Anda di halaman 1dari 40

HACCP TEMPE BUMBU RUJAK

Disusun sebagai salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi Rumah Sakit (SPMIRS)

Di Instalasi Gizi RSUD Al – Ihsan Provinsi Jawa Barat

Oleh :

M. Anandia Arifka (P031713411059)

Nery Octivani (P031713411063)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN GIZI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Instalasi Gizi RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
penunjang yang menyelenggarakan makanan bagi pasien rawat inap.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit ini dilakukan untuk menyediakan
makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasien.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan penampilan, rasa,
tekstur, aroma, dan sanitasi dari makanan tersebut. Salah satu cara pengawasan
mutu makanan dengan cara menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP), sehingga makanan yang disajikan terjaga keamanannya untuk
dikonsumsi.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu


program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang
untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini
merupakan pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan
keamanan pangan secara bermakna (Arisman, 2009).

Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar, tetapi


WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat
rumah tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis
makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko. Sistem HACCP bukan
merupakan sistem jaminan pangan yang zero-risk atau tanpa risiko, tetapi
dirancang untuk meminimalkan risiko bahaya keamanan (Arisman, 2009).

Salah satu hidangan lauk nabati yang disediakan oleh bagian Instalasi Gizi
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat sebagai menu biasa bagi pasien adalah
Tempe Bumbu Rujak. Pada lauk nabati ini perlu dilakukan tindakan HACCP.
Selain bahaya yang berasal dari bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat
penerimaan maupun persiapan bahan baku. Bahaya tersebut timbul bila kualitas
bahan tidak sesuai dengan standar, ada kontaminasi dengan bahan makanan yang
lain dan kebersihan yang lain dan kebersihan alat yang digunakan. Oleh karena
itu, untuk menerapkan HACCP kami melakukan pengamatan tentang
“Pengawasan Mutu Makanan atau Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) pada Tempe Bumbu Rujak”

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana mutu makanan Tempe Bumbu Rujak pada tahapan proses
penyelenggaraan makanan yang diolah di Instalasi Gizi RSUD Al-Ihsan Provinsi
Jawa Barat?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu melakukan pengawasan mutu makanan sesuai dengan
tahapan proses penyelenggaraan makanan pada menu Tempe Bumbu Rujak.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui Prinsip dan langkah Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP)
b. Untuk mengetahui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Tempe Bumbu Rujak
c. Untuk mengetahui Critical Control Point (CCP) pada Tempe Bumbu
Rujak
d. Untuk mengetahui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan
pada Tempe Bumbu Rujak

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa


Memberikan suatu kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu
yang diperoleh dan menambah pengalaman dari permasalahan yang ditemui .

1.4.2 Bagi Instalasi Gizi RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat


Sebagai bahan evaluasi terhadap hasil olahan yang disajikan dan dapat
mengatasi atau mengurangi penyimpangan kualitas dan keamanan yang udah.
1.4.3 Bagi Pasien/ Konsumen
Sebagai jaminan mutu keamanan pangan pada menu Tempe Bumbu Rujak,
terutama bagi pasien di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tempe


Tempe merupakan makanan bergizi asli indonesia sebagai sumber nabati
yang cukup penting bagi masyarakat. Kandungan gizi tempe mampu bersaing
dengan bahan pangan non nabati seperti daging, telur, dan ikan, baik kandungan
protein, vitamin, mineral maupun karbohidrat (Silvia, 2009). Tempe semakin
digemari orang bukan hanya rasanya yang gurih dan lezat juga karena memang
sarat gizi. Kadar protein dalam tempe 18,3 g per 100 g tempe merupakan alternatif
sumber protein nabati, yang kini semakin popular dalam gaya hidup manusia
modern (Murniyati, 2007).
Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari
fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. Kapang yang tumbuh akan
membentuk hifa, yaitu benang putih yang menyelimuti permukaan biji kedelai
dan membentuk jalinan misellium yang mengikat biji kedelai satu sama lain,
membentuk struktur yang kompak dan tekstur yang padat. Tempe memiliki
banyak manfaat bagi tubuh manusia, di antaranya menurunkan flatulensi dan
diare, menghambat biosintesis kolesterol dalam hati, mencegah oksidasi LDL,
menurunkan total kolesterol dan triasilgliserol, meningkatkan enzim antioksidan
SOD, dan menurunkan risiko kanker rectal, prostat, payudara, dan kolon (Astuti,
dll., 2000).
Syarat mutu tempe menurut SNI 3144:2015 dapat dilihat pada tabel 2.1

No. Jenis uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Tekstur Kompak, jika di iris tetap
utuh (tidak mudah rontok)
1.2 Warna Putih merata pada seluruh
permukaan
1.3 Bau Bau khas tmepe tanpa adanya
bau amoniak
2 Kadar air Maks. 65
3 Kadar lemak Min. 7
4 Kadar protein Min. 15
5 Kadar serat kasar Maks. 2,5
6 Cemaran logam
6.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,2
6.2 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,25
6.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40
6.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,025
8 Cemaran mikroba
8.1 Colliform Maks. 10
8.2 Salmonella Sp. Negatif/25 g

2.2 Pengertian HACCP


Pengertian singkat dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
adalah maksud dari menjamin kemanan pangan. Menurut Codex Alimentarius
commission (1997) HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi,
mengevaluasi dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam
keamanan pangan. HACCP menjadi begitu penting sebagai suatu komponen dari
cara-cara berproduksi pangan secara komersil, misalnya di bidang pertanian dan
produksi.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem


jaminan mutu yang mendasarkan jepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard
(bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi
pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman
bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi
titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.
Secara umum HACCP digunakan untuk menetapkan suatu bingkai atau
sistem untuk menjalankan bagaimana implementasi dari prosedur HACCP di
setiap sektor yang dapat digunakan untuk mengembangkan jaminan setiap rantai
penyediaan mulai dari prosedur penyediaan pangan mentah atau proses
penyediaan makanan sampai ke konsumen. Pada setiap perusahaan atau industry
makanan menggunakan sistem HACCP sebagai salah satu sistem dan erat
kaitannya dengan sistem yang lain seperti GMP (Good Manufacturing Practices),
ISO (International Organization for Standardization) dan standar-standar lain yang
berlaku di negara bersangkutan dengan tujuan untuk menjamin kualitas makanan
(Van der Spiegel et al., 2003).

