai PPAT, diajukan oleh yang
bersangkutan kepada Menteri, dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan di daerah kerja semula dan daerah
kerja tujuan bagi PPAT yang daerah kerjanya berubah.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan:
a. fotokopi keputusan pengangkatan yang bersangkutan sebagai PPAT dan
Berita Acara Pengangkatan Sumpah Jabatan PPAT di daerah kerja
semula;
b. fotokopi keputusan pengangkatan yang bersangkutan sebagai Notaris dan
Berita Acara Sumpah Jabatan Notaris, bagi PPAT yang juga menjabat
sebagai Notaris;
c. fotokopi Berita Acara Penyerahan Protokol PPAT di daerah kerja semula
yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau dalam hal
Kepala Kantor Pertanahan berhalangan secara sah, oleh petugas yang
ditunjuknya;
d. Surat pernyataan bermeterai cukup dari PPAT di daerah kerja semula
yang menyatakan kesanggupan bersedia menerima protokol dari PPAT
yang bersangkutan;
e. Surat keterangan dari organisasi profesi yang menerangkan bahwa PPAT
yang bersangkutan selama menjabat PPAT tidak pernah melanggar etika
profesi PPAT, yang dibuktikan secara tertulis oleh Pengurus Daerah atau
Pengurus Wilayah apabila di daerah yang bersangkutan belum ada
Pengurus organisasi profesi PPAT;
f. Surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan setempat yang
menerangkan bahwa PPAT yang bersangkutan selama menjabat PPAT
tidak pernah mendapat sanksi administratif;
g. Surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan setempat mengenai
penilaian kualitas dan kuantitas akta yang dibuat selama menjabat
sebagai PPAT;
h. Bagi PPAT yang telah berhenti atas permintaan sendiri, harus dilengkapi
dengan rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan setempat yang
menerangkan bahwa PPAT yang bersangkutan memenuhi syarat sesuai
dengan ketentuan untuk diangkat kembali sebagai PPAT.
(5) Permohonan Pengangkatan Kembali sebagai PPAT dibuat sesuai dengan
format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

f. Perpanjangan masa jabatan PPAT, diatur dalam


Pasal 24 s/d Pasal 27 Permen ATR/BPN 20/2018 sebagai
berikut :
Pasal 24
Masa jabatan PPAT dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun sampai dengan
usia 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan PPAT yang
bersangkutan.

Pasal 25
(1) Permohonan Perpanjangan Masa Jabatan PPAT diajukan kurang dari 6
(enam) bulan sebelum masa jabatan berakhir.
(2) Permohonan Perpanjangan Masa Jabatan PPAT diajukan kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. fotokopi Surat Keputusan pengangkatan dan penunjukan daerah kerja
PPAT terakhir yang dilegalisir;
b. fotokopi Surat Keputusan pengangkatan dan penunjukan daerah kerja
Notaris terakhir yang dilegalisir, bagi PPAT yang merangkap jabatan
sebagai Notaris;
c. surat keterangan sehat jasmani dan rohani serta bebas narkoba dari
dokter rumah sakit pemerintah; dan
d. surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota daerah
kerja PPAT yang bersangkutan, yang menerangkan bahwa PPAT yang
bersangkutan selama menjabat PPAT tidak pernah mendapat sanksi
administratif dan telah melaksanakan jabatan secara nyata.
(4) Permohonan Perpanjangan Masa Jabatan PPAT dibuat sesuai dengan format
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 26
(1) Direktur yang mempunyai tugas di bidang pembinaan PPAT atau pejabat yang
ditunjuk melakukan pemanggilan kepada pemohon untuk dilakukan
wawancara sebagai pertimbangan pemberian perpanjangan masa jabatan.
(2) Hasil wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat diterima atau
ditolaknya permohonan perpanjangan masa jabatan, dan dituangkan dalam
surat keterangan hasil wawancara.
(3) Dalam hal permohonan perpanjangan masa jabatan diterima, Pemohon
Perpanjangan Masa Jabatan PPAT dikenakan biaya layanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keputusan
Perpanjangan Masa Jabatan PPAT.
(2) PPAT yang diperpanjang masa jabatannya tidak perlu mengangkat sumpah
jabatan dan pelantikan PPAT.
(3) PPAT yang diperpanjang masa jabatannya wajib merubah papan nama PPAT
dan kop surat untuk menyesuaikan dengan keputusan Perpanjangan Masa
Jabatan PPATnya.

Proses dan tata cara pengangkatan Notaris dan PPAT saat ini (2019)
telah menggunakan sistem digital elektronik on line, demikian pula dalam
pelaporan bulanan yang wajib dilakukan Notaris dan PPAT untuk beberapa
daerah telah menggunakan sistem digital elektronik on line. Di samping itu
terhadap kewenangan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (3) UU 2/2014 terdapat beberapa peraturan perundang-undangan
yang memberikan kewenangan kepada Notaris untuk melakukan fungsi,
tugas, kewajiban, dan kewenangan Notaris yang juga telah menggunakan
sistem digital elektronik on line, seperti halnya yang diatur dalam :
1. Jaminan fidusia, yang diatur dalam UU 42/1999, Permenkumham
8/2013, Permenkumham 9/2013 dan Permenkumham 10/2013, PP
21/2015;
2. Perseroan terbatas, yang diatur dalam UU 40/2007, PP 27/1998, PP
57/2010, PP 26/1998 yang diubah dengan PP 43/2011, PP 7/2016,
Permenkuhmam 24/2012, Permenkumham 4/2014 yang diubah
dengan Permenkumham 1/2016, Permenkumham 28/2016,
Permenkumham 17/2017, Permenkumham 11/2019;
3. Yayasan, yang diatur dalam UU 16/2001, UU 28/2014, PP 63/2008
diubah dengan PP 2/2013, Permenkumham 5/2014, Permenkumham
2/2016, Permenkumham 28/2016, Permenkumham 17/2017,
Permenkumham 18/2017, Permenkumham 13/2019, Permenkumham
11/2019;
4. Perkumpulan, yang diatur dalam Staatblad 1870-64, Permenkumham
6/2014, Permenkumham 28/2016, Permenkumham 17/2017,
Permenkumham 3/2016 diubah dengan Permenkumham 10/2019,
Permenkumham 11/2019;
5. Badan usaha non badan hukum (CV/Commanditaire Vennootschap
atau Persekutuan Komanditer, Firma, persekutuan perdata/
Maatschaap, dan perusahaan perorangan) yang diatur dalam
Permenkumham 17/2018;
6. Koperasi, yang diatur dalam UU 25/1992, PP 24/2018,
Permenkumham 14/2019;
yang memberikan tugas dan kewenangan kepada Notaris untuk melakukan
akses permohonan pengesahan, permohonan persetujuan perubahan
anggaran dasar, maupun permohonan perubahan data secara digital
elektronik dan on line sesuai kebutuhan dan perkembangan jaman.

Demikian pula, PPAT untuk melakukan pengecekan sertipikat


sebelum melakukan pembuatan akta PPAT, dan permohonan pendaftaran
terhadap hak tanggungan serta pelaporan bulanan PPAT pada daerah
tertentu telah pula menggunakan sistem digital elektronik on line, hal ini
untuk mengikuti dan memenuhi kebutuhan dan perkembangan jaman
dalam pelayanan kepada masyarakat.

III. Disrupsi Digital Dan Jabatan Notaris/PPAT Peluang Tantangan

Di era globalisasi millennium industri 4.0 saat ini, terdapat perubahan


yang mendasar/fundamental dalam fungsi, peran, tugas, kewajiban, dan
kewenangan jabatan Notaris dan PPAT yang merupakan era disrupsi
akibat fenomena dalam masyarakat yang menggeser aktifitas-aktifitas
jabatan Notaris yang awalnya dilakukan secara manual dalam dunia nyata
ke digital elektronik on line melalui dunia maya untuk mengikuti
perkembangan yang terjadi akibat perubahan pola dunia bisnis, kebutuhan
masyarakat dan policy kebijakan pemerintah yang menggunakan sistem
digital elektronik secara on line dalam memberi dan menetapkan
perubahan dalam pelayanan publik kepada masyarakat, untuk terwujudnya
pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, pasti, dan profesional untuk
terciptanya pelayanan publik yang bersih dari KKN, kongkalikong, pungli,
suap, dan korupsi sebagai tuntutan terwujudnya good goverment.

Tanpa disadari perubahan dalam pelaksanaan jabatan Notaris dan PPAT


yang menggunakan sistem digital elektronik dan on line, yang pada
awalnya telah dimulai sekitar tahun 1999 yang lalu dalam dunia Notaris
yaitu sejak ditetapkannya SISMINBAKUM yang kemudian berubah menjadi
SABH dan berubah disatukan dalam AHU ON LINE dalam pelayanan
permohonan pengesahan, permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar, dan permohonan perubahan data perseroan terbatas, merupakan
titik awal “disrupsi” jabatan Notaris yang memberikan peluang pelaksanaan
jabatan Notaris memasuki “era digital elektronik on line” pada semua lini
fungsi, peran, tugas, kewajiban, dan kewenangan jabatan Notaris, yang
kemudian diikuti pula pada jabatan PPAT. Akan tetapi dengan adanya
ketentuan Pasal 5 ayat (4) UU ITE yang menetapkan “Ketentuan mengenai
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yaitu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah, tidak berlaku untuk : a. surat
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat
beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta;” menjadikan
pembuatan akta Notaris dan akta PPAT sebagaimana diatur dalam UUJN
dan PJPPAT yang menetapkan akta Notaris dan akta PPAT
pembuatannya tetap dilakukan secara manual. Akan tetapi di dalam proses
pembuatan akta Notaris dan akta PPAT telah pula menggunakan
kemajuan teknologi dengan memakai komputer dan printer yang
menggunakan digital elektronik dalam pembuatan akta.

Dengan demikian, sebenarnya di dalam pelaksanaan fungsi, peran,


tugas, kewajiban, dan kewenangan jabatan Notaris dan jabatan PPAT
penggunaan digital elektronik adalah hal yang tidak asing lagi dan telah
dipergunakan, baik dalam pembuatan akta maupun dalam pelaksanaan
jabatan Notaris dan PPAT yang lain. Penggunaan komputer dalam
pelaksanaan fungsi, peran, tugas, kewajiban, dan kewenangan jabatan
Notaris dan PPAT sudah merupakan “kebutuhan pokok” untuk memberikan
pelayanan yang cepat, mudah, dan murah kepada masyarakat. Akan tetapi
di era industri 4.0 saat ini, setelah pemerintah kabinet kerja Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla periode 2014 – 2019
mencanangkan penggunaan kemajuan teknologi dan memberikan
pelayanan digital elektronik on line dalam pelayanan publik, maka makin
pesat dan cepat terjadinya disrupsi digital elektronik on line dalam jabatan
Notaris dan jabatan PPAT.

Oleh karena itu, di masa yang akan datang saat ini perlu dilakukan
kajian, analisa, penelitian, diskusi dan pembahasan terhadap disrupsi
digital elektronik dan on line yang akan mengubah pelaksanaan jabatan
Notaris dan PPAT untuk dapat mengikuti, menyesuaikan dan melakukan
perubahan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan, perubahan dan
perkembangan jaman. Sistem administrasi jabatan dan kantor Notaris dan
PPAT saat ini masih menggunakan sistem manual konvensional,
sebagaimana diatur dalam UUJN dan PJPPAT antara lain
pencatatan/registrasi akta Notaris dan akta PPAT serta tugas, kewajiban
dan kewenangan Notaris dan PPAT yang lain masih dilakukan dengan
cara menuliskan pada buku-buku protokol Notaris dan protokol PPAT, yang
dalam pelaksanaannya cukup merepotkan para Notaris dan PPAT, karena
masih dilakukan penulisan secara manual konvensional. Dan juga sistem
protokol Notaris masih dilakukan secara “independen parsial” pada
masing-masing kantor Notaris & PPAT yang tidak terkoneksi secara
nasional dan terpadu, hal ini membuat pembinaan dan pengawasan
terhadap Notaris tidak berjalan efektif dan efisien, justru membuat
pengawasan terhadap Notaris dan PPAT tidak berjalan sesuai ketentuan
UUJN dan PJPPAT.

