Anda di halaman 1dari 71

BUKU AJAR

TEKNOLOGI PANGAN

DISUSUN OLEH :

NURJAYA
WERY ASLINDA
BAHJA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALU
JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan


yang maha kuasa, karena kami telah menyusun bahan ajar ini tepat pada
waktunya. Bahan ajar ini disusun guna memudahkan mahasiswa jurusan gizi
dalam melaksanakan perkuliahan. Dalam kurikulum KKNI yang diterapkan pada
tahun akademik 2015/2016, mata kuliah Teknologi Pangan merupakan salah
satu mata kuliah kelompok Keahlian Bekerja (MKB) yang ditempatkan pada
semester tiga dengan bobot SKS sebanyak 2 SKS.
Teknologi Pangan merupakan bagian dari ilmu pangan yang mempelajari
penerapan teknologi di bidang pangan, khususnya teknologi pasca panen.
Setelah masa panen, ketersediaan bahan pangan menjadi berlimpah dan untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut diperlukan teknologi
pengawetan pangan yang dapat diterapkan dan dilakukan oleh masyarakat.
Disamping teknik pengawetan, teknik untuk meningkatkan mutu gizi pangan,
pengemasan pangan serta uji daya terima produk olahan pangan juga
merupakan kajian dalam teknologi pangan. Dalam rangka memanfaatkan
ketersediaan bahan pangan lokal di Sulawesi Tengah, pada buku ajar ini juga
menyajikan teknik-teknik pengawetan dengan memanfaatkan ketersediaan
sumber bahan pangan lokal.
Akhirnya, kami berharap semoga bahan ajar ini dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi mahasiswa diploma III Gizi khususnya
dan pembaca dan peminat pangan pada umumnya. Guna penyempurnaan
bahan ajar inii baik dari muatan isi maupun dari nilai estetikanya, kami sangat
terbuka untuk saran dan usulan yang membangun.

Palu, Agustus 2017

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
PERTEMUAN DAN BAHAN KAJIAN MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN...............vi
I. KONSEP DASAR TEKNOLOGI PANGAN...............................................................1
A. KERUSAKAN BAHAN PANGAN..........................................................................1
1. Pengertian........................................................................................................1
2. Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pangan............................................2
B. PENGERTIAN TEKNOLOGI PANGAN................................................................6
C. RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PANGAN..........................................................6
II. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN...................................8
DENGAN SUHU RENDAH (PEMBEKUAN)....................................................................8
A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH
(PEMBEKUAN)........................................................................................................... 8
B. METODE PEMBEKUAN......................................................................................8
III. TEKNIK PEMBEKUAN PADA BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN.........................9
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK BEKU..............9
B. PRODUK MAKANAN BEKU..............................................................................10
IV. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN.............................12
DENGAN SUHU TINGGI..............................................................................................12
A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI................12
B. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI...........................................13
V. TAHAPAN DALAM PROSES PENGALENGAN BUAH DAN SAYUR....................16
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU MAKANAN KALENG......16
B. PRODUK PANGAN SUHU TINGGI...................................................................17
VI. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN DENGAN
FERMENTASI............................................................................................................... 19
A. PRINSIP PENGAWETAN/ PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI................19
B. JENIS-JENIS FERMENTASI..............................................................................20
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERMENTASI............................20
D. PRODUK FERMENTASI....................................................................................21
VII. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN DENGAN
PENGGUNAAN GULA/GARAM/ASAM.........................................................................22
A. PRINSIP PENGAWETAN/ PENGOLAHAN PANGAN DENGAN PENGGUNAAN
GULA/GARAM/ASAM...............................................................................................22
iii
B. TEKNIK PENGGARAMAN, PENGGULAAN DAN PENGASAMAN....................22
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...................................................23
D. PRODUK PANGAN DENGAN PENGGULAAN, PENGGARAMAN DAN
PENGASAMAN......................................................................................................... 24
VIII. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN DENGAN
PENGERINGAN........................................................................................................... 25
A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN PENGERINGAN.............25
B. TEKNIK-TEKNIK PENGERINGAN BAHAN PANGAN........................................25
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK PENGERINGAN
.................................................................................................................................. 28
C. PRODUK PANGAN PENGERINGAN................................................................28
IX. PENINGKATAN MUTU GIZI PANGAN..............................................................30
A. PENGERTIAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN...........................................30
B. TUJUAN PENINGKATAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN..........................30
C. JENIS DAN CARA PENINGKATAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN..........31
D. UJI ORGANOLEPTIK.........................................................................................33
E. PENGEMASAN PANGAN..................................................................................40

iv
PERTEMUAN DAN BAHAN KAJIAN MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN

Pertemuan Tanggal Bahan Kajian T P (Mnt) Pembawa


Ke (Mnt) Materi
1 Konsep Dasar Teknologi 2x50 - Nurjaya,
Pangan S.Pd, M.Kes
 Kerusakan Pangan
 Pengertian Teknologi
Pangan
 Ruang Lingkup

2 Teknik/Pengolahan Bahan 3X50 - Nurjaya,


Pangan dengan Suhu Rendah S.Pd, M.Kes
 Prinsip
pengolahan/pengawetan
dengan suhu
rendah/pembekuan
 Faktor yang
mempengaruhi
pengolahan/pengawetan
dengan suhu
rendah/pembekuan
 Produk-produk
pengolahan/pengawetan
dengan suhu
rendah/pembekuan

Teknik/Pengolahan Bahan
Pangan dengan suhu tinggi
 Prinsip
pengolahan/pengawetan
dengan suhu tinggi
 Faktor yang
mempengaruhi
pengolahan/pengawetan
dengan suhu tinggi
 Produk-produk
pengolahan/pengawetan
dengan suhu tinggi

3 Teknik/Pengolahan Bahan 3X50 - Bahja, S.Si,


Pangan dengan Fermentasi M.Si
 Prinsip
pengolahan/pengawetan
dengan fermentasi
 Faktor yang
mempengaruhi
pengolahan/pengawetan
dengan fermentasi
 Produk-produk
pengolahan/pengawetan
dengan fermentasi

Teknik/Pengolahan Bahan
Pangan dengan penggunaan
gula/garam/asam
 Prinsip

v
pengolahan/pengawetan
dengan penggunaan
gula/garam/asam
 Faktor yang
mempengaruhi
pengolahan/pengawetan
dengan penggunaan
gula/garam/asam
 Produk-produk
pengolahan/pengawetan
dengan penggunaan
gula/garam/asam

4 Teknik/Pengolahan bahan 3X50 - Wery Aslinda,


pangan dengan Pengeringan S.Si, M.Si
 Prinsip
pengolahan/pengawetan
dengan pengeringan
 Faktor yang
mempengaruhi
pengolahan/pengawetan
dengan pengeringan
 Produk-produk
pengolahan/pengawetan
dengan pengeringan

Peningkatan Mutu Gizi Pangan


 Pengertian Kadar dan
Mutu Gizi Pangan
 Tujuan Peningkatan
Kadar dan Mutu Gizi
Pangan
 Jenis dan cara
Peningkatan Kadar dan
Mutu Gizi Pangan

5 Uji Organoleptik 3x50 - Nurjaya


 Pengertian Wery Aslinda
 Tujuan
 Jenis-jenis Uji
 Persyaratan uji
 Metoda pengolahan
data
Pengemasan pangan
6 UTS 2x50
7 Teknik pengawetan pangan 2x170 Tim
dengan suhu rendah
8 Teknik pengawetan pangan 2x170 Tim
dengan suhu tinggi dan
pengeringan
9 Teknik pengawetan pangan 2x170 Tim
dengan fermentasi
10 Teknik pengawetan pangan 2x170 Tim
dengan penggunaan
gula/garam/asam
11 Peningkatan kadar dan mutu 2x170 Tim
gizi pangan
12 Uji organoleptic 2x170 Tim

vi
13 Pengolahan data uji 2x170 Tim
organoleptik
14 Kunjungan Lapangan 2x170 Tim

vii
I. KONSEP DASAR TEKNOLOGI PANGAN

A. KERUSAKAN BAHAN PANGAN

1. Pengertian
Kerusakan bahan pangan adalah perubahan karakteristik bahan makanan baik
secara fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan atau adanya penyimpangan
dari karakteristik normal. Karakteristik fisik meliputi sifat organoleptik seperti
warna, bau, tekstur, bentuk sedang karakteristik kimiawi meliputi komponen
penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin,
pigmen dan sebagainya. Kerusakan pangan juga dapat diartikan sebagai
penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh
pancaindera atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia.

Contoh beberapa penyimpangan yang terjadi pada bahan pangan atau produk
pangan :
 Konsistensi kental menjadi encer
 Perubahan tekstur dari keras menjadi lunak bahkan bonyok akibat
pembusukan
 Terpisahnya susu segar menjadi bagian cair dan bagian padat
 Makanan kaleng menggembung
 Tepung menggumpal
 Minyak goreng atau makanan gorengan berbau tengik
 Beras berkutu
 Roti berjamur
 Bekas gigitan tikus pada makanan
 Daging mentah berbau busuk dan berwarna kehijauan
 Dan lain-lain

2. Jenis- jenis kerusakan pangan

a. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik adalah kerusakan yang disebabkan oleh perlakuan fisik.
Contoh kerusakan fisik : buah atau sayuran yang tampak berubah warna
atau mengkerut ketika disimpan pada suhu 0 - 10⁰C (suhu dingin), tepung
yang menggumpal karena disimpan pada tempat yang lembab (RH > 70%),
1
buah dan sayur yang mengering akibat disimpan lama pada suhu yang
tinggi (>30⁰C), mengerasnya kulit luar bahan pangan akibat terlalu lama
disimpan pada suhu yang lebih tinggi (case hardening), dan lain-lain.
b. Kerusakan Fisiologis
Kerusakan fisiologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi
metabolisme dalam bahan atau oleh aktivitas enzim sehingga terjadi proses
autolisis yang berakhir dengan kerusakan atau pembusukan bahanpangan.
Contoh kerusakan fisiologis : buah atau sayur segar yang dibiarkan pada
suhu kamar akhirnya akan mengalami pembusukan karena kematangan
sudah melewati batas, reaksi pencoklatan pada buah atau sayur yang diiris
atau dikupas karena aktivitas enzim, tumbuhnya kecambah pada kacang
tanah atau jenis kacang-kacangan segar lainnya akibat kelembaban tinggi
pada saat penyimpanan.
c. Kerusakan Biologis/Mikrobiologis
Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh serangga,
hewan pengerat, burung dan binatang lainnya. Kerusakan mikrobiologis
adalah kerusakan yang disebabkan oleh mikroba/mikroorganisme seperti
bakteri, khamir, dan kapang.
d. Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia adalah kerusakan akibat reaksi kimia yang terjadi pada
bahan pangan atau perlakuan kimia yang dikenakan pada bahan pangan
tersebut. Contoh kerusakan kimia adalah ketengikan pada minyak akibat
terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis pada minyak. Reaksi oksidasi
terjadi karena reaksi lemak dengan oksigen sedang reaksi hidrolisis terjadi
karena reaksi lemak dengan air.
e. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis adalah kerusakan yang disebabkan karena benturan-
benturan mekanis yang terjadi pada bahan pangan pada saat pasca panen,
pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Contoh kerusakan mekanis
adalah buah retak akibat jatuh dari pohon pada saat pemanenan, kulit telur
retak pada saat transportasi, ikan terkoyak karena terkena mata pancing
pada saat pengkapan, dan lain-lain.
f. Kerusakan akibat proses
Kerusakan proses adalah kerusakan yang timbul karena suatu prosessing
yang salah. Sebagai contoh pemakaian waktu pemanasan yang terlampau
lama pada proses pengalengan ikan sehingga ikan menjadi hancur.

2
3. Faktor-faktor penyebab kerusakan pangan

a. Mikroorganisme
Mikroorganisme penyebab kerusakan bahan pangan pada dasarnya terdiri
dari bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mold). Mikroorganisme terdapat
dimana-mana seperti udara, tanah, air dan sebagainya. Pada jaringan
hidup, terdapat pula jaringan mikroba misalnya dalam perut ikan hidup.
Akan tetapi mikroba tersebut dapat menyebabkan pembusukan setelah ikan
mati. Bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat misalnya biji-
bijian umumnya mengalami kerusakan oleh kapang sedang bahan yang
mengandung protein seperti daging dan ikan biasanya dirusak oleh bakteri.
Bahan yang banyak mengandung gula seperti buah segar, sari buah dan
produk penggulaan lainnya, biasanya dirusak oleh ragi.
Diantara ketiga jenis mikroorganisme tersebut, bakteri dianggap sebagai
agent yang paling penting dalam menyebabkan kesakitan bahkan kematian
pada manusia. Terdapat berbagai bentuk bakteri yang khas seperti bentuk
kokus (bulat), contohnya pada streptococcus sp, ada pula yang berbentuk
basil (batang) dan spiral. Beberapa bakteri diantaranya terdapat dalam
bentuk spora dimana dalam bentuk spora tersebut mikroba akan lebih
tahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas dan
kondisi kering.
Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
seperti suhu, kadar air, kelembaban, adanya oksigen, pH dan lain-lain.
Berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhannya, bakteri dibedakan
menjadi 3 (tiga) kelompok yakni bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tumbuh
pada suhu 45 - 55⁰C, bakteri mesofilik, yaitu bakteri yang tumbuh pada
suhu 20 - 45⁰C dan bakteri psikrofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh
pada suhu rendah (20⁰C).
Mikroba yang dapat tumbuh apabila terdapat oksigen disebut dengan
mikroba aerobik sedang mikroba yang tidak dapat hidup apabila terdapat
oksigen disebut dengan mikroba anaerobik. Terdapat pula moikroba yang
dapat hidup pada kondisi ada oksigen maupun tidak ada oksigen, disebut
dengan fakultatif anaerob. Dalam keadaan optimum, bakteri dapat
berkembang biak dengan cepat sehingga kerusakan bahan pangan akan
lebih cepat pula.
Selain bakteri, kapang juga dianggap sebagai jenis mikroba penyebab
kebusukan pada bahan pangan meskipun kapang jarang dilaporkan
sebagai penyebab kesakitan karena adanya wabah infeksi pada manusia.
3
Namun demikian kapang memiliki kemampuan untuk menghasilkan
metanolit toksin (mikotoksin) yang dapat menghsailkan serangkaian
gangguan gastroenteritis hingga kanker. Jenis kapang yang berbahaya
adalah Aspergillus flavus, dapat tumbuh pada biji-bijian dengan kadar air >
14% dan menghasilkan racun aflatoksin. Jenis lain dapat dimanfaatkan
pada pembuatan keju dan tempe sebagai kapang yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
Ragi dapat menyebabkan timbulnya asam pada beberapa bahan pangan
yang bergula. Ragi atau khamir memiliki kemampuan dalam
memfermentasi substrat seperti gula yang terdapat dalam bahan pangan
dan meghasilkan alkohol dan karbondioksida. Umumnya hasil kerusakan
bahan pangan oleh khamir, selain terasa asam, juga menghasilkan alkohol
dan gas.
b. Enzim
Enzim adalah suatu senyawa yang mengandung protein dan secara
alamiah terdapat dalam bahan pangan. Keberadaan enzim dalam bahan
pangan menyebabkan proses metabolisme dalam suatu bahan akan
berlangsung. Mikroba juga menghasilkan enzim yang berfungsi sebagai
pengurai bahan pangan. Contoh, ragi tempe (Rhizopus sp) akan
mengeluarkan enzim proteolitik dan lipolitik yang akan menguraikan protein
dan lemak pada tempe yang dibutuhkan oleh kapang dalam
pertumbuhannya.
Keberadaan enzim dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan,
oleh karena itu enzim dapat dinonaktifkan melalui proses pemanasan,
penambahan bahan kimia atau dengan pengeringan. Enzim juga menjadi
non aktif pada pH tertentu. Tabel berikut menyajikan beberapa pH optimum
untuk aktifitas enzim.

