Anda di halaman 1dari 7

PENYUSUTAN BERDASARKAN PERATURAN PERPAJAKAN

Shinta

NIM 921416075

Kelas A Jurusan Akuntansi 2019

Universitas Negeri Gorontalo

Mata Kuliah Perencanaan Pajak

ABSTRAK
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa penyusutan merupakan alokasi
jumlah aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK 17). Dimana,
penyusutan ini memang harus dilakukan dikarenakan manfaat yang diberikan dan nilai dari aset
tersebut semakin berkurang. Dalam artikel ini memuat tentang penyusutan yang berdasarkan
peraturan perpajakan, dimana dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk
keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal karena dapat berbeda dengan
penyusutan untuk akuntansi (komersial). Dimana, sekarang ini banyak terdapat perusahaan atau
koperasi yang kurang memperhatikan perlakuan asetnya dengan baik, khususnya dalam memilih
metode dalam penyusutan asetnya. Karena pembebanan beban penyusutan tersebut berpengaruh
pada laba, dan besarnya laba berpengaruh terhadap besarnya beban pajak yang akan
dibayarkan.untuk, artikel ini memuat tentang penyusutan yang berdasarkan peraturan perpajakan
agar para akuntan dan pembaca dapat lebih memahami tentang perbedaan keduanya baik
komersial maupun fiskal.

Kata kunci : PSAK 17, penyusutan, komersial, dan fiskal


LATAR BELAKANG
Perusahaan adalah suatu betuk organisasi dengan arah dan tujuan tertentu. Baik itu
perusahaan yang berbentuk Perusahaan Perseorangan, Persekutuan Firma, Persekutuan
Komanditer, Perseroan Terbatas, maupun Koperasi. Secara ekonomis, tujuan perusahaan adalah
untuk mencari labah atau nilai tambah degan menyediakan barang atau jasa kepada masyaraka
(konsumen).

Pada umumnya, perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax
deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang,
membayar tenaga kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional.
Pengakuan biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas atau dasar
akrual dalam pembukuannya.

Namun, ada jasa yang digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih
dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan
manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran
semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

Dalam hal ini, penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari
aset tersebut semakin berkurang. Dimana, pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu :

1. Keadilan pajak (tax equity)


Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah
perusahaan manufaktur tau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya. Padat modal
(capital intensive) atau padat karya (labour intensive). Dengan adanya penyusutan, maka
kegiatan usaha manufaktur dan jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan dari
pada yang lain.
2. Kebijakan ekonomi
Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal (capital growth).
Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, pengembalian atas investasi
(return on investment-ROI) besar sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan
perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis
dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif untuk mendorong atau mengambat
suatu peningkatam modal.
3. Administrasi
Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sederhana dan
kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana maupun kompleks,
bergantung pada beberapa hal seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia,
dan kepatuhan dari Wajib Pajak.

METODE

Dalam pembuatan artikel ini saya selaku penyusun menggunakan metode kualitatif.
Dimana, penelitian kualitatif menurut Jane Richie dalam buku Metodologi Penelitian
Kualitatif (Moleong: 2018) merupakan upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan
perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang
manusia yang diteliti.

Dalam pembuatan ini, saya menggunakan data sekunder. Dimana data sekunder ini
mempunyai pengertian sebagai data yang tidak langsung memberikan informasi kepada
peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Data
ini diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak
buku, diperoleh berdasarkan catatan – catatan, diperoleh dari internet yang berhubungan
dengan penelitian (Sugiyono, 2012).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN

Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat 2 UU PPh bahwa pengeluaran untuk
mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, tetapi dibebankan melalui
penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip
penandingan antara pengeluaran dan penerimaan (matching cost againsts revenue).
Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan
secara individual per aset, tidak lagi secara gabungan (berdasarkan golongan) seperti yang
berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan.