Adapun problematika yang dihadapi Notaris, PPAT maupun Majelis


Pengawas Notaris dan Majelis Pembinaan dan Pengawasan PPAT
terhadap penyimpanan minuta akta Notaris atau lembar pertama asli akta
PPAT serta protokol Notaris dan protokol PPAT adalah bentuk akta dan
protokol masih berbentuk fisik dokumen kertas dan buku, belum dalam
bentuk digital elektronik, hal ini membutuhkan fisik tempat/ruangan
penyimpanan yang cukup besar dengan teknik penyimpanan yang harus
baik, tahan api, dan kering agar fisik dokumen kertas dan buku tersebut
tidak lembab dan rusak. System penyimpanan ini memerlukan konsep
perubahan baru dimasa yang akan dating, yaitu dengan bentuk
penyimpanan dalam bentuk digital elektronik dan terpusat secara nasional.
Untuk problematika tersebut, oleh penulis digambarkan sebagai berikut :

1. Problematika penyimpanan pada Notaris.


Oleh karena itu penulis memberikan gambaran problematika tersebut
dan solusinya untuk masa yang akan datang sebagai berikut :

2. Problematika penyimpanan pada PPAT.


Oleh karena itu penulis memberikan gambaran problematika tersebut
dan solusinya untuk masa yang akan datang sebagai berikut :

Untuk menghadapi era industri 4.0, penulis mempunyai ide, gagasan,


konsep untuk melakukan digitalisasi elektronik dan on line dalam
pelaksanaan jabatan Notaris dan jabatan PPAT sebagai berikut :
3. Pada jabatan Notaris :
a. perlu dibuat dan diadakan “Pusat Protokol Notaris Indonesia”
pada “Notaris On Line” yang terdapat dalam AHU On Line secara
digital elektronik sebagai pusat data dan pencatatan seluruh akta
Notaris yang dibuat oleh masing-masing Notaris, yang “dilaporkan
secara harian” menggantikan sistem pelaporan Notaris secara
bulanan, agar seluruh pencatatan/registrasi akta Notaris,
legalisasi, waarmerking, copie collationee, dan fotokopi sesuai asli
tercatat dalam sentralisasi data protokol Notaris secara nasional
yang diregistrasikan menggunakan sistem on line, yang akan
membawa dampak hukum tertib administrasi jabatan Notaris dan
menghapuskan cara akal-akalan pembuatan akta maupun
kemampuan pembuatan jumlah akta yang tidak rasional
jumlahnya.
b. Perlu dibuat dan diadakan “sistem admistrasi jabatan Notaris”
secara digital elektronik yang seragam pada setiap kantor Notaris
untuk memudahkan pelaksanaan jabatan Notaris, pembinaan dan
pengawasan jabatan Notaris, yang menggantikan sistem protokol
Notaris yang saat ini dilakukan secara manual konvensional
dengan mencatatkan dan menuliskan pada buku-buku protokol
Notaris menjadi “pencatatan digital elektronik” dengan buku-buku
protokol Notaris yang dibuat secara digitial elektronik dalam
sistem administrasi jabatan Notaris yang seragam pada setiap
kantor Notaris.
c. Perlu dipikirkan adanya perubahan aturan hukum jabatan Notaris
dengan melakukan revisi terhadap UUJN yang memuat ketentuan
hukum mengenai hal yang dimaksud dalam sub a dan sub b di
atas, serta pengaturan tentang “penyimpanan akta Notaris secara
digital elektronik” pada sistem protokol masing-masing kantor
Notaris dan pada pusat protokol Notaris sebagaimana dimaksud
dalam sub a di atas, agar memberikan solusi terhadap kesulitan
dalam penyimpanan akta Notaris, baik pada kantor Notaris, pada
Notaris pemegang protokol, maupun terhadap kewajiban
penyerahan akta Notaris dan protocol Notaris, yang pensiun,
meninggal dunia, pindah daerah kerja maupun karena ketentuan
daluarsa penyimpanan akta Notaris yang diatur dalam UU
30/2004 dan UU 2/2014 (UUJN) saat ini. Ketentuan Pasal 5 ayat
(4) UU ITE hanya mengecualikan terhadap bentuk dan fisik akta
Notaris, akan tetapi tidak mengecualikan terhadap sistem
administrasi jabatan Notaris, demikian pula UUJN tidak
memberikan larangan pembuatan buku-buku protocol Notaris
untuk dapat dilakukan secara digital elektronik. Hal ini membuka
peluang untuk sistem administrasi jabatan Notaris dan protocol
Notaris dapat dilakukan secara digital elektronik. Untuk
menghadapi perkembangan dan perubahan, sudah waktunya
UUJN dilakukan perubahan untuk dibuat ketentuan hukum dan
mengadopsi digital elektronik pada jabatan Notaris.
Mengenai hal tersebut di atas dapat digambarkan oleh penulis sebagai
berikut :

Pada hari H Pada hari H + 1


PROTOKOL PUSAT PROTOKOL
NOTARIS NOTARIS NOTARIS
(Kantor Notaris) (AHU On Line - Kemhukham)

(Digital Elektronik) (Digital Elektronik)

1. Akta Notaris 1. Buku Reportorium 1. Akta Notaris


2. Boedel Akta Notaris 2. Buku Klapper 2. Boedel Akta Notaris
(digital elektronik) 3. Buku Protes 3. Buku Reportorium
3. Legalisasi 4. Buku Wasiat 4. Buku Klapper
4. Waarmerking 5. Buku Legalisasi 5. Buku Protes
5. Copie Collationee 6. Buku Klapper Legalisasi 6. Buku Wasiat
6. Foto copy sesuai asli 7. Buku Waarmerking 7. Buku Legalisasi
8. Buku Klapper Waarmerking 8. Buku Klapper Legalisasi
9. Buku Waarmerking
10. Buku Klapper Waarmerking

4. Pada jabatan PPAT :


a. perlu dibuat dan diadakan “Pusat Protokol PPAT Indonesia” pada
“Mitra ATR/BPN” yang terdapat dalam sistem pendaftaran tanah
Kementerian ATR/BPN secara digital elektronik sebagai pusat
data dan pencatatan seluruh akta PPAT yang dibuat oleh masing-
masing PPAT, yang “dilaporkan secara harian” menggantikan
sistem pelaporan PPAT secara bulanan, agar seluruh
pencatatan/registrasi akta PPAT tercatat dalam sentralisasi data
protokol PPAT secara nasional yang diregistrasikan
menggunakan sistem on line, yang akan membawa dampak
hukum tertib administrasi jabatan PPAT dan menghapuskan cara
akal-akalan pembuatan akta maupun kemampuan pembuatan
jumlah akta yang tidak rasional jumlahnya.
b. Perlu dibuat dan diadakan “sistem admistrasi jabatan PPAT”
secara digital elektronik yang seragam pada setiap kantor PPAT
untuk memudahkan pelaksanaan jabatan PPAT, pembinaan dan
pengawasan jabatan PPAT, yang menggantikan sistem protokol
PPAT yang saat ini dilakukan secara manual konvensional
dengan mencatatkan dan menuliskan pada buku-buku protokol
PPAT menjadi “pencatatan digital elektronik” dengan buku-buku
protocol PPAT yang dibuat secara digitial elektronik dalam sistem
administrasi jabatan PPAT yang seragam pada setiap kantor
PPAT.
c. Perlu dipikirkan adanya perubahan aturan hukum jabatan PPAT
dengan melakukan revisi terhadap PJPPAT yang memuat
ketentuan hukum mengenai hal yang dimaksud dalam sub a dan
sub b di atas, serta pengaturan tentang “penyimpanan akta PPAT
secara digital elektronik” pada sistem protokol masing-masing
kantor PPAT dan pada pusat protokol PPAT sebagaimana
dimaksud dalam sub a di atas, agar memberikan solusi terhadap
kesulitan dalam penyimpanan akta PPAT, baik pada kantor
PPAT, pada PPAT pemegang protokol, maupun terhadap
kewajiban penyerahan akta PPAT dan protocol PPAT, yang
pensiun, meninggal dunia, pindah daerah kerja maupun karena
ketentuan daluarsa penyimpanan akta PPAT yang diatur dalam
PP 37/1998 dan PP 24/2016 (PJPPAT) saat ini. Ketentuan Pasal
5 ayat (4) UU ITE hanya mengecualikan terhadap bentuk dan fisik
akta PPAT, akan tetapi tidak mengecualikan terhadap sistem
administrasi jabatan PPAT, demikian pula PJPPAT tidak
memberikan larangan pembuatan buku-buku protokol PPAT untuk
dapat dilakukan secara digital elektronik. Hal ini membuka
peluang untuk sistem administrasi jabatan PPAT dan protokol
PPAT dapat dilakukan secara digital elektronik. Untuk
menghadapi perkembangan dan perubahan, sudah waktunya
PJPPAT dilakukan perubahan untuk dibuat ketentuan hukum dan
mengadopsi digital elektronik pada jabatan PPAT.

