Anda di halaman 1dari 18

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PEMROSESAN INFORMASI DALAM BELAJAR

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu
Ifdil, S.HI, S.Pd, M.Pd, Ph.D, Kons

Disusun oleh:

Afrila (19003044)
Fitria Monica(19023019)
Macita Sari (19075085)
Suci Lestari (19016054)

MATA KULIAH UMUM


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt. atas limpahan rahmat dan karuniaNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Pemrosesan
Informasi dalam belajar ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan
oleh Bapak Ifdil, S.HI, S.Pd, M.Pd, Ph.D, Kons demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan. Tidak lupa ucapan terimakasih kami
tujukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah
ini,
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik
selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat
bagi pembaca sekalian.

Penyusun
Maret 2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Konsep sensasi, atensi, persepsi dan memori..............................................
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi...........................
C. Pemanfaatan pemrosesan informasi dalam belajar......................................
D. Bagaimana proses terjadinya kelupaan dalam belajar ................................
E. Apa faktor-faktor penyebab lupa................................................................

F. Bagaimana kiat mengurangi lupa dalam belajar........................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
Y
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi


internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran. Dalam pemrosesan informasi perlu adanya proses sensasi,
atensi, persepsi, dan memori. Tiap proses-proses tersebut ada karakteristik tersendiri. Misalnya
pada proses sensasi yaitu proses menangkap informasi. Proses atensi yaitu pemusatan pikiran,
persepsi yaitu anggapan seseorang terhadap sesuatu dan memori adalah ingatan seseorang. Lupa
(forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa
yang sebelumnya kita pelajari. Sebagai seorang calon pendidik, kita harus memahami apa saja
faktor yang menyebabkan lupa dan bagaimana kiat untuk mengatasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dari sensasi, atensi, persepsi dan memori?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi?
3. Bagaimana pemanfaatan pemrosesan informasi dalam belajar?
4. Bagaimana proses terjadinya kelupaan dalam belajar?
5. Apa faktor-faktor penyebab lupa?
6. Bagaimana kiat mengurangi lupa dalam belajar?

C. Tujuan

1. Memahami konsep dari sensasi, atensi, persepsi, dan memori.


2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi.
3. Mengetahui pemanfaatan pemrosesan informasi dalam belajar.
4.   Mengetahui proses terjadinya lupa dalam belajar.
5.   Mengetahui faktor-faktor penyebab lupa.
6.   Mengetahui kiat-kiat dalam mengurangi lupa dalam belajar.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Sensasi, Atensi, Persepsi dan Memori.


a. Sensasi
Tahap awal pada proses penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata
“sense” dalam bahasa Inggris yang berarti alat pengindraan, yang menghubungkan organisasi
dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon (dalam Rakhmat, 2008;49) proses sensasi terjadi
bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang
dipahami otak.
Benyamin B. Wolmen (dalam Rakhmat, 2008;49) juga mendefenisikan sensai sebagai
pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis,
atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera. Kita
mengenal lima indera atau pancaindera. Indera penerima dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok sesuai dengan asal sumber informasi, yaitu informasi yang ditangkap oleh
ekstroseptor (dariluar, mata, telinga), interoseptor (dari dalam, sistem peredaran darah
misalnya) dan proprioseptor (gerakan dari tubuh kita sendiri). Apa saja yang menyentuh
alat indera dari dalam atau dari luar disebut stimuli. Dapat kita simpulkan bahwa Sensasi
merupakan tahap pertama stimulus mengenai indera. Sensasi merupakan pengalaman
elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal. Sensasi adalah proses manusia
dalam menerima informasi sensoris (energi fisik dari lingkungan) melalui penginderaan
dan menerjemahkan informasi tersebut menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna.

b. Atensi
Atensi adalah pemusatan pikiran, dalam bentuk yang jernih dan gambling,
terhadap sebuah objek simultan atau sekelompok pikiran. Pemusatan (focalization)
kesadaran adalah intisari atensi. Atensi mengimplikasikan adanya pengabaian objek-
objek lain agar kita sanggup menangani objek-objek tertentu secara objektif. Ketika kita
membicarakan “atensi” dari sudut pandang para psikologi kognitif masa kini, mengacu
pada sebuah proses kognitif yang menyeleksi informasi penting dari dunia sekeliling
kita(melalui pancaindera), sehingga otak kita tidak secara berlebihan dipenuhi oleh
informasi yang tidak terbatas jumlahnya.
Gagasan pokok dalam teori Broadbent adalah bahwa duia telah tersusun dari sensasi-
sensasi dalam jumlah yang jauh melebihi jumlah sensasi yang dapat diolah oleh
kemampuan perceptual dan kognitif seorang pengamat (manusia). Dengan demikian, agar
dapat mengolah informasi yang sedemikian membanjir,manusia secara selektif memilih
hanya sejumlah isyarat dan mengabaikan stimuli yang lain.
Telah lama diketahui bahwa kita hanya dapat memperhatikan satu stimuli dengan
mengorbankan stimuli yang lain. Jika kita mencoba memahami beberapa pesan secara
bersamaan, beberapa pengorbanan perlu dilakukan demi menjaga keakuratan, terutama
apabila pesan tersebut berasal dari modalitas sensorik yang sama. Sebagai contoh, kita
mungkin dapat memperhatikan kondisi jalan sambil mengemudi mobil(seatu kebiasaan
yang telah terlatih dengan baik, sehingga bersifat otomatis), bahkan kita dapat
mendengarkan radio saat bersamaan, namun kita umumnya sulit memusatkan perhatian
secara bersamaanterhadap lebih dari satu isyarat pada modalitas yang sama - seperti
memproses dua stimuli suara atau dua stimuli penglihatan yang datang bersama. Kita
bahkan mengalami kesulitan lebih besar untuk bekerja dengan kemampuan puncak ketika
kita dikonfrontasikan pada dua tugas konseptual,seperti menghitung biaya “patungan”
makan malam bagi tujuh rekan Anda dan pada saat yang bersamaan harus menjawab
seseorang yang menanyakan wakrtu saat itu, namun Anda harus mengulang tugas yang
lebih rumit, yakni membagi biaya makan malam , dari awal.
Pengalaman kita sehari-hari mengajari kita bahwa kiat memperhatikan sejumlah
isyarat dari lingkungankita lebih sering dari isyarat yang lain, dan isyarat yang kita
perhatikan tersebut umumnya diproseslebih lanjut oleh sistem kognitif, sedangkan isyarat
yang diabaikan tidak mengalami pemrosesan lebih lanjut. Isyarat yang kita perhatikan
dan yang kita abaikan tampaknya dipengaruhi kendali kita terhadap situasi yang
bersangkutan (seperti yang menggunakan “instant replay” untuk melihat apakah seorang
pemain sepak bola melakukan offside) dan dipengaruhi pula oleh suatu yang
dihubungkan dengan pengalaman jangka panjang kita (seperti membaca sebuah laporan
teknis untuk menemukan fakta tertentu). Dalam kedua situasi di atas, mekanisme atensi
memusatkan diri pada stimuli tertentu, dan mengabaikan stimuli yang lain. Meskipun
stimuli yang “tidak penting” sering kali seolah-olah dibuang keluar dari sistem, terkadang
stimuli yang tidak penting tersebut tidak sungguh-sungguh disingkirkan, melainkan
sekedar diberi prioritas sekunder.

c. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu
stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan
penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera
oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan
mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut
masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia.
Gibson, dkk (dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku Struktur) Persepsi adalah
proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan
dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi
merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap
individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara
individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi merupakan suatu proses
penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian
diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang
diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh
pengalaman dan proses belajar individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu Faktor
Internal dan Faktor Eksternal.

Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri
individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :

 Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh
ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap
lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbedabeda
sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.

 Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk
memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada
pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang
terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu
obyek.

 Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak
energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual
vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu
dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

 Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang
individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai
dengan dirinya.

 Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam
arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk
mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.

 Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini
menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.

2. Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan
dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut
pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang
merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi adalah :

 Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa
semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami.
Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran
suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk
persepsi.
Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan
lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.

 Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan
latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain
akan banyak menarik perhatian.

 Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih
bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat.
Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi
persepsi.

 Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek
yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang
diam.

Dapat kita simpulkan Persepsi merupakan pengalaman yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi atau pesan. Persepsi terjadi setelah tahap Sensasi berlangsung.
Persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia
dalam memilah, mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang
diterimanya. Pada tahap persepsi inilah proses kognisi berlangsung. Persepsi dipengaruhi
oleh faktor atensi atau perhatian.

d. Memori
Syamsul Yusuf dan Nani M. Sugandhi (2011:89) mendefenisikan memori sebagai
daya ingat terhadap informasi yang telah lalu.
Schlessinger dan Groves (dalam Rakhmat, 2008:62) menyatakan bahwa memori
adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam
fakta-fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya.
Ada tiga proses yang berlangsung di dalam sistem memori manusia. Ketiga proses
tersebut adalah encoding, storage, dan retrieval
1) .Encoding yaitu proses pengtransformasian peristiwa-peristiwa ke dalam
bentuk yang bisa disimpan dan digunakan selama masa tertentu (biasa
disebut dengan learning – pembelajaran). Encoding itu sendiri dapat berupa
kata-kata, gambar, grafik, fenomena, dll. Lebih lanjut encoding merupakan
proses mengalihkan informasi dari bentuk fisik, energi dan lain-lain ke dalam
bentuk yang dapat disimpan di dalam memori. Di dalam proses encoding
informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:

Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh indranya


dimasukkan dengan tidak sengaja kedalam ingatannya. Contohnya
konkritnya dapat kita lihat pada anak–anak yang umumnya menyimpan
pengalaman yang tidak di sengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa
yang diinginkan bila ia menangis keras-keras sambil berguling-guling.
Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan
pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya orang yang bersekolah dimana
ia memasukkan segala hal yang dipelajarinya di bangku sekolah dengan
sengaja.

2) Storage disebut juga dengan retensi yaitu proses mengendapkan informasi


yang diterima dalam suatu tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi informasi sehingga
tempat informasi tersimpan sesuai dengan kategorinya. Dalam proses ini,
penyimpanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang sudah di-encode-kan.
3) Retrieval yaitu sebuah proses pengaksesan, penemubalikan atau pemanggilan
kembali informasi yang disimpan di dalam memori untuk digunakan. Proses
penemubalikan informasi yang disimpan dalam memori dari sensory memory
bersifat langsung dan otomatis.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemrosesan Informasi


Lutfi Koto (academia.edu, 2015) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi
pemrosesan informasi, yaitu:
a. Faktor internal (psikologis dan fisiologis) dan faktor eksternal (media atau saluran
komunikasi)
b. Memori yang kurang maksimal, hal ini disebabkan oleh individu yang kurang melatih
memori secara maksimal.
c. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
d. Tingkat kesulitan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan
dalam ingatan.
e. Kemampuan otak individu yang tak sama.
3. Pemanfaatan pemrosesan informasi dalam belajar.
Lutfi Koto (academia.edu, 2015) menyatakan beberapa pemanfaatan pemrosesan
informasi dalam belajar, yaitu:
a. Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu beradaptasi pada
lingkungan yang selalu berubah.
b. dengan menggunakan cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
c. Kapasitas belajar dapat disajikan secara lengkap.
d. Prinsip perbedaan individual yang terlayani.
a) Proses Terjadinya Kelupaan dalam Belajar

Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi


kembali apa-apa yang sebelumnya kita pelajari. (Muhibbin Syah:155).
Gulo dan Reber (dalam Muhibbin Syah:155) mendefinisikan lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
Jadi, lupa bukanlah peristiwa hilangnya informasi dan pengetahuan dalam akal kita
melainkan hanya suatu kondisi dimana tidak mampu untuk mengingat sesuatu.
Menurut Wittig (dalam Muhibbin Syah:155) berdasarkan hasil penelitian, peristiwa
lupa yang dialami seseorang tak mungkin bisa diukur secara langsung. Hal yang sering
terjadi adalah ketika suatu hal yang dianggap telah dilupakan oleh peserta didik justru ia
ucapkan.

Sebagai contoh:

Seorang guru meminta kepada siswanya untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari
minggu lalu. Perintahnya “Budi, coba jelaskan apa-apa saja yang telah kita pelajari pada
minggu lalu”. Kemudian Budi menjelaskan hampir seluruh apa-apa yang telah dipelajari.
Nah, lupakah Budi pada pelajaran tersebut?
Tentunya tidak. Sebab perintah tersebut sesungguhnya telah membuat Budi
mengungkapkan apa-apa yang telah ia ingat. Hal lain yang tidak terjelaskan dan
mungkin hanya sedikit, itulah bagian yang terlupakan olehnya.

b) Faktor-faktor Penyebab Lupa

Pertama, lupa terjadi akibat adanya gangguan konflik antara item informasi/materi
yang ada dalam sistem memori. Menurut Reber,Best dan Anderson (dalam Muhibbin
Syah:156) teori gangguan konflik (interference theory) dibagi menjadi dua macam yaitu:
Teori proaktif (proactive interference) dan teori retroaktif (retroactve interference)

1) Teori Proaktif (Proactive Interference)


Seseorang akan mengalami gangguan proaktif ketika pelajaran lama yang telah
dipelajari sudah tersimpan dalam sub sistem akal permanennya sehingga
mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila
mempelajari suatu materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi yang telah
dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Kemungkinan, materi yang baru
dipelajari akan sulit diingat atau diproduksi kembali.

2) Teori Retroaktif (Retroactve Interference)


Sebaliknya, seseorag akan mengalami gangguan ini ketika `materi pelajaran baru
membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran
lama yang telah terlebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen. Dalam
hal ini, materi pelajaran lama akan sulit diingat atau diproduksi kembali.

Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap
item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya
kemungkinan.

1) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya)


yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja
menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang
telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke
alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.

Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/
penekanan Reber (dalam Muhibinsyah:157). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah
“alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan
gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat tantanganm
baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara
waktu belajar dengan waktu mengingat kembali Anderson, 1990 (dalam
Muhibinsyah:157). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah
atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia
akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat
siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka
materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Kelima, menurut law of disuse Hilgard & Bower 1975 (dalam Muhibinsyah:157)
lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan
atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian
denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk
dengan materi pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang
siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger
otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk
diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan
retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam,
tentu saja semua orang maklum.
Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan
bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum
masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh
sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item
informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya
item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek
siswa tersebut Best, 1989; Anderson.
Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari
ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu
masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di
panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”,
setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi
memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam memori
para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi yang memuaskan.
(Muhibbin Syah, 1996: 160).
c) Kiat-kiat Mengurangi Lupa
Muhibbin Syah (2012:178) memaparkan kiat-kiat untuk mengurangi lupa dalam
belajar, yaitu:
1) Overlearning Overlearning, artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan
dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi apabila respon atau
reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut
dengan cara diluar kebiasaan. Sebagai contoh pembacaan Pancasila setiap hari
Senin pada Upacara Bendera memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih
mengenai materi Pendidikan Pancasila.
2) Extra Study Time Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu
belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) waktu aktivitas belajar.
Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti siswa menambah jam
belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit waktu belajar siswa.
Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti meningkatkan kekerapan belajar
materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.
3) Menemonic Device Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering
disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat pengait”
mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam memori siswa. Ragam
mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang paling menonjol adalah sebagai
berikut:
a.    Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri
atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik
pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya
seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral.
b.    Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus
diingat siswa. Contoh jika seorang siswa hendak mengingat nama Nabi Adam,
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi
ANIM. Pembuatan singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga
dapat menarik dan memberi kesan tersendiri.
4) Sistem kata pasak ( peg word system), yakni sejenis teknik mnemonik yang
menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai
pasak (paku) pengait memeori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk
berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk
mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah, lipstik,
pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau istilah lain yang memiliki
kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
5) Model Losai ( Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-
tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu
yang harus diingat siswa. Kata “Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang
artinya tempat. Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal
dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan,
dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika
Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
6)   Sistem Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih tergolong baru
dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan
Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata
dan istilah asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri
atas unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci, yakni
kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki suara atau
lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii) arti kata asing yang dipelajari.
BAB III
PENUTUP

Dari penjabaran dari bab di atas maka dapat disimpulkan:

1.      Sensasi adalah kemampuan orang untuk mendeteksi stimulti di lingkungan.

2.      Atensi adalah pemusatan atau pemfokusan pikiran terhadap suatu hal.

3.      Persepsi adalah tanggapan terhadap sesuatu

4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi: faktor internal (psikologis dan


fisiologis) dan eksternal, tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal, proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung, tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi-informsi yang telah disimpan dalam ingatan, dan kemampuan otak tiap individu tidak
sama.

5.      Pemanfaatan pemprosesan informasi dalam belajar yaitu: membantu terjadinya proses


pembelajaran sehungga individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah,
menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada
proses lebih menonjol, kapasilitas belajar dapat disajikan secara lengkap, dan prinsip perbedaan
individual terlayani.

6.      Faktor-faktor penyebab lupa: ketidakmampuan untuk mengingat kembali, kesalahan


rekonstruksi, interferensi, dan kerusakan informasi.

7. Kiat-kiat mengatasi lupa yaitu: overlearning, extra study time, menemonic device, peg word
system, method of locy, dan key word system.
Adawiyah, Robiatul. What is Atensi?,(online),
(https://www.kompasiana.com/robiatul14/54f978d7a33311af798b462d/what-is-atensi,
diakses 04 Maret 2020).

Gibson, James, L, John. M. Ivancevich dan J.H. Donelly, 2013. Organisasi dan Manajemen,
Perilaku, Struktur, Proses. Terj. Djoerban Wahid. Jakarta : Erlangga.
Koto, Lutfi. 2015. Pemrosesan Informasi dalam Belajar, (Online),
(http://www.academia.edu/8554631/PEMROSESAN_INFORMASI_DALAM_BELAJA
R, diakses 04 Maret 2020).

Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Yusuf, Syamsu dan Sugandhi, Nani M. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai