Anda di halaman 1dari 19

RESUME BUKU

I. Identitas Buku

A. Judul Buku : “ULUMUL QUR’AN”


B. Penulis : - Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.
- Deden Suparman, M.A.
C. Penerbit : Arfino Raya
D. Cetakan : Pertama: Mei 2015
E. Jumlah Halaman : 200 halaman
F. Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm
G. Kota Terbit : Bandung
H. ISBN : 978-602-0939-40-7
I. Harga : Rp. 45.000,-
II. Ringkasan Materi

BAB 1
STUDI UNTUK MEMAHAMI AL-QUR’AN
(ULUMUL QUR’AN)

A. Pengertian Ulumul Qur’an


Terdiri atas dua kata, yakni ulum dan Al-Qur’an. Kata qara’a memiliki arti yaitu
mengumpulkan atau menghimpun yang berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu
dengan yang lainnya dala, suatu ucapan yang tersusun rapi (Al-Qathan, 2000:16). Az-zujaj
mengatakan bahwa kata Al-Qur’an merupakan kata-kata yang memiliki makna menghimpun,
karena kitab ini di dalamnya menghimpun berbagai ayat, surah, kisah, perintah dan larangan
atau menghimpun intisari dari kitab-kitab sebelumnya (Rosihan Anwar, 2007: 32). Ulumul
qur’an adalah salah satu cabang ilmu yang membahas tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan Al-Qur’an, baik dari segi proses penurunnya, penulisanya, muhkam mutasyabih atau
madaniyyah, nasikh-mansukh dan berbagai hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an.

B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an


Menurut Hasby Ash-Shidiqy (1904-1975) dalam Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-
Qur’an dapat digolongkan menjadi empat pokok bahasan, diantaranya:
1. Terkait dengan nuzul Al-Qur’an, pembahasan ini mencakup waktu dan tempat
turunnya ayat atau surah Al-Qur’an.
2. Persoalan sanad, yang meliputi hal menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syad,
bentuk-bentuk qira’at Nabi,para periwayat dan penghafal Al-Qur’an.
3. Cara pembacaan Al-Qur’an.
4. Lafaz Al-Qur’an.
5. Persoalan makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum.
6. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafaz.

C. Cabang – Cabang Pokok Ulumul Qur’an


Terdapat dalam Ulumul Qur’an, Hasbi Ash-Shidiqy (1994: 102-107) dalam Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, menyebutkan sebagai berikut:
1. Mawatinin nuzul, ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, waktunya,
awal maupun akhir diturunkannya ayat.
2. Tawarikhin nuzul, ilmu yang menerangkan masa dan urutan ayat, satu demi satu,
dari awal hingga akhir turunnya ayat.
3. Asbabun nuzul, ilmu yang menerangkan sebab-sebab diturunkannya suatu ayat atau
surah.
4. Qira’atil qur’an, ilmu yang menerangkan ragam pembacaan Al-Qur’an yang telah
diterima oleh Rasulullah SAW.
5. Tahsinul qira’ah (tahwid), ilmu yang menerangkan tata cara membaca Al-Qur’an
agar sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu.
6. Garibil qur’an, ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang asing (garib).
7. I’rabil qur’an, ilmu yang menerangkan harakat Al-Qur’an dan kedudukan sebuah
kata dalam kalimat.
8. Wujuh wan naza’ir, ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang memilki
makna lebih dari satu.
9. Ma’rifatil muhkam wal mutasyabih, ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang
dipandang muhkam dan mutasyabih.
10. Nasikh wal mansukh, ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang mansukh menurut
sebagian pandangan mufasir.
11. Bada Al-Qur’an, ilmu yang menerangkan keindahan bahasa Al-Qur’an.
12. I’jaz Al-Qur’an, ilmu yang membahas segi-segi kelebihan dan kekuatannya Al-
Qur’an.
13. Tanasubi ayatil qur’an, ilmu yang menerangkan kesesuaian antara satu ayat, baik
ayat sebelum maupun ayat sesudahnya.
14. Aqsam Al-Qur’an, ilmu yang menerangkan arti dan maksud kalimat-kalimat
sumpah yang diungkapkan Allah dalam Al-Qur’an.
15. Amsal Al-Quran, ilmu yang menerangkan perumpamaan-perumpamaan yang
dingkapan dalam Al-Qur’an.
16. Jidal Al-Qur’an, ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah
dihadapkan Al-Qur’an kepada kaum musryikin dan kelompok yang menentang Al-
Qur’an.
17. Adabi tilawah, ilmu yang menerangkan etika membaca Al-Qur’an dan segala
aturan yang dipakai ketika membaca Al-Qur’an.