Mengenai hal tersebut di atas dapat digambarkan oleh penulis sebagai


berikut :

Pada hari H Pada hari H + 1


PROTOKOL PUSAT PROTOKOL
PPAT PPAT PPAT
(Kantor PPAT) (Mitra ATR/BPN – Kem ATR/BPN)

(Digital Elektronik) (Digital Elektronik)


1. Akta PPAT 1. Buku Daftar Akta PPAT 1. Buku Daftar Akta PPAT
2. Boedel Akta PPAT 2. Boedel Akta PPAT 2. Boedel Akta PPAT
(digital elektronik)
3. Foto copy sesuai asli
Dengan demikian dalam aturan hukum jabatan Notaris dan jabatan
PPAT serta dalam pelaksanaan jabatan Notaris dan jabatan PPAT,
disrupsi digital elektronik tidak dapat dihindari, penggunaan kemajuan
teknologi pada sistem administrasi jabatan Notaris dan jabatan PPAT
sudah waktunya dipergunakan untuk menciptakan kemudahan, kepastian
hukum dan sentralisasi data akta Notaris dan akta PPAT serta protocol
Notaris dan protokol PPAT untuk mengikuti perkembangan dan perubahan
jaman di era industri 4.0. Demikian pula, dalam penyimpanan akta Notaris
dan akta PPAT juga sudah harus menggunakan sistem penyimpanan
digital elektronik yang dimungkinkan keabsahannya berdasarkan Pasal 5
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU ITE, oleh karenanya revisi terhadap
UUJN dan PJPPAT sangat dibutuhkan dan diperlukan agar jabatan Notaris
dan Jabatan PPAT dapat mengikuti perkembangan dan perubahan jaman.

IV. Penutup
Sekian dan terima kasih semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Notaris
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
5. Staatsblad 1870 Nomor 64 Tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik.
12. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2019 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian,
Dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
13. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang Bentuk Dan Ukuran Cap/Stempel Notaris.
14. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, Dan Tata Kerja Majelis Pengawas.
15. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris.
16. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2016 Tentang Formasi Jabatan Notaris Dan Penentuan Kategori Daerah.
17. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2016 Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.
18. Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten, 29-30
Mei 2015.
19. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris.
20. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.03.HT.03.10 TAHUN 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan
Notaris.
21. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Pengesahan Badan Hukum Yayasan.
22. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan.
23. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2013 Tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara
Elektronik.
24. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
25. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
26. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.
27. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2019 Tentang Tata Cara Permohonan Salinan Surat Keputusan Dan/Atau Salinan Surat
Penerimaan Pemberitahuan Badan Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan Dan Perkumpulan.
28. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor
2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan.
29. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2019 Tentang Pengesahan Koperasi.
30. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2018 Tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, Dan Persekutuan
Perdata.

PPAT
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 2009
Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Ujian, Magang, Pengangkatan,
Pengangkatan Kembali, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
1998 tentang pelimpahan Wewenang Pengangkatan Dan Pemberhentian Camat sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
7. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan.
8. Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017 Tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
9. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor Nomor 354/Kep-100.17.3/
VIII/2014 tentang Kewenangan Pengesahan Kecocokan Fotokopi Dengan Aslinya Untuk
Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Tidak Merangkap Notaris.
10. Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 208/KEP-17.3/VIII/2015 tentang Daerah Kerja Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
11. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
13. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah.
14. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013
Tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
15. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
17. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara
Elektronik.
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Umum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Pihak Pelapor
Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
4. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : PER-11/
1.02/PPATK/06/2013 Tentang Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi
Penyedia Jasa Keuangan.
5. Peraturan Kepalapusat Pelaporan Dananalisis Transaksi Keuangan Nomor : PER- 02/1.02
/PPATK /02 /15 Tentang Kategori Pengguna Jasa Yangberpotensi Melakukan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
6. Peraturan Kepala pusat Pelaporan Dan analisis Transaksi Keuangan Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Tata cara penyampaian Laporan transaksi Keuangan mencurigakan bagi Profesi.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
DATA PENULIS

Anda mungkin juga menyukai