 Saat Mulainya Penyusustan Fiskal


UU Pajak Penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya
penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus
dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi
karena hal-hal berikut ini :
1. Harta/aset yang masih dalam proses pengerjaan.
2. Harta/aset dalam usaha sewa guna usaha (leasing).
3. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak.
 Pengelompokan Harta Berwujud
Dalam sistem penyusutan UU PPh, semua aset tetap berwujud yang memenuhi
syarat penyusutan fiskal harus dikelompokan terlebih dahulu menjadi dua
golongan yaitu :
Harta berwujud bukan bangunan dikelompokan menurut masa manfaatnya sbb,

Kelompok Masa Manfaat


Bukan Bangun
Kelompok 1 4 tahun
Kelompok 2 8 tahun
Kelompok 3 16 tahun
Kelompok 4 20 tahun

Harta berwujud bangunan dikelompokan menurut masa manfaatnya sbb,

Kelompok Masa Manfaat


Bukan Bangunan
Bangunan permanen 20 tahun
Bangunan tidak permanen 10 tahun
 Metode Dan Tarif Penyusutan Fiskal
Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan
fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo menurun
ganda atau metode garis lurus. Metode mana yang akan digunakan tergantung
pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas.
Satu hal yang perlu dicatat adalah metode yang dipilih harus diterapkan terhadap
seluruh kelompok harta. Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan
metode saldo menurun terhadap kelompok yang satu dan menerapkan metode
garis lurus terhadap kelompok yang lain.
Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan

Kelompok Bukan Tarif Penyusutan


Bangunan Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun
Kelompok 1 25,00% 50,00%
Kelompok 2 12,50% 25,00%
Kelompok 3 6,25% 12,50%
Kelompok 4 5,00% 10,00%

Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus)


Bangunan permanen 5%
Bangunan tidak permanen 10%

Dalam beberapa penelitian sebelumnya mengenai penyusutan, rata-rata


perusahaan melakukan perhitungan penyusutan aset tetap sudah sesuai dengan peraturan
perpajakan yaitu menggunakan metode garis lurus dan metode saldo menurun dan hasil
perhitungan penyusutan tersebut akan digunakan sebagai laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan.

B. KESIMPULAN

Dalam pembahasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa dalam


penyusustan terdapat beberapa aspek perbedaan dalam perhitungannya baik secara
komersial maupun fiskal. Dalam hai ini, seorang Wajib Pajak sangat diharapkan agar
dalam penyusunan laporan keuangannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
baik menurut peraturan PSAK maupun peraturan Perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar
terjadinya keseimbangan dan konstabilitas antara perusahaan komersial maupun fiskal.
Untuk itu dibawah ini terdapat perbedaan dan kesamaanyang paling mendasar antara
fiskal dan komersial.
Persamaan yang terdapat dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal adalah sebagai
berikut :
a) Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak boleh
langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya, tetapi harus dikapitalisasi dan
disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya.
b) Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan
bangunan.
c) Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki
masa manfaat terbatas.

SARAN

Seorang akuntan diharapkan dapat membuat dan menyusun laporan keuangan sesuai
dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Agar tiddak terjadi kesenjangan antara laporan
keuangan yang dihasilkan dengan fakta yang berada di lapangan. Dan juga, dapat membedakan
antara pencatatan secara komersial maupun fiskal. Sehigga tidak melanggar prinsip-prinsip
akuntansi maupun perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA
Suandy Erly. 2016. Perencanaan Paja. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

Agoes Sukrisno, Trisnawati. 2013. Akuntansi Perpajakan. Edisi 3. Jakarta: Salemba


Empat.

Moleong. 2018. Metedologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT, Remaja
Rosdakarya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfbeta.

Khoyriyah. 2017. Penyusutan Aset Tetap Untuk Meminimalkan Beban Pajak Pada
Koperasi Tani (KOPTAN) Jasa Tirta Tahun 2016. Artikel Skripsi. Volume 01 No.
01. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Nitalia. 2017. Analisis Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk Menghitung Pajak
Penghasilan Badan Pada PDAM Kab. Nganjuk. Artikel Skripsi. Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Ratag A. 2013. Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk
Menghitung PPh Badan Pada PT. Bank Sulut. Jurnal EMBA. Volume 1 No. 3.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado.

Hidayat, Yulian & Riswan. 2011. Studi Perbandingan Nilai Laba Bersih Antara Metode
Pencatatan Penyusutan Yang Dilakukan Perusahaan Dengan UU Perpajakan. Jurnal
Akuntansi & Keuangan. Volume 2 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai