Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MATERI MEDIKA

“ Ramuan Hepatoprotektor”

Oleh

Kelompok 2

Muh. Irwan (N012171003)

Nur Rezky Khairun Nisaa (N012171006)

Dyah Ratna Ayu Puspita Sari (N012171016)

Program Magister Farmasi


Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Makassar
2018
BAB I

RAMUAN HEPATOPROTEKTOR

R/ 5 lembar daun sirih merah tua


20 gr daun pegagan kering
30 gr rimpang temulawak

Cara membuat :
Cuci bahan hingga bersih. Rebus dengan air 3 gelas (600 ml) hingga mendidih dan tersisa
satu setengah gelas, lalu saring dan dinginkan.
Aturan penggunaan :
Minum ramuan 3x sehari, sekali minum setengah gelas
BAB II

TINJAUAN TANAMAN

1.1 Temulawak

Gambar 1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza )

A. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famii : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

B. Nama Daerah
Temu lawak (Indonesia), Koneng gede (Sunda), temo lobak (Madura), tetemulawak
(Sumatera), kunyit ketumbu (Aceh) (Rukmana, 1995; Said,2007).
C. Morfologi
Temu lawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini
berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman
terdiri atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap tanaman memiliki 2-9 helai. Daun
tanaman temu lawak bentuknya panjang dan agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu
tulang daun bergaris hitam. Panjang daun sekitar 50-55 cm, lebarnya ± 18 cm, dan
tiap helai daun melekat pada tangkai daun yang posisinya saling menutupi secara
teratur.
Habitus tanaman dapat mencapai lebar 30-90 cm, jumlah anakan per rumpun antara 3-
9 anak. Tanaman temu lawak dapat berbunga terus menerus sepanjang tahun secara
bergantian yang keluar dari rimpangnya. Warna bunga umumnya kuning dengan
kelopak bunga kuning tua, serta pangkal bunganya berwarna ungu. Panjang tangkai
bunga ± 3 cm dan rangkaian bunga mencapai 1,5 cm. Dalam satu ketiak terdapat 3-4
bunga. Rimpang induk temu lawak bentuknya bulat seperti telur, sedangkan rimpang
cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman
memiliki rimpang cabang antara 3-4 buah. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda
maupun tua adalah kuning kotor. Warna daging rimpang adalah kuning dengan cita
rasa pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Rimpang terbentuk dalam tanah
pada kedalaman ± 16 cm. Tiap rumpun tanaman temu lawak umumnya memiliki 6
buah rimpang tua dan 5 buah rimpang muda.
Sistem perakaran tanaman temu lawak termasuk akar serabut. Akar-akarnya melekat
dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak
beraturan (Rukmana, 1995).
D. Kandungan Kimia
Kandungan utama kurkuminoid (1-2%), yaitu kurkumin dan
monodesmetoksikurkumin, seskuiterpen 3-12% (ar-kukumen, xanthorhizol, β
kurkumen, dan germakron), minyak atsiri, pati 1,5%, protein, dan lemak (Mun’im
dan Endang, 2011; Afifah dan Tim lentera, 2003)
E. Khasiat
Hepatoprotektor, anti inflamasi, kolesterol, antibakteri, menambah nafsu makan,
maag, batuk, asma, sariawan, kembung, pegal linu, kutu air, ambeien, diare (Afifah
dan Tim lentera, 2003)

1.2 Identitas Simplisia

A. Pemerian
Bentuk bundar atau jorong, warna kuning kecoklatan, bau aromatik, rasa tajam dan agak
pahit. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah hingga 6
cm, tebal 2-5 mm. Permukaan luar berkerut, warna cokelat kuning hingga cokelat, bidang
irisan berwarna cokelat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan
tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks, korteks sempit, tebal 3-4
mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga hingga cokelat jingga terang.

B. Mikroskopik
Rimpang pengenal adalah fragmen berkas pengangkut, parenkim korteks, serabut
sklerenkim, butir amilum dan jaringan gabus (Farmakope,.....)

Serbuk berwarna kuning kecoklatan. Fragmen pengenal adalah butir pati, fragmen
parenkim dengan sel minyak, fragmen berkas pembuluh, warna kuning intensif (Depkes,
1979).

C. Identifikasi
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P : terjadi warna ungu
kecoklatan
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P : terjadi warna
ungu kecoklatan
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v ;
terjadi warna merah kecoklatan
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida P 5% b/v ;
terjadi warna merah kecoklatan
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia 25% P ; terjadi warna merah
kecoklatan
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium yodida P 6% b/v ; terjadi
warna hijau
 Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v ;
terjadi warna coklat
 Mikrodestilasikan 25 mg rimpang pada suhu 240oC selama 90 detik menggunakan
tanur TAS , tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama dari lempeng KLT
silika gel GF 254 P. Timbang 300 mg serbuk rimpang campur dengan 5 mL metanol
P dan panaskan dalam tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan
dengan metanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 mL filtrat. Pada titik kedua dari
lempeng KLT tutulkan 20 µl filtrat dan pada titik ketiga tutulkan 10 µl zat warna 1
LP. Eluasi dengan dikloroetana P dengan jarak rambat 15 cm, keringkan lempeng di
udara selama 10 menit. Eluasi lagi dengan benzen P dengan arah eluasi dan jarak
rambat yang sama. Amati dengan sinar biasa dang dengan sinar ultraviolet 366 nm.
Semprot lempeng dengan anisaldehida-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110oC
selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm. Pada
kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna hRx sebagai berikut:

Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


No hRx Tanpa Dengan pereaksi Tanpa Dengan pereaksi
pereaksi pereaksi
1. 14-19 - Coklat - Hijau kekuningan
2. 30-36 - Kelabu kecoklatan - Kelabu
3. 37-44 - Ungu - Ungu
4. 50-54 - Merah - Merah kekuningan
5. 55-63 - Kelabu - Coklat
6. 67-76 - Biru keunguan - Ungu
7. 77-86 - Ungu - Merah kekuningan
8. 86-92 - Coklat - Hijau
9. 114-120 - Coklat Biru muda -
Catatan : harga hRx dihitung terhadap bercak warna kuning dari kromatogram zat
warna 1 LP (Depkes, 1979)

D. Isi Simplisia
Minyak atsiri mengandung siklo isoren, mirsen, d kamfer, P tolil metil karbinol, zat warna
kurkumin.

E. Senyawa Identitas

Pola kromatografi :
Fase gerak : Toluen P-etil asetat P (93:7)
Fase diam : Silika gel 60 GF 254
Larutan uji : 0,1% dalam toluen P,
Larutan pembanding : 0,1 % Xantorizol dalam toluen P
Volume penotolan : totolkan 20 µl larutan uji dan 5 µl larutan pembanding
Deteksi : Biru permanen LP dan amonium hidroksida

Susut pengeringan : tidak lebih dari 13%


Abu total : tidak lebih dari 4,8%
Abu tidak larut asam : tidak lebih dari 0,7%
Sari larut air : tidak kurang dari 9,1%
Sari larut etanol : tidak kurang dari 3,6% (Kepmenkes, 2009)
F. Kandungan Kimia Simplisia
Kadar minyak atsiri, tidak kurang dari 5,8% v/b
Kadar kurkuminoid, tidak kurang dari 4,0% dihitung sebagai kurkumin
Larutan uji, timbang seksama lebih kurang 500 mg serbuk, menggunakan pelarut etanol
95% P dalam labu tentukur 50 mL
Larutan pembanding, 0,1% kurkumin dalam etanol 95% P, buat enceran hingga
diperoleh serapan yang mendekati serapan larutan uji.
Pengukuran, totolkan masing-masing 25 µl larutan uji dan encerkan larutan
pembanding pada silika gel 60 F 254, kembangka dengan fase gerak n-heksan P-etil
asetat P (1:1), ukur secara kromatografi lapis tipis-densitometri, pada panjang gelombang
425 nm. Hitung kadar kurkuminoid sebagai kurkumin dalam larutan uji dengan rumus :
1.2 Pegagan

Gambar 2. Daun pegagan (Centella asiatica)

A. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbellales
Famii : Umbelliferae
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica

B. Nama Daerah
Di Indonesia dikenal dengan nama rumput kaki kuda (Sumatera), antanan (Sunda),
pegagan (Jakarta), tikusan (Madura), Pegaga (Makassar), piduh (Bali), kari-kari
(Halmahera) dan gagan-gagan (Jawa). Selain itu, pegagan juga dikenal dengan nama
takip-kohot (Filiphina), brahma butu (India), Indian Hydrocotyle atau Indian
Pennywort (Inggris). pegaga (Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga,
rumput kaki kuda, pegagan, kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau);-
/owa: cowet gompeng, antanan, antanan bener, antanan gede (Sunda), gagan-gagan,
gangganan, kerok batok, pantegowang, panigowang, rendeng, calingan rambut, pacul
gowang (Jawa), gan-gagan (Madura); Sulawesi: pagaga, wisu-wisu (Makasar),
cipubalawo (Bugis); hisu-hisu (Salayar); Nusatenggara: bebele (Sasak), paiduh,
panggaga (Bali), kelai lere (Sawo); Maluku: sarowati (Halmahera), koloditi manora
(Ternate); Papua: dogauke, gogauke, sandanan.
C. Morfologi
Pegagan atau kaki kuda (Centella asiatica L.), tumbuh pada tegalan, padang rumput,
tepi selokan dan pinggir jalan, merupakan tumbuhan herba tahunan yang menjalar dan
berkembang dengan stolon. Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang
banyak tumbuh di perkebunan, tepi jalan, di daerah persawahan, di sela-sela rumput,
di tanah yang agak lembab ataupun agak ternaungi, dan dapat ditemukan di dataran
rendah sampai dataran tinggi (2500 m dpl). Pegagan termasuk salah satu tumbuhan
yang paling banyak dipakai sebagai bahan ramuan obat tradisional. Pegagan berasal
dari daerah Asia tropik dan tumbuh besar di berbagai negara seperti Filipina, Cina,
India, Sri Langka, Madagaskar, Afrika, dan Indonesia.
Pegagan adalah tanaman tidak berbatang, menahun, mempunyai rimpang pendek dan
stolon-stolon yang merayap, panjang 10-80 cm, akar keluar dari setiap buku- buku,
banyak percabangan yang membentuk tumbuhan baru, daun tunggal, bertangkai
panjang, dan terdiri dari 2-10 helai daun. Helaian daun berbentuk ginjal, tepi
bergerigi atau beringgit dan agak berambut. Bunga tersusun dalam karangan berupa
payung, tunggal atau 3-5 bunga bersama-sama keluar dari ketiak daun, dan berwarna
merah muda atau putih. Buah kecil bergantung, berbentuk lonjong, pipih, panjang 2-
2,5 mm, baunya wangi, dan rasanya pahit.
D. Kandungan Kimia
Kandungan kimia herba pegagan antara lain glikosida triterpenoid, utamanya
asiatikosida dan asam asiatikat, madekasat, takunosida, isotakunosida, madekosida,
bramosida, tannin, resin, pectin, gula, vitamin B, garam mineral seperti kalium,
natrium, magnesium, kalsium, besi, fosfor, minyak atsiri,pektin dan asam amino,
flavonoid, fitosterol, dan bahan aktif lainnya.
E. Khasiat
Membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing, demam,
menghentikan pendarahan, meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik,
antiinflamasi, hipotensif, insektisida, anti alergi, meningkatkan ketahanan tubuh.
Triterpenoid merupakan senyawa aktif yang paling penting dari tanaman pegagan.
Kandungan triterpenoid pegagan dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga
peredaran darah ke otak menjadi lancar, memberikan efek menenangkan dan
meningkatkan fungsi mental menjadi lebih baik. Kandungan triterpenoid saponin
dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur utama dalam triterpenoid saponin adalah
asiatikosida dan madekassosida (Gupta and Kumar, 2006). Asiatikosida mampu
bekerja sebagai detoksifikasi pada hati dan merupakan marker dalam penentuan
standar bahan baku pada pegagan (Selfitri,2008). Madekassosida memiliki peran
penting karena mampu memperbaiki keruskan sel dengan merangsang sintesis
kolagen. Kolagen sangat penting sebagai bahan dasar pembentuk serat fibroblas,
diketahui bahwa korteks ovarium (tempat perkembangan folikel) tersusun atas serat-
serat fibroblas (Bonte et al.,1994). Triterpenoid saponin selain mengandung
asiatikosida dan madekassosida juga mengandung beberapa unsur lain, yaitu
centellosida, brahmosida, brahminosida serta B, C, dan D centellasaonin yang saling
bekerjasama dalam proses sintesa kolagen. Triterpenoid genin terdiri atas beberapa
unsur asam. Unsur yang paling dominan adalah asam asiatik. Asam asiatik berperan
penting dalam proses apoptosis sel kanker. Pegagan selain mengandung golongan
senyawa triterpenoid juga mengandung minyak esensial sebesar 0,1% dari seluruh
kandungan bahan aktif di dalamnya. Minyak esensial ini terbagi menjadi 2 jenis
yaitu monoterpen dan sesquiterpen. Monoterpen dan sesquiterpen banyak terdapat
pada jaringan parenkim daun pegagan. Minyak esensial memberikan wangi yang
khas pada tumbuhan pegagan. Flavonoid merupakan salah satu kandungan gizi yang
terdapat dalam pegagan. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbanyak
terdapat di alam. Senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu,
biru, dan zat warna kuning dalam tumbuhan. Flavonoid termasuk senyawa fenolik
alam yang potensial sebagai antioksidan. Selain flavonoid, kandungan lain dalam
pegagan adalah fitosterol. Fitosterol merupakan turunan senyawa sterol, yang dahulu
hanya ditemukan pada hewan dalam bentuk kolesterol sebagai bahan baku
pembentuk hormon seks. Senyawa-senyawa fitosterol yang terdapat pada tumbuhan
antara lain sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Ketiga senyawa fitosterol
tersebut terbukti mampu bekerja baik untuk mengurangi kolesterol total dan LDL
kolesterol dalam darah.
1.3 Sirih Merah

Gambar 3. Daun sirih merah (Piper crocatum)

A. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famii : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz &Pav

B. Nama Daerah
Sirih merah (Indonesia), suruh, sedah (jawa), seureuh (Sunda), ranub (Aceh), cambai
(Lampung), base (Bali), nahi (Bima), mata (Flores), gapura, donlite, gamjeng, perigi
(Sulawesi) (Mardiana, 2004).

C. Morfologi
Habitat Tanaman Daun Sirih Merah Sirih merah tidak dapat tumbuh dengan subur
pada daerah yang panas, tetapi dapat tumbuh subur pada daerah yang dingin, teduh,
dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari dengan ketinggian 300−1000 m.
Tanaman sirih merah sangat baik pertumbuhannya apabila mendapatkan sekitar
60−75% cahaya matahari (Sudewo, 2010). Ciri−ciri Tanaman Daun Sirih Merah Ciri
dari tanaman yang termasuk dalam famili Piperaceae yaitu tumbuhan mejalar.
Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai
membentuk jantung dengan bagian atas meruncing bertepi rata dan permurkaan
mengkilap dan tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15−20 cm. Warna daun
bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah
hati cerah. Daunnya berlendir, berasa pahit, dan beraroma wangi khas sirih.
Batangnya berjalur dan beruas dengan jarak buku 5−10 cm di setiap buku bakal akar
(Sudewo, 2005). Sirih merah 12 merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan
sosoknya mirip tanaman lada. Tinggi tanaman biasanya mencapai 10 m, tergantung
pertumbuhan dan tempat merambatnya. Batang sirih berkayu lunak, beruas-ruas,
beralur dan berwarna hijau keabu-abuan. Daun tunggal berbentuk seperti jantung hati,
permukaan licin, bagian tepi rata dan pertulangannya menyirip (Syariefa, 2006).

D. Kandungan Kimia
Minyak atsiri 1−4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B,
C, yodium, gula dan pati. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan
beberapa derivatnya. Minyak atsiri terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol,
eugenol, metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, 13 fenilpropan, dan tannin.

E. Khasiat
Diabetes mellitus, jantung koroner, tuberkulosis, asam urat, kanker payudara, kanker
darah (leukemia), ambeien, penyakit ginjal, impotensi, eksim atau eksema atau
dermatitis, gatal−gatal, luka bernanah yang sulit sembuh, karies gigi, batuk, radang
pada mata, radang pada gusi dan telinga, radang prostat, hepatitis, hipertensi,
keputihan kronis, Demam Berdarah Dengue (DBD), penambah nafsu makan, penyakit
kelamin (gonorrhea, sifilis, herpes, hingga HIV/AIDS), sebagai obat kumur dan
manfaat bagi kecantikan (Amalia, 2002).
Kavikol merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau
khas pada sirih. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat menyebabkan
perubahan warna. Minyak atsiri berperan sebagai anti bakteri dengan cara
mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk
atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004). Dalam kadar yang rendah maka akan
terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel
membran mengalami lisis (Parwata, 2008). Sedangkan mekanisme fenol sebagai agen
anti bakteri berperan sebagai toksin dalam protoplasma, merusak dan menembus
dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenol bermolekul besar
mampu menginaktifkan enzim essensial di dalam sel bakteri meskipun dalam
konsentrasi yang sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri,
denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel (Hyne,
1987). Selain itu sirih merah mengandung beberapa senyawa kimia seperti flavonoid,
alkaloid, dan tannin yang bersifat bakterisid. Flavonoid merupakan senyawa fenol
yang dapat menyebabkan denaturasi protein yang merupakan substansi penting dalam
struktur bakteri. Apabila komponen sel seperti protein 14 terdenaturasi maka proses
metabolisme bakteri akan terganggu dan terjadi lisis yang akan menyebabkan
kematian bakteri tersebut (Jawetz et al., 2005). Alkaloid memiliki kemampuan
sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991).
Tanin memiliki aktivitas antibakteri, karena efek toksisitas tanin dapat merusak
membran sel bakteri, senyawa astringen tanin dapat menginduksi pembentukan
kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan
suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas
tanin itu sendiri (Akiyama, 2001).
BAB III
TINJAUAN EKSTRAK
2.1 Ekstrak Kental Rimpang Temulawak
Ekstrak rimpang temulawak adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang tumbuhan Curcuma
Xanthorrhiza Roxb., suku zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 4,60%
v/b dan kurkuminoid tidak kurang dari 14,20% dihitung sebagai kurkumin.
A. Pada pembuatan ekstrak
Rendemen tidak kurang dari 18%.
B. Identitas Ekstrak
Pemerian : ekstrak kental , kuning kecokelatan, bau khas, rasa pahit
Senyawa identitas : Xantorizol

Kadar air : tidak lebih dari 10%


Abu total : tidak lebih dari 7,8%
Abu tidak larut asam : tidak lebih dari 1,6% (Kepmenkes, 2009).
C. Kandungan Kimia Ekstrak
Kadar minyak atsiri : tidak kurang dari 4,6% v/b
Kadar kurkuminoid : tidak kurang dari 14,20 % dihitung sebagai kurkumin
Larutan uji : timbang seksama lebih kurang 50 mg ekstrak, larutkan dalam 25 mL
etanol 95% P di dalam tabung reaksi. Saring ke dalam labu tentukur 50
mL, bilas kertas saring dengan etanol 95% P secukupnya sampai tanda.
Larutan pembanding : 0,1% kurkumin dalam etanol 95% P, buat enceran hingga
diperoleh serapan yang mendekati serapan larutan uji.
Pengukuran : totolkan masing-masing 25 µl larutan uji dan encerkan larutan
pembanding pada silika gel 60 F 254, kembangka dengan fase gerak
n-heksan P-etil asetat P (1:1), ukur secara kromatografi lapis tipis-
densitometri, pada panjang gelombang 425 nm. Hitung kadar
kurkuminoid sebagai kurkumin dalam larutan uji dengan rumus :
2.2 Ekstrak Kental Herba Pegagan
Ekstrak kental herba pegagan adalah ekstrak yang dibuat dari herba tumbuhan Centella
asiatica (L) Urb, suku Apiaceeae, mengandung asiatikosida tidak kurang dari 0,90%
v/b dan kurkuminoid tidak kurang dari 14,20% dihitung sebagai kurkumin.
A. Pada pembuatan ekstrak
Rendemen tidak kurang dari 7,2%.
B. Identitas Ekstrak
Pemerian : ekstrak kental , cokelat tua, berbau tidak khas, rasa agak pahit
Senyawa identitas : Asiatikosida

Kadar air : tidak lebih dari 10%


Abu total : tidak lebih dari 7,8%
Abu tidak larut asam : tidak lebih dari 1,6%
BAB IV
STUDI PRA KLINIK
3.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
A. Antifungi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rukayadi dan Hwang, membuktikan bahwa
xantorizol yang diisolasi dari Curcuma xanthorrhiza dapat menghambat pertumbuhan jamur
Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Fusarium oxysporum, Rhizopus
oryzae dan Trichophyton mentagrophytes, dengan MIC 2.0, 2.0, 2.0, 4.0, 1.0 dan 1.0 μg /mL,
sedangkan MFC masing-masing adalah 4.0, 4.0, 4.0, 8.0, 2.0 dan 2.0 μg / mL,masing-masing.
Kerentanan enam spesies jamur filamen terhadap xanthorrhizol sebanding dengan yang
dimiliki Antijamur komersial, amfoterisin B. Xanthorrhizol juga memiliki aktivitas untuk
menghambat pertunasan konidia dari semua spesies yang diuji.

B. Antiproliferasi
Priosoeryanto juga melaporkan bahwa ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas
antiproliferasi terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Hasil terbaik
ditunjukkan pada dosis pemberian 75 ppm dengan aktivitas antiproliferasi mencapai 70%
pada sel tumor MCA-B1dan 75,4% pada sel tumor MCM-B2. Mekanisme antiproliferasi dari
ekstrak etanol temulawak ini diduga disebabkan oleh kandungan kurkumin pada temulawak
dengan mekanisme menginduksi apoptosis sel tumor dengan diperantarai oleh aktivasi
caspase-3. Aktivasi ini disebabkan oleh kurkumin memacu pelepasan cytocrom c melalui
pembentukan intermediat oksigen reaktif dan hilangnya potensial membran pada mitokondria
(Khar et al.,2003).

C. Antioksidan
Aktivitas antioksidan temulawak juga telah dibuktikan dalam penelitian lain dengan
menggunakan metode DPPH. Metode ini berdasarkan pada kemampuan antioksidan dalam
menghambat radikal bebas dengan menyumbang satu atom hidrogen. Pada penelitian ini,
nilai IC50 ekstrak temulawak adalah 87,01 ppm. Ekstrak temulawak menunjukkan aktivitas
antioksidan yang digolongkan aktif (Rosidi et al., 2016).

D. Hepatoprotektif
Ekstrak etanol temulawak diketahui memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektif
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Devaraj et al, dimana pada penelitian ini
digunakan ekstrak etanol temulawak yang sudah di standarisasi menggunakan GC-MS.
Hewan uji di induksi dengan etanol yang akan mengakibatkan toksisitas pada hati. Aktivitas
hepatoprotektif dinilai dengan pemantauan fungsi hati melalui pengukuran alanine
transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP) dan
kandungan protein. Hasil penelitian menunjukkan Pretreatment ekstrak etanol temulawak
standar (500 mg/kg) mengurangi gejala fatty liver (pembengkakan hati) dan secara signifikan
menghambat kenaikan masing-masing kadar enzim serum. Sehingga C. xanthorrhiza bisa
bertindak sebagai pengobatan yang efektif untuk penyakit hati akut.
Penelitian lain juga menunjukkan adanya aktivitas hepatoprotektif terhadap hewan uji
tikus yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4) yang menyebabkan kerusakan hati,
ditunjukkan oleh fraksi heksan dengan peningkatan yang signifikan dalam hal fungsi hati
biokimia, enzim hati antioksidan, dan aktivitas peroksidasi lipid. Pemulihan yang baik
diamati pada jaringan hepatik yang ditangani secara histologis. Oleh karena itu, hasilnya
menyimpulkan bahwa fraksi heksan temulawak memiliki aktivitas hepatoprotektif yang
menonjol yang mungkin disebabkan oleh aktivitas antioksidan yang juga tinggi pada fraksi
heksan melalui pengujian aktivitas antioksidan yang juga dilakukan (Devaraj et al., 2014).

3.2 Pegagan (Centella asiatica)

A. Antidepressan

Efek antidepresi dari total triterpen dari CA pada waktu imobilitas pada tikus berenang
paksa dan konsentrasi asam amino pada jaringan otak tikus diamati. Dalam penelitian ini,
imipramine dan triterpen total dari CA mengurangi waktu imobilitas dan memperbaiki
ketidakseimbangan kadar asam amino yang mengkonfirmasi aktivitas antidepresan CA.
Penulis yang sama menyelidiki kemungkinan efek antidepresi dari total triterpentes CA
dengan mengukur kadar kortikosteron pada otak tikus [30]. Kandungan neurotransmitter
monoamina dan metabolitnya pada korteks tikus, hippocampus dan thalamus dievaluasi
dimana penurunan tingkat kortikosteron yang signifikan dan peningkatan kandungan 5-HT,
NE, DA dan metabolitnya 5-HIAA, MHPG pada otak tikus yang diamati. yang selanjutnya
memperkuat keterlibatan postulat dari triterpen total CA dalam memperbaiki fungsi sumbu
HPA dan meningkatkan kandungan neurotransmitter monoamina untuk efek antidepresannya.
B. Antiepilepsi
Pemberian CA (300 mg/ kg, p.o) menurunkan kejang pentylenetetrazole dan menunjukkan
perbaikan defisit pembelajaran yang disebabkan oleh pemotongan kayu pentilenetetol yang
dibuktikan dengan penurunan skor kejang dan peningkatan latency pada perilaku
penghindaran pasif. Ekstrak hidrocalalkohol daun CA juga dikenai skrining farmakologis
dengan menggunakan berbagai model eksperimental dan terbukti menunjukkan tindakan
protektif terhadap peningkatan stimulasi listrik intrakranial (ICES) dan kemo-konvulsi, yang
meliputi konvulsi yang diinduksi dengan pentilenetetrazol, kejang pentilenetetrazol, dan
kejang opisthotonus yang diinduksi strychnine pada pemberian oral. Hal ini juga
menunjukkan penurunan dalam pembentukan produk peroksidasi lipid, penurunan aktivitas
motorik spontan, potensiasi pada hiperaktifitas hipoksia yang dipicu diazepam, hipotermia,
dan potensiasi waktu tidur pentobarbitone. Ekstrak (200 mg / kg berat badan) benar-benar
menghambat konvulsi yang disebabkan pentilenetetrazol. Temuan ini menunjukkan potensi
antikonvulsan dan antioksidannya, dan tindakan depresan CNS.

C. Antioksidan
Sebuah studi menunjukkan sifat kognitif dan anti-oksidan CA pada tikus normal. Efek dari
ekstrak CA berair (100, 200 dan 300 mg / kg selama 21 hari) dievaluasi pada penurunan
kognitif intraserebroventrikular (i.c.v.) streptozotocin (STZ) dan stres oksidatif pada tikus
[34]. Tikus yang diobati dengan CA menunjukkan peningkatan tergantung dosis dalam
perilaku kognitif dalam penghindaran pasif dan paradigma maze plus tinggi. Penurunan
MDA yang signifikan dan peningkatan kadar glutathione dan katalase hanya diamati pada
tikus yang diobati dengan 200 dan 300 mg / kg CA. Temuan yang dilaporkan dalam studi di
atas menunjukkan keefektifan potensial CA dalam mencegah defisit kognitif, serta stres
oksidatif. Untuk memberi lebih banyak cahaya pada mekanisme neuroproteksi ini oleh CA,
satu penelitian baru-baru ini melaporkan bahwa fosforilasi protein pengikat respon AMP
siklik (CREB) ditingkatkan pada sel neuroblastoma yang mengekspresikan amyloid beta 1-42
(beta beta) dan pada tikus kultur sel primer korteks embrio. Dalam studi lain, sementara
pengobatan oral dengan ekstrak metanol 50 mg / kg / hari CA selama 14 hari secara
signifikan meningkatkan enzim antioksidan, seperti superoxide dismutase (SOD), katalase
dan glutathione peroxidase (GSHPx) pada tikus pembawa limfoma, anti oksidan seperti
glutathione (GSH) dan asam askorbat menurun pada hewan. Dalam sebuah penelitian,
turunan turunan asam asiatik ditunjukkan untuk memberikan efek neuroprotektif yang
signifikan pada sel korteks berbudaya dengan potensiasi mekanisme pertahanan oksidatif
seluler. Oleh karena itu, agen ini terbukti berkhasiat dalam melindungi neuron dari kerusakan
oksidatif yang disebabkan oleh paparan kelebihan glutamat