2.3 Ruang Lingkup HACCP


Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam
industri pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap
keamanan pangan, misal : bahan mentah, ingredient, dan bahan tambahan, praktek
pengolahan makanan, peranan proses pengolahan dan pengendalian bahaya, cara
mengkonsumsi produk, resiko masyarakat konsumen, dan keadaan epidemiologi
yang menyangkut keamanan pangan. Berdasarkan Ebook pangan (2006) untuk
mmperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam penerapan/implementasi
HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :

A. Pembentukan Tim HACCP

Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk


memotivasi dan menginformasikan tentang HACCP kepada para
karyawan. Seleksi tim sebaiknya dibentuk oleh ketua tim (koordinator tim,
yang diangkat lebih dahulu) atau oleh seorang ahli HACCP (bisa dari luar
atau dari dari dalam pabrik). Hal yang terpenting adalah mendapatkan tim
dengan komposisi keahlian yang benar (multidisiplin) sehingga dapat
mengumpulkan dan mengevaluasi data-data teknis, serta mampu
mengidentifikasi bahaya dan mengidentifikasi titik kendali kritis (TKK)
atau CCP (Critical Control Points). Orang-orang yang dilibatkan dalam tim
yang ideal adalah meliputi :
a. Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control

b. Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses


produksi)

c. Personil dari bagian teknis atau Engineering

d. Ahli Mikrobiologi

Pada perusahaan yang kecil, satu orang dapat menguji posisi-posisi


di atas dan bahkan dapat menggantikan seluruh tim HACCP. Dalam
kasus ini perlu bantuan konsultan atau saran-saran dari pihak luar.

Tugas tim HACCP terdiri atas ketua atau coordinator tim dan
beberapa anggota tim. Tugas tim HACCP harus meliputi hal-hal
berikut :

a. Tugas Ketua Tim HACCP

1. Menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan


digunakan.
2. Mengarahkan disain dan implementasi Sistem HACCP dalam
pabrik
3. Mengkoordinasi dan mengetuai pertemuan-pertemuan Tim.
4. Menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah
memenuhi ketentuan Codex, memperhatikan pemenuhan sistem
terhadap peraturan-peraturan atau standar yang berlaku dan
kefektivitas dari sistem HACCP yang akan dibuat.
5. Memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP.
6. Memelihara dan mengimplementasi hasil-hasil audit internal
sistem HACCP
7. Karena ketua Tim merupakan ahli HACCP diperusahaan/pabrik,
maka harus
mempunyai keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta
mempunyai perhatian yang tinggi terhadap jenis usaha yang
dijalankan.
b. Tugas Anggota Tim HACCP

1. Mengorganisasi dan mendokumentasikan studi HACCP dalam


pabrik yang bersangkutan.
2. Mengadakan kaji ulang (pengkajian) terhadap semua
penyimpangan dari batas kritis.
3. Melakukan internal audit HACCP Plan (Rencana HACCP atau
Rencana Kerja Jaminan Mutu).
4. Mengkomunikasikan operasional HACCP.

Tim HACCP harus membuat Rencana HACCP (HACCP Plan), menulis


SSOP dan memverifikasi dan mengimplementasikan system HACCP. Tim harus
mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan
pangan.Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu
meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.

B. Deskripsi Produk
Penjelasan produk secara rinci mengenai komposisinya, struktur
fisik/kimia (termasuk aw, pH, dll.), pengemasan, informasi keamanan,
perlakuan pengolahan, (perlakuan panas, pembekuan, penggaraman,
pengasapan, dll.) penyimpanan (kondisi dan masa simpan) dan metode
distribusi. Deskripsi produk terdiri dari :
a. Nama produk
b. Komposisi
c. Karaktersitik produk akhir
d. Metode pengawetan
e. Pengemasan – primer
f. Pengemasan – pengiriman/pengapalan
g. Kondisi penyimpanan
h. Metode distribusi
i. Masa simpan
j. Pelabelan khusus
k. Persiapan konsumen

Deskripsi lengkap dari produk harus digambarkan, termasuk informasi


mengenal komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan-perlakuan
(pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengasapan),
pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, pesyaratan standar,
metoda pendistribusian, dan lain-lain. Didalam menetapkan deskripsi
produk, perlu diperhatikan dan di identifikasi informasi yang akan
berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka
identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu
pengembangan batas-batas kritis.