Tabel 1. Jenis enzim , substrat dan pH optimumnya

ENZIM SUBSTRAT HASIL URAIAN pH


OPTIMUM
Lipase Lemak Gliserol dan asam 5,0 – 8,6
lemak
Proteinase Protein Peptida 1,5 – 10,0
Peptidase Peptida Asam Amino 6,0 – 7,4
Deaminase Asam amino NH4 dan asam -
organik
Amilase Pati Dextrin dan maltosa 5,7 – 7,0
Maltase Maltosa Glukosa 4,5 – 7,2
Invertase Sukrosa Glukosa dan 4,6 – 5,0
4
fruktosa
c. Kadar air
Kadar air suatu bahan pangan sangat mempengaruhi daya simpannya
karena mikroba akan tumbuh dengan baik pada batasan kadar air tertentu.
Bakteri umumnya membutuhkan air yang lebih tinggi daripada kapang. Oleh
karena itu kapang dapat tumbuh pada bahan pangan setengah kering
seperti roti, ikan kering, dendeng dan produk pengeringan lainnya.
Kebutuhan mikroba terhadap air dinyatakan dengan istilah Aw (water
activity). Nilai Aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan dalam bahan
pangan dengan tekanan uap air murni. Beberapa jenis bakteri dapat hidup
pada kisaran Aw yang berbeda-beda. Misalnya bakteri halofilik (tahan
garam) dapat hidup pada Aw 0,75, bakteri xerofilik pada Aw 0,65. Bakteri
patogen seperti Salmonella sp tumbuh optimum pada Aw 0,99 sedang
Clostridium botolinum memiliki Aw optimum 0,95. Khamir dapat tumbuh
pada Aw 0,90 dan kapang pada Aw 0.85. Bahan pangan dengan Aw sekitar
0,70 dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan. Beberapa
contoh kisaran Aw dari beberapa janis makanan, dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2. Kisaran Aw dari makanan

JENIS MAKANAN Aw
Biskuit, Crackers 0,3
Tepung, sayuran kering 0,4
Permen 0,5
Buah-buahan kering 0,6
Jam dan jelly 0,7
Sirup 0,8
Sayur dan buah segar 0,9 – 0,99

Untuk mempepanjang masa simpan suatu bahan pangan, kadar air pada
bahan harus diturunkan sehingga diperoleh Aw yang rendah. Umumnya biji-
bijian dikeringkan hingga diperoleh kadar air 12%.
d. Oksigen
Sekitar 21% udara terdiri dari oksigen dan oksigen merupakan penyebab
reaksi oksidasi pada komponen lemak, vitamin A dan C sehingga terjadi
ketengikan pada lemak dan kerusakan pada vitamin. Pada bahan pangan
segar, yaitu bahan pangan nabati, setelah panen tetap memerlukan oksigen
untuk proses respirasi. Proses respirasi inilah yang akan meningkatkan
temperatur penyimpanan dan kelembaban udara sekitarnya dan akan
mempercepat kerusakan pada bahan pangan tersebut.

5
Kapang yang umumnya bersifat aerobik, dapat tumbuh dengan baik pada
permukaan bahan pangan. Untuk mencegah pertumbuhan kapang dan
mikroba lainnya, bahan pangan disimpan pada suatu sistem penyimpanan
CAS (Controlled Atmosphere Storage) dimana jumlah oksigen dalam ruang
penyimpanan dikurangi atau diganti dengan CO2 atau gas asam arang.
Sebagai contoh, penyimpanan beras dengan pengepakan secara vakum
oleh Bulog, pada prinsipnya adalah mengurangi oksigen dalam sistem dan
diganti dengan CO2.
e. Suhu
Suhu memiliki pengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dalam bahan
pangan yang dikatalisator oleh kerja enzim. Kenaikan suhu sebesar 10⁰C
pada pemyimpanan sayur dan buah segar akan mempercepat reaksi enzim
sebesar 2 kalinya. Sebaliknya, apabila suhu penyimpanan diturunkan 10⁰C,
akan memperlambat reaksi enzim sebesar 2 kalinya.
Suhu penyimpanan bahan pangan sangat menentukan masa simpan bahan
pangan tersebut. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang tidak
sesuai dengan peruntukannya, maka akan mempercepat terjadinya
kerusakan pangan. Umumnya bakteri perusak dan khamir mempunyai suhu
optimum antara 25 - 30⁰C (mesofilik). Suhu penyimpanan yang terlalu
rendah akan menyebabkan kerusakan fisik yang disebut dengan istilah
“chilling injury” atau “freezing injury”, yaitu kerusakan pada bahan pangan
akibat proses pendinginan atau pembekuan. Contoh, pisang yang disimpan
dalam lemari pendingin dalam beberapa hari kemudian pisang akan
mengalami perubahan warna menjadi hitam kecoklatan. Masing-masing
komoditi mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap suhu. Tabel
berikut ini menyajikan jenis bahan pangan dan suhu penyimpanan yang
sesuai untuk mempertahankan masa simpannya.
Tabel 3. Jenis bahan pangan dan suhu penyimpanan yang sesuai

N Jenis bahan makanan Lama waktu penyimpanan


<3 hari ≤ 1 >1 minggu
o
minggu
1 Daging, ikan, udang dan hasil -5 – 0O -10 - -5 O C <-10 O C
olahannya C
2 Telur, buah dan hasil olahannya 5 – 7O -5 - 0 O C <-5O C
C
3 Sayur, buah dan hasil 10O C 10 O C 10 O C
olahannya
4 Tepung dan biji-bijian 25 O C 25 O C 25
6
O
C

f. Serangga perusak
Keberadaan serangga perusak dalam penyimpanan bahan pangan
disebabkan oleh kondisi gudang/ruang penyimpanan yang kotor, bahan
pangan yang kotor dan kandungan kadar air pada bahan pangan. Serangga
dapat menimbulkan masalah dalam hal : pengurangan bobot bahan,
kerusakan fisik dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga akan memicu
terjadinya kerusakan mikrobiologis.
Untuk mencegah keberadaan serangga perusak dalam ruang
penyimpanan, biji-bijian yang akan disimpan kadar airnya < 14, bahan
pangan dibersihkan terlebih dahulu, menjaga kondisi gudang sehingga
mencegah serangga untuk masuk dan berkembang biak atau dengan jalan
fumigasi gudang, yaitu penyemprotan gudang dengan bahan kimia
pembunuh serangga. Khusus bahan pangan dengan kadar air tinggi seperti
buah dan sayur, fumigasi tidak diperkenankan karena kemungkinan
membentuk senyawa beracun pada bahan pangan.
g. Kondisi penyimpanan
Kondisi penyimpanan yang baik adalah penyimpanan yang mengatur suhu,
kelembaban, ventilasi udara dan sebagainya. Disamping kondisi
penyimpanan, waktu penyimpanan yang lama juga mengakibatkan
kerusakan yang besar pula. Ada beberapa bahan pangan yang memiliki
masa penyimpanan yang cukup lama seperti anggur dan keju yang sengaja
difermentasi untuk jangka waktu yang panjang.

B. PENGERTIAN TEKNOLOGI PANGAN

Untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, manusia telah melakukan upaya selama


jutaan tahun untuk meningkatkan jumlah persediaan bahan pangan dengan
menciptakan suatu teknik atau metode dalam memproduksi dan menimbun hasil
panen/produksi. Untuk mempertahankan masa simpannya, manusia telah
mengembangkan berbagai metode pengawetan dan pengolahan pangan.
Dewasa ini manusia telah mengembangkan berbagai teknologi untuk
meningkatkan mutu pangan termasuk mutu gizi dan mutu keamanan
pangan tersebut.
Penggunaan ilmu pengetahuan untuk kebutuhan manusia disebut dengan
teknologi. Teknologi yang diterapkan pada bahan pangan disebut dengan
7
teknologi pangan. Dari berbagai jenis teknologi yang dikembangkan oleh
manusia, ada teknologi yang menonjol kemanfaatannya bagi manusia dan
lingkungannya untuk jangka waktu yang pendek, ada juga teknologi yang
dapat diterapkan dalam jangka waktu yang lama. Pengembangan dan
penerapan teknologi pada suatu wilayah belum tentu dapat dikembangkan
di wilayah lain. Contoh, pengembangan teknologi bertani hidroponik hanya
cocok dikembangkan pada lahan yang sempit sedang pada lahan yang
cukup luas, teknik ini tidak diperlukan. Contoh lainnya, di wilayah pedesaan,
penggunaan mesin parut kelapa masih dibutuhkan karena masyarakat
masih menggunakan santan dalam pengolahan makanan tetapi di wilayah
kota metropolitan, masyarakat sudah menggunakan santan instan yang
lebih praktis dan ekonomis. Teknologi terdiri dari teknologi sederhana
(subsistence technology), teknologi madya/menengah (intermediate
technology) dan teknologi maju/mutakhir (advanced technology).

C. RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PANGAN


Teknologi pangan adalah suatu ilmu tarapan yang memanfaatkan ilmu
kimia, biokimia, fisika, fisikokimia, serta sifat biologis bahan pangan. Sifat-
sifat kimia bahan pangan meliputi komposisi zat gizi, reaksi kimia yang
terjadi bila bahan pangan diolah, interaksi antara zat-zat yang terkandung
dalam bahan pangan dengan zat kimia aditif. Sifat biokimia menyangkut
aktivitas enzim pada pasca panen atau post mortem pada bahan pangan
hewani dan keberadaan senyawa-senyawa alamiah lainnya yang terdapat
dalam bahan pangan. Sifat fisik bahan pangan meliputi warna, berat jenis,
indeks refraksi, viskositas, tekstur, aroma dan lain-lain. Sifat fisikokimia
meliputi bentuk larutan, koloid, kristal yang terjadi di dalam bahan, baik
secara alamiah maupun setelah proses pengolahan. Sedang sifat biologis
dititikberatkan pada aktivitas mikroorganisme dan organisme seperti
serangga, hewan pengerat dan parasit.
Para ahli teknologi pangan berfokus pada masalah kesegaran, bentuk,
stabilitas, peningkatan masa simpan dan pengembangan produk baru.
Secara khusus, para ahli teknologi pangan harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai cara mempertahankan serta meningkatkan cita rasa
dan gizi melalui berbagai teknik pengolahan pangan. Bidang kerja para ahli
8
pangan meliputi bidang pengembangan produk, pengawasan mutu, sanitasi,
produksi, pengepakan, pemasaran, jasa dan penyediaan logistik untuk
bahan baku, bahan penolong industri, mesin dan bahan
kemasan/pengepakan.

9
II. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN
DENGAN SUHU RENDAH (PEMBEKUAN)

A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH


(PEMBEKUAN)
Pada suhu rendah terdapat 2 (dua) pengaruh pendinginan terhadap bahan
pangan :
1. Penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia,
mikrobiologi dan biokimia yang berhubungan dengan proses pelayuan,
pembusukan dan kerusakan bahan pangan.
2. Pada suhu dibawah 0⁰C air akan membeku dan terpisah dari larutan
membentuk es. Pembekuan mempunyai pengaruh nyata pada
kerusakan sel mikroba.
Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah, dan perubahan kimiawi
selama pembekuan dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka
mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup
lama.

B. METODE PEMBEKUAN
1. Sharp Freezing
Produk yang dibekukan diletakkan diatas lilitan pipa evaporator
(refrigerated coli). Pembekuan ini termasuk pembekuan lambat (12 –
15 jam pada suhu -30 s/d -45⁰C) karena itu tidak dianjurkan kecuali
pada wadah yang kecil.

Gambar 2.1 Alat pembeku dengan teknik Sharp Freezing

10
2. Air-Blast Freezing
Produk yang dibekukan diletakkan dalam ruangan yang ditiupkan udara
beku didalamnya dengan blower yang kuat. Pembekuan ini sangat cocok
untuk bahan pangan yang dibekukan dalam jumlah yang banyak dan
dianjurkan karena pembekuan cepat.

Gambar 2.2. Alat pembekuan dengan teknik Air Blast Freezing


3. Contact-Plate Freezing
Produk yang dibekukan diletakkan diantara rak-rak yang direfrigerasikan.
Pembekuan ini berlangsung cepat.

Gambar 2.3. Alat pembekuan Contact Plate Freezing


4. Immersion Freezing
Membekukan produk dalam air (larutan garam) yang direfrigerasi.
Pembekuan berlangsung cepat dan sering diaplikasikan di kapal
penangkap ikan. Dalam immersion freezer, makanan yang dikemas
dilewatkan ke propilen glikol, air asin, gliserol, atau kalsium klorida yang
11
direfrigersi menggunakan conveyor yang dilewatkan pada lubang
sehingga bahan makanan tersebut ‘terendam’ dalam refrigerant.
Perbedaan dengan cryogenic freezing, cairan tidak mengalami
perubahan fasa. Metode ini memiliki laju perpindahan panas yang besar
dan investasi yang kecil. Metode ini digunakan untuk jus jeruk pekat dan
untuk pembekuan tahap satu pada unggas yang dibungkus sebelum
mengalami blast freezing.

Gambar 2.4. Alat pembekuan dengan teknik Immersion Freezing


5. Cryogenic Freezing
Membekukan produk dengan menggunakan semprotan bahan kriogen
misalnya CO2 cair atau Nitrogen cair. Pembekuan berlangsung sangat
cepat.

Gambar 2.5. Alat pembekuan metode Cryogenic Freezing

Metode pembekuan yang dipilih untuk setiap produk bergantung pada :


mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan, jenis produk, jenis
pengemasan, fleksibilitas yang diharapkan, biaya pembekuan.
Beberapa bahan pangan dibekukan secara cepat (rapid freezing) karena
pembekuan lambat menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir.
Terdapat teknik rapid freezing yang dikembangkan dengan cara
penyemprotan cairan nitrogen pada bahan pangan. Teknik ini tergolong
mahal tetapi mengurangi oksidasi permukaan bahan pangan yang tidak

12
dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan tersebut. Teknik ini dapat
dilakukan pada berbagai jenis bahan pangan.

C. TEKNIK PEMBEKUAN PADA BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN


Dalam melakukan pembekuan buah atau sayuran, perlu diperhatikan suhu
penyimpanan. Apabila suhu penyimpanan dipertahankan tidak melebihi
batas minimum dari pertumbuhan mikroba untuk masa

simpan yang lama, maka mutu makanan beku akan rusak sebagai akibat
dari perubahan fisik, kimia dan fisiologis.
Untuk mencegah kerusakan selama penyimpanan makanan beku,
perlakuan berikut ini sangat diperlukan :
1. Lakukan pemblansiran bahan untuk menginaktifkan enzim-enzim
peroksidase, enzim katalase dan enzim pencoklatan lainnya,
mengurangi kadar oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroba dan
memperbaiki warna.
2. Melarutkan/mencelupkan bahan dalam larutan asam askorbat atau
larutan sulfurdioksida untuk mempertahankan warna.
3. Pengemasan buah-buahan dalam gula kering atau sirup untuk
meningkatkan kecepatan pembekuan dan mengurangi reaksi
pencoklatan dengan mengurangi jumlah oksigen yang masuk kedalam
buah-buahan.
4. Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi
pencoklatan.