D. Anticancer
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Hussin dkk telah menunjukkan bahwa jus
daun pegagan tidak beracun bagi sel normal. Ini menunjukkan efek sitotoksik pada sel tumor
tergantung dosis. Apoptosis pada sel dimulai setelah terpapar selama 72 jam tergantung dosis.
Penelitian menemukan bahwa persentase kematian sel apoptosis yang lebih tinggi dan
kerusakan DNA pada konsentrasi di atas 0,1%. Selain itu, paparan jus menyebabkan
pengurangan ekspresi gen c-myc dan peningkatan c-fos dan ekspresi gen c-erbB2 pada sel
tumor.

E. Imunomodulator
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mali dan Hatapaki membuktikan bahwa
ekstrak etanol dari daun pegagan pada konsentrasi 25-100 mg/mL dapat menstimulasi sel
mediator sistem imun dengan meningkatkan fungsi fagositosi neutrofil.

3.3 Sirih Merah (Piper crocatum)


A. Antiinflamasi
Ekstrak daun sirih merah telah diteliti memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap tikus
Wistar yang mengalami aterosklerosis melalui penurunan kadar TNF-α dan IL-6 (Wahyuni et
al., 2016). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriyani et al juga membuktikan bahwa
ekstrak metanol daun sirih merah pada dosisi 50 mg/kg BB memiliki aktivitas antiinflamasi
paling besar terhadap reduksi inflamasi yang dialami oleh tikus yang diinduksi karagenan.

B. Antihiperglikemi
Ekstrak daun sirih merah yang diperoleh dari hasil dekok menunjukkan aktivitas
antihiperglikemik pada tikus diabetes yang diinduksi alloxan. Pemberian ekstrak daun sirih
merah selama 10 hari dapat menurunkan gula darah sebesar 10-38% dan menurunkan berat
badan 5-52% (Safithri dan Farah, 2008).

C. Imunomodulator
Penelitian yang dilakukan oleh Hartini et al., membuktikan bahwa pengobatan dengan 2
neolignan (Pc-1 dan Pc-2) yang diisolasi dari daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
(5 mg dan 10 mg/BB) memiliki efek imunomodulator terhadap hati tikus dan ginjal yang
diinduksi oleh Listeria monocytogenes dengan meningkatkan aktivitas dan kapasitas
fagositosis makrofag dan produksi oksida nitrat namun tidak proliferasi limfosit. Hasil
hispatologi hati dan ginjal hewan uji yang diberikan Pc-1 menunjukkan fitur normal.
Sedangkan pada pengobatan Pc-2 menunjukkan degenerasi hidropik dan nekrosis, diduga
disebabkan oleh gugus -OH yang bertanggung jawab terhadap toksisitas yang menyebabkan
kerusakan hati.
BAB IV
STUDI KLINIS
4.1 Temulawak
Beberapa studi klinis mengenai temulawak telah dilakukan diantara lain untuk
mengetahui Pengaruh Suplementasi Curcuma xanthorrhiza pada penderita Sistemik Lupus
Erythematosus Penderita Hipovitamin D yang Diberikan Vitamin D3 terhadap Aktivitas
Penyakit (SLEDAI), IL-6, dan Serum TGF-β1. Namun pemberian suplementasi tersebut tidak
memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan SLEDAI, penurunan kadar IL-6, dan
TGF-β1, dimana penurunan kadar serum IL-6 memiliki korelasi positif dengan penurunan
SLEDAI (Wahono et al., 2017).
Studi lain yang dilakukan oleh Rosidi et al menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
temulawak dengan kadar kurkumin 750 mg terbaik dalam menurunkan kadar asam laktat
secara signifikan terhadap atlet. Kurkumin sebagai antioksidan,dapat mencegah kerusakan
membran mitokondria dan rantai respirasi melalui peredaman radikal bebas. Dengan rantai
respirasi yang normal maka fosforilasi oksidatif dapat berlangsung.
Studi klinis fase II terhadap ramuan jamu hepatoprotektor yang salah satu bahannya
mengandung temulawak telah dilakukan oleh Zulkarnain et al, menunjukkan bahwa ramuan
tersebut memberikan manfaat sebagai hepatoprotektor yang dibuktikan dengan perbaikan
gejala klinis dan menurunnya rerata SGPT dan SGOT dan keamanan jamu juga telah
dibuktikan aman dengan pemeriksaan darah rutin dan fungsi ginjal yang tidak mengalami
perubahan bermakna pada akhir uji dibandingkan awal. Salah satu kandungan dari jamu
tersebut adalah temulawak yang mengandung kurkuminoid dan xantorizol yang berperan
sebagai hepatoprotektor.