Beberapa informasi dasar yang dapat memberikan petunjuk akan


potensi bahaya adalah :
a. Pengendalian suhu yang benar untuk mencegah tumbuhnya bakteri,
yang mempengaruhi umur produk dan persyaratan konsumen
b. Jenis pengemas utama adalah factor penting dalam mengendalikan
pertumbuhan bakteri, bahkan beberapa jenis pengemas dapat
langsung dinyatakan mencegah bakteri pathogen aerobic
c. Metode distribusi, hal ini penting menginformasikan bahwa pada
semua tahap distribusi harus dalam kondisi yang sama
d. Persyaratan konsumen, dalam beberapa hal konsumen meminta
pesryaratan tertentu

C. Identifikasi Penggunaan produk


Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan
penggunaan ini harus didasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari
produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokan konsumen penting
dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk.
Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
apakah produk tersebut dapat di distribusikan untuk memberikan informasi
apakah produk tersebut dapat di distrtibusikan kepada semua populasi atau
hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit, dan lain-
lain).
Sedangkan cara menangani dan mengkonsumsi produk juga
penting untuk selalu memberi perhatian, misalnya produk produk siap
santap memerlukan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya
kontaminasi.
Identifikasi pengguna produk yang ditujukan, konsumen sasaran
nya dengan referensi populasi yang peka (sensitif).

D. Penyusunan Diagram Alir


Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir
proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak
diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkan nya produk jadi untuk
disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses
sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja
akan memeperbesar perkerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-
produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama
distrribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi sangat penting.
Diagram alir harus meliputi seluruh tahap tahap dalam proses secara
jelas mengenai :
a. Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi,
penyimpanan dan penundaan dalam proses
b. Bahan-bahan yang dimasukan kedalam proses seperti bahan baku,
pengemasan, air dan bahan kimia
c. Keluaran dan proses seperti limbah pengemasan, bahan baku,
produk, in-progress, produk rework, dan produk yang dibuang
(ditolak).

E. Verifikasi Diagram Alir


Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk
menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses
tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang
sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah
dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
Diagram alir proses yang harus diverifikasi ditempat, dengan cara :
a. Mengamati aliran proses
b. Kegiatan pengambilan sampel
c. Wawancara
d. Operasi rutin/non-rutin

F. Analisis Bahaya
Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
konsumen secara negative yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di
dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan
dampak merugikan kesehatan. Langkah ke enam ini merupakan penjabaran
dari prinsip pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi
bahaya , analisis bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan.

a. Identifikasi Bahaya
Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus
mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap
dan sedapat mungkin mengidentifikasi tindkan pencegahannya.
Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang dapat
mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen. Yaitu
bahaya biologis, bahaya kimia dan fisik.
b. Analisis Bahaya
Tim HACCP berikutnya mendefinisikan dan menganalisis setiap
bahaya, Untuk pencantuman dalam daftar, bahaya harus bersifat
jelas hingga untuk menghilangkan atau menguranginya sampai
pada tingkat yang dapat diterima adalah penting dalam produksi
pangan yang aman Dalam analisa bahaya seharusnya mencakup:

1. Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap


kesehatan

2. Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari bahaya

3. Ketahanan Hidup atau perkembangan bahaya potensial


mikroorganisme

4. Produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam


makanan

5. Kondisi yang mempunyai tendensi menuju terjadinya


bahaya.

Tahap analisa selanjutnya adalah menetapkan signifikansi bahaya


diman merupakan hasil analisa antara tingkat peluang atau peluan
kejadian dengan tingkat keakutan (severity) dari bahaya.

c. Analisa Resiko

Istilah resiko dalam HACCP yang digunakan dalam hal ini adalah
sebagai peluang kemungkinan suatu budaya akan terjadi. Menurut MD,
1996, dalam sistem keamanan pangan biasa ditetapkan berdasarkan
kategori resiko, yang secara sederhana dibagi dalam kelompok resiko
tinggi, resiko sedang atau resiko rendah, Pengkategorian ini kemudian
dengan kombinasi dengan tingkat keakutan dapat menjadi dasar
menentukan signifikansi dari bahaya.

Beberapa sumber resiko yang mungkin terjadi untuk menetapkan


peluang kejadian yang juga perlu mendapat perhatian: Sejarah produk
keluhan konsumen. Laporan morbiditas dan mortalitas, regulasi, model
pendugaan, hasil riset dan literatur. Sedangkan pengkategorian
selanjutnya adalah tingkat beratnya/ketakutan bahaya yang dapat
menyebabkan masalah keamanan pangan yang dikelompokkan dalam
bahaya tinggi, sedang dan rendah.

Pengelompokan lain yang perlu dipertimbangkan adalah terhadap


bahaya kimia dan fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya
kimia dan fisik dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tingkat keakutan bahaya tinggi Bahaya yang mengancam jiwa manusia

2. Tingkat keakutan bahaya sedang: bahaya yang mempunyai potensi


mengancam jiwa manusia

3. Tingkat keakutan bahaya rendah: bahaya yang mengakibatkan pangan


tidak layak konsumsi.

d. Pengembangan Tindakan Pencegahan

Tahap selanjutnya setelah menganalisis bahaya adalah


mengidentifikasi tindakan pencegahan yang mungkin dapat
mengendalikan setiap bahaya. Tim kemudian harus mempertimbangkan
apakah tindakan pencegahan, jika ada, yang dapat diterapkan untuk setiap
bahaya.Tindakan pencegahan adalah semua kegiatan dan aktivitas yang
dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil pengaruhnya
atau keberadaan pada tingkat yang dapat diterima Lebih dari satu tindakan
pencegahan yang mungkin dibutuhkan untuk pengendalian bahaya-bahaya
yang spesifik dan lebih dari satu bahaya yang mungkin dikendalikan oleh
tindakan pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa
tindakan/bahan kimia, fisik atau lainnya yang dapat mengendalikan bahaya
keamanan pangan. Tindakan pencegahan dalam mengatasi bahaya dapat
lebih dari satu bila dibutuhkan.