13
Perubahan enzim adalah penyebab utama dari perubahan mutu buah
dan sayur sehingga harus diinaktifkan untuk memperoleh mutu produk yang
baik. Selama proses pembekuan, kosnentrasi bahan-bahan dalam sel
termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan aktivitas
termasuk enzim dalam jaringan beku cukup nyata meskipun pada suhu
rendah.

A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK BEKU


Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari produk makanan
beku adalah :
1. Kualitas bahan baku yang digunakan : varietas, tingkat kematangan dan
kecocokan disimpan dalam keadaan beku.
2. Perlakuan pendahuluan seperti blansir, penggunaan sulfit atau asam
askorbat.
3. Metode dan kecepatan pembekuan.
4. Suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu
5. Waktu penyimpanan
6. Kelembaban lingkungan tempat penyimpanan terutama untuk makanan
yang tidak dikemas.
7. Sifat dari bahan pengemas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu syur/buah beku tergantung pada
2 (dua) hal berikut :
1. Ketepatan waktu penyimpanan. Sebelum terjadi perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan yang disimpan beku, sebaiknya bahan
pangan jangan dibekukan terlalu lama. Contoh, sayuran beku hanya
dapat disimpan beku selama satu tahun jika suhu penyimpanan
dipertahankan pada suhu -18⁰C, kenaikan suhu sebesar 2,8⁰C akan
menghilangkan separuh dari daya simpan sayur tersebut.
2. Ketepatan suhu penyimpanan. Fluktuasi suhu selama penyimpanan
akan menurunkan mutu produk makanan beku dan jika sekali terjadi
penurunan mutu, tidak dapat dikembalikan menjadi seperti semula meski
penyimpanan dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
Tabel berikut ini menyajikan perkiraan daya simpan dengan mutu yang
tinggi (High Quality Life) pada beberapa jenis makanan beku. Dengan
14
mengetahui HQL pangan, maka kita dapat mengeliminasi timbulnya
penurunan mutu pada bahan pangan sebelum dikonsumsi.

Tabel 4. Perkiraan HQL dari beberapa makanan beku

HQL (bulan pada suhu (⁰C)


Jenis produk/bahan - 18 - 12 - 5
Buah peach 12 <2 0,2
Buah strawberry 12 2,4 0,3
Buncis 10 – 12 3 1
Kapri 10 – 12 3 1
Ayam mentah 12 – 18 8 2–3
Ayam goreng 2–3 <1 < 0.6
Daging sapi mentah 10 – 14 4,6 <2
Ikan mentah (kadar 4–8 < 2,5 < 1,5
lemak rendah)
Ikan mentah (kadar 2–3 1,5 0,8
lemak tinggi)

Penurunan mutu makanan beku terjadi apabila :


1. Terjadi perubahan warna (hilangnya konstituen warna alami seperti
klorophyl, pembentukan warna menyimpang seperti pada reaksi
pencoklatan).
2. Terjadi perubahan tekstur (hilangnya cloud, kerusakan gel, denaturasi
protein, pengerasa, dan lain-lain)
3. Terjadi perubahan flavor (hilangnya flavor asal, pembentukan flavor yang
menyimpang, ketengikan)
4. Perubahan zat gizi seperti asam askorbat yang terkandung pada buah
dan sayur, lemak tak jenuh dan asam amino essensial.

B. PRODUK MAKANAN BEKU


Beberapa produk makanan beku dapat lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Kelompok pangan dan produk makanan bekunya

KELOMPOK PANGAN PRODUK BEKU


SEREALIA DAN HASIL Jagung manis pipil beku
OLAHANNYA Bakpao import
15
Roti prata import
UMBI BERPATI DAN HASIL Kentang iris beku
OLAHANNYA Talas iris beku
KACANG, BIJI, BEAN DAN HASIL Kacang kapri beku
OLAHANNYA Kacang merah beku
SAYURAN DAN HASIL OLAHNYA Wortel dadu beku
Buncis dadu beku
BUAH DAN HASIL OLAHANNYA Pancake durian
Nenas potong beku
DAGING, UNGGAS DAN HASIL Semua daging, unggas segar harus
OLAHANNYA dengan penyimpanan beku
Bakso daging/ayam
Siomay isi daging atau ayam
Ayam bumbu
Daging bumbu
Nugget ayam
IKAN, KERANG, UDANG DAN Semua ikan, kerang dan udang
HASIL OLAHANNYA segar harus dengan penyimpanan
beku
Bakso ikan
Otak-otak ikan
Siomay isi udang
Empek-empek
Udang bumbu balur tepung
Nugget ikan
SUSU DAN HASIL OLAHANNYA Es krim

16
III. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN
DENGAN SUHU TINGGI

A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI


Umumnya mikroorganisme dibunuh dengan pemanasan pada suhu yang
mendekati titik didih air. Akan tetapi spora bakteri lebih resisten daripada sel
vegetatifnya. Oleh karena itu untuk membunuh spora bakteri tersebut digunakan
pemanasan pada suhu 121⁰C dalam jangka waktu tertentu dan pendinginan
dilakukan dengan segera untuk mencegah terjadinya pemasakan berlebih pada
produk pangan.
Ketahanan panas mikroorganisme dan spora-sporanya dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, yakni :
1. Umur dan keadaan mikroorganisme sebelum dikenai pemanasan.
2. Komposisi nutrient dan bahan lain yang terkandung dalam bahan pangan.
3. pH dan Aw media pemanasan
4. Suhu pemanasan
5. Konsentrasi awal mikroorganisme dan sporanya.
Perlu diketahui bahwa nilai pH bahan pangan merupakan faktor penting dalam
menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin
tercapainya sterilisasi komersial. Berdasarkan nilai pH yang dikandungnya, bahan
pangan digolongkan kedalam 4 (empat) jenis :
1. Bahan pangan tidak asam (pH > 5,0) : daging, unggas, ikan dan hasil
perikanan lainnya, telur
2. Bahan pangan berasam sedang (pH 4,5 – 5,0) : serealia, umbi-umbian, susu
3. Bahan pangan asam (pH 3,7 – 4,0) : buah, sayur, susu asam (yoghurt)
4. Bahan pangan berasam tinggi (pH < 3,7) : produk acar dan beberapa jenis
buah-buahan
Proses pemanasan yang diperlukan untuk sterilisasi makanan kaleng tergantung
pada pH bahan pangan. Diatas pH 4,5, bakteri pembusuk anaerobik dan
pembentuk spora patogen (contoh, Clostridium botulinum) berpotensi untuk
tumbuh dan berkembangbiak. Oleh karena itu produk daging kaleng harus
dipanaskan secukupnya untuk menghancurkan semua spora dari mikroorganisme
tersebut. Sebaliknya bahan pangan dengan nilai pH dibawah 3,7 tidak dirusak oleh
bakteri berspora oleh karena itu bahan pangan tersebut dapat disterilisai komersial
dengan pemanasan yang lebih rendah (misalnya pasteurisasi). Bahan pangan

17
yang bersifat asam yang memiliki pH kurang dari 4,5 seperti buah-buahan
biasanya disterilkan dengan cara memanaskan coldest point (bagian terdingin
dalam kaleng) sampai mencapai 93,3⁰C baru kemudian didinginkan. Pengolahan
makanan yang bersifat asam, biasanya dilakukan dengan menggunakan air
mendidih atau uap air pada tekanan rendah.
Proses pemanasan harus cukup untuk dapat menginaktifkan mikroba. Pemanasan
yang tidak cukup berimplikasi terhadap resiko terhadap ekonomi dan kesehatan,
karena sejumlah mikroba yang tetap aktif dalam kaleng dan kemudian tumbuh dan
berkembang dalam produk, menyebabkan pembusukan diikuti pembentukan gas
yang dapat menyebabkan penggembungan pada kaleng.

B. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI

1. Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan semua mokroorganisme yang ada dalam bahan
pangan termasuk mikroorganisme patogen dan organisme penghasil toksin.
Suhu yang digunakan untuk pemusnahan mikroorganisme patogen dan toksin
yang dihasilkannya adalah 121⁰C selama 15 menit, pada suhu ini sporabakteri
yang tahan terhadap panas akan musnah.
Salah satu produk sterilisasi adalah makanan kaleng. Pada teknik sterilisasi
makanan kaleng, sterilisasi didesain untuk memusnahkan mikroorganisme
yang ada dalam bahan pangan, sehingga peluang terjadinya pembusukan
sangat rendah. Dalam disain sterilisasi, terdapat 2 (dua) hal yang harus
diketahui yaitu karakteristik ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas
dari medium pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya. Karakteristik
ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Untuk mencapai level
pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan, maka ditentukan siklus logaritma
pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu
(Fo). Nilai Fo ini dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu,
dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai Z.
Secara matematis, laju penurunan jumlah mikroba oleh panas hingga level
yang aman mengikuti orde 1 atau menurun secara logaritmik. Penurunan
jumlah mikroba atau siklus logaritma mikroba (S) dinyatakan dengan
persamaan 1 berikut :

No
S = log ____
N1

Dimana : N1 adalah jumlah populasi mikroba setelah proses thermal t menit


18
No adalah jumlah populasi mikroba sebelum proses termal

Contoh 1 :

Berapa jumlah siklus logaritma untuk menurunkan mikroba dari 107 cfu/ml
menjadi 101 cfu/ml.

Jawab :

Dengan menggunakan persamaan 1 di atas, maka dapat dihitung :

S = log No/N1

= log 107/101

=6

Hal ini berarti telah terjadi pengurangan sebanyak 6 desimal atau sebesar 6
siklus logaritma. Karena untuk melakukan pngurangan sebanyak 1 desimal (1
siklus logaritma) diperlukan waktu sebesar D (untuk suhu tertentu), maka proses
untuk menghasilkan log (No/N1) = 6 tersebut sama dengan 6D atau 6 siklus
logaritma.
Penggunaan panas dalam sterilisasi perlu dihitung agar kombinasi suhu dan
waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk memusnahkan
bakteri termasuk sporanya baik yang bersifat patogen maupun bakteri
pembusuk. Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga
pada level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai Fo.
Secara umum nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (dalam menit) yang
dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu
pada suhu tertentu. Apabila prosesnya adalah sterilisasi, maka nilai Fo diartikan
sebagai nilai sterilitas, sedangkan apabila prosesnya adalah pasteurisasi maka
nilai Fo diartikan sebagai nilai pasteurisasi. Nilai Fo biasanya menyatakan waktu
proses pada suhu standar. Misalnya suhu standar dalam proses sterilisasi
adalah 121,1⁰C (250 F), maka nilai Fo sterilisasi menunjukkan waktu sterilisasi
pada suhu standart 121,1⁰C. Secara matematis nilai Fo adalah hasil perkalian
antara nilai Do pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S) yang
diinginkan dalam proses. Nilai Do harus dinyatakan juga pada suhu standar
yang sama.
Fo = S. Do (persamaan 2)
Atau
FT = S.DT (jika F pada suhu lain)
19
Do T – T ref
Log ------ = - -------------- atau DT = Do 10 Tref –T/Z (persamaan 4)
DT Z
Tref –T/Z
FT = SDo10 atau FT = Fo 10 Tref –T/Z (Nilai F pada suhu lain)

Contoh 2 :

Hitung nilai sterilisasi (Fo) dari suatu proses termal yang dilakukan pada suhu
121,1⁰ C dengan berdasarkan pada mikroba C.botulinum sebagai target.
Diketahui nilai Do (121,1⁰ C) dan nilai Z dari C.botulinum secara berturut-turut
adalah 0,25 menit dan 10⁰C. Proses dilakukan dengan menerapkan 12 siklus
logaritma. Hitung juga nilai FT bila proses termal dilakukan pada suhu 100⁰C
dan 138⁰C.

Jawab :

Diketahui : Do = 121,1⁰C; Z = 10⁰C, S = 12

a. Nilai Fo (suhu standar) adalah Fo = S. Do = 12 x 0,25 = 3 menit


Tref –T/Z 121,1 – 100/10
b. Nilai FT (suhu 100⁰C) adalah FT = Fo 10 = 3 x 10 = 386,5
menit (6,44 jam)
Tref –T/Z 121,1 – 138/10
c. Nilai FT (suhu 138⁰C) adalah FT = Fo 10 = 3 x 10 = 0,06
menit (3,68 detik)
Jadi diperlukan waktu 3 menit untuk membunuh C.botulinum pada suhu standar.
Apabila proses sterilisasi dilakukan pada suhu yang lebih rendah (100⁰C), maka
diperlukan waktu 6,44 jam, sedangkan apabila dilakukan pada suhu yang lebih
tinggi (138⁰C), maka dibutuhkan waktu yang lebih cepat yakni 3,68 detik untuk
membunuh C.botulinum hingga mencapai level yang sama.
Dari contoh ini diketahui bahwa proses yang dilakukan pada suhu di bawah
121,1⁰C memerlukan waktu proses yang sangat lama sehingga proses
sterilisasi umumnya tidak dilakukan di bawah suhu 121,1⁰C karena akan
menyebabkan kerusakan mutu produk. Sebaliknya pada suhu 138⁰C hanya
membutuhkan sekitar 4 detik untuk mencapai nilai saterilisasi yang diinginkan.
Hal ini menjawab mengapa proses sterilisasi pada susu dengan sistem UHT
pada suhu 135 - 140⁰C dapat dilakukan di dalam holding tube dengan waktu
hanya 4 – 6 detik.

20
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah pemusnahan mikroorganisme patogen yang tidak
membentuk spora. Suhu yang digunakan pada proses pasteurisasi bergantung
pada metode pasteurisasi yang digunakan untuk bahan pangan.
Metode pasteurisasi yang umum digunakan terdiri dari :
1. Holding pasteurization
- Disebut juga dengan LTLT (Low Temperature Long Time)
pasteurization
- Proses termal dilakukan dalam tangki besar pada suhu 61 - 63⁰C
selama 30 menit.
2. HTST pasteurization
- Disebut juga dengan HTST (High Temperature Short Time)
pasteurization
- Proses termal dilakukan dalam suatu ruang yang menggunakan pelat
pemindah panas pada suhu 71 - 75⁰C selama 15 – 16 detik.
- Produk hanya bertahan selama 2 minggu dalam lemari pendingin
3. UHT pasteurization
- Perkembangan lebih lanjut dari teknik pasteurisasi adalah dengan
teknik Ultra High Temperature (UHT)
- Proses termal dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan
tinggi untuk mencegah terjadinya pembakaran bahan pangan dalam
alat. Suhu yang digunakan umumnya berkisar 131 - 150⁰C selama 0,5
– 1 detik.
- Produk yang dihasilkan memiliki daya simpan yang lama dan dapat
disimpan pada suhu ruang dengan pengemasan yang baik.