4.2 Pegagan
Sebuah studi klinis tentang penanganan gejala anxietas dengan Centella asiatica
menunjukkan hasil bahwa konsumsi CA (kapsul 500 mg, dua kali sehari selama 60 hari)
secara signifikan mengurangi stres pada gangguan depresi terkait depresi (Tabel-2). Skor
awal indeks kecemasan turun menjadi 13,1% dalam 30 hari dan 26,0% dalam 60 hari setelah
pengobatan CA (Tabel 2). Perbaikan (12,5%) pada stres selfperceived dalam 30 hari dan
23,2% dalam waktu 60 hari telah dicatat.
Indeks depresi juga berkurang dari 10,2% (30 hari) menjadi 21,8% (60 hari) dalam kasus
percobaan CA (Tabel-2). Setelah pengobatan, skor penyesuaian akhirnya membaik sebesar
35,2% dan tingkat perhatian meningkat sebesar 27,8%. Masing-masing Hasilnya secara
statistik signifikan dengan nilai P semua <0,01.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
 Temulawak menagndung kurkuminoid dan xantorizol yang telah terbukti secara klinis
memiliki efek hepatoprotektor
 Pegagan dan sirih merah terbukti secara pra klinik memiliki efek imunomodulator
 Berdasarkan data-data penelitian pra klinik membuktikan ketiga bahan dalam ramuan
memiliki efek yang diperlukan sebagai hepatoprotektor
 Belum ada penelitian klinis terkait efek hepatoprotektor kombinasi ketiga bahan
dalam ramuan
5.2 Saran
 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman sirih merah, untuk
memperoleh data standarisasi ekstrak, serta perlu dilakukan studi klinik.
 Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut efek terhadap kombinasi ketiga bahan ramuan
terkait penggunaannya sebagai hepatoprotektor baik pra klinik maupun studi klinik.
 Perlu dilakukan uji keamanan penggunaan ramuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah,E. dr., dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh
Aneka Penyakit. Jakarta : Agro Media Pustaka
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium
Guajava L. Bioscientiae. Vol. 1, No. 1 : 31-8.
Akiyama, H. Fujii, K. Yamasaki O. Oono dan T. Iwatsuki, T. 2001. Antibacterial Action of
Several Tannins Agains Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial Chemotherapy.
Vol. 48 : 487-91.
Amalia, E dan Fitria N. 2002. Tata Cara Praktis Budidaya Taanaman Obat dan Pembuatan
Obat Tradisional. PJ Sekar Kedhaton.Yogyakarta.
Chen Y, Han T, Qin L, Rui Y, Zheng H. Effect of total triterpenes from Centella asiatica on
the depression behaviour and concentration of amino acid in forced swimming
mice. Zhong Yao Cai. 2003;26:870–3.
Chen Y, Han T, Rui Y, Yin M, Qin L, Zheng H. Effects of total triterpenes of Centella
asiatica on the corticosterone levels in serum and contents of monoamine in depression rat
brain. Zhong Yao Cai. 2005;28:492–6.
Cheng CL, Guo JS, Luk J, Koo MW. The healing effects of Centella extract and asiaticoside
on acetic acid induced gastric ulcers in rats. Life Sci. 2004;74:2237–49.
Cheng CL, Koo MW. Effects of Centella asiatica on ethanol induced gastric mucosal lesions
in rats. Life Sci. 2000;67:2647–53.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III.
Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman. 247-251, 299-304, 321-325.
Devaraj,S., S.Ismail, S.Ramanathan, dan M.F.Yam. 2014. Investigation of Antioxidant and
Hepatoprotective Activity of Standardized Curcuma xanthorrhiza Rhizome in Carbon
Tetrachloride-Induced Hepatic Damaged Rats. Scientific World Journal
Devaraj,S., S.Ismail, S.Ramanathan,S. Mariuthu, dan Y.M. Fei. 2010. Evaluation of the
hepatoprotective activity of standardized ethanolic extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Journal of Medicinal Plants Research. Vol. 4(23). pp. 2512-2517
Fitriyani, A., L. Winarti., S. Muslichah dan Nuri. 2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol
Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav ) Pada Tikus Putih. Majalah Obat
Tradisional, Vol.3 (1)
Ganachari MS, Babu V, Katare S. Neuropharmacology of an extract derived from Centella
asiatica. Pharm Biol. 2004;42:246–52.
Guo JS, Cheng CL, Koo MW. Inhibitory effects of Centella asiatica water extract and
asiaticoside on inducible nitric oxide synthase during gastric ulcer healing in rats. Planta
Med. 2004;70:1150–4.
Gupta YK, Veerendra Kumar MH, Srivastava AK. Effect of Centella asiatica on
pentylenetetrazole-induced kindling, cognition and oxidative stress in rats. Pharmacol
Biochem Behav. 2003;74:579–85.
Hartini, Y.S, S. Wahyuono, S. Widyarini, A. Yuswanto. 2014. In vivo Immunomodulatory
Effect and Histopathological Features of Mouse Liver and Kidney Treated with
Neolignans Isolated from Red Betel (Piper crocatum Ruiz & Pav) Leaf. Tropical Journal
of Pharmaceutical Research. Vol.13 (10).pp.1609-1614
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Edisi ke-1.Badan. Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Hussin, F. et al., 2014. The centella asiatica juice effects on DNA damage, apoptosis and
gene expression in hepatocellular carcinoma (HCC). BMC Complementary and
Alternative Medicine, pp. 1-7.
Jana, U. et al., 2010. A clinical study on the management of generalized anxiety disorder with
Centella asiatica. Nepal Med Coll J, pp. 8-11.
Jawetz, M dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. ECG. Jakarta