Tahap ini merupakan tahap penting setelah analisa balaya/hazard


akan pencegahan didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dapat
menghambat timbulnya bahaya hazard ke dalam produk dan mengacu
pada prosedur operasi dimana pada setting tabiat para pekerja dipekerjakan
Karena konsep HACCP adalah mempunyai sifat pencegahan, maka dalam
mendesain HACCP tindakan pencegahan harus selalu menjadi perhatian.
Berikut beberapa contoh tindakan pencegahan :

1. Pemisahan bahan baku dengan produk akhir dalam penyimpanan

2. Menggunakan sumber air yang sudah bersertifikat

3. Kalibrasi timbangan dan temperature

4. Menggunakan truck yang mempunyai kemampuan mengatur suhu, dll

G. Penetapan CCP

Pada bagian kedua dari pengembangan HACCP adalah pengembangan


atau penentuan Critical Control Point (CCP). Tahap ini merupakan kunci dalam
menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya (hazards) yang sudah
diidentifikasi.

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di


dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik. kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi.
CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi
potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya.

CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang


proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa
bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan
lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat
menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.
Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu
sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan pangan.

Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar Codex


Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa
Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree), seperti tergambar pada
Gambar 1 (terlampir), Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis
yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan
memfasilitasi dan membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP
atau bukan Dengan menggunakan diagram ini membawa pola pikir analisa yang
terstrukur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap
dan setiap bahaya yang teridentifikasi.

H. Penetapan Batas Kritis

Merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan


referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi. Batas kritis ini tidak
boleh terlampaui, karena batas-batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang
menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Beberapa contoh yang umumnya
digunakan sebagai limit adalah suhu, waktu, kadar air. jumlah bahan tambahan,
berat bersih dan lain-lain.

Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus
lebih dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Kriteria yang
kerap kali dipergunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkatkelembaban,
pH, Aw dan chlorine yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca
indra seperti kenampakan dan tekstur.

Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak
aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman Batas
kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif
mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.

Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses
produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika
tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi Batas kritis
fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing, atau
kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh
parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam,
ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptic.
Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia atau dengan
kendali bahaya mikrobiologis melalui formulasi produk dan factor intrinsik.
Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pli, aw;
alergen, dan sebagainya. Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan
karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor, tingkat
kontaminasi produk oleh patogen rendah(<1%). biaya mahal, pengukuran fisik
dan kimia dapat digunakan sebagai indicator pengukuran atau pengendalian
mikrobiologis.Penetapan batas kritis dapat dilakukan melalui beberapa sumber,
antara lain:

1. Data yang sudah dipublikasi (Codex, ICMSF, FDA, Depkes,


Deperindag, dll.)

2. Advis pakar konsultan, asosiasi penelitian, perusahaan


peralatan, pemasok bahankimia pembersih, ahli mikrobiologi,
toksikologis, sarjanateknik proses.

3. Data eksperimental (eksperimen pabrik, pemeriksaan


mikrobiologis spesifik dari produk dan ingridien)

4. Modelling matematik simulasi komputer terhadap karakteristik


ketahanan hidup danpertumbuhan dari bahaya mikrobiologis
dalam sistem pangan.

I. Prosedur Pemantauan

Monitoring dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau


observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan
ini untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun
prosedur monitoring pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa,
bagaimana dan kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan
metode apa, siapa yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan
Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu
checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang dickam ke dalam suatu
datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara
pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan
orang yang melakukan pemantauan.

Pertanyaan apa harus dijawab apa yang dimonitor, yaitu berdasarkan Datas
kritis yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan
mengapa dijawab dengan alasan bahwa tidak dimonitor apabila melampau batas
kritis akan menyebabkan tidak terkendalinya bahaya tertentu dan memungkinkan
menyebabkan tidak amannya produk Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada
titik mana atau pada lokasi mana monitoring harus dilakukan. Pertanyaan
bagaimana menanyakan metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau
pengukuran tertentu. Berikutnya adalah pertanyaan kapan dilakukan monitoring,
idealnya minimal dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau
data lain yang menetapkan periode suatu monitoring. Terakhir adalah pertanyaan
siapa yang melakukan monitoring idealnya adalah personil yang mempunyai
akses yang sangat mudah pada CCP, mempunyai keterampilan dan pengetahuan
akan CCP dan cara monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman.

Monitoring batas kritis ini ditujukan untuk memeriksa apakah prosedur


pengolahan atau penanganan pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk
mempertahankan keamanan produk.

Monitoring dapat dilakukan dengan cara observasi atau dengan


pengukuran pada contoh yang diambil berdasarkan statistik pengambilan. contoh
Ada lima cara monitoring CCP :

a. Observasi visual

b. Evaluasi sensori

c. Pengujian fisik

d. Pengujian kimia

e: Pengujian mikrobiologi
Monitoring idealnya harus memberikan informasi ini pada waktunya untuk
tindakan perbaikan yang dilaksanakan untuk mendapatkan kembali pengendalian
dari proses sebelum diperlukan penolakan produk. Data yang diperoleh dari
pemantauan dinilai oleh orang ditetapkan/ditunjuk dengan pengetahuan dan
kewenangan untuk membawa tindakan perbaikan jika diperlukan. Jika
pemantauan tidak terus menerus maka jumlah atau periode pemantauan harus
cukup untuk menjamin CCP berada dalam pengendalian.

Umumnya prosedur monitoring untuk CCP perlu dilaksanakan dengan


cepat karena mereka berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan waktu untuk
analisa pengujian yang lama. Pengukuran fisik dan kimia kerapkali lebih
digunakan daripada pengujian mikrobiologi karena mereka dapat dikerjakan
dengan cepat dan kerap kali dapat menunjukkan cara pengendalian mikrobiologi
dari produk. Semua dokumen dan pencatatan yang berhubungan dengan
monitoring CCP harus ditandatangani oleh seseorang yang melakukan monitoring
dan oleh penanggung jawab.