D. Urgensi dan Tujuan Mempelajari Ulumul Qur’an


Mempelajari ulumul qur’an bagi setiap muslim adalah penting dan harus. Dengan
mempelajarinya akan dirasakan manfaat dan memiliki dampak positifnya ketika seseorang
mencoba menafsirkan ayat demi ayat Al-Qur’an dan akan memudahkan seseorang dalam
memnedah Al-Qur’an. Maka matakuliah uluml qur’an menjadi “kail” atau “pisau” untuk
mendapatkan intisari ilmu-ilmu yang tentu semuanya bersumber dari Al-Qur’an.
Sebagai mahasiswa muslim perlu dibekali berbagai metode dalam memahami kitab
yang menjadi pedoman hidupnya, yakni Al-Qur’anul Karim. Para ulama menetapkan beberapa
tujuan mempelajari ulumul qur’an. Misalnya, Ahmad As-Sayyid Al-Kamil dalam buku
Ulumul Qur’an menyebutkan bahwa tujuannya yakni:
1. Untuk memahami seluk beluk yang terkandung dalam Al-Qur’an, mulai dari
turunnya kepada Nabi Muhammad SAW sampai waktu sekarang, hingga
bagaimanapun perhatian umat terhadap penafsiran Al-Qur’an dan bagaimana cara
mengeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya.
2. Untuk membantu memahami Al-Qur’an dan mengetahui berbagai rahasia serta
tujuan diturunkannya Al-Qur’an. Bagaimanapun seseorang yang mengkaji Al-
Qur’an akan mencapai tujuannya dengan baik bila tidak mengetahui cara Al-Qur’an
diturunkan, proses pengumpulan dan penyusunannya, tata cara penulisan dan
sebagainya.
3. Untuk membentengi diri, menyiapkan bahan sekaligus melawan serangan musuh-
musuh Islam yang ingin merusak Al-Qur’an.

E. Sejarah dan Perkembangan Ulumul Qur’an


Sejarah pertumbuhan dan perkembangan ulumul qur’an sebagaimana dikemukakan
oleh Az-Zarqani dalam Aushari (2013;6) diklasifikasikan menjadi 2 fase, diantaranya:
1. Fase Sebelum Kodifikasi
Fase sebelum kodifikasi terjadi pada tahun pertama Hijriah. Setiap kali Nabi menerima
wahyu dari Allah dan menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an beliau langsung menerangkan isi
kandungannya. Metode penyampaian ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu Al-Qur’an, pada
masa ini (abad pertama, bahkan abad kedua Hijriah) sebagaimana dikatakan oleh Amin
Summa (2013:13) lebih banyak bersifat mendengar dan menyampaikan dari mulut ke mulut.
Adapun dalam bentuk tulisan masih dikatakan jarang, malah dapat dikatakan sangat langka.
Penyampaian ilmu-ilmu Al-Qur’an dalam bentuk tulis-menulis (pembukuan) baru sekitar abad
ketiga atau keempat Hijriah.
2. Fase Kodifikasi
Dimana kegiatan yang menjadi gagasan untuk membukukan Al-Qur’an. Pada masa ini
berbagai kitab tentang ulumul qur’an pun ditulis dan dikodifikasikan yang terjadi dari abad ke
2 sampai ke 14 Hijriah.

BAB 2
WAHYU ALLAH YANG ABADI
(AL-QUR’AN)
A. Pengertian Al-Qur’an
Menurut Asy-Syafi’I kata isim alam dimakrifat dengan alif lam (al), tidak diambil dari
kata apa pun. Mengingat dia adalah nama khusus yang diberikan Allah untuk nama kitab-Nya,
yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana nama kitab terdahulu, seperti
Zabur, Injil dan Taurat yang diturunkan kepada nabi-nabi terdahulu. Dinamakan Al-Qur’an
sungguh sangat tepat, karena Al-Qur’an merupakan kitab yang sangat banyak pembacanya. Ia
tidak hanya dibaca kalangan muslim sebagai pedoman hidup, tetapi kalangan nonmuslim pun
membaca/mempelajari Al-Qur’an seperti para orientalis. Bahkan pembaca Al-Qur’an tidak
mengenal usia dan jenis kelamin, tidak mengenal status sosial, dan juga tingkatan ilmu
pengetahuan seseorang.