Jayashree G, Kurup Muraleedhara G, Sudarslal S, Jacob VB. Anti-oxidant activity
of Centella asiaticaon lymphoma-bearing mice. Fitoterapia. 2003;74:431–4
Kepmenkes. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Khar,A., Ali, A.M. Pardhasaradhi, B.V.V., Begum, Z., Anjum, R. 2003. Antitumor Activity
of Curcumin is Mediated through the Induction of Apoptosis in AK-5 Tumor Cells. J.
Assoc. Physicians India. Vol 57.pp. 1055-1060
Lee MK, Kim SR, Sung SH, Lim D, Kim H, Choi H, et al. Asiatic acid derivatives protect
cultured cortical neurons from glutamate-induced excitotoxicity. Res Commun Mol Pathol
Pharmacol. 2000;108:75–86.
Liu M, Dai Y, Yao X, Li Y, Luo Y, Xia Y, et al. Anti-rheumatoid arthritic effect of
madecassoside on type II collagen-induced arthritis in mice. Int
Immunopharmacol. 2008;8:1561–6.
Mali, R.G., dan B.C. Hatapakki. 2008. An in Vitro study of Effect of Centella asiatica on
Phagocytosis by Human Neutrophils. International Journal of Pharmaceutical Sciences
and Nanotechnology. Vol 1 (3).
Mun’im, A. dan E. Hanani. 2011. Fitoterapi Dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Parwata dan Dewi. 2008. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak atsiri Dari Rimpang
Lengkuas (Alpinia Galanga L.). Jurnal Kimia. Vol. 2, No. 2.
Priosoeryanto, B.P., R.Sari, R.Tiuria, L.K. Darusman, E.D. Purwakusumah, W. Nurcholis.
2009. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
pada sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara in vitro. Indonesian Journal of
Veterinary Science and Medicine. Vol 1 (1)
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB. Bandung.
Rosidi, A., A.Khomsan, B.Setiawan, H.Riyadi, dan D. Briawan. 2016. Antioxidant potential
of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb). Pakistan Journal of Nutrition. Vol 15 (16).
Pp.556-560
Rosidi,A., A. Khomsan, B. Setiawan, H. Riyadi, D. Briawan. 2013. Efikasi Pemberian
Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Dan Multivitamin Mineral Terhadap
Penurunan Kadar Asam Laktat Darah Atlet. MGMI .Vol. 5 (1).pp. 61-70
Rukayadi, Y. dan J.K. Hwang. 2007. In Vitro Antimycotic Activity of Xanthorrhizol Isolated
from Curcuma xanthorrhiza Roxb. against Opportunistic Filamentous Fungi.
Phytotherapy Research. Vol. 21.pp.434–438
Rukmana, R. Ir. 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta : Penerbit Kanisius
Safithri, M. Dan F. Fahma. 2008. Potency of Piper crocatum Decoction as an
Antihiperglycemia in rat Strain Sprague dawley. HAYATI Journal of Biosciences. Vol. 15
(1). P. 45-48
Said, ahmad. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta : PT. Sinar Wadja Lestari
Sairam K, Rao CV, Goel RK. Effect of Centella asiatica Linn on physical and chemical
factors induced gastric ulceration and secretion in rats. Indian J Exp Biol. 2001;39:137–
42.
Sastravaha G, Gassmann G, Sangtherapitikul P, Grimm WD. Adjunctive periodontal
treatment with Centella asiatica and Punica granatum extracts in supportive periodontal
therapy. J Int Acad Periodontol. 2005;7:70–9.
Sharma J, Sharma R. Radioprotection of Swiss albino mouse by Centella
asiatica extract. Phytother Res. 2002;16:785–6.
Shobi V, Goel HC. Protection against radiation-induced conditioned taste aversion
by Centella asiatica. Physiol Behav. 2001;73:19–23.
Somchit MN, Sulaiman MR, Zuraini A, Samsuddin LN, Somchit N, Israf DA, et al.
Antinociceptive and antiinflammatory effects of Centella asiatica. Indian J
Pharmacol. 2004;36:377–80.
Sudewo B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah Revisi. Cet 2. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Sudewo, B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Syariefa, E. 2006. Resep sirih Wulung untuk Putih Merona Hingga Kanker Ganas. Majalah
Trubus. Januari.
Veerendra Kumar MH, Gupta YK. Effect of Centella asiatica on cognition and oxidative
stress in an intracerebroventricular streptozotocin model of Alzheimer's disease in
rats. Clin Exp Pharmacol Physiol. 2003;30:336–42.
Wahjuni, S., Wita, I.W , M. Astawa, I.N. 2016. Anti-inflammatory effect of red piper
crocatum leaves extract decrease TNF-α and IL-6 levels in wistar rat with atherosclerosis.
Bali Medical Journal (Bali Med J). Vol. 5 (2).pp.240-244
Wahono, C.S, C. D. Setyorini, H. Kalim, N. Nurdiana, K.Handono. 2017. Effect of Curcuma
xanthorrhiza Supplementation on Systemic Lupus Erythematosus Patients with
Hypovitamin D Which Were Given Vitamin D3 towards Disease Activity (SLEDAI), IL-
6, and TGF-𝛽1 Serum. International Journal of Rheumatology
Xu Y, Cao Z, Khan I, Luo Y. Gotu Kola (Centella asiatica) extract enhances phosphorylation
of cyclic AMP response element binding protein in neuroblastoma cells expressing
amyloid beta peptide. J Alzheimers Dis. 2008;13:341–9.
Yoosook C, Bunyapraphatsara N, Boonyakiat Y, Kantasuk C. Anti-herpes Simplex Virus
activities of crude water extracts of Thai medicinal plants. Phytomedicine. 2000;6:411–9.
Zulkarnain,Z., F. Novianto, dan Saryanto. 2017. Uji Klinik Fase II Ramuan Jamu sebagai
Pelindung Fungsi Hati. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 45 (2).pp. 125 – 136

Anda mungkin juga menyukai