21
C. TAHAPAN DALAM PROSES PENGALENGAN BUAH DAN SAYUR
Pengalengan buah dan sayur menggunakan alat yang disebut dengan autoclave
atau retort. Alat ini merupakan alat pemanas berbentuk bejana tertutup dan tahan
terhadap tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber diluar
retort. Sumber uap air panas tersebut dapat berbentuk boiler atau steam generator.
Setiap proses sterilisasi panas yang menggunakan retort harus mengikuti prosedur
penggunaan alat tersebut. Adapun tahapan dalam proses pengalengan buah atau
sayur adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan bahan baku


2. Pembersihan, pemilihan dan pengelompokan (grading).
3. Pengeluaran biji, pengupasan, pencucian dan pemotongan
4. Pembelahan, pengirisan, pemotongan.
5. Blansir, bertujuan untuk inaktivasi enzim, pengeluaran udara, perbaikan
warna, pengempukan jaringan)
6. Pengisian bahan kedalam wadah
7. Pemberian sirup gula (untuk buah-buahan) atau larutan garam (untuk
sayuran), hal ini bertujuan untuk meningkatkan citarasa dan tekstur serta
menambah kecepatan penetrasi panas.
8. Exhausting, yakni pengukusan bahan beserta wadah yang bertujuan untuk
mengeluarkan oksigen dalam wadah.
9. Penutupan hermatis
10. Sterilisasi dengan panas pada tekanan atmosfir untuk memusnahkan semua
mikroorganisme beserta sporanya.
11. Pendinginan segera dengan menggunakan air mengalir dan telah diklorinasi.
12. Inkubasi, pengendalian mutu
13. Pemberian etiket/label.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU MAKANAN KALENG


Mutu produk makanan kaleng ditentukan oleh daya simpan makanan tersebut
sesuai dengan batas kadaluarsa yang telah ditetapkan. Kerusakan selama
penyimpanan dapat disebabkan karena kesalahan pengolahan atau kebocoran
pada kaleng.
1. Kesalahan pengolahan
a. Pengolahan yang kurang (underprocessing) mengakibatkan mikroba
mesofil berpotensi untuk tumbuh dan berkembangbiak. Pengolahan yang
kurang terletak pada tidak tercapainya suhu sterilisasi atau waktu sterilisasi.

22
Hal ini memungkinkan Clostridium botulinum dapat berkembangbiak dan
memproduksi toksin yang mematikan terutama pada produk yang berasam
rendah.
b. Pendinginan yang kurang memadai juga dapat menimbulkan masalah pada
produk. Pendinginan yang kurang memadai yaitu bila pendinginan setelah
proses sterilisasi dilakukan kurang cepat untuk mencapai suhu internal 37 -
45⁰C sehingga memungkinkan berbagai bakteri thermofil untuk tumbuh
pada suhu optimumnya.
c. Waktu antara penutupan kaleng dengan sterilisasi kaleng yang terlalu lama
dapat menyebabkan kerusakan. Jenis kerusakan ini dinamakan insipient
spoilage, yaitu produk akhir yang steril komersial tetapi isi kaleng
menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba.
d. Proses exhausting tidak dilakukan secara maksimal sehingga oksigen yang
terperangkap dalam wadah belum keluar secara keseluruhan. Hal ini dapat
mengakibatkan penutup kaleng menjadi terhempas pada proses sterilisasi
karena desakan oksigen dari dalam wadah.
2. Kebocoran kaleng
Jika kaleng tidak ditutup secara hermatis, maka pada waktu kaleng didinginkan
dengan air pendingin, peluang masuknya mikroba dalam kaeng cukup besar.
Kebocoran tidak perlu jelas dan besar karena lubang yang sangat kecil
sekalipun bisa memberikan peluang kontaminasi. Kebocoran kaleng dapat
dipastikan melalui pemeriksaan visual dan pengukuran kaleng.
3. Kerusakan non bakteriologis
a. Hidrogen swell
Kerusakan ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara makanan dan
kaleng yang membentuk gas hidrogen. Reaksi kimia ini berlangsung karena
lapisan kaleng tidak sempurna sehingga terjadi korosi. Bila korosi berjalan
cukup lama, maka terjadi kebocoran pada kaleng.
b. Reaksi Maillard
Reaksi maillard terjadi pada makanan yang banyak mengandung gula,
asam amino dan asam. Reaksi tersebut menghasilkan karbondioksida yang
dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan kaleng menjadi gembung
terutama jika disimpan pada suhu yang tinggi. Jenis kerusakan ini kadang-
kadang ditemukan pada konsentrat buah dalam kaleng.
4. Kerusakan akibat penyimpanan diatas suhu 40 - 45⁰C

23
Penyebab kerusakan adalah bakteri thermofil pembentuk spora yang sangat
tahan panas. Bakteri ini umumnya tumbuh pada suhu 55⁰C dan menyebabkan
kebusukan pada makanan kaleng.

E. PRODUK PANGAN SUHU TINGGI


Beberapa produk pangan suhu tinggi dapat lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 6. Kelompok pangan dan produk pangan suhu tinggi

KELOMPOK PANGAN PRODUK


SEREALIA DAN HASIL OLAHANNYA Jagung kaleng
Ransum kaleng
KACANG, BIJI, BEAN DAN HASIL Kacang polong kaleng
OLAHANNYA Kacang merah kaleng
SAYURAN DAN HASIL OLAHNYA Gudeg kaleng
Baby corn kaleng
BUAH DAN HASIL OLAHANNYA Buah kaleng
Acar (pickle) dalam botol
Juice buah
Selai (jam) buah
DAGING, UNGGAS DAN HASIL Daging kornet
OLAHANNYA Rendang kaleng
IKAN, KERANG, UDANG DAN HASIL Ikan kaleng
OLAHANNYA Rajungan kaleng
SUSU DAN HASIL OLAHANNYA Susu UHT
Susu evaporated
Susu Kental Manis
Yoghurt
LEMAK DAN MINYAK Santan instant
BUMBU Sambal Bacan dalam kemasan kaleng
Petis kaleng
Tauco dalam kemasan botol
MINUMAN Berbagai jenis minuman penyegar yang
dikemas dalam kardus, botol dan kaleng
Sirup
Limun

IV. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN


DENGAN FERMENTASI

24
A. PRINSIP PENGAWETAN/ PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI

Fermentasi adalah aktivitas mikroorganisme (yang dikehendaki) pada substrat


yang terkandung dalam bahan pangan dalam suasana anaerob. Mikroorganisme
tersebut menggunakan substrat bahan pangan sebagai sumber energi. Bahan
baku energi yang paling banyak digunakan oleh mikroba adalah glukosa. Dalam
suasana anaerob (tanpa oksigen), mikroorganisme mencerna glukosa dan
menghasilkan air, karbondioksida, sejumlah energi, dan produk akhir metabolik
organik termasuk sejumlah besar asam laktat, asam asetat, etanol, zat volatil,
alkohol dan ester dari alkohol tersebut.
Sejumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi bahan pangan
adalah sebagai berikut :
1. Bakteri Asam Laktat
Bakteri ini menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari
metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat akan menurunkan nilai pH dari
lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan citarasa asam pada produk
fermentasi. Keasaman pada produk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pengganggu. Beberapa jenis bakteri asam laktat yang
berperan dalam fermentasi bahan pangan adalah :
a. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus
cremoris, kesemuanya berperan dalam industri susu
b. Pediococcus cereviceae , berperan dalam fermentasi daging dan sayuran.
c. Leuconostoc mesentroides dan Leuconostoc dextranicum, keduanya
berperan dalam fermentasi buah dan sayur.
d. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus plantarum, dan L.delbrueckii, bakteri ini berperan dalam
fermentasi susu dan sayuran. Yoghurt adalah salah satu produk hasil
fermentasi asam laktat.
2. Bakteri Asam Propionat
Bakteri ini penting dalam fermentasi bahan pangan karena kemampuannya
memfermentasi karbohidrat dan asam laktat sehingga menghasilkan asam-
asam propionat, asetat dan karbondioksida. Biasanya bakteri asam propionat
digunakan dalam fermentasi keju.

3. Bakteri Asam Asetat

25
Salah satu contoh bakteri jenis ini adalah Acetobacter aceti yang memiliki
kemampuan dalam mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lainnya menjadi
asam asetat dan dipergunakan dalam pabrik cuka.
4. Khamir
Khamir berperan dalam proses fermentasi yang menghasilkan alkohol dimana
produk utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccaromyces cereviceae
adalah jenis yang utama dan berperan dalam produksi minuman beralkohol
seperti bir dan anggur. Khamir ini juga digunakan dalam proses pembuatan roti.
5. Kapang
Kapang berperan dalam pembuatan keju dan beberapa fermentasi bahan
pangan Asia seperti kecap dan tempe. Jenis yang tergolong dalam kapang
adalah Aspergillus, rhizopus dan penicillium.

B. JENIS-JENIS FERMENTASI

1. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol adalah suatu reaksi perubahan glukosa menjadi etanol (etil
alkohol) dan karbondioksida. Organisme yang berperan adalah Saccaromyces
cereviceae yang memproduksi tape, roti dan minuman keras. Reaksi kimianya
adalah C6H12O6 2C2H5OH + 2 CO2 + ATP
2. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat adalah fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam
laktat yang memiliki kemampuan menurunkan pH makanan sehingga
organisme lain tidak dapat tumbuh. Produk fermentasi asam laktat adalah
yoghurt, keju, saurkraut, kimchi, miso, dan lain-lain.
3. Fermentasi asetat
Fermentasi asetat adalah fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam cuka
(Acetobacter aceti) dengan substrat etanol dalam kondisi aerob.Produk
fermentasi adalah cuka. Reaksi kimianya adalah : C2H5OH + O2
CH3COOH + H2O
Fermentasi asetat memerlukan 2 (dua) tahapan proses, yakni pertama,
perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir. Kedua, perubahan alkohol
menjadi asam asetat oleh bakteri asam cuka. Contoh produk fermentasi asetat
: Cuka apel, acar (pickles).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES FERMENTASI


Keberhasilan proses fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

26
1. Keasaman (pH)
Tingkat keasaman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba.
Kondisi keasaman yang baik untuk proses fermentasi adalah pada pH 4,5 –
5,5.
2. Mikroba
Mikroba yang digunakan untuk melakukan pemecahan senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana pada substrat yang difermentasi,
dipastikan masih dalam keadaan baik.
3. Suhu
Setiap mikroba memiliki suhu optimum untuk pertumbuhannya. Bila proses
fermentasi dilakukan diluar suhu optimum pertumbuhan mikroba, maka produk
fermentasi tidak dapat terbentuk.
4. Oksigen
Setiap mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk
pertumbuhannya. Contoh, ragi roti akan tumbuh lebih baik dalam kondisi aerob
tetapi pada saat melakukan fermentasi gula pertumbuhannya lebih baik dalam
kondisi anaerob.
5. Waktu
Laju pertumbuhan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Dalam keadaan optimal, bakteri akan membelah setiap 20
menit. Pada beberapa jenis bakteri, selang waktu antara pembelahan dapat
dicapai selama 20 menit. Jika waktu generasinya 20 menit pada kondisi yang
cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel dalam 7 jam.
6. Penambahan garam
Garam merupakan salah satu bahan yang pentimng dalam proses fermentasi.
Garam berperan dalam menyeleksi organisme yang diperlukan untuk tumbuh
dalam proses fermentasi. Jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh
terhadap populasi organisme, organisme mana yang dapat tumbuh, jenis apa
yang tumbuh, sehingga kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan
aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama. Garam dalam larutan
suatu substrat bahan pangan dapat menekan kegiatan pertumbuhan mikroba
tertentu.

D. PRODUK FERMENTASI
Beberapa produk fermentasi disajikan pada tabel berikut .
Tabel 7. Kelompok pangan dan produk fermentasi

27
KELOMPOK PANGAN PRODUK
SEREALIA DAN HASIL OLAHANNYA Tape beras
Cuka beras
Brem
UMBI BERPATI DAN HASIL Tape singkong
OLAHANNYA
KACANG, BIJI, BEAN DAN HASIL Tempe
OLAHANNYA Kecap
Tauco
Oncom
SAYURAN DAN HASIL OLAHNYA Kimchi
Miso
Saurkraut
Pickel
BUAH DAN HASIL OLAHANNYA Cuka apel
Wine
Nata de coco
DAGING, UNGGAS DAN HASIL Sosis fermentasi
OLAHANNYA
IKAN, KERANG, UDANG DAN HASIL Bakasang
OLAHANNYA Terasi
Petis
SUSU DAN HASIL OLAHANNYA Keju

V. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN DENGAN


PENGGUNAAN GULA/GARAM/ASAM

A. PRINSIP PENGAWETAN/ PENGOLAHAN PANGAN DENGAN PENGGUNAAN


GULA/GARAM/ASAM
Bahan pangan dapat diperpanjang masa simpannya dengan penambahan garam,
asam dan gula. Garam berperan sebagai penghambat selektif pada

28
mikroorganisme tertentu yang tidak diinginkan pertumbuhannya. Mikroorganisme
pembusuk dan pembentuk spora paling mudah terpengaruh meski dengan kadar
garam yang rendah pada bahan pangan (6%). Namun beberapa mikroorganisme
terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh dengan cepat dengan
adanya garam dan membentuk asam untuk menghambat mikoorganisme yang
tidak dinginkan. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) pada bahan sehingga
dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorgansime.
Asam, terutama asam asetat dan asam laktat memiliki kemampuan untuk
menurunkan pH pada bahan sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat
dicegah.Gula dengan konsentrasi yang tinggi (> 70% padatan terlarut) memiliki
kemampuan menurunkan Aw pada bahan pangan, sehingga tidak tersedia air yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang.
Pengawetan bahan pangan dengan kombinasi kadar gula yang tinggi bersama
dengan kadar asam yang tinggi, perlakuan pemanasan dengan pasteurisasi,
penyimpanan pada suhu rendah, pengeringan dan penambahan bahan pengawet
merupakan teknik pengawetan pangan yang penting.
Kadar gula yang tinggi bersama kadar asam yang tinggi serta kadar garam yang
tinggi merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting. Garam dan gula
pada konsentrasi tertentu akan menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme
tidak dapat berkembang biak karena menurunnya Aw, sedangkan pH yang rendah
tidak disukai oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.

B. TEKNIK PENGGARAMAN, PENGGULAAN DAN PENGASAMAN


1. Penggaraman atau pengasinan
Sejak jaman dahulu garam dipergunakan sebagai salah satu metode
pengawetan pangan karena sifat garam sebagai penghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Garam memiliki sifat menarik air dari bahan pangan sehingga
Aw pada bahan makanan menjadi rendah. Namun demikian, beberapa bakteri
halofilik dapat tumbuh pada larutan garam yang hampir jenuh, tetapi
mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk
tumbuh selanjutnya menimbulkan pembusukan.
Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara
memberi garam dengan cara melumuri garam pada bahan atau merendam
bahan dalam larutan garam. Proses penggaraman biasanya diikuti dengan
proses pengeringan untuk menurunkan kadar air pada bahan sehingga
diperoleh masa simpan yang sangat lama. Ukuran butiran garam yang
digunakan dalam proses penggaraman biasanya 1 – 5 mm.