B. Nama – Nama Lain dari Al-Qur’an


Maksudnya, nama lain sebagai nama julukan/sebutan yang biasa digunakan untuk
menyebut Al-Qur’an. Muhammad ibn Ahmad ibn Azaj Al-Kilabi dalam kitab At-Tashil li
‘Ulum At-Tanzil jilid I menyebutkan bahwa Al-Qur’an memiliki empat macam nama, yakni:
1. Al-Qur’an, artinya bacaan
2. Al-kitab, artinya buku atau kitab
3. Al-Furqan, artinya pembeda antara yang hak (benar) dan yang batil (tidak benar)
4. Az-Zikir, artinya peringatan
Tentang penamaan Al-Qur’an, yang pasti semua nama/sebutan atau julukan bagi Al-
Qur’an akan selalu tepat dengan isi maupun fungsi Al-Qur’an (Amin Suma, 2013:33).
Muhammad Abdullah Daraz berkata, ia dinamakan Al-Qur’an karena ia dibaca dengan lisan
dan dinamakan Al-Kitab karena ia ditulis dengan pena.

C. Hikmah Diturunkan Al-Qur’an Secara Bertahap


Berbeda dengan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan sekaligus, Al-Qur’an diturnkan
oleh Allah secara bertahap, sedikit demi sedikit bahkan dalam tempo waktu yang relatife lama.
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap memiliki hikmah tertentu, Al-Qattan (2000:107-108),
menjelaskannya sebagai berikut:
1. Memantapkan hati Nabi Muhammad.
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
3. Memudahkan untuk dihafal dan dipahami
4. Mengikuti setiap kejadian dan melakukan penahapan dalam menetapkan syariat
5. Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah yang
Mahabijaksana.

D. Fungsi Al-Qur’an bagi Manusia


Secara umum fungsi Al-Qur’an adalah memberikan pedoman bagi umat manusia agar
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
1. Al-Huda berfungsi sebagai pemberi petunjuk bagi orang yang beriman dan
bertakwa dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
2. Ar-Rahmah berfungsi sebagai penyebar kasih sayang yaitu keberuntungan yang
diberikan Allah SWT dalam bentuk kasih sayang-Nya.
3. Al-Furqan artinya sebagai pembeda antara yang benar dan yang batil.
4. At-Tibyan yakni sebagai penjelas, maksudnya penjelas segala sesuatu yang
disampaikan Allah.
5. Al-Busyra artinya pemberi kabar gembira bagi setiap hamba-Nya yang telah
berbuat baik.
6. Al-Musaddiq artinya pembenar terhadap kitab-kitab Allah SWT terdahulu.
7. An-Nur artinya pemberi cahaya, maksudnya bahwa Al-Qur’an merupakan cahaya
yang dapat menerangi kegelapan kehidupan dalam menempuh jalan menuju
keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki, baik dunia maupun akhirat.
8. Al-Mau’izah artinya pemberi nasihat, maksudnya Al-Qur’an merupakan
pembimbing bagi umat Islam agar mendapatkan keselamatan serta kebahagiaan
dunia dan akhirat.

E. Bagian – Bagian dari Al-Qur’an


Bagian ini memiliki keterkaitan satu sama lainnya atau saling berhubungan
(munasabah). Para ulama membagi Al-Qur’an mejadi dua bagian besar, yakni:
1. Surah Al-Qur’an
Kata Surah secara etimologis berarti kedudukan atau tempat yang tingi. Jumlah
surah dalam Al-Qur’an meneurut mayoritas ulama sebanyak 114 surah, tetapi ada
pula yang menghitung 113 surah karena surah Al-Anfal dan surah At-Taubah
dihitung satu surah.
2. Ayat Al-Qur’an
Al-Qattan (2000) mendefinisikan ayat adalah jumlah atau bagian yang terdiri dari
kalam Allah yang terhimpun dalam satu surah dari Al-Qur’an.

BAB 3
MEMAHAMI SEBAB-SEBAB DITURUNKANNYA AL-QUR’AN
(ASBABUN NUZUL)

A. Pengertian Asbabun Nuzul Al-Qur’an


Dalam kamus bahasa Arab kata asbab yang berarti sebab dan kata nuzul berasal dari
kata nazala yang bermakna turun. Jadi, asbab an-nuzul berarti pengetaguan tentang sebab-
sebab diturunkannya suatu ayat. Al-Jabari menyebutkan Al-Qur’an diturunkan dalam dua
kategori: Pertama, ada turun tanpa sebab. Kedua, turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan.
Bahkan ayat yang turun tanpa sebab diakui lebih banyak, terutama sekali di luar ayat-ayat
yang menyangkut tasryi’iyah.
B. Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul Al-Qur’an
Mengetahui asbabun nuzul Al-Qur’an adalah suatu yang sangat penting, karena
didalamnya memiliki banyak kegunaan, diantaranya:
 Membawa pada pengetahuan rahasia dan tujuan Allah SWT
 Menakhsiskan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi
 Cara terbaik untuk memahami makna Al-Qur’an dan menyingkap kesamaran
yang tersembunyi dan menghindari kesulitan
 Dapat menolak dugaan adanya pembatasan dalam ayat yang menurut lahirnya
mengandung hasr
 Mempermudah orang untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an

C. Bentuk-bentuk Sebab Nuzul Al-Qur’an


Ditinjau dari bentuknya, dapat dibagi pada dua bentuk. Pertama, berbentuk peristiwa
dan kedua, berbentuk pertanyaan (Wahid, 1996:30)

D. Kaidah-Kaidah dalam Memahami Ayat


Bila asbab an-nuzul dan ayat yang turun sesuai dari segi keumumannya, maka ayat itu
diberlakukan secara umum, sesuai dengan sigat-nya yang umum. Sedangkan bila riwayat
asbab an-nuzul dayang secara khusus, sedang ayat yang turun diungkapkan dalam sigat yang
umum, dalam hal ini para ulama usul berbeda pendapat.

BAB 4
KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN YANG ABADI
(I’JAZ AL-QUR’AN)

A. Penegrtian I’jaz Al-Qur’an


Kata i’jaz artinya kemukjizatan yang berarti menetapkan kelemahan Al-Qattan (2000).
Kemukjizatan dalam pembahasan kali ini adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW.
Quraish Shihab (2001) adalah sesuatu atau peristiwa yang luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku sebagai nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada
orang-orang yang rgau, untuk mendatangkan atau melakukan hal yang serupa, namun tidak
mampu melayani tantangan itu. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang sangat agung yang
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

B. Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, kemukjizatan Al-
Qur’an dapat dilihat dari berbagai aspek seperti:
 Aspek gaya bahasa
 Aspek isyarat sains dan teknologi dalam Al-Qur’an
 Aspek isyarat pemberitaan alam ghaib

BAB 5
MENGETAHUI AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG DITURUNKAN DI MEKKAH
DAN MADINAH
(MAKKIYAH MADANIYYAH)

A. Pengertian Makiyyah dan Madaniyyah


Menurut Manna Al-Qtahan (2000)terdapat empat perspektif dalam mendefinisikan
ayat Al-Qur’an itu termasuk kelompok makiyyah atau madaniyyah, yakni dari segi masa
turun, tempat turun, objek pembicaraan dan tema pembicaraan. Sebagian ulama
mendefinisikan ayat makiyyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah, walaupun ayat tersebut tidak diturnkan di Mekah. Adapun ayat adaniyyah adalah
ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut
bukan turun di Madinah

B. Cara-Cara Mengenali Surah Makiyyah dan Madaniyyah


Menurut Az-Zarqani untuk mengenali ayat-ayat makiyyah dan madaniyyah, kecuali
hanya berdasarkan informasi yang sampai dari para sahabat dan para tabi’in. Menurut Al-
Jabari yaitu menggunakan metode sima’I atau periwayatan juga menggunakan metode analogi
(qiyasi). Cara sima’I ialah proses penurunan dan penyampaian Al-Qur’an itu sampai kepada
kita berjalan apa adanya. Sementara cara qiyasi ialah berdasarkan pada sejumlah ciri-ciri
khusus bagi kedua kelompok ayat maki dan madani. Saling keterkaitan bahwa pengenalan
secara sima’I tidak lebih baik jika tidak didukung oleh qiyasi dan ijtihadi, begitu juga
sebaliknya.

C. Perbedaan Ayat Makiyyah dan Madaniyyah


Pada kelompok ayat makiyyah umumnya berisi tentang akidah keimanan atau tauhid,
akhlak, surge, pahal dna dosa. Sedangkan pada kelompok ayat madaniyyah yaitu setiap
surah/ayat berisikan janji-janji kemenangan dan perlindungan Allah terhadap orang-orang
mukmin yang benar-benar berjuang di jalan Allah dalam konteks yang sangat luas.

D. Surah-Surah yang Termasuk Kelompok Makiyyah dan Madaniyyah


Menurut Syekh Muhammad Khudhari Beik mengutip jumlah surah yang diturunkan di
Mekkah kira-kira sebanyak 19/30, sedangkan surah yang diturunkan di Madinah sebanyak
11/30.

E. Manfaat Mengetahui Ayat-Ayat Makiyyah dan Madaniyyah


Untuk mengetahui ayat-ayat yang turun terlebih dahulu dan yang turun belakangan
sehingga dapat menentukan ayat nasikh dan mansukh. Untuk mengetahui sejarah penurunan
dan penahapan suatu hukum dari satu situasi ke situasi yang lain dan untuk mengukuhkan
autentikasi Al-Qur’an.
BAB 6
MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


Secara bahasa ahkama yang berarti mencegah, al-hukmu bermakna memisahkan dua
hal. Dapat diartikan yaitu mengokohkan perkataan, dengan memisahkan antara berita yang
benar dan berita yang salah. Menurut Rosihan Anwar (2000) menyebutkan bahwa muhkam
artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah.
Karena, seluruh ayat Al-Qur’an itu adalah kata-katanya kokoh, fasih (indah dan jelas) dan
membedakan antara yang hak dan yang batil. Menurut Manna Al-Qathan (2000) bahwa
muhkam adalah ayat-ayat yang mudah diketahui maksudnya secara langsung tanpa
memerlukan keterangan lain karena pada ayat ini biasanya mengandung satu wajah. Secara
istilah mutsayabih adalah ayat-ayat yang maksdunya samar, tidak jelas dan tidak tegas hanya
Allah yang mengetahui, biasanya ayat-ayat mutasyabih itu mengandung lebih dari satu wajah.
B. Karakteristik Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Dibagi menjadi tiga macam. Pertama, mutasyabihat dari segi lafaz; Kedua,
mutsaybihat dari segi makna; Ketiga, mutasyabihat dari segi keduanya.

C. Fenomena Ayat-Ayat Pembuka Surah (Fawatih As-Suwar)


Keindahan bahasa dan gaya bahasa Al-Qur’an sduah dapat ditemukan sejak awal ayat
pertama di setiap surah. Hal ini karena Allah SWT telah memulai firman-Nya dalam setiap
pembuka surah dengan berbagai macam bentuk pembuka. Selain itu kalimat pembuka yang
digunakan Allah SWT tidak dapat dipahami dan tetap menyisakan misteri atau tanda Tanya
besar. Dalam Al-Qur’an, ia hadir dalam bentuk huruf hijaiyah, jumlah huruf hijaiyah yang
dipakai dalam huruf muqatta’ah sebagai pembuka surah ada sekitar empat belas yaitu ‫ا م ل ص‬
‫ركحىعطسخقن‬

D. Pengertian Fawatih As-Suwar


Terdiri atas dua bentuk kata yakni fawatih dan as-suwar. Fawatih merupakan bentuk
jamak dari kata kerja fataha, yaftahu, fathan artinya membuka. Adapun kata as-suwar
merupakan bentuk jamak dari kata as-surah. Fawatih as-suwar adalah potongan huruf-huruf
hijaiyah yang ada dalam permulaan surah-surah dalam Al-Qur’an.
E. Macam-Macam Bentuk Fawatih As-Suwar
Ada empat belas huruf terangkai ke dalam empat bentuk dari satu huruf sampai lima
huruf. Secara lebih rinci menurut Subhi Ash-Shalih dalam Zaenudin (2005) menggambarkan
tentang huruf-huruf muqatta’ah yaitu:
 Terdiri atas satu huruf
 Terdiri atas dua huruf
 Terdiri ats tiga huruf
 Terdiri atas empat huruf
 Terdiri atas lima huruf

F. Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih


Keberadaan ayat-ayatnya dalam Al-Qur’an mengandung banyak rahasia atau hikmah.
Menurut Anshari (2003) menyebutkan tiga hikmah diantaranya:
 Memperlihatkan keagungan dan kebenaran Al-Qur’an
 Sebagai salah satu bentuk ujian dari Allah agar yang beriman semakin kuat
 Memberikan peluang kepada umat Islam untuk mengkaji ayat Al-Qur’an

BAB 7
PERBEDAAN PANDANGAN DALAM AYAT-AYAT HUKUM
(NASIKH MANSUKH)

A. Pengertian Nasikh Mansukh


Menurut Al-Qathan (2000) nasikh secara bahasa berarti menghilangkan. Nasikh juga
bermakna tabdil artinya penggantian, tahwil berarti memalingkan dan naql berarti
memindahkan.

B. Dasar-Dasar Penetapan Nasikh Mansukh


Bagi kelompok ulama yang menyetujui adanya nasikh mansukh dalam Al-Qur’an
menetapkan adanya tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan nasikh
(menghapus) ayat lain masukh (dihapus). Dalam masalah nasikh tidak boleh memegang
banyak pendapat mufasirin, bahkan tidak diperkenankan memegang ijtihad para mujtahid
tanpa penukilan yang sahih dan sanggahan yang jelas. Nasikh mengandung arti menghapuslan
dan mentapkan hukum yang sudah ditetapkan pada masa Nabi, sedangkan dipegang dalam
masalah ini adalah penukilan dan sejarah, bukan pendapat dan ijtihad.

C. Ruang Lingkup Nasikh


Menurut Manna Al-Qathan (2000) menjelaskan bahwa nasikh hanya terjadi pada ayat
ayat uang berkaitan dengan perintah, maupun yang diungkapkan dengan (al-amr) dan (al-
nahyu) baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan kalimat
berita yang bermakna perintah atau larangan dan dipastikan bahwa nasikh tidak berkaitan
dengan akidah yang focus pada zat Allah, sifat-sifat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan
di hari kemudian. Nasikh tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-
pokok ibadah dan muamalah.

D. Jenis-Jenis Nasikh dalam Al-Qur’an


Pertama, nasikh sarih yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat
dalam ayat terdahulu. Kedua, nasikh dimmy yaitu jika terdapat dua nasikh yang saling
menentang dan tidak dikompromikan. Ketiga, nasikh kully yaitu menghapus hukum yang
sebelumnya secara keseluruhan. Keempat, nasikh juz’iy yaitu menghapus hukum umum yang
berlaku bagi semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu.

E. Macam-Macam Nasikh dalam Al-Qur’an


Menurut Al-Qattan (2000) mungkin terdapat hikmah dari penghapusan hukum,
sementara tilawahnya tidak. Pertama, Al-Qur’an di samping dibaca untuk diketahui dan
diamalkan (saja) mendapat pahala, maka ditetapkanlah bacaan karena hikmah ini. Kedua, pada
umumnya nasikh itu untuk meringankan maka ditetapkanlah bacaan untuk mengingatkan akan
nikmat dihapuskannya kesulitan. Ketiga, penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan
hukumnya tetap berlaku.

F. Contoh-Contoh Nasikh Mansukh


Surah Al-Baqarah ayat 115 di nasikhkan oleh ayat 144 dalam surah yang sama dan
surah Al-Baqarah ayat 36 di nasikh oleh surah At-Atubah ayat 36.

G. Manfaat Adanya Nasikh


Menurut Manna Al-Qathan (2000) memiliki beberapa manfaat atau hikmah di
dalamnya, diantaranya:
 Menjaga kemaslahatan hamba
 Perkembangan hukum islam sampai pada tingkat kesempurnaan
 Menguji kualitas keimanan para mukalaf untuk mengikutinya atau tidak

BAB 8
JADAL, QISAH, ASQAM DAN AMSAL AL-QUR’AN

A. Jadal Al-Qur’an
Menurut Al-Qattan (2000) jadal memiliki arti bertukar pikiran, maskudnya bertukar
pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Selain jadal ada al-
munazarah berarti berdebat/berdiskusi. Perbedaannya yaitu kalau dbat ada yang dikalahkan
sedangkan diskusi tidak ada yang dikalahkan akrena yang dicari adalah titik temu.
B. Qisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam redaksi dan pesan-pesan yang
mampu menyedot perhatian akal manusia. Oleh karena itu tidak heran jika orang yang
mendengarnya akan merasa senang dan takjub dibuatnya di dalamnya mengandung banyak
hikmah dan pelajaran serta nasihat-nasihat yang baik.

C. Aqsam Al-Qur’an
Keindahan gaya bahasa Al-Qur’an terungkap dalam kata-kata atau kalimat sumpah.
Secara bahasa kata aqsam bermakna sumpah. Dapat dipahami bahwa aqsam dalam Al-Qur’an
adalah bentuk kalimat yang berguna untuk menguatkan atau mengokohkan pemberitaan agar
pembaca merasa yakin dan lebih memperlihatkan kandungan maknanya.

