Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MIKOLOGI

MUSHROOM HUNTING

MIKOLOGI

KELOMPOK 6:

IIN KURNIA F1071171001

WIWIK HARTIKA F1071171024

PRIVITA MAULIDYA F1071171031

NISA DANIA ATIMI F1071171063

GUSTI RAMADHANI F1072161025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
A. TUJUAN
Pelaksanaan paktikum yang berjudul Mushroom Hunting ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui proses pembuatan spore print
2. Mengetahui proses pembuatan awetan basah dan awetan kering
3. Mengidenifikasi jamur yang ada di lingkungan sekitar kampus
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur

B. METODOLOGI
1. ALAT DAN BAHAN
a) Alat:
- Lembar identifikasi - Baskom/toples
- Botol selai - Selotip
- Plasik bening - gunting
- Karet gelang
b) Bahan:
- Kertas HVS putih - Air bersih
- Kertas HVS hitam - Alkohol
- Jamur (3 spesies) - Formalin

2. CARA KERJA
1) Identifikasi Jamur
a. Lakukan pencarian jamur dengan metode jelajah
b. Amati dan identifikasi jamur dengan bantuan lembar identifikasi
c. Catat faktor lingkungan beserta substrat yang berada di sekitar
jamur
d. Koleksi jamur yang didapatkan
2) Spore Print
a. Identifikasi jamur yang ada di alam dengan bantuan lembar
identifikasi
b. Amati dan catat faktor lingkungan sekitar jamur
c. Koleksi jamur yang akan dibuat spore print
d. Letakkan jamur di atas kertas (putih/hitam)
e. Tutup jamur menggunakan baskom/toples
f. Amati jatuhan spora pada 12 jam dan 24 jam
3) Awetan Basah Dan Kering
a. Awetan Basah
1) Identifikasi jamur yang ada di alam dengan bantuan lembar
identifikasi
2) Amati dan catat faktor lingkungan sekitar jamur
3) Koleksi jamur yang akan dibuat awetan
4) Bersihkan jamur menggunakan aquades
5) Masukkan jamur kedalam larutan formalin 4%
6) Tutup rapat
7) Beri label identifikasi pada tempat awetan
b. Awetan Kering
1) Identifikasi jamur yang ada di alam dengan bantuan lembar
identifikasi
2) Amati dan catat faktor lingkungan sekitar jamur
3) Koleksi jamur yang akan dibuat awetan
4) Bersihkan jamur menggunakan aquades
5) Semprot jamur menggunakan alkohol 96%
6) Tutup jamur menggunakan kertas
7) Keringkan jamur selama ± 3 hari, hingga jamur benar-benar
kering
8) Beri label identifikasi pada tempat awetan
C. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1
Nama (lokal dan
No Gambar di habitat Hasil
latin)
Spore print

Awetan Basah

Awetan kering

Tabel 2

Nama (lokal dan


No Gambar Deskripsi
ilmiah)

1
2

D. PEMBAHASAN
Praktikum “Mushroom Hunting” bertujuan untuk mengetahui
proses pembuatan spore print, mengetahui proses pembuatan awetan basah
dan awetan kering, mengidentifikasi jamur yang ada di sekitar kampus,
dan mengetahui faktor yang memengaruhi pertumbuhan jamur.
Spora yang lepas dari badan buah dan jatuh pada suatu benda akan
membentuk tumpukan spora (spore print), yaitu seperti lapisan tepung
berwarna putih. Spora tersebut akan melekat kuat di tempat jatuhnya
spora. Ukuran spora tunggal sangat kecil sehingga tidak bisa dilihat
dengan mata biasa dan hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Spora
tersebut tetap mempunyai viabilitas (daya hidup) yang tinggi dalam waktu
yang sangat lama apabila disimpan pada kondisi kering.
Dalam pembuatan spore print, langkah-langkah yang dilakukan yaitu
disiapkan kertas berwarna hitam. Selanjutnya, jamur diletakkan di atas
kertas dengan permukaan tudung jamur bagian bawah menghadap kertas
hitam. Kemudian, jamur ditutupi dengan toples bening agar spora yang
jatuh tidak tertiup angin. Jamur dibiarkan selama 12 jam hingga spora
jatuh pada kertas hitam. Setelah 12 jam, spora yang kami peroleh memiliki
tekstur seperti tepung dan spora yang jatuh mengikuti bentuk lamela pada
tudung jamur Basidiomycota.
Menurut, herbarium awetan basah adalah spesimen tumbuhan yang
telah diawetkan dan disimpan dalam suati larutan. komponen utama yang
digunakan dalam larutan pengawet adalah alkohol dan formalin.
Menurut Yayuk (2010), terdapat dua jenis koleksi awetan, yaiu
awetan basah dan awetan kering. Awetan basah adalah koleksi awetan
yang disimpan dalam larutan alkhol 70%, sedangkan awetan kering adalah
koleksi awetan yang diawetkan dengan bahan kimia berupa formalin dan
boraks. Pada praktikum ini, penggunaan alkohol adalah untuk
mengawetkan awetan kering tujuannya adalah untuk mengawetkan agar
tubuh jamur dapat terjaga dan tidak terurai oleh pengurai atau bakteri.
Pada awetan basah, digunakan formalin yang tujuannya seperti
penggunaan alkohol pada awetan kering, yaitu menjaga keutuhan tubuh
jamur agar tetap terjaga dan tidak terurai oleh bakteri. Alkohol memiliki
kekurangan yaitu dapat menyebabkan hilangnya warna asli tumbuhan dan
juga harga yang relatif mahal. Sedangkan formalin lebih murah harganya.
Selain itu, formalin tidak terlalu besar daya larutnya terhaap warna-warna
yang terdapat pada tumbuhan. Kelebihan herbarium awetan basah yaitu
spesimen yang diawetkan tiak kehilangan sifat-sifat aslinya, seperti
bentuk, susunan, bahkan warnanya (Tjitrosoepomo, 2005)
Faktor lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan jamur,
seperti oksigen, air (kelembapan), suhu, pH, dan cahaya. Pertumbuhan
jamur tidak akan baik jika salah satu faktor lingkungan tersebut tidak
terpenuhi. Berikut ini merupakan faktor yang mempegaruhi pertumbuhan
jamur, antara lain:
1. Oksigen
Hampir semua fungi memerlukan oksigen untuk hidupnya (aerob).
Namun, ada pula fungi yang mampu hidup dalam kondisi kekurangan
oksigen atau dengan kadar karbondioksida tinggi.
2. Air
Jamur memerlukan air bebas untuk tumbuh dan berkembang di dalam
atau pada permukaan substrat. Namun, fungi perusak benih mampu
hidup pada benih berkadar air 13,2% yang di dalamnya sudah tidak
terdapat air bebas lagi.
3. Suhu
Sebagian besar fungi, termasuk jamur, bersifat mesofili. Artinya, jamur
tumbuh pada kisaran suhu 10-40o C dengan pertumbuhan optimum
pada kisaran suhu 25-35o C.
4. Derajat Kemasaman (pH)
Secara umum fungi, termasuk jamur, menghendaki medium dengan
pH sekitar 6. Namun, ada beberapa jamur yang juga lebih menyukai
kondisi media masam.
5. Cahaya
Cahaya tidak terlampau diperlukan untuk pertumbuhan fungi secara
keseluruhan. Namun, cahaya menjadi sangat penting dalam
pembentukan tubuh buah atau pembentukan spora atau pelepasan
spora untuk fungi yang bersifat fototropisme positif.
Pada praktikum kali ini kami membuat awetan basah dan awetan
kering. Adapun cara kerjanya yaitu sebagai berikut :
a. Cara pembuatan awetan kering jamur
Diusahakan jamur yang didapatkan secara utuh, kemudian
dibersihkan dengan hati-hati jamur tersebut agar tidak rusak,
semprotkan alcohol 70 % untuk mencegah kerusakan dan agar lebih
tahan lama. disedikan kertas hvs secukupnya, diatur dan diletakkan
jamur pada kertas hvs tersebut hendaknya menghadap keatas dan
sebagian menghadap kebawah terhadap kertas hvs tersebut , kemudian
diatur sedemikian rupa agar jamur tersebut posisinya tetap baik.
Ditutup lagi dengan kertas hvs, sampai sampai jamur tertutupi dengan
rapat, kemudian pada sisi tepi kertas hvs direkatkan dengan isolasi.
Dijemur dibawah sinar matahari sampai jamur tersebut benar benar
kering, agar ketika disimpan dapat bertahan lebih lama. Setelah jamur
tersebut kering kertas hvs dibuka, jamur dimasukkan kedalam wadah
yang tertutup, diberi label berisi keterangan tentang jamur tersebut
pada bagian luar wadah (toples) tersebut. Disimpan di tempat yang
kering dan tidak lembab.
b. Cara pembuatan awetan basah jamur
Jamur dibersihkan dari subtrat yang masih tertinggal pada jamur
dengan dengan hati hati, kemudian dimasukan formalin pada wadah
(toples) secukupnya. Jamur dimasukkan kedalam wadah tersebut yang
telah berisikan formalin kemudian ditutup dengan plastik dan ditutup
lagi dengan tutupnya. Di pastikan wadah tersebut tertutup dengan
baik, agar jamur tersebut dapat bertahan lebih lama. Diberi label berisi
keterangan tentang jamur yang dijadikan awetan tersebut.

Deskripsi jamu yang kami jadikan untuk pembuatan spore print, awetan
basah dan awetankering yaitu sebagai berikut:
a. Jamur yang dibuat spore print
Jamur ini memiliki tudung yang berwarna putih berbentuk cembung
melebar dengan permukaan tudung (pileal surface) yang berkerut, tepi
tudungnya (pileus margin) bergaris halus. Bentuk bilahnya (gill
attachment) bercabang ketepi yang menempel satu sama lain dengan
tepi bilah yang bergerigi. Memiliki bentuk tangkai (stipe shape) yang
bulat, terletak di pusat serta permukaan tangkainya yang halus. Jamur
ini tidak memiliki cincin, dasar tangkainya (stipe base) membulat dan
tidak ada selubung tepi, tangkainya berwarna putih. Jamur ini juga
memiliki tipe cawan (volva type) yang menempel pada rhizoidnya.

b. Jamur yang dibuat awetan kering


Jamur ini memiliki tudung yang berwarna coklat berbentuk
cembung melebar dengan permukaan tudung (pileal surface) yang
berlekuk, serta tepi tudung (pileus margin) yang sedikit berlekuk.
Jamur ini tidak mempunyai bilah (gill attachment). Memiliki bentuk
tangkai (stipe shape) yang sama besarnya dari pangkal sampai ujung
yang terletak di pusat serta memiliki permukaan tangka yang halus.
Jamur ini tidak memiliki cincin, tangkainya berwarna putih dengan
dasar tangkai (stipe base) yang berbentuk cincin esentrik,. Jamur ini
juga memiliki tipe cawan (volva type) yang menempel langsung tetapi
berserabut.

c. Jamur yang dibuat awetan basah


Jamur ini memiliki tudung yang berwarna putih abu-abu yang lebar
dengan permukaan tudung (pileal surface) yang berfibri, serta tepi
tudung (pileus margin) yang bergaris halus. Jamur ini tidak
mempunyai bilah (gill attachment). Bentuk bilahnya (gill attachment)
teratur atau tertata yang menempel satu sama lain dengan tepi bilah
yang bergerigi. Memiliki bentuk tangkai (stipe shape) yang sama
besarnya dari pangkal sampai ujung yang terletak di pusat serta
memiliki permukaan tangka yang halus. Jamur ini tidak memiliki
cincin, tangkainya berwarna putih dengan dasar tangkai (stipe base)
yang berbentuk cincin esentrik,. Jamur ini juga memiliki tipe cawan
(volva type) yang menempel pada rhizoidnya.
Ingin

DAFTAR PUSTAKA
Yayuk, S. Hartini, U. & Sartiami. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi
dan Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta.

Anda mungkin juga menyukai