Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Hadikagusti Adora


Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :
dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP M. DJAMIL PADANG
2019
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD RSUP M. DJAMIL PADANG

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Hadikagusti Adora


Semester : I (Satu) / Fisiologi

Telah menyelesaikan referat dangan judul :


HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Padang, 2 Desember 2019


Mengetahui/menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing Obstetri & Ginekologi

dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K) dr. Hadikagusti Adora

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)

i
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD RSUP M. DJAMIL PADANG

LAPORAN HASIL PENILAIAN

Nama : dr. Hadikagusti Adora


Semester : I (Satu) / Fisiologi

Telah menyelesaikan referat dangan judul:


HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Hasil Penilaian

NO KRITERIA PENILAIAN NILAI KETERANGAN


1 Pengetahuan

2 Keterampilan

3 Attitude

Padang, 2 Desember 2019


Mengetahui/Menyetujui
Pembimbing

(dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K))

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... i


LAPORAN HASIL PENILAIAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2
2.1 Definisi .......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 2
2.3 Etiologi dan Patogenesis ............................................................................... 2
2.4 Gejala Klinis.................................................................................................. 9
2.5 Diagnosis ..................................................................................................... 11
2.6 Diagnosis Banding ....................................................................................... 12
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................................... 13
2.8 Komplikasi ................................................................................................... 19
2.9 Prognosis ...................................................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala Hiperemesis Gravidarum .......................................................... 10


Tabel 2.2 Daldiyono Score .................................................................................... 17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Interaksi antara faktor-faktor pencetus HEG ..................................... 9

v
BAB I
PENDAHULUAN

Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar
dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi
hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang
lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu.1,2 Literatur lain menyebutkan bahwa mual dan muntah
terjadi 50-70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita
hamil trimester pertama mengalami mual-mual dan 44% mengalami muntah-
muntah.4 Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida.1,2 Klebanoff dkk, melaporkan bahwa lebih separuh dari 9000 wanita
mengalami muntah pada awal kehamilan.2 Borowski and associates (2003) dari
penelitiannya didapatkan 1.6% dari 9500 wanita hamil dilakukan rawat inap.
Gazmararian,dkk (2002) mempelajari lebih dari 46.000 wanita dan 0.8%
memerlukan hospitalisasi antepartum untuk hiperemesisnya.3
Bila wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum
hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang
dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan
memerlukan perawatan di rumah sakit. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000
kehamilan.3 Literatur lain menyebutkan perbandingan insidensi hiperemesis
gravidarum 4:1000 kehamilan.4 Literatur lain menyebutkan puncak terjadinya
hiperemesis gravidarum ialah pada minggu ke delapan dan kedua belas
kehamilan.3 Sindrom ini ditandai dengan adanya muntah yang sering, penurunan
berat badan, dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis, yang disebabkan
menurunnya asam lambung dan hipokalemia.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum (HEG) adalah mual dan muntah berlebihan pada
wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya
menjadi buruk karena terjadi dehidrasi.1 Selain itu dapat diartikan hiperemesis
gravidarum adalah muntah-muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat
keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan dan hipokalemia.2

2.2 Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya
dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir
pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-
22 minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan.3,4
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida.
Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya
mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.
Insiden dikatakan meningkat pada masyarakat barat yang tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan dengan pedesaan.4
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi
masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.4 Morbiditas yang
ditimbulkan berupa :
1. Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang
bekerja.
2. Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat
pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit
lebih dari sekali.
3. Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

2
melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa
kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.4

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang
terdiri dari 3 komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative
dan efektor yang bersifat somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui
saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah
juga menerima rangsangan dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada
serebral dari chemoreseptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari
apparatus vestibular via serebelum. Kalau sinyal tersebut berasal dari perifer
maka sinyal tersebut tidak akan melalui trigger zone tetapi akan mencapai
pusat muntah melalui nucleus traktus solitaries. Pusat muntah ini berdekatan
dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat
muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna
bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan
mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan
laring untuk mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan
akhirnya terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya
timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya
tekanan intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi
dilanjutkan dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga memungkinkan
terjadinya pengeluaran isi lambung.4
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial.
Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya
cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk
memperoleh energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi
asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar

3
keton dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak
yakni tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
timbulnya dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan
berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida
urine. Dampak lainnya yakni dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak
hati, sehigga memperberat keadaan penderita. 5
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul
gejala seperti muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss
Syndrome. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti
sendiri.4
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara
faktor endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi
nutrisi, anatomi dan psikologi. 5
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis
gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada
ibu dengan hiperemesi gravidarun.5 mekanisme timbulnya masih belum
jelas namun dikatakan akibat efek stimulasi pada sistem sekresi dari GIT
dan stimulasi dari fungsi tiroid karena memiliki struktur yang mirip dengan
Thyroid Stimulating Hormon (TSH).5
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu –
satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga
mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HEG). Ini ditandai dengan
adanya HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini

4
merupakan akibat dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap
lingkungan.5
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi pada
trimester pertama ketika HEG sering terjadi. Penelitian menunjukkan pada
pasien dengan HEG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan
timbulnya HEG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan
penurunan waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang dapat
mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan akibat peningkatan
hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan risiko
infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya
gejala GIT. 5
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat
kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah
yang dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT).
Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya
HEG. Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan karena memiliki
struktur yang mirib dengan HCG.5
5. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat
badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan
antara HEG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering
ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah mengurangi
rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara berinteraksi
dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu
hamil salah satunya dengan HEG namun mekanismenya masih belum
jelas.5

5
6. Adrenal Cortex
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala pada
ibu dengan HEG ketika menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan
rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HEG, namun
mekanisme masih belum jelas.5
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin
ditemukan pada pasien dengan HEG. Kemungkinan ini diakibatkan karena
kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi produksi dari
hormon plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari
plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal
kehamilan. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah
pada kehamilan.5

b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated,
kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HEG dikatakan
timbul akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan
sintesis hormon kehamilan.5

c. Gastro Intestinal
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HEG merupakan salah satu
etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada
bagian antrum dan corpus dari lambung pasien dengan HEG. Jumlah
bakteri H.pylori juga kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan
dari HEG.5
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya
perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem

6
imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun
selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5
2. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari
lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan
menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan
mual. Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh
dalam patogenesis HEG.
3. Tekanan spingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama hamil.
Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari spingter
bawah esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan
progesteron. 5
4. Sekresi cairan di GIT
HEG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena
peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung.
Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil,
karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5

d. Enzim Metabolik
1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HEG dengan peningkatan
kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada
pasien HEG tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan
hipertiroidism, namun mekanisme secara detail belum jelas. Diperkirakan
kelainan fungsi hati kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari
hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HEG.5
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HEG.
Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan
enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut

7
bukan diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar ludah.5

e. Defisiensi nutrisi
1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HEG, namun
hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu
juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan insiden HEG.5
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HEG yakni
zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi menurun
pada pasien dengan HEG. Zinc merupakan bahan yang penting dalam
katalisis enzim yang berhubungan dengan metabolism, sedangkan kadar
besi yang rendah kemungkunan mengganggu fungsi biokimia, metabolic
dan endokrin dari beberapa organ.5

f. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HEG karena adanya beberapa variasi anatomi,
kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan
dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5

g. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan
konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi
tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian
kesukaran hidup. 5
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita
hamil dengan dan tanpa HEG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HEG
jauh lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari

8
para wanita hamil yang tidak menderita HEG. Gejala tersebut antara lain;
gejala depresi, histeria, psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku
obsesif kompulsif. Penyebab gejala-gejala psikologis tersebut karena trauma
dan stress. Dapat disimpulkan bahwa HEG tidak berhubungan dengan
gangguan psikologis dan sulit untuk membuktikan bahwa HEG adalah murni
psikologis karena banyak wanita mulai muntah sebelum mereka mengetahui
bahwa mereka hamil. 5

Gambar 2.1 Interaksi antara faktor – faktor pencetus HEG.5

2.4 Gejala Klinis


Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4 :
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan

9
merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan
mata cekung.1,4
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik
dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam
bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.1,4

Tabel 2.1 Gejala Hiperemesis Gravidarum


Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat II
Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan Lebih buruk
apatis
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >10 kali Sering Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Nadi >100 x/mnt Meningkat Meningkat
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, + ikterus Cekung, + ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin -/+ > +2

3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

10
2.5 Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6J
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari
anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial
pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien
dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid
dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

11
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam,
sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai
gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:
1. Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada
perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa
appendiksitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda
defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk
untuk membedakan wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa
appendiksitis akut.3,7,8
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan
obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak
terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus
peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi
perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.
Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang
murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai

12
peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit
membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda
kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita
hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa
yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8
5. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang
hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi
hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai
hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya
dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis.
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain :
1. Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan
proses fisiologis. 1,4
2. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang
normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan. 1,4
3. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi
yang lebih sering. 1,4
4. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. 1,4
5. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau
minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. 1,4
6. Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk
menghindari kekurangan karbohidrat. 1,4
7. Defekasi yang teratur.1