29
2. Penggulaan
Gula adalah bahan yang mampu memberi stabilitas mikroorganisme pada
bahan jika ditambahkan dalam konsentraasi yang cukup (diatas 70% padatan
terlarut). Gula juga memiliki kemampuan menarik air dari bahan pangan
sehingga tidak tersedia air untuk pertumbuhan mikroorganisme dan Aw bahan
pangan menjadi berkurang. Meskipun demikian, pengaruh konsentrasi gula
terhadap Aw bahan bukan merupakan faktor utama untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme.
Produk-produk penggulaan cenderung mengalami kerusakan karena adanya
aktifitas khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat hidup
pada media dengan konsentrasi gula yang tinggi. Oleh karena itu untuk
meningkatkan masa simpan pada produk-produk penggulaan, dibutuhkan
teknik pengawetan dengan penambahan asam, pemanasan dengan
pateurisasi, penyimpanan pada suhu rendah, pengeringan bahkan
penambahan bahan pengawet kimia.
Produk penggulaan seperti selai, jelli, marmalade, serta produk-produk lainnya,
memerlukan kadar gula yang tinggi (biasanya 65 – 73% padatan terlarut).
Kestabilan produk ini terhadap serangan mikroorganisme pada dasarnya terjadi
akibat padatan terlarut yang cukup tinggi.
Berikut ini adalah sejumlah faktor yang dapat mengendalikan stabilitas
mikroorganisme pada produk penggulaan :
1. Kadar gula yang tinggi (padatan terlarut 65 – 73%)
2. pH rendah (3,1 – 3,5)
3. Aw dalam kisaran 0,75 – 0,83
4. Kadar garam yang tinggi (30%)
5. Suhu tinggi selama pemasakan (105 - 106ᵒC), kecuali untuk pengolahan
yang membutuhkan penyimpanan suhu rendah.
6. Tegangan oksigen yang rendah selama penyimpanan.

3. Pengasaman
Pengasaman adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan cara
penambahan asam pada bahan untuk menurunkan derajat pH pada produk
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Penambahan asam dapat dilakukan secara langsung dengan menambahkan
asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat atau penambahan
bahan pangan yang bersifat asam.

30
Acar, pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang ditambahkan asam
asetat, karena adanya asam asetat menyebabkan konsentrasi asam menjadi
tinggi sehingga terjadi difusi osmosis yang dapat mematikan mikroorganisme.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK


Faktor-faktor yang mempengaruhi masa simpan produk-produk penggulaan,
penggaraman dan pengasaman adalah sebagai berikut :
1. Kualitas bahan yang digunakan untuk pembuatan produk masih dalam kondisi
yang baik dan segar.
2. Bahan pengawet yang ditambahkan (garam, gula dan asam) dalam konsentrasi
yang rendah dan tidak dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme.
3. Tidak ada perlakuan pemanasan atau perlakuan lainnya pada proses
pengolahan produk atau panas yang diberikan tidak cukup untuk
mempertahankan masa simpan yang lama.
4. Suhu dan tegangan oksigen yang rendah selama penyimpanan produk dapat
membantu memperpanjang masa simpan produk.

D. PRODUK PANGAN DENGAN PENGGULAAN, PENGGARAMAN DAN


PENGASAMAN
Tabel 8. Kelompok pangan dan produk penggulaan/penggaraman/pengasaman

KELOMPOK PANGAN PRODUK


SEREALIA DAN HASIL OLAHANNYA Dodol ketan
Dodol jagung
Wajik

UMBI BERPATI DAN HASIL Dodol ubi


OLAHANNYA
KACANG, BIJI, BEAN DAN HASIL Enting kacang
OLAHANNYA Wajik kacang
SAYURAN DAN HASIL OLAHNYA Acar sayuran
Sayur asin
BUAH DAN HASIL OLAHANNYA Dodol buah
Jelli
Marmalade
Manisan buah
Manisan kering
Permen buah

31
Dampo durian
Sirup buah
DAGING, UNGGAS DAN HASIL Dendeng sapi asin
OLAHANNYA
IKAN, KERANG, UDANG DAN HASIL Ikan/udang/cumi asin
OLAHANNYA Ikan pindang
TELUR Telur asin
GULA, SIRUP DAN KONFEKSIONERI Selai
Sirup
Melase
Gula tappo

VI. TEKNIK PENGAWETAN/PENGOLAHAN BAHAN PANGAN


DENGAN PENGERINGAN

A. PRINSIP PENGAWETAN/PENGOLAHAN DENGAN PENGERINGAN


Air merupakan salah satu faktor intern yang dapat menyebabkan kerusakan pada
bahan makanan. Kandungan air pada bahan makanan bervariasi mulai dari 30 –
95%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau
mengurangi sebagian air dari suatu bahan dengan cara penguapan. Proses
penguapan dapat dilakukan dengan energi panas dan biasanya kandungan air
tersebut diturunkan sampai batas mikroorganisme dan aktifitas enzim tidak dapat
menyebabkan kerusakan yang berarti.
32
Air dalam bahan pangan pada umumnya terdapat dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
1. Air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan bahan dan mudah diuapkan.
2. Air terikat (bound water) secara fisik, yaitu air yang terikat menurut sistem
kapiler atau air absorbsi karena penyerapan.
3. Air terikat secara kimia, misalnya air kristal dan air yang terikat dalam sistem
dispersi dengan komponen kimia lain seperti protein, karbohidrat dan lain-lain.
Jumlah kandungan air bebas pada bahan pangan sangat erat hubungannya
dengan pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang dapat terjadi. Tersedianya air
bebas ini biasa dinyatakan dalam istilah aktifitas air atau Activity Water (Aw),
dimana nilainya = RH keseimbangan/100, sehingga kisarannya adalah 0 – 1,0.
Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran Aw tertentu, sehingga Aw bahan
pangan harus diatur dengan pengeringan atau penambahan bahan pengikat air.
Pengeringan bahan pangan akan menurunkan kadar air bahan, tetapi tidak selalu
berbanding lurus dengan Aw-nya. Penambahan gula, garam dapat menurunkan
Aw karena sebagian air bebas akan terikat. Bahan pangan yang memilki Aw sekitar
0,7 sudah dianggap aman untuk disimpan.

B. TEKNIK-TEKNIK PENGERINGAN BAHAN PANGAN

1. Penjemuran
Penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan menggunakan sinar
matahari langsung sebagai energi panas. Pengeringan secara penjemuran
memerlukan tempat pengeringan yang luas, wadah penjemuran yang banyak,
waktu pengeringan yang lama, dan mutunya sangat tergantung pada keadaan
cuaca.
Terdapat 3 (tiga) macam alat pengering bertenaga sinar matahari, yaitu :
a. Tipe absorbsi dimana produk langsung dipanaskan dengan sinar matahari.
b. Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontak
dengan udara panas seperti pada alat dehidrasi konveksional tetapi udara
tersebut dipanaskan pada alat penyerap panas (kolektor). Dengan alat
pengumpul panas (kolektor) suhu dapat diatur hingga ±45⁰C sehingga
produk lebih cepat kering. Selanjutnya dengan adanya ruangan yang
tertutup, maka kebersihan produk makanan lebih terjamin.
c. Alat pengering dengan sistem kombinasi kedua tipe diatas.
Pemilihan cara pengeringan dengan penjemuran atau pengeringan buatan
ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya :
a. Jenis komoditi yang akan dikeringkan
b. Teknologi yang tersedia

33
c. Kecepatan pengeringan
d. Kebersihan
e. Mutu produk yang dihasilkan
f. Rehidrasi (penyerapan air kembali)
Pada pengeringan buatan, tinggi rendahnya suhu , kecepatan aliran udara,
kelembaban dapat diatur sehingga tidak tergantung pada cuaca. Dengan
demikian kecepatan pengeringan dapat diatur sesuai dengan komoditi yang
dikeringkan. Karena dilakukan dalam ruangan yang tertutup, maka kebersihan
dan kualitasnya dapat lebih terjamin. Pada penjemuran, kecepatan pengeringan
berjalan lambat sehingga seringkali mengalami kerusakan karena mikroba,
serangga dan kualitasnya kurang baik. Hal ini terjadi terutama pada bahan
pangan yang banyak mengandung air.
Rehidrasi atau penyerapan air pada saat perendaman merupakan salah satu
kriteria mutu terutama pada sayuran kering. Pengeringan secara mekanis akan
menghasilkan produk kering yang mempunyai tingkat rehidrasi lebih baik
dibandingkan penjemuran.
Ditinjau dari segi ekonomis, penjemuran lebih murah sehingga lebih tepat
digunakan untuk produk biji-bijian dan produk hewani. Sedang untuk buah dan
sayur yang memerlukan kecepatan pengeringan yang tinggi dan keseragaman
mutu, maka pengeringan mekanis lebih tepat digunakan meskipun biayanya
mahal.
2. Pengeringan buatan
Pengeringan buatan atau disebut juga dengan pengeringan mekanis
merupakan jenis pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Tinggi
rendajhnya suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara, dan waktu
pengeringan dapat diatur sesuai dengan komoditi yang dikeringkan.
Pengawasan yang tidak tepat pada pengeringan buatan dapat menyebabkan
terjadinya case hardening, yaitu suatu keadaan dimana bagian permukaan
bahan telah sangat kering namun bagian dalamnya masih basah. Hal ini terjadi
karena penguapan air pada permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi
air dari bagian dalam keluar. Lapisan permukaan bahan menjadi keras dan
kenyal, sehingga uap air tidak dapat menembusnya walaupun pemgeringan
dilanjutkan.
Jenis pengeringan buatan daoat dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan
prinsip poenghantaran panas yang digunakan (melalui udara panas atau
kontak langsung)
a. Pengeringan adiabatik
34
Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas. Udara yang telah dipanaskan memberi panas
pada bahan pangan dan sekaligus mengangkut uap air dari bahan. Sumber
panas dapat berasal dari api langsung atau tenaga listrik. Alat pengering
yang termasuk dalam kelompok ini adalah Cabinet dryer (oven), bed dryer,
air lift dryer, maupun vertical down flow concurrent dryer.
b. Pengeringan isotermis
Pengeringan isotermis adalah pengeringan yang didasarkan atas kontak
langsung antara bahan pangan dengan plat logam yang panas. Dalam hal
ini terdapat juga pompa vakum untuk mengeluarkan uap air bahan. Alat-alat
pengering yang termasuk kelompok ini adalah drum dryer, vacuum shelf
dryer, dan continous vacuum dryer.
3. Pengeringan secara osmotik
Cara pengeringan ini didasarkan atas proses osmosis yaitu memindahklan
cairan dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui suatu lapisan yang
bersifat semi permiabel. Proses pemindahan air ini berlangsung sampai terjadi
kesetimbangan antara larutan gula dengan bahan yang dikeringkan. Bahan
pangan yang dikeringkan dengan cara ini adalah buah-buahan matang yang
sudah manis.
Pada pengeringan buah-buahan secara osmosis, potongan buah dicelupkan
kedalam larutan gula yang pekat (65 – 75%) dan dengan proses ini kandungan
air buah yang dapat dipindahkan mencapai kurang lebih 50% dari berat buah
semula. Proses osmosis ini dilakukan sebagai dehidrasi parsial dari buah-
buahan yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan biasa. Cara ini biasa
dipakai dalam pembuatan manisan buah kering.
Beberapa keuntungan dari pengeringan osmotik adalah :
a. Tidak menggunakan suhu tinggi sehingga warna dan citarasa produk dapat
dipertahankan. Suhu yang baik untuk pengeringan osmosis adalah <50⁰C
selama 3 jam.
b. Gula atau sirup berperan sebagai osmotic dehydratic agent, dapat
menurunkan Aw bahan sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat.
c. Gula yang pekat disekitar buah menghindari kontak antara senyawa
polifenol dengan oksigen sehingga pencoklatan enzimatis dapat dicegah.
d. Selama berlangsung proses osmosis, beberapa asam dari buah turut larut,
sehingga dengan adanya gula akan dihasilkan produk yang lebih manis
daripada buah kering biasa.
Kerugian pengeringan osmotik adalah :
35
a. Pada produk tertentu, seperti manisan apel, penurunan kadar asam buah
yang dikeringkan dapat merugikan tetapi hal ini dapat diperbaiki dengan
cara menambahkan asam kedalam larutan gula yang digunakan untuk
merendam buah.
b. Terjadi kristalisasi kelebihan gula pada permukaan produk yang
dikeringkan. Hal ini dapat dihilangkan dngan cara pencucian cepat setelah
perendaman.
c. Gula atau sirup yang menempel pada buah kering akan menahan
sebagian aroma buah yang merupakan minyak eteris sehingga dapat
menyebabkan ketengikan. Proses ketengikan dapat dicegah dengan
pengemasan yang baik.
d. Pemakaian gula menyebabkan kenaikan biaya operasional.
4. Pengeringan secara pembekuan
Proses pembekuan juga dapat menurunkan Aw bahan sehingga pembekuan
juga dapat digolongkan sebagai proses pengeringan. Pada pengeringan ini
digunakan prinsip sublimasi dimana bahan pangan dibekukan dan air
dikeluarkan dari bahan secara sublimasi dalam kondisi tekanan vakum. Jadi
langsung dari bentuk padat menjadi gas atau uap dan proses ini dilakukan
dalam keadaan vakum (tekanan lebih kecil dari 4 mmHg)
Suhu yang digunakan dalam pengeringan secara pembekuan adalah -10⁰C
sehingga kerusakan kmiawi dan fisik pada bahan pangan dapat dicegah.
Dengan perlakuan tersebut, cita rasa bahan dapat dipertahankan demikian pula
dengan daya rehidrasi.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK PENGERINGAN


Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu produk pengeringan adalah sebagai
berikut :
1. Tidak semua komoditi atau bahan pangan cocok untuk dikeringkan pada satu
macam teknik pengeringan. Pemilihan teknik pengeringan yang akan
digunakan sangat penting untuk menghasilkan produk pengeringan yang
berkualitas.
2. Pada proses pengeringan (terutama pengeringan buatan), makin tinggi suhu
pengeringdan makin lama perlakuan pengeringan, makin banyak pigmen pada
bahan akan mengalami perubahan. Kontrol suhu dan waktu pengeringan
sangat dianjurkan dalam hal ini.

