Anda di halaman 1dari 6

Memahami Agnostisisme

Posted on 05/04/2011 by Stephanus Iqbal in Pemikiran


Agnostisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai
kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan
dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan
lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia
yang terbatas.

Seorang agnostik mengatakan bahwa adalah tidak mungkin


untuk dapat mengetahui secara definitif pengetahuan tentang
“Yang-Mutlak”; atau dapat dikatakan juga, bahwa walaupun
perasaan secara subyektif dimungkinkan, namun secara obyektif
pada dasarnya mereka tidak memiliki informasi yang dapat
diverifikasi. Dalam kedua hal ini maka agnostikisme mengandung
unsur skeptisisme.

Agnostisisme berasal dari perkataan Yunani gnostein (tahu) dan


a (tidak). Arti harfiahnya “seseorang yang tidak mengetahui”.

http://id.wikipedia.org/wiki/Agnostisisme
Demikianlah arti secara harfiah dari kata agnostik menurut
Wikipedia.org, yang akan kita telaah dalam artikel ini bagaimana
agnostik itu dan bagaimana mereka memahami Tuhan.
Membahas ini saya teringat akan seorang teman, atheis dari
Yunani, yang mengatakan : “Agnostisisme adalah kebodohan
yang sempurna.” Saya setuju dengannya setelah saya pahami
apa yang dimaksud dengan agnostisisme itu. Perlu saya akui
bahwa saya awalnya agak kesulitan memahami perbedaan yang
nyata antara agnostisisme dengan atheisme.

Agnostisisme tidak menyangkal keberadaan Tuhan secara


mutlak. Mereka beranggapan bahwa keberadaan Tuhan adalah
sesuatu yang tidak mungkin dapat dinalar oleh akal manusia, dan
konsekuensinya adalah keberadaan Tuhan tidak dapat diketahui
dengan cara apapun. Sedangkan atheisme adalah paham yang
menyangkal sama sekali keberadaan Tuhan karena tidak dapt
dibuktikan secara empiris ataupun logis akan keberadaan-Nya.
Dua pemahaman yang sebenarnya sama sekali berbeda. Yang
satu tidak berani atau ragu akan keberadaan Tuhan walaupun ia
dapat melihat bukti ketuhanan dan yang lain sama sekali
menolak bukti keberadaan Tuhan dengan alasan tidak logis.
Yang satu adalah ‘kebodohan sempurna’ -meminjam istilah teman
saya itu- dan yang lain adalah kesombongan sempurna menurut
pendapat saya sendiri.

Mengapa ‘Kebodohan Sempurna’?

Seorang agnostik tidak menyatakan bahwa Tuhan itu ada,


walaupun beberapa dari mereka juga meyakini akan keberadaan
Tuhan, pada akhirnya. Ia juga tidak akan menyatakan bahwa
Tuhan itu tidak ada, karena ia menyadari akan bukti-bukti
keberadaan Tuhan.

Bagi yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, mereka akan


menyangkal bahwa Tuhan menurunkan syariat, ketentuan,
hukum untuk manusia. Mereka menolak keberadaan agama
apapun yang dinisbatkan kepada Tuhan. Dalam kesimpulan
mereka, keberadaan Tuhan tidak berarti keberadaan agama.
Bahwa Tuhan ada tidak mengharuskan-Nya menurunkan nabi
atau rasul untuk menjelaskan agama untuk ummat manusia.
Mereka menilai Tuhan menciptakan semesta alam berikut
manusia didalamnya, namun bukan Tuhan yang menetapkan
fitrah dari tiap-tiap mahluk-Nya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa agnostisisme


menyatakan bahwa Tuhan mungkin menciptakan alam semesta
beserta manusia didalamnya, dan beberapa yakin bahwa
memang Tuhan yang menciptakan, namun tanpa tujuan untuk
apa dan alasan mengapa Tuhan menciptakan itu semua. Atau
dengan bahasa yang lebih sederhana, Tuhan ‘iseng’ kemudian
menciptakan alam semesta dengan manusia didalamnya.
Mungkin dalam pemikiran mereka, tidak mungkin manusia
mengetahui misteri sebesar itu. Artinya Tuhan menciptakan
segala sesuatu dengan ketidaksempurnaan yang fatal atau
kembali kepada kesimpulan awal, ‘iseng’. Semoga sampai sejauh
ini pertanyaan besar sudah terjawab, mengapa ‘kebodohan
sempurna’.

Konsekuensi dari Agnostikisme

Pertama; penyangkalan terhadap agama apapun yang


berkembang. Atau penerimaan terhadap semua agama sekaligus
karena semuanya mungkin benar. Yang manapun seorang
agnostik tidak mungkin dapat menerima doktrin agama, sehingga
pada akhirnya ia hanya akan kembali kepada posisinya yang
tidak beragama.

Kedua; tak ada tujuan hidup, kecuali untuk dirinya sendiri. Atau
mengabdikan diri untuk kemanusiaan namun tanpa memiliki
parameter yang baku akan benar dan salah kecuali syahwatnya
sendiri. Bahkan benar dan salah akan selalu menjadi sesuatu
yang relatif, dan tidak ada yang absolut dalam hidup ini.
Kebenaran adalah yang semata-mata nampak di depan mata.

Ketiga; tidak memiliki standar nilai atau moralitas, kecuali


syahwatnya sendiri atau konsensus yang diterima oleh
masyarakat. Karena kebenaran adalah suatu hal yang relatif,
maka standar nilai atau moralitas pun akan menjadi relatif.
Perselingkuhan akan dapat dibenarkan dengan alasan yang
tepat, ini hanya salah satu contoh.

Dari ketiga poin diatas, terlihat jelas kemiripan antara


konsekuensi agnostisisme dengan konsekuensi atheisme
terhadap seseorang. Hanya saja ada perbedaan ideologis yang
menjadi latar belakang keduanya, sebagaimana sudah dijelaskan
sebelumnya. Lalu bagaimana Islam menjawab keraguan dari
seorang agnostik?
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang
Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
(QS.  2:23)
Sederhana saja. Kalau Al Qur’an bukan bukti nyata keberadaan
Tuhan yang dapat diterima dengan akal sehat, silahkan
menjawab tantangan ini. Kalau tidak bisa memenangkan
tantangan ini, jelas berarti klaim Al Qur’an adalah benar dan
ternyata keberadaan Tuhan dapat diterima dengan akal sehat
dalam kapasitasnya. Perlihatkanlah klaim dari Al Qur’an yang
menunjukkan supremasinya diatas akal manusia, sebagaimana
difirmankan oleh Allah Ta’ala :

“Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan


tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya
dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak
ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam.” (QS. 10:37)
Al Qur’an, sebuah bukti nyata yang terang benderang dan
menunjukkan kesalahan pola pikir mereka yang didasari oleh
asumsi-asumsi manusia tanpa kebenaran sama sekali. Namun
jika setelah itu, mereka masih berbantah-bantahan maka
selesaikanlah dengan firman Allah Ta’ala :

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah


yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula)
menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan
waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan
padanya? Maka orang-orang lalim itu tidak menghendaki kecuali
kekafiran.” (QS. 17:99)
Lalu lakukanlah sebagaimana Allah swt perintahkan dalam
firman-Nya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”
(QS.  7:199)
Demikianlah selesai kewajiban kita untuk beramar ma’ruf nahi
munkar.

Billahi taufiq wal hidayah, wallahu a’lam bish-showab.

“Yang tiadak tahu Tuhan, tidak mampu membicarakan


eksistensi Tuhan…
Yang tahu Tuhan, juga tidak mampu membicarakan eksistensi
Tuhan…”
Hanya Tuhanlah yang mengetahui eksistensiNya itu sendiri…
Jiwa yang sampai pada keilahian bukanlah suatu hal yang
bersifat fana, karena tidaklah mungkin dimensi yang kasar
mampu “disatukan” dengan dimensi yang maha halus (kecuali
dimensi itu ada pada dimensi yang sama); itu artinya Siapa yang
mengenal Tuhannya maka fanalah dimensi kasarnya). Jika
demikian manusia (sesuatu yang bedmensi kasar atau alam)
tidak akan pernah bisa mengetahui atau memahami Tuhan (bagi
“orang-orang yang tunduk” itu pun hanya mengetahui/memahami
Tuhan dari Kitab dan Orang-orang Suci tanpa berani mengkritisi:
sehingga menjadi dogma. Orang-orang seperti ini menurut sabda
Nabi Muhammad SAW belumlah termasuk dalam katagori orang
yang beriman, melainkan baru termasuk dalam katagori orang-
orang yang tunduk). Iman itu adalah rasa, yang hanya dapat
dirasakan oleh orang-orang yang jiwanya terkoneksi dengan
dimensi yang Maha Halus itu.
Oleh karena itu pulalah, eksistensi Tuhan itu tidak mampu
dibicarakan dan dipahami secara logika!.
“Ia melain dari apa yang ada!”, itu artinya: apa pun kata yang
digunakan terhadap eksistensi Tuhan itu jelas akan salah,
karena manusia hanya mampu memaknai suatu kata dari
penghayatan dan pengalamannya selaku manusia…
Logika hanyalah awal dari kebertuhanan… (oleh karena itu Tuhan
tidak ditemukan di sini) dan disinalah orang-orang Agnostik dan
Atheis terperangkap!.
Iman itu ada di hati (bukan hati sebagaimana dimaksud ilmu
anatomi atau medis). Iman itu pemberian… yang lebih beharga
dari langit dan bumi…
Tiada sedikitpun keraguan di dalamnya…

Wassalam….

Anda mungkin juga menyukai