13
2.7.2 Terapi obat-obatan
Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan
keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Hiperemesis gravidarum tingkat II dan
III harus dirawat inap di rumah sakit.
Indikasi pasien rawat inap di rumah sakit sebagai berikut:
• Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah
berlangsung lama.
• Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal.
• Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering
• Adanya aseton dalam urine.4
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan
rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1. Obat-obatan.
Obat-obat yang diberikan pada wanita hamil harus memperhitungkan efek
samping dari obat tersebut agar tidak menimbulkan efek teratogenik bagi
janinnya. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen
multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan
kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti
pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah
doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara
tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di
pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan
dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat
dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya
prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin
dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek
antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer.
Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan

14
spinkter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran
cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan
mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di
medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron.
Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang
tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu
pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian
pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir
dengan cacat bawaan.1,4
2. Terapi Nutrisi.
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada
derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan penderita
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan
saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba
untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai
banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu
dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.2
3. Isolasi.
Penderita diisolasi dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang
diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut. Pasien tidak diberikan
makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.6,7

15
4. Terapi psikologik.
Terapi psikologik pada wanita hamil dapat bermanfaat. Hilangkan rasa takut
oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik
lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan
muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan
menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
5. Cairan parenteral.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama
terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga
pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis
dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang
efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa.
Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat
berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit
kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein
dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.
Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena
apabila terjadi kekurangan protein.1
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu
diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu
tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut
keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum
membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun
makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan
penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan

16
aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara
menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistem
poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1

Tabel 2.2 Daldiyono score9


No Gejala klinis Score
1 Muntah 1
2 Voxs Choleric (Suara Parau) 2
3 Apatis 1
4 Somnolen, Sopor, Koma 2
5 T ≤ 90 mmHg 1
6 T ≤ 60 mmHg 2
7 N ≥ 120 x/menit 1
8 Frekuensi napas > 30x/menit 1
9 Turgor Kulit ↓ 1
10 Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
11 Extremitas Dingin 1
12 Washer Women’s Hand 1
13 Sianosis 2
14 Usia 50 – 60 -1
15 Usia > 60 -2

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :


Defisit = Jumlah Poin x 10 % BB x 1 Liter
15
⇒ Koreksi 2 jam pertama
6. Penghentian Kehamilan.
Pada sebagian kecil kasus keadaan pasien tidak membaik, bahkan semakin
memburuk. Dalam kasus seperti itu perlu dilakukan pemeriksaan medik dan
psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus,
anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam
keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan.

17
Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh
karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak
tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.1

2.7.3 Diet Hiperemesis Gravidarum


Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen
tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi
dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranyanadalah:
a) Karbohidrat tinggi
b) Lemak rendah
c) Protein sedang
d) Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e) Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan
sering dalam porsi kecil
f) Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada
makan malam dan selingan malam.
g) Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a) DietbHiperemesisbI
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi
bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di
dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b) DietbHiperemesisbII
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan
secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang
bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan.

18
Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi
kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c) DietbHiperemesisbIII
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan.
Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan
semua zat gizi.

2.8 Komplikasi
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala
yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola
mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit
lainnya yang mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss
pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan
kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah,
kelainan kongenital.2,4

2.9 Prognosis
Penelitian di Amerika melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah
pada kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu.
Jumlah tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada
kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh
persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap
mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.8,9,10
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada
usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.10

19
BAB III
KESIMPULAN

Hiperemesis gravidarum (HEG) adalah mual dan muntah berlebihan pada


wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya
menjadi buruk karena terjadi dehidrasi.1 Mual dan muntah terjadi dalam 50-90%
kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak
pada minggu 11-13, dan berakhir pada minggu 12-14.3,4 Gejala yang ditimbulkan
tergantung masuk dalam derajat keberapa. Penegakan diagnosis hyperemesis
gravidarum bisa dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Penatalaksanaan hyperemesis gravidarum menggunakan terapi obat
– obatan yang banyak pilihannya, selain itu ibu dengan hyperemesis gravidarum
perlu di terapi cairan dan dietnya agar tidak terjadi komplikasi. Dengan
penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia
kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini
dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.10

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.


2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric
Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, 2012. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available
from: http://www.emedicine.com (Accesed : 24 Oktober 2012).
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis
Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11.
No.5. pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and
Helicobacter pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007,
110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust
Fam Physician 2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea
and vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of
Midwifery, May 2008, Vol 16, No. 5.
9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi Helicobacter
pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majlah Obstetri
Ginekologi Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea and
vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007,
53 (12):2109-2111.

21

Anda mungkin juga menyukai