36
3. Beberapa bahan pangan memerlukan perlakuan pendahuluan sebelum bahan
dikeringkan. Contoh blansir bahan untuk mencegah reaksi pencoklatan
enzimatis atau penggunaan osmotic dehydratic agent seperti gula pasir.
4. Pengaturan bahan dalam alat pengering akan mencegah terjadinya produk
yang kering secara tidak bersamaan.
5. Selama penyimpanan produk yang telah dikeringkan dikemas secara vakum
untuk mencegah terjadinya rehidrasi yang dapat memperpendek masa simpan
produk.
D. PRODUK PENGERINGAN
Beberapa produk pangan dengan metode pengeringan adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Kelompok pangan dan produk pangan pengeringan

KELOMPOK PANGAN PRODUK


SEREALIA DAN HASIL OLAHANNYA Berbagai produk tepung
Rengginang
Bihun
Mie
Keripik
UMBI BERPATI DAN HASIL Berbagai produk tepung
OLAHANNYA Keripik

KACANG, BIJI, BEAN DAN HASIL Berbagai produk tepung


OLAHANNYA
SAYURAN DAN HASIL OLAHNYA Sayuran kering
Jamur kering
Sayuran beku
BUAH DAN HASIL OLAHANNYA Buah kering (kismis, manisan kering,
dan lain-lain)
Pisang sale
Buah beku
DAGING, UNGGAS DAN HASIL Dendeng
OLAHANNYA Produk beku lainnya
IKAN, KERANG, UDANG DAN HASIL Ikan asin/ikan kering
OLAHANNYA
TELUR Kuning telur bubuk
SUSU Susu bubuk
GULA, SIRUP DAN KONFEKSIONERI Minuman dalam bentuk bubuk
Tepung gula
Teh
Coklat bubuk

37
Kopi bubuk
BUMBU Bumbu kering (kunyit bubuk, jahe
bubuk, ketumbar bubuk, lada bubuk,
dan lain-lain)

VII. PENINGKATAN MUTU GIZI PANGAN

A. PENGERTIAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN


Dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman. Lebih lanjut disebutkan bahwa Mutu Pangan
adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi
Pangan sedangkan Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan
yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan
komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

38
Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan
dan Gizi, serta keamanan pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu, Peningkatan mutu gizi pangan dilakukan pada kegiatan-
kegiatan penyelenggaraan pangan yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri;
b. Menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat;
c. Mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok dengan
harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
d. Mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat, terutama
masyarakat rawan Pangan dan Gizi;
e. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar dalam
negeri dan luar negeri;
f. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang
aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat;
g. Meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Pelaku Usaha Pangan; dan
h. Melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya Pangan nasional.
Peningkatan mutu gizi pangan adalah salah satu implementasi dari tujuan
penyelenggaraan pangan yang kelima yakni meningkatkan nilai tambah dan daya
saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri.

B. TUJUAN PENINGKATAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN


Pemerintah menetapkan kebijakan di bidang Gizi untuk perbaikan status
Gizi masyarakat. Kebijakan pemerintah dilakukan melalui:
a. Penetapan persyaratan perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu yang
diedarkan apabila terjadi kekurangan atau penurunan status Gizi masyarakat;
b. Penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan untuk
meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan;
c. Pemenuhan kebutuhan Gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan kelompok
rawan Gizi lainnya; dan
d. Peningkatan konsumsi Pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran, buah-
buahan, dan umbi-umbian lokal.
Kegiatan/upaya peningkatan kadar dan mutu gizi pangan secara tertulis telah
menjadi kebijakan pemerintah dengan melihat point (a) dan (b) pada pernyataan di

39
atas. Pada dasarnya peningkatan kadar dan mutu gizi pangan bertujuan untuk
meningkatkan nilai gizi pangan dan meningkatkan konsumsi gizi pangan bagi
masyarakat untuk mencegah dan atau memperbaiki status gizi dan kesehatan
masyarakat.
Umumnya peningkatan kadar dan mutu gizi pangan ditujukan kepada penambahan
zat gizi mikro dalam suatu produk pangan. Menurut WHO dan FAO (2006) dalam
bukunya “Guidelines on food fortification with micronutrients”, terdapat 3 (tiga)
bentuk kekurangan zat gizi mikro umumnya terjadi di seluruh dunia yaitu defisiensi
besi, vitamin A dan yodium. Sepertiga dari populasi di dunia mengalami defisiensi
zat gizi mikro (mikro nutrient) tersebut, dan mayoritas berada di negara-negara
berkembang. Diantara ketiga jenis bentuk defisiensi gizi mikro yang ada, defisiensi
besi merupakan kejadian yang paling umum terjadi. Pada aspek kesehatan
masyarakat, kekurangan zat gizi mikro tidak hanya fokus pada sejumlah besar
orang yang mengalaminya, tetapi kenyataannya bahwa kekurangan zat gizi mikro
merupakan faktor resiko terjadinya berbagai penyakit, dan hal ini berkontribusi
terhadap peningkatan angka kesakitan dan kematian. Defisiensi zat gizi mikro
diperkirakan sekitar 7,3% merupakan beban penyakit secara global.

C. JENIS DAN CARA PENINGKATAN KADAR DAN MUTU GIZI PANGAN


1. Fortifikasi pangan
Fortifikasi pangan adalah upaya-upaya yang dilakukan secara sengaja untuk
meningkatkan kadar zat gizi mikro essensial pada pangan dalam rangka
meningkatkan mutu gizi pangan tersebut disamping memiliki manfaat bagi
kesehatan masyarakat dan resiko minimal terhadap kesehatan. Upaya
fortifikasi pangan ditujukan untuk :
a. Bertujuan untuk mencegah atau menurunkan resiko kejadian kekurangan
zat gizi mikro pada kelompok masyarakat atau kelompok tertentu.
b. Berkontribusi untuk memperbaiki kekurangan zat gizi mikro yang terjadi
pada kelompok masyarakat atau kelompok tertentu.
c. Berpotensi untuk meningkatkan status gizi dan asupan makan yang
kemungkinan kurang optimal akibat terjadinya perubahan kebiasaan
makan/gaya hidup.
d. Keuntungan dari zat gizi mikro tersebut bagi masyarakat adalah
konsistensinya dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan
(Contoh, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa makanan yang banyak
mengandung antioksidan dapat mencegah terjadinya kanker dan penyakit
lainnya).

40
Menurut The Codex General Principles for the Addition of Essential Nutrients
to Foods, istilah fortifikasi sama dengan “enrichment”, yaitu penambahan satu
atau lebih zat gizi esensial pada pangan, ada atau tidak ada terkandung dalam
pangan tersebut, yang bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki
kekurangan satu atau lebih zat gizi yang terjadi pada kelompok masyarakat
atau kelompok tertentu.

Jenis-jenis fortifikasi pangan

a. Fortifikasi massal
Fortifikasi massal adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro pada
pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti serealia, bumbu-bumbu
dan susu. Fortifikasi massal bersifat wajib, mandatory dan diatur oleh
pemerintah. Fortifikasi massal merupakan pilihan terbaik yang dilakukan
apabila mayoritas masyarakat memiliki resiko “unacceptable” terhadap zat
gizi, untuk tujuan kesehatan masyarakat, terjadi atau berpotensi terjadi
kekurangan zat gizi mikro tertentu pada masyarakat. Pada beberapa
kondisi, kekurangan zat gizi mikro dapat ditunjukkan melalui asupan
masyarakat yang rendah atau melalui hasil pemeriksaan biokimia. Namun
pada kondisi lain, terdapat kelompok masyarakat yang tidak mengalami
kekurangan asupan dan defisiensi berdasarkan hasil pemeriksaan
biokimia, namun masyarakat tersebut memang ingin memperoleh manfaat
dari fortifikasi pangan. Contoh, di Kanada dan Amerika Serikat, pemerintah
menetapkan fortifikasi asam folat dalam tepung terigu yang ditujukan untuk
mencegah resiko cacat lahir pada bayi.
b. Fortifikasi target
Fortifikasi target ditujukan pada kelompok tertentu dalam masyarakat
dengan meningkatkan asupan kelompok tertentu tersebut. Contohnya
pemberian makanan pendamping ASI pada bayi dan anak-anak,
pengembangan pangan untuk program PMT contoh pemberian biskuit
khusus untuk anak-anak dan ibu hamil, ransum (makanan campuran) yang
dibagikan pada masyarakat dalam keadaan darurat atau untuk penduduk
miskin. Fortifikasi target pada penduduk miskin umumnya ditujukan pada
bayi dan anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui.
TABLE 1 Targeted food fortification programmes
NEGARA JENIS PANGAN POPULASI TARGET
Guatemala Incaparina

41
Indonesia MP ASI Bayi
Meksiko Progresa
Peru Ali Alimentu Anak Sekolah
Afrika Selatan Biskuit Anak Sekolah

Berbagai contoh fortifikasi pangan yang diterapkan diberbagai negara dari


tahun ketahun adalah :
a. Iodisasi garam diperkenalkan pertama kali pada awal tahun 1920-an di
Swiss dan Amerika Serikat dan sejak saat itu iodisasi garam diberlakukan
diberbagai negara hingga saat ini.
b. Pada awal tahun 1940-an dimulainya fortifikasi produk-produk serealia
dengan penambahan tiamin, riboflavin dan niasin.
c. Di Denmark, margarin difortifikasi dengan vitamin A, di Amerika Serikat,
susu difortifikasi dengan vitamin D.
d. Makanan untuk anak-anak difortifikasi dengan zat besi, untuk mencegah
terjadinya resiko anemia pada kelompok anak-anak.
e. Fortifikasi asam folat dalam gandum (pertama kali diadopsi oleh kanada,
Amerika Serikat dan negara-negara di Amerika latin).

2. Suplementasi
Suplementasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penyediaan sejumlah besar zat gizi mikro dalam bentuk pil, kapsul atau sirup.
Suplementasi memiliki beberapa keuntungan diantaranya, dapat menyediakan
sejumlah zat gizi yang optimal baik zat gizi tunggal ataupun campuran, tersedia
dalam bentuk yang sangat mudah diserap, dan cara yang paling cepat untuk
mengontrol defisiensi pada individu atau kelompok masyarakat yang telah
diidentifikasi mengalami defisiensi. Di negara-negara berkembang, program
suplementasi telah digunakan secara meluas untuk menyediakan zat besi dan
asam folat pada ibu hamil, vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas. Pemberian
vitamin A dosis tinggi dapat meningkatkan cadangan vitamin A selama 4 – 6
bulan, oleh karena itu pemberiannya cukup 2 atau 3 kali dalam setahun. Untuk
vitamin dan mineral yang mudah larut dalam air, pemberiannya dapat dilakukan
setiap hari secara teratur. Kelemahan dari program suplementasi adalah biaya
untuk mensuplainya lebih mahal dibanding fortifikasi dan terkadang

42
menimbulkan masalah terutama suplemen yang dikonsumsi dalam jangka
waktu yang lama.

VIII. UJI ORGANOLEPTIK


A. PENGERTIAN

Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian


Sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan
indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,
dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih
sistematis, demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta
pengambilan keputusan.
Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian
ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal
penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
1. Panelis

43
Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok
orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan
subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan
subyektif dari para panelis dengan orosedur sensorik tertentu yang harus
dituruti.Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel.
Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada
6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu : 1) Pencicip perorangan
(individual expert). 2) Panel pencicip terbatas (small expert panel). 3)
Panel terlatih (trained panel). 4) Panel takterlatih (untrained panel). 5) Panel
agak terlatih. 6) Panel konsumen (consumer panel).
2. Laboratorium Penilaian Organoleptik
Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium yang
menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan kemampuan
penginderaannya. Laboratorium ini perlu persyaratan tertentu agar diperoleh
reaksi kejiwaan yang jujur dan murni tanpa pengaruh faktor-faktor lain.
1) Unsur-Unsur Penting dalam Laboratorium Penilaian Organoleptik
a) Suasana : meliputi kebersihan, ketenangan, menyenangkan,
kerapihan, teratur serta cara penyajian yang estetis.
b) Ruang : meliputi ruang penyiapan sampel / dapur, ruang pencicipan,
ruang tunggu para panelis dan ruang pertemuan para panelis
c) Peralatan dan Sarana : meliputi alat penyiapan sampel, alat penyajian
sampel, dan alat komunikasi (sistem lampu, format isian, format
instruksi, alat tulis

44
2) Persayaratan Laboratorium Penilaian Organoleptik
Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut di atas diperlukan
persyaratan persyaratan khusus di dalam laboratorium.
a) Isolasi : agar tenang maka laboratorium harus terpisah dari ruang
lain atau kegiatan lain, pengadaan suasana santai di ruang
tunggu, dan tiap anggota perlu bilik pencicip tersendiri
b) Kedap Suara : bilik pencicip harus kedap suara, laboratorium
harus dibangun jauh dari keramaian
c) Kadar Bau : ruang penilaian harus bebas bau-bauan asing dari luar
(bebas bau parfum/rokok panelis), jauh dari pembuangan kotoran
dan ruang pengolahan.
d) Suhu dan Kelembaban : suhu ruang harus dibuat tetap seperti

0
suhu kamar (20-25 C) dan kelembaban diataur sekitar 60%.

e) Cahaya : cahaya dalam ruang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu
redup.
3) Bilik Pencicip (Booth)
Bilik pencicip terdapat dalam ruang pencicipan, bilik ini berupa
sekatan- sekatan dengan ukuran panjang 60-80 cm dan lebar 50-60
cm. Bilik pencicip berupa bilik yang terisolir dan cukup untuk duduk
satu orang panelis. Hal ini dimaksudkan agar tiap panelis dapat
melakukan penilaian secara individual.
Tiap bilik pencicip dilengkapi dengan : a) Jendela (untuk memasukkan
sampel yang diuji); b) Meja (untuk menulis/mencatat kesan, tempat
meletakkan sampel, gelas air kumur); c) Kursi bundar ; d) Kran pipa
air, penampung air buangan.
4) Dapur Penyiapan Sampel
Dapur penyiapan sampel harus terpisah tetapi tidak terlalu jauh dari
ruang pencicipan. Bau-bauan dari dapur tidak boleh mencemari ruang
pencicipan. Kesibukan penyiapan sampel tidak boleh terlihat atau
terdengar panelis di ruangpencicipan

45
3. Persiapan Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan tim kerjasama yang diorganisasi
secara rapi dan disiplin serta dalam suasana antusiasme dan
kesungguhan tetapi santai. Hal ini perlu agar data penilaian dapat
diandalkan.
1) Organisasi Pengujian
Ada 4 unsur penting yang tersangkut dalam pelaksanaan pekerjaan
pengujian organoleptik, yaitu : pengelola pengujian (disebut penguji),
panel, seperangkat sarana pengujian dan bahan yang dinilai.
1. Komunikasi Penguji dan Panelis
Keandalan hasil penilaian atau kesan sangat tergantung pada
ketepatan komunikasi antara pengelola dengan panelis. Informasi
diberikan secukupnya, tidak kurang agar dapat dipahami panelis
tetapi tidak berlebih supaya tidak bias. Ada tiga tingkat komunikasi
antara penguji dan panelis, yaitu :
a) Penjelasan umum tentang : pengertian praktis, kegunaan,
kepentingan, peranan dan tugas panelis. Hal ini diberikan dalam
bentuk ceramah atau diskusi.
b) Penjelasan khusus : disesuaikan dengan jenis komoditi
tertentu, cara pengujian, dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini
diberikan secara lisan menjelang pelaksanaan atau secara
tulisan, 2 atau 3 hari sebelum pelaksanaan.
c) Instruksi : berisi pemberian tugas kepada panelis untuk
menyatakan kesan sensorik tiap melakukan pencicipan.
Instruksi harus jelas agar mudah dipahami, singkat agar
cepat ditangkap artinya. Instruksi dapat diberikan secara
lisan segera sebelum masuk bilik pencicip, atau secara tulisan
dicetak dalam format pertanyaan. Format pertanyaan
(questioner) : harus memuat unsur-unsur format yang terdiri
dari informasi, instruksi dan responsi. Format pertanyaan harus
disusun secara jelas, singkat dan rapi.
4. Metoda Pengujian Organoleptik
Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa
 kelompok: Kelompok Pengujian Pembedaan (Defferent Test
 Kelompok Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference
Test/Acceptance Test) Kelompok Pengujian Skalar
 Kelompok PengujianDiskri

46
 Kelompok uji pembedaan dan uji pemilihan : banyak digunakan
dalam penelitian analisa proses dan penilaian hasil akhir. Kelompok
uji skalar dan uji diskripsi : banyak digunakan dalam pengawasan
mutu (Quality Control).

47
Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skalar : diperlukan
sampel pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama
dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari
bahan pembanding itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor
pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan.
Biasanya yang digunakan sebagai sampel pembanding adalah komoditi
baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan yang telah diketahui
sifatnya.
1) Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada
perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel.
Meskipun dapat saja disajikan sejumlah sampel, tetapi selalu ada dua
sampel yang dipertentangkan.
Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh beberapa macam
perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan
suatu industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau
persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Jadi agar
efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis.
Keandalan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari
pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan
kepekaan masing-masing panelis. Pengujian pembedaan ini meliputi :
a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation)
b) Uji segitiga (Triangle test)
c) Uji Duo-Trio
d) Uji pembanding ganda (Dual Standard)
e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard) f) Uji Rangsangan
Tunggal (Single Stimulus) g) Uji Pasangan Jamak (Multiple Pairs)
f) Uji Tunggal
2) Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance
Test)
Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau
qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji
ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang
berhubungan dengan kesukaan

48
atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau qualitas
yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.
Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau
sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji ini tidak
dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Hasil uji yang
menyakinkan tidak menjamin komoditi tersebut dengan sendirinya mudah
dipasarkan
Beberapa perbedaan antara uji pembedaan dan uji penerimaan terlihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Perbedaan antara Uji Pembedaan dan Uji Penerimaan

Uji Pembedaan Uji Penerimaan


1. Dikehendaki panelis yang peka 1. Dapat menggunakan panelis
yang

belum berpengalaman
2. Menggunakan sampel baku /
sampel pembanding. 2. Tidak ada sampel baku /

Uji penerimaan ini meliputi :

a) Uji kesukaan atau uji hedonik : pada uji ini panelis mengemukakan
tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan
tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala
hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik
menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan
analisa statistik.
b) Uji mutu hedonik : pada uji ini panelis menyatakan kesan pribadi tentang
baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih
spesifik dari kesan suka atau tidak suka, dan dapat bersifat lebih umum.

3) Pengujian Skalar
ada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang
diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar
atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam:
pertama, bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan
jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan degradasi yang
mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih sampai
hitam). Pengujian skalar ini meliputi :

49
a) Uji skalar garis
b) Uji Skor (Pemberian skor atau Scoring)

50
c) Uji perbandingan pasangan (Paired Comparation) : prinsip uji ini
hampir menyerupai uji pasangan. Perbedaannya adalah pada uji pasangan
pertanyaannya ada atau tidak adanya perbedaan. Sedang pada uji
perbandingan pasangan, pertanyaanya selain ada atau tidak adanya
perbedaan, ditambah mana yang lebih, dan dilanjutkan dengan tingkat
lebihnya.
d) Uji perbandingan jamak (Multiple Comparision) : prinsipnya hampir
sama dengan uji perbandingan pasangan. Perbedaannya pada uji
perbandingan pasangan hanya dua sampel yang disajikan, tetapi pada
uji perbandingan jamak tiga atau lebih sampel disajikan secara
bersamaan. Pada uji ini panelis diminta memberikan skor berdasarkan
skala kelebihannya, yaitu lebih baik atau lebih buruk.
e) Uji penjenjangan (uji pengurutan atau Ranking) : uji penjenjangan
jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini komoditi diurutkan atau diberi
nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi. Data
penjenjangan tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran, sehingga
tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat
reratanya.

4) Pengujian Diskripsi
Pengujian-pengujian sebelumnya penilaian sensorik didasarkan pada satu
sifat sensorik, sehingga disebut “penilaian satu demensi”. Pengujian ini
merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik
yang lebih kompleks atau yang meliputi banyak sifat-sifat sensorik, karena
mutu suatu komoditi umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik.
Pada uji ini banyak sifat sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan
sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sifat
sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka
terhadap perubahan mutu dan yang paling relevan terhadap mutu. Sifat-
sifat sensorik mutu tersebut termasuk dalam atribut mutu

51
5. Beberapa Masalah Yang Memerlukan Informasi/Pemecahan Dari Segi
Organoleptik
1) Pengembangan Produk
Suatu produk baru yang khas maupun yang tiruan (imitasi) secara
umum perlu diketahui aseptabilitasnya. Untuk itu dapat dilakukan uji
hedonik dan uji pembedaan
2) Perbaikan Produk
Perbaikan produk dapat diukur secara obyektif maupun subyektif atau
secara organoleptik. Dalam uji ini perlu diketahui : apakah produk
baru berbeda dan lebih baik dari produk lama? Apakah produk baru
lebih disukai dari produk lama?
3) Penyesuaian Proses
Termasuk dalam penyesuaian proses ialah penggunaan alat baru,
pemakaian bahan baru dan perbaikan proses. Tujuannya untuk
efisiensi atau menekan biaya pengolahan tanpa mempengaruhi mutu.
Jadi uji yang digunakan adalah uji pembedaan, uji skalar ataupun uji
hedonik.
4) Mempertahankan Mutu
Masalah yang sangat penting dalam industri adalah
mempertahankan mutu dan keseragaman mutu. Agar hal tersebut
dapat dicapai maka perlu diperhatikan pengadaan bahan mentah,
pengolahan / produksi dan pemasaran. Uji yang digunakan adalah : uji
pembedaan, uji skalar ataupun uji hedonik.
5) Daya Simpan
Selama penyimpanan atau pemasaran produk akan mengalami
penurunan mutu maka perlu dilakukan pengujian. Hasil uji ini sekaligus
dapat menetapkan umur simpan. Uji yang dapat dilakukan adalah uji
pembedaan, uji skalar, uji hedonik, dan uji diskripsi
6) Pengkelasan Mutu
Dalam pengkelasan mutu perlu dilakukan sortasi yang teliti menurut
kriteria baku dan spesifikasi baku yang ditetapkan. Uji yang dipakai
adalah uji skalar.
7) Pemilihan Produk atau Bahan Terbaik
Untuk keperluan suatu proses perusahaan perlu memilih salah satu
atau lebih bahan sejenis (varietas tertentu), maka uji yang dilakukan
meliputi uji pembedaan, uji penjenjangan, uji skalar dan uji diskripsi.
8) Uji Pemasara

52
Uji pemasaran tidak dilakukan di dalam laboratorium melainkan di
tempat umum, di pasar atau di toko. Untuk itu digunakan uji
pembedaan sederhana dan uji hedonic
9) Diantara beberapa produk yang sama, ingin diketahui produk
mana yang paling disukai. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji
hedonik
10) Seleksi Panelis
Uji organoleptik yang banyak digunakan untuk memilih anggota
sampel adalah uji pembedaan, uji skalar dan uji diskripsi.

53
IX. PENGEMASAN PANGAN
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk menlindungi atau mengawetkan
produk pangan maupun non-pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat
yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau
keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Pengemasan
mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk
terutama yang mudah mengalami kerusakan.

1. Fungsi Kemasan
a. Sebagai Wadah Atau Tempat
Yaitu untuk memudahkan penyimpanan produk yang berupa tepung-
tepungan, butiran, cairan dan gas agar tidak berserahkan dan memudahkan
pekerjaan bila akan dipindahkan atau diangkut.
b. Sebagai Pelindung
Disamping sebagai pelindung bagi produk yang dikemas, kemasan
juga berfungsi untuk melindungi lingkungan sekitar produk. Bahan kemas
yang akan dipilih tergantung dari sifat-sifat produk serta kemampuannya
untuk melindungi produk yang akan dikemas. Bahan dan bentuk kemasan
yang tidak memenuhi persyaratan akan menurunkan kualitas produk yang
dikemas dan memenuhi persyaratan akan menurunkan kualitas produk yang
dikemas dan bila terjadi kebocoran dapat menimbulkan malapetaka
seandainya produk yang dikemas adalah racun atau produk yang mudah
terbakar.
Untuk melindungi produk dari air/udara, misalnya produk kering
seperti calsium karbida, maka kadar airnya harus rendah untuk
menghindarkan terjadinya reaksi-reaksi kimia atau kerusakan yang
ditimbulkan oleh mikroba dan bahan kemasan yang digunakan harus kedap
air agar uap air tidak bebas keluar msuk kemasan.
Produk yang mengandung zat volatil, seperti rempah-rempah, wangi-
wangian atau produk yang mudah menyerap bau seperti susu, kopi maka
digunakan kemasan yang mampu mencegah masuknya zat yang baunya
tidak disenangi.
Produk yang sensitif mudah bereaksi dengan oksigen, seperti
makanan gorengan, dapat dipilih bahan kemasan yang tidak dapat ditembus

54
oksigen, baik yang dihampa udarakan maupun kemasan yang diberi gas
pengisi.
Untuk melindungi Produk yang mengalami proses karbonisasi seperti
bir, coca cola, fanta dan sejenisnya harus dipilih kemasan yang kadap co 2
dan mampu melawan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya co2 dalam
produk yang akan meningkatkan bila suhu produk meningkat atau terkocok.
Untuk mengemas produk yang sensitif sinar atau cahaya seperti bir,
film foto,obat-obatan dan sebagainya, dianjurkan menggunakan kemasan
yang dapat menahan sebagian sinar sehingga kerusakan bahan tersebut
dapat diperkecil. Namun konsumen kadang-kadang ingin tahu produk atau
kemurnian produk yang dikemas, sehingga dalam hal ini perlu ada
kompromi untuk keduanya.
Produk yang mudah diserang oleh serangga dan rodent dapat dipilih
jenis kemasan yang tahan terhadap gigitan rodent atau permukaannya
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada bagian-bagian yang dapat
dijadikan pangkal tempat menggigit misalnya yang tajam dan lain-lain.
Namun sebelum dikemas produk hendaknya diberi perlakuan yang dapat
membasmi serangga dan rodent sedangkan untuk bahan-bahan yang
mudah pecah seperti gelas, keramik telur, dapat digunakan kemasan yang
tahan terhadap benturan mekanik dan dapat mengurangi guncangan.
c. Sebagai Penunjang Cara Penyimpanan Dan Transport

Produk-produk yang akan dipasarkan biasanya tidak langsung dibawa


dari pabrik kepengecer, tetapi melalui saluran pemasaran yang agak
panjang. Selain itu ada beberapa bahan ada yang harus disimpan dulu
sebelum dijual untuk pengontrolan kualitasnya, sehingga kemasan harus
dibuat sedemikian rupa agar efisien dalam menggunakan ruangan. Yang
dimaksud dengan efisiean yaitu memberikan perbandingan maksimum
antara produk yang disimpan dengan persatuan luas dari bangunan untuk
penyimpanan, sehingga makin tinggi penumpukan, maka tinggi juga
efisiennya.

Kemasan harus dibuat selaras dengan kemajuan dalam bidang


teknologi dan transportasi, bentuk dan ukurannya harus cocok dengan
kemampuan dan ukuran-ukuran alat-alat yang digunakan misalnya produk
akan diangkut dengan pesawat terbang, maka ukuran dan bentuk
kemasannya harus sesuai dengan ukuran pintu pesawat terbang. Desain

55
kemasan yang tepat akan menunjang transportasi untuk dapat dilakukan
dengan cepat.

d. Sebagai Alat Persaingan Dalam Pemasaran

Langkah pertama dalam memasarkan suatu produk dalam


memasarkan suatu produk adalah menarik perhatian konsumen. Cara
menarik ini diantaranya dengan menempelkan sesuatu yang menarik pada
kemasan produk tersebut misalnya gambar bayi yang sehat dan
komposisinya bila yang dipasarkan makanan bayi.

Bila langkah pertama telah berhasil, maka peluang untuk


memenangkan persaingan sudah menjadi lebih besar, selanjutnya
tergantung pada produk itu sendiri, apakah harganya terjangkau, keadaanya
sesuai dengan selera konsumen, kwalitasnya baik sesuai dengan
informasi/label yang telah diberikan.

2. Beberapa Syarat Kemasan

Dalam memilih bentuk dan bahan kemasan yang akan digunakan, agar
memenuhi syarat sehingga dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan
beberapa pertimbangan antara lain:

a. Tidak Toksik

Bahan kemasan tidak mengganggu kesehatan manusia secara


langsung maupun tidak langsung, seperti adanya kandungan Pb.

b. Harus Cocok Dengan Bahan Yang Dikemas


Kemasan yang dipilih harus cocok dengan produk yang dikemas,
kalau salah memilih bahan kemasan maka akan sangat merugikan.
Misalnya produk yang seharusnya dikemas dengan kemasan transparan,
namun dikemas dengan bahan kemas yang tidak transparan sehingga bila
konsumen ingin mengatahui isinya akan merusak segel dan hal tersebut
sangat merugikan produsen.
c. Sanitasi dan syarat-syarat kesehatan terjamin
Disamping bahan kemasan tidak toksik dan produk yang dikemas
tidak menunjukan kerusakan karena seragam mikroba, juga bahan kemasan
tidak boleh digunakan bila dianggap tidak dapat menjamin sanitasi atau
syarat-syarat kesehatan. Misalnya karung adalah kemasan yang paling

56
banyak digunakan, namun penggunaan karung untuk mengemas produk
yang dikonsumsi tanpa mengalami pencucian atau pemasakan terlebih
dahulu merupakan hal yang tidak dibenarkan.
d. Dapat mencegah pemalsuan
Yaitu kemasan juga berfungsi sebagai pengamanan dengan cara
membuat kemasan yang khusus sehingga sukar dipalsukan dan bila terjadi
pemalsuan dengan cara mengguankan kemasan yang telah digunakan akan
mudah dikenali.
e. Kemudahan membuka dan menutup
Pada umumnya konsumen akan memilih produk dengan kemasan
yang mudah dibuka, seperti kemasan tetra paek dari pada kemasan botol
yang lebih sukar dan memerlukan alat khusus untuk membuka tutupnya.
f. Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi
Kemudahan dan keamanan dalam menguluarkan isi perlu
dipertimbangkan, sehingga isi kemasan dapat diambil dengan mudah dan
amin, atau dengan kata lain tidak banyak tercecer, terbuang atau tersisa di
dalamnya.
g. Kemudahan pembuangan kemasan bekas
Pada umunya kemasan bekas adalah sampah dan merupakan suatu
masalah yang memerlukan biaya cukup besar untuk penanganannya,
misalnya kemasan-kemasan bekas dari bahan plastik. Bahan kemasan
plastik tidak dapat hancur oleh mikroba dan bila dibakar akan menyebabkan
polusi udara, terutama dinegara-negara maju.
Bahan kemasan yang terbuat dari logam, keramik dan bahan nabati
tidak begitu menjadi masalah. Bahan logam dan kertas sebagian besar
dapat diproses kembali. Bahan nabati seperti kayu dapat dipakai sebagai
bahan bakar.
h. Ukuran, bentuk dan berat
Ukuran kemasan berhubungan sangat erat dengan penanganan
selanjutnya, baik dalam penyimpanan, transportasi maupun sebagai alat
untuk menarik perhatian konsumen. Biasanya kemasan disesuaikan dengan
sarana yang ada, misalnya sebagai pengangkutnya adalah pesawat
terbang, maka tinggi dan lebarnya tidak melebihi ukuran pintu pesawat
terbang yang akan mengangkutnya dan sebagainya.
Ada kalanya kemasan didesain sedemikian rupa sehingga bentuknya
sangat indah dan menarik, kadang-kadang dibuat untuk memberi kesan