J. Penetapan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas


kritis suatu CCP Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan,
sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan
berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses
produksi sebelum penyimpanga dikoreksi diperbaiki, atau produk ditahan tidak
dipasarkan dan diuji keamanannya Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antar lain mengeliminasi produk dan kerja ulang
produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang
telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif.

Tindakan koreksi yang spesifik harus ditetapkan untuk setiap CCP dalam
sistem HACCP untuk digunakan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP
tersebut. Tindakan tersebut harus menjamin babwa CCP telah berada dalam
keadaan terkontrol. Tindakan yang diambil harus juga menyangkut penanganan
yang sesuai untuk produk yang terpengaruh atau terkena penyimpangan terhadap
suatu CCP. Prosedur penanganan produk yang kena penyimpangan harus
didokumentasikan dalam dokumen pencatatan HACCP (HACCP record keeping).

Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil jika hasil
monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis (CCP) menunjukkan adanya
kehilangan kontrol (loss of control). Jika HACCP digunakan untuk semua aspek
mutu produk, maka definisi tindakan koreksi adalah: Tindakan koreksi adalah tiap
tindakan yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan
kritis, titik mutu kritis, atau titik kontrol proses menunjukkan adanya kehilangan
kontrol. Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu :

a. Tindakan Segera (Immediete Action)

1. Penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali

2. Menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak


penyimpangan.

b. Tindakan Pencegahan (preventative Action)

1. Pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi

2 Pencatatan tindakan koreksi

K. Menetapkan Prosedur Verifikasi

Metode, prosedur dan pengujian verifikasi dan audit termasuk random


sampling dan analisis, dapat dipakai untuk menentukan apakah sistem HACCP
berjalan dengan benar dan lancar. Frekuensi dari verifikasi harus cukup untuk
mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. Verifikasi adalah
pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa sistem
seperti yang telah tertulis bahwa makanan yang diproduksi aman untuk
dikonsumsi dan mutunya bagus, benar-benar ikuti Informasi yang didapat melalui
verifikasi harus dipakai untuk meningkatkan sistem HACCP. Pada dasamya
verifikasi adalah aplikasi suatu metoda, prosedur pengujian dan evaluasi lain,
yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana HACCP.

a. Manfaat Verifikasi

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman sistem HACCP oleh seluruh


personal perusahaan

2. Menyediakan bukti yang terdokumentasi

3. Merupkan tinjauan (review) yang obyektif dan independen

4. Memelihara rasa percaya (confidence) terhadap rencana HACCP

5.Identifikasi adanya kesempatan untuk peningkatan unjuk kerja/perbaikan

6. Menjamin dokumen yang tidak relevan dan out of date sudah dibuang

7. Menjamin adanya peningkatan yang berkesinambungan.

8.Jika memungkinkan, aktivitas-aktivitas validasi harus termasuk


kegiatan-kegiatan untuk mengkonfirmasikan efisiensi dari semua
elemen rencana HACCP.

c. Contoh-Contoh Elemen-Elemen HACCP Yang Diverifikasi

1. Dokumen tertulis HACCP Plan

2. Rekaman CCP (Review Log Sheet dan Control Chart)

3. Penyimpangan dan Tindakan koreksi yang harus diambil jika


terjadipenyimpangan

4. Perlengkapan processing komplain dengan rencana

5. Verifikasi terhadap peralatan pengujian dan monitoring yang


menunjukkan telah terkalibrasi terhadap standar

6. Review Tindakan Koreksi

7. Laporan-laporan audit
8. Keluhan-keluhan konsumen

9. Rekaman Kalibrasi

10. Rekaman Training

11. Spesifikasi dan hasil analisis bahan baku

12. Rekaman laboratorium

L. Pencatatan dan Dokumentasi

HACCP memerlukan penerapan prosedur pencatatan yang efektif yang


mendokumentasikan sistem HACCP. Pembuatan pencatatan yang efisien
dan akurat sangat penting dalam aplikasi sistem HACCP. Prosedur-
prosedur HACCP harus didokumentasikan. Dokumentasi dan catatan harus
cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan.

a. Contoh-contoh dokumen

1. Dokumen analisa bahaya

2. Dokumen penentuan CCP

3. Penentuan batas kritis

b. Contoh-contoh catatan:

1. Aktivitas monitoring CCP

2. Deviasi dan tindakan koreksi yang dilakukan

3. Modifikasi sistem HACCP

Pencatatan yang akurat terhadap apa yang terjadi merupakan bagian


yang sangat esensial untuk program HACCP yang sukses. Catatan harus
meliputi semua area yang sangat kritis bagi keamanan produk, dan harus
buat pada saat monitoring dilakukan. Catatan membuktikan bahwa batas,
batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil
pada ada batas kritis terlampaui. Catatan merupakan bukti tertulis bahwa
suatu kegiatan telah terjadi. Formulir atau log sheet merupakan template
dimana hasil kegiatan dicatat, Jadi formulir yang telah dilengkapi
merupakan catatan Keuntungan catatan adalah :

1. Menyediakan bukti dokumen bahwa sistem HACCP bekerja

2. Menunjukkan kecenderungan bahwa perusahaan dapat mencegah


masalah yang dapat timbul (terutama jika dikombinasikan dengan alat
kontrol proses secara statistik)

3. Menolong untuk mengidentifikasi penyebab masalah

4. Memberikan dukungan bukti jika terjadi tuntutan hokum

Semua catatan HACCP harus berisi informasi-informasi yaitu judul


dan data kontrol dokumen, tanggal catatan dibuat, inisial orang yang
melakukan pemeriksaan, identifikasi produk (nama, kode batch,
penggunaan sebelum tanggal dll)bahan dan peralatan yang digunakan,
batas kritis tindakan koreksi yang diambil dan oleh siap, dan tempat untk
inisial dan data untuk orang yang mereview catatan Catatan haru disimpan
ditempat yang aman dan terlindung. Kemudahan akses terhadap catatan
memungkinkan internal dan eksternal verifikasi dapat lebih mudah dan
memudahkan para personel untuk dapat memecahkan masalah dan melihat
kecenderungan yang terjadi.