D. Amsal Al-Qur’an
Kalimat perumpamaan dalam Al-Qur’an digunakan, diantaranya, untuk menarik
perhtian para pembaca atau pendengarnya agar mereka lebih memperhatikan dan mempelajari
makna yang ada di dalamnya. Amsal adalah kalimat yang dibuat orang untuk memberikan
kesan serta menggerakan hati nurani yang apabila didengar dapat menyentuh hati yang paling
dalam.

BAB 9
MEMAHAMI KETERKAITAN ANTARA SURAH-SURAH DAN AYAT-AYAT AL-
QUR’AN
(MUNASABAH AL-QUR’AN)

A. Pengertian Munsabah Al-Qur’an


Kata munasabah secara bahasa memiliki arti kedekatan. Selanjutnya secara istilah
Manna Al-Qattan (2000) menyebutkan bahwa munasabah adalah sisi keterkaitan antara
ungkapan dalam satu ayat, anatarayat pada beberapa ayat atau antarsurah di dalam Al-Qur’an.

B. Urgensi Mengetahui Munasabah Al-Qur’an


Diantara mufasir memberikan julukan terhadap ilmu ini, misalnya disebutkan sebagai
ilmu yang baik, ilmu mulia dan ilmu yang agung. Bahwa kualits kecerdasan mufsir, orang
yang menafsirkan Al-Qur’an dapat diketahui dari pemahamannya terhadap ilmu munasabah
Al-Qur’an. Adapun ilmu munasabah Al-Qur’an menurut Amin Suma (2013) paling tidak
berfungsi sebagai ilmu pendukung dalam menafsirkan Al-Qur’an.

C. Aspek-Aspek Munasabah Al-Qur’an


Untuk memahami lebih jauh berikut disajikan beberapa contoh, diantaranya:
 Munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya
 Munasabah antara nama surah dengan tujuan turunnya
 Munasabah antarbagian suatu surah
 Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan
 Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya
 Munasabah antara pemisah da nisi ayat
 Munasabah antara awal dan akhir surah yang sama
 Munasabah antara penutup surah dengan awal surah berikutnya

BAB 10
BACAAN AL-QUR’AN YANG INDAH
(QIRA’ATUL QUR’AN)

A. Pengertian Qira’atul Qur’an


Secara bahasa kata al-qira’at biasa di artikan membaca atau memperhatikan. Adapun
secara istilah yang dikemukakan Al-Qastalani dapat disimpulkan bahwa qiraat berkaitan
dengan car ape;afalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan salah seorang imam berbeda
dengan yang dilakukan imam lainnya.

B. Sejarah Perkembangan Qira’at Al-Qur’an


Sebenarnya, qira’at telah muncul semenjak zaman nabi Muhammad SAW. Pertama,
pada Umar bin Al-Khattab dan kedua pada Ubay. Walau qira’at sudah ada sejak zaman Nabi
SAW tetapi penyebarannya baru dimulai sejak zaman para tabi’in yaitu pada awal 11 Hijriyah
saat para qqri menyebar ke berbagai pelosok (Rosihan Anwar, 2008). Berikut ini adalah
ulama-ulama yang berjasa dalam meneliti dna membersihkan qira’at dan penyimpangannya,
sebagai berikut:
 Abu Amr Usman bin Sa’id Usman
 Abu Al-Abbas Ahmad bin Imarah
 Abu Al-Hasan tahir bin Abi Tayyib
 Abu Muhammad Makki bin Abi Thalib
 Abu Al-Qasim Abdurrahman bin Ismail
Orang yang pertama kali menyusun qira’at dalam satu kitab adalah Abu Ubaidilah Al-
Qasim bin Salam. Ia mengumpulkan qira’at sebanyak kurang lebih 25 macam.

C. Al-Qur’an Diturunkan dalam Tujuh Huruf


Segolongan orang ada yang berkata bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi perbedaan. Perbedaan itu terkait hal-hal sebagai
berikut:
1. Perbedaan yang berkenaan dengan kata benda
2. Perbedaan dari segi harakat akhir kata
3. Perbedaan dalam tasrif
4. Perbedaan dalam mendahulukan
5. Perbedaan dari segi penggantian
6. Perbedaan karena ada penambahan
7. Perbedaan lahjah
D. Para Imam Qira’at Al-Qur’an
Ada tujuh imam yang popular dikenal dengan qira’ah sab’ah adalah qira’at yang telah
disepakati oleh para ulama ahli qira’at, diantaranya:
1. Abu Amr bin Ala
2. Ibn Kasir
3. Nafi Al-Madani
4. Ibn Amir Asy-Saymi Ad-Dimasyqi
5. Asim bin Abi NAjud Al-Kufi
6. Hamzah Al-Kufi
7. Al-Kisa’I Al-Kuffi

E. Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Qira’atul Qur’an


Menurut Rosihan Anwar (2008) mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara
pembacaan Al-Qur’an itu sebagai berikut:
 Perbedaan dalam I’rab atau harakat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat
 Perbedaab pada I’rab dan harakat kalimat sehingga mengubah maknanya
 Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan I’rab dan bentuk tulisannya
 Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya
 Perbedaan pada mendahulukan dan mengakhirkannya
 Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf
 Perbedaan qira’at NAbi SAW
 Pengakuan dari Nabi SAW
 Adanya riwayat dari para sahabat NAbi
 Adanya lhajah dan kebiasaan dikalangan bangsa Arab pada masa turunnya Al-
Qur’an

F. Hikmah Beraneka Ragamnya Qira’at Al-Qur’an


 Terjaga dan terpeliharanya kitab Allah
 Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca Al-Qur’an
 Sebagai salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an
 Menjelaskan yang mungkin masih global

BAB 11
MENJELASKAN AL-QUR’AN SESUAI MAKSUD ALLAH
(TAFSIR AL-QUR’AN)

A. Pengertian Tafsir Al-Qur’an


Istilah tafsir yang berarti keterangan atau uraian. Secara istilah bahwa tafsir Al-Qur’an
merupakan cara untuk memahami Al-Qur’an dengan cara interpretasi, penakaran, dan ijtihad
terhadap nilai-nilai makna, maksud, tujuan serta hikmah yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Tujuan utamanya adalah agar kita dapat memahami Al-Qur’an sesuai dengan keinginan yang
memfirmankannya.

B. Kriteria dan Syarat-Syarat Mufasir


Menurut Al-Qattan (2000) mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang mufasir, diantaranya:
 Memiliki akidah yang benar
 Bersih dari hawa nafsu
 Terlebih dahulu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
 Menafsirkan dari Sunah
 Meninjau pendapat para sahabat
 Memeriksa pemdapat para tabi’in
 Menguasai pengetahuan bahasa arab dengan segala cabangnya
 Menguasai pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an
 Memiliki pemahaman yang cermat

C. Ragam Corak dan Metodologi Tafsir Al-Qur’an


Dalam penafsiran Al-Qur’an terdapat beberaapa corak penafsiran yang secara umum
dapat digolongkan pada dua corak penafsiran Al-Qur’an, yaitu corak tafsir bil mas’ur
(riwayat) dan metoe tafsir bir ra’yu.

D. Metode Tematik dalam Menafsirkan Al-Qur’an


 Penetapan masalah yang dibahas
 Menyusun runtutan ayat sesaui dengan masa turunnya
 Tidak mengharuskan uraian tentang pengertian kosakata

E. Beberapa Keistimewaan Metode Tematik


Beberapa keistimewaannya antara lain, yaitu menghindari problem atau kelemahan
metode lain yang digambarkan dalam uraian diatas dan kesimpulan yang dihasilkan mudah
dipahami.

F. Beberapa Ilmu Bantu dalam Menafsirkan Al-Qur’an


Terdapat seperangkat ilmu yang harus dikuasai oleh mufasir ketika akan menafsirkan
Al-Qur’an, yaitu:
 Bahasa arab
 Aturan-aturan bahasa arab
 Rahasia-rahasia susunan pembicara
 Dapat menentukan yang samar dan menejelaskan yang umum
 Menguasai ilmu kalam dan ilmu qiraah

G. Kesalahan-Kesalahan dalam Menafsirkan Al-Qur’an


Pangkal kesalahan biasanya terletak pada pemahaman lafaz atau kalam, dalam hal ini
terdapat dua bentuk, seperti berikut ini:
1. Menafsirkan makna dari pengertian-pengertian di mana lafaz-lafaz Al-Qur’an itu
dibawanya pada pengertian yang sesuai dengan keyaikannya
2. Penafsiran Al-Qur’an semata-mata menurut orang arab tanpa memperhatikan
pembicaraan Al-Qur’an yang kepadanya Al-Qur’an itu diturunkan, serta bebrbicara
kepadanya dengan memakai Al-Qur’an itu juga.

Anda mungkin juga menyukai