57
bahwa isinya lebih banyak dari kemasan lainnya yang serupa, misalnya
botol yang akan mengangkutnya dan sebagainya.
Bentuk kemasan sangat mempengaruhi effisiensi pengguanaan ruang
penyimpanan, cara penyimpanan, daya tarik konsumen cara pembuatan
serta bahan kemasan yang digunakan. Banyak konsumen yang belanja
karena tertarik oleh kemasannya dengan bentuk yang aneh-aneh, misalnya
bentuk oval/patung dan sebagainya lebih disukai.
Pada umumnya produsen selalu berusaha untuk mengurangi berat
kemasan yang digunakan karena dengan berkurangnya berat berarti energi
yang dibutuhkan untuk transportasi akan berkurang pula sehingga akan
menarik bagi konsumen, sehingga dapat diharapkan untuk memenangkan
persaingan.
i. Penampilan dan pencetakkan
Kemasan harus memiliki penampilan yang menarik bila ditinjau dari
segala segi, baik dari segi bahan, estetika maupun dekorasi. Dalam hal ini
produsen harus tahu dengan tepat ke lokasi mana produk akan dipasarkan,
karena selera masyarakat berbeda-beda.
Masalah pencetakan sangat erat hubunganya dengan dekorasi dan
label yang merupakan sarana komunikasi antara produsen dan konsumen,
leveransir maupun pengecer. Beberapa bahan ada yang perlu mengalami
pencetakkan label dan tambahan dekorasi sehingga bahan kemasan harus
memilki sifat mudah menerima pencetakkan dan hasilnya dapat
dipertahankan, tidak luntur atau hilang.
j. Biaya rendah
Salah satu cara untuk mempertahankan produk tersebut terjangkau
oleh daya beli konsumen adalah menurunkan biaya pengemasan sampai
batas dimana kemasan masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini penting
karena konsumen akan melakukan pemilihan terhadap produk yang sama
yang ditawarkan dengan harga yang lebih rendah.
k. Syarat khusus
Selain syarat-syarat yang telah disampaikan, masih ada syarat-syarat
khusus yang perlu diperhatiakn, misalnya iklim daerah pemasaran yaitu
tropis, subtropis, kelembabanya dan lain-lain.
3. Beberapa bahan kemasan
Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan mengemas
produk bermacam-macam tergantung kepada jenis produk yang akan dikemas.
Untuk menentukan bahan kemasan yang sesuai untuk suatu prosuk agro-

58
industri, perlu diketahui jenis-jenis dan sifatsifat dari bahan kemasan terseut,
antara lain:

a. Kayu
Kayu memiliki tempat yang penting dalam pengamasan, khususnya
untuk mengemas benda-benda yang berbobot besar dan mudah rusak.
Kayu merupakan bahan alami, sehingga mempunyai sifat yang tidak
seragam, namun dapat dipilih dan diolah untuk dijadikan bahan kemasan.
Kemasan yang dibuat dari bahan kayu cocok digunakan untuk membuat
kemasan kaku dalam jumlah yang kecil, namun sebaliknya bahan kemasan
ini tidak ekonomis bila digunakan untuk bahan-bahan kecil dalam jumlah
besar.
Kemasan yang dibuat dari kayu lebih baik dari bahan kemasan
lainnya bila doongonkan kekuatan, kekuatan menumpuk yang baik,
perlindungan yang baik, perlindungan yang baik pada waktu pengapalan
untuk mengemas produk yang bersangkutan, namun kemasan kayu ridak
kedap uap air, biayanya tidak cukup tinggi, waktu menyusun lambat,
penampakan kurang menarik dan tersedianya tidak mudah. Disamping itu
kemasan kayu yang dibuat dari bahan katu mendatangkan masalah yang
besar karena memliki volume yang besar.
Kayu lumber, veneer dan plywood sering digunakan untuk membuat
crate, nailled wood boxes, barrel dan hamper.
b. Logam
Kemasan yang terbuat dari logam masih menempati bagian yang
penting dalam bidang pengemasan, meskipun ada saingan yang sangat
ketat dari kemasan yang terbuat dari plastik dan kertas. Hal ini disebabkan
oleh karena logam mempunyai kekuatan mekanik yang baik sekali. Logam
yang digunakan untuk membuat kemasan adalah baja dan kaleng logam.
Kemasan yang terbuat dari bahan baja dapat menahan penanganan
selama pengangkutan, dapat diisi, dapat disimpan tanpa menimbulkan
banyak masalah dan sangat ekonomis untuk pemakaian jangka panjang
karena dapat dipergunakan beulang-ulang.
Kemasan yang terbuat dari baja digunakan untuk menyimpan dan
pebgiriman berbagai macam produk separti asam,alkali, pelarut organik, cat,
vernis, pengecar, minyak saos, sirup buah-buahan yang diawetkan dan lain-
lain. Disamping itu kemasan dari bahan baja dapat digunakan untuk

59
mengemas produk semi padat seprti tepung dan produk yang
berbentukserpihan.
Kaleng logam tahan terhadap panas, dingin, uap lembab dan dapat
menahan produk yang kasar selama transportasi dan penyimpanan.
Kaleng logam tahan terhadap panas, dingin, uap lembab dan dapat
menahan produk yang kasar selama transportasi dan penyimpanan.
Kaleng logam dibuat dari suatu plat baja dengan lapisan timah kedua
sisinya. Kaleng logam ini dapat digunakan terutama untuk mengemas
produk makanan dengan daya korosi yang sangat penting atau tergantung
dari tipenya, antara lain; fosfor,silikon, coppec nikel, kromanium dan lain-lain
sampai batas yang paling minimal yang dapat dilakukan.
c. Gelas
Gelas dibuat dengan mencampur pasir dengan soda abu, kapur atau
campuran alkali lain. Kemasan yang terbuat dari bahan gelas akan terus
menarik bagi industri pengemasan, karena gelas mempunyai kelebihan-
kelebihan yang tidak dapatkan dari bahan-bahan kemasan lainnya.
Beberapa keuntungan pemakaian bahan kemasan dari gelas, antara lain:
- Dapat dibentuk dengan berbagai macam desain
- Dapat diwarnai dengan berbagai macam warna, sesuai dengan
kebutuhan produk yang dikemas
- Bersifat transparan dan produk yang dikemas dapat dilihat dengan jelas
oleh konsumen
- Tidak dapat mempengaruhi produk yang dikemas
- Kedap terhadap gas, uap air dan bau
- Memberikan keawetan aroma, rasa dan warna produkyang dikemas
- Kemasan yang terbuat dari gelas disterilisasi dan divacum
- Tahan terhadap perubahan suhu rendah dan tinggi, dengan catatan suhu
tersebut tidak berubah secara cepat.
Di samping keuntungan dari bahan gelas, ada beberapa kelemahannya,
antara lain:
- Bersifat rapuh
- Mudah pecah bila permukaannya tergores dan bila kena benturan
kemasan gelas digunakan untuk mengemas produk makanan, obat-
obatan, minuman, bahan kimia dan bahan kosmetik.
d. Kertas

60
Kertas terbuat dari serat sellulosa dan merupakan bahan penyerap
tinta, dapat digunakan untuk menulis, membungkus dan mengemas. Pada
umumnya kertas dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu : kertas
kultural atau halus dan kertas industri atau kasar.
Kertas kultural terdiri atas kertas cetak dan kertas tulis. Kertas cetak
dibagi kedalam kertas cetak putih, kertas cetak berwarna, kertas bergambar,
kertas ofset dan sebagainya. Sedangkan kertas tulis dibagi kedalam krtas
cek, kertas buku tulis, kertas cetak ketikan dan sebagainya.
Kertas industri umumnya terdiri dari kertas untuk membungkus dan
mengemas, misalnya kertas karft, kertas manila, kertas glassin, kertas
kedap lemak, kertas anti tornish, kertas permanen, kertas pounch, kertas
tissue, kertas krep, kertas lilin, kertas tahan basah dan sebagainya.
Manfaat kertas dalam industri pengemasan, antara lain: sebagai
kantong, amplop, mengemas produk yang akan dikapalkan, mengemas
perak, photographi, mengemas produk farmasi, dapat menjagah flavor
produk yang dikemas, mengemas keju, untuk tujuan dekorasi dan
sebagainya tergantung dari jenis kertas yang digunakan.
e. Papan kertas
Papan kertas adalah lembaran kertas yang mempunyai ketebalan
0,0091 – 0,030 inchi. Papan kertas terdiri atas beberapa tipe yang berbeda
dengan tujuan penggunaannya, tipe-tipe tersebut antara lain: container
board, box board straw board, mill board, pulp board dan printer’s board.
Manfaat papan kertas antara lain dapat digunakan untuk mengemas produk
yang akan dikapalkan, dibuat kotak, dibuat kemasan berbentuk kantong
lipat, dibuat cover buku, mengemas makanan, sepatu dan sebagainya.
f. Plastic
Kemasan plastik juga menempati bagian yang sangat penting dalam
industri pengemasan. Kelebihan plastik dari bahan-bahan kemasan lainny,
antara lain: harganya relatif lebih murah, dapat dibentuk berbagai rupa,
warna dan bentuk relatif lebih disukai konsumen, mengurangi biaya
transportasi. Namun plastik mempunyai kelemahan yaitu umumnya tidak
tahan terhadap temperatur tinggi.

Secara garis besar plastik dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu


thermoplastik (dapat dilunakkan berulang kali dengan menggunakan panas)
dan termoset (tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan).

61
Thermoplastik yang digunakan dalam industri pengemasan adalah
polyethylene, polypropylene, polyvinyl chlorida, acrylic dan aclonitrile-
butadiene-styrene. Termoset yang biasa digunakan dalam industri
pengemasan adalah phenol-formaldehyde, melamike formaldehyde dan
urue formaldehyde.

Penggunaan kemasan plastik tersebut berbeda-beda tergantung dari


tipe plastiknya, antara lain: dapat digunakan untuk pembuatan kotak bagasi,
helm, suku cadang, respigerator, untuk mengemas kosmetik, elektronik,
perlengkapan otomobil, untuk mengemas bahan kimia yang membutuhkan
ketahanan kimia yang tinggi, digunakan dalam industri pesawat terbang,
mengemas produk yang mengandung minyak dan sebagainya.

g. Film

Film didefinisikan sebagai lembaran fleksibel, yang tidak berserat dan


tidak mengandung bahan metalik dengan ketebalan kurang dari 0,01 inch
atau 250 mikron. Film terbuat dari turunan sellulosa dan sejumlah resin
thermoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran dan tabung.

Beberapa kemasan yang terbuat dari film, antara lain: selopan,


polyethylene, polypropylene (pp), polystyrene (ps), polyvinil chlorida (pvc),
polyester, polyviniliden chlorida (saran), selulosa asetat, karet hidroklorida,
metil selulosa, kloro-trifluoro-etilena (CTFE), polikarbonat, evakopolimer,
flourokarbon dan poliuretane.

Kemasan film dapat digunakan sebagai pembungkus, kantong, tas


dan sampul, mengemas tembakau, biskuit, kabel, tekstil, pupuk, pestisida,
obat-obatan, mentega produk kering yang beku untuk para astronot dan
sebagainya.

h. Foil
Foil adalah suatu lembaran dari bahan logam yang mempunyai
ketebalan kurang dari 0,15 mm. Kemasan ini mempunyai posisi yang
penting dalam pengemasan karena permukaannya yang mengkilap dan
menarik untuk dipandang. Foil yang mempunyai ketebalan antara 0,0375-
0,1125 mm digunakan untuk membuat kemasan semi kaku.
Aluminium foil mempunyai sifat kedap air yang baik, permukaannya
dapat memantulkan cahaya sehingga penampilannya menarik,

62
permukaannya licin, dapat dibentuk sesuai dengan keinginnan dan mudah
dilipat, tidak terpengaruh tidak berbau, tidak beracun dan hygienis.
Kemasan foil dapat digunakan untuk mengemas roti, makanan beku,
obat-obatan, bahan farmasi, bahan kimia, makanan yang higroskopis, jam
selai dan saos. Bila digunakan untuk mengemas bahan makanan biasanya
foil diletakkan pada bagian dalam, namun bila untuk tujuan dekoratif maka
foil diletakkan pada bagian luar.
Bentuk-bentuk Kemasan

Bentuk kemasan dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar yaitu,


kaku, semi kaku dan fleksibel.

Kemasan kaku adalah kemasan yang tidak tahan terhadap benturan,


akan tetapi keras. Bentuk-bentuk kemasan dapat digolongkan lagi
berdasarkan bahan kemasan yang digunakan, antara lain: dari kayu, nailed
box, wire bound box, crate, basket dan barrel, dari logam: drum, pail, kaleng
logam, dan collapsible tube; terbuat dari gelas: botol, jar, timbler, jug,
carboy, vial dan ampul; wadah komposit terbuat dari kertas, plastik, foil,
papan kertas bergelombang atau logam; wadah erosol: kemasan plastik
kaku dan kotak bergelombang dibuat dari papan kertas bergelombang.

Kemasan semi kaku adalah kemasan yang bentukknya tidak


dipengaruhi oleh bentuk produk kemasannya, namun dapat ringsek bila
diberikan tekanan yang berlebih. Bentuk-bentuk kemasan semi kaku, antara
lain: wadah aluminium, folding karton, set-up box.

Kemasan fleksibel adalah kemasan yang bentuknya dapat berubah-


ubah sesuai dengan bentuk produk yang dikemasnya. Beberapa bentuk
fleksibel, antara lain: kantong kertas, kantong berdinding banyak, karung
plastik dan kantong aluminium foil.

Dalam industri pengemasan juga dikenal adanya coating dan


laminasi. Coating adalah pelapisan bahan makanan dengan berbagai
macam bahan seperti resin, plastik dan wax dengan tujuan sebagai
pelingdung dan dekorasi. Seperti resin, plastik, dan waxdengan tujuan
sebagai pelindung dan dekorasi. Sedangkan laminasi adalah kombinasi dari
2 atau lebih lapisan kertas, foil dan kain digabungkan dengan bantuan
perekat atau zat-zat laminasi dengan menggunakan panas atau tekanan.

63
Proses laminasi yang utama yaitu: laminasi basah, laminasi kering, laminasi
panas, laminasi panscair dan selanjutnya laminasi ekstruksi.

4. Beberapa Bahan Tambahan


Pada bahan kemasan kering ditambahkan bahan-bahan lain dengan
tujuan untuk meningkatkan fungsi dan daya tarik kemasan tersebut, antara
lain: pita, label, bantalan, dan sebagainya. Pita biasanya untuk perekat kotak
kaku, kotakber gelombang peralatan, botol, plastik, dan sebagainya. Label
banyak digunakan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi produk,
mengenal nama pabrik dan menghitung jumlah, bahkan juga digunakan
sebagai reklame dan alat promosi dalam penjualan. Sedangkan bantalan
pelindung dibutuhkan untuk melindungi produk yang dikemas dari getaran
dan guncangan selama penanganan dan transportasi.

64

Anda mungkin juga menyukai