Jenis catatan HACCP yang dapat dijadikan bagian sistem HACCP


adalah HACCP plan dan dokumen-dokumen pendukungnya, catatan
monitoring, catatan tindakan koreksi catatan verifikasi.

2.4 Tujuan dan Manfaat Hazard Analysis Critical Control Point


Tujuan dari penerapan HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penerapan HACCP adalah
memlihara kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus
keracunan pangan (Haryadi, 2001). Adapun tujuan khususnya adalah :
1. mengevaluasi cara produksi pangan untuk mengetahui bahaya yang
mungkin timbul dari pangan

2. memperbaiki cara produksi pangan dengan memberikan perhatian khusus


terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis

3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan


pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan

4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan


karyawan.

Disamping tujuannya, penerapan Hazard Critical Control Point


(HACCP) dapat memberikan manfaat untuk menghasilkan produk yang
sesuai standar maka memerlukan manfaat Hazard Critical Control Point
(HACCP) menurut Subagyo dalam Setiadi (2012), antara lain :

1. Menjamin keamanan pangan

a. Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat

b. Memberikan bukti sistem produksi dan penganan produk yang aman

c. Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan menjamin


keamanannya

d. Memberikan kepuasan pada pelanggan terhadap standar nasional dan

internasional.

2. Mencegah keracunan pangan, karena dalam penerapan sistem


Hazard Critical Control Point (HACCP) bahaya-bahaya dapat
diidentifikasi secara termasuk bagaimana tindakan tindakan
pencegahan dan penaggulangannya.

3. Mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan produksi atau


keamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem
pengujian akhir produk saja
4. Dengan berkembangnya Hazard Critical Control Point (HACCP)
menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah,
memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar di pasar global

5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena


sistemny sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan
pada semua tingkat bisnis pangan

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu Pengawasan


1. Tempat
Pelaksanaan pengamatan HACCP Tempe Bumbu Rujak ini dilakukan di
dapur pengolahan RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.
2. Waktu
Penerapan HACCP pada Tempe Bumbu Rujak ini dilakukan selama 2 hari,
yaitu tanggal 3 - 4 Februari 2020.
3.2 Prosedur
Bahan :

- Tempe 8 Kg
- Lengkuas
- Cabe merah
- Asam jawa
- Daun salam
- Gula merah
- Minyak goreng

Bumbu
Bumbu A :
- Bawang merah
- Bawang putih
- Garam

Cara Membuat :

1) Siapkan bahan-bahannya
2) Tumis bumbu halus, daun salam hingga harum. Masukkan tempe, air,
asam jawa, garam, dan gula merah
3) Masak beberapa saat sampai mendidih dan kuah sedikit menyusut
Untuk : 230 porsi

No Dokumen :
DOKUMEN HACCP
Revisi :

Tanggal :
TIM HACCP
Halaman :

Form 1. Tim HACCP

No. Nama Tanggung Jawab di Riwayat Pelatihan Tanggung


Institusi Jawab dalam
Tim

1. Yulia Teti Gantini, Ka. Instalasi Gizi Ahli Gizi Ketua Tim
S.Gz, RD

2. Wida Widiasih Koord. Pelatihan Hygiene Sanitasi Anggota


AMG, RD Penyelenggaraan Bagi Penjamah Makanan
Makanan

3. Haris Nurdiana Koord Litbang Pelatihan HACCP Pangan Anggota


sofyan AMG, RD

4. M. Anandia Arifka Ahli Mikrobiologi Pelatihan HACCP Pangan Anggota

5. Nery Octivani Ahli Kimia Pangan Pelatihan Kimia Analis Anggota

6. Angdela Kirana Ahli Teknologi Pelatihan HACCP Pangan Anggota


Apdikasary Pangan
Pelatihan GMP

7. Marwaziah Kurniani Kesehatan Pelatihan Hygiene Sanitasi Anggota


Dwiwulan Lingkungan Bagi Penjamah Makanan

Tanggal : Februari 2020 Disetujui Oleh Ketua Tim HACCP


2. Lay Out Dapur Pengolahan
3. Deskripsi Produk

No Dokumen:
DOKUMEN HACCP
Revisi :

Tanggal:
DESKRIPSI PRODUK
Halaman :

1. Nama Produk Tempe Bumbu Rujak

Tempe, minyak goreng, bawang merah, bawang


Bahan Baku Yang
2. putih, garam, laos, cabe merah, asam jawa, daun
Digunakan
salam, dan gula merah.

Karakteristik Produk Tekstur : padat


3. Warna : Coklat kemerahan
Akhir Aroma : khas bumbu rujak

4. Metode Pengolahan Dengan cara ditumis dengan suhu 93,2 ᵒC

Kondisi Penyimpanan Disimpan pada suhu 42,3 ᵒC didalam wadah


5.
Sebelum Disajikan stainless stell tertutup

Metode Transportasi Pendistribusian melalui jalur makanan


6.
& Distribusi menggunakan Troly tertutup

Disajikan langsung diatas plato sesuai dengan kelas


7. Metode Penyajian
rawat inap

Tanggal : Februari 2020 Disetujui Oleh Ketua Tim HACCP


ADITIVES / INGREDIENTS / RAW-MATERIALS
Nama: Tempe Nama: Bawang Merah Nama: Bawang Putih
Deskripsi : Memiliki bau Deskripsi : Tektur bawang Deskripsi : Memiliki bonggol
khas kedelai dan dilapisi padat, kering, dan mengilat, yang keras saat disentuh,
dengan selaput putih dari tidak lembek, tidak ada bawang putih segar memiliki
fermentasi tempe, tidak bercak hitam dikulit luar kulit yang bening
terllau panas saat dipegang, bawang merah
saat diiris tempe tidak
hancur
Asal : Supplier Asal : Supplier Asal : Supplier
Kemasan : Dibungkus Kemasan : Karung jaring Kemasan : Karung jaring
dengan daun pisang
Treatment : Disimpan pada Treatment : Disimpan pada Treatment : Disimpan pada
penyimpanan makanan penyimpanan bahan makanan penyimpanan bahan makanan
segar dengan suhu kisaran segar dengan suhu kisaran segar dengan suhu kisaran 25
15 ᵒc 10-20 ᵒc ᵒc
Nama: Garam Nama: Air Nama : Cabe Merah
Deskripsi : bewarna putih Deskripsi : bersih, tidak Deskripsi : Berwarna merah
bersih, halus, kemasan baik, berbau, tidak berasa, dan segar, tekstur halus dan tidak
tidak rusak dan tidak tidak berwarna. keriput, daging cabai masih
terbuka, tidak kadaluarsa. terasa empuk, batang cabai
memiliki tekstur keras dan
kokoh
Asal : Supplier Asal : - Asal : Supplier
Kemasan : Plastik Kemasan : - Kemasan : Kantong Plastik
Treatment : Disimpan pada Treatment : dilakukan Treatment : Disimpan pada
penyimpanan bahan yang pengujian setiap setahun penyimpanan bahan makanan
kering. kisaran suhu ruang sekali oleh dinas kesehatan segar dengan suhu kisaran 10-
simpan 26-29 ᵒc, kisaran kabupaten 20 ᵒc
kelembaban 70-80%
Nama : Gula Merah Nama : Asam jawa Nama : Lengkuas
Deskripsi : Bentuk Deskripsi : Berwarna coklat Deskripsi : Bagian luar
permukaannya rata, padat, terang hingga coklat tua, dan rimpang memiliki warna
tidak berpasir, tidak berbentuk padatan segi empat coklat agak kemerahan,
memiliki rongga, dan bagian dalam rimpang
berwarna coklat cerah memiliki warna putih,
bertekstur keras mengkilap
Asal : Supplier Asal : Supplier Asal : Supplier
Kemasan : Kemasan : Plastik Kemasan : Kantong plastik
Treatment : Treatment : Treatment : Disimpan pada
penyimpanan bahan makanan
segar dengan suhu kisaran 10-
20 ᵒc
Nama : Daun Salam
Deskripsi : Daun berwarna
hijau gelap dan tidak
berlobang
Asal : Supplier
Kemasan : Kantong plastic
Treatment : -
4. Diagram Alir

Diagram Alir Pembuatan Tempe Bumbu Rujak


Penerimaan Bumbu (Bawang merah, bawang
Penerimaan Tempe putih, cabe merah, daun salam, laos, asam jawa)

Penyimpanan bumbu
Penyimpanan tempe

Pencucian Bumbu

Penghalusan bumbu

Pemotongan tempe
Penumisan bumbu
dan pencampuran
bahan

Penambahan air

Pemorsian
5. Verifikasi Diagram Alir

Verifikasi Diagram Alir Pembuatan Tempe Bumbu Rujak

6.
Penerimaan Tempe Penerimaan Bumbu (Bawang merah, bawang
(33,2 ⁰C) putih, cabe merah, daun salam, laos, asam jawa)

Penyimpanan bumbu (08,2⁰C)

Penyimpanan tempe (06,4⁰C)

Pencucian Bumbu

Penghalusan bumbu
Pemotongan tempe
(30,4 ⁰C)
Penumisan bumbu dan
pencucian bahan

Penambahan air

Pemorsian (27,6⁰C)
6. Analisis Biaya

Bahaya Tindakan
Penyebab/Sumber/Justifikas Peluang Keparaha
Tahap/Input (M/K/F Jenis Bahaya Pengendalian/Pencegaha Signifikansi
i Bahaya (H,L,M) n (L/M/H)
) n
Penerimaan M Salmonella sp Penanganan pasca penerimaan Membeli tempe dari M H S
Tempe apakah ada tempe tidak sesuai standar produsen yang telah
salmonella di operasional yang telah memiliki sertifikat layak
tempe? ditentukan saat dilakukan hygiene sanitasi
packaging dan pengangkutan
tempe oleh supplier
Coba cari
bakteri yg bisa
menyebabkan
pembusukan
pada tempe.
Kalau
penanganan
awal tidak
baik resiko
tempe yg
diterima busuk

F Daun pisang, Penanganan dari supplier Membeli tempe dari L L NS


lidi, dan kerikil kurang baik supplier terpercaya

Penyimpanan F Kotoran pada Tempat penyimpanan yang Membersihkan tempat L M NS


tempe wadah dan kurang bersih penyimpanan yang
tempat digunakan
penyimpanan

M Bakteri Suhu penyimpanan Penyimpanan tempe pada M H S


(bakteri apa?) suhu 10⁰C

Pemotongan M E, coli Suhu pada saat pemotongan Pengecekan suhu M M NS


Tempe darimana? tidak sesuai

F Kotoran dan Penggunaan alat yang tidak Menggunakan peralatan M L NS


alat masak, bersih dan petugas yang tidak yang bersih dan petugas
pisau, wadah menggunakan APD menggunakan APD
dan penjamah
(rambut atau
kuku)

K Karat pada Penggunaan pisau yang Menggunakan pisau yang M H S


pisau digunakan untuk pemotongan bersih
bahan

Penerimaan F Tanah, kerikil Penanganan pasca pembelian Memilih supplier yang M M NS


Bumbu oleh supplier yang kurang baik terpercaya
(Bawang K Pestisida Bagian luar bahan yang Teliti pada saat penerimaan M M NS
merah, kurang bersih sesuai spesifikasi dan
bawang lakukan sortasi bahan
putih, cabe
merah, daun
salam, laos,
asam jawa)

Penyimpanan K Pestisida Bagian luar bahan yang Membedakan wadah M M NS


bumbu kurang bersih penyimpanan bumbu
dengan bahan yang bersifat
kontaminan

F Tanah, kerikil, Kotoran pada tempat Membersihkan wadah M M NS


debu penyimpanan penyimpanan

Pencucian K Pestisida Pencucian yang kurang baik Pemcucian menggunakan M M NS


Bumbu pembersih buah dan sayur

Penghalusan F Kotoran Blender yang digunakan dan Mencuci dan mensterilisasi L M NS


bumbu blender, kebersihan penjamah blender, penjamah
rambut, kuku dilengkapi APD

Penumisan F Kotoran dari Alat masak yang digunakan Mencuci alat masak dan M M NS
bumbu dan alat masak, dan penjamah penjamah menggunakan
pencampuran rambut APD
bahan
M TPC Waktu penumisan bumbu Mengukur waktu M M NS
penumisan

Penambahan M TPC Wadah penampungan air dan Menggunakan wadah yang M M NS


air sanitasi penjamah bersih dan penjamah
menjaga hygiene dan
sanitasi
Pemorsian M Clostridium Penggunaan alat yang kotor Penggunaan alat yang L H S
perfringens dan penurunan suhu bersih dan pengecekan
suhu makanan

7. Penentuan TKK/CCP

Penyebab/Sumber/ Peluang Keparahan Tindakan TKK/ Alasan


Tahap Bahaya Pengendalian/ P1 P2 P3 P4
Justifikasi Bahaya (H,L,M) (H,L,M) TK Keputusan
Pencegahan
Penerimaan (M) Penanganan pasca M H Membeli tempe Y T Y T TKK Pada tahap ini
tempe penerimaan tempe dari produsen meskipun
Salmonella tidak sesuai standar yang telah mikroba masih
SP operasional yang memiliki ada tetapi dapat
telah ditentukan saat sertifikat layak dihilangkan pada
dilakukan packaging hygiene sanitasi tahap berikutnya
dan pengangkutan
tempe oleh supplier

Penyimpanan (M) Suhu pada chiller M H Menyimpan Y T Y T TKK Tidak ada


tempe penyimpanan tempe pada suhu tahapan
Bakteri yang sesuai berikutnya yang
dapat menurangi
bahaya

Pemotongan (K) Pisau yang M H Menggunakan Y T Y Y TK Pada tahap ini


tempe digunakan untuk pisau yang bersih meskipun
Karat pada pemotongan bahan mikroba dan
pisau benda asing
masih ada tetapi
dapat dihilangkan
pada tahap
berikutnya

(M) Penggunaan alat L H Penggunaan alat Y T Y T TKK Tidak ada


yang kotor dan yang bersih dan tahapan
Pemorsian Clostridium penurunan suhu pengecekan suhu berikutnya yang
perfingens makanan dapat menurangi
bahaya
8. HACCP Plan

Critical Batas Kritis Monitoring


Control Hazard yang untuk setiap Tindakan Verifikasi
Frequenc Records
Point Signifikan Tindakan What How Who Koreksi (W/H/F/W)
y
(CCP) Pengendalian
Penerimaan (M) Menjaga
tempe Melakukan tempe dari Data
Salmonella sp Tidak ada Laporan
Kondisi pemantauan Setiap 1x3 kontaminasi penerimaan pengecekan
bakteri Ahli gizi
tempe suhu waktu hari bahan tempe
salmomella
penerimaan lainnya

Penyimpan (M) Tidak ada Kondisi Melakukan 1 x 3 hari Ahli gizi Menjaga Data
bakteri Laporan
an tempe tempe pengecekan
pemantauan suhu pencatatan suhu
Bakteri
suhu pada penyimpanan suhu
agar tetap
aman,
chiller mengkontrol
penyimpanan suhu secara
berkala

(M) Petugas
Melakukan menggunakan
Clostridium Pengecekan
pembersihan Penjamah APD yang
Pemorsian perfingens alat, Form
alat yang makanan, Petugas lengkap dan Review
penggunaan tindakan
digunakan dan suhu 1 x siklus pemorsia melakukan berkala hasil
makanan, APD lengkap, monitoring
petugas n hand hygiene, monitoring
dan trolly dan suhu evaluasi
menggunakan mencuci alat
makanan
APD pemorsian dan
suhu makanan
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M., M Andreanyta, S.F. Dalais, M.L. Wahlqvist. 2000. Tempe, a


Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinic and
Nutrition. Vol. 9: 322-325.

Murniyati, Endiyah. 2007. Si Mungil Kedelai Seribu Manfaat. Surabaya :


Penerbit SIC

Silvia, I 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap


Kualitas Tempe Biji Durian (Durio Zibethinus). Sripsi : Universita Sumatra Utara
Medan

Anda mungkin